keefektifan model learning together berb

1

BAB 1
PENDAHULUAN

Pada bab pendahuluan, dipaparkan mengenai latar belakang masalah, identifikasi
masalah, pembatasan masalah dan paradigma penelitian, rumusan masalah, tujuan
penelitian, serta manfaat penelitian.

1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia. Manusia membutuhkan pendidikan agar dapat memiliki kemampuan dan kepribadian yang
berkembang. Pendidikan dapat mengembangkan semua kemampuan dan kepribadian manusia, yang mencakup pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilannya.
Pendidikan bertujuan untuk mencapai kepribadian individu yang lebih baik dan
mengarahkan siswa agar dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada di
dalam dirinya.
Pendidikan bagi bangsa Indonesia merupakan faktor yang sangat penting.
Salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia yang tertera dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke empat adalah “mencerdaskan kehidupan
bangsa”. Tujuan tersebut salah satunya diwujudkan melalui pendidikan. Dijelaskan pula dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya


1

2

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Pendidikan merupakan alat pembentuk kepribadian seseorang, seperti yang
termuat pada Dictionary of Education dalam Munib (2010: 30) adalah proses seseorang dalam mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah
laku lainnya di dalam masyarakat tempat dia hidup. Pendidikan adalah proses sosial seseorang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol khususnya yang datang dan sekolah, sehingga dia dapat memperoleh atau
mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu secara optimal.
Pendidikan menjadi hak bagi seluruh warga negara Indonesia sebagaimana
tercantum dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Republik Indonesia tahun 1945
pasal 31 ayat (1) yang berbunyi “setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Usaha sadar dan terencana sebagaimana yang dimaksud dalam UndangUndang tersebut merupakan proses pembelajaran yang matang dan terencana
sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 tahun 2007 tentang
Standar Proses yaitu:
Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah
harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi

siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi

3

prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan
perkembangan fisik serta psikologis siswa.
Proses pembelajaran yang sesuai dengan Standar Proses tersebut ditujukan
untuk beberapa jalur pendidikan, salah satunya yaitu jalur pendidikan formal. Pendidikan formal terdiri dari jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi. Institusi pendidikan formal yang diakui lembaga pendidikan
negara adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan di Indonesia. Institusi pendidikan
formal yang dimaksud yaitu sekolah. Seperti yang tercantum pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1
Ayat 11, yaitu “pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan
berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi”. Salah satu pendidikan dasar di jalur formal yaitu sekolah dasar.
Sekolah dasar sebagai pendidikan dasar pada jalur formal memegang
peranan penting dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan
nasional akan dapat tercapai bilamana didukung oleh semua komponen yang ada
di dalam sistem yang bersangkutan. Terdapat komponen-komponen utama dalam
sistem pendidikan nasional antara lain: siswa, guru, tujuan pendidikan, kurikulum,
metode, dan lingkungan. Keenam komponen tersebut mempunyai hubungan yang
tidak terpisahkan satu sama lain. Tanpa kehadiran salah satu komponen tersebut

proses interaksi tidak akan terjadi dan tujuan pendidikan tidak akan pernah
terwujud dengan baik.
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang memiliki peran strategis
dalam sistem pendidikan. Hakikat kurikulum menurut Saylor dan Alexander
dalam Hamid (2012: 15) adalah keseluruhan usaha yang dilakukan oleh lembaga

4

pendidikan atau sekolah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Definisi
tersebut menggambarkan bahwa kurikulum bukan sekedar mata kuliah atau mata
pelajaran, melainkan termasuk proses belajar mengajar, dan usaha lain yang
berkaitan dengan sekolah atau lembaga pendidikan. Usaha untuk mencapai tujuan
pendidikan berkaitan dengan arti kurikulum tersebut yang dilakukan dalam situasi
internal ataupun eksternal kelas, artinya dapat dilaksanakan didalam sekolah
ataupun diluar sekolah. Oleh karena itu, kurikulum berkaitan dengan metodologi
pendidikan.
Ketentuan yang terkait dengan kurikulum pendidikan dasar secara garis
besar diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 37 ayat 1 yang
menyatakan bahwa:
Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: pendidikan

agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan
alam, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan
olahraga, keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal. Oleh karena itu,
kurikulum memegang peran penting dalam mewujudkan sekolah yang
bermutu dan berkualitas.
Pada jenjang pendidikan sekolah dasar menggunakan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Menurut Suyati (2011: 99) Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksananakan di
tiap-tiap satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan
dengan bedasarkan pada standar kompetensi lulusan, standar isi, standar
kompetensi, dan kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP).
Struktur kurikulum yang dikembangkan mencakup tiga komponen, yaitu:
(1) mata pelajaran, (2) muatan lokal, dan (3) pengembangan diri. Ketiga kegiatan

5

tersebut berguna untuk mengoptimalkan potensi siswa. Salah satu komponen
penting di dalam kurikulum adalah pengembangan diri. Secara konseptual, dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006, disebutkan bahwa

“pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh
guru”. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, potensi,
bakat, minat, kondisi dan perkembangan siswa dengan memperhatikan kondisi
sekolah/madrasah. Mengacu pada kurikulum tersebut, diharapkan pembelajaran
dapat berlangsung secara efektif dan optimal sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai pada semua mata pelajaran, termasuk mata pelajaran Seni Budaya dan
Keterampilan (SBK).
Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan sebagaimana yang diamanatkan
dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional, Pendidikan tidak hanya terdapat dalam satu mata pelajaran
karena budaya itu sendiri meliputi segala aspek kehidupan. Aspek budaya dalam
mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan tidak dibahas secara tersendiri
tetapi terintegrasi dengan seni. Sehubungan dengan hal tersebut, mata pelajaran
Seni Budaya dan Keterampilan pada dasarnya merupakan pendidikan seni yang
berbasis budaya.
SBK merupakan salah satu mata pelajaran yang bersifat non eksak serta sebagai sarana yang paling efektif bagi pendidikan kreativitas siswa. SBK memberikan dampak positif bagi perkembangan siswa, baik dari segi sosial maupun
kemampuan diri dan pengetahuan dalam bidang seni. Melalui pendidikan seni di

