Penentuan Brightness Pulp Pada D0 EoP D1 Dan D2 Stage Di Unit Bleaching Pada Pembuatan Pulp PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kayu
Kayu yang berasal dari berbagai jenis pohon memiliki sifat yang berbeda beda.
Bahkan kayu yang berasal dari satu pohon pun dapat memiliki sifat yang berbeda,
jika dibandingkan bagian ujung dengan pangkalnya. Sifat-sifat kayu yang berbeda
tersebut antara lain yang bersangkutan dengan sifat-sifat anatomi kayu, sifat-sifat
fisik, sifat-sifat mekanik,dan sifat-sifat kimianya. Ada beberapa sifat umum yang
terdapat pada semua kayu, diantaranya :
1. Semua batang pohon mempunyai pengaturan vertikal dan sifat simetriradial.
2. Kayu tersusun dari sel-sel yang memiliki bermacam-macam tipe, dan susunan
dinding selnya terdiri dari senyawa-senyawa kimia berupa selulosa dan
hemiselulosa (unsur karbohidrat) serta berupa lignin (non karbohidrat)
3. Semua kayu bersifat anisotropic, yaitu memperlihatkan sifat-sifat yang berlainan
jika diuji menuju tiga arah utamanya (longitudinal, tangensial, dan radial). Hal
ini disebabkan oleh struktur dan orientasi selulosa dalam dinding sel, bentuk
memanjang sel-sel kayu, dan pengaturan sel terhadap sumbu vertikal dan
horizontal pada batang pohon.

Universitas Sumatera Utara


4. Kayu merupakan suatu bahan yang bersifat higroskopik, yaitu dapat kehilangan
atau bertambah kelembapannya akibat perubahan kelembapan dan suhu udara
disekitarnya.
Kayu dapat di serang makhluk hidup perusak kayu, dapat terbakar, terutama
jika kayu dalam keaadaan kering (Dumanauw, 2001).
2.1.1. Sifat Fisik Kayu
1. Berat Jenis
Kayu memiliki berat jenis (BJ) yang berbeda-beda, berkisar antar minimum 0.20
(kayu balsa) hingga 1.28 (kayu nani). Makin berat BJ-nya, umumnya makin kuat pula
kayunya. Semakin ringan suatu jenis kayu, akan berkuranng pula kekuatannya.
Umumnya berat jenis kayu ditentukan besar kayu kering tanur atau kering udara dan
volume kayu pada posisi kadar air tertentu.
2. Keawetan Alami Kayu
Maksud keawetan alami ialah ketahanan kayu terhadap serangan unsur-unsur perusak
kayu dari luar misalnya jamur, rayap, bubuk, cacing laut, dan makhluk lainnya, yang
diukur dengan jangka waktu tahunan. Keawetan kayu tersebut disebabkan oleh
adanya suatu zat di dalam kayu (zat ekstraktif). Zat-zat tersebut merupakan sebagian
unsur racun bagi perusak-perusak kayu, sehingga perusak tersebut tidak sampai
masuk atau tinggal di dalamnya dan merusak kayu.


Universitas Sumatera Utara

3. Warna Kayu
Ada beraneka macam warna kayu, antara lain warna kuning, keputih-putihan coklat
muda, coklat tua, kehitam-hitaman dan lain sebagainya. Hal ini disebabkan oleh zatzat pengisi warna dalam kayu yang berbeda-beda. Warna sesuatu jenis kayu dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tempat di dalam batang, umur pohon dan
kelembapan udara.
4.Higroskopik
Kayu mempunyai sifat higroskopik, yaitu dapat menyerap dan melepaskan air atau
kelembaban. Suatu petunjuk, bahwa kelembaban kayu sangat dipengaruhi oleh
kelembaban dan suhu udara pada suatu saat. Makin lembab udara disekitarnya akan
makin tinggi juga kelembaban kayu sampai tercapai keseimbangan dengan
lingkungannya.
5. Serat
Arah serat dapat ditentukan oleh arah alur-alur yang terdapat pada permukaan kayu.
Kayu dikatakan berserat lurus, jika arah sel-sel kayunya sejajar dengan sumbu batang.
Jika arah sel-sel itu menyimpang atau membentuk sudut terhadap sumbu panjang
batang dikatakan kayu itu berserat membelok.
6. Berat kayu

