Peranan The United Nations Office On Drugs And Crime (Unodc) Dalam Kerjasama Penanganan Kasus Narkoba Dengan Negara-Negara Di Asean

8

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Perdagangan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) merupakan isu
global yang masih menjadi perhatian banyak negara serta masyarakat
internasional di dunia. Hal ini dikarenakan perdagangan narkoba telah menjadi
kejahatan transnasional yang merajalela, sehingga membahayakan kehidupan
manusia serta menyerang usia produktif secara global.
Isu perdagangan narkoba telah memenuhi empat indikator secara
keseluruhan. Indikator pertama adalah isu perdagangan narkoba telah menjadi
perhatian khusus dari pemerintah serta elit politik pembuat kebijakan seluruh
dunia. Pembuat kebijakan elit di dunia bahkan membuat regulasi khusus yang
mengatur perdagangan narkoba di kawasan nasionalnya, salah satu contohnya
Indonesia. Indikator kedua, perdagangan narkoba telah menjadi liputan secara
terus menerus oleh pers dunia. Berita-berita mengenai keberadaan kartel di
Amerika Selatan, mafia di Eropa Timur sering menjadi pemberitaan pers
diseluruh dunia.
Indikator ketiga yang menjadikan perdagangan narkoba sebagai isu global

kontemporer adalah isu ini telah menjadi subjek studi dan penelitian-penelitian
secara serius oleh para ahli dan ilmuwan diseluruh dunia. Banyak penelitian yang
membahas mengenai maraknya perdagangan narkoba di seluruh dunia yang
disertai dengan informasi tentang bahaya yang dapat ditimbulkan oleh narkoba

Universitas Sumatera Utara

9

tersebut. indikator keempat yang juga terakhir adalah perdagangan narkoba telah
menjadi agenda penting di organisasi-organisasi internasional. PBB yang
merupakan organisasi internasional terbesar, bahkan membuat badan khusus
untuk mengawasi perdagangan narkoba, yaitu United Nations Office on Drugs
and Crime (UNODC). Oleh karena beberapa alasan di ataslah perdagangan
narkoba bisa dikatakan sebagai isu global kontemporer yang layak memperoleh
perhatian khusus dari seluruh negara di dunia.
Era globalisasi memberikan kemudahan akses bagi hampir seluruh
aktivitas lintas batas negara. hal inilah yang mendorong serta semakin
memudahkan aktivitas perdagangan narkoba saat ini. Di samping munculnya
intervening variables (faktor faktor sebab akibat), seperti gerakan revolusioner

maupun teorisme telah kehilangan pasokan dana yang berasal dari berbagai
sumber. Akibarnya, gerakan-gerakan ini kemudian mencari pendanaan baru
dengan berbisnis narkoba yang dianggap sebagai cara yang paling signifikan
untuk mencapai tujuan tersebut. Profitnya yang besar dan tidak membutuhkan
sarana operasional yang rumit, sehingga produsen bisa bisa meraup keuntungan
sangat banyak dengan memperdagangkan komoditas ini. Keuntungan yang bisa
dihasilkan dari kejahatan perdagangan narkoba mencapai US$ 500 Juta 1.
Globalisasi menjadi salah satu pemicu dari peningkatan angka
perdagangan narkoba di seluruh dunia. Globalisasi yang menjadikan dunia seolah
tanpa batas membuat pergerakan barang dan jasa serta pertukaran informasi

1

Chris Brown. Understanding International Relations. MacMillan, Basingstoke: 1997,

hal. 228.

Universitas Sumatera Utara

10


semakin mudah dilakukan. Globalisasi juga mendorong sebuah negara untuk
membuka pintu perdagangan masuk secara besar-besaran. Akan tetapi, globalisasi
yang terjadi secara tidak terkontrol justru menjadi ancaman bagi sebuah negara.
sebagai dampak dari globalisasi, perdagangan narkoba telah mencapai level
multinational. Beberapa agen narkoba dunia seperti dari Kolombia, Meksiko,
China dan negara lainnya menjual narkoba ke negara seperti Amerika Serikat dan
Indonesia. Kejahatan yang semakin terorganisir ini membuat upaya pencegahan
serta pemberantasan semakin sulit karena perdagangan narkoba telah membentang
di seluruh penjuru dunia.
Drug trafficking mencakup tindakan kriminalitas yang bisa terjadi
melintasi batas negara ataupun kriminalitas yang berlevel internasional 2.
Kejahatan transnasional (transnational crime) pada dasarnya memiliki jaringan
lintas negara, tanpa adanya jaringan tersebut maka aktivitasnya akan sulit untuk
dilakukan. Transnational crime juga merupakan tindakan kriminal yang terjadi
dalam ruanglingkup suatu negara namun dampaknya turut dirasakan oleh negara
lain. bila dilihat ruang lingkup peredaran narkoba, merupakan kejahatan yang
sangat luas dan melampaui batas suatu negara, bisa bergerak ke semua lapisan
sosial ekonomi masyarakat di dunia. Arus perdagangan narkoba semakin menguat
pasca berakhirnya perang dingin dan memasuki era globalisasi. Perdagangan

narkoba merupakan bentuk globalisasi organized crime 3.

