Dampak Perubahan Tick Size terhadap Likuiditas Saham (Studi Empiris pada Bursa Efek Indonesia Berdasarkan Tick Size 6 Januari 2014) Chapter III V

BAB III
METODE PENELITIAN

Bab ini berisi uraian metodologi penelitian. Langkah pertama, penulis
menentukan jenis dan sifat dari penelitian ini. Kedua, menentukan periode
penelitian yang akan diamati disertai alasan teoritis atas penentuan periode
penelitian tersebut. Kemudian menentukan populasi dan kriteria pengambilan
sampel, teknik pengumpulan data yang digunakan, serta jenis dan sumber data.
Langkah selanjutnya mengidentifikasi variabel operasional beserta parameter dan
skala ukur. Langkah terakhir adalah menjelaskan metode analisis data yang
digunakan.

3.1 Jenis dan Sifat Penelitian
Berdasarkan metode penelitian yang dilakukan, penelitian ini merupakan
penelitian kausal komparatif. Penelitian kausal komparatif, menurut Kuncoro
(2009) adalah penelitian yang menunjukkan arah hubungan antara variabel bebas
dengan variabel terikat, disamping mengukur kekuatan hubungannya. Metode
penelitian ini berusaha untuk melihat adanya hubungan sebab akibat juga meliputi
perbandingan antargrup.

3.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dimulai dari tanggal 1 Oktober 2013 sampai dengan 31
Maret 2014 dan dibagi menjadi dua sub periode dengan jumlah hari perdagangan
yang hampir sama. Sub periode pertama dimulai dari tanggal 1 Oktober 2013

50
Universitas Sumatera Utara

51

sampai dengan 3 Januari 2014 dengan jumlah hari perdagangan 61 hari. Sub
periode kedua dimulai dari tanggal 6 Januari 2014 sampai dengan 31 Maret 2014
dengan jumlah hari perdagangan 58 hari. Kerangka waktu penelitian dapat dilihat
pada Tabel 3.1.

Pre-event
1 Oktober 2013 s/d
3 Januari 2014

Tabel 3.1
Kerangka Waktu Penelitian

Event
6 Januari 2014

Post-event
7 Januari 2014 s/d
31 Maret 2014

Pemilihan periode penelitian ini didasarkan pada asumsi bahwa perubahan
tick size akan mengakibatkan perubahan pada pola strategi perdagangan yang

diimplementasikan oleh investor serta dibutuhkan waktu yang relatif lama untuk
beradaptasi dengan perubahan ini.

3.3 Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008). Populasi dalam
penelitian ini adalah semua saham yang terdaftar di pasar reguler.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2008). Sampel diambil dengan menggunakan teknik

Purposive Sampling dengan kriteria sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

52

a. Saham-saham yang diperdagangkan di pasar reguler
b. Saham-saham yang mengalami perubahan tick size. Dalam hal ini kelompok
harga saham dibawah Rp 200,00 akan dieliminasi karena tidak mengalami
perubahan tick size.
c. Saham-saham yang diperdagangkan minimal satu kali per hari selama periode
penelitian
d. Mengeliminasi saham-saham yang melakukan pemecahan saham (stock split),
pembagian saham bonus dan dividen saham (stock dividend ), dan penerbitan
right issue atau Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) karena
corporate action tersebut akan berpengaruh terhadap jumlah saham yang

beredar, komposisi kepemilikan saham, jumlah saham yang akan dipegang
oleh pemegang saham, serta pengaruhnya terhadap pergerakan harga saham
e. Mengeliminasi saham-saham yang selama periode penelitian dicoret dari

daftar perusahaan yang terdaftar di bursa, melakukan IPO (Initial Public
Offering), dan diberhentikan sementara perdagangannya oleh bursa (suspend)

Berdasarkan kriteria yang telah diuraikan di atas, terpilih total 294 sampel
yang memenuhi kriteria tersebut yang masing-masing adalah 147 sampel sebelum
perubahan tick size dan 147 sampel setelah perubahan tick size. Rincian jumlah
sampel dapat dilihat pada Tabel 3.2. Daftar saham yang terpilih sebagai sampel
dapat dilihat pada Lampiran 1.

Universitas Sumatera Utara

53

Kelompok Harga Saham

Tabel 3.2
Jumlah Sampel
Sebelum Perubahan

Setelah Perubahan


Tick Size

Tick Size

31
65
28
23
147

31
65
28
23
147

Rp 200,00 s/d < Rp 500,00
Rp 500,00 s/d < Rp 2.000,00
Rp 2.000,00 s/d < Rp 5.000,00

≥ Rp 5.000,00
Total

3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan faktor penting demi keberhasilan
suatu penelitian. Hal ini berkaitan dengan bagaimana cara mengumpulkan data,
siapa sumbernya, dan apa alat yang digunakan. Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a. Studi pustaka
Metode studi pustaka dilakukan melalui telaah pustaka, eksplorasi, dan
mengkaji berbagai literatur seperti jurnal, majalah, dan berbagai sumber
lainnya.
b. Studi dokumentasi
Metode dokumentasi dilakukan dengan cara mencatat dokumen yang
berhubungan dengan penelitian ini.

3.5 Jenis dan Sumber Data
Situmorang et al. (2010) menyatakan bahwa data adalah sekumpulan
informasi atau nilai yang diperoleh dari pengamatan (observasi) suatu obyek, data
dapat berupa angka dan dapat pula merupakan lambang atau sifat.


Universitas Sumatera Utara

54

Berdasarkan jenis datanya, data dalam penelitian ini merupakan data rasio,
yaitu data yang diukur dengan suatu proporsi (Kuncoro, 2009). Berdasarkan
dimensi waktunya, data dalam penelitian ini merupakan data pooling, yaitu
kombinasi antara data runtut waktu (time-series) dan data silang tempat (cross
section) (Kuncoro, 2009). Berdasarkan sumbernya, data dalam penelitian ini

merupakan data sekunder, yaitu data yang telah dikumpulkan oleh lembaga
pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data (Kuncoro,
2009). Data sekunder diperoleh dari data harian yang diterbitkan oleh BEI dan
Yahoo Finance.

3.6 Identifikasi dan Operasionalisasi Variabel
Penyusunan identifikasi dan operasionalisasi variabel diperlukan untuk
menentukan alat pengambil data yang paling cocok untuk setiap variabel tersebut.
Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Variabel Independen (X)
Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi
atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen atau
variabel terikat (Sugiyono, 2008). Variabel independen dalam penelitian ini
adalah harga saham (X1), volatilitas pengembalian saham (X2), dan frekuensi
perdagangan saham (X3).
b. Variabel Dependen (Y)
Variabel dependen atau variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau
yang menjadi akibat karena adanya variabel independen atau variabel bebas

Universitas Sumatera Utara

55

(Sugiyono, 2008). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah spread (Y1)
dan depth (Y2).

Secara ringkas identifikasi dan operasionalisasi variabel dalam penelitian
ini dapat dilihat pada Tabel 3.3.