6


sekolah, maka akan terpenuhinya keseimbangan rasional, emosional, dan kegiatan
motorik siswa.
Mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan memuat beberapa cabang
seni, antara lain seni musik, seni tari, dan seni rupa. Seni tari merupakan ungkapan perasaan manusia yang dinyatakan dengan gerakan-gerakan tubuh manusia.
Gerak merupakan bagian yang paling dominan sebagai ungkapan ekspresi jiwa seseorang dalam mengungkapkan perasaan bahagia, sedih, gembira, dan lain sebagainya. Unsur-unsur seni tari menurut Pamadhi (2009: 2.36-2.29) meliputi gerak,
unsur tenaga, unsur ruang, dan unsur waktu.
Tujuan pendidikan seni tari menurut Jazuli (2008: 20) adalah untuk memberikan pengalaman berkesenian kepada siswa dalam rangka untuk membantu pengembangan potensi yang dimilikinya, terutama potensi kecerdasan emosional
agar seimbang dengan potensi intelektualnya. Seni tari yang dilaksanakan di
sekolah dasar dapat menjadi suatu wadah untuk mengembangkan potensi, bakat,
minat dan kreativitas siswa. Minat merupakan unsur terpenting dalam suatu
kegiatan belajar di sekolah, khususnya di sekolah dasar. Menurut Slameto (2013:
180) Minat adalah rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu
hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat hubungan
tersebut, maka semakin besar pula minat yang ada. Minat yang ada pada diri siswa
memiliki pengaruh yang besar terhadap hasil belajar siswa tersebut. Hasil belajar
seni tari akan meningkat jika dalam proses pembelajaran seni tari dirancang sedemikian rupa agar menarik perhatian siswa untuk belajar seni tari.
Guru bertugas untuk menciptakan pembelajaran yang dapat mengembangkan segala potensi dan kemampuan siswa secara seimbang dan optimal agar

7


siswa dapat mengembangkan bakat dan kreativitas siswa dalam berkarya.
Demikian juga dalam pendidikan seni tari, seorang guru hendaknya tidak hanya
membina perkembangan siswa sebagai individu saja, akan tetapi kemampuan
sosial siswa juga perlu diperhatikan. Harapannya agar siswa dapat diterima dalam
kehidupan di tengah masyarakat tempat tinggalnya. Hal ini sesuai dengan kodrat
manusia yaitu sebagai makhluk sosial.
Sejalan dengan hal tersebut, agar berbagai manfaat dan tujuan dari pembelajaran seni tari ini terwujud, maka guru harus mampu membuat siswa aktif dan kreatif dalam pembelajaran. Ada berbagai cara yang dapat dilakukan oleh guru, antara lain dengan memberikan apersepsi yang menarik, seperti menggunakan media
pembelajaran yang inovatif, atau menerapkan model pembelajaran yang lebih kreatif, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Pada bulan Januari 2017 peneliti melakukan pengamatan dan wawancara
dengan Kholidah S.Pd dan Marwadi, S.Pd SD selaku guru kelas IIA dan IIB SDN
Cangkring 2 Kabupaten Tegal. Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh informasi
bahwa guru di SDN Cangkring 2 Kabupaten Tegal belum efektif dalam merancang kegiatan pembelajaran. Perencanaan tersebut meliputi model dan media
pembelajaran yang sesuai materi pembelajaran. Guru kurang memahami penggunaan model kooperatif, sehingga guru ragu untuk menggunakan model kooperatif
dalam pembelajaran seni tari. Selain itu, kurangnya penggunaan media pembelajaran dalam pembelajaran seni tari di SDN Cangkring 2 Kabupaten Tegal mengakibatkan beberapa permasalahan yang timbul dalam pembelajaran seni tari. Permasalahan yang ditimbulkan antara lain kurangnya minat siswa dalam pembelajaran seni tari, sehingga mengakibatkan hasil belajar seni tari kurang memuaskan.

8

Sedangkan kegiatan seni tari itu sendiri seharusnya dapat dimanfaatkan guru untuk dapat mengoptimalkan masa keemasan ekspresi kreatif siswa dengan menyuguhkan berbagai pengalaman belajar yang baru bagi siswa. Dari hasil wawancara
tersebut didapatkan informasi tentang pelaksanaan model konvensional pada pembelajaran menyajikan tarian pendek tema gerak alam semesta menyebabkan kurang berkembangnya kreativitas siswa dalam menuangkan ide, gagasan, dan kreativitas dalam menari.
Pembelajaran konvensional juga akan berpengaruh terhadap aktivitas belajar

siswa, seperti yang dikemukakan oleh Djamarah (2011: 13) bahwa belajar adalah
serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya
yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.
Agar pembelajaran seni tari lebih menarik dan memotivasi siswa maka
diperlukan adanya perlakuan yang berbeda pada proses pembelajaran yaitu
dengan penggunaan model pembelajaran yang tepat. Pembelajaran seni tari
hendaknya dirancang sedemikian rupa agar dapat mengembangkan dan melatih
siswa untuk memecahkan berbagai permasalahan. Tujuan pembelajaran seni tari
dapat tercapai apabila diterapkan model pembelajaran yang dapat menarik dan
mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Model pembelajaran yang dapat
diterapkan yaitu Learning Together (LT) merupakan salah satu model
pembelajaran kooperatif.
Huda (2013: 119) menjelaskan Learning Together merupakan model
pembelajaran yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Tiaptiap kelompok diminta untuk menghasilkan satu produk kelompok (single group

9

product). Model pembelajaran Learning Together mewajibkan guru untuk
mengawasi kelompok-kelompok tersebut berdasarkan lima elemen kooperatif

antara lain: (1) interpedensi positif, (2) akuntabilitas individu, (3) interaksi
langsung, (4) keterampilan-keterampilan sosial, (5) pemrosesan kelompok.
Model Learning Together sesuai diterapkan pada materi menyajikan tarian
pendek tema gerak alam semesta yang akan diteliti. Materi tersebut memiliki
tujuan pembelajaran untuk membuat sebuah proyek dalam akhir pembelajaran.
Model ini memiliki prosedur yang rapi, sehingga guru dapat memahami aturan
model ini dan siswa juga mudah memahami isi materi serta terlibat aktif dalam
pembelajaran. Selain itu, dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang diri
siswa dan alam semesta, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berbagi
pemahaman baru dengan teman sekelasnya.
Selain model pembelajaran kooperatif, diperlukan alat untuk membantu
guru menyampaikan materi kepada siswa saat proses pembelajaran yang disebut
media

pembelajaran.