2

Neil Boister, Transnational Criminal Law. European Journal of International Law.
2003, hal.8
3
Kompasiana. Dependency Theory and Indonesia, 26 Juni 2009 dalam
(www.kompasiana.com/post/bisnis/2009/06/26/dependency-theory-and-indonesia), diakses 02
Pebruari 2017 Pukul 20.00 Wib.

Universitas Sumatera Utara

11

Perdagangan narkoba bukan hanya terbatas pada jual beli semata, namun
mencakup penanaman, pengolahan, pendistribusian, serta penjualan zat-zat yang
dilarang oleh hukum secara global. Isu drug trafficking sangat membahayakan
jutaan jiwa menusia di seluruh dunia mendorong negara-negara dan berbagai
komunitas


internasional

untuk

bekerjasama

dalam

memberantas

dan

menghadapinya. Traktat-traktat bentuk kerjasama telah dihasilkan oleh negaranegara dunia melalui konvensi Single Convention on Narcotic Drugs pada tahun
1961 yang kemudian diamandemen pada tahun 1972, Single Convention on
Narcotic Drugs pada tahun 1971, dan selanjutnya United Nations Convention
against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psycotropic substances yang
dilaksanakan pada tahun 1988 (UNODC). Selain itu, negara-negara dunia,
termasuk salah satunya Indonesia melalui Interpol juga telah bekerjasama dalam
mencegah masuknya narkoba ke dalam wilayah negara masing-masing.

Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang tingkat kejahatan
transnasionalnya relatif tinggi khususnya perdagangan narkotika. Hal ini
disebabkan karena kejahatan transnasional marak terjadi di kawasan dimana
negara negaranya diatur oleh pemerintahan yang korup dan lembaga pemerintahan
yang lemah. Faktor tersebut merupakan latar belakang tingginya tingkat kejahatan
transnasional khususnya peredaran narkotika di Asia Tenggara. Dinilai cukup
tinggi hal ini dibuktikan dengan adanya Golden Triangle atau segitiga emas
negara pusat produksi, penyelundupan dan perdagangan narkotika terbesar di Asia
Tenggara. Golden Triangle beranggotakan Thailand, Myanmar dan Laos dimana
Myanmar sebagai salah satu opium terbesar di dunia sementara Laos sebagai

Universitas Sumatera Utara

12

negara penghasil opium terbesar kedua dan Thailand mendominasi produksi
narkotika jenis ekstasi, sabu sabu dan narkotika cair lainnya di Asia Tenggara.
Fakta inilah yang menjadi faktor utama mengapa Thailand pernah menjadi
negara dengan tingkat pengguna narkotika tertinggi di dunia, sementara Phnom
Penh Kamboja merupakan pusat money laundering (pencucian uang) dari hasil

keuntungan penjualan narkotika dan kejahatan transnasional lainnya seperti
penyelundupan senjata ilegal, perdagangan manusia, cyber crime, dan lain
sebagainya. 4 Myanmar merupakan poin penting dalam Golden Triangle karena
Myanmar bertugas sebagai distributor opium ke seluruh dunia, Myanmar bukan
lagi sebagai negara transit dari narkotika namun sebagai negara pembuat
narkotika nomor satu. Selama ratusan tahun, provinsi Shan dari Myanmar yang
sebelah timurnya berbatasan dengan Cina, sebelah baratnya berbatasan dengan
Thailand dimana kota Maesai berada menjadi tempat ladang opium yang paling
utama karena selain tanah dan iklimnya cocok, lokasinya juga strategis karena
terisolir. 5
Dilihat dari sejarahnya, opium sebagai bahan dasar produksi dari jenis
narkotika pertama kali dibawa oleh para pedagang Arab ke Asia Timur dan
kemudian disebarluaskan oleh bangsa Portugis pada abad ke-16. Beberapa waktu
kemudian diketahui bahwa tanaman opium ini telah tumbuh di berbagai wilayah
di Tiongkok seperti propinsi Sinchuan, Yunnan dan Guanxi yang kemudian
dibawa ke wilayah Asia Tenggara seperti Thailand, Laos, dan Myanmar oleh para
imigran. Khusus di kawasan Asia, opium sebenarnya sudah sejak lama digunakan
untuk

keperluan


medis

dan

terapi

pengobatan,

sedangkan

fenomena

4

Ibid. hal.2
Ibid. hal.3

5


Universitas Sumatera Utara

13

penyalahgunaannya baru terjadi di akhir abad ke-18 terutama setelah kedatangan
orang-orang Inggris ke Tiongkok.
Kawasan Golden Triangle atau Segitiga Emas Asia Tenggara merupakan
sumber besar dari penjualan heroin dan methamphetamine di Tiongkok. Laporan
itu mengatakan bahwa sebanyak 90 persen dari 9,3 ton heroin dan 11,4 ton
methamphetamine yang disita pada 2012 diproduksi di wilayah gabungan Laos,
Myanmar dan Thailand. Kawasan itu juga berbatasan dengan Provinsi Tiongkok
selatan, Yunnan. Sebaliknya, heroin dari wilayah Bulan Sabit Emas yang meliputi
Afghanistan, menyumbang kurang dari dua persen obat-obatan yang disita
tersebut. Di sisi lain, Afghanistan merupakan produsen opium terbesar di dunia. 6
Bila dilihat secara demografi, jumlah penduduk ASEAN hampir mencapai
500 juta jiwa, 7 menjadikan kawasan tersebut bukan hanya sebagai wilayah
produksi terbesar obat-obatan terlarang, namun juga sebagai wilayah dan pasar
yang cukup potensial bagi perdagangan narkoba dan obat-obatan berbahaya
lainnya. Kejahatan terorganisir berkembang pesat sejalan dengan memburuknya
perekonomian ASEAN sebagai akibat dari krisis ekonomi yang sangat buruk di

