Pengaruh penggunaan model pembelajaran creative problem solving: CPS termodifikasi terhadap hasil belajar siswa pada konsep hukum newton tentang gravitasi
TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP
HUKUM NEWTON TENTANG GRAVITASI
Penelitian Quasi Eksperimen
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Fakultas MIPA
Oleh :
SHELLY YUSKARTIKA
1110016300034
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
(2)
(3)
(4)
(5)
SHELLY YUSKARTIKA 1110016300034. Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Termodifikasi Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Hukum Newton tentang Gravitasi. Skripsi Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan model
pembelajaran creative problem solving (CPS) termodifikasi terhadap hasil belajar
siswa pada konsep hukum newton tentang gravitasi. Penelitian dilakukan di kelas XI MIA 6 dan XI MIA 8 SMAN 2 Kota Serang. Penelitian ini berlangsung pada bulan November sampai Desember 2014. Instrumen yang digunakan adalah instrumen tes berupa soal-soal pilihan ganda dan instrumen non tes berupa lembar observasi. Berdasarkan analisis data tes, maka disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh penggunaan model pembelajaran creative problem solving (CPS)
termodifikasi terhadap hasil belajar siswa pada konsep hukum newton tentang gravitasi. Hal ini didasarkan pada hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji t.
Nilai Sig. (2-tailed) posttest 0.000 < 0.05. Selain itu, pembelajaran menggunakan
model pembelajaran creative problem solving (CPS) termodifikasi unggul dalam
meningkatkan kemampuan mengingat (C1), memahami (C2), menerapkan (C3), dan menganalisis (C4). Hasil analisis data non tes berupa lembar observasi
menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran creative problem solving
(CPS) termodifikasi berada pada kategori baik dengan perolehan sebesar 85.83%.
Kata kunci: Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Termodifikasi,
LKS Digital, Hasil Belajar, Lembar Observasi.
(6)
SHELLY YUSKARTIKA 1110016300034. Influence of Use Learning Model Creative Problem Solving (CPS) Modificated on Learning Outcomes of
Students on Concepts The Newton’s Law of Gravity. Skripsi of Physics
Education Program, Science Education Department, Faculty of Tarbiyah and Teaching, State Islamic University of Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.
This research aims to determine the effect of use learning model creative problem solving (CPS) modificated on learning outcomes of students on concepts the Newton’s law of gravity. The research was conducted in class XI MIA 6 and XI MIA 8 SMAN 2 City of Serang. This research took place in November to December 2014. The instrument used in this research is a test instrument, in the form multiple choice questions and non-test instruments in the form observation sheets. Based on the analysis of test data, the results showed that there are influence of use learning model creative problem solving (CPS) modificated on learning outcomes of students on concepts the Newton’s law of gravity. It is based on the results of hypothesis testing using t-test. The result showed value of Sig. ( 2-tailed) posttest 0.000 < 0.05. Moreover, using the learning model creative problem solving (CPS) modificated superior in improving the ability to recall (C1), understanding (C2), applying (C3), and analyzed (C4). Result on non-test data analysis in the form sheets of observations show that, using the learning model creative problem solving (CPS) modificated are in good category with result of value is 85.83%.
Keywords: Learning ModelCreative Problem Solving (CPS) Modificated, Digital Worksheet, Learning Outcomes, Observation Sheet.
(7)
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT penguasa alam semesta yang telah mengajarkan manusia segala sesuatu yang belum diketahuinya. Shalawat dan salam tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah mengeluarkan kita dari zaman jahiliyah ke zaman yang terang benderang. Juga kepada keluarga, sahabat serta umatnya yang senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT.
Skripsi ini dapat terselesaikan bukan semata-mata atas kemampuan penelitian saja. Atas ridho yang Allah SWT berikan serta ilham dari-Nya yang membuat penulis mendapatkan ide untuk menulis skripsi berjudul “Pengaruh
Penggunaan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Termodifikasi
Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Hukum Newton Tentang Gravitasi ”. Apresiasi dan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Secara khusus, apresiasi dan terimakasih tersebut disampaikan kepada:
1. Ibu Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc, selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Iwan Permana Suwarna, M.Pd, selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Fisika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Erina Hertanti, M. Si, selaku dosen Pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, saran, dan pengarahan selama proses pembuatan skripsi.
5. Bapak Iwan Permana Suwarna, M.Pd, selaku dosen Pembiming II yang telah
memberikan bimbingan, saran, dan pengarahan selama proses pembuatan skripsi.
6. Seluruh dosen, staf, dan karyawan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
khususnya jurusan pendidikan IPA yang telah memberikan ilmu pengetahuan, pemahaman, dan pelayanan selama proses perkuliahan.
(8)
7. Bapak Deni Arif Hidayat, S.Pd, M.Pd selaku Kepala Sekolah SMAN 2 Kota Serang. Telah mengizinkan peneliti melakukan penelitian disekolah yang bapak pimpin.
8. Ibu Dra. Mudaryati, selaku guru bidang studi fisika SMAN 2 Kota Serang.
9. Ayahanda Yusron Asnawi, Ibunda Sriyanah, S. Pd, yang kasih sayangnya tak
terbatas dan tak lekang oleh waktu. Do’a, didikan, nasehat, dan semangat yang diberikan senantiasa menjadi pengobat rasa lelah dan pemicu untuk senantiasa melakukan yang terbaik dan berusaha meraih yang terbaik untuk membuat Ibu dan Bapak bangga. Semoga Allah selalu menyayangi keduanya. Adikku Shelvia Legina dan Dimar Yuliyus Ramadhan serta seluruh keluarga, terima kasih atas segala do’a, cinta, harapan, dan semangat yang diberikan, terima kasih atas segalanya.
10. Furqon Saputra beserta keluarga, terimakasih atas segala do’a, cinta, harapan,
perhatian dan semangat yang diberikan kepada penulis, terimakasih atas segalanya.
11. Sahabatku Dina Hayati Firoq yang telah memberikan dukungan, kasih saying,
dan perhatiannya kepada penulis.
12. Teman-teman seperjuangan Fisika angkatan 2010 yang telah memberi
bantuan, inspirasi, semangat, cinta, do’a, dan motivasi, terimakasih untuk semuanya.
Semoga segala bentuk bantuan, dorongan, saran, dan bimbinga yang diberikan kepada penulis mendapatkan balasan terbaik dari Allah SWT. Aamiin.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini sangat dinantikan. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Aamiin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Jakarta, Februari 2015
Shelly Yuskartika
(9)
LEMBAR PENGESAHAN ... i
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ………. 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 4
C. Pembatasan Masalah ... 4
D. Perumusan Masalah ... 5
E. Tujuan Penelitian ... 5
F. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II KAJIAN TEORITIS, KERANGKA PIKIR, PENELITIAN RELEVAN DAN HIPOTESIS ……….. 6
A. Kajian Teoritis ... 6
1. Kajian Umum tentang Model Pembelajaran Problem Solving ... 6
a. Definisi Model Pembelajaran... 6
b. Model Pembelajaran Problem Solving ... 7
c. Kreativitas ... 9
d. Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) ... 10
2. Kajian Umum tentang Bahan Ajar ... 12
a. Definisi Bahan Ajar ... 12
b. Fungsi Bahan Ajar ... 12
(10)
3. Kajian Umum tentang LKS ... 17
a. Definisi LKS ... 17
b. Tujuan dan Manfaat Penggunaan LKS ... 17
c. Fungsi Penggunaan LKS ... 19
d. Jenis – Jenis LKS ... 19
e. Syarat- Syarat Penyusunan LKS ... 22
f. Teknik Penyusunan LKS ... 23
4. LKS Digital ... 23
a. Sejarah Komputer ... 23
b. Definisi Komputer ... 24
c. Manfaat Komputer ... 25
5. Kajian Umum tentang Belajar dan Hasil Belajar ... 26
a. Definisi Belajar ... 26
b. Definisi Hasil Belajar ... 27
6. Kajian Konsep Hukum Newton tentang Gravitasi ... 32
a. Karakteristik Konsep Hukum Newton tentang Gravitasi ... 32
b. Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) .. 33
c. Peta Konsep ... 33
d. Kajian Teori ... 34
B. Kerangka Pikir ... 37
C. Penelitian Relevan ... 38
D. Hipotesis ... 41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………... 42
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 42
B. Metode dan Desain Penelitian ... 42
1. Metode Penelitian ... 42
2. Desain Penelitian ... 42
C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 43
(11)
D. Variabel Penelitian ... 43
E. Instrumen Penelitian ... 44
1. Instrumen Tes ... 44
2. Instrumen Nontes ... 44
F. Kalibrasi Instrumen ... 45
1. Kalibrasi Instrumen Tes ... 45
a. Validasi ... 45
b. Reliabilitas ... 47
c. Taraf Kesukaran ... 48
d. Daya Pembeda ... 48
2. Kalibrasi Instrumen Nontes ... 50
G. Teknik Analisis Data Tes ... 50
1. Uji Prasyarat Analisis ... 50
a. Uji Normalitas ... 50
b. Uji Homogenitas ... 51
2. Uji Hipotesis ... 51
H. Teknik Analisis Data Nontes ... 52
I. Hipotesis Statistik ... 52
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 54
A. Hasil Penelitian ... 54
1. Hasil Pretest ... 54
2. Hasil Posttest ... 55
3. Rekapitulasi Data Hasil Belajar ... 57
a. Hasil Pretest dan Posttest ... 57
b. Hasil Belajar Pada Ranah Kognitif ... 58
4. Hasil Uji Prasyarat Analisis ... 60
a. Uji Normalitas ... 60
b. Uji Homogenitas ... 61
5. Hasil Uji Hipotesis ... 61
(12)
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 68
A. Kesimpulan ... 68
B. Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA ... 69 LAMPIRAN
(13)
Gambar 2.1 Peta Konsep Hukum Newton tentang Gravitasi ... 33
Gambar 4.1 Diagram Distribusi Frekuensi Hasil Pretest
Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 54
Gambar 4.2 Diagram Distribusi Frekuensi Hasil Posttest
Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 56
Gambar 4.3 Diagram Presentase Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
Pada Jenjang Kognitif ... 58
Gambar 4.4 Diagram Peningkatan Hasil Belajar Fisika Siswa
Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 59
(14)
Tabel 2.1 Taksonomi Bloom Lama dan Taksonomi Bloom Revisi ... 28
Tabel 3.1 Desain Penelitian Non-Equivalent Control Group Design ... 43
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Tes ... 44
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Nontes Lembar Observasi Tahap Evaluasi dan Seleksi ... 45
Tabel 3.4 Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r ... 46
Tabel 3.5 Hasil Analisis Validitas Instrumen Tes ... 46
Tabel 3.6 Interpretasi Kriteria Reliabilitas Instrumen ... 47
Tabel 3.7 Hasil Analisis Reliabilitas Instrumen ... 47
Tabel 3.8 Interpretasi Tingkat Kesukaran ... 48
Tabel 3.9 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 48
Tabel 3.10 Interpretasi Daya Pembeda Soal ... 49
Tabel 3.11 Hasil Analisis Daya Pembeda Soal... 49
Tabel 3.12 Lembar Uji Validitas Isi ... 50
Tabel 3.13 Kriteria Analisis Deskriptif Persentase ... 52
Tabel 4.1 Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Hasil Pretest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 55
Tabel 4.2 Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Hasil Posttest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 57
Tabel 4.3 Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Pretest dan Posttest ... 57
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Pretest dan Posttest ... 60
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Pretest dan Posttest ... 61
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Uji Hipotesis ... 61
Tabel 4.7 Hasil Lembar Observasi ... 62
(15)
LAMPIRAN A PERANGKAT PEMBELAJARAN ... 72
1. RPP Kelas Eksperimen ... 73
2. RPP Kelas Kontrol ... 106
3. Lampiran RPP ... 145
LAMPIRAN B INSTRUMEN PENELITIAN ... 157
1. Instrumen Tes... 158
a. Kisi-kisi Instrumen Tes ... 158
b. Instrumen Tes ... 159
2. Analisis Hasil Uji Instrumen ... 180
a. Uji Validitas Butir Soal ... 180
b. Uji Reliabilitas Instrumen ... 182
c. Uji Taraf Kesukaran ... 183
d. Uji Daya Pembeda ... 184
e. Rekapitulasi Hasil Uji Instrumen ... 185
3. Instrumen Tes Valid ... 186
4. Instrumen Nontes ... 198
a. Kisi-kisi Instrumen Nontes (Lembar Observasi) ... 198
b. Instrumen Nontes (Lembar Observasi) ... 200
5. Lembar Uji Validasi Instrumen Nontes (Lembar Observasi) ... 202
6. Lembar Validasi Ahli Media ... 203
Lampiran C Analisis Data Hasil Penelitian ... 205
1. Hasil Pretest ... 206
a. Hasil Pretest Kelas Eksperimen ... 206
b. Perhitungan Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Hasil Pretest Kelas Eksperimen... 207
c. Hasil Pretest Kelas Kontrol ... 208
d. Perhitungan Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Hasil Pretest Kelas Kontrol... 209
2. Hasil Posttest ... 210
(16)
Hasil Posttest Kelas Eksperimen... 211
c. Hasil Posttest Kelas Kontrol ... 212
d. Perhitungan Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Hasil Posttest Kelas Kontrol... 213
3. Uji Normalitas Hasil Pretest ... 214
a. Uji Normalitas Pretest Kelas Ekperimen ... 214
b. Uji Normalitas Pretest Kelas Kontrol ... 215
4. Uji Normalitas Hasil Posttest ... 216
a. Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen ... 216
b. Uji Normalitas Posttest Kelas Kontrol ... 217
5. Uji Homogenitas Hasil Pretest ... 218
6. Uji Homogenitas Hasil Posttest ... 219
7. Uji Hipotesis Hasil Pretest dan Posttest ... 220
8. Nilai Rata-Rata Jenjang Kognitif ... 221
9. Hasil Lembar Observasi ... 230
a. Hasil Lembar Observasi Kelas Eksperimen... 230
b. Hasil Lembar Observasi Kelas Kontrol ... 242
c. Presentase Nilai Observasi ... 254
Lampiran D Print Screen LKS Digital ... 256
Lampiran E Surat-surat Penelitian ... 263
1. Surat Keterangan Penelitian ... 264
2. Surat Balasan Keterangan Penelitian ... 265
3. Lembar Uji Referensi ... 266
4. Biodata Penulis ... 275
(17)
A. Latar Belakang Masalah
Kualitas pendidikan sangat terkait dengan kegiatan belajar mengajar di kelas. Salah satu indikator untuk melihat perubahan kualitas pendidikan adalah dengan meningkatnya hasil belajar siswa. Dalam proses pembelajaran di kelas, banyak hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satunya adalah penggunaan model pembelajaran dalam proses KBM. Model pembelajaran adalah rencana atau pola yang dapat dipakai untuk merancang mekanisme suatu pengajaran meliputi sumber belajar, subyek pembelajar,
lingkungan belajar dan kurikulum1. Terdapat beberapa model yang bisa
diterapkan dalam pembelajaran. Namun, tidak semua model pembelajaran dapat cocok diterapkan dalam pembelajaran. Salah satu contohnya adalah model pembelajaran berbasis masalah.
Model pembelajaran berbasis masalah cocok sekali jika diterapkan pada pembelajaran eksakta, karena pembelajaran eksakta selalu dimulai dari masalah. Dari mulai masalah yang sederhana sampai kepada masalah yang kompleks. Salah
satu jenis model pembelajaran berbasis masalah adalah creative problem solving
(CPS). Menurut Karen model pembelajaran creative problem solving (CPS) terdiri
dari beberapa tahap yaitu klarifikasi masalah, pengungkapan gagasan, evaluasi
dan seleksi, serta implementasi.2
Seperti yang banyak diungkapkan oleh para ahli bahwa baik itu strategi, media dan model pembelajaran pasti memiliki kelemahan. Begitupun dengan
model pembelajaran creative problem solving (CPS) yang dibeberapa tahap sulit
untuk diterapkan oleh guru.
Salah satu kelemahan dan kendala dari model pembelajaran creative
problem solving (CPS) adalah untuk tahap evaluasi dan seleksi dibutuhkan
1
Dr. Zulfiani, M.Pd, Tonih Feronika, M.Pd, Kinkin Suartini, M.Pd, Strategi Pembelajaran SAINS (Jakarta :Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), hal. 117
2
Adi Nur Cahyono , S.Pd., M.Pd., “Pengembangan Model Creative Problem Solving
berbasis Teknologi dalam Pembelajaran Matematika di SMA”, (Dipresentasikan dalam Seminar Nasional Matematika V, Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang, Semarang, tanggal 24 Oktober 2009), hal. 3-4
1
(18)
banyak waktu untuk tatap muka. Pada tahapan ini setiap kelompok akan mendiskusikan pendapat-pendapat atau strategi-strategi yang cocok untuk menyelesaikan masalah. Jika tahapan ini tidak dapat diterapkan secara maksimal, maka tujuan pembelajaran yang diharapkan tidak dapat tercapai. Bahkan membuat proses KBM menjadi tidak efektif. Pada tahap ini, aktivitas siswa meningkat karena terjadi interaksi baik antara sesama siswa ataupun siswa dengan guru
dalam berdiskusi3. Jika siswa sulit diatur untuk menyatakan pendapat dalam
berdiskusi, maka kondisi kelas pun menjadi tidak terkendali. Penyebab lainnya adalah situasi kelas yang tidak kondusif dan keterbatasan waktu yang mengakibatkan tidak semua siswa dapat diperhatikan pendapatnya, sehingga membuat siswa malas berpendapat dan aktif lagi dalam berdiskusi.
Untuk mengatasi kelemahan itu dibutuhkan kreativitas guru. Salah satu kreativitas yang dapat dilakukan guru adalah dengan memodifikasi tahap evaluasi dan seleksi. Tahap evaluasi dan seleksi dimodifikasi dengan menggunakan LKS digital. Beberapa penelitian menyatakan bahwa penggunaan LKS dalam proses
pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa4. Hal serupa diungkapkan
oleh para ahli bahwasannya penggunaan LKS dapat meningkatkan penguasaan
materi siswa, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar5. LKS merupakan salah
satu media pembelajaran yang berbentuk lembaran yang berisikan materi secara singkat, tujuan pembelajaran, petunjuk mengerjakan pertanyan-pertanyaan dan
sejumlah pertanyaan yang harus dijawab siswa6. Selama ini, LKS yang disertakan
dalam pembelajaran adalah dalam bentuk cetak. LKS yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah LKS digital.
LKS digital yang akan digunakan dalam penelitian ini memuat animasi. Jika animasi diterapkan dalam pembelajaran, maka pembelajaran yang tercipta
3
I Ketut Mahardika. Maryani. Selly Candra Citra Murti. “Penggunaan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Disertai LKS Kartun Fisika Pada Pembelajaran Fisika di SMP”, Jurnal Pembelajaran Fisika (JPF) Volume 1, Nomor 2 ( September 2012), hal. 236
4
Wita Ratnasari, Suliyanah. “Pengaruh Penerapan LKS dalam Model Pembelajaran Langsung Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Kalor di Kelas XI Multimedia SMK Negeri 1 Boyolangu Tulungagung”, Jurnal Inovasi Pendidikan FisikaVol. 02 No. 03 (2013), hal. 233.
5
Andi Prastowo, Paduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif, (Jogjakarta: DIVA Press, 2011), hal. 206.
6
Atna Fresh Violina Marrysca, Surantoro, Elvin Yusliana Ekawati. “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) Berbantuan LKS (Lembar Kerja Siswa) Berkarakter untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar dan Kemampuan Kognitif Fisika Siswa”, Jurnal Pendidikan Fisika, Vol.1 No.2 (September, 2013), hal. 7
(19)
tidak akan membosankan. Animasi yang menarik dan lucu akan membuat siswa lebih tertarik dalam kegiatan pembelajaran, karena animasi memiliki kelebihan yang dapat menutupi kekurangan dalam proses pembelajaran. Dengan penyertaan LKS digital dalam tahapan evaluasi dan seleksi pada model pembelajaran
creative problem solving (CPS), diharapkan siswa akan lebih dapat
mengimajinasikan dan menggambarkan persoalan yang ada dalam pelajaran, sehingga dapat mengurangi kesulitan siswa ketika harus menyelesaikan persoalan yang memerlukan kemapuan mengimajinasikan. Kemampuan imajinasi lebih bisa membuat pelajaran yang abstrak menjadi lebih konkrit. Fenomena abstrak lebih banyak ditemukan pada mata pelajaran fisika. Pada penelitian ini, LKS digital akan diterapkan pada mata pelajaran fisika.
Fisika merupakan suatu ilmu yang empiris dan mempunyai konsep yang bersifat abstrak, artinya untuk mempelajari fisika diperlukan kreativitas dalam berpikir. Pada penelitian ini konsep yang diambil adalah hukum Newton tentang gravitasi. Konsep hukum Newton tentang gravitasi berisikan materi yang cakupannya luas. Selain itu, konsep hukum Newton tentang gravitasi juga menuntut kemampuan matematis dan imajinasi yang cukup tinggi. Beberapa penjelasan dalam konsep hukum Newton tentang gravitasi dirasa cukup berat, jika hanya dibayangkan tanpa adanya visualisasi bergerak. Akibatnya, konsep hukum Newton tentang gravitasi cenderung sulit untuk dikuasai. Misalnya saja pada pembahasan hukum- hukum Kepler.