Proses

pelaksanaan


belajar

mengajar

hendaknya

menggunakan media yang tepat, sehingga akan tercipta pembelajaran yang aktif,
kreatif dan menyenangkan.
Hakikat media pembelajaran menurut Anitah (2008: 6.11) Media
pembelajaran

adalah

saluran

atau

jembatan-jembatan

dari


pesan-pesan

pembelajaran yang disampaikan oleh sumber pesan atau guru kepada penerima
pesan yaitu siswa dengan maksud agar pesan-pesan tersebut dapat diserap dengan
cepat dan tepat sesuai tujuannya. Salah satu media pembelajaran yang tepat
dilakukan untuk mata pelajaran seni tari yaitu media audio visual. Salah satu

10

contoh dari media audio visual yaitu media video. Daryanto (2016: 104-105)
media video merupakan media yang sangat efektif untuk membantu proses
pembelajaran, baik untuk pembelajaran masal, individu, maupun berkelompok.
Media video adalah segala sesuatu yang memungkinkan sinyal audio dapat
dikombinasikan dengan gambar bergerak secara sekuensial. Video juga
merupakan bahan ajar noncetak yang kaya informasi dan tuntas karena dapat
sampai kehadapan siswa secara langsung. Disamping itu, video menambah suatu
dimensi baru terhadap pembelajaran, hal ini karena karakteristik media video yang
dapat menyajikan gambar bergerak pada siswa disamping suara yang
menyertainya. Hal tersebut menjadikan siswa merasa seperti berada disuatu
tempat yang sama pada program yang ditayangkan video. Tingkat daya serap dan
daya ingat siswa terhadap materi pelajaran dapat meningkat secara signifikan jika
proses pemerolehan informasi awalnya lebih besar melalui indera pendengaran
dan penglihatan.
Penelitian mengenai media Audiovisual berbentuk video pernah dilakukan
oleh beberapa peneliti, yaitu oleh Nur Fitri Nugraheni mahasiswa dari PGSD
UNNES pada tahun 2016. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen dengan judul “Keefektifan Model Circuit Learning Berbantu Media Audio Visual
dalam Pembelajaran IPS pada Siswa Kelas V SDN Pesurungan Lor 1 Kota Tegal”. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa penerapan media video
dapat meningkatkan hasil belajar yang sangat memuaskan dan juga mampu
meningkatkan performansi guru dalam pembelajaran IPS materi proklamasi. Penelitian yang dilakukan oleh Riesma Cyndai Lestari mahasiswa Pendidikan Tata

11

Rias Universitas Negeri Surabaya pada tahun 2013. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen dengan judul “Pengaruh Penerapan Media Video terhadap
Hasil Belajar Siswa pada Sub Kompetensi Merias Wajah Panggung Kelas X Tata
Kecantikan Kulit di SMKN 2 Boyolangu Tulungagung”. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa penerapan media video dapat meningkatkan hasil belajar dan respon siswa pada sub kompetensi rias wajah panggung kelas X tata kecantikan kulit di SMKN 2 Boyolangu Tulungagung.
Perlunya pemahaman guru mengenai model pembelajaran kooperatif khususnya tipe Learning Together yang sesuai materi pelajaran, diharapkan mampu
mengurangi keraguan guru dalam melaksanakan pembelajaran seni tari menggunakan model pembelajaran selain model konvensional. Kreativitas guru dalam
mengembangkan media belajar dibutuhkan dalam melaksanakan pembelajaran
seni tari, karena media pembelajaran yang tepat dan unik akan menarik minat siswa untuk belajar seni tari.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka peneliti melaksanakan penelitian tentang penerapan model pembelajaran Learning Together
(LT) dan media Video untuk meningkatkan minat dan hasil belajar seni tari.
Peneliti memilih judul “Keefektifan Model Learning Together (LT) Berbantu Media Video Terhadap Minat dan Hasil Belajar Seni Tari SDN Cangkring 2 Kabupaten Tegal”.

1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
(1) Pembelajaran seni tari masih menerapkan model konvensional.

12

(2)

Guru belum menggunakan model pembelajaran yang sesuai isi materi pem-

(3)

belajaran.
Guru kurang memahami prosedur dan tingkat keefektifan berbagai model

(4)

pembelajaraan kooperatif, sehingga guru ragu untuk menerapkannya.
Guru belum menggunakan media pembelajaran yang dapat menarik perhati-

(5)

an siswa untuk mengikuti pembelajaran.
Minat belajar siswa dalam pembelajaran SBK bidang seni tari masih relatif

(6)

rendah.
Hasil belajar siswa dalam pembelajaran SBK bidang seni tari belum memuaskan.

1.3 Pembatasan Masalah
Berdasarkan indentifikasi masalah dapat diketahui bahwa masalah yang ada
bersifat umum dan terlalu luas, sehingga perlu dibatasi untuk memperoleh kajian
yang efektif dan mendalam. Peneliti membatasi permasalahan sebagai berikut:
(1) Materi yang dipelajari terbatas pada mata pelajaran SBK bidang seni tari
yaitu menyajikan tarian pendek. Indikator pembelajaran yang diteliti berupa
(2)

memperagakan tarian pendek.
Penelitian ini berfokus pada minat dan hasil belajar materi menyajikan tarian pendek. Minat yang dimaksud yaitu minat dalam mengikuti pembelajaran SBK bidang seni tari materi menyajikan tarian pendek. Hasil belajar

(3)

yang diteliti adalah ranah psikomotorik.
Media video yang digunakan adalah video contoh tarian pendek dengan
tema “gerak alam semesta”.