Asia Tenggara sejak tahun 1998 menjadi salah satu alasan mengapa kejahatan
marak di kawasan Asia Tenggara. 8 Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab
utama meningkatnya penggunaan dan pemasokan narkoba ke Asia khususnya di
Indonesia. Yang paling mengkhawatirkan yaitu pada kenyataannya kawasan
6

Melisa Riska Putri,“Segitiga Emas Asia Tenggara Sumber Penjualan Heroin Terbesar
Tiongkok 015”,diaksesdari,http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/15/06/24/nqfxyq
-segitiga-emas-asia-tenggara-sumber-penjualanheroin-terbesar-Tiongkok. diakses tanggal 02
Pebruari 2017 Pukul 20.00 Wib.
7
Uni Sosial Demokrat,2014, “Terkecil Peluang Perluasan Pasar Indonesia di AFTA”,
diakses dari, http://www.unisosdem.org/article_detail.. diakses 02 Pebruari 2017 Pukul 20.00 Wib.
8
Bambang Cipto, Hubungan Internasional di Asia Tenggara : Teropong terhadap
Dinamika, Realitas, dan Masa Depan” Pustaka Pelajar, Jakarata 2010, hal. 225.

Universitas Sumatera Utara

14


Indonesia saat ini termasuk sebagai salah satu pasar potensial bagi obat-obatan
terlarang. Perubahan gaya hidup sebagian generasi muda diakibatkan oleh
narkoba sangat berdampak buruk, baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang.
Kejahatan lintas negara yang berkembang di kawasan ASEAN meliputi
terorisme, perdagangan senjata, perdagangan manusia terutama perempuan dan
anak-anak, dan permasalahan narkotika yang lebih dikenal industri narkotika.
ASEAN sendiri memiliki tekad dalam menangani permasalahan narkotika, seperti
yang tertera dalam tujuan dan prinsip ASEAN, menanggapi secara efektif, sesuai
dengan prinsip keamanan menyeluruh, segala bentuk ancaman, kejahatan lintas
negara dan tantangan lintas batas. 9 Tekad tersebut telah ada sejak tahun 1972
dengan diadakannya ASEAN Experts Group Meeting on the Prevention and
Control of Drug Abuse, dimana memiliki harapan dapat memerangi bahaya dari
ancaman narkotika di kawasan ASEAN. Agenda besar dari ASEAN Experts Group
Meeting in the Prevention and Control of Drug Abuse kemudian ditindaklanjuti
pada Bali Concord I tahun 1976 yang menghasilkan beberapa komite, dan salah
satunya ASEAN Senior Officials on Drugs Matter (ASOD) yang fokus menangani
masalah peredaran narkotika dan penanganan kejahatan lintas negara di bidang
narkotika.
Menghadapi peredaran narkotika Asia Tenggara yang semakin meningkat,
sebagai Asosiasi Bangsa Bangsa Asia Tenggara yang berdiri pada tanggal 8
Agustus 1967 dengan tujuan mengembangkan kawasan yang terintegrasi dalam

9

Ibid, hal.226.

Universitas Sumatera Utara

15

bentuk komunitas, ASEAN melakukan penanggulangan terhadap permasalahan
regional yang dihadapi oleh negara anggotanya.
Asean Senior Officials on Drugs Matters (ASOD) merupakan organisasi
bentukan ASEAN pada tahun 1984 yang bertugas dan bertanggung jawab dalam
penanggulangan masalah narkoba melalui konsolidasi dan upaya bersama di
bidang hukum, kerjasama internasional, penyusunan undang undang serta
peningkatan partisipasi organisasi organisasi non pemerintahan, membuat agenda,
merencanakan

proyek

kerjasama

terkait

permasalahan

narkotika

serta

menghasilkan rekomendasi dari hasil kerja kelompok yang diwadahi oleh ASOD
sendiri.
ASOD juga melakukan beberapa agenda lainnya untuk membahas
penanggulangan industri narkotika di kawasan ASEAN berupa pertemuanpertemuan diantaranya Senior Official Meeting on Transnational Crime
(SOMTC), ASEAN and Tiongkok Coorperative Operations in Response to
Dengerous Drugs (ACCORD), serta ASEAN-UE Sub-Committee on Narcotics.
Perkembangan isu baru ini semakin menjadi ancaman yang serius bagi negaranegara di kawasan ASEAN sendiri. Dilihat dari perkembangannya saat ini di
ASEAN terdapat sebuah kawasan yang diberi julukan The Golden Triangle
(Segitiga Emas) dimana anggotanya adalah Thailand, Laos, dan Myanmar yang
merupakan pusat produksi, peredaran, serta distribusi narkotika khususnya di
kawasan ASEAN.
ASOD juga melakukan beberapa agenda lainnya untuk membahas
penanggulangan industri narkotika di kawasan ASEAN berupa pertemuan-