Berat kayu tergantung dari jumlah zat kayu yang tersusun, rongga-rongga sel atau
jumlah pori-pori, kadar air yang dikandung dan zat-zat ekstraktif di dalamnya. Berat

Universitas Sumatera Utara

suatu jenis kayu ditunjukkan dengan besarnya berat jenis kayu yang bersangkutan dan
dipakai sebagai patokan berat kayu.
7. Kekerasan
Pada umumnya terdapat hubungan langsung antara kekerasan kayu dan berat kayu.
Kayu-kayu yang keras juga termasuk kayu-kayu yang berat. Sebaliknya kayu ringan
adalah juga kayu yang lunak. Berdasarkan kekerasannya, jenis-jenis kayu
digolongkan sebagai berikut :
a. Kayu sangat keras, contoh: balau, gram, dan lain-lain
b. Kayu keras, contoh: kulim, pilang, dan lain-lain
c. Kayu sedang kekerasannya, contoh: mahoni, meranti, dan lain-lain
d. Kayu lunak, contoh: pinus, balsa, dan lain-lain (Dumanauw, 2001).
2.1.2. Sifat Mekanik Kayu
Sifat-sifat mekanik atau kekuatan kayu ialah kemampuan kayu untuk muatan dari
luar. Maksud muatan dari luar adalah gaya-gaya di luar benda yang mempunyai
kecenderungan untuk mengubah bentuk dan besarnya benda (Dumanauw, 2001).

2.1.3. Sifat Kimia Kayu
Pada umumnya komponen kimia kayu daun lebar dan kayu daun jarum terdiri dari 3
macam unsur yaitu:
1. Unsur karbohidrat yang terdiri dari selulosa dan hemiselulosa
2. Unsur non-karbohidrat yang terdiri dari lignin

Universitas Sumatera Utara

3. Unsur yang diendapkan di dalam kayu selama proses pertumbuhan yang sering
disebut zat ekstraktif.
Adapun komposisi unsur-unsur kimia dalam kayu adalah sebagai berikut
Nitrogen 0,04-0,10 %, Hidrogen 6%, Abu 0,20-0,50% (Dumanauw, 2001).
2.1.4. Komponen Kayu
Secara kimia kandungan bahan yang terdapat dalam kayu dapat di bagi 4 (empat)
bagian yaitu:
1. Selulosa
2. Hemiselulosa
3. Lignin
4. Zat Ekstraktif
Komposisi dan sifat-sifat kimia komponen-komponen ini sangat berperan

dalam proses pembuatan pulp. Pada setiap pemasakan, kita ingin mengambil
sebanyak mungkin selulosa yang terdapat di dalam serat kayu, disisi lain
hemiselulosa, lignin, dan zat ekstraktif tidak dibutuhkan atau dipisahkan dari serat
kayunya. Komposisi kimia kayu bervariasi untuk setiap species. Secara umum hard
wood mengandung lebih banyak selulosa, hemiselulosa dan zat ekstraktif

dibandingkan dengan soft wood tetapi kandungan ligninnya lebih sedikit.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1.1 : Komposisi Typical Chemical Antara Hardwoods Dan Softwoods
Komponen

Soft woods

Hard woods

Selulosa

42 ± 2 %


45 ± 2 %

Hemiselulosa

27 ± 2 %

30 ± 5 %

Lignin

27 ± 2 %

20 ± 4 %

Zat ekstraktif

3±2%

5±3%


1. Selulosa
Selulosa merupakan bagian utama yang membentuk dinding sel daripada kayu.
Merupakan polimerisasi yang sangat kompleks dari gugus karbohidrat yang
mempunyai persen komposisi yang mirip dengan “starch” yaitu glukosa yang
terhidrolisis oleh asam.
Selulosa merupakan komponen kayu yang terbesar, yang dalam kayu lunak
dan kayu keras jumlahnya mencapai hampir setengahnya. Selulosa merupakan
polimer linear dengan berat molekul tinggi yang tersusun seluruhnya atas β-Dglukosa. Karena sifat-sifat kimia dan fisiknya maupun struktur supramolekulnya
maka ia dapat memenuhi fungsinya sebagai komponen struktur utama dinding sel
tumbuhan (Fengel, 1995).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 1: Struktur selulosa
2. Hemiselulosa
Hemiselulosa juga merupakan polimer-polimer gula. Berbeda dengan glukosa
yang terdiri hanya dari polimer glukosa, hemiselulosa merupakan polimer dari
lima bentuk gula yang berlainan yaitu: glukosa, mannosa, galaktosa, xylosa, dan
arabinosa. Rantai hemiselulosa lebih pendek dibandingkan dengan rantai