Pada hukum II Kepler, dibutuhkan visualisasi berupa garis khayal yang akan menyapu luas juring yang sama dalam selang waktu yang sama. Jika harus membayangkan dan hanya memperhatikan gambar diam dari juring yang terbentuk, siswa akan merasa bingung dan tidak paham terhadap maksud dari hukum itu sendiri. Melalui visualisasi dan animasi yang ada pada LKS digital, penjelasan pada konsep hukum Newton tentang gravitasi yang biasanya dianggap berat untuk dipahami, akan terasa lebih mudah dipahami tanpa harus mengurangi esensi materi itu sendiri. Sifat matematis dari konsep hukum Newton tentang gravitasi dapat dikurangi ketegangannya dengan adanya animasi gambar kartun bergerak dalam LKS digital. Rumus-rumus yang dikemas secara menarik dan tampilan LKS yang berwarna akan mengurangi kelelahan dan rasa bosan
(20)
siswa terhadap proses pembelajaran. Iringan musik yang ada dalam LKS digital akan membuat siswa lebih santai ketika belajar, sehingga proses belajar akan lebih terasa menyenangkan, walaupun terdapat banyak materi yang harus dipahami.
Berdasarkan hal-hal yang melatarbelakangi masalah di atas membuat
peneliti tertarik untuk meneliti “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran
Creative Problem Solving (CPS) Termodifikasi Terhadap Hasil Belajar Siswa
Pada Konsep Hukum Newton Tentang Gravitasi”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut :
1. Inovasi pengembangan model pembelajaran belum banyak yang sesuai
dengan karakteristik siswa.
2. Adanya kelemahan dalam model pembelajaran creative problem solving
(CPS) yaitu pada tahap evaluasi dan seleksi yang biasanya menggunakan LKS cetak diperlukan banyak waktu tatap muka.
3. LKS yang berkembang umumnya adalah LKS cetak, belum banyak inovasi
LKS dalam bentuk lain, terutama dalam bentuk digital.
4. Siswa merasa jenuh dan cepat lelah belajar ketika pelajaran fisika dipadu
padankan dengan model pembelajaran dan bahan ajar yang kurang menarik.
5. Guru kurang kreatif dalam mengatasi kelemahan suatu model, sehingga
berdampak pada rendahnya hasil belajar.
C. Pembatasan Masalah
Sehubungan dengan luasnya permasalahan yang muncul dari topik kajian yang dilakukan, maka pembatasan diperlukan untuk menghindari perluasan permasalahan. Masalah dalam penelitian ini dibatasi hanya pada hasil belajar. Hasil belajar yang dimaksud adalah hasil belajar pada ranah kognitif berdasarkan taksonomi Bloom yang telah direvisi jenjangnya oleh Anderson Krathwall yaitu jenjang C1 (mengingat), C2 (memahami), C3 (menerapkan) dan C4 (menganalisis). Untuk mengatasi masalah pada hasil belajar tersebut dalam
(21)
penelitian ini digunakan model pembelajaran creative problem solving (CPS)
termodifikasi. Model pembelajaran creative problem solving (CPS) yang
digunakanmenurutKaren dimana terdiri dari 4 tahapan pembelajaran. Modifikasi
yang dilakukan adalah dengan menggunakan LKS digital pada tahapan evaluasi dan seleksi.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang diuraikan di atas, maka permasalahan penelitian yang dapat dirumuskan yaitu: “Apakah terdapat pengaruh
penggunaan model pembelajaran creative problem solving (CPS) termodifikasi
terhadap hasil belajar siswa pada konsep hukum Newton tentang gravitasi?”
E. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran creative
problem solving (CPS) termodifikasi dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada konsep hukum Newton tentang gravitasi.
F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sejumlah manfaat diantaranya:
1. Memudahkan siswa dalam memahami konsep hukum newton tentang
gravitasi.
2. Memberi informasi tentang model pembelajaran creative problem solving
(CPS) termodifikasi dapat diterapkan pada konsep hukum Newton tentang gravitasi.
(22)
HIPOTESIS
A. Kajian Teoretis
1. Kajian Umum tentang Model Pembelajaran Problem Solving
a. Definisi Model Pembelajaran
Arends menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
pembelajaran di kelas atau tutorial.1 Menurut Soekamto, model pembelajaran
merupakan kerangka yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pemandu bagi para perancang desain pembelajaran dan para
pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.2
Model adalah rencana atau pola yang dapat dipakai untuk merancang mekanisme suatu pengajaran meliputi sumber belajar, subyek pembelajaran, lingkungan
belajar dan kurikulum. Model memiliki tahapan:3
1) Sintaks / pentahapan merupakan penjelasan pengoperasian model
2) Sistem sosial bagaimana penjelasan tentang peranan guru dan pembelajaran.
3) Prinsip-prinsip reaksi menjelaskan bagaimana sebaiknya guru bersikap dan
berespon terhadap aktivitas siswa.
4) Sistem pendukung menjelaskan hal-hal yang diperlukan sebagai kelengkapan
model di luar manusia.
Dalam penelitian ini, sebelum memilih satu model pembelajaran tertentu, peneliti menganalisis karakteristik tujuan yang akan dicapai, materi, siswa, lingkungan belajar (alat-alat, sarana & prasarana, sumber belajar), serta kemampuan dalam sistem pengelolaan dan pengaturan lingkungan.
1
Dewi Hikmah, Muhammad Natsir, “Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Tipe
Creative Problem Solving (CPS) untuk Meningkatkan Ketuntasan Belajar Fisika Siswa Kelas VIII-E SMPN 1 Ma’arang Kabupaten Pangkep”, JSPF Vol. 10 (September, 2009), hal. 2
2
Adi Nur Cahyono, S.Pd., M.Pd., “Pengembangan Model Creative Problem Solving
berbasis Teknologi dalam Pembelajaran Matematika di SMA”, (Dipresentasikan dalam Seminar Nasional Matematika V, Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang, Semarang, 24 Oktober 2009), hal. 2
3
Dr. Zulfiani, M.Pd, Tonih Feronika, M.Pd, Kinkin Suartini, M.Pd, Strategi Pembelajaran SAINS (Jakarta :Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), hal. 117-118
6
(23)
b. Model Pembelajaran Problem Solving
Dalam hal ini masalah didefinisikan sebagai suatu persoalan yang tidak
rutin, belum dikenal cara penyelesaiannya. Justru model pembelajaran problem
solving adalah model pembelajaran yang digunakan untuk mencari atau
menemukan cara penyelesaian (menemukan pola, aturan, atau algoritma). Sintaknya adalah: sajikan permasalah yang memenuhi kriteria di atas, siswa berkelompok atau individual mengidentifikasi pola atau aturan yang disajikan, siswa mengidentifkasi, mengeksplorasi, menginvestigasi, menduga, dan akhirnya
menemukan solusi.4 Problem solving bukan hanya sekedar model pembelajaran
untuk mengajar, tetapi juga merupakan suatu model pembelajaran berpikir, sebab
dalam problem solving cara yang digunakan dimulai dengan mencari data sampai
kepada menarik kesimpulan.5
Pemecahan masalah merupakan tipe paling tinggi dari delapan tipe belajar,
yaitu signal learning, stimulus-respon learning, chaining, verbal association,
discrimination learning, concept learning, rule learning, dan problem solving6. Sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses
penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah, terdapat 3 ciri utama dari
problem solving yaitu :7
1) Problem solving merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam
implementasi problem solving ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan
siswa. Problem solving tidak mengharapkan siswa hanya sekedar
mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi
melalui problem solving siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan
mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan.
4
Drs. H. Erman Suherman, M.Pd., Model-Model Pembelajaran (Bandung : FPMIPA), hal. 3
5
Drs. Syaiful Bahri, Drs. Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta : Rineka Cipta, 2002), hal. 103
6
I Ketut Mahardika. Maryani. Selly Candra Citra Murti. “Penggunaan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Disertai LKS Kartun Fisika Pada Pembelajaran Fisika di SMP”, Jurnal Pembelajaran Fisika (JPF) Volume 1, Nomor 2 ( September, 2012), hal. 231
7
Isti Zaharah , “Meningkatkan Kemampuan Penjumlahan Bilangan 1-20 Melalui Model Pembelajaran Creative Problem Solving dengan Video Compact Disk (VCD) Pada Anak Tunarungu”, Jurnal Iilmiah Pendidikan Khusus Volume 1 Nomor 2 (Jurusan PLB FIP UNP, Mei, 2012), hal. 205
(24)
2) Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Problem solving menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran.
3) Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir
secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas. Berhasil tidaknya suatu pengajaran bergantung kepada suatu tujuan yang hendak dicapai.
Tujuan dari model pembelajaran problem solving seperti apa yang
dikemukakan oleh Hudojo adalah :8
1) Siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan kemudian
menganalisisnya dan akhirnya meneliti kembali hasilnya.
2) Kepuasan intelektual akan timbul dari dalam sebagai hadiah intrinsik bagi
siswa.
3) Potensi intelektual siswa meningkat.
4) Siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan melalui proses
melakukan penemuan.
Selain memiliki tujuan, menurut Hudojo problem solving juga memiliki
langkah-langkah yang harus diikuti dalam penyelesaian yaitu sebagai berikut :
1) Pemahaman terhadap masalah
2) Perencanaan penyelesaian masalah
3) Melaksanakan perencanaan
4) Melihat kembali penyelesaian
Model pembelajaran problem solving mempuyai beberapa kelebihan
sebagai berikut :9
1) Membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan,
khususnya dengan dunia kerja
8
Ibid.
9
Drs. Syaiful Bahri, Drs. Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta : Rineka Cipta, 2002), hal. 104
(25)
2) Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat membiasakan para siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil.
3) Merangsang pengembangan kemampuan berpikir siswa secara kreatif dan
menyeluruh.
Selain itu, model pembelajaran problem solving memiliki beberapa
kekurangan yaitu :10
1) Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat
berpikir siswa, tingkat sekolah dan kelasnya serta pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa, sangat memerlukan kemampuan dan keterampilan guru.
2) Proses belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran ini sering
memerlukan waktu yang cukup banyak dan sering terpaksa mengambil waktu pelajaran lain.
3) Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima
informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan permasalahan sendiri atau kelompok, yang kadang-kadang memerlukan berbagai sumber belajar, merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa.
c. Kreativitas
Menurut Harris kreativitas adalah suatu kemampuan untuk membayangkan atau kemampuan untuk membangun ide-ide baru dengan mengkombinasikan,
mengubah, menerapkan ulang ide-ide yang sudah ada11. Pendapat lain
diungkapkan oleh Vernon, bahwa kreativitas adalah dorongan yang merupakan motivasi primer untuk membentuk hubungan-hubungan dengan lingkungannya dalam upaya menjadi diri sepenuhnya, dorongan itu ada pada setiap orang dan bersifat internal ada dalam diri individu sendiri, namun membutuhkan kondisi
yang tepat untuk diekspresikan.12 Dalam hal ini siswa dapat menyelesaikan
soal-soal yang diberikan dengan beberapa cara atau menemukan cara baru untuk
10
Ibid., hal. 105
11
Titin Faridatun Nisa, “Pembelajaran Matematika dengan Setting Model Treffinger untuk Mengembangkan Kreativitas Siswa”, Pedagogia Vol. 1 No. 1 (Universitas Muhammadiyah Sidoarjo : Desember, 2011), hal. 38
12
Sri Yanah, “Studi tentang Pengembangan Life Skill Education dalam Proses Pembelajaran PPKn dan Implikasinya terhadap Kreatifitas Belajar Siswa”, (Skripsi SP-S1, STKIP-PGRI, Sukabumi, 2008). hal. 25
(26)
menyelesaikannya. Menurut Silver untuk menilai kemampuan berpikir kreatif ada
3 komponen kunci, yaitu: fluency, flexibility, novelty. Siswa dikatakan fasih
(fluent) jika siswa menyelesaikan soal divergen dengan beberapa solusi. Siswa
dikatakan flexible jika siswa menyelesaikan soal divergen dengan beberapa cara.
Sedangkan siswa dikatakan novelty jika siswa memeriksa jawaban dengan
berbagai metode penyelesaian dan kemudian membuat metode yang baru yang
berbeda.13 Dari beberapa uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kreativitas
berhubungan dengan kemampuan seseorang membentuk sesuatu yang baru atau mengembangkan yang sudah ada menjadi lebih baru.
d. Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)
Model pembelajaran creative problem solving (CPS) merupakan variasi
dari pembelajaran pemecahan masalah melalui teknik sistematik dalam mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Secara umum sintaksnya adalah dimulai dari fakta aktual sesuai dengan materi bahan ajar melalui tanya jawab lisan, identifikasi permasalahan dan fokus pilih, mengolah pikiran sehingga muncul gagasan baru untuk menentukan solusi, presentasi dan diskusi.
Menurut Karen, creative problem solving (CPS) adalah suatu model
pembelajaran yang berpusat pada keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan kreativitas. Ketika dihadapkan dengan situasi pertanyaan, siswa dapat melakukan keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya. Tidak hanya dengan cara menghafal tanpa
dipikir, keterampilan memecahkan masalah memperluas proses berpikir siswa14.
Dengan model pembelajaran creative problem solving (CPS), siswa dapat
memilih dan mengembangkan ide dan pemikirannya. Berbeda dengan hafalan
yang sedikit menggunakan pemikiran, model pembelajaran creative problem
solving (CPS) memperluas proses berpikir. Kelebihan model creative problem solving (CPS) sebagai model pembelajaran berdasarkan pengertian diatas adalah :
1) Mengasumsikan bahwa kreativitas adalah proses dan hasil belajar,
13
Titin Faridatun Nisa, Loc.Cit., hal. 39
14
I Ketut Mahardika. Maryani. Selly Candra Citra Murti, Loc.Cit.
(27)
2) Dilaksanakan kepada semua siswa dalam berbagai latar belakang dan tingkat kemampuan,
3) Mengintegrasikan dimensi kognitif dan afektif dalam pengembangannya,
4) Melibatkan secara bertahap kemampuan berpikir konvergen dan divergen
dalam proses pemecahan masalah, dan
5) Memiliki tahapan pengembangan yang sistematik, dengan beragam metode
dan teknik untuk setiap tahap yang dapat diterapkan secara fleksibel.
Karen menuliskan langkah-langkah dalam model pembelajaran creative
problem solving (CPS) sebagai hasil gabungan prosedur Von Oech dan Osborn
sebagai berikut:15
1) Klarifikasi Masalah
Klarifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan kepada siswa tentang masalah yang diajukan, agar siswa dapat memahami tentang penyelesaian yang diharapkan.
2) Pengungkapan Gagasan
Siswa dibebaskan untuk mengungkapkan gagasan tentang berbagai macam strategi penyelesaian masalah
3) Evaluasi dan Seleksi
Setiap kelompok mendiskusikan pendapat-pendapat atau strategi-strategi yang cocok untuk menyelesaikan masalah
4) Implementasi
Siswa menentukan strategi yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah, kemudian menerapkannya sampai menemukan penyelesaian dari masalah tersebut.
Penerapan model pembelajaran creative problem solving (CPS)
diharapkan dapat berpengaruh pada hasil belajar siswa dan menambah kreativitas siswa dalam proses pembelajaran. Dengan membiasakan siswa menggunakan langkah-langkah yang kreatif dalam memecahkan masalah, diharapkan dapat membantu siswa untuk mengatasi kesulitan dalam mempelajari masalah-masalah fisika yang kebanyakan memerlukan kemampuan berpikir kreatif.
15
Adi Nur Cahyono, S.Pd., M.Pd., Loc.Cit., hal. 3-4
(28)
2. Kajian Umum tentang Bahan Ajar a. Definisi Bahan Ajar
Menurut national centere for compotency based training, bahan ajar
adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur
dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas.16 Bahan yang dimaksud bisa
berupa bahan tertulis maupun tak tertulis. Kemudian, ada pula yang berpendapat bahwa bahan ajar adalah informasi, alat, dan teks yang diperlukan guru atau instruktur untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Pandangan-pandangan tersebut juga dilengkapi oleh Pannen yang mengungkapkan bahwa bahan ajar adalah bahan-bahan atau materi pelajaran yang disusun secara sistematis, yang digunakan guru dan peserta didik dalam proses
pembelajaran.17
Dari beberapa pandangan mengenai pengertian bahan ajar tersebut, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar merupakan segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks ) yang disusun secara sistematis, yang menampilakan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dan digunakan dalam proses pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran, modul, handout, LKS, model atau maket, bahan ajar audio, bahan ajar interaktif, dan sebagainya.
b. Fungsi Bahan Ajar
Terdapat dua klasifikasi utama fungsi bahan ajar sebagaimana diuraikan berikut ini:18
1) Fungsi bahan ajar menurut pihak yang memanfaatkan bahan ajar
Berdasarkan pihak-pihak yang menggunakan bahan ajar, fungsi bahan ajar dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
(a) Fungsi bahan ajar bagi pengajar, antara lain:
1. Menghemat waktu pengajar dalam mengajar
2. Mengubah peran pengajar dari seorang pengajar menjadi seorang
fasilitator
16
Andi Prastowo, Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif (Jogjakarta: DIVA Press, 2011), hal. 16.
17
Ibid., hal. 17
18
Ibid., hal. 24
(29)
3. Meningkatkan peroses pembelajaran menjadi lebih efektif dan interaktif
4. Sebagai pedoman bagi pengajar yang akan mengarahkan semua
aktivitasnya dalam proses pembelajaran dan merupakan substansi kompetensi yang semestinya diajarkan kepada siswa; serta
5. Sebagai alat evaluasi pencapaian atau penguasaan hasil pembelajaran.
(b) Fungsi bahan ajar bagi siswa, antara lain:
1. Siswa dapat belajar tanpa harus ada pendidik atau teman peserta didik
yang lain;
2. Siswa dapat belajar kapan saja dan dimana saja ia kehendaki;
3. Siswa dapat belajar sesuai kecepatannya masing-masing;
4. Siswa dapat belajar menurut urutan yang dipilihnya sendiri;
5. Membantu potensi siswa untuk menjadi pelajar/mahasiswa yang mandiri;
dan
6. Sebagai pedoman bagi siswa yang akan mengarahkan semua aktivitasnya
dalam proses pembelajaran dan merupakan substansi kompetensi yang seharusnya dipelajari atau dikuasai.
2) Fungsi bahan ajar menurut strategi pembelajaran yang digunakan
Berdasarkan strategi pembelajaran yang digunakan, fungsi bahan ajar
dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: 19
(a) Fungsi bahan ajar dalam pembelajaran klasikal, antara lain :
1. Sebagai satu-satunya sumber informasi serta pengawas dan pengendali
proses pembelajaran
2. Sebagai bahan pendukung proses pembelajaran yang diselenggarakan
(b) Fungsi bahan ajar dalam pembelajaran individual, antara lain:
1. Sebagai media utama dalam proses pembelajaran
2. Sebagai alat yang digunakan untuk menyusun dan mengawasi proses siswa
dalam memperoleh informasi, serta
3. Sebagai penunjang media pembelajaran individual lainnya.
(c) Fungsi bahan ajar dalam pembelajaran kelompok
1. Sebagai bahan yang terintegrasi dengan proses belajar kelompok, dengan
cara memberikan informasi tentang latar belakang materi, informasi
19
Ibid., hal. 25
(30)
tentang peran orang-orang yang terlibat dalam belajar kelompok, serta petunjuk tentang proses pembelajaran kelompoknya sendiri, dan
2. Sebagai bahan pendukung bahan belajar utama, dan apabila dirancang
sedemikian rupa, maka dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
c. Tujuan dan Manfaat Pembuatan Bahan Ajar
Untuk tujuan pembuatan bahan ajar, setidaknya ada empat hal pokok yang
melingkupinya, yaitu :20
1) Membantu siswa dalam mempelajari sesuatu
2) Menyediakan berbagai jenis pilihan bahan ajar, sehingga mencegah timbulnya
rasa bosan pada siswa
3) Memudahkan siswa dalam melaksanakan pembelajaran, dan
4) Agar kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik.
Selain memiliki tujuan, bahan ajar juga memliki manfaat dari pembuatannya. Adapun manfaat atau kegunaan pembuatan bahan ajar dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kegunaan bagi pengajar dan kegunaan bagi
siswa.21
1) Kegunaan bagi pengajar
Setidaknya, ada tiga kegunaan pembuatan bahan ajar bagi pengajar, di antaranya sebagai berikut :
1. Pengajar akan memiliki bahan ajar yang dapat membantu dalam
pelaksanaan kegiatan pembelajaran.
2. Bahan ajar dapat diajukan sebagai karya yang dinilai untuk menambah
angka kredit pengajar guna keperluan kenaikan pangkat.