1.4 Paradigma Masalah

13

Penelitian ini mempunyai tiga variabel yaitu model Learning Together sebagai variabel bebas (X) yang memengaruhi minat dan hasil belajar Seni tari sebagai variabel terikat (Y 1 dan Y 2 ). Berdasarkan pendapat Sugiyono (2013: 70),
paradigma penelitian yang diterapkan yaitu paradigma ganda dengan dua variabel
dependen. Hubungan antarvariabel tersebut dapat dilihat pada bagai berikut:

Y1

X
Y2
Bagan 1.1 Paradigma Penelitian Ganda dengan Dua Variabel Dependen
Keterangan:
X : Model Learning Together berbantu media video
Y 1 : Minat belajar seni tari
Y 2 : Hasil belajar seni tari

1.5 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dijelaskan,
rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
(1) Apakah terdapat perbedaan minat belajar seni tari materi menyajikan tarian
pendek tema gerak alam semesta pada siswa kelas II SDN Cangkring 2 Kabupaten Tegal antara yang menggunakan model Learning Together berbantu
(2)

media video dan yang menggunakan model konvensional?
Apakah terdapat perbedaan hasil belajar seni tari materi menyajikan tarian
pendek tema gerak alam semesta pada siswa kelas II SDN Cangkring 2 Ka-

14

bupaten Tegal antara yang menggunakan model Learning Together pada
siswa kelas II berbantu media video dan yang menggunakan model konven(3)

sional?
Lebih efektif mana antara penggunaan model Learning Together berbantu
media video dengan penggunaan model konvensional terhadap minat belajar
seni tari materi menyajikan tarian pendek tema gerak alam semesta pada

(4)

siswa kelas II SDN Cangkring 2 Kabupaten Tegal?
Lebih efektif mana antara penggunaan model Learning Together berbantu
media video dengan penggunaan model konvensional terhadap hasil belajar
seni tari materi menyajikan tarian pendek tema gerak alam semesta pada
siswa kelas II SDN Cangkring 2 Kabupaten Tegal?

1.6 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan harapan-harapan yang akan dicapai dalam
penelitian dan menjadi patokan keberhasilannya. Penelitian ini memiliki tujuan
yang terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus penelitian. Berikut uraian tentang tujuan umum dan tujuan khusus dari penelitian ini.
1.1.1

Tujuan Umum
Tujuan umum merupakan tujuan yang bersifat umum dan luas cakupannya.

Tujuan umum penelitian ini yaitu untuk menguji keefektifan model Learning
Together berbantu media video dalam pembelajaran seni tari materi menyajikan
tarian pendek tema gerak alam semesta pada siswa kelas II SD N Cangkring 2
Kabupaten Tegal. Selain itu, penelitian ini juga dapat memberikan sumbangan
pengetahuan dan peningkatan kualitas pendidikan khususnya pendidikan pada
jenjang sekolah dasar.

15

1.1.1.6.2
(1)

Tujuan Khusus

Menganalisa dan mendeskripsi perbedaan minat belajar seni tari materi
menyajikan tarian pendek tema gerak alam semesta pada siswa kelas II SDN
Cangkring 2 Kabupaten Tegal antara yang menggunakan model Learning
Together berbantu media video dan yang menggunakan pembelajaran
konvensional.

(2)

Menganalisa dan mendeskripsi perbedaan hasil belajar seni tari materi
menyajikan tarian pendek tema gerak alam semesta pada siswa kelas II SDN
Cangkring 2 Kabupaten Tegal antara yang menggunakan model Learning
Together berbantu media video dan yang menggunakan pembelajaran
konvensional.

(3) Menganalisa dan mendeskripsi lebih efektif mana minat belajar belajar seni
tari materi menyajikan tarian pendek tema gerak alam semesta pada siswa kelas II SDN Cangkring 2 Kabupaten Tegal II antara yang menggunakan model
Learning Together berbantu media video dan yang menggunakan pembelajaran konvensional.
(4) Menganalisa dan mendeskripsi lebih efektif mana hasil belajar seni tari materi menyajikan tarian pendek tema gerak alam semesta pada siswa kelas II
SDN Cangkring 2 Kabupaten Tegal ntara yang menggunakan model Learning Together berbantu media video dan yang menggunakan pembelajaran
konvensional
.

1.7 Manfaat Penelitian

16

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu
manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaat teoritis yaitu manfaat dalam bentuk
hasil pemikiran yang berkaitan dengan teori yang digunakan, sedangkan manfaat
praktis yaitu manfaat dalam bentuk praktik yang ditujukan kepada pihak-pihak
yang terlibat dalam penelitian. Berikut ini adalah uraian manfaat teoritis dan manfaat praktik dari penelitian ini.
.7.1
Manfaat Teoritis
1)
Menambah pengetahuan dibidang pendidikan terutama tentang penggunaan model Learning Together berbantu media video pada pembelajaran
2)

Seni tari.
Menjadi referensi bagi penelitian sejenis di sekolah dasar yang memiliki

karakteristik relatif sama dengan SDN Cangkring 2 Kabupaten Tegal.
.7.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi banyak pihak yaitu
peneliti, siswa, guru, dan sekolah tempat penelitian dilaksanakan. Berikut uraian
mengenai manfaat praktis dari penelitian ini.
1.1.1.1 Bagi Siswa
(1) Menciptakan kondisi pembelajaran seni tari khususnya materi menyajikan
tarian pendek yang menarik bagi siswa.
(2) Mengoptimalkan hasil belajar materi menyajikan tarian pendek pada siswa.
(3) Menumbuhkan minat siswa dalam proses pembelajaran seni tari materi
menyajikan tarian pendek
1.1.1.1.7.2.2 Bagi Guru
(1) Menambah pengetahuan guru tentang model pembelajaran Learning Together
berbantu media video

dalam pembelajaran seni tari khususnya materi

menyajikan tarian pendek.
(2) Memberi motivasi guru untuk menggunakan model dan media pembelajaran
yang inovatif untuk menciptakan suasana pembelajaran yang lebih
menyenangkan dan bermakna bagi siswa.

17

(3) Memberikan masukan bagi guru untuk lebih dapat memanfaatkan sarana dan
prasarana, seperti media pembelajaran.
.7.2.3 Bagi Sekolah
(1)

Memberikan

informasi

mengenai

salah

satu

permasalahan

dalam

pembelajaran. Informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat
menjadi pertimbangan sekolah dalam mengambil kebijakan untuk mengatasi
permasalahan sejenis dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran di
(2)

sekolah.
Memberi masukan bagi sekolah untuk lebih memperbanyak sarana dan
prasarana seperti media pembelajaran.

.7.2.4 Bagi Peneliti
Manfaat penelitian ini bagi peneliti yaitu memberikan pengalaman melaksanakan penelitian dibidang pendidikan, khususnya mengenai pengujian keefektifan model pembelajaran Learning Together berbantu media video dalam pembelajaran Seni tari. Pengetahuan yang diperoleh dari penelitian ini dapat menjadi bekal
jika peneliti melaksanakan penelitian selanjutnya.