selulosa, karena hemiselulosa mempunyai derajat polimerisasi yang lebih rendah.
Molekul hemiselulosa terdiri dari 300 unit gugus gula. Berbeda dengan selulosa,
polimer hemiselulosa berbentuk tidak lurus, tetapi merupakan polimer-polimer
bercabang yang berarti hemiselulosa tidak akan dapat membentuk struktur kristal
dan serat mikro seperti halnya selulosa. Pada proses pembuatan pulp
hemiselulosa bereaksi lebih cepat dibandingkan dengan selulosa.

Gambar 2: Unit dasar penyusun hemiselulosa

Universitas Sumatera Utara

3. Lignin
Lignin merupakan zat yang tidak berbentuk yang bersama-sama dengan selulosa
membentuk dinding sel dari pohon kayu. Ia berfungsi sebagai bahan perekat atau
semen antara sel-sel selulosa yang membuat kayu menjadi kuat. Lignin
merupakan polimer tiga dimensi yang bercabang banyak. Molekul utama
pembentuk lignin adalah phenyl propane. Satu molekul lignin dengan derajat
polimerisasi yang tinggi merupakan molekul yang besar, karena ukurannya dan
struktur tiga dimensinya. Lignin di dalam kayu berfungsi sebagai lem atau
semen. Lapisan (lamella) tengah dengan kandungan utamanya adalah lignin,

mengikat sel-sel itu dan sehingga terbentuk struktur kayu. Dinding sel juga
mengandung lignin. Pada dinding sel, lignin bersama dengan hemiselulosa
membentuk semen (matriks) dimana tersusunlah selulosa yang berupa “mikro
fibrils”.

CH2OH
CH
CH

OCH3
OH
Gambar 3: Struktur dasar lignin

Universitas Sumatera Utara

4. Zat ekstraktif
Kayu biasanya mengandung berbagai zat-zat dalam jumlah yang tidak banyak
yang di sebut dengan istilah “extractive”. Zat-zat ini dapat diambil atau di
pisahkan dari kayu dengan memakai pelarut air maupun pelarut organik seperti
eter ataupun alkohol. Asam-asam lemak, asam-asam resin, lilin, terpentin, dan

gugus fenol adalah merupakan beberapa grub yang juga merupakan zat
ekstraktif. Kebanyakan dari zat ekstraktif itu terpisahkan dalam proses pulp
dengan cara “Kraft Pulping”. Minyak mentah terpentin dapat di peroleh dari
digester pada waktu mengeluarkan gas. Lemak-lemak, asam-asam lemak akan
membentuk sabun (soap) pada proses “Kraft” dan terlarut dalam larutan
pemasak. Soap ini selanjutnya akan di pisahkan dari black liquor dan daur ulang
sebagai “tall oil”. Beberapa atau sebagian kecil dari zat ekstraktif yang terlarut
akan menyebabkan timbulnya getah (“pitch”) dalam pembuatan pulp secara kraft
dan pada pembuatan kertas. Bentuk ini merupakan gumpalan yang mengotori
peralatan seperti halnya screen dan wire ( PT.TPL, 2004).
2.2. Pulp (Bubur Kertas)
Pulp adalah bahan mentah untuk membuat kertas. Bahan mentah ini di buat dari serat

pendek yang di peroleh dari produksi kayu dan non-kayu, seperti ampas tebu, jerami
padi, atau merang. Sekarang ini, industri Pulp yag lebih besar memakai bahan baku
seperti, pohon Eucalyptus, Acasta, dan pohon Pinus.