Universitas Sumatera Utara

16

pertemuan diantaranya Senior Official Meeting on Transnational Crime
(SOMTC), ASEAN and Tiongkok Coorperative Operations in Response(SOMTC),
ASEAN and Tiongkok Coorperative Operations in Response to Dengerous Drugs
(ACCORD), serta ASEAN-UE Sub-Committee on Narcotics. 10
Penanganan kejahatan lintas batas di bidang narkoba dibahas dalam
ASOD, SOMTC serta Operasi Kerja Sama ASEAN dan Tiongkok sebagai
Respons terhadap Obat Berbahaya (ASEAN and Tiongkok Cooperative Operations
in Response to Dangerous Drugs/ACCORD). Untuk bidang spesifik pencegahan,
terapi dan rehabilitasi, penegakan hukum, serta penelitian penyalahgunaan dan
pengedaran gelap narkoba, ASEAN memiliki forum ASOD yang hingga kini
masih berada di bawah koordinasi Pertemuan Menteri-menteri ASEAN Terkait
Kejahatan lintas negara (ASEAN Ministerial Meeting on Transnational
Crime/AMMTC). 11
Asean Senior Official On Drugs Matters(ASOD), kerjasama ASEAN
dalam mengontrol narkotika dan obat terlarang, awalnya dibuat di bawah lingkup
pertemuan para ahli obat-obatan ASEAN yang pertama diadakan pada tahun 1976
dan berada di bawah koordinasi Komite Pembangunan Sosial (COSD).Pertemuan
yang diadakan setiap tahun ini berganti nama menjadi Asean Senior Official on
Drugs Matters (ASOD) pada tahun 1984. Mandatnya termasuk untuk
meningkatkan implementasi ASEAN Declaration of Principles to Combat the
Drug Problem of 1976 mengkonsolidasikan dan memperkuat upaya kolaboratif

10

Direktorat Jendral Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri Republik Indonesia,
ASEAN Selayang Pandang, Kementerian Luar Negeri, Jakarta, 2008, hal. 79
11
Shofwan Al Banna Choiruzzad, ASEAN Di Persimpangan Sejarah : Politik Global,
Demokrasi & Integrasi Ekonomi “, Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, 2015, hal. 7

Universitas Sumatera Utara

17

dalam

pengendalian

dan

pencegahan

masalah

narkoba

di

wilayah

tersebut;pemberantasan budidaya tanaman narkotika di wilayah tersebut dan
desain, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi semua program ASEAN
berupa tindakan dan pengontrolan dalam pencegahan penyalahgunaan narkoba.
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian tersebut maka dipilih judul
skripsi ini tentang : "Peranan The United Nations Office On Drugs And Crime
(UNODC) Dalam Kerjasama Penanganan Kasus Narkoba dengan Negara-Negara
Di Asean”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang tersebut di atas maka permasalahan yang
akan dikemukakan dalam skripsi ini adalah:
1. Bagaimana kedudukan United Nations On Drugs And Crime (UNODC) dalam
penanganan kasus narkoba ?
2. Bagaimana peran Asean dalam menanggulangi masalah peredaran dan
perdagangan narkoba di Asia Tenggara ?
3. Bagaimana peranan United Nations On Drugs And Crime (UNODC) dalam
kerjasama penanganan kasus narkoba dengan negara-negara di Asean ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan.
1. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah :
a. Untuk mengetahui kedudukan United Nations On Drugs And Crime
(UNODC) dalam penanganan kasus narkoba.

Universitas Sumatera Utara

18

b. Untuk mengetahui peran Asean dalam menanggulangi masalah peredaran dan
perdagangan narkoba di Asia Tenggara.
c. Untuk mengetahui peranan United Nations On Drugs And Crime (UNODC)
dalam kerjasama penanganan kasus narkoba dengan negara-negara di Asean.
2. Manfaat Penulisan
Seperti pada umumnya dalam setiap penulisan skripsi pasti ada manfaat
yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan dalam penulisannya. Manfaat
secara umum yang dapat diambil dalam penulisan skripsi ini terdiri dari manfaat
yang bersifat teoritis dan manfaat yang bersifat praktis.
a. Secara teoritis adalah untuk menambah pengetahuan dalam mempelajari
Hukum Internasional serta dapat bermanfaat untuk memperluas wawasan
mengenai peranan The United Nations Office On Drugs And Crime (UNODC)
dalam kerjasama penanganan kasus narkoba dengan negara-negara di Asean.
b. Secara praktis, penulisan ini diharapkan

dapat digunakan menjadi acuan

dalam kerangka berpikir bagi upaya dan solusi penyelesaian permasalahan
mengenai peranan The United Nations Office On Drugs And Crime (UNODC)
dalam kerjasama penanganan kasus narkoba dengan negara-negara di Asean.
D. Keaslian Penulisan.
Berdasarkan informasi yang diketahui dan penelusuran kepustakaan yang
dilakukan khususnya di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
penulisan skripsi terkait dengan judul : “Peranan The United Nations Office On
Drugs And Crime (UNODC) Dalam Kerjasama Penanganan Kasus Narkoba
dengan Negara-Negara Di Asean” belum pernah ditulis sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara

19

Jika dilihat dari keberadaannya di lingkungan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, karya tulis berjudul sama belum pernah ditulis sebelumnya.
Hanya saja, ada beberapa penelitian mengenai Peranan The United Nations Office
On Drugs And Crime (UNODC) Dalam Kerjasama Penanganan Kasus Narkoba
dengan Negara-Negara Di Asean tetapi permasalahannya berbeda yaitu :
1. Ferwino Rachmandengan judul skripsi : Implementasi Regulasi Asod-Asean
Terhadap Penanganan Korban Narkotika. Permasalahan dalam skripsi ini
adalah :
a. Bagaimana bentuk strategi Asean Senior Official On Drugs Matters
(ASOD) dalam menangani korban penyalahgunaan narkotika ?
b.