BAB 2
KAJIAN PUSTAKA

Pada kajian pustaka dipaparkan mengenai landasan teori, hasil penelitian yang
relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis.

.1

Kajian Teori

18

Landasan teori merupakan dasar pijakan bagi peneliti dalam melakukan penelitian. Pada landasan teori membahas mengenai belajar, faktor-faktor yang memengaruhi belajar, pembelajaran yang efektif, minat belajar Seni tari, hasil belajar
seni tari, karakteristik perkembangan siswa sekolah dasar, mata pelajaran SBK,
hakikat seni, hakikat seni tari, unsur-unsur seni tari, karakteristik tari siswa sekolah dasar, penilaian seni tari, karakteristik materi menyajikan tarian pendek tema
gerak alam semesta, model pembelajaran kooperatif, model Learning Together,
media pembelajaran, dan media video.
.1.1
Teori Belajar
Belajar memiliki peranan penting dalam perubahan perilaku setiap individu.
Belajar dapat terjadi di mana saja, kapan saja dan dengan siapa saja, tidak harus
dalam kondisi formal di dalam kelas tetapi dapat dilakukan baik secara informal
atau pun nonformal. Terdapat banyak pengertian tentang pengertian belajar menurut para ahli. Menurut Skinner (1958) dalam Rifa’i dan Anni (2012: 90) belajar
merupakan proses perubahan perilaku. Perubahan perilaku yang dimaksud yaitu
sikap, keterampilan, dan pemikiran yang tidak dihasilkan oleh faktor-faktor lain.
Pengertian Belajar menurut Slameto (2013: 2) adalah suatu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
19
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Belajar sebagai suatu perubahan yang relatif dalam menetapkan tingkah laku sebagai akibat atau hasil dari pengalaman yang sebelumnya. Selain itu, Belajar merupakan perubahan tingkah laku (a change in behaviour), seperti yang dikemukakan oleh Ernest R. Hilgard (1948) dalam Anitah (2012: 2.4)
menyatakan “learning is the process by which an activity originates or is changed
through training procedure’s”. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku

19

yang diperoleh melalui latihan dan perubahan, hal itu disebabkan karena adanya
dukungan dari lingkungan yang positif.
Gagne (1984) mengemukakan bahwa belajar adalah proses suatu organisme
berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman, seperti yang dikemukakan oleh
Cronbach dalam Ruhimat (2012: 127) “learning may be defined as the process by
which a relatively enduring change in behaviour occurs as a reult of experiences
or practice”.Indikator belajar ditentukan oleh perubahan dalam tingkah laku yang
bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman atau pelatihan. Sementara itu
Sardiman (2014: 20), mendefinisikan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya. Belajar akan lebih
baik jika subjek belajar ikut mengalami dan melakukannya sehingga tidak bersifat
verbalistik. Jadi, makna belajar disini, bukan berangkat dari sesuatu yang benarbenar belum diketahui (nol), namun belajar merupakan keterkaitan antara pengetahuan yang sudah dipahami dengan pengetahuan yang baru dipahami.
Anitah (2012: 1.9-15) menjelaskan tentang prinsip-prinsip belajar, bahwa
prinsip-prinsip belajar akan sangat menentukan proses dan hasil belajar siswa.
Prinsip-prinsip tersebut meliputi: (1) Motivasi, (2) Perhatian, (3) Aktivitas, (4) Balikan, (5) Perbedaan Invidual.
Dari beberapa uraian tersebut, maka dapat disimpulan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru. Perubahan yang diperoleh dari belajar secara keseluruhan sebagai pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Perubahan perilaku tersebut dapat berupa pengetahuan, keterampilan,
sikap, dan kepribadian seseorang.

20

.1.2 Pembelajaran yang Efektif
Efektif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sesuatu
yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil,
dan merupakan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan. Sedangkan pembelajaran adalah proses interaksi antar individu dengan lingkungan yang terjadi secara
alamiah dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana yang sudah dicantumkan dalam Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (20) tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang berbunyi “pembelajaran merupakan proses interaksi
siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Sementara itu, Susanto (2015: 19) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah bantuan yang diberikan pendidik agar terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan, kemahiran, dan tabiat, serta pembentukan sikap dan keyakinan
pada siswa.
Sedangkan pembelajaran dikatakan efektif apabila hasil dan aktivitas belajar
siswa dengan pendekatan pemecahan masalah lebih baik dibandingkan dengan
pendekatan pembelajaran konvensional pada tingkat ketuntasan tertentu, hal tersebut terjadi karena adanya pengaruh yang ditimbulkan dari suatu tindakan. Seperti
yang dikemukakan oleh Miarso dalam Uno (2012: 173-4) bahwa pembelajaran
efektif merupakan pembelajaran yang dapat menghasilkan belajar yang memiliki
manfaat bagi siswa dan lebih berpusat pada siswa (student centered) dengan
menggunakan prosedur yang tepat. Pembelajaran efektif yaitu pembelajaran yang
menuntut terjadinya belajar pada siswa dan bagaimana cara yang dilakukan guru
dalam menyampaikan materi pelajaran.
Kemudian Susanto (2015: 54) mengatakan bahwa untuk mewujudkan suatu
pembelajaran yang efektif, maka perlu memperhatikan beberapa aspek, di antara-