Universitas Sumatera Utara

Bahan baku tersebut akan dihasilkan serat pendek sebagai bahan baku untuk

industri Pulp. Asosiasi Pulp dan kertas belum menanam tanaman ‘serat panjang’,
karena ditaksir tidak efisien, namun industri kertas memerlukan baik serat pendek dan
panjang (Hidayat, 2008).
2.3. Bahan Baku Pembuatan Pulp Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk
Kayu adalah yang dijadikan sebagai bahan baku yang mengandung serat utama untuk
pembuatan pulp karena rendemen seratnya yang tinggi. Kayu yang digunakan oleh
PT. Toba Pulp Lestari, Tbk saat ini adalah jenis kayu yang merupakan hasil hutan
tanaman industri yang membutuhkan waktu sekitar 4-5 tahun pada area yang cukup
luas. Eucalyptus dapat dipanen pada umur 4-5 tahun dengan diameter antara 20-30 m
dengan tinggi 45 m.
Kayu Eucalyptus adalah kayu yang ditanam dan dikembangkan oleh
perusahaan kayu Eucalyptus berserat pendek dan dikelompokkan dalam kayu keras.
Dalam pengolahan di pabrik dipisahkan karena tanaman secara homogen sehingga
memudah dikelompokkan. Pengelompokan secara homogen Eucalyptus yang ditanam
oleh perusahaan terdiri dari 3 spesies yaitu Eucalyptus grandis, Eucalyptus urophylla,
E ucalyptus hybrid.
Eucalyptus grandis memiliki ciri-ciri kulit tipis dan sulit untuk dikupas

bahkan susah putus, Eucalyptus urophylla berkulit tebal, mudah lepas tetapi susah di
hancurkan seperti tali yang di jalin atau goni, Eucalyptus hybrid adalah Eucalyptus
yang dikembangkan oleh perusahaan dari hasil kloning grandis dan urophylla yang

Universitas Sumatera Utara

memiliki ciri-ciri lebih menguntungkan, yaitu kulit tipis, mudah lepas, dan lebih
mudah hancur dibanding yang lain (PT. TPL., 2002).
2.4. Proses Produksi Pulp Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk
2.4.1. Pesiapan Kayu (Wood Preparation)
Persiapan Kayu (Wood Preparation) adalah langkah awal dalam proses pengolahan
pulp, dimana meliputi proses penyediaan kayu yang berasal dari berbagai HTI, dan

kemudian dibawa kelokasi pabrik menggunakan truk-truk pengangkut kayu.
Gelondong kayu tersebut di tumpukkan di Wood Storage. Dari Wood Storage,
gelondongan kayu di umpankan ke Wood Room. Gelondongan kayu yang siap diolah
disebut log yang berukuran sekitar 3 meter.
Log dikupas kulitnya dan dibersihkan dengan alat Debarking Drum. Log yang

sudah bersih dimasukkankan ke Chipper, di dalam chipper kayu kemudian diiris
menjadi potongan potongan kecil yang disebut chip. Chip kemudian di masukkan ke
chip screening untuk memisahkan chip yang sesuai atau tidak, chip yang sesuai

dimasukkan kedalam penampungan chip yang disebut chip pile atau chip storage
(PT.TPL, 2003).
2.4.2. Unit Pemasakan ( Digester)
Proses pemasakan kayu yang telah di olah menjadi chip dilakukan di digester plant.
Digester adalah sebuah bejana bertekanan yang di dalamnya di lakukan pemasakan
chip dengan menggunakn sejumlah tertentu larutan kimia serta dengan panas dan

Universitas Sumatera Utara

tekanan untuk memisahkan serat dengan cara melarutkan bagian-bagian yang bukan
serat. Proses tersebut dinamakan dengan “COOKING”. Chip dimasak di dalam
digester dengan menggunakan panas dan reaksi kimia. Bahan kimia yang digunakan
dalam pemasakan adalah Caustic soda (NaOH), Sodium Sulfide (Na2 S), campuran ini
dinamakan dengan white liquor. Digester mempunyai tinggi sekitar 18,6 m dengan
diameter 4,2 meter dan volume 200 m³ ( PT.TPL I ).
2.4.3. Unit Washing
PT. Toba Pulp Lestari, Tbk mempunyai sistem pencucian empat tahap. Air pencuci
dan aliran bubur kayu atau pulp memiliki arah yang berlawanan yang di sebut dengan
counter current washing.

Air panas di gunakan untuk mencuci di washer empat dengan tempratur 70˚C.
Air pencuci yang dipakai di washer empat berasal dari pulp machine yang kemudian
digunakan untuk mengencerkan bubur kayu yang akan masuk ke washer empat dan
untuk mencuci bubur kayu pada washer sebelumnya. Pada washer tiga, air didapat
dari evaporator dicampur dengan air yang berasal dari washer empat. Kemudian pada
washer dua, air yang di gunakan berasal dari washer tiga dan begitu seterusnya.