3. Menambah penghasilan bagi pengajar jika hasil karyanya diterbitkan.
2) Kegunaan bagi siswa
Apabila bahan ajar tersedia secara bervariasi, inovatif dan menarik, maka paling tidak ada tiga kegunaan bahan ajar bagi siswa, diantaranya sebagai berikut :
1. Kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik
2. Siswa lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk belajar secara mandiri
dengan bimbingan pengajar, dan
20
Ibid., hal. 26
21
Ibid., hal. 27-28
(31)
3. Siswa mendapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi yang harus dikuasainya.
d. Jenis-Jenis Bahan Ajar
Ada beberapa kriteria yang menjadi acuan dalam membuat klasifikasi
bahan ajar, yaitu: 22
1) Bahan Ajar Menurut Bentuknya
a) Bahan cetak, yaitu sejumlah bahan yang disiapkan dalam kertas, yang
dapat berfungsi untuk keperluan pembelajaran atau penyampaian
informasi. Contohnya, handout, buku, modul, LKS, brosur, leaflet, foto
atau gambar, dan model atau maket.
b) Bahan ajar dengar atau program audio, yaitu semua sistem yang
menggunakan sinyal radio secara langsung, yang dapat dimainkan atau didengar oleh seseorang atau sekelompok orang. Contohnya, kaset, radio, piringan hitam, dan CD.
c) Bahan ajar pandang dengar (audiovisual), yaitu segala sesuatu yang
memungkinkan sinyal audio dapat dikombinasikan dengan gambar bergerak secara sekuensial. Contohnya, VCD dan film.
d) Bahan ajar interaktif, yaitu kombinasi dari dua atau lebih media (audio,
teks, grafik, gambar, animasi, dan video) yang oleh penggunanya dimanipulasi atau diberi perlakuan untuk mengendalikan suatu perintah dan/atau perilaku alami dari suatu presentasi.
2) Bahan Ajar Menurut Cara Kerjanya
a) Bahan ajar yang tidak diproyeksikan, yaitu bahan ajar yang tidak
memerlukan perangkat proyektor untuk memproyeksikan isi di dalamnya, sehingga peserta didik dapat langsung mempergunakan (membaca, melihat, dan mengamati) bahan ajar tersebut. Contohnya, foto, diagram,
display, model, dan lain sebagainya.
b) Bahan ajar yang diproyeksikan, yaitu bahan ajar yang memerlukan
proyektor agar bisa dimanfaatkan dan/atau dipelajari peserta didik.
Contohnya, slide, filmstrips, overhead transparancies, dan proyeksi
komputer.
22
Ibid., hal. 39-40
(32)
c) Bahan ajar audio, yaitu bahan ajar yang berupa sinyal audio yang direkam dalam suatu media rekam. Untuk menggunakannya, kita harus memakai
alat pemain media rekam tersebut, seperti tape compo, CD player, VCD
player, multimedia player dan lain sebagainya. Contoh bahan ajar seperti
ini adalah kaset, CD, flash disk, dan lain-lain.
d) Bahan ajar video, yaitu bahan ajar yang memerlukan alat pemutar yang
biasanya berbentuk , video tape player, VCD player, DVD player dan
sebagainya. Bahan ajar ini mirip dengan bahan ajar audio, hanya saja dilengkapi dengan gambar. Jadi, dalam tampilan dapat diperoleh sebuah sajian gambar dan suara secara bersamaan. Contohnya, video, film, dan lain sebagainya.
e) Bahan ajar (media) komputer, yaitu berbagai jenis bahan ajar noncetak
yang membutuhkan komputer untuk menayangkan sesuatu untuk belajar.
Contohnya, computer mediated instruction dan computer based
multimedia atau hypermedia.
3) Bahan Ajar Menurut Sifatnya
Rowntree mengatakan bahwa berdasarkan sifatnya, bahan ajar dapat dibagi menjadi empat macam, sebagai berikut :
a) Bahan ajar yang berbasiskan cetak, misalnya buku, pamphlet, panduan
belajar siswa, bahan tutorial, buku kerja siswa, peta, charts, foto bahan
dari majalah serta koran, dan lain sebagainya.
b) Bahan ajar yang berbasiskan teknologi, misalnya audio cassette, siaran
radio, slide, filmstrips, film, video cassette, siaran TV, video interaktif,
computer based tutorial, dan multimedia.
c) Bahan ajar yang digunakan untuk praktik atau proyek, misalnya kit sains,
lembar observasi, lembar wawancara, dan lain sebagainya.
d) Bahan ajar yang dibutuhkan untuk keperluan interaksi manusia (terutama
untuk keperluan pendidikan jarak jauh), misalnya telepon, handphone,
video conferencing, dan lain sebagainya.
Bahan ajar yang akan dibuat dalam penelitian ini adalah bahan ajar interaktif yang berbasis teknologi komputer yaitu LKS digital. Bahan ajar
(33)
digunakan sebagai pelengkap yang akan mengatasi kelemahan yang terdapat
dalam tahapan model pembelajaran creative problem solving (CPS).
3. Kajian Umum tentang LKS a. Definisi LKS
Salah satu media pembelajaran yang dirasa dapat membantu siswa maupun guru dalam proses pembelajaran adalah dengan menggunakan LKS. Depdiknas menyatakan bahwa LKS adalah lembaran yang berisikan pedoman bagi siswa untuk melaksanakan kegiatan yang terprogram. Lembaran ini berisi petunjuk, tuntunan pertanyaan dan pengertian agar siswa dapat mempeluas serta
memperdalam pemahamannya terhadap materi yang dipelajari.23 Arsyad
menjelaskan LKS termasuk media cetak hasil pengembangan teknologi cetak yang berupa buku dan berisi materi visual. Yildrim menjelaskan bahwa LKS dapat membuat kegiatan belajar mengajar menjadi lebih terarah, selain itu LKS
dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran.24 Dari beberapa
pendapat mengenai LKS di atas, dapat disimpulkan bahwa LKS merupakan salah satu sarana untuk membantu dan mempermudah kegiatan pembelajaran, sehingga akan terbentuk interaksi yang efektif antara siswa dengan guru.
b. Tujuan dan Manfaat Penggunaan LKS
Menurut Prianto dan Harnoko, terdapat manfaat dan tujuan penggunaan LKS dalam proses pembelajaran yaitu :
1) Mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar,
2) Membantu siswa dalam mengembangkan konsep,
3) Melatih siswa untuk menemukan dan mengembangkan proses belajar
mengajar,
4) Membantu guru dalam menyusun pembelajaran,
5) Sebagai pedoman guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran,
23
Atna Fresh Violina Marrysca, Surantoro, Elvin Yusliana Ekawati. “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) Berbantuan LKS (Lembar Kerja Siswa) Berkarakter untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar dan Kemampuan Kognitif Fisika Siswa”, Jurnal Pendidikan Fisika, Vol.1 No.2 (September, 2013), hal. 7
24
Luluk Hasanatun Ni’mah, Saptorini, Stephani Diah Pamelasari, “Pengembangan LKS IPA Terpadu Berbasis Permainan Edukatif Tema Gerak Tumbuhan dan Faktor yang Mempengaruhi untuk Siswa SMP”, Unnes Science Education Journal 2 (1) (Juli, 2013), hal. 150
(34)
6) Membantu siswa memperoleh catatan tentang materi yang dipelajari melalui kegiatan pembelajaran,
7) Membantu siswa untuk menambah informasi tentang konsep yang dipelajari
melalui kegiatan belajar secara sistematis.25
Dan adapun tujuan penyusunan LKS dalam pembelajaran menurut Belawati dan kawan-kawan diantaranya:
1) Menyajikan bahan ajar yang memudahkan siswa untuk berinteraksi dengan
materi yang diberikan,
2) Menyajikan tugas-tugas yang meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi
yang diberikan,
3) Melatih kemandirian belajar siswa,
4) Memudahkan pengajar dalam memberikan tugas kepada siswa.26
Berdasarkan beberapa pendapat diatas mengenai manfaat dan tujuan penggunaan LKS, secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan penggunaan LKS dalam proses pembelajaran yaitu sebagai berikut:
1) Memberi pengetahuan, sikap dan keterampilan yang perlu dimiliki oleh siswa,
2) Mengecek tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah disajikan,
3) Dan mengembangkan serta menerapkan materi pembelajaran yang sulit
disampaikan secara lisan.
Sedangkan manfaat penggunaan LKS dalam pembelajaran adalah untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa. Pengalaman belajar yang bermakna berarti melibatkan siswa secara aktif untuk menemukan konsep atau pengetahuan baru dengan mengaitkannya dengan pengetahuan yang telah ada, sehingga keaktivan siswa dapat berdampak baik bagi hasil belajar yaitu meningkat seiring penggunaan LKS.
Selain memiliki tujuan dan manfaat, terdapat pula keuntungan dari penggunaan LKS dalam pembelajaran antara lain, memudahkan guru dalam
25
Sunyono, “Development of Student Worksheet Base on Environment to SAINS Material of Yunior High School in Class VII on Semester I “, (Disampaikan dalam Proceeding of The 2nd International Seminar of Science Education , UPI , Bandung , 2008), hal. 2
26
Andi Prastowo, Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif (Jogjakarta: DIVA Press, 2011), hal. 206.
(35)
melaksanakan pembelajaran, siswa akan belajar secara mandiri dan belajar
memahami serta menjalankan suatu tugas tertulis.27
c. Fungsi Penggunaan LKS
LKS digunakan untuk menanamkan konsep dan prinsip dalam proses pembelajaran. Disisi lain LKS merupakan sarana penyampaian konsep dan prinsip kepada siswa baik secara mandiri maupun secara berkelompok karena LKS dapat digunakan untuk meningkatkan keaktivan siswa dalam proses pembelajaran. Penggunaan LKS dalam proses belajar mengajar dapat menimbulkan peluang yang lebih besar kepada siswa untuk memperoleh hasil belajar yang lebih baik khususnya pada mata pelajaran fisika. Hal ini dikarenakan LKS memiliki fungsi tertentu dalam proses pembelajaran. Terdapat beberapa fungsi LKS dalam proses
belajar mengajar yaitu:28
1) Sebagai bahan ajar yang bisa meminimalkan peran pengajar, namun lebih
mengaktifkan siswa,
2) Sebagai bahan ajar yang mempermudah siswa untuk memahami materi yang
diberikan,
3) Sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya tugas untuk berlatih, serta
4) Memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada siswa.
d. Jenis-Jenis LKS
Setiap LKS disusun dangan materi dan tugas tertentu yang dikemas untuk tujuan masing-masing. Berdasarkan pada tujuan pembuatan LKS yang
dikemukakan oleh Muslim Ibrahim, LKS terbagi ke dalam dua bentuk yaitu:29
1) Lembar kegiatan yang berisi sarana untuk melatih, mengembangkan
keterampilan, dan menemukan konsep dalam suatu tema atau sering disebut dengan lembar kegiatan siswa yang tak berstruktur. LKS ini berperan sebagai alat bantu kegiatan siswa yang dipakai untuk menyampaikan pelajaran. Serta alat bantu mengajar yang dapat digunakan untuk mempercepat pelajaran,
27
Depdiknas, Panduan Pengembangan Bahan Ajar (Depdiknas: Jakarta, 2008), hal. 13
28
Andi Prastowo, Op.Cit., hal. 205.
29
Trianto, Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik (Jakarta: Kencana, 2011), hal. 244.
(36)
memberi dorongan belajar pada tiap individu, berisi sedikit petunjuk, tertulis atau lisan untuk mengarahkan kerja pada siswa.