Faktor-faktor penghambat dan pendukung Asean Senior Official On
Drugs Matters (ASOD) dalam penanggulangan korban narkotika ?

2. Rizki Sari Fadillah dengan judul skripsi : Peran Polri Dalam Mengembangkan
Kerjasama Internasional Guna Penanggulangan Kejahatan Narkotika Yang
Terorganisir. Permasalahan dalam skripsi ini adalah :
a. Bagaimana pengaturan kerjasama internasional (instrumen internasional)
dalam penanggulangan kejahatan narkotika yang terorganisir ?
b. Bagaimana peran Polri dalam pengembangan kerjasama internasional guna
menanggulangi kejahatannarkotika yang terorganisir ?
c. Apa kendala dan upaya dalam pengembangan kerjasama internasional
guna penanggulangan kejahatannarkotikayang terorganisir ?
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini
merupakan hasil karya yang asli dan bukan merupakan hasil jiplakan dari skripsi

Universitas Sumatera Utara

20

orang lain. Skripsi ini dibuat berdasarkan hasil pemikiran sendiri, refrensi dari
buku-buku, undang-undang, makalah-makalah, serta media elektronik yaitu
internet dan juga mendapat bantuan dari berbagai pihak. Berdasarkan asas-asas
keilmuan yang rasional, jujur, dan terbuka, maka penelitian dan penulisan skripsi
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

E. Tinjauan Pustaka.
1. Kejahatan lintas negara (Transnational Crime)
Perkembangan kejahatan memasuki abad 21 sudah sangat meningkat dan
tidak lagi sebatas wilayah territorial suatu Negara, melainkan sudah melampaui
batas satu atau dua Negara atau lebih (Transcend Beyond Territorial Borders)
atau sering disebut dengan istilah "Transborders Crimes" atau popular disebut
dengan istilah "Transnational Crimes". Pengertian serta karakteristik kejahatan
lintas negara memberikan makna bahwa kejahatan bukan lagi "hak eksklusif'
suatu Negara melainkan ia menjadi "hak relatif” dari satu atau lebih dari satu
Negara untuk melakukan penyidikan dan penuntutan atas kejahatan lintas negara
yang sama.
Istilah Kejahatan lintas negara (Transnational Crime) merupakan
perkembangan dari identifikasi keberadaan karakteristik baru dari bentuk
kontemporer dari organized crime pada masa tahun 1970-an oleh sejumlah
organisasi internasional. Sedangkan pengenalan istilah tersebut pertama kali
dikemukakan dalam Kongres PBB mengenai Pencegahan Kejahatan dan

Universitas Sumatera Utara

21

Penanggulangan Pelaku Kejahatan (United Nations’ Congress on the prevention
of crime and the treatment of offenders) pada tahun 1975. 12
Pengorganisasian

kejahatan

lintas

negara

telah

berdampak

pada

pelanggaran hukum berbagai negara. Karakteristik yang paling membahayakan
dari kelompok kejahatan yang bergiat di tingkatan internasional. Dalam
perkembangannya, bentuk kejahatan yang diistilahkan tersebut, telah seringkali
dikaitkan dengan konteks globalisasi (yang merupakan representasi dari kondisi
sosial, ekonomi dan kultural sekarang ini). Oleh karenanya, perdebatan yang
sering terjadi terpusatkan pada kesempatan melakukan berbagai tindak kejahatan
atau pun tindakan yang sah yang diberikan oleh dunia yang berkembang tanpa
batas, kepada beragam pelaku yang umumnya didefinisikan sebagai transnational
organized groups, transnational organizations, dan transnational networks.
2. Rezim Internasional (International Regimes)
Menurut Waltz, teori diperlukan untuk menjelaskan hukum yang
mengidentifikasi hubungan serupa atau yang dimungkinkan terjadi. 13 Untuk
mengatasi maslah Drug Trafficking, baik dalam hal menangani produksi,
prederaran,

dan

penyalahgunaannya

dibutuhkan

suatu

rejim

kerjasama

internasional sehingga dapat melibatkan banyak negara. ASEAN Senior Official on
Drugs Matters (ASOD) merupakan sebuah rejim yang dibentuk khusus untuk
menanggulangi permaslahan Drugs Trafficking. Oleh karena itu tulisan ini
menggunakan teori rejim internasional untuk mendeskripsikan peran ASEAN
12

Mohammad Irvan Olii,”Sempitnya Dunia Luasnya Kejahatan, Sebuah Telaah Singkat
Tentang Transnational Crime”, Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 4 No. I September 2005, hal 19
13
Ibid. hal.20