Sehingga air yang terdapat pada washer satu adalah air yang paling pekat dan air
tersebut akan menuju ke evaporator dan pulp akan menuju ke proses bleaching
(PT.TPL, 2003).
2.4.4. Unit Pemutihan (Bleaching)
Proses pemutihan dapat dianggap sebagai suatu lanjutan dari proses pemasakan yang
di maksudkan untuk memperbaiki brightness dan kemurnian dari pulp. Hal ini dapat

Universitas Sumatera Utara

dicapai dengan cara menghilangkan atau memutihkan bahan pewarna yang tersisa
pada pulp. Lignin yang tersisa adalah suatu zat yang paling dominan untuk
menghasilkan warna pada pulp oleh karena itu harus di hilangkan atau di putihkan.
Tujuan utama proses pemutihan secara umum adalah sebagai berikut :
a. Memperbaiki brightness
b. Memperbaiki kemurnian
c. Degradasi serat selulosa seminimum mungkin
Pengurangan kandungan resin di dalam pulp juga faktor lain yang penting
dalam proses pemutihan.
Lignin pada pulp dapat terlihat dalam berbagai bentuk tergantung kepada

kondisi-kondisi proses pulp yang berlangsung. Lignin sangat reaktif yang berarti
bahwa lignin mudah dipengaruhi oleh bahan kimia seperti Khlorin, hypo khlorit,
Hidrogen Peroksida , dll. Kemudian molekul lignin terurai menjadi partikel-partikel

yang lebih kecil, larut dalam air, dan dapat dihilangkan dari pulp.
Pemutihan yang sudah modern biasanya dilaksanakan secara bertahap dengan
memanfaatkan bahan-bahan kimia dan kondisi-kondisi yang berbeda-beda pada
setiap tahap. Pada umumnya digunakan perlakuan kimia dan secara singkat
ditunjukkan dengan urutan sebagai berikut:
a. Khlorinasi (C)

: Reaksi dengan elemen Khlorin dalam suatu

media asam.
b. Ekstraksi Alkali (E)

: Pemisahan hasil reaksi dengan Caustic.

c. Ekstraksi Oksidasi (E/O)

: Ekstraksi Oksidasi yang diperkuat dengan

Peroksida (E/OP)

Universitas Sumatera Utara

d. Hypoklorit (H)

: Reaksi dengan Hypoklorit dalam suasana

alkali.
e. Khlorin Dioksida (D)

: Reaksi dengan Khlorin Dioksida dalam

suasana asam.
f. Oksigen
dalam suasana alkali.

: Reaksi dengan elemen �2 yang bertekanan

Bleaching plant terdiri dari dua menara, High density stock untuk

penyimpanan pulp yang belum diputihkan dan untuk pulp yang telah diputihkan,
blending tank untuk pulp ynag belum diputihkan, menara Khlorinasi-Khlorin
Dioksida (CD), menara Caustic Ekstraksi-Oksigen (EO), menara Hypoklorit-Khlorin
Dioksida , menara II Khlorin Dioksida-Hypoklorit.

1. Tangki Penyimpanan High Density
Pulp yang belum diputihkan berasal dari tahap pencuci akhir disimpan dengan
konsistensi sebesar 12% didalam menara penyimpanan unbleach high density stock

sebelum dipergunakan untuk proses pemutihan.
2. Unbleached Blending Tank
Pulp yang belum diputihkan yang berasal dari menara HD dipompakan menuju

sebuah unbleached blending tank yang bekerja sabagai suatu tangki berdensity
rendah untuk menyeragamkan konsistensi stock sebelum tahapa awal proses
pemutihan.
3. D0 Tower
Adalah tahap pertama dalam proses pemutihan. Fungsinya adalah untuk
mengeluarkan lignin dari pulp yang cenderung menimbulkan warna coklat pada pulp.

Universitas Sumatera Utara

Tahap D0 Tower menggunakan Klorin Dioksida untuk memutihkan pulp dengan
cara menghancurkan lignin yang membentuk komponen khloro lignin.
4. EOP Tower
Caustik (NaOH), Oksigen ( �2 ) dan Hidrogen Peroksida ( �2 �2 ) yang di gunakan

untuk memutihkan pulp. Di dalam tahap EOP untuk melarutkan komponen Khlorinat
lignin. Setelah larut komponen tersebut akan mudah dicuci dari pulp.