2) Lembar kegiatan siswa yang dirancang untuk membimbing siswa dalam suatu
proses belajar mengajar dengan atau tanpa bimbingan dari guru atau biasa disebut dengan lembar kegiatan siswa berstruktur. Lembar kerja ini memuat informasi dan tugas-tugas. Pada LKS ini telah disusun petunjuk dan pengarahannya, memberi semangat dan dapat mendorong belajar dan memberi bimbingan pada setiap siswa.
Menurut Andi Prastowo dalam bukunya, dikatakan bahwa setidaknya
terdapat lima jenis LKS yang umumnya digunakan oleh siswa yaitu:30
1) LKS yang membantu siswa menemukan suatu konsep.
LKS jenis ini didasarkan pada prinsip konstruktvisme, bahwa seseorang akan belajar jika ia aktif mengkonstruk pengetahuan di dalam otaknya. LKS jenis ini memuat apa yang harus dilakukan siswa, meliputi melakukan, mengamati, dan menganalisis.
2) LKS yang membantu siswa menerapkan dan mengintegrasikan berbagai
konsep yang telah ditemukan.
LKS jenis ini membantu siswa dalam menerapkan konsep yang telah dipelajari ke dalam kehidupan sehari-hari. Caranya dengan memberikan tugas kepada mereka. Sebagai contoh dengan memberikan tugas untuk melakukan diskusi, kemudian meminta mereka untuk berlatih memberikan kebebasan berpendapat dan bertanggungjawab serta menghargai pendapat orang lain.
3) LKS yang berfungsi sebagai penuntun belajar
LKS jenis ini berisi pertanyaan atau isian yang jawabannya terdapat di dalam buku. Siswa dituntut untuk membaca buku terlebih dahulu agar dapat menjawab pertanyaan yang ada di dalam LKS. Fungsi utama LKS ini adalah membantu siswa menghafal dan memahami materi pelajaran.
4) LKS yang berfungsi sebagai penguat
Materi pembelajaran yang dikemas dalam LKS ini lebih mengarah pada penguatan atau pendalaman materi setelah mempelajari topik tertentu. LKS ini digunakan sebagai pembelajaran pokok atau untuk pengayaan.
30
Andi Prastowo, Op.Cit., hal. 208-209.
(37)
5) LKS yang berfungsi sebagai petunjuk praktikum
Salah satu isi dari LKS jenis ini adalah petunjuk pelaksanaan praktikum. Lembar kegiatan siswa untuk masing-masing pelajaran belum tentu sama. Hal ini disesuaikan dengan karakteristik pelajaran tersebut serta pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran.
Dalam buku pengembangan perangkat pembelajaran untuk SMP tercantum
dua jenis LKS untuk pembelajaran IPA yaitu:31
1) LKS untuk eksperimen berupa petunjuk untuk melaksanakan praktikum yang
menggunakan alat-alat dan bahan-bahan. Sistematika LKS umumnya terdiri dari judul, pengantar, tujuan, alat bahan, langkah kerja, kolom pengamatan, pertanyaan. Uraian masing-masing komponen adalah sebagai berikut:
(a) Pengantar, pengantar LKS berisi uraian singkat yang mengetengahkan bahan
pelajaran (berupa konsep-konsep) yang dicakup dalam kegiatan/praktikum,
(b) Tujuan, memuat tujuan yang berkaitan dengan permasalahan yang
diungkapkan di pengantar,
(c) Alat dan bahan, memuat alat dan bahan yang diperlukan,
(d) Langkah kegiatan, merupakan instruksi untuk melakukan kegiatan. Untuk
mempermudah siswa melakukan praktikum, langkah kerja ini dibuat secara sistematis. Bila perlu menggunakan nomor urut dan menambah tampilan sketsa gambar,
(e) Tabel pengamatan, dapat berupa tabel-tabel data untuk mencatat data hasil
pengamatan yang diperoleh dari praktikum dan
(f) Pertanyaan, berupa pertanyaan yang jawabanya dapat membantu siswa untuk
mendapatkan konsep yang dikembangkan atau untuk mendapatkan kesimpulanya.
2) LKS non eksperimen berupa lembar kegiatan yang memuat teks yang
menuntut siswa melakukan kegiatan diskusi suatu materi pembelajaran. Kegitan menggunakan lembar kegiatan ini dikenal dengan istilah DART (Direct Activity to Relate to the Text Books) kegiatan ini berhubungan langsung dengan teks atau wacana. Ada dua jenis DART yaitu :
31
Popi Kamalia Devi, et al., Pengembangan Perangkat Pembelajaran Untuk SMP
(Jakarta: PPPPTK IPA, 2009), hal. 32-33.
(38)
(a) Bentuk LKS reconstruction DART. Bentuk LKS ini dapat berupa text completion (melengkapi teks), diagram completion (melengkapi tabel),
prediction (meramalkan), diagram cut andpaste (potong dan tempel gambar), dan scramble (mengacak);
(b) Bentuk LKS Analysis DART. Bentuk ini kegiatan siswa dapat berupa text
marking labelling dan recording. Pada bentuk ini LKS text marking labelling
dapat berupa underlaying (menggaris bawahi) dan labelling (memberi label),
dan segmenting (memotong/menggolongkan). Bentuk LKS recording dapat
berupa diagramatic representation (membuat diagram), tabulator (membuat
daftar yang tersusun), question (membuat pertanyaan-pertanyaan), words
square (teka-teki silang), dan summary (membuat rangkuman).
LKS yang digunakan oleh peneliti adalah jenis LKS non eksperimen. LKS ini akan memuat materi singkat dan soal-soal yang menuntut siswa melakukan kegiatan diskusi dalam suatu materi pembelajaran. LKS ini diharapkan dapat membantu siswa dalam proses pembelajaran, sehingga siswa memperoleh pemahaman konsep lebih baik lagi yang akan berdampak baik terhadap tercapainya tujuan pembelajaran.
e. Syarat-Syarat Penyusunan LKS
Didalam LKS non eksperimen memuat paling tidak judul, kompetensi dasar (KD) yang akan dicapai, waktu penyelesaian, informasi pendukung dan tugas yang harus dikerjakan. Penyusunan LKS harus memenuhi berbagai
persyaratan misalnya syarat didaktik, konstruksi, dan teknik. Syarat-syarat
didaktik, konstruksi, dan teknis yang harus dipenuhi, antara lain:32
1) Syarat-syarat didaktik mengatur tentang penggunaan LKS yang bersifat
universal dapat digunakan dengan baik untuk siswa yang lamban atau yang pandai. LKS lebih menekankan pada proses untuk menemukan konsep, dan yang terpenting dalam LKS ada variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan siswa. LKS diharapkan mengutamakan pada pengembangan
32
Eli Rohaeti, Endang Widjajanti LFX, Regina Tutik Padmaningrum, “Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Mata Pelajaran SAINS Kimia untuk SMP”, Jurnal Inovasi Pendidikan,Jilid 10 Nomor 1 (Mei, 2009), hal. 2
(39)
kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral, dan estetika. Pengalaman belajar siswa ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi siswa.
2) Syarat konstruksi berhubungan dengan penggunaan bahasa, susunan kalimat,
kosa kata, tingkat kesukaran, dan kejelasan dalam LKS dan
3) Syarat teknis menekankan pada tulisan, gambar, penampilan dalam LKS.
f. Teknik Penyusunan LKS
Dalam penyusunan LKS terdapat prosedur yang harus dilakukan agar LKS dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Langkah-langkah
penulisan LKS menurut Diknas adalah sebagai berikut:33
1) Melakukan analisis kurikulum: KI, KD, Indikator, dan materi pembelajaran.
Langkah ini dimaksudkan untuk menentukan materi-materi mana yang membutuhkan bahan ajar LKS.
2) Menyusun peta kebutuhan LKS
Peta kebutuhan sangat diperlukan untuk mengetahui jumlah LKS yang harus ditulis serta melihat urutan LKS-nya.
3) Menentukan judul-judul LKS
Judul LKS ditentukan atas dasar kompetensi-kompetensi dasar, materi pokok, atau pengalaman belajar yang terdapat dalam kurikulum.
4) Penulisan LKS
Untuk menulis LKS, langkah yang perlu diperhatikan diantaranya adalah merumuskan kompetensi dasar, menentukan alat penilaian, menyusun materi, dan memperhatikan struktur LKS. Struktur LKS minimal terdiri dari enam komponen, yaitu judul, petunjuk belajar, kompetensi yang akan dicapai, informasi pendukung, tugas-tugas dan langkah-langkah kerja serta penilaian.
4. LKS Digital
a. Sejarah Komputer
Pemanfaatan komputer dalam bidang pendidikan, khususnya dalam pembelajaran sebenarnya merupakan mata rantai dari sejarah teknologi pembelajaran. Sejarah teknologi pembelajaran ini sendiri merupakan kreasi berbagai ahli dalam bidang terkait, yang pada dasarnya ingin berupaya
33
Andi Prastowo, Op.Cit., hal.212
(40)
mewujudkan ide-ide praktis dalam menerapkan prinsip didaktis, yaitu pembelajaran yang menekankan perbedaan individual baik dalam kemampuan maupun dalam kecepatan.
Dalam sejarah teknologi pembelajaran kita menemukan bahwa karya Sydney L. Pressey untuk menciptakan mesin mengajar bisa dicatat sebagai pelopor dalam pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran. Mesin mengajar pada mulanya diciptakan oleh Pressey untuk melakukan tes terhadap kemampuan yang
dicapai dari hasil belajar. Cara kerja mesin tersebut adalah: 34
1) Bahan disusun dalam bentuk pertanyaan pilihan ganda dengan empat
kemungkinan jawaban, dengan satu di antaranya adalah kemungkinan jawaban yang benar.
2) Testee membaca soal tes pada layar display dan memilih alternatif jawaban yang benar dari satu soal.
3) Dengan menekan tombol alternatif jawaban yang benar, bila yang ditekan
adalah alternatif jawaban yang benar, maka pada layar display akan muncul
soal berikutnya. Tetapi bila salah, maka akan memberikan respons dengan cara tidak memunculkan soal berikutnya.
Pressey memandang bahwa mesin tes ini bisa digunakan pula dalam mengajar dan dengan sedikit mengubah tujuan, dari tujuan menguji menjadi tujuan mengajar akhirnya alat itu digunakan juga sebagai mesin mengajar.
b. Definisi Komputer
Istilah komputer diambil dari bahasa Latin komputer yang berarti
menghitung (to compute). Hamacher mendifinisikan komputer sebagai mesin
hitung elektronik yang cepat dan dapat menerima informasi input digital, kemudian memprosesnya sesuai dengan program yang tersimpan di memorinya,
dan menghasilkan output berupa informasi. Menurut Daryanto, komputer
memiliki tiga sifat yaitu bekerja dengan menggunakan tenaga listrik (elektronik),
bekerja berdasarkan program, dan bekerja dalam suatu sistem.35 Berdasarkan
pendapat beberapa ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa komputer sebenarnya
34
Dr. Rusman, M.Pd, Dr. Deni, M.Pd, Cepi, M.Pd. Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2011), hal. 100
35
Ibid., hal. 46
(41)
merupakan media elektronik yang dapat menerima informasi dalam bentuk input
digital dengan menggunakan kode binner dalam aplikasi programnya, dan
menampilkan output informasi dalam bentuk visualisasi data elektronik.