Universitas Sumatera Utara

22

Senior Official on Drugs Matters (ASOD) di Indonesia. Rezim juga merupakan
fitur penting dari globalisai.
Menurut Krasner, rezim merupakan serangkaian prinsip, norma, peraturan,
dan prosedur pembuatan keputusan dimana ekspektasi dari para aktornya bertemu
pada area tertentu dalam hubungan internasional. Teori ini juga akan
mempermudah penulis dalam menjelaskan upaya dan mekanisme yang ada di
ASEAN Senior Official on Drugs Matters (ASOD) dalam hal penanggulangan
Drugs Trafficking. 14
Dalam isu Drugs Trafficking ini, securitizing actor nya adalah negaranegara anggota melalui forum ASEAN. Speech act merupakan ASOD sebagai
pilar utama kerjasama ASEAN dalam menanggulangi permasalahan Drugs
Trafficking dengan melakukan sosialisasi dan implementasi program. Refferent
object nya adalah negara-negara anggota yang kedaulatannya terganggu
dikarenakan aktivitas produksi dan distribusi drugs tersebut (existential threat).
Audience merupakan seluruh elemen masyarakat di Asia Tenggara. Kemudian
functional actors adalah para drugs traffickers yang ada di Asia Tenggara. Namun
di sisi yang berbeda badan narkotika negara, LSM dan NGO terkait juga dapat
dikategorikan sebagai functional actors karena agenda mereka secara tidak
langsung dipengaruhi oleh dinamika isu yang di sekuritisasi.
ASEAN sebagai lembaga forum antar bangsa Asia Tenggara perlu untuk
melakukan penanggulangan terhadap perdagangan dan penggunaan narkotika
dengan cara membentuk ASOD (Asean Senior Officials on Drugs Matters)
sebagai bentuk kesungguhan bahwa penyalahgunaan dan perdagangan narkotika
14

Citra Hennida, Rezim dan Organisasi Internasional : Interaksi Negara, Kedaulatan,
dan Institusi Multilateral, Intra Publishing, Malang, 2015, hal.39

Universitas Sumatera Utara

23

yang merupakan ancaman keamanan yang serius bagi negara negara anggota dan
harus diberantas penggunaan serta perdagangannya maka dibentuklah lembaga
tersebut dengan tujuan menciptakan stabilitas perdamaian antar negara anggota
khususnya di kawsan Asia Tenggara.
3. Hukum Internasional
J.G Starke menyatakan bahwa hukum internasional dapat didefenisikan
sebagai keseluruhan hukum-hukum yang untuk sebahagian besar terdiri dari
prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku yang terhadapnya negara-negara
merasa dirinya terikat untuk menaati, dan karenanya benar-benar ditaati secara
umum dalam hubungan-hubungan mereka secara umum. 15
Para sarjana banyak membahas tentang kedudukan hukum internasional
sebagai bagian dari ilmu hukum. Para sarjana tersebut ada yang berpendapat
bahwa hukum internasional tidak dapat digolongkan kedalam kelompok ilmu
hukum tetapi hanya sekedar moral internasional yang tidak mengikat secara
positif, dan ada sarjana yang menyatakan bahwa hukum internasional merupakan
hukum positif yang sudah terbukti menyelesaikan atau mengatur persoalanpersoalan dunia bahkan ada pendapat yang menyatakan hukum internasional
sebagai “world law” atau hukum dunia yang didalamnya ada jaringan, sistem
serta mekanisme dari suatu pemerintahan dunia yang mengatur pemerintahpemerintah dunia. 16
Perbedaaan pendapat para sarjana ini disebabkan oleh cara pandang yang
berbeda dalam melihat kedudukan hukum internasional. Hukum internasional
selalu diasosiasikan dengan pemerintahan dalam arti nasional, sehingga ketiadaan
15

J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal.3
A. Masyhur Effendi, Tempat Hak-hak Asasi Manusia dalam Hukum
Internasional/Nasional, Penerbit Alumni, Bandung, 2000, hal. 1
16

Universitas Sumatera Utara

24

alat-alat atau sistem yang sama seperti negara akan menyebabkan hukum
internasional

selalu

dipandang

tidak

mempunyai

dasar

serta

selalu

diperdebatkan. 17
Hukum internasional mengikat secara hukum. Kekuatan mengikat hukum
internasional

ditegaskan

dalam dalam Piagam Pembentukan

Organisasi

Perserikatan Bangsa-bangsa, yang dirumuskan di San Fransisco tahun 1945.
Piagam ini baik secara tegas maupun implisit didasarkan atas legalitas yang
sebenarnya dari hukum internasional. Hal ini juga secara tegas dinyatakan dalam
ketentuan-ketentuan Statuta Mahkamah Internasional yang dilampirkan pada
piagam, dimana fungsi Mahkamah dalam Pasal 38 dinyatakan “ untuk
memutuskan sesuai dengan hukum internasional sengketa-sengketa demikian
yang diajukan kepadanya.” Salah satu manifestasi multipartit yang paling akhir
yang mendukung legalitas hukum internasional adalah Deklarasi Helsinki pada 1
Agustus 1975. 18
Meskipun hukum internasional mengikat secara hukum, namun pada
faktanya hukum internasional adalah hukum yang lemah (weak law). 19 Dalam
sistem hukum internasional tidak ada kekuasaan tertinggi yang dapat memaksakan
keputusan-keputusannya kepada negara-negara, tidak ada badan legislatif
internasional yang membuat ketentuan-ketentuan hukum yang mengikat langsung
negara-negara anggota disamping tidak adanya angkatan bersenjata untuk
melaksanakan sanksi-sanksi kepada negara-negara pelanggar hukum serta
keberadaan Mahkamah Internasional yang belum mempunyai yurisdiksi wajib
universal untuk menyelesaikan sengketa-sengketa hukum antar negara-negara.
17