Variabel
Harga Saham
(X1)

Volatilitas
Pengembalian
Saham
(X2)

Frekuensi
Perdagangan
Saham
(X3)
Spread
(Y1)

Depth
(Y2)

Tabel 3.3

Identifikasi dan Operasionalisasi Variabel
Definisi Operasional
Parameter
Harga di bursa saham Menghitung
rata-rata
pada saat tertentu yang harga penutupan setiap
ditentukan oleh pelaku saham selama periode
pasar dan oleh permintaan waktu penelitian
dan penawaran saham
yang bersangkutan di
pasar modal
Tingkat
variasi
dari
serangkaian
harga
perdagangan dari waktu


ke waktu yang diukur

dengan standar deviasi
dari return
Jumlah transaksi saham Menghitung
rata-rata
yang terjadi pada waktu frekuensi
perdagangan
tertentu
setiap saham selama
periode waktu penelitian
Kompensasi yang harus
dibayar oleh investor
karena memilih market
order
Volume lembar saham
pada harga order jual
terendah dan harga order
beli tertinggi

Skala
Rasio

Rasio

Rasio

Rasio

Rasio

3.7 Uji Normalitas Data
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2011).

Universitas Sumatera Utara

56

Seperti diketahui bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual
mengikuti distribusi normal. Terdapat dua cara untuk mendeteksi apakah variabel
residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji
statistik. Uji normalitas dengan grafik dapat menyesatkan, secara visual mungkin
terlihat normal padahal secara statistik bisa sebaliknya. Oleh sebab itu, disamping
uji normalitas dengan grafik, penulis melengkapi dengan uji statistik.
Uji statistik dilakukan dengan melihat nilai skewness dan kurtosis dari
residual. Nilai Z statistik skewness dan kurtosis dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:





N adalah jumlah sampel. Apabila nilai Z hitung > Z tabel, maka distribusi
tidak normal. Nilai Z tabel pada tingkat signifikansi 1% adalah 2,58.

3.8 Teknik Analisis Data
Menurut Ghozali (2011), analisis data merupakan salah satu proses
penelitian yang dilakukan setelah semua data diperoleh untuk memecahkan
permasalahan yang akan diteliti. Analisis data bertujuan untuk menyusun data
dalam cara yang bermakna sehingga dapat dipahami.
Para peneliti berpendapat bahwa tidak ada cara yang paling benar secara
absolut untuk mengorganisasi, menganalisis, dan menginterpretasikan data, oleh
karena itu, maka prosedur analisis data dalam penelitian disesuaikan dengan
tujuan penelitian. Metode yang digunakan untuk memudahkan analisa data adalah

Universitas Sumatera Utara

57

metode statistik. Statistika adalah serangkaian metode yang dipakai untuk
mengumpulkan, menganalisa, menyajikan, dan memberi makna data. oleh karena
itu, ketajaman dan ketepatan dalam penggunaan alat analisis sangat menentukan
keakuratan pengambilan kesimpulan. Teknik analisis data dalam penelitian ini
menggunakan analisis deskriptif, uji beda, dan analisis regresi.

3.8.1 Analisis deskriptif
Analisis deskriptif adalah kegiatan menyimpulkan data mentah dalam
jumlah yang besar sehingga hasilnya dapat ditafsirkan (Kuncoro, 2009). Pada
penelitian ini statistik deskriptif diperlukan untuk mengetahui gambaran dari data
yang akan digunakan. Analisis statistik deskriptif yang digunakan terdiri atas:
a. Minimum
Minimum digunakan untuk mengetahui nilai terendah dari data yang diamati.
b. Maximum
Maximum digunakan untuk mengetahui nilai tertinggi dari data yang diamati.
c. Mean
Mean digunakan untuk mengetahui nilai rata-rata dari data yang diamati.
Meskipun mean sering digunakan untuk mengetahui nilai kecenderungan dari
suatu pengamatan, tetapi mean memiliki kelemahan yaitu rentan terhadap
gangguan dari data outliers.
d. Standar Deviasi
Standar deviasi digunakan untuk mengetahui variabilitas dari penyimpangan
terhadap nilai rata-rata.

Universitas Sumatera Utara

58

3.8.2 Uji peringkat bertanda Wilcoxon
Uji peringkat bertanda Wilcoxon (Wilcoxon signed-rank test) adalah uji
hipotesis statistik non-parametrik yang digunakan ketika membandingkan dua
sampel terkait, sampel cocok, atau pengukuran ulang pada sampel tunggal untuk
menilai apakah rata-rata populasi mereka berbeda. Teknik ini merupakan
penyempurnaan dari uji tanda (sign test). Dalam uji tanda besarnya selisih nilai
angka antara positif dan negatif tidak diperhitungkan, sementara dalam uji
Wilcoxon hal tersebut diperhitungkan (Ghozali, 2011).

3.8.3 Analisis regresi
Analisis regresi adalah studi mengenai ketergantungan variabel dependen
dengan satu atau lebih variabel independen dengan tujuan untuk mengestimasi
dan/atau memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen
berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui (Gujarati, 2003).
Analisis regresi dapat digunakan untuk memutuskan apakah naik dan
turunnya variabel dependen dapat dilakukan dengan menaikkan dan menurunkan
keadaan variabel independen, atau untuk meningkatkan keadaan variabel
dependen dapat dilakukan dengan meningkatkan variabel independen dan
sebaliknya (Situmorang, 2010). Model penelitian diadopsi dari penelitian
Ekaputra dan Ahmad (2007) sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

59

Ln(SPREADi) = 0 + 1 Ln(PRICEi) + 2 Ln(VOLATILITYi) + 3
Ln(FREQUENCYi)

+

4

D*Ln(PRICEi)

+

5

D*Ln(VOLATILITYi) + 6 D*Ln(FREQUENCYi) + i
………………………………………………………….

Ln(DEPTHi )

(1)

= 0 + 1 Ln(PRICEi) + 2 Ln(VOLATILITYi) + 3
Ln(FREQUENCYi)

+

4

D*Ln(PRICEi)

+

5

D*Ln(VOLATILITYi) + 6 D*Ln(FREQUENCYi) + i
………………………………………………………….

(2)

SPREAD adalah relative spread rata-rata; DEPTH adalah bid-ask depth
rata-rata; PRICE adalah harga saham rata-rata; VOLATILITY adalah volatilitas
pengembalian saham rata-rata; FREQUENCY adalah frekuensi perdagangan
saham rata-rata; dan D adalah variabel dummy sebelum dan setelah perubahan tick
size.

Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur
dari goodness of fit. Secara statistik, hal ini dapat diukur dari nilai koefisien
determinasi, nilai statistik F, dan nilai statistik t.

3.8.3.1 Koefisien determinasi
Koefisien determinasi pada penelitian ini digunakan untuk mengukur
seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen.
Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap
jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan

Universitas Sumatera Utara

60

satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat tidak perduli apakah variabel
tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena
itu, banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai adjusted R2 pada saat
mengevaluasi mana model regresi terbaik. Tidak seperti R2, nilai adjusted R2
dapat naik atau turun apabila suatu variabel independen ditambahkan ke dalam
model (Ghozali, 2011).

3.8.3.2 Uji sigifikansi silmultan
Uji signikansi simultan (uji statistik F) pada dasarnya menunjukkan
apakah semua variabel independen yang dimasukkan ke dalam model mempunyai
pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Ghozali, 2011).