21

nya: (1) guru harus membuat persiapan mengajar yang sistematis; (2) proses belajar mengajar (pembelajaran) harus berkualitas tinggi yang ditunjukkan dengan
adanya penyampaian materi oleh guru secara sistematis, dan menggunakan berbagai variasi di dalam penyampaian, baik itu media, metode, suara, maupun gerak;
(3) waktu selama proses belajar mengajar harus berlangsung digunakan secara
efektif dan efisien; (4) diharapkan motivasi mengajar guru dan motivasi belajar
siswa cukup tinggi; (5) diharapkan pula hubungan interaktif antara guru dan siswa
dalam kelas bagus sehingga setiap terjadi kesulitan belajar dapat segera diatasi.
Berdasarkan dari beberapa pendapat ahli, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran efektif dapat tercipta apa bila adanya interaksi antara guru dengan
siswa dalam pembelajaran yang memiliki manfaat bagi siswa dan lebih berpusat
pada siswa (student centered) dengan menggunakan prosedur yang tepat.
Pembelajaran yang efektif dapat tercipta apabila guru mampu menarik perhatian siswa untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus
mampu menguasai kondisi kelas dan mengetahui karakteristik siswanya.
.1.3 Faktor yang Memengaruhi Belajar
Keberhasilan belajar dalam proses pembelajaran di ruang kelas dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Anitah, dkk (2008: 2.7) mengelompokkan faktor-faktor tersebut menjadi dua kelompok, yaitu faktor dari dalam diri siswa (intern) dan dari
luar diri siswa (ekstern). Pertama, faktor dari dalam diri siswa (intern) yang berpengaruh terhadap hasil belajar, yaitu kecakapan minat, bakat, usaha, motivasi, perhatian, kelemahan dan kesehatan, serta kebiasaan. Minat belajar berkaitan dengan
seberapa besar siswa suka atau tidak suka terhadap suatu materi yang dipelajarinya, sehingga minat harus dimunculkan lebih awal dalam diri siswa.
Kedua, faktor dari luar diri siswa yang memengaruhi kegiatan belajar yaitu,
lingkungan fisik dan non fisik (termasuk suasana kelas dalam belajar, seperti riang

22

gembira, menyenangkan), lingkungan sosial budaya, lingkungan keluarga, program sekolah (termasuk dukungan komite sekolah), guru, pelaksanaan pembelajaran, dan teman sekolah. Guru merupakan faktor utama yang memengaruhi proses dan hasil belajar karena guru merupakan pengelola dalam kelas. Berdasarkan
hal tersebut, guru harus memiliki kompetensi dasar.
Ruseffendi (1991) dalam Susanto (2013: 18) mengemukakan guru yang profesional adalah guru yang kompeten dalam bidangnya dan menguasai dengan baik
bahan ajar yang akan diajarkan serta mampu memilih metode belajar yang tepat.
Selanjutnya, menurut Siregar dan Nara (2010: 178), “guru yang hanya bisa mengajar dengan metode ceramah saja, membuat siswa menjadi bosan,mengantuk, pasif, dan mencatat materi. Guru yang progresif adalah guru yang berani mencoba
metode baru sehingga dapat meningkatkan kondisi belajar siswa”. Berdasarkan
pendapat kedua ahli tersebut bahwa penerapan dan pemilihan metode sangat memengaruhi hasil belajar. Guru harus dapat merancang pembelajaran menggunakan
metode ataupun model yang dapat membantu dalam meningkatkan belajar siswa.
Ruseffendi (1991) dalam Susanto (2013: 17) menjelaskan pribadi dan sikap
guru termasuk faktor yang memengaruhi belajar siswa karena siswa tidak hanya
belajar melalui bacaan namun dapat melalui perbuatan dan sikap dari guru. Jika
kepribadian dan sikap guru yang kreatif dan penuh inovatif, maka siswa akan meniru kepribadian dan sikap guru tersebut. Selain itu, suasana pengajaran berpengaruh dalam kegiatan belajar. Hal tersebut dijelaskan oleh Ruseffendi (1991) dalam
Susanto (2013: 17-8), “suasana pembelajaran di kelas yang tenang, terjadinya dialog aktif antara siswa dengan guru, dan menumbuhkan suasana aktif antar siswa,
maka akan menambah nilai lebih pada pembelajaran”.

23

Berdasarkan pendapat para ahli, faktor yang memengaruhi belajar siswa dibedakan menjadi dua yaitu berasal dari dalam dan luar siswa. Faktor yang berasal
dari luar siswa dan sangat berpengaruh saat proses pembelajaran yaitu guru. Guru
diharapkan dapat menguasai dan menyajikan materi menggunakan metode ataupun model yang tepat sesuai dengan materi, kebutuhan, dan karakteristik siswa.
Selain itu, guru memiliki kepribadian yang baik dan dapat menciptakan suasana
pembelajaran yang tenang dan siswa aktif berdiskusi dengan guru dan siswa lainnya.
.1.4

Minat Belajar Seni Tari
Seseorang tidak melakukan kegiatan tanpa adanya minat pada dirinya. Begi-

tu pula dengan pembelajaran Seni tari, siswa kurang beraktivitas ataupun terpaksa
mengikuti pembelajaran seni tari jika siswa kurang tertarik dengan pembelajaran.
Hal tersebut mengakibatkan hasil belajar siswa menurun. Oleh sebab itu, minat sangat penting dalam sebuah aktivitas saat pembelajaran seni tari.
Menurut Slameto (2013: 180) Minat adalah rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu diluar diri. Semakin kuat hubungan tersebut, maka semakin besar pula minat yang
ada. Daryanto (2013: 38) menyatakan bahwa minat adalah kecenderungan yang
tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa senang.
Jadi berbeda dengan perhatian, karena perhatian sifatnya sementara (tidak dalam
waktu yang lama) dan belum tentu diikuti dengan perasaan yang senang.
Salah satu jenis minat yaitu minat belajar. Minat belajar merupakan salah
satu faktor pembelajaran dari dalam diri siswa. Siswa tidak akan terpacu mengi-

24

kuti pembelajaran tanpa adanya minat belajar. Hal tersebut lebih dijelaskan oleh
Setiani dan Priansa (2015: 61) minat belajar merupakan sesuatu keinginan atas kemauan yang disertai perhatian dan keaktifan yang disengaja, sehingga melahirkan
rasa senang dalam perubahan tingkah laku, baik berupa pengetahuan, sikap, dan
keterampilan.
Hansen (1995) dalam Susanto (2013: 57-8) menyatakan minat belajar sangat
berkaitan dengan kepribadian, motivasi, ekspresi, dan konsep diri atau identifikasi, faktor keturunan dan pengaruh eksternal atau lingkungan. Hal tersebut menunjukkan minat seseorang dapat dilihat dari kepribadian, motivasi, ekspresi, dan
konsep diri. Faktor eksternal juga memengaruhi minat seseorang, misalnya lingkungan belajar yang kondusif dan menyenangkan, akan menumbuhkan minat siswa dalam belajar.
Berdasarkan beberapa defenisi minat, dapat disimpulkan definisi minat belajar yaitu merupakan dorongan dalam diri seseorang yang menimbulkan ketertarikan atau perhatian secara efektif pada proses pembelajaran, sehingga menyebabkan
dipilihnya suatu kegiatan yang menyenangkan dan lama-kelamaankan mendatangkan kepuasan dalam dirinya. Minat belajar seni tari merupakanketertarikan atau
perhatian secara efektif pada proses pembelajaran seni tari, sehingga menyebabkan siswa beraktivitas dengan menyenangkan dan lama-kelamaan akan mendatangkan kepuasan dalam dirinya. Tinggi rendahnya minat belajar seni tseni tseni
tari dapat diukur melalui aspek-aspek yang berkaitan dengan definisi operasional
minat.
Sudaryono (2013: 90) mengemukakan empat aspek definisi operasional minat belajar yaitu kesukaan, ketertarikan, perhatian dan keterlibatan untuk mengukur minat belajar siswa. Berdasarkan aspek-aspek tersebut dapat disusun indikator