5. D1 Tower
Pada tahap ini digunakan Klorin Dioksida yang di gunakan untuk memurnikan pulp
dan akan memberikan brightness yang tinggi tanpa memberikan pengaruh-pengaruh
dan sifat-sifat kekuatannya. Dosis ���2 yang digunakan tergantung dari kualitas pulp

yang masuk dan brightness akhir yang di kehendaki.
6. D2 Tower

Merupakan tahap keempat pada proses pemutihan. ���2 digunakan untuk
memurnikan pulp. Tahap ini memutihkan pulp dengan cara mengelantang lebih lanjut
zat pengotor yang tersisa di dalam pulp tersebut (Sirait, 2003).
2.4.5. Proses Pulp (Pulp Machine)
Proses pengolahan bubur kayu menjadi pulp berbentuk lembaran (Sheet) dilakukan
dalam pulp machine. Lembaran pulp dipotong dengan ukuran panjang 80 cm, lebar
60 cm, dan berat rata-rata perlembar 750-800 gram. Selanjutnya lembaran pulp
dikemas, namun sebelumnya ditekan dengan menggunakan balling press. Proses
akhir adalah balling press pulp dimasukkan ``ke unit blaude blinder untuk diikat 8

Universitas Sumatera Utara

bale, dimana 1 bale = 200 kg. Pulp yang dikemas, disimpan pada gudang (warehouse)
dan kemudian siap untuk di pasarkan (PT. TPL II ).
2.5. Tahap-Tahap Pemutihan (Bleaching)
1. Substitusi Klorin Dioksida Pada Tahap Pertama (D0)
Awalnya klorin dioksida menggantikan hipoklorit pada tahap selanjutnya dari proses
pemutihan untuk mencapai brightness pulp yang tinggi tanpa mengalami degradasi.
Secara substansial substitusi dengan klorin dioksida memiliki banyak keuntungan :
1. Pemakaian bahan kimia sedikit
2. Hasil tinggi
3. Biaya lebih rendah
4. Kekuatan pulp lebih tinggi
5. Zat penggotor dan shive sedikit
6. Brightness lebih stabil
7. Sedikit resin pada limbah
8. Warna lebih rendah
Selama proses pemutihan beberapa klorin dioksida membentuk ion – ion
klorat yang tidak akan bereaksi dengan lignin. Pemakaian klorin dioksida
menghasilkan lebih banyak lignin yang teroksidasi dan sedikit substitusi terhadap
klorin, jadi sedikit klorolignin dan asam klorida yang terbentuk. Hal ini dapat
menyebabkan sedikit sodium hidroksida yang dibutuhkan pada tahap EOP
berikutnya.








Temperatur reaksi : 60-650C
Brightness

: 55-60 % ISO

Waktu

: ± 45 menit

pH reaksi

: 2-4

Universitas Sumatera Utara

2. Tahap Oksidasi Ekstraksi (EoP )
Tahap ini merupakan tahap pemurnian dari tahap klorinasi. Tujuan utama dari alkali
ekstraksi

adalah

melarutkan

komponen–komponen

penyebab

warna

yang

kemungkinan besar larut dalam alkali yang hangat berdasarkan kerja bahan – bahan
kimia yang digunakan terhadap sebagian proses pemutihan.
Sebagai suatu ketetapan 0,5 kali dari klorin yang diberikan merupakan
persentase NaOH yang di pakai pada tahap ini. Sebagai contoh, jika penambahan
klorin adalah 5% pulp, kemudian penambahan caustic yang di berikan terhadap pulp
menjadi berkurang. Apabila pada proses penambahan oksigen naik maka delignifikasi
E0 meningkat.








Temperatur reaksi : 70-750C
Brightness

: 65-75 % ISO

Waktu

: 45-60 menit

pH reaksi

: 10,8-11

3. Tahap D1 ( Tahap pertama Klorin Dioksida)
Tahap ini merupakan tahap ketiga dari proses pemutihan. Klorin dioksida adalah
suatu bahan pemutihan yang unik memurnikan pulp dan memberikan pengaruh
terhadap sifat – sifat kekuatannya. Dosis klorin dioksida tergantung kualitas pulp
yang masuk dan brightness akhir yang di inginkan.