3.8.3.3 Uji signifikansi parameter individual
Uji Signifikansi parameter individual (uji statistik t) pada dasarnya
menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual
dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2011).

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi gambaran umum PT Bursa Efek Indonesia, uraian hasil
penelitian serta pembahasan. Pada bab ini data yang telah diperoleh dianalisis
menggunakan program SPPS (Statistical Package for the Social Sciences ) versi
19. Selanjutnya adalah menganalisis output dari masing-masing variabel untuk
ditarik kesimpulannya.

4.1 Gambaran Umum PT Bursa Efek Indonesia
Bursa Efek Indonesia (BEI) atau Indonesia Stock Exchange (IDX)
merupakan bursa hasil penggabungan dari Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan Bursa
Efek Surabaya (BES). Demi efektivitas operasional dan transaksi, Pemerintah
memutuskan untuk menggabung Bursa Efek Jakarta sebagai pasar saham dengan
Bursa Efek Surabaya sebagai pasar obligasi dan derivatif. Bursa hasil
penggabungan ini mulai beroperasi pada 1 Desember 2007.

4.1.1 Sejarah singkat PT Bursa Efek Indonesia
Bursa Efek Indonesia pertama kali didirikan pada tanggal 14 Desember
1912 dengan bantuan pemerintah kolonial Belanda, yang bertempat di Batavia
pusat pemerintahan kolonial Belanda yang dikenal saat ini dengan sebutan
Jakarta. Sebutan Bursa efek Indonesia pertama kali adalah call-efek yang sistem
perdangangannya menyerupai lelang yang setiap efek berturut-turut diserukan
“call”, kemudian para pialang masing-masing mengajukan permintaan beli atau

61
Universitas Sumatera Utara

62

jual sampai ditemukan kecocokan harga. Pada tahun 1987 pemerintah
mengeluarkan kebijakan paket deregulasi tentang di perbolehkanya swastanisasi
bursa efek. Paket deregulasi kemudian mendorong bursa efek jakarta berubah
menjadi PT. Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tanggal 13 juli 1992, dan pada tahun
yag sama BAPEPAM berubah fungsi menjadi badan pengawas pasar modal dari
yang sebelumnya sebagai badan pelaksana pasar modal.
BEI menggunakan sistem perdagangan bernama Jakarta Automated
Trading System (JATS) sejak 22 Mei 1995, menggantikan sistem manual yang

digunakan sebelumnya. Sejak 2 Maret 2009 sistem JATS ini sendiri telah
digantikan dengan sistem baru bernama JATS-NextG yang disediakan OMX. Lalu
pada tahun 2007, BEJ ( Bursa Efek Jakarta) bergabung dengan BES (Bursa Efek
Surabaya) dan merubah nama menjadi BEI (Bursa Efek Indonesia).
Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka.
Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan
tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh
pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC.
Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan
pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada
beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan
kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan
berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan
sebagimana mestinya.

Universitas Sumatera Utara

63

Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada
tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan
seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah.

4.1.2 Visi dan misi PT Bursa Efek Indonesia
Visi Bursa efek Indonesia adalah menjadi bursa yang kompetitif dengan
kredibilitas tingkat dunia dan misinya adalah menciptakan daya saing untuk
menarik investor dan emiten, melalui pemberdayaan anggota bursa dan partisipan,
penciptaan nilai tambah, efesiensi biaya serta penerapan good governance.

4.1.3 Struktur organisasi PT Bursa Efek Indonesia
Bursa Efek Indonesia sebagai Self Regulatory Organization (SRO)
memiliki struktur organisasi yang efektif. Struktur organisasi BEI dapat dilihat
pada Gambar 4.1.

Universitas Sumatera Utara

64

Sumber: www.idx.co.id

Gambar 4.1
Struktur Organisasi PT Bursa Efek Indonesia

Universitas Sumatera Utara

65

4.2 Uji Normalitas Data
Sebelum melakukan pengujian sampel, penulis melakukan pengujian
statistik untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau
residual memiliki distribusi normal. Uji statistik dilakukan dengan melihat nilai
skewness dan kurtosis dari residual.

4.2.1 Spread
Nilai skewness dan kurtosis pada model regresi dengan variabel dependen
spread dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1
Uji Skewness dan Kurtosis Spread
N
Skewness
Kurtosis
Statistic Statistic Std. Error Statistic Std. Error
Unstandardized Residual
294
0,546
0,142
− 0,216
0,283
Valid N (listwise)
294
Sumber: Data Primer Diolah

Berdasarkan nilai skewness dan kurtosis pada Tabel 4.1, maka dapat
dihitung nilai Z skewness dan Z kurtosis sebagai berikut:





Berdasarkan perhitungan di atas, diperoleh nilai Z skewness adalah 3,822
dan Z kurtosis adalah −0,756. Berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan
bahwa pada model regresi dengan variabel dependen spread, data residual tidak
berdistribusi normal karena nilai Z skewness > Z tabel (2,58) meskipun nilai Z
kurtosis < Z tabel (2,58).

Universitas Sumatera Utara

66

4.2.2 Depth
Nilai skewness dan kurtosis pada model regresi dengan variabel dependen
depth dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2
Uji Skewness dan Kurtosis Depth
N
Skewness
Kurtosis
Statistic Statistic Std. Error Statistic Std. Error
Unstandardized Residual
294
3,773
0,142
17,987
0,283
Valid N (listwise)
294
Sumber: Data Primer Diolah

Berdasarkan nilai statistik dari skewness dan kurtosis ini, maka dapat
dihitung nilai Z skewness dan Z skewness sebagai berikut:





Berdasarkan perhitungan di atas, diperoleh nilai Z skewness adalah 26,411
dan Z kurtosis adalah 62,954. Berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa
pada model regresi dengan variabel dependen depth, data residual tidak
berdistribusi normal karena nilai Z skewness > Z tabel (2,58) dan nilai Z kurtosis
> Z tabel (2,58).
Pada kedua model regresi data residual tidak berdistribusi normal, oleh
sebab itu dilakukan transformasi data dengan mengubah data menjadi bentuk
logaritma natural (Ln).

Universitas Sumatera Utara

67

4.3. Hasil Penelitian
Pada bagian ini akan diuraikan analisis deskriptif berupa nilai minimum,
maksimum, rata-rata dan standar deviasi, kemudian analisis uji peringkat bertanda
Wilcoxon variabel spread, dan depth, dan terakhir adalah analisis regresi yang
menunjukkan hubungan antara variabel harga saham, volatilitas pengembalian,
dan frekuensi perdagangan terhadap spread dan depth.

4.3.1 Analisis deskriptif
Statistik deskriptif variabel harga saham, volatilitas pengembalian,
frekuensi perdagangan, spread, dan depth dapat dilihat pada Tabel 4.3.

