Hubungan Antara Penilaian Skor Trauma dan Kematian Pada Trauma Toraks di RSUP H. Adam Malik Medan
19
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Trauma
Trauma adalah penyebab paling umum kematian pada usia produktif yaitu 16-44
tahun di seluruh dunia. (WHO, 2004) Proporsi terbesar dari kematian akibat trauma
adalah kecelakaan lalu lintas di jalan raya sebesar 1,2 juta jiwa pertahun. World
Health Organization (WHO) memprediksi bahwa pada tahun 2020, traumaakibat
kecelakaan lalu lintas menduduki peringkat ketiga dalam penyebab kematian dini
dan kecacatan. (Peden, 2004)
Kematian akibat trauma tergantung pada sejumlah faktor, salah satunya
adalah penilaian skor trauma pada awal masuk rumah sakit. Laporan WHO 2004
mengutip angka kematian untuk dewasa terbanyak adalah penderita dengan injury
severity score (ISS) > 9, (Mock, 2004). ISS akan diuraikan secara lebih rinci
dalam bagian berikutnya. Keseluruhan angka kematian termasuk pra-rumah sakit
dan di rumah sakit berkisar 35% di negara-negara maju, namun meningkat
menjadi 55% di negara berkembang dan 63% di negara berpenghasilan sedang
berkembang. Skor ISS antara 15-24 menunjukkan angka kematian meningkat
enam kali lipat dibandingkan skor< 15.(WHO, 2004)
Faktor waktu menjadi sangat penting bagi penderita trauma. Proses awal
penanganan pasien dengan trauma disebut dengan initial asessment (penilaian
awal). Hal ini meliputi primary survey, secondary survey, dan penanganan
definitif. Pengelolaan pasien dengan trauma berat memerlukan penilaian yang
cepat dan pengelolaan yang tepat, guna menghindari kematian. Kematian yang
5
Universitas Sumatera Utara
20
disebabkan oleh trauma secara klasik memiliki 3 tahap, yang berhubungan antara
waktu kejadian dengan penanganan efektif yang dilakukan untuk mengatasi
mortalitas (Sobrino J, 2013; ACS, 2008)
1. Immediate deaths ( kematian yang segera ) (Sobrino J, 2013)
Immaediate deaths adalah pasien meninggal oleh karena trauma sebelum
sampai ke rumah sakit.Sebagai contoh trauma kepala berat, atau trauma spinal
cord.Hanya sedikit dari pasien ini yang dapat hidup sampai ke rumah sakit,
karena berkisar 60% dari kasus ini pasien meninggal bersamaan dengan saat
kejadian.
2. Early deaths (Sobrino J, 2013)
Early deaths adalah pasien meninggal beberapa jam pertama setelah trauma.
Sebagian disebabkan oleh perdarahan organ dalam dan sebagian lagi
disebabkan oleh trauma sistem saraf pusat.Hampir semua kasus pada trauma
ini potensial dapat ditangani dengan segera. Pada umumnya setiap kasus
membutuhkan pertolongan dan perawatan definitif yang sesuai di pusat
trauma.Khususnya pada institusi yang dapat melakukan resusitasi segera,
identifikasi trauma, dan sarana pelayanan operasi selama 24 jam.
3. Late deaths (Sobrino J, 2013)
Late death adalah pasien meninggal beberapa hari atau minggu setelah trauma.
Prevalensi kematian kasus trauma yang terjadi pada periode ini sebesar 10%20%. Mayoritas kematian pada periode ini disebabkan oleh karena infeksi dan
kegagalan organ multipel. Trauma kepala paling banyak dicatat pada pasien
trauma multipel dengan kombinasi dari kondisi yang cacat seperti amputasi,
Universitas Sumatera Utara
21
kelainan pendengaran dan penglihatan, post-traumatic stress syndrome dan
kondisi kelainan jiwa yang lain.
Trauma toraks merupakan salah satu penyebab kematian pada trauma. Banyak
penderita meninggal setibanya di rumah sakit, dan banyak kematian dapat dicegah
diantaranya dengan penilaian awal pasien trauma. Penyebab kematian pada
trauma toraks dapat terjadi pada dua keadaan yaitu primary survey dan secondary
survey. (ACS, 2008)
2.2 Penilaian Trauma
Sistem penilaian trauma telah digunakan secara luas dalam berbagai studi
epidemiologi. Penggunaan skor trauma dapat digunakan secara terpisah maupun
bersamaan. Jika digunakan tersendiri maka akan sulit memprediksi kematian pada
trauma. Akan tetapi, jika digunakan secara bersamaan maka akan lebih mudah
untuk memprediksi kematian pada trauma. (Pohlman, 2012)
Karakteristik keparahantrauma sangat penting dalam ilmu pengetahuan
tentang trauma, dimana penilaian keparahan trauma dimulai 50 tahun yang lalu.