25

minat belajar seni tari, antara lain: (1) kesukaan siswa dalam mengikuti pembelajaran seni tari ditandai dengan adanya perasaan senang dan semangat serta keinginan yang kuat untuk belajar; (2) ketertarikan siswa dalam mengikuti pembelajaran seni tari ditandai dengan adanya keaktifan siswa dalam menjawab maupun
bertanya dan kesegeraan siswa dalam mengumpulkan tugas yang diberikan guru;
(3) perhatian siswa dalam mengikuti pembelajaran seni tari ditandai dengan adanya konsentrasi dan ketelitian siswa dalam memerhatikan penjelasan materi menyajikan tarian pendek; serta (4) keterlibatan siswa dalam mengikuti pembelajaran
seni tari ditandai dengan adanya kemauan, keuletan, dan kerja keras siswa dalam
belajar. Keempat indikator tersebut disusun untuk mengetahui minat belajar seni
tari materi menyajikan tarian pendek tema gerak alam semesta. Minat Belajar siswa dapat diketahui melalui pengisian angket setelah mengikuti tiga kali pembelajaran seni tari.
.1.5
Hasil Belajar Seni Tari
Belajar bukan suatu tujuan tetapi merupakan suatu proses untuk mencapai
tujuan. Belajar menurut Daryanto (2013: 2) merupakan suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang buntuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yangbaru
secara keseluruhan, sebagai hasil poengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Hamalik (2015: 30) berpendapat bahwa bukti seseorang telah belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari
tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Kemampuan siswa harus diukur setelah mengikuti pembelajaran guna mengetahui seberapa jauh siswa mampu berkembang. Hal tersebut akan diketahui hasil belajar siswa. Secara sederhana, yang dimaksud hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah melaksanakan pembelajaran. Hasil belajar

26

menurut Rifa’i dan Anni (2012: 69) merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah mengikuti kegiatan belajar. Perubahan perilaku tersebut sesuai
dengan apa yang telah dipelajari oleh siswa. Oleh karena itu, jika siswa mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh berupa
penguasaan konsep.
Anitah, dkk (2008: 2.19) mengemukakan “hasil belajar merupakan perubahan perilaku secara menyeluruh bukan hanya pada satu aspek saja tetapi terpadu secara utuh”. Perubahan perilaku dalam diri seseorang tidak dapat dilihat hanya satu
aspek, namun sejumlah aspek secara komprehensif. Berdasarkan pendapat para
ahli, dapat disimpulkan definisi hasil belajar yaitu perubahan perilaku secara keseluruhan berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diukur menggunakan
teknik penilaian tertentu setelah siswa mengikuti pembelajaran. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan patokan dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran.
Bloom (1956) dalam Rifa’i dan Anni (2012: 139) menunjukkan gambaran
hasil belajar yang mencakup ranah kognitif meliputi: (1) ranah kognitif (cognitive
domain) berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan, dan kemahiran.
Ranah kognitif (cognitive domain) mencakup kategori pengetahuan, pemahaman,
analisis, sintesis, dan penilaian; (2) ranah afektif (affective domain) serta (3) ranah
psikomotorik (psychomotoric domain).
Ketiga ranah tersebut sebagai objek penilaian hasil belajar. Sebagian besar
guru SD hanya melakukan penilaian ranah kognitif dibandingkan dengan ranah lainnya. Disebabkan ranah kognitif berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menguasai isi materi. Seharusnya hasil belajar afektif dan psikomotorik juga perlu
menjadi bagian dari penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah. Hasil belajar

27

mata pelajaran seni tari materi Menyajikan Tarian Pendek yaitu kemampuan kognitif siswa yang dapat diketahui melalui tes performansi. Penilaian psikomotorik
berupa menyajikan tarian pendek. Penilaian afektif dilakukan berdasarkan pendapat Widoyoko (2014: 38-9) menjelaskan terdapat 3 komponen sikap yaitu: (1)
kognisi (sikap yang timbul berdasarkan pemahaman, kepercayaan maupun keyakinan); (2) afeksi (sikap yang timbul berdasarkan apa yang dirasakan); (3) konasi
(kecenderungan sesorang untuk bertindak maupun bertingkah laku dengan caracara tertentu berdasarkan pengetahuan maupun perasaan).
Selanjutnya, Widoyoko (2014: 39-40) menjelaskan hasil belajar sikap dapat
diamati melalui objek sikap dalam pembelajaran yang terdiri dari sikap terhadap
materi pembelajaran, sikap terhadap guru, sikap terhadap proses pembelajaran,
dan sikap berkaitan dengan nilai atau norma yang berhubungan dengan suatu materi pelajaran. Hasil belajar afektif yang telah diteliti yaitu sikap berkaitan dengan
nilai yang berhubungan dengan materi tersebut. Hal tersebut dapat diperoleh melalui angket penilaian diri siswa.
Dari beberapa penjelasan mengenai hasil belajar yang dikemukakan oleh
para ahli, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah tingkat keberhasilan siswa
setelah melakukan proses belajar. Tingkat keberhasilan yang dicapai dibuktikan
dengan perubahan-perubahan pada siswa. Perubahan-perubahan yang didapatkan
berupa perubahan tingkah laku yang mencakup aspek kognitif, afektif dan
psikomotor. Hasil belajar yang diperoleh siswa sesuai dengan materi yang
dipelajari dan dinyatakan dalam skor.
.1.6

Karakteristik Perkembangan Siswa Sekolah Dasar (SD)