PRICE
VOLATILITY
FREQUENCY
SPREAD
DEPTH
Valid N (listwise)

N
294
294
294
294
294
294

Tabel 4.3
Statistik Deskriptif
Minimum Maximum
Mean
Std. Deviation
231
45.290
3.076,22
5.691,36
0
0,33
0,02
0,02
5
5.144
882,87
948,54
0
0,02
0,01
0,01
6.893 9.335.582 776.102,50
1.287.922,69

Sumber: Data Primer Diolah

Penjelasan Tabel 4.3 adalah sebagai berikut:
a. Harga saham
Harga saham terendah adalah 231 rupiah, yaitu saham perusahaan Dyandra
Media Internasional Tbk. dengan kode saham DYAN. Harga saham tertinggi
adalah 45.290 rupiah, yaitu saham perusahaan Gudang Garam Tbk. dengan
kode saham GGRM. Harga saham rata-rata adalah 3.076,22 rupiah dengan
standar deviasi 5.691,36 rupiah.

Universitas Sumatera Utara

68

b. Volatilitas pengembalian saham
Volatilitas terendah adalah 0 persen. Volatilitas tertinggi adalah 0,33 persen.
Volatilitas rata-rata adalah 0,02 persen dengan standar deviasi 0,02 persen.
c. Frekuensi perdagangan saham
Frekuensi terendah adalah 5 kali, yaitu frekuensi perdagangan saham
perusahaan Yanaprima Hastapersada Tbk. dengan kode saham YPAS.
Frekuensi tertinggi adalah 5.144 kali, yaitu frekuensi perdagangan saham
perusahaan Telekomunikasi Indonesia Tbk. dengan kode saham TLKM.
Frekuensi rata-rata adalah 882,87 kali dengan standar deviasi 948,54 kali.
d. Spread
Spread terendah adalah 0 persen. Spread tertinggi adalah 0,02 persen. Spread

rata-rata adalah 0,01 persen dengan standar deviasi 0,01 persen.
e. Depth
Depth terendah adalah 6.893 lembar saham. Depth tertinggi adalah 9.335.582

lembar saham. Depth rata-rata adalah 776.102,50 lembar saham dengan
standar deviasi 1.287.922,69 lembar saham.

4.3.2 Uji peringkat bertanda Wilcoxon
Uji beda pada penelitian ini menggunakan uji peringkat bertanda
Wilcoxon (Wilcoxon signed rank test) untuk membandingkan dua sampel terkait.
Penggunaan uji peringkat bertanda Wilcoxon didasarkan pada hasil uji normalitas
data yang menunjukkan bahwa data residual tidak berdistribusi normal. Hal yang
ingin dibandingkan adalah perbedaan nilai rata-rata spread dan depth sebelum dan

Universitas Sumatera Utara

69

setelah perubahan tick size. Uji Wilcoxon dilakukan untuk menguji hipotesis 1
dan hipotesis 2.

4.3.2.1 Spread
Pada uji Wilcoxon spread, penulis melakukan pengujian terhadap nilai
rata-rata relative spread berdasarkan kelompok harga saham dan secara
keseluruhan. Tujuannya adalah untuk melihat pada kelompok mana spread
mengalami penurunan yang signifikan dan apakah secara keseluruhan sahamsaham yang diamati mengalami penurunan spread.
Pernyataan hipotesis 1 beserta kriteria pengujian hipotesisnya dapat dilihat
pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4
Pernyataan Hipotesis 1
Pernyataan Hipotesis
H0: Tidak ada perbedaan yang signifikan pada spread
sebelum dan setelah perubahan tick size
H1: Terdapat perbedaan yang signifikan pada spread
sebelum dan setelah perubahan tick size

Kriteria Pengujian
H0 diterima jika
probabilitas > 0,05
H1 diterima jika
probabilitas < 0,05

Perbedaan nilai rata-rata spread berdasarkan kelompok harga saham
sebelum dan setelah perubahan tick size serta uji statistiknya dapat dilihat pada
Tabel 4.5.

Universitas Sumatera Utara

70

Tabel 4.5
Spread Rata-rata Berdasarkan Kelompok Harga Saham
Kelompok
Spread Rata-rata
Persentase

Uji
Harga Saham Sebelum Perubahan Setelah Perubahan Perubahan Wilcoxon
Tick Size
Tick Size
Rp 200 s/d
1,64%
0,56%
−65,62%
0,000
< Rp 500
Rp 500 s/d
1,26%
0,70%
−44,38%
0,000
< Rp 2.000
Rp 2.000 s/d
1,08%
0,50%
−53,99%
0,000
< Rp 5.000
≥ Rp 5.000
0,77%
0,49%
−36,02%
0,000
Sumber: Data Primer Diolah

Pada Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa keempat kelompok harga saham
mengalami penurunan spread yang signifikan. Hal ini dapat dilihat dari tingkat
signifikansi yang kurang dari 0,05. Penurunan spread yang paling besar adalah
pada kelompok harga Rp 200 s/d < Rp 500 yang sebelum perubahan tick size
diperdagangkan dengan tick Rp 5 dan setelah perubahan tick size diperdagangkan
dengan tick Rp 1. Hasil ini konsisten dengan pernyataan Purwoto dan Tandelilin
(2004) bahwa spread sensitif terhadap harga dan volume perdagangan, sehingga
penurunan spread sangat jelas untuk saham-saham dengan harga rendah dan aktif
diperdagangkan.
Selanjutnya perbedaan nilai rata-rata spread saham keseluruhan sebelum
dan setelah perubahan tick size serta uji statistiknya dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6
Spread Rata-rata
Spread Rata-rata
Persentase
Sebelum Perubahan Setelah Perubahan Perubahan
Tick Size
Tick Size
1,24%
0,58%
−53,17%

Uji
Wilcoxon
0,000

Sumber: Hasil penelitian, 2016

Universitas Sumatera Utara

71

Pada Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa spread rata-rata menurun menjadi
0,58% atau 53,17% lebih rendah setelah perubahan tick size. Hasil ini juga
signifikan pada tingkat kepercayaan 95%, dengan demikian H0 ditolak. Terdapat
perbedaan yang signifikan pada spread sebelum dan setelah perubahan tick size.
Hal ini karena secara sederhana tick size minimum menurut definisi adalah spread
terendah, oleh karena itu nama alternatif untuk tick minimum adalah spread
minimum.
Penurunan spread menandakan bahwa immediacy costs dan transaction
costs lebih rendah setelah perubahan tick size. Tick size yang lebih kecil membuat

jarak (spread) antara permintaan dan penawaran menjadi sempit. Hal tersebut
merupakan keuntungan bagi investor yang membutuhkan immediacy untuk
mengajukan market order .
Hasil ini konsisten dengan penelitian Dabbou (2013) di Stock Exchange of
Tunis, Gerace et al. (2012) di Hong Kong Stock Exchange, Pavabutr dan
Prangwattananon (2009) di Stock Exchange of Thailand, Bennemark dan Chen
(2007) di Stockholm Stock Exchange, Ekaputra dan Ahmad (2007) di Indonesia
Stock Exchange, Purwoto dan Tandelilin (2004) di Indonesia Stock Exchange,
Bacidore et al. (2003) di New York Stock Exchange, Bessembinder (2000) di
Nasdaq, dan Goldstein dan Kavajecz (2000) di New York Stock Exchange.
Penulis juga menyajikan grafik spread rata-rata diseputar perubahan tick
size untuk mempermudah melihat perubahan spread secara visual. Grafik spread

diseputar perubahan tick size dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Universitas Sumatera Utara

0.020
0.018
0.016
0.014
0.012
0.010
0.008
0.006
0.004
0.002
0.000

Spread

-61
-55
-49
-43
-37
-31
-25
-19
-13
-7
-1
5
11
17
23
29
35
41
47
53

Nilai Spread

72

Hari Perdagangan
Sumber: Data Primer Diolah

Gambar 4.2
Spread Rata-rata Diseputar Perubahan Tick Size

Pada Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa spread menurun secara drastis tepat
setelah perubahan tick size. Hal ini menegaskan bahwa penurunan tick size
membuat jarak antara permintaan dan penawaran menjadi sempit, dengan kata
lain biaya untuk mengajukan market order menjadi lebih murah.