Komputer awalnya digunakan sangat terbatas, hanya untuk keperluan menghitung dalam kegiatan administrasi saja, tetapi sekarang aplikasi komputer tidak lagi hanya digunakan sebagai sarana komputasi dan pengolahan kata tetapi juga sangat memungkinkan sebagai sarana belajar untuk keperluan pendidikan. Kini pemanfaatan teknologi komputer telah banyak memberikan konstribusi terhadap proses pembelajaran salah satunya adalah dengan penerapan
pembelajaran berbasis komputer.36 Melalui sistem komputer kegiatan
pembelajaran dilakukan secara tuntas, maka guru dapat melatih siswa secara terus menerus sampai mencapai ketuntasan dalam belajar. Latihan yang diberikan guru dimaksudkan untuk melatih keterampilan siswa dalam berinteraksi dengan materi pelajaran dengan menggunakan komputer terutama dalam pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan.
Secara konsep pembelajaran berbasis komputer adalah bentuk penyajian bahan-bahan pembelajaran dan keahlian atau keterampilan dalam satuan unit-unit kecil, sehingga mudah dipelajari dan mudah dipahami oleh siswa. Pembelajaran berbasis komputer merupakan suatu bentuk pembelajaran yang menempatkan komputer sebagai piranti sistem pembelajaran individual, dimana siswa dapat berinteraksi langsung dengan sistem komputer yang sengaja dirancang atau dimanfaatkan oleh guru.
c. Manfaat Komputer
Penggunaan komputer dalam pembelajaran memungkinkan berlangsungnya proses pembelajaran secara individual dengan menumbuhkan kemandirian dalam proses belajar, sehingga siswa akan mengalami proses yang jauh lebih bermakna dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Manfaat
komputer untuk tujuan pendidikan menurud Arsyad yaitu:37
1) Komputer dapat mengakomodasi siswa yang lamban menerima pelajaran
karena ia dapat memberikan iklim yang lebih bersifat afektif dengan cara yang
36
Ibid., hal. 47
37
Ibid., hal 47- 48
(42)
lebih individual, tidak pernah lupa, tidak pernah bosan, sangat sabar dalam menjalankan instruksi seperti yang diinginkan program yag digunakan.
2) Komputer dapat merangsang siswa untuk mengerjakan latihan, melakukan
kegiatan atau simulasi karena tersedianya animasi grafik, warna, dan musik yang dapat menambah realism.
3) Kendali berada di tangan siswa, sehingga tingkat kecepatan belajar siswa
dapat disesuaikan dengan tingkat penguasaannya. Dengan kata lain, komputer dapat berinteraksi dengan siswa secara individual.
4) Kemampuan merekan aktivitas siswa selama menggunakan program
pembelajaran, memberi kesempatan lebih baik untuk pembelajaran perorangan dan perkembangan setiap siswa selalu dapat dipantau.
5) Dapat berhubungan dengan, dan mengendalikan peralatan lain seperti CD
interaktif, video, dan lain-lain dengan program pengendali dari komputer. Berdasarkan manfaat dari penggunaan komputer di atas, maka LKS yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah LKS digital yang disusun sesuai dengan persyaratan penyusunan LKS yaitu didaktik, kontruksi serta teknis.
LKS digital ini disusun berdasarkan model creative problem solving (CPS) yang
menyajikan materi singkat yang disertai animasi dan pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan kepada siswa untuk didiskusikan. LKS digital dalam penelitian ini
memasukkan unsur gambar dan animasi yang lucu sehingga dapat menghibur siswa dari kejenuhan belajar. Dalam LKS digital pula disertakan video animasi kartun yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan ketika menghadapi soal-soal fisika yang kebanyakan dinilai susah untuk dikerjakan.
5. Kajian Umum tentang Belajar dan Hasil Belajar a. Definisi Belajar
Terdapat beberapa definisi tentang belajar dimulai dari pengertian belajar secara tradisional, belajar dapat diartikan sebagai upaya menambah atau mencari sejumlah ilmu pengetahuan. Menurut Herbart, belajar tidak hanya membaca dan menulis secara fakum akan tetapi menerima tanggapan dari orang lain itu
termasuk kategori belajar.38 Morgan dkk mengemukakan, belajar merupakan
38
Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan (Jakarta : Kencana, 2011), hal. 388
(43)
perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan dan pengalaman. Pendapat serupa diungkapkan oleh Caplin, bahwasannya belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat
latihan dan pengalaman.39 Pendapat lain dikemukaan oleh Gagne, bahwa belajar
adalah sesuatu yang bukan terjadi karena warisan atau turunan genetika, atau karena respon alamiah, kedewasaan, dan keadaan organisme yang bersifat
temporer seperti kelelahan, pengaruh obat, merasa kuat, dan sebagainya40. Dari
beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan, bahwa belajar adalah sebuah aktivitas yang dilakukan manusia untuk menambah pengetahuan yang ada dalam dunia dengan suatu pengalaman yang sangat berarti dan memiliki makna yang tinggi. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti, bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa. Kekeliruan atau ketidak lengkapan persepsi mereka terhadap proses belajar dan hal-hal yang berkaitan dengannya mungkin akan mengakibatkan kurang bermutunya hasil belajar yang dicapai siswa.
b. Definisi Hasil Belajar
Hasil belajar dapat diartikan sebagai segala informasi yang berhasil diperoleh selama proses pendidikan yang digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan masukan dan transformasi yang ada dalam proses belajar. Adanya umpan balik yang akurat sebagai hasil evaluasi yang akurat pula, sehingga memudahkan kegiatan perbaikan pendidikan. Hasil belajar adalah kemampuan–kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya.41 Dengan demikian, maka dalam proses belajar mengajar selalu
menghasilkan hasil belajar.
Menurut Nana Sudjana hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran, yaitu berupa tes yang disusun secara
39
Muhibbin Syah, M.Ed. Psikologi Belajar (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), hal. 65
40
Drs. Effendi Zulkifly, S.Pd. Drs. Eddy Yusnandar, Strategi Belajar Mengajar (Serang : Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, 2001), hal. 6
41
Dr. Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 22
(44)
terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun perbuatan. Sedangkan menurut S. Nasution berpendapat bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan, tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar. Jadi hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu
dari mata pelajaran yang berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Gagne
membagi lima kategori hasil belajar yakni, (a) informasi verbal, (b) keterampilan intlektual,(c) strategi kognitif,(d) sikap, dan (e) keterampilan motoris. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan intruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin
Bloom yang secara garis besar membagi menjadi tiga ranah yaitu:42
1) Ranah Kognitif
Ranah kognitif yaitu ranah yang berkenaan dengan hasil belajar intlektual. Taksonomi Bloom membagi ranah kognitif atau kemampuan berpikir menjadi enam jenjang, yaitu dari C1 (pengetahuan), C2 (pemahaman), C3 (penerapan), C4 (analisis), C5 (sintesis), dan C6 (evaluasi). Selanjutnya, taksonomi Bloom direvisi
oleh Anderson dan Krathwohl yang ditunjukkan pada tabel 2.1 dibawah ini.43
Tabel 2.1 Taksonomi Bloom lama dan taksonomi Bloom revisi Jenjang Taksonomi Bloom Lama Taksonomi Bloom Revisi
C1 Pengetahuan Mengingat
C2 Pemahaman Memahami
C3 Penerapan Menerapkan
C4 Analisis Menganalisis
C5 Sintesis Mengevaluasi
C6 Evaluasi Menghasilkan karya
Perbedaan taksonomi Bloom yang lama dengan yang telah direvisi terdapat pada jenjang C1 dengan pengetahuan menjadi mengingat, C5 dengan sintetis menjadi mengevaluasi dan C6 dengan evaluasi menjadi menghasilkan karya. Perubahan yang jelas terjadi yaitu perubahan menjadi kata kerja aktif pada setiap jenjangnya karena berpikir merupakan suatu pekerjaan. Ranah kognitif yang jenjangnya telah direvisi oleh Anderson dan Krathwohl adalah sebagai berikut :
42
Dr. Zulfiani, M.Pd, Tonih Feronika, M.Pd, Kinkin Suartini, M.Pd, Strategi Pembelajaran SAINS (Jakarta :Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), hal. 64
43
Ibid., hal. 66
(45)
a) Mengingat (C1), merupakan usaha mendapatkan kembali pengetahuan dari memori atau ingatan yang telah lampau, baik yang baru saja didapatkan maupun yang sudah lama didapatkan. Mengingat merupakan dimensi yang
berperan penting dalam proses pembelajaran yang bermakna (meaningful
learning) dan pemecahan masalah (problem solving).44 Mengingat mencakup ingatan mengenai hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Pengetahuan yang disimpan dalam ingatan, akan digali pada saat dibutuhkan
dengan cara mengenali (recognition) atau mengingat kembali (recall).
b) Memahami (C2), adalah kemampuan seseorang untuk membangun sebuah
pengertian dari berbagai sumber seperti pesan, bacaan dan komunikasi. Memahami atau mengerti berkaitan dengan aktivitas mengklasifikasikan (classification) dan membandingkan (comparing).45 Mengklasifikasikan berawal dari suatu contoh atau informasi yang spesifik kemudian ditemukan
konsep dan prinsip umumnya. Memahami meliputi menafsirkan,
mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan,
membandingkan , dan menjelaskan.
c) Menerapkan (C3), adalah proses kognitif yang menunjuk kepada
memanfaatkan atau mempergunakan suatu prosedur untuk melaksanakan percobaan atau menyelesaikan permasalahan. Menerapkan berkaitan dengan
dimensi pengetahuan prosedural (procedural knowledge).46 Menerapkan
merupakan proses yang kontinu, dimulai dari siswa menyelesaikan suatu permasalahan menggunakan prosedur baku/standar yang sudah diketahui.
Mengaplikasikan meliputi kegiatan menjalankan prosedur (executing) dan
mengimplementasikan (implementing).
d) Menganalisis (C4), adalah kemampuan seseorang untuk memecahkan suatu
permasalahan dengan memisahkan tiap-tiap bagian dari permasalahan dan mencari keterkaitan dari tiap-tiap bagian tersebut dan mencari tahu bagaimana
keterkaitan tersebut dapat menimbulkan permasalahan.47 Menganalisis
44
Imam Gunawan, Anggarini Retno Palupi, “Taksonomi Bloom – Revisi Ranah Kognitif: Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran, Dan Penilaian”, Artikel Program Studi PGSD FIP IKIP PGRI Madiun, (PGSD FIP IKIP PGRI, Madiun), hal. 26
45
Ibid.