Temperatur reaksi : 78-800C
Brightness

: 85-90 % ISO

Waktu

: 240 menit

pH reaksi

: 3.0-3.5

4. Tahap D2 ( Tahap Kedua Klorin Dioksida)
Tahap klorin dioksida kedua adalah tahapan keempat pada proses pemutihan. Klorin
dioksida di gunakan untuk memurnikan pulp pada tahap kedua. Tahap ini

Universitas Sumatera Utara

meningkatkan brightness pulp dengan cara mengelantang lebih lanjut zat – zat
pengotor yang tersisa di dalam pulp tersebut.








Temperatur reaksi : 78-800C
Brightness

: 89-91 % ISO

Waktu

: 240 menit

pH reaksi

: 3,0-3,5

(Sirait, 2003).
2.5.1. Bahan Kimia Pemutih
1. Sodium Hidroksida (NaOH)
Pada saat klorin bereaksi dengan lignin dan resin, sebagian besar saja yang
menghasilkan tersebut larut dengan air.karena klorinat lignin dan resin sangat mudah
larut dalam larutan alkali, perlakuan alkali menyusun setelah proses klorinasi. NaOH
merupakan salah satu alkali kuat yang merupakan bahan kimia yang dapat
menyebabkan luka bakar pada kulit. Penanganannya harus memperhatikan
keseluruhan tindakan pencegahan. Pada proses pemutihan umumnya di gunakan
alkali encer dengan konsentrasi kira – kira 120 gr/L.
2. Oksigen (O2)
Gas oksigen di gunakan sebagai suatu zat pemutih bersama – sama dengan alkali
pada tahap ekstraksi. Gas oksigen memperkuat sifat – sifat pulp yang di putihkan. Hal
ini mungkin membuat berkurangnya emisi yang dapat mengganggu terhadap
lingkungan.

Universitas Sumatera Utara

3. Sodium Hipoklorit (NaOCl)
Sodium hipoklorit dibuat dari klorin dan sodium hidroksida. Senyawa ini merupakan
larutan yang sangat tidak stabil dan cenderung terurai yang meningkat dengan
kenaikan konsentrasi dan temperatur serta berkurangnya sifat alkali. Hipoklorit
biasanya dibuat dengan konsentrasi alkali yang berlebihan ( kira – kira 4gr/L) untuk
menjaga kestabilan larutan. Kandungan klorin pada hipoklorit di perkirakan sebesar
40–44 gr/L. Tujuan dengan menggunakan hipoklorit adalah untuk meningkatkan
brightness pada pulp. Ini di akibatkan karena reaksi oksidasi yang terjadi dari

hipoklorit pada lignin dan bahan – bahan berwarna yang lainnya yang terdapat pada
pulp dengan cara mengubahnya menjadi tidak berwarna.

4. Klorin Dioksida (ClO2)
ClO2 adalah salah satu bahan kimia pengoksidasi kuat, kerja dari proses pemutihan ini
biasanya dengan cara oksidasi terhadap lignin dan bahan – bahan berwarna lainnya.
Ini di gunakan untuk memutihkan pulp yang berkualitas sehingga memiliki keunikan
yang sanggup mengoksidasi bahan yang bukan selulosa dengan kerusakan pada
selulosa yang minimum. Brightness tinggi yang di hasilkan dengan ClO2 adalah stabil
(Sirait, 2003).

Universitas Sumatera Utara

2.5.2.Pemutihan dengan Klorin dioksida (ClO2)
Warna dari pulp yang belum diputihkan umumnya disebabkan oleh lignin yang
tersisa di dalam pulp setelah proses pemasakan. Penghitungan lignin dapat lebih
banyak pada proses pemasakan, tetapi akan mengurangi hasil yang banyak sekali dan
merusak serat, sehingga menghasilkan kualitas pulp yang rendah.
Klorin dioksida adalah salah satu bahan kimia pengoksida yang kuat, berwarna
hijau kekuningan pada konsentrasi tinggi warnanya berubah menjadi orange, dapat
larut dengan air dingin, merupakan campuran yang terdiri dari air dan ± 16 % Cl2
memiliki titik beku -59oC, dan titik didihnya +11 oC.
Kerja dari cara proses pemutihan ini umumnya dengan cara mengoksidasi
lignin dan bahan berwarna lain yang terdapat dalam pulp. Di gunakan untuk
memutihkan pulp yang berkualitas sebab dapat mengoksidasi bahan yang bukan
merupakan selulosa dengan kerusakan pada selulosa yang minimum, dan brightness
yang tinggi yang di hasilkan dengan klorin dioksida adalah stabil.
Klorin dioksida (ClO2) memiliki sifat-sifat kimia dominan,yaitu:
1. Klorin dioksida merupakan oksidator yang kuat
2. Memiliki reaktivitas yang tinggi dalam fase gas
3. Reaksinya sangat lambat terhadap karbohidrat
4. Dalam bentuk murni cenderung terurai dan mudah meledak
5. Dalam pulp, klorin dioksida hanya bereaksi dengan lignin (Sirait, 2003).

Universitas Sumatera Utara

2.5.3. Tahap Khlorinasi
Reaksi-reaksi klorin-Lignin
Klorin bereaksi dengan lignin secara oksidasi dan substitusi. Reaksi reaksi ini
mengeluarkan lignin dan oleh karena itu, beberapa akan terlarut dalam tahap
klorinasi.
Substitusi:
Cl2 + (Lignin) → (Lignin- Cl) + HCl
Oksidasi
Cl2 + (Lignin) → (Lignin teroksidasi) + 2HCl
(Sirait, 2003).
2.5.4. Tahap Klorin Dioksida
Pada saat pulp diberikan perlakuan dengan klorin dioksida, ini bereaksi dengan air
dan komponen-komponen pulp, umumnya lignin dan resin melengkapi reaksi. Klorin
dioksida bereaksi dengan air sesuai dengan persamaan reaksi berikut ini:
2ClO2 + H2O → HClO2
Kecepatan reaksi antara klorin dioksia dan komponen-komponen pulp adalah
lebih cepat. Langkah pertama adalah elektron memindahkan klorin dioksida yang
tereduksi menjadi sebuah ion klorin dan mengoksidasi lignin pada pulp.

Universitas Sumatera Utara

ClO2 + e- → ClO2Selama pH turun di bawah 7.0, ion klorit bereaksi dengan sebuah ion hidrogen
membentuk asam khlorus pada kesetimbangan reaksi berikut.
ClO2 + H- → HClO2
(Sirait, 2003)
2.6.Pengujian Dan Analisa Pada Bleaching
Beberapa pengujian yang dilakukan dalam laboratotium untuk mencapai spesifikasi
terhadap kualitas pulp yaitu :
a. Bilangan Kappa
Pengujian ini mengindikasikan kandungan lignin dan kemampuan pulp tersebut untuk
di putihkan. Pengujian ini di dasarkan kepada reaksi Potasium Permanganat
(KMnO4). Normalnya pulp coklat dan pulp setelah melewati tahap proses alkali
ekstraksi diperiksa bilangan kappanya di laboratorium.
b. Viskositas
Pengujian terhadap viskositas dilakukan untuk menentukan kekekentalan yang
dimiliki oleh pulp. Pengujian mengevaluasi derajat polimerisasi dari pada selulosa
atau degradasi dari pada serat selulosa. Pada proses pemutihan dissolving pulp,
kondisi–kondisi proses dan bahan kimia yang di berikan adalah dirancang untuk
mengendalikan derajat polimerisasi menuju tingkat yang dikehendaki dan pengujian

Universitas Sumatera Utara

viskositas sangatlah penting. Pemeriksaan meliputi penentuan viskositas larutan pulp
didalam kupraetilen diamin atau Kuppramonium.
c. Brightness
Brightness pulp diukur pada tahap yang berbeda–beda di dalam proses pemutihan.

Tujuannya adalah untuk mencapai brightness yang spesifik terhadap pulp yang
dihasilkan. Sebuah alat pengukur tingkat refleksi atau pengukur brightness digunakan
di laboratorium untuk mengukur brightness contoh pulp dibuat dalam lembaran. Ini
memantulkan cahaya yang di ukur dan dinyatakan sebagai persen dari pada
magnesium oksida. Jadi nilai brigthness 90 ISO artinya pada kondisi yang standart
dari cahaya dan pengamatan, dimana panjang gelombang sebesar 457 mm, 90 % dari
batangan Magnesium Oksida. Pengukuran ini bertujuan untuk mengendalikan dosis
bahan kimia pada tahap ini (Sirait, 2003).

Universitas Sumatera Utara