28

Siswa memiliki karakteristik yang khas baik secara fisik maupun psikis
apalagi siswa usia sekolah dasar. Menurut Nasution dalam Djamarah (2011: 123)
menyatakan bahwa masa usia sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak akhir yang
berlangsung dari usia enam tahun kira-kira sebelas atau dua belas tahun. Usia ini
ditandai dengan mulainya anak masuk sekolah dasar yang akan mengubah sikap
serta tingkah lakunya, karena pada usia inilah anak untuk pertama kalinya
menerima pendidikan formal.
Masa usia sekolah dinilai oleh Suryobroto dalam Djamarah (2011: 124)
sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Pada masa keserasian
bersekolah ini secara relatif anak-anak lebih mudah dididik daripada masa
sebelum dan sesudahnya. Masa ini menurut Suryobroto dapat diperinci menjadi
dua fase, yaitu : (1) masa kelas-kelas rendah sekolah dasar, kira-kira umur 6 atau 7
sampai umur 9 atau 10 tahun dan (2) masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar, kirakira umur 9 atau 10 sampai kira-kira umur 12 atau 13 tahun
1. Masa Kelas-Kelas Rendah Sekolah Dasar
Beberapa sifat-sifat khas anak-anak pada masa kelas-kelas rendah meliputi:
(1) adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan kesehatan pertumbuhan
jasmani dengan prestasi di sekolah; (2) adanya sikap yang cenderung untuk
mematuhi peratutan-peraturan permainan yang tradisional; (3) ada kecenderungan
memuji sendiri; (4) suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain kalau
hal itu dirasanya menguntungkan untuk meremehkan anak lain; (5) kalau tidak
dapat menyelesaikan sesuatu soal, maka soal itu dianggapnya tidak penting; (6)
pada masa ini (terutama pada umur 6-8) anak mengehendaki nilai (angka rapor)

29

yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik
atau tidak.
2. Masa Kelas Tinggi Sekolah Dasar
Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini meliputi: (1) adanya minat terhadap
kehidupan praktis sehari-hari yang konkret, hal ini menimbulkan adanya
kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis; (2) amat
realistik, ingin tahu, dan ingin belajar; (3) menjelang akhir masa ini telah ada
minat terhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus, yang oleh para ahli ditafsirkan
sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor; (4) sampai kira-kira umur 11 tahun anak
membutuhkan guru atau orang dewasa lainnya; (5) anak-anak pada masa ini
gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk dapat bermain bersamasama. Di dalam permainan ini biasanya anak tidak lagi terikat pada aturan
permainan yang tradisional, siswa membuat peraturan sendiri.
Bedasarkan sifat-sifat khas anak-anak pada masa kelas rendah dan kelas
tinggi, Djamarah (2011: 125) menyebutkan bahwa pada saat umur anak antara
umur 7 sampai dengan 12 tahun dimasukkan oleh para ahli ke dalam tahap
perkembangan intelektual. Pada tahap ini perkembangan intelektual anak dimulai
ketika anak sudah dapat berpikir atau mencapai hubungan antarkesan secara logis
serta membuat keputusan tentang apa yang dihubungkan–hubungkannya secara
logis.
Perkembangan intelektual merupakan salah satu perkembangan mental anak
sekolah dasar. Menurut Havighurst dalam Susanto (2013: 72-6) menyebutkan

30

bahwa perkembangan mental anak sekolah dasar tersebut meliputi perkembangan
intelektual, bahasa, sosial, emosi, dan moral keagamaan.
(1) Perkembangan Intelektual
Pada usia SD (usia 6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan
intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan
intelektual atau kemampuan kognitif, seperti membaca, menulis, dan menghitung.
(2) Perkembangan Bahasa
Bahasa merupakan simbol-simbol sebagai sarana untuk komunikasi dengan
orang lain. Menurut Yusuf dalam Susanto (2013: 74) mengungkapkan bahwa
perkembangan bahasa mencakup semua cara untuk berkomunikasi, pikiran dan
perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau gerak dengan
menggunakan kata-kata, kalimat, bunyi, lambang, gambar, atau lukisan.
Sedangkan menurut Syamsuddin dalam Susanto (2013: 74) menyatakan bahwa
pada awal masa ini (6-7 tahun), anak sudah menguasai sekitar 2.500 kata, dan
pada masa akhir (usia 11-12 tahun), anak telah dapat menguasai sekitar 50.000
kata. Bagi anak usia sekolah dasar, perkembangan bahasanya minimal dapat
menguasai tiga katagori, yaitu: 1) dapat membuat kalimat yang lebih sempurna; 2)
dapat membuat kalimat majemuk; dan 3) dapat menyusun dan mengajukan
pertanyaan
(3) Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial berkenaan dengan bagaimana anak berinteraksi sosial.
Perkembangan sosial sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan
norma-norma kelompok, tradisi, dan moral keagamaan.

31

(4) Perkembangan Emosi
Emosi adalah perasaan terefleksikan dalam bentuk perbuatan atau tindakan
nyata kepada orang lain atau pada diri sendiri untuk menyatakan suasana batin
atau jiwanya. Pada anak usia sekolah dasar, siswa sudah mulai menyadari bahwa
pengungkapan emosi tidak boleh secara sembarangan dan pengungkapan emosi
secara kasar akan dinilai masyarakat sebagai sesuatu hal yang kurang
pantas/kurang sopan
(5) Perkembangan Moral
Perkembangan moral pada anak usia SD adalah anak sudah dapat mengikuti
peraturan, tuntutan dari orang tua, atau tuntutan dari lingkungan sosialnya. Pada
akhir usia ini (usia 11 atau 12 tahun), anak sudah dapat memahami alasan yang
mendasari suatu peraturan
Piaget dalam Susanto (2013: 77) menyatakan bahwa tahapan perkembangan
kognitif anak mempunyai karakteristik yang berbeda. Secara garis besar,
dikelompokkan menjadi empat tahap yaitu meliputi: (1) tahap tahap sensorik
motor usia 0-2 tahun. Pada usia ini anak belum memasuki usia sekolah; (2) tahap
operasional usia 2-7 tahun. Pada tahap ini kemampuan skema kognitif anak
terbatas. Siswa suka meniru orang lain; (3) tahap opersional kongkrit usia 7-11
tahun. Pada tahap ini anak mulai mema