46
Ibid., hal. 27
47
Ibid., hal. 28
(46)
mencakup kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian, sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami dengan baik.
Menganalisis meliputi memberi atribut (attributing) dan mengorganisasikan
(organizing).
e) Mengevaluasi (C5), berkaitan dengan proses kognitif memberikan penilaian
berdasarkan kriteria dan standar yang sudah ada. Kriteria yang biasanya digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi. Kriteria atau
standar ini dapat pula ditentukan sendiri oleh siswa.48 Evaluasi meliputi
mengecek (checking) dan mengkritisi (critiquing).
f) Mencipta (C6), mengarah pada proses kognitif meletakkan unsur-unsur secara
bersama-sama untuk membentuk kesatuan yang koheren dan mengarahkan siswa untuk menghasilkan suatu produk baru dengan mengorganisasikan
beberapa unsur menjadi bentuk atau pola yang berbeda dari sebelumnya.49
Meskipun menciptakan mengarah pada proses berpikir kreatif, namun tidak secara total berpengaruh pada kemampuan siswa untuk menciptakan.
Menciptakan meliputi menggeneralisasikan (generating) dan memproduksi
(producing).
2) Ranah Afektif
Ranah afektif yaitu ranah yang berkenaan dengan sikap. Tujuan pembelajaran pada ranah afektif sangat berkaitan erat dengan sikap atau perasaan/kesadaran, seperti perasaan senang atau tidak senang, perasaan sedih atau bahagia, perasaan
bangga atau malu,dan lainnya.50 Jika di tinjau dari sikap, maka berkaitan dengan
keadaan internal siswa yang mempengaruhi pilihannya terhadap perlakuannya terhadap orang lain, benda, atau suatu peristiwa. Menurut Bloom dan
kawan-kawan, ranah afektif terdiri atas beberapa aspek yaitu:51
a) Penerimaan, meliputi kesediaan untuk memberi perhatian pada fenomena atau
stimulus tertentu. Penerimaan bisa di bedakan menjadi kesadaran, kemauan menerima, dan perhatian yang terkendali atau terarah.
48
Ibid., hal. 29
49
Ibid.
50
Dr. Zulfiani, M.Pd, Tonih Feronika, M.Pd, Kinkin Suartini, M.Pd, Strategi Pembelajaran SAINS (Jakarta :Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), hal. 67
51
Ibid.
(47)
b) Penanggapan, berkaitan dengan memberi respons sebagai peran serta aktif. Penaggapan dibedakan menjadi kesepakatan pada penaggapan, kemauan pada menaggapi, dan kepuasan pada tanggapan.
c) Penilaian, berkaitan pada pemilihan, penghargaan, dan pengagunggan
terhadap benda, fenomena, atau tingkah laku. Penilaian di bedakan menjadi, penerimaan nilai, pemilihan nilai, dan keterlibatan.
d) Organisasi, berkaitan dengan kemampuan mempersatukan nilai-nilai yang
berbeda, menyelesaikan pertentangan antara nilai-nilai tersebut mulai dari membina sistem nilai yang konsisten secara internal. Kemampuan organisasi dibedakan menjadi konseptualisasi nilai dan organisasi sistem nilai.
e) Pemeranan, merupakan puncak peroses internalisasi nilai dalam diri
seseorang. Pada aspek ini, hierarki nilai yang sudah tertanam dalam diri seseorang disusun menjadi suatu sistem yang mempunyai konsistensi internal yang mengendalikan tingkah laku orang tersebut dengan pola tertentu.
3) Ranah Psikomotoris
Ranah psikomotoris yaitu ranah yang berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Tujuan pembelajaran pada ranah pisikomotorik berkaitan erat dengan keterampilan secara fisik, motorik,
maupun tangan.52 Aspek pada ranah pisikomotorik menurut Bloom dan
kawan-kawan, terdiri dari presepsi, kesiapan, respon terpimpin, mekanisme, respon kompleks, penyesuaian, serta pencipta.
a) Presepsi, berkaitan dengan menyadari stimulasi, menyeleksi stimulus terarah
sampai menerjemahkannya dalam pengamatan stimulus terarah pada kegiatan yang di tampilkan.
b) Kesiapan, berkaitan dengan kesiapan melakukan suatu kegiatan tertentu,
termasuk kegiatan mental, fisik, dan emosional.
c) Respon terpimpin, berkaitan dengan kemampuan menirukan gerakan, gerakan
coba-coba, dan performansi yang memadai yang menjadi tolak ukur.
d) Mekanisme, berkaitan dengan kebiasaan yang berasal dari respons yang di
pelajari, gerakan dilakukan dengan mantap, penuh keyakinan dan kemahiran.
52
Ibid., hal. 68
(48)
e) Respons kompleks, berkaitan dengan gerakan motorik yang memerlukan pola gerakan yang kompleks.
f) Penyesuaian, berkaitan dengan pola gerakan yang telah berkembang dengan
baik, sehingga seseorang dapat mengubah pola gerakannya agar sesuai dengan situasi yang dihadapinya.
g) Mencipta, berkaitan dengan keterampilan tingkat tinggi dimana pada tingkatan
ini seseorang memiliki kemampuan untuk menghasilkan pola-pola gerakan baru agar sesuai denagn situasi yang di hadapinya.
Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah ini, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran. Dalam penelitian ini, peneliti mengukur hasil belajar siswa pada ranah kognitif pada taksonomi bloom yang sudah direvisi pada jenjang C1 (mengingat), C2 (memahami), C3 (menerapkan), C4 (menganalisis). Pada kenyatannya tingkat jenjang yang dipilih dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.
6. Kajian Konsep Hukum Newton Tentang Gravitasi
a. Karakteristik Konsep Hukum Newton Tentang Gravitasi
Konsep hukum Newton tentang gravitasi memiliki beberapa karateristik, yaitu cakupan materi luas, kontekstual, bersifat abstrak dan matematis. Konsep hukum Newton tentang gravitasi memiliki cakupan materi yang luas karena dalam konsep tersebut materi dibahas secara menyeluruh. Konsep hukum Newton tentang gravitasi juga dikatakan kontekstual karena materi hukum newton tentang gravitasi dekat dengan kehidupan sehari-hari. Contohnya pada hukum Newton tentang gravitasi membahas tentang gaya gravitasi yang dialami kita berkaitan dengan jarak kita berada terhadap jari-jari bumi.
Konsep hukum Newton tentang gravitasi berada dalam kehidupan sehari-hari namun sulit untuk divisualisasikan, oleh karena itu konsep hukum Newton tentang gravitasi dikatakan bersifat abstrak. Dalam konsep hukum Newton tentang gravitasi terdapat banyak rumus dan teori yang membutuhkan tingkat pemahaman lebih siswa. Oleh karena itu konsep hukum Newton tentang gravitasi dikatakan bersifat matematis.
(49)
b. Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD)
Kompetensi inti dalam konsep hukum Newton tentang gravitasi adalah memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. Konsep hukum Newton tentang gravitasi juga memiliki kompetensi dasar yaitu menganalisis pemikiran dirinya terhadap keteraturan gerak planet dalam tatasurya berdasarkan hukum-hukum Newton.
c. Peta Konsep
Gambar 2.1 Peta konsep hukum Newton tentang gravitasi
mempelajari tentang
Hukum Newton Tentang Gravitasi
Hukum Gravitasi Universal membahas terbagi menjadi Kuat Medan Gravitasi Percepatan Gravitasi Pada Ketinggian Tertentu Perbandingan Percepatan Gravitasi 2 Planet Aplikasi Hukum Gravitasi Universal Hukum I Kepler Hukum II Kepler Hukum III Kepler Hukum Kepler membahas Energi Potensial Gravitasi Potensial Gravitasi
(50)
d. Kajian Teori
1) Hukum Gravitasi Universal
Hukum Newton tentang gravitasi universal berbunyi sebagai berikut: “Semua partikel di dunia ini menarik semua partikel lain dengan gaya yang sebanding dengan hasil kali massa partikel-partikel itu dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak di antaranya. Gaya ini bekerja sepanjang garis yang
menghubungkan kedua partikel itu”.53 Secara matematis hukum Newton tentang
gravitasi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
F = G ���� ��
dengan :
F = gaya gravitasi (N) r = jarak antara benda (m)
m1 = massa benda pertama (kg) G = konstanta gravitasi.(6,67.10-11Nm2/kg2)
m2 = massa benda kedua (kg)
Untuk kasus kedua vektor gaya gravitasi yang membentuk sudut �, maka besar
resultan gaya gravitasi dapat dihitung dengan rumus kosinus sebagai berikut:
F1 = ����� + ���� + ���������� �
2) Kuat Medan Gravitasi
Ruang di sekitar suatu benda bermassa dimana benda bermassa lainnya dalam ruang itu akan mengalami gaya gravitasi disebut kuat medan gravitasi. Kuat medan gravitasi disebut juga percepatan gravitasi. Dari pengertian tersebut dapat dirumuskan persamaan kuat medan gravitasi sebagai berikut:
g = G � ��
dengan :
g = percepatan gravitasi (m/s2) r = jarak titik ke benda (m)
M = massa benda (kg) G = konstanta gravitasi.(6,67.10-11Nm2/kg2)
a) Percepatan Gravitasi Pada Ketinggian Tertentu
Semakin jauh jarak benda dari pusat Bumi, semakin kecil percepatan gravitasi yang mempengaruhinya. Secara matematis nilai perbandingan percepatan gravitasi pada ketinggian tertentu tersebut dapat dirumuskan sebagai
berikut:54
53
Douglas C. Giancoli, Fisika Edisi Kelima Jilid 1 (Jakarta : Erlangga, 2001), hal. 148.
54
Marthen Kanginan, FISIKA untuk SMA/MA Kelas XI Kelompok Peminatan Matematika dan Ilmu Alam (Jakarta : Erlangga, 2014), hal. 82-83.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
275
BIODATA PENULIS
SHELLY YUSKARTIKA. Anak tunggal pasangan Yusron Asnawi dan Sri Yanah. Lahir di Lampung Selatan pada tanggal 7 September 1991, bertempat tinggal di Taman Lopang Indah Blok FU. 37 No. 3 RT. 05 RW.13 Kelurahan Unyur Kecamatan Serang Kota Serang Banten.
Riwayat Pendidikan. Jenjang pendidikan yang telah ditempuh penulis diantaranya TK. Pertiwi lulus tahun 1998, SDN 2 Kota Serang lulus tahun 2004, SMP Negeri 4 Kota Serang lulus tahun 2007, dan SMA Negeri 2 Kota Serang lulus tahun 2010. Penulis kemudian melanjutkan ke Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Pendidikan IPA, Program Studi Pendidikan Fisika pada tahun 2010 melalui jalur ujian mandiri.