4.3.2.2 Depth
Pada uji Wilcoxon depth, penulis juga melakukan pengujian terhadap nilai
rata-rata bid-ask depth berdasarkan kelompok harga saham dan secara
keseluruhan. Tujuannya adalah untuk melihat pada kelompok mana depth
mengalami penurunan yang signifikan dan apakah secara keseluruhan sahamsaham yang diamati mengalami penurunan depth.
Pernyataan hipotesis 2 beserta kriteria pengujian hipotesisnya dapat dilihat
pada Tabel 4.7.

Universitas Sumatera Utara

73

Tabel 4.7
Pernyataan Hipotesis 2
Pernyataan Hipotesis
H0: Tidak ada perbedaan yang signifikan pada depth
sebelum dan setelah perubahan tick size
H1: Terdapat perbedaan yang signifikan pada depth
sebelum dan setelah perubahan tick size

Kriteria Pengujian
H0 diterima jika
probabilitas > 0,05
H1 diterima jika
probabilitas < 0,05

Perbedaan nilai rata-rata depth berdasarkan kelompok harga saham
sebelum dan setelah perubahan tick size serta uji statistiknya dapat dilihat pada
Tabel 4.8.
Tabel 4.8
Depth Rata-rata Berdasarkan Kelompok Harga Saham
Kelompok
Depth Rata-rata
Persentase
Uji
Harga Saham
(lembar saham)
Perubahan Wilcoxon
Sebelum Perubahan Setelah Perubahan
Tick Size
Tick Size
Rp 200 s/d
1.642.163
421.471
−74,33%
0,000
< Rp 500
Rp 500 s/d
1.154.598
716.809
−37,92%
0,000
< Rp 2.000
Rp 2.000 s/d
674.576
255.278
−62,16%
0,000
< Rp 5.000
≥ Rp 5.000
357.850
277.307
−22,51%
0,159
Sumber: Data Primer Diolah

Pada Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa kelompok harga saham Rp 200 s/d <
Rp 500, Rp 500 s/d < Rp 2.000, dan Rp 2.000 s/d < Rp 5.000 mengalami
penurunan depth yang signifikan. Hal ini dapat dilihat dari tingkat signifikansi
yang kurang dari 0,05. Depth pada kelompok harga saham ≥ Rp 5.000 secara
statistik tidak signifikan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh harga
saham besaran tick size nya sendiri.

Universitas Sumatera Utara

74

Kelompok harga saham ≥ Rp 5.000 semula diperdagangkan dengan tick
sebesar Rp 50, kemudian setelah perubahan tick size diperdagangkan dengan tick
sebesar Rp 25. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tick Rp 25 adalah pengikat
bid-ask spread yang tidak kecil, sehingga investor cenderung tetap menggunakan

strategi limit order . Selain itu, harga saham yang tinggi juga menjadi penyebab
investor lebih berhati-hati dalam bertransaksi (tidak tergesa-gesa mengajukan
market order ) yang mengakibatkan depth pada kelompok harga saham ≥ Rp 5.000

tidak menurun.
Hasil ini juga konsisten dengan pernyataan Purwoto dan Tandelilin (2004)
bahwa depth sensitif terhadap harga dan volume perdagangan, sehingga
penurunan depth sangat jelas untuk saham-saham dengan harga rendah dan aktif
diperdagangkan.
Selanjutnya perbedaan nilai rata-rata depth saham keseluruhan sebelum
dan setelah perubahan tick size serta uji statistiknya dapat dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9
Depth Rata-rata
Depth Rata-rata

Sebelum Perubahan
Tick Size
1.055.532 lembar
saham

Setelah Perubahan
Tick Size
496.673 lembar
saham

Persentase
Perubahan

Uji Wilcoxon

−52,95%

0,000

Sumber: Data Primer Diolah

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa secara keseluruhan saham-saham yang
diamati mengalami penurunan depth yang signifikan setelah perubahan tick size.
Nilai rata-rata depth sebelum perubahan tick size adalah 1.055.532 lembar saham
dan setelah perubahan tick size adalah 496.673 lembar saham, dengan kata lain

Universitas Sumatera Utara

75

depth menurun 52,95% setelah perubahan tick size. Hasil ini juga signifikan pada

tingkat kepercayaan 95%, dengan demikian H0 ditolak. Terdapat perbedaan yang
signifikan pada depth sebelum dan setelah perubahan tick size.
Penelitian-penelitian terdahulu mencatat bahwa ketika tick size menurun,
depth juga menurun. Tick minimum dianggap sebagai biaya transaksi untuk
liquidity demanders dan premi yang diterima oleh liquidity suppliers (Harris,

2003). Apabila spread menurun setelah perubahan tick size, hal ini akan
mengakibatkan penurunan premi yang dibayarkan kepada liquidity suppliers.
Dalam kasus di BEI, hal ini berarti penurunan pada premi yang dibayarkan
kepada limit order traders karena BEI merupakan bursa dengan sistem order
driven market tanpa market makers atau liquidity suppliers.

Hasil ini konsisten dengan penelitian Dabbou (2013) di Stock Exchange of
Tunis, Gerace et al. (2012) di Hong Kong Stock Exchange, Pavabutr dan
Prangwattananon (2009) di Stock Exchange of Thailand, Bennemark dan Chen
(2007) di Stockholm Stock Exchange, Ekaputra dan Ahmad (2007) di Indonesia
Stock Exchange, Purwoto dan Tandelilin (2004) di Indonesia Stock Exchange,
Bacidore et al. (2003) di New York Stock Exchange, dan Goldstein dan Kavajecz
(2000) di New York Stock Exchange.
Penulis juga menyajikan grafik depth rata-rata diseputar perubahan tick
size untuk mempermudah melihat perubahan depth secara visual. Grafik depth

diseputar perubahan tick size dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Universitas Sumatera Utara

76

1800000
1600000
Nilai Depth

1400000
1200000
1000000
800000
Depth

600000
400000
200000
-61
-55
-49
-43
-37
-31
-25
-19
-13
-7
-1
5
11
17
23
29
35
41
47
53