Ibid, hal.2
J. G. Starke, Op. Cit. hal. 22
19
Ibid, hal.23

18

Universitas Sumatera Utara

25

Hukum internasional tidak memiliki badan legislatif internasional untuk
membuat ketentuan-ketentuan yang mengatur secara langsung kehidupan
masyarakat internasional. Satu-satunya organisasi internasional yang kira-kira
melakukan fungsi legislatif adalah Majelis Umum PBB. Tetapi resolusi yang
dikeluarkannya tidak mengikat kecuali yang menyangkut kehidupan organisasi
internasional itu sendiri. 20 Memang ada konferensi-konferensi internasional yang
diselenggarakan dalam kerangka PBB untuk membahas masalah-masalah tertentu,
tetapi tidak selalu merumuskan law-making treaties. 21
Pasal 102 ayat (1) Piagam PBB menguraikan bahwa Hukum Organisasi
Internasional ialah cabang dari Hukum Internasional yang dipersatukan oleh
badan PBB 22 dan yang semata-mata menyangkut organisasi internaisonal publik
serta terdiri dari perangkat-perangkat norma-norma hukum yang berhubungan
dengan organisasi internasional termasuk badan di bawah naungannya dan pejabat
sipil internasionalnya.
Kedudukan organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional
tidak dapat diragukan lagi, meskipun pada awalnya belum ada kepastian tentang
hal itu 23 sehingga memberikan kewenangan baginya sebagaimana diatur hukum
internasional, misalnya membuat perjanjian. Seperti pendapat Mc Nair dalam
bukunya The Law of Traties tentang kewenangan organisasi internaisonal: If fully
sovereign state possesses a treaty power when acting alone, it is not surprising to

20

Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era
Dinamika Global, Cetakan Ketiga, Alumni, Bandung, 2011, hal. 2-3
21
Ibid. hal.8
22
Pasal 102 ayat (1) Piagam PBB
23
Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Bina Cipta, Bandung 1982,
hal. 95.

Universitas Sumatera Utara

26

find the same power attribute to an international organization which they have
created from the members of which usually sovereign states. 24
Hak dan kewajiban organisasi internasional tersebut adalah benar-benar
kewajiban sebagai organisasi internasional dan bukan hak dan kewajiban negaranegara yang menjadi anggota organisasi internasional tersebut secara individual. 25
Dalam pembahasan isu internasional juga melibatkan sumber-sumber
hukum internasional sebagaimana termuat dalam Pasal 38 ayat (1) Statuta
Mahkamah Internasional (International Court of Justice) yaitu: 26
a. Perjanjian-perjanjian Internasional (International Conventions)
b. Hukum Kebiasaan Internasional (International Custom)
c. Prinsip umum hukum Internasional (The general principlesof Law Recognized
by Civilized Nations)
d. Putusan-putusan Pengadilan Internasional dan ajaran sarjana ahli (Subject to
the Provisions of Article of 59, Judicial Decisions and the teachings of the
most highly qualified publicists of the various nations, as subsidiary means for
the determination of rules of law.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian.

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Pendekatan
yuridis normatif adalah pendekatan yang melakukkan analisa hukum atas
peraturan perundang-undangan. Dalam penulisan ini pendekatan yuridis normatif

24

Mc Nair, The Law Of Trreaties, The Claredon Press, Oxford, 1961, hal.50
Sri Setianingsih Suwardi, Pengantar Hukum Organisasi Internasional, UI Press,
Jakarta, 2004, hal. 9
26
Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional (Statute of The International Court of
Justice)
25

Universitas Sumatera Utara

27

digunakan untuk meneliti norma-norma hukum yang berlaku yang mengatur
tentang peranan The United Nations Office On Drugs And Crime (UNODC)
dalam kerjasama penanganan kasus narkoba dengan negara-negara di Asean
sebagaimana yang terdapat dalam perangkat hukum internasional maupun
perjanjian internasional.
Penelitian bersifat deskriptif yaitu menggambarkan peranan The United
Nations Office On Drugs And Crime (UNODC) dalam kerjasama penanganan
kasus narkoba dengan negara-negara di Asean kemudian dianalisis dan
dibandingkan berdasarkan kenyataan yang sedang berlangsung dan selanjutnya
mencoba memberikan pemecahan masalahnya.
2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Bahan hukum primer (primary research / authoritative records) 27 yaitu bahanbahan hukum yang mengikat yang merupakan landasan utama yang digunakan
dalam penelitian ini. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian
ini adalah dokumen berupa traktat atau perjanjian internasional seperti :
1) Perjanjian-perjanjian Internasional (International Conventions)
2) Hukum Kebiasaan Internasional (International Custom)
3) Prinsip umum hukum Internasional (The general principlesof Law

Recognized by Civilized Nations)
4) Putusan-putusan Pengadilan Internasional dan ajaran sarjana ahli (Subject

to the Provisions of Article of 59, Judicial Decisions and the teachings of

27

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2006, hal.113

Universitas Sumatera Utara

28

the most highly qualified publicists of the various nations, as subsidiary
means for the determination of rules of law.
5) Article of Agreements International Monetary Fund (IMF).