Pada tahun 1969, para peneliti mengembangkan metode Abbreviated Injury Scale
(AIS) untuk mengelompokkan trauma. Sejak skala tersebut diperkenalkan oleh
Association for the Advancement of Automotive Medicine (AAAM), International
Injury Scaling Committee (IISC) yang merupakan organisasi induk dari AIS
memodifikasi AIS dan berubah menjadi ISS. AIS dijadikan sebagai dasar
penilaian keparahan trauma. (Champion,2004;Pohlman, 2012)
Universitas Sumatera Utara
22
Metode yang akurat untuk menilai keparahan luka secara kuantitatif bisa
dihitung dengan berbagai cara. Penilaian skor trauma dapat berguna untuk
menentukan prognosis suatu trauma. Salah satu contoh prognosis trauma adalah
kematian. Prediksi kematian dikarenakan trauma sangatlah terbatas dan secara
umum tidak lebih baik daripada sebuah prognosis klinis. Penentuan prognosis
kematian seorang pasien tidak boleh hanya berdasarkan pada penialaian skor
trauma karena hanya bersifat kuantitatif. (Salim, 2012)
Penilaian awal pasien trauma toraks dapat dilakukan dengan beberapa cara
antara lain adalah Injury Severity Score(ISS),Skala Koma Glasgow (SKG),
Revised Trauma Score(RTS) dan
Trauma - Injury Severity Score(TRISS).(Al
Eassa,2013)
2.2.1Injury Severity Score(ISS)
ISS merupakan sistem penilaian anatomis yang sering digunakan.ISS merupakan
turunan dari penilaian skor AIS (Abbreviated Injury Scale).AIS dikembangkan
untuk mengukur trauma kecelakaan kendaraan bermotor dan telah mengalami
beberapa perubahan.AIS adalah sistem pengkodean menyeluruh untuk semua tipe
trauma di setiap bagian tubuh, dengan deskripsi karakteristik setiap tingkat
keparahan dari 0 (tidak ada trauma) sampai 6 (trauma yang tidak dapat
diselamatkan).Penilaian AIS bersifat subjektif. Trauma sedang oleh satu
pemeriksa dapat dianggap trauma serius oleh pemeriksa lain. (Salim, 2012;
Pohlman, 2012)
Universitas Sumatera Utara
23
ISS diperkenalkan oleh Susan Baker pada tahun 1984. ISS merangkum
tingkat keparahantrauma dengan beberapa trauma. Pada penilaian AIS, tubuh
dibagi menjadi enam area: kepala dan leher, toraks, abdomen (termasuk organ
pelvis), alat gerak (termasuk tulang pelvis), dan permukaan tubuh. Skor AIS
setiap trauma dicatat, dan trauma yang mempunyai nilai tertinggi di setiap area
diutamakan.