0
Hari Perdagangan
Sumber: Data Primer Diolah

Gambar 4.3
Depth Rata-rata Diseputar Perubahan Tick Size

Pada Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa depth menurun setelah perubahan
tick size. Hal ini mengindikasikan bahwa investor cenderung merubah strategi

perdagangan mereka, yaitu dari strategi limit order menjadi strategi market order .
Tick size yang lebih kecil merupakan keuntungan bagi investor untuk beralih ke

strategi market order , namun konsekuensinya adalah depth menurun.
Penurunan spread dan depth ini memberikan sinyal yang berbeda untuk
likuiditas saham. Berdasarkan dimensi immediacy dan width, penurunan relative
spread mengindikasikan bahwa likuiditas saham meningkat, namun dilihat dari

sudut pandang market depth, penurunan depth mengindikasikan bahwa likuiditas
saham menurun. Penulis menggunakan rasio depth to spread untuk menyelesaikan
hasil yang bertentangan ini. Secara intuitif, rasio ini mengukur apakah penurunan
pada depth lebih besar atau lebih kecil daripada penurunan pada spread (Purwoto
dan Tandelilin, 2004). Apabila penurunan spread lebih besar daripada penurunan

Universitas Sumatera Utara

77

depth, diharapkan rasio ini memiliki nilai positif. Sebaliknya, apabila penurunan
depth lebih besar daripada penurunan spread, diharapkan rasio ini memiliki nilai

negatif.

4.3.3.3 Depth to spread
Penulis juga memberikan perlakuan yang sama pada rasio depth to spread.
Pengujian pada rasio ini dibedakan berdasarkan kelompok harga saham dan secara
keseluruhan. Tujuannya adalah untuk melihat pada kelompok mana rasio ini
mengalami peningkatan yang signifikan dan apakah secara keseluruhan sahamsaham yang diamati mengalami peningkatan rasio depth to spread. Perbedaan
nilai rata-rata depth to spread berdasarkan kelompok harga saham sebelum dan
setelah perubahan tick size serta uji statistiknya dapat dilihat pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10
Depth to Spread Rata-rata Berdasarkan Kelompok Harga Saham
Kelompok
Depth to Spread Rata-rata
Persentase
Uji

Harga Saham

Rp 200 s/d
< Rp 500
Rp 500 s/d
< Rp 2.000
Rp 2.000 s/d
< Rp 5.000
≥ Rp 5.000

(lembar saham)
Perubahan Wilcoxon
Sebelum Perubahan Setelah Perubahan
Tick Size
Tick Size
111.032.421
115.486.162
4,01%
0,161
102.076.784

136.538.075

33,76%

0,000

70.135.687

107.771.342

53,66%

0,000

53.818.162

88.728.292

64,87%

0,001

Sumber: Data Primer Diolah

Tabel 4.10 menunjukkan bahwa kelompok harga saham Rp 500 s/d < Rp
2.000, Rp 2.000 s/d < Rp 5.000, dan ≥ Rp 5.000 mengalami peningkatan rasio
depth to spread yang signifikan. Hal ini dapat dilihat dari tingkat signifikansi

Universitas Sumatera Utara

78

yang kurang dari 0,05. Pada kelompok harga saham Rp 200 s/d < Rp 500, rasio
ini justru tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini disebabkan oleh
harga saham dan besaran tick size nya sendiri.
Kelompok harga saham Rp 200 s/d < Rp 500 diperdagangkan dengan tick
minimum Rp 1 yang sebelumnya diperdagangkan dengan tick minimum Rp 5.
Hasil ini mengindikasikan bahwa tick size Rp 1 adalah pengikat bid-ask spread
yang sangat kecil yang menyebabkan investor cenderung mengajukan market
order pada saham-saham dalam rentang harga tersebut. Konsekuensi dari

perubahan strategi perdagangan ini adalah order book menipis dan market depth
menurun.
Hasil ini konsisten dengan pernyataan Purwoto dan Tandelilin (2004)
bahwa variabel kunci yang mempengaruhi variasi adalah harga saham. Pada Tabel
4.10 dapat dilihat bahwa saham-saham dengan harga tinggi cenderung meningkat
secara signifikan. Hasil ini mengindikasikan bahwa perubahan tick size memiliki
efek yang berlawanan bergantung pada tingat harga saham.
Selanjutnya perbedaan nilai rata-rata depth to spread saham keseluruhan
sebelum dan setelah perubahan tick size serta uji statistiknya dapat dilihat pada
Tabel 4.11.

Tabel 4.11
Depth to Spread Rata-rata
Depth to Spread Rata-rata
Persentase
Perubahan
Sebelum Perubahan Setelah Perubahan
Tick Size
Tick Size
89.280.751 lembar
119.642.526
34,01%
saham
lembar saham

Uji Wilcoxon

0,000

Sumber: Data Primer Diolah

Universitas Sumatera Utara

79

Tabel 4.11 menunjukkan bahwa secara keseluruhan saham-saham yang
diamati mengalami peningkatan rasio depth to spread. Nilai rata-rata depth to
spread sebelum perubahan tick size adalah 89.280.751 lembar saham dan setelah

perubahan tick size adalah 119.642.526 lembar saham, dengan kata lain depth to
spread meningkat 34,01% setelah perubahan tick size. Hasil ini juga signifikan

pada tingkat kepercayaan 95%.
Peningkatan rasio depth to spread menandakan bahwa penurunan pada
depth lebih kecil dibandingkan penurunan pada spread, sehingga dapat dikatakan

bahwa likuiditas meningkat dilihat dari sudut pandang market depth.
Penulis juga menyajikan grafik depth to spread rata-rata diseputar
perubahan tick size untuk mempermudah melihat perubahan depth to spread
secara visual. Grafik depth to spread diseputar perubahan tick size dapat dilihat
pada Gambar 4.4.

200000000
180000000
160000000
Nilai DRS

140000000
120000000
100000000
80000000

DRS

60000000
40000000
20000000
-61
-55
-49
-43
-37
-31
-25
-19
-13
-7
-1
5
11
17
23
29
35
41
47
53

0
Hari Perdagangan
Sumber: Data Primer Diolah

Gambar 4.4
Depth to Spread Rata-rata Diseputar Perubahan Tick Size

Universitas Sumatera Utara

80

Pada Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa grafik depth to spread meningkat
setelah perubahan tick size. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan pada spread
lebih besar dibandingkan penurunan pada depth , atau lebih tepatnya dikatakan
bahwa likuiditas saham tidak menurun dilihat dari sudut pandang market depth.

4.3.3 Analisis regresi
Pada bagian ini akan dipaparkan hasil analisis regresi berupa nilai
koefisien determinasi, nilai statistik F, dan nilai statistik t. Analisis regresi pada
penelitian ini dilakukan untuk menguji hipotesis 3, hipotesis 4, hipotesis 5,
hipotesis 6, hipotesis 7, hipotesis 8, hipotesis 9, dan hipotesis 10.

4.3.3.1 Koefisien determinasi
Koefisien determinasi pada penelitian ini digunakan untuk mengukur
seberapa jauh kemampuan variabel harga saham, volatilitas pengembalian, dan
frekuensi perdagangan dalam menerangkan variasi variabel dependen spread dan
depth.