b. Bahan hukum sekunder (secondary research/ not authoritative records) 28
yaitu bahan hukum yang menunjang dan memberi penjelasan mengenai bahan
hukum primer seperti buku-buku, jurnal ilmiah dan pendapat para ahli hukum
internasional.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk
guna kejelasan dalam memahami bahan hukum primer dan sekunder 29 berupa
kamus hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.
3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik

yang

digunakan

dalam pengumpulan

data

adalah studi

kepustakaan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan landasan dalam menganalisa
data-data yang diperoleh dari berbagai sumber yang dapat dipercaya maupun tidak
langsung (internet) yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi
ini.
Alat Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah studi
dokumen yakni meneliti dokumen-dokumen perjanjian internasional terkait.
Untuk memudahkan penelitian, dilakukan juga pengelompokkan data yang
relevan kemudian tahap penganalisisan untuk pembahasan permasalahan tersebut.
4. Analisis Data

Penelitian ini melakukan analisis data secara kualitatif. Pendekatan
kualitatif digunakan dengan mengutamakan kalimat-kalimat bukan angka seperti

28

Ibid, hal.114.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2005, hal.52

29

Universitas Sumatera Utara

29

halnya

pendekatan

kuantitatif.

Selain

itu

pendekatan

kualitatif

lebih

mengutamakan dalamnya data dibanding banyaknya data.
Penelitian ini memfokuskan peranan The United Nations Office On Drugs
And Crime (UNODC) dalam kerjasama penanganan kasus narkoba dengan
negara-negara di Asean. Secara keseluruhan penelitian ini menggunakan analisis
kualitatif dengan menjabarkan secara mendalam konsep yang diperlukan dan
kemudian diuraikan secara komprehensif untuk menjawab permasalahan dalam
penelitian ini serta penarikan kesimpulan dengan pendekatan atau metode
berikut: 30
a. Metode induktif
Proses yang berawal dari proposisi-proposisi khusus sebagai hasil pengamatan
dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat
empirik.

Data-data

yang

telah

diperoleh

selain

dibaca

ditafsirkan,

dibandingkan juga diteliti demi konfirmasi akan kebenarannya sebelum
dituangkan dalam skripsi.
b. Metode deduktif
Proses yang bertolak dari proposisi umum yang telah diketahui dan diyakini
umum kebenarannya yang merupakan kebenaran ideal bersifat aksiomatik,
tidak perlu diragukan lagi dan berujung pada kesimpulan (pengetahuan baru)
yang bersifat khusus.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pemahaman untuk mendapatkan jawaban atas
rumusan permasalahan, maka pembahasan akan diuraikan secara garis besar
30

Bambang Sunggono, Op.Cit, hal.115.

Universitas Sumatera Utara

30

melalui sistematika penulisan. Tujuannya agar tidak terjadi kesimpangsiuran
dalam menguraikannya lebih lanjut mengenai inti permasalahan yang akan dicari
jawabannya. Pada bagian ini terdapat ringkasan garis besar dari lima bab yang
terdapat dalam skripsi yaitu:
BAB I

: PENDAHULUAN.
Dalam Bab I ini dibahas mengenai latar belakang yang
menjelaskan alasan pemilihan judul penelitian yang kemudian akan
dilanjutkan dengan perumusan masalah dan diikuti dengan tujuan
penelitian serta manfaat dari penelitian. Bab ini juga membahas
mengenai

keaslian

penulisan,

tinjauan

kepustakaan

serta

metodelogi penelitian yang digunakan dan diakhiri dengan
sistematika penulisan.
BAB II

: KEDUDUKANTHE UNITED NATIONS ON DRUGS AND
CRIME (UNODC).
Dalam Bab ini berisi tentang : Sejarah The United Nations on
Drugs and Crime (UNODC), Pengertian The United Nations on
Drugs and Crime (UNODC), Kedudukan Hukum LembagaThe
United Nations on Drugs and Crime (UNODC) dalam Penanganan
Kasus Narkoba

BAB III

: PERAN ASEAN DALAM MENANGGULANGI MASALAH
PEREDARAN DAN PERDAGANGAN NARKOBA DI ASIA
TENGGARA.
Dalam Bab ini berisi mengenai : PerdaganganNarkotika di Asia
Tenggara,

Peran

Asean

Universitas Sumatera Utara

31

dalamMenanggulangiPenyalahgunaandanPerdaganganNarkotika,
Kebijakan

Asean

dalamMenanggulangiPenyalahgunaandanPerdaganganNarkotika.
BAB IV

: PERANAN THE UNITED NATIONS ON DRUGS AND CRIME
(UNODC) DALAM KERJASAMA PENANGANAN KASUS
NARKOBA DENGAN NEGARA-NEGARA DI ASEAN.
Dalam Bab ini berisi tentang: Latar Belakang Terjadinya Kasus
Narkoba Pada Negara-Negara di Asean, PerananHukumDalam
Penanganan Kasus Narkoba di Asean, Peranan The United Nations
On Drugs and Crime (UNODC) dalam Kerjasama Penanganan
Kasus Narkoba Dengan Negara-Negara di ASEAN

BAB V

: KESIMPULAN DAN SARAN
Merupakan Bab penutup dari keseluruhan rangkaian bab-bab
sebelumnya yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan
uraian skripsi ini dan dilengkapi dengan saran-saran

Universitas Sumatera Utara