NO
1
2
3
4
5
6
7
Tabel 2.1 Sistem Penilaian AIS
Nilai
Deskripsi
0
Tidak ada cedera
1
Cedera minor
2
Cedera sedang
3
Cedera serius
4
Cedera berat
5
Cedera kritis
6
Cedera fatal
ISS adalah penjumlahan kuadrat dari tiga nilai AIS yang tertinggi, di
setiap tiga area tubuh yang mendapat trauma paling berat.Nilai AIS 6 setara
dengan nilai ISS 75. (Salim, 2012; Pohlman, 2012)
Grade†
I
II
III
IV
V
Tabel 2.2 Nilai AIS pada ISS
Chest Wall Injury Scale*
Injury Type
Description
Contusion
Any size
Laceration Skin and subcutaneous
Fracture
3 Couinaud’s segments within single lobe
Juxtahepatic venous injuries; i.e., retrohepatic vena
5
Spleen Injury Scale
Description
Subcapsular, 3 cm parenchymal depth or involving trabecular
vessels
Laceration involving segemental or hilar vessels
producing
major devascularization (>25% of spleen)
Completely shattered spleen
Hilar vascular injury which devascularizes spleen
AIS-90
2
2
2
2
2
3
3
3
3
4
5
5
Universitas Sumatera Utara
27
Small Bowel Injury Scale
Grade*
I
II
III
IV
V
Grade*
I
Hematoma
Laceration
Laceration
Laceration
Laceration
Laceration
Vascular
II
Hematoma
Laceration
Laceration
III
IV
V
Laceration
Laceration
Laceration
Grade*
I
II
III
Hematoma
Laceration
Laceration
Laceration
IV
V
Laceration
Laceration
Grade*
I
II
III
IV
V
Description
Contusion or hematoma without devascularization
Partial thickness, no perforation
Laceration 50% of circumference without
transaction
Transection of small bowel
Transection of small bowel with segmental tissue loss
Devascularized segment
Colon Injury Scale
Description
Contusion or hematoma without devascularization
Partial thickness, no perforation
Laceration 50% of circumference without
transaction
Transection of the colon
Transection of the colon with segmental tissue loss
Rectum Injury Scale
Description
Contusion or hematoma without devascularization
Partial thickness laceration
Laceration 10 cm with tissue loss ≤25 cm2
Laceration with tissue loss >25 cm2
AIS90
2
2
3
3
4
4
4
AIS-90
2
2
3
3
4
4
AIS-90
2
2
3
4
5
5
AIS-90
2
3
3
3
3
Universitas Sumatera Utara
28
Duodenum Injury Scale
Grade*
I
II
III
Hematoma
Laceration
Hematoma
Laceration
Laceration
IV
Laceration
V
Laceration
Vascular
Grade*
I
III
Hematoma
Laceration
Hematoma
Laceration
Laceration
IV
V
Laceration
Laceration
II
Grade*
I
Contusion
Hematoma
II
Hematoma
Laceration
III
Laceration
IV
Laceration
V
Vascular
Laceration
Vascular
Description
Involving single portion of duodenum
Partial thickness, no perforation
Involving more than one portion
Disruption 75% circumference of 2nd portion
Involving ampulla or distal common bile duct
Massive disruption of duodenopancreatic complex
Devascularization of duodenum
AIS90
2
3
2
4
4
4
5
5
5
5
Pancreas Injury Scale
Description
AIS-90
Minor contusion without duct injury
2
Superficial laceration without duct injury
2
Major contusion without duct injury or tissue loss
2
Major laceration without duct injury or tissue loss
3
Distal transection or parenchymal / duct injury
3
Proximal transection or parenchymal injury involving
ampulla
4
Massive disruption of pancreatic head
5
Kidney Injury Scale
Description
AIS-90
Microscopic or gross hematuria
2
Subcapsular, nonexpanding without parenchymal
2
laceration
Nonexpanding perirenal hematoma confined to
2
renal
retroperitoneum
29
6-9
1-5
0
Nilai
4
3
2
1
0
Dari Skor RTS dapat dinilai bahwa perubahan anatomis yang ada belum
menimbulkan perubahan fisiologis karena tubuh mempunyai kemampuan untuk
melakukan
kompensasi terhadap perubahan yang terjadi. Selain dari
memperhatikan perubahan fisiologis yang terjadi, perlu juga dilihat dari
lokasi anatomi trauma, mekanisme trauma, ataupun adanya pertimbangan khusus
untuk pasien tersebut.
Penurunan tekanan darah terjadi apabila pasien telah kehilangan 30%40% dari volume darah. Hal ini menjelaskan kenapa perubahan tekanan darah
sistolik yang paling sedikit terjadi dimana hanya 1 pasien (5,2%) dari 19 pasien
yang mengalami penurunan tekanan darah sistolik. (Cecillia, 2015)
Peningkatan frekuensi pernapasan merupakan respon fisiologis yang umum
terjadi setelah mengalami trauma.Trauma pada toraks dapat menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
35
gangguan pertukaran udara paru sehingga terjadi hipoksia dan hiperkarbia.
Keadaan ini juga akan meransang terjadinya hiperventilasi.
Rumus RTS adalah sebagai berikut:
RTS = 0,9368 SKG + 0,7326 TDS + 0,2908 FP
Nilai untuk pengkodean RTS berkisar 2,88-7,8408. (0 = mati 7,8408 =
normal) Nilai RTS sangat dipengaruhi olehSKGuntuk mengkompensasi trauma
kepala berat tanpa trauma multipel atau perubahan fisiologis.Nilai RTS
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Trauma
Trauma adalah penyebab paling umum kematian pada usia produktif yaitu 16-44
tahun di seluruh dunia. (WHO, 2004) Proporsi terbesar dari kematian akibat trauma
adalah kecelakaan lalu lintas di jalan raya sebesar 1,2 juta jiwa pertahun. World
Health Organization (WHO) memprediksi bahwa pada tahun 2020, traumaakibat
kecelakaan lalu lintas menduduki peringkat ketiga dalam penyebab kematian dini
dan kecacatan. (Peden, 2004)
Kematian akibat trauma tergantung pada sejumlah faktor, salah satunya
adalah penilaian skor trauma pada awal masuk rumah sakit. Laporan WHO 2004
mengutip angka kematian untuk dewasa terbanyak adalah penderita dengan injury
severity score (ISS) > 9, (Mock, 2004). ISS akan diuraikan secara lebih rinci
dalam bagian berikutnya. Keseluruhan angka kematian termasuk pra-rumah sakit
dan di rumah sakit berkisar 35% di negara-negara maju, namun meningkat
menjadi 55% di negara berkembang dan 63% di negara berpenghasilan sedang
berkembang. Skor ISS antara 15-24 menunjukkan angka kematian meningkat
enam kali lipat dibandingkan skor< 15.(WHO, 2004)
Faktor waktu menjadi sangat penting bagi penderita trauma. Proses awal
penanganan pasien dengan trauma disebut dengan initial asessment (penilaian
awal). Hal ini meliputi primary survey, secondary survey, dan penanganan
definitif. Pengelolaan pasien dengan trauma berat memerlukan penilaian yang
cepat dan pengelolaan yang tepat, guna menghindari kematian. Kematian yang
5
Universitas Sumatera Utara
20
disebabkan oleh trauma secara klasik memiliki 3 tahap, yang berhubungan antara
waktu kejadian dengan penanganan efektif yang dilakukan untuk mengatasi
mortalitas (Sobrino J, 2013; ACS, 2008)
1. Immediate deaths ( kematian yang segera ) (Sobrino J, 2013)
Immaediate deaths adalah pasien meninggal oleh karena trauma sebelum
sampai ke rumah sakit.Sebagai contoh trauma kepala berat, atau trauma spinal
cord.Hanya sedikit dari pasien ini yang dapat hidup sampai ke rumah sakit,
karena berkisar 60% dari kasus ini pasien meninggal bersamaan dengan saat
kejadian.
2. Early deaths (Sobrino J, 2013)
Early deaths adalah pasien meninggal beberapa jam pertama setelah trauma.
Sebagian disebabkan oleh perdarahan organ dalam dan sebagian lagi
disebabkan oleh trauma sistem saraf pusat.Hampir semua kasus pada trauma
ini potensial dapat ditangani dengan segera. Pada umumnya setiap kasus
membutuhkan pertolongan dan perawatan definitif yang sesuai di pusat
trauma.Khususnya pada institusi yang dapat melakukan resusitasi segera,
identifikasi trauma, dan sarana pelayanan operasi selama 24 jam.
3. Late deaths (Sobrino J, 2013)
Late death adalah pasien meninggal beberapa hari atau minggu setelah trauma.
Prevalensi kematian kasus trauma yang terjadi pada periode ini sebesar 10%20%. Mayoritas kematian pada periode ini disebabkan oleh karena infeksi dan
kegagalan organ multipel. Trauma kepala paling banyak dicatat pada pasien
trauma multipel dengan kombinasi dari kondisi yang cacat seperti amputasi,
Universitas Sumatera Utara
21
kelainan pendengaran dan penglihatan, post-traumatic stress syndrome dan
kondisi kelainan jiwa yang lain.
Trauma toraks merupakan salah satu penyebab kematian pada trauma. Banyak
penderita meninggal setibanya di rumah sakit, dan banyak kematian dapat dicegah
diantaranya dengan penilaian awal pasien trauma. Penyebab kematian pada
trauma toraks dapat terjadi pada dua keadaan yaitu primary survey dan secondary
survey. (ACS, 2008)
2.2 Penilaian Trauma
Sistem penilaian trauma telah digunakan secara luas dalam berbagai studi
epidemiologi. Penggunaan skor trauma dapat digunakan secara terpisah maupun
bersamaan. Jika digunakan tersendiri maka akan sulit memprediksi kematian pada
trauma. Akan tetapi, jika digunakan secara bersamaan maka akan lebih mudah
untuk memprediksi kematian pada trauma. (Pohlman, 2012)
Karakteristik keparahantrauma sangat penting dalam ilmu pengetahuan
tentang trauma, dimana penilaian keparahan trauma dimulai 50 tahun yang lalu.
Pada tahun 1969, para peneliti mengembangkan metode Abbreviated Injury Scale
(AIS) untuk mengelompokkan trauma. Sejak skala tersebut diperkenalkan oleh
Association for the Advancement of Automotive Medicine (AAAM), International
Injury Scaling Committee (IISC) yang merupakan organisasi induk dari AIS
memodifikasi AIS dan berubah menjadi ISS. AIS dijadikan sebagai dasar
penilaian keparahan trauma. (Champion,2004;Pohlman, 2012)
Universitas Sumatera Utara
22
Metode yang akurat untuk menilai keparahan luka secara kuantitatif bisa
dihitung dengan berbagai cara. Penilaian skor trauma dapat berguna untuk
menentukan prognosis suatu trauma. Salah satu contoh prognosis trauma adalah
kematian. Prediksi kematian dikarenakan trauma sangatlah terbatas dan secara
umum tidak lebih baik daripada sebuah prognosis klinis. Penentuan prognosis
kematian seorang pasien tidak boleh hanya berdasarkan pada penialaian skor
trauma karena hanya bersifat kuantitatif. (Salim, 2012)
Penilaian awal pasien trauma toraks dapat dilakukan dengan beberapa cara
antara lain adalah Injury Severity Score(ISS),Skala Koma Glasgow (SKG),
Revised Trauma Score(RTS) dan
Trauma - Injury Severity Score(TRISS).(Al
Eassa,2013)
2.2.1Injury Severity Score(ISS)
ISS merupakan sistem penilaian anatomis yang sering digunakan.ISS merupakan
turunan dari penilaian skor AIS (Abbreviated Injury Scale).AIS dikembangkan
untuk mengukur trauma kecelakaan kendaraan bermotor dan telah mengalami
beberapa perubahan.AIS adalah sistem pengkodean menyeluruh untuk semua tipe
trauma di setiap bagian tubuh, dengan deskripsi karakteristik setiap tingkat
keparahan dari 0 (tidak ada trauma) sampai 6 (trauma yang tidak dapat
diselamatkan).Penilaian AIS bersifat subjektif. Trauma sedang oleh satu
pemeriksa dapat dianggap trauma serius oleh pemeriksa lain. (Salim, 2012;
Pohlman, 2012)
Universitas Sumatera Utara
23
ISS diperkenalkan oleh Susan Baker pada tahun 1984. ISS merangkum
tingkat keparahantrauma dengan beberapa trauma. Pada penilaian AIS, tubuh
dibagi menjadi enam area: kepala dan leher, toraks, abdomen (termasuk organ
pelvis), alat gerak (termasuk tulang pelvis), dan permukaan tubuh. Skor AIS
setiap trauma dicatat, dan trauma yang mempunyai nilai tertinggi di setiap area
diutamakan.
NO
1
2
3
4
5
6
7
Tabel 2.1 Sistem Penilaian AIS
Nilai
Deskripsi
0
Tidak ada cedera
1
Cedera minor
2
Cedera sedang
3
Cedera serius
4
Cedera berat
5
Cedera kritis
6
Cedera fatal
ISS adalah penjumlahan kuadrat dari tiga nilai AIS yang tertinggi, di
setiap tiga area tubuh yang mendapat trauma paling berat.Nilai AIS 6 setara
dengan nilai ISS 75. (Salim, 2012; Pohlman, 2012)
Grade†
I
II
III
IV
V
Tabel 2.2 Nilai AIS pada ISS
Chest Wall Injury Scale*
Injury Type
Description
Contusion
Any size
Laceration Skin and subcutaneous
Fracture
3 Couinaud’s segments within single lobe
Juxtahepatic venous injuries; i.e., retrohepatic vena
5
Spleen Injury Scale
Description
Subcapsular, 3 cm parenchymal depth or involving trabecular
vessels
Laceration involving segemental or hilar vessels
producing
major devascularization (>25% of spleen)
Completely shattered spleen
Hilar vascular injury which devascularizes spleen
AIS-90
2
2
2
2
2
3
3
3
3
4
5
5
Universitas Sumatera Utara
27
Small Bowel Injury Scale
Grade*
I
II
III
IV
V
Grade*
I
Hematoma
Laceration
Laceration
Laceration
Laceration
Laceration
Vascular
II
Hematoma
Laceration
Laceration
III
IV
V
Laceration
Laceration
Laceration
Grade*
I
II
III
Hematoma
Laceration
Laceration
Laceration
IV
V
Laceration
Laceration
Grade*
I
II
III
IV
V
Description
Contusion or hematoma without devascularization
Partial thickness, no perforation
Laceration 50% of circumference without
transaction
Transection of small bowel
Transection of small bowel with segmental tissue loss
Devascularized segment
Colon Injury Scale
Description
Contusion or hematoma without devascularization
Partial thickness, no perforation
Laceration 50% of circumference without
transaction
Transection of the colon
Transection of the colon with segmental tissue loss
Rectum Injury Scale
Description
Contusion or hematoma without devascularization
Partial thickness laceration
Laceration 10 cm with tissue loss ≤25 cm2
Laceration with tissue loss >25 cm2
AIS90
2
2
3
3
4
4
4
AIS-90
2
2
3
3
4
4
AIS-90
2
2
3
4
5
5
AIS-90
2
3
3
3
3
Universitas Sumatera Utara
28
Duodenum Injury Scale
Grade*
I
II
III
Hematoma
Laceration
Hematoma
Laceration
Laceration
IV
Laceration
V
Laceration
Vascular
Grade*
I
III
Hematoma
Laceration
Hematoma
Laceration
Laceration
IV
V
Laceration
Laceration
II
Grade*
I
Contusion
Hematoma
II
Hematoma
Laceration
III
Laceration
IV
Laceration
V
Vascular
Laceration
Vascular
Description
Involving single portion of duodenum
Partial thickness, no perforation
Involving more than one portion
Disruption 75% circumference of 2nd portion
Involving ampulla or distal common bile duct
Massive disruption of duodenopancreatic complex
Devascularization of duodenum
AIS90
2
3
2
4
4
4
5
5
5
5
Pancreas Injury Scale
Description
AIS-90
Minor contusion without duct injury
2
Superficial laceration without duct injury
2
Major contusion without duct injury or tissue loss
2
Major laceration without duct injury or tissue loss
3
Distal transection or parenchymal / duct injury
3
Proximal transection or parenchymal injury involving
ampulla
4
Massive disruption of pancreatic head
5
Kidney Injury Scale
Description
AIS-90
Microscopic or gross hematuria
2
Subcapsular, nonexpanding without parenchymal
2
laceration
Nonexpanding perirenal hematoma confined to
2
renal
retroperitoneum
29
6-9
1-5
0
Nilai
4
3
2
1
0
Dari Skor RTS dapat dinilai bahwa perubahan anatomis yang ada belum
menimbulkan perubahan fisiologis karena tubuh mempunyai kemampuan untuk
melakukan
kompensasi terhadap perubahan yang terjadi. Selain dari
memperhatikan perubahan fisiologis yang terjadi, perlu juga dilihat dari
lokasi anatomi trauma, mekanisme trauma, ataupun adanya pertimbangan khusus
untuk pasien tersebut.
Penurunan tekanan darah terjadi apabila pasien telah kehilangan 30%40% dari volume darah. Hal ini menjelaskan kenapa perubahan tekanan darah
sistolik yang paling sedikit terjadi dimana hanya 1 pasien (5,2%) dari 19 pasien
yang mengalami penurunan tekanan darah sistolik. (Cecillia, 2015)
Peningkatan frekuensi pernapasan merupakan respon fisiologis yang umum
terjadi setelah mengalami trauma.Trauma pada toraks dapat menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
35
gangguan pertukaran udara paru sehingga terjadi hipoksia dan hiperkarbia.
Keadaan ini juga akan meransang terjadinya hiperventilasi.
Rumus RTS adalah sebagai berikut:
RTS = 0,9368 SKG + 0,7326 TDS + 0,2908 FP
Nilai untuk pengkodean RTS berkisar 2,88-7,8408. (0 = mati 7,8408 =
normal) Nilai RTS sangat dipengaruhi olehSKGuntuk mengkompensasi trauma
kepala berat tanpa trauma multipel atau perubahan fisiologis.Nilai RTS