4.3.3.1.1 Spread
Koefisien determinasi pada model regresi dengan variabel dependen
spread dapat dilihat pada Tabel 4.12.

Model

1

Tabel 4.12
Koefisien Determinasi Spread
R
R
Adjusted
Std. Error
Square
R Square
of the
Estimate
0,863a
0,745
0,740
0,30000

Sumber: Data Primer Diolah

Universitas Sumatera Utara

81

Berdasarkan Tabel 4.12, besarnya nilai adjusted R2 adalah 0,740. Hal ini
berarti 74 persen variasi spread dapat dijelaskan oleh variasi ketiga variabel
independen, yaitu harga saham, volatilitas pengembalian, dan frekuensi
perdagangan. Sementara 26 persen sisanya dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain
di luar model, seperti volume perdagangan, pertumbuhan aset, ukuran aset, biaya
kepemilikan, dividend yield, leverage, liquidity, dan lainnya.

4.3.3.1.2 Depth
Koefisien determinasi pada model regresi dengan variabel dependen depth
dapat dilihat pada Tabel 4.13.

Model

1

Tabel 4.13
Koefisien Determinasi Depth
R
R
Adjusted
Square
R Square
0,859a

0,738

0,732

Std. Error
of the
Estimate
0,71749

Sumber: Data Primer Diolah

Berdasarkan Tabel 4.13, besarnya nilai adjusted R2 adalah 0,732. Hal ini
berarti 73,2 persen variasi depth dapat dijelaskan oleh variasi ketiga variabel
independen, yaitu harga saham, volatilitas pengembalian, dan frekuensi
perdagangan. Sementara 26,8 persen sisanya dapat dijelaskan oleh faktor-faktor
lain di luar model, seperti volume perdagangan, pertumbuhan aset, ukuran aset,
biaya kepemilikan, dividend yield, leverage, liquidity, dan lainnya.

Universitas Sumatera Utara

82

4.3.3.2 Uji signifikansi simultan
Uji signifikansi simultan atau uji statistik F pada penelitian ini dilakukan
untuk menguji hipotesis 3 dan hipotesis 7.

4.3.3.2.1 Spread
Pernyataan hipotesis 3 beserta kriteria pengujian hipotesisnya dapat dilihat
pada Tabel 4.14.
Tabel 4.14
Pernyataan Hipotesis 3
Pernyataan Hipotesis
H0: Harga saham, volatilitas pengembalian, dan
frekuensi
perdagangan
secara
simultan
tidak
berpengaruh signifikan terhadap spread
H1: Harga saham, volatilitas pengembalian, dan
frekuensi perdagangan secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap spread

Kriteria Pengujian
H0
diterima
jika
probabilitas > 0,05
H1
diterima
jika
probabilitas < 0,05

Hasil uji F pada model regresi dengan variabel dependen spread dapat
dilihat pada Tabel 4.15.
Tabel 4.15
Uji F Variabel Dependen Spread
Model
Sum of
df
Mean
F
Squares
Square
1
Regression
75,565
6
12,594
139,937
Residual
25,830
287
0,090
Total
101,395
293

Sig.
0,000

Sumber: Data Primer Diolah

Berdasarkan Tabel 4.15 diperoleh nilai F hitung sebesar 139,937 dengan
tingkat signifikansi 0,000. Oleh karena tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05
maka H0 ditolak, dengan demikian model regresi dapat digunakan untuk
memprediksi spread atau dapat dikatakan bahwa harga saham, volatilitas

Universitas Sumatera Utara

83

pengembalian, dan frekuensi perdagangan secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap spread.

4.3.3.2.2 Depth
Pernyataan hipotesis 7 beserta kriteria pengujian hipotesisnya dapat dilihat
pada Tabel 4.16.
Tabel 4.16
Pernyataan Hipotesis 7
Pernyataan Hipotesis
H0: Harga saham, volatilitas pengembalian, dan
frekuensi
perdagangan
secara
simultan
tidak
berpengaruh signifikan terhadap depth
H1: Harga saham, volatilitas pengembalian, dan
frekuensi perdagangan secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap depth

Kriteria Pengujian
H0
diterima
jika
probabilitas > 0,05
H1
diterima
jika
probabilitas < 0,05

Hasil uji F pada model regresi dengan variabel dependen depth dapat
dilihat pada Tabel 4.17.
Tabel 4.17
Uji F Variabel Dependen Depth
Model
Sum of
df
Mean
F
Squares
Square
1
Regression
415,753
6
69,292
134,603
Residual
147,745
287
0,515
Total
563,498
293

Sig.
0,000

Sumber: Data Primer Diolah

Tabel 4.17 menunjukkan nilai F hitung sebesar 134,603 dengan tingkat
signifikansi 0,000. Oleh karena tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka H0
ditolak, dengan demikian model regresi dapat digunakan untuk memprediksi
depth atau dapat dikatakan bahwa harga saham, volatilitas pengembalian, dan

Universitas Sumatera Utara

84

frekuensi perdagangan secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap
depth.

4.3.3.3 Uji signifikansi parameter individual
Uji signifikansi parameter individual atau uji statistik t pada penelitian ini
dilakukan untuk menguji hipotesis 4, hipotesis 5, hipotesis 6, hipotesis 8, hipotesis
9, dan hipotesis 10.

4.3.3.3.1 Spread
Pernyataan hipotesis 4, hipotesis 5, dan hipotesis 6 beserta kriteria
pengujian hipotesisnya dapat dilihat pada Tabel 4.18.

Tabel 4.18
Pernyataan Hipotesis 4, Hipotesis 5, dan Hipotesis 6
Pernyataan Hipotesis
Kriteria Pengujian
diterima
jika
Hipotesis 4 H0: Harga saham secara parsial tidak H0
berpengaruh signifikan terhadap spread
probabilitas > 0,05
H1: Harga saham secara parsial H1
diterima
jika
berpengaruh signifikan terhadap spread
probabilitas < 0,05
diterima
jika
Hipotesis 5 H0: Volatilitas pengembalian saham H0
secara
parsial
tidak
berpengaruh probabilitas > 0,05
signifikan terhadap spread
H1: Volatilitas pengembalian saham H1
diterima
jika
secara parsial berpengaruh signifikan probabilitas < 0,05
terhadap spread
diterima
jika
Hipotesis 6 H0: Frekuensi perdagangan saham secara H0
parsial tidak berpengaruh signifikan probabilitas > 0,05
terhadap spread
H1: Frekuensi perdagangan saham secara H1
diterima
jika
parsial berpengaruh signifikan terhadap probabilitas < 0,05
spread

Hasil uji t pada model regresi dengan variabel dependen spread dapat
dilihat pada Tabel 4.19.

Universitas Sumatera Utara

85

Tabel 4.19
Uji t Variabel Dependen Spread
Model
Unstandardized Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std.
Beta
Error
(Constant)
−1,869 0,220
Ln_PRICE
−0,219 0,022
−0,434
Ln_VOLATILITY
0,101 0,051
0,084
Ln_FREQUENCY
−0,109 0,021
−0,246
DLn_PRICE
0,134 0,030
0,843
DLn_VOLATILITY
0,268 0,044
0,929
DLn_FREQUENCY
−0,096 0,027
−0,543

t

−8,478
−9,833
1,989
−5,198
4,450
6,079
−3,604

Sig.

0,000
0,000
0,048
0,000
0,000
0,000
0,000

Sumber: Data Primer Diolah

Penjelasan Tabel 4.19 adalah sebagai berikut:
a. Konstanta sebesar −1,869 menyatakan bahwa apabila variabel harga saham,
volatilitas pengembalian, dan frekuensi perdagangan dianggap konstan, maka
rata-rata spread sebesar −1,869 persen.
b. Koefisien regresi Ln(PRICE) sebesar −0,219 menyatakan bahwa harga saham
berpengaruh negatif terhadap spread, artinya setiap kenaikan harga saham
sebesar satu rupiah akan menurunkan spread sebesar 0,219 persen. Oleh
karena tingkat signifikansinya kurang dari 0,05 maka H0 ditolak, dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa harga saham secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap spread.
c.

Koefisien regresi Ln(VOLATILITY) sebesar 0,101 menyatakan bahwa
volatilitas pengembalian berpengaruh positif terhadap spread, artinya setiap
kenaikan volatilitas pengembalian sebesar satu persen akan meningkatkan
spread sebesar 0,101 persen. Oleh karena tingkat signifikansinya kurang dari

Universitas Sumatera Utara

86

0,05 maka H0 ditolak, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa volatilitas
pengembalian saham secara parsial berpengaruh signifikan terhadap spread.
d. Koefisien regresi Ln(FREQUENCY) sebesar −0,109 menyatakan bahwa
frekuensi perdagangan berpengaruh negatif terhadap spread, artinya setiap
kenaikan frekuensi perdagangan sebesar satu kali akan menurunkan spread
sebesar 0,109 persen. Oleh karena tingkat signifikansinya kurang dari 0,05
maka H0 ditolak, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa frekuensi
perdagangan saham secara parsial berpengaruh signifikan terhadap spread.
e. Koefisien regresi DLn(PRICE) sebesar 0,134 menyatakan bahwa harga saham
sebelum dan setelah perubahan tick size berpengaruh terhadap spread. Adapun
perhitungannya adalah sebagai berikut:
Ln(SPREAD)sebelum = −1,869 + 0,134 D0*Ln(PRICE) = −1,869
Ln(SPREAD)setelah = 1,869 + 0,134 D1*(Ln PRICE) = −1,735
Hal tersebut menunjukkan bahwa spread setelah perubahan tick size lebih
rendah dibandingkan sebelum perubahan tick size.
f. Koefisien regresi DLn(VOLATILITY) sebesar 0,268 menyatakan bahwa
volatilitas pengembalian saham sebelum dan setelah perubahan tick size
berpengaruh terhadap spread. Adapun perhitungannya adalah sebagai berikut:
Ln(SPREAD)sebelum = −1,869 + 0,268 D0*Ln(VOLATILITY) = −1,869
Ln(SPREAD)setelah = 1,869 + 0,268 D1*Ln(VOLATILITY) = −1,601
Hal tersebut menunjukkan bahwa spread setelah perubahan tick size lebih
rendah dibandingkan sebelum perubahan tick size.

Universitas Sumatera Utara

87

g. Koefisien regresi DLn(FREQUENCY) sebesar -0,096 menyatakan bahwa
frekuensi perdagangan saham sebelum dan setelah perubahan tick size
berpengaruh terhadap spread. Adapun perhitungannya adalah sebagai berikut:
Ln(SPREAD)sebelum = −1,869 − 0,096 D0*Ln(FREQUENCY) = −1,869
Ln(SPREAD)setelah = 1,869 − 0,096 D1*Ln(FREQUENCY) = −1,965
Hal tersebut menunjukkan bahwa spread setelah perubahan tick size lebih
tinggi dibandingkan sebelum perubahan tick size.

Berdasarkan hasil uji t, dapat disimpulkan bahwa spread dipengaruhi oleh
harga saham, volatilitas pengembalian, dan frekuensi perdagangan dengan
persamaan matematis sebagai berikut:
Ln(SPREADi) = −1,869 – 0,219 Ln(PRICEi) + 0,101 Ln(VOLATILITYi) – 0,109
Ln(FREQUENCYi)

+

0,134

D*Ln(PRICEi)

+

0,268

D*Ln(VOLATILITYi) – 0,096 D*Ln(FREQUENCYi) + 
4.3.3.3.2 Depth
Pernyataan hipotesis 8, hipotesis 9, dan hipotesis 10 beserta kriteria
pengujian hipotesisnya dapat dilihat pada Tabel 4.20.

Tabel 4.20
Pernyataan Hipotesis 8, Hipotesis 9, dan Hipotesis 10
Pernyataan Hipotesis
Kriteria Pengujian
diterima
jika
Hipotesis 8 H0: Harga saham secara parsial tidak H0
berpengaruh signifikan terhadap depth probabilitas > 0,05
H1: Harga saham secara parsial H1
diterima
jika
berpengaruh signifikan terhadap depth probabilitas < 0,05
diterima
jika
Hipotesis 9 H0: Volatilitas pengembalian saham H0
secara parsial tidak berpengaruh probabilitas > 0,05
signifikan terhadap depth

Universitas Sumatera Utara

88

(Lanjutan)

Hipotesis 10

H1: Volatilitas pengembalian saham
secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap depth
H0: Frekuensi perdagangan saham
secara parsial tidak berpengaruh
signifikan terhadap depth
H1: Frekuensi perdagangan saham
secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap depth

H1
diterima
jika
probabilitas < 0,05
H0
diterima
jika
probabilitas > 0,05
H1
diterima
jika
probabilitas < 0,05

Hasil uji t pada model regresi dengan variabel dependen depth dapat
dilihat pada Tabel 4.21.

Tabel 4.21
Uji t Variabel Dependen Depth
Model
Unstandardized Standardized
t
Coefficients
Coefficients
B
Std.
Beta
Error
(Constant)
12,431 0,527
23,577
Ln_PRICE
−0,879 0,053
−0,740 −16,521
Ln_VOLATILITY
−0,319 0,121
−0,113 −2,637
Ln_FREQUENCY
0,963 0,050
0,926 19,269
DLn_PRICE
0,228 0,072
0,611
3,175
DLn_VOLATILITY
0,354 0,105
0,521
3,359
DLn_FREQUENCY
−0,206 0,064
−0,494 −3,228

Sig.

0,000
0,000
0,009
0,000
0,002
0,001
0,001

Sumber: Data Primer Diolah

Penjelasan Tabel 4.21 adalah sebagai berikut:
a. Konstanta sebesar 12,431 menyatakan bahwa apabila variabel harga saham,
volatilitas pengembalian, dan frekuensi perdagangan dianggap konstan, maka
rata-rata depth sebesar 12,431 lembar.
b. Koefisien regresi Ln(PRICE) sebesar −0,879 menyatakan bahwa harga saham
berpengaruh negatif terhadap depth, artinya setiap kenaikan harga saham
sebesar 10 rupiah akan menurunkan depth sebesar 8,79 lembar. Oleh karena

Universitas Sumatera Utara

89

nilai signifikansinya kurang dari 0,05 maka H0 ditolak, dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa harga saham secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap de