Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) dan Resin Flowable sebagai Intermediate Layer pada Restorasi Klas V Resin Komposit Terhadap Celah Mikro (In Vitro)

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Resin komposit merupakan salah satu bahan restorasi yang dapat digunakan untuk merestorasi kavitas Klas V. Namun, komposit berbasis resin yang menunjukan, shrinkage polimerisasi, dan adaptasi marginal pada dentin yang rendah pada restorasi Klas V dapat menyebabkan berbagai masalah, salah satunya adalah kebocoran mikro. Komposit flowable dan Stress Decreasing Resin (SDR) merupakan bahan yang dapat digunakan sebagai intermediate layer untuk menanggulangi masalah tersebut.

2.1 Celah Mikro pada Kavitas Klas V

Menurut klasifikasi karies oleh G.V. Black pada tahun 1900-an, kavitas Klas V merupakan kavitas yang terdapat pada permukaan labial atau bukal dan lingual dari gigi anterior maupun posterior. Salah satu masalah utama untuk merestorasi kavitas Klas V dengan resin komposit adalah sedikitnya struktur enamel dibanding struktur dentin yang menyebabkan sulitnya perlekatan serta adaptasi dari bahan restorasi terhadap gigi, khususnya pada margin servikal.5,6

Gambar 1. Restorasi Klas V berada pada enamel dan sebagian lagi pada dentin.


(2)

Pada kavitas Klas V sebagian restorasi berada pada enamel dan sebagian lagi berada pada dentin (Gambar 1). Karakterisik yang berbeda dari enamel dan dentin mempersulit kinerja dari bahan adhesif. Dentin dengan kandungan air yang lebih banyak dapat mencegah bahan adhesif untuk berpenetrasi membentuk retensi mekanis yang baik dan menyebabkan perlekatan bahan restorasi yang tidak optimal sehingga dapat menimbulkan celah mikro. 10,18

Kebocoran mikro adalah keadaan dimana cairan dan bakteri dapat lewat pada celah berukuran mikro antara restorasi dan gigi akibat perlekatan marginal yang kurang baik.4 Kebocoran mikro dapat disebabkan karena shrinkage polimerisasi komposit, perlekatan dan pembasahan yang buruk, stress thermal, dan beban mekanis. Hal ini dapat menyebabkan diskolorisasi pada tepi restorasi, karies rekuren, hipersensitivitas, dan patologi pulpa, dan dapat menyebabkan lepasnya restorasi dari kavitas.1.3

Kekuatan sistem adhesif pada dentin tidak cukup kuat untuk menahan stress akibat shrinkage polimerisasi pada interfasial restorasi. Hal ini dapat diminimalisir dengan cara meletakkan bahan fleksibel sebagai intermediate layer. Dengan daya alir yang tinggi bahan ini dapat melapisi setiap bagian kavitas secara lebih baik dan dapat dapat berperan sebagai stress breaker pada interfasial restorasi.

2.2 Resin Komposit

Resin komposit saat ini menjadi pilihan utama sebagai bahan restorasi karena memiliki sifat yang sesuai dengan warna gigi, tidak mengandung merkuri, biokompabilitas, tidak mudah larut, dan ikatannya terhadap struktur gigi dengan pengunaan sistem bonding.14,15 Keuntungan lain dari bahan resin komposit adalah bahan ini dapat dibentuk kedalam berbagai konsistensi, mulai dari cair sampai pasta rigid, sehingga dengan mudah dapat dimanipulasi dan dibentuk menjadi bentuk khusus yang kemudian diubah melalui suatu reaksi polimerisasi menjadi bahan yang keras dan kuat.16


(3)

Shrinkage dinilai sebagai kelemahan utama dari bahan restorasi resin komposit. Proses polimerisasi yang menghasilkan shrinkage menyebabkan timbulnya stress yang dapat melebihi kekuatan ikatan disekitar gigi, mengakibatkan kegagalan perlekatan interfasial restorasi yang mengarah pada kebocoran mikro.10,17

2.2.1 Komponen Resin Komposit 2.2.1.1 Matriks Organik

Basis matriks terdiri dari monomer polimerik mono-, di- atau tri-fungsional seperti BIS-GMA (Bisphenol-A-glycidyl methacrylate) atau UDMA (urethane dimethacrylate). Resin ini memiliki viskositas tinggi dan dapat diencerkan menggunakan monomer berviskositas rendah untuk mengontrol viskositasnya. Monomer ini dapat berupa bisphenol A dimethacrylate (Bis-DMA), ethylene glycol dimethacrylate (EGDMA), triethylene glycol dimethacrylate (TEGDMA), methyl methacrylate (MMA). Namun, semakin besar proporsi dari monomer pengencer ini dapat menyebabkan semakin besarnya shrinkage polimerisasi dan resiko kebocoran pada celah marginal.15,16,18

2.2.1.2Partikel Bahan Pengisi Anorganik (F iller)

Fase dispersi dari resin komposit terbentuk dari material filler anorganik. Penambahan bahan filler meningkatkan sifat fisik dan mekanik dari matriks organik. Filler yang sering digunakan adalah silicon dioxide, boron silicates, dan lithium aluminium silicates. Ketahanan restorasi komposit bergantung pada ukuran partikel filler, jarak antar partikel, dan muatan filler.15,16,18

2.2.1.3Bahan Coupling (Silane)

Perlekatan interfasial antara fase matriks dan fase filler difasilitasi oleh lapisan partikel filler dengan coupling agent silane. Dengan kata lain suatu coupling agent digunakan untuk melekatkan filler ke resin organik. Bahan ini adalah molekul dengan kelompok silane pada satu tepi (ion berikatan dengan SiO2) dan kelompok methacrylate pada tepi lainnya. Fungsi dari coupling agent antara lain untuk


(4)

mencegah penetrasi air sepanjang permukaan resin filler, pemindahan gaya dari resin matriks fleksibel ke partikel filler yang lebih kaku, serta membantu ikatan filler dengan matriks resin.14,18 Tanpa bahan coupling, komposit akan menjadi lebih lemah dibawah tekanan dan partikel filler akan dengan mudah terlepas dari permukaan selama pengunyahan.19

2.2.1.4Sistem Fotoinisiator dan Aktivator

Bahan ini mengaktivasi polimerisasi dari komposit. Fotoinisiator yang paling sering digunakan adalah camphoroquinone (CQ). Semakin tinggi konsentrasi dari CQ dapat menginduksi generasi yang cepat dan tinggi dari radikal bebas, menghasilkan produksi reaksi kinetik polimerisasi yang lebih cepat dan derajat konversi yang lebih tinggi.18,20

Fotoinisiator merupakan parameter fundamental dalam menentukan karakter polimerisasi resin komposit. Aktivasi fotoinisiator terjadi pada panjang gelombang tertentu, dimana efisiensi yang optimal diperoleh ketika penyerapan dari fotoinisiator sesuai dengan emisi spektral dari light curing unit. Konsentrasi fotoinisiator yang bervariasi antara komposit komersial dan dampaknya pada adaptasi marginal serta internal belum dapat dijelaskan. Alonso dkk (2014) pada penelitiannya menemukan bahwa komposit dengan konsentrasi inisiator yang lebih rendah menunjukan presentasi celah yang lebih tinggi dibandingkan dengan komposit berkonsentrasi tinggi. Hal ini disebabkan pembentukan jaringan polimer yang tidak sempurna akan menghasilkan ikatan yang tidak adekuat terhadap bahan adhesif dan dapat menimbulkan celah mikro.20

2.2.1.5Inhibitor

Bahan ini menginhibisi radikal bebas yang terbentuk dari polimerisasi spontan monomer.Inhibitor pada resin komposit light cured dapat mencegah polimerisasi dan pengerasan resin saat terpapar cahaya selama distribusi dan cahaya selama contouring restorasi. Contohnya antara lain hydroquinone, 4-methoxy phenol, triteriary butyl phenol.15,18


(5)

2.2.1.6Modifier Optik

Stain dan opacifiers digunakan untuk mengubah dan memodifikasi warna visual (shading) dan translusensi serta opasitas dari bahan komposit menjadi kombinasi yang lebih baik sebagai bahan restorasi yang menyerupai warna gigi. Bahan yang sering digunakan untuk meningkatkan opasitas adalah titanium dioxide dan aluminum dioxide dalam jumlah kecil antara 0,001-0,007% berat.18

2.3Resin Komposit F lowable

Generasi pertama dari resin komposit flowable diperkenalkan pada tahun 1996. Resin komposit ini memiliki ukuran partikel kecil yang sama dengan resin komposit hybrid konvensional, tetapi terdapat pengurangan jumlah konten filler untuk mengurangi viskositas dari campuran resin.12 Resin ini memiliki muatan filler yang lebih rendah sekitar 41-53% dari volume dan ukuran partikel sekitar 0,04-1 μm.1,3,4

Dikarenakan resin komposit flowable lebih kaya akan resin dibanding resin komposit konvensional, modulus elastisitasnya menjadi lebih rendah sehingga memungkinkan deformasi plastis yang berperan sebagai elastic buffer dan meningkatkan fleksibilitas dari kumpulan ikatan serta dapat beperan sebagai shock absorber yang mengkompensasi kontraksi dari shrinkage stress ketika digunakan sebagai intermediate layer.1,3,4 Dengan viskositas rendah, komposit ini dapat diinjeksikan pada preparasi untuk mengalir dan menyebar secara merata, beradaptasi rapat pada bentuk kavitas, sehingga menjadi pilihan yang baik sebagai material restorasi.16,18,21

Kelebihan lain dari resin komposit flowable seperti kemampuan membasahi permukaan gigi, memastikan penetrasi ke dalam setiap iregularitas, membentuk lapisan dengan ketebalan minimal, memperbaiki dan mengeliminasi udara yang masuk, radiopasitas, dan fleksibilitas tinggi menyebabkan resin komposit flowable


(6)

tidak mudah berpindah atau bergerak pada daerah dengan konsentrasi stress yang tinggi. Namun, tingginya shrinkage polimerisasi dan sifat mekanis yang buruk akibat pengurangan muatan filler masih menjadi kelemahan resin komposit flowable.33

Indikasi penggunaan resin komposit flowable ini antara lain sebagai restorasi preventif, fisur silen, lesi Klas V, memperbaiki tepi restorasi amalgam, memperbaiki fraktur porselen, memperbaiki cacat enamel dan tepi mahkota, dan sebagai intermediate layer.16,18

2.4 Stress Decreasing Resin (SDR)

Stress Decreasing Resin (SDR) adalah satu komponen, mengandung fluoride, diaktivasi dengan sinar, dan material resin komposit yang radiopaque. SDR memiliki karakteristik seperti komposit flowable umumnya, namun dapat diaplikasikan dengan bulk-in dalam satu lapisan singular hingga ketebalan 4mm, dan diikuti dengan 2mm lapisan resin komposit konvensional diatasnya. Adapun ciri lain dari SDR adalah shrinkage polimeriasi dan stress polimerisasi yang rendah, lapisan basis yang besar sampai dengan ketebalan 4 mm, optimasi penanganan untuk kemudahan peletakan dan adaptasi terhadap dinding kavitas, kompabilitas kimia dengan adhesif dan komposit berbasis methacrylate, dan glass filler yang mengandung fluoride.1,23,24

SDR dapat digunakan sebagai basis pada restorasi direk kavitas Klas I & II dan intermediate layer dibawah material restorasi direk. Namun, SDR memiliki kontraindikasi untuk penggunaan pada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap resin methacrylate atau salah satu dari komponen yang disebutkan sebelumnya.23

2.4.1 Komposisi Stress Decreasing Resin (SDR)

Komposisi dari SDR merupakan formulasi kompleks dari komponen baru dan konvensional. Teknologi baru resin SDR adalah suatu struktur urethane dimethacrylate yang berperan dalam pengurangan shrinkage polimerisasi dan stress. SDR memiliki shrinkage keseluruhan yang rendah (3.5%) dibanding komposit flowable. Shrinkage volumetrik yang lebih rendah berkontribusi dalam pengurangan stress shrinkage secara keseluruhan. Hal ini disebabkan ukuran yang lebih besar dari


(7)

resin SDRdibandingkan dengan sistem resin (berat molekul 849 g/mol untuk resin SDR dibandingkan dengan 513 g/mol untuk Bis-GMA). Komposisi dari SDR terdiri dari material baru dan yang sudah tidak asing, yang masing-masingnya memiliki fungsi spesifik dalam komposisi secara keseluruhan, seperti yang tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi dan fungsi SDR3

Bahan Fungsi

SDR urethane dimethacrylate Mengurangi shrinkage, mengurangi stress pada struktur resin

Resin dimethacrylate Struktur resin

Difungsional diluents Membentuk ikatan silang pada resin komposit Barium dan Stronium

alumino-fluoro-silicate

glasses (berat 68%, volume 45%)

Struktur glass filler dan fluoride

Sistem fotoinisiator Visible light curing

Colorants Universal shade

SDR terdiri dari kombinasi unik dari struktur molekul besar dengan bagian kimia yang tertanam di dalam pusat monomer resin SDR yang berpolimerisasi untuk memenuhi perpanjangan polimerisasi tanpa terjadi peningkatan secara tiba-tiba terhadap kepadatan ikatan silang. 23

Monomer konvensional

Monomer SDR dengan modulator

Berat molekul tinggi

 Pembentukan fleksibilitas

 Pembentukan stress yang


(8)

Gambar 2. Struktur kimia resin komposit flowable SDR17

Berat molekul yang tinggi dan pembentukan fleksibilitas di sekitar pusat modulator polimerisasi akan mengoptimalkan fleksibilitas dan struktur jaringan kimia SDR (Gambar 2).23

2.4.2 Kelebihan Stress Decreasing Resin (SDR)

Resin komposit terdiri dari resin organik reaktif dan filler mineral. Ketika sistem resin terpapar oleh cahaya, polimerisasi berlangsung cepat bersamaan dengan shrinkage volumetrik. Dengan sistem resin komposit, polimerisasi yang cepat dan shrinkage menyebabkan peningkatan besar pada stress polimerisasi. Sebaliknya, dengan SDR, dibawah kondisi yang sama, peningkatan stress dan waktu dapat dikurangi (Gambar 3). Shrinkage volumetrik yang terjadi pada SDR yaitu 3,5% (Gambar 4). Perpanjangan polimerisasi pada SDR juga memaksimalkan derajat konversi dan meminimalkan stress polimerisasi sekitar 60-80% dibandingkan dengan resin komposit flowable. Selain itu, stress yang terbentuk selama polimerisasi hanya 1,4 MPa dimana komposit flowable lainnya membentuk stress diatas 4 MPa (Gambar 5).23-25

Gambar 3. Perkembangan stress polimerisasi resin methacrylate dibandingkan dengan resin SDR23


(9)

Gambar 4. Shrinkage volumetrik dari SDR dibandingkan dengan material flowable lainnya23

Gambar 5. Stress polimerisasi dari SDR dibandingkan dengan material flowable lainnya23

2.5 Sistem Adhesif

Sistem adhesif terdiri dari satu set kompleks mekanisme fisik, kimia, dan mekanik yang memungkinkan perlekatan dan ikatan antara satu substansi dengan


(10)

yang lainnya. Sistem adhesif bekerja dengan tiga fungsi utama yakni memberikan ketahanan terhadap pemisahan substrat adherend (enamel, dentin, komposit, metal, keramik) dari suatu material restorasi atau sementasi, mendistribusi stress sepanjang permukaan interfasial ikatan, dan menyekat permukaan interfasial melalui bonding adhesif antara dentin dan/atau enamel dengan material bonding yang meningkatkan ketahanan terhadap kebocoran mikro dan permasalahan yang ditimbulkannya.16

Klasifikasi sistem adhesif pada awalnya dibagi atas generasi oleh Dr Marcos Vargas. Dengan kemunculan sistem self-etching, klasifikasi berdasarkan generasi tidak digunakan lagi dan diganti dengan menggunakan klasifikasi oleh van Meerbeek dkk yang berdasarkan mekanisme adhesi dan jumlah tahapan klinis yang terlibat, yakni sistem adhesif dapat berupa total etch (etch and rinse) atau self etch.23

Sistem adhesif total etch two step atau disebut dengan two step one bottle total etch terdiri dari metode sederhana yang menggabungkan primer dengan resin adhesif menjadi satu larutan. Total etch two step merupakan sistem yang paling efektif, efisien, serta memiliki perlekatan yang stabil terhadap enamel. Meskipun kelebihan dari sistem ini adalah ikatan perlekatan enamel dan dentin yang paling kuat, namun memiliki kekurangan yakni teknik sensitif dan sensitifitas pasca peratwan.26

Perlekatan pada enamel terjadi dengan pembentukan micropores yang akan diinfiltasi oleh monomer resin (Gambar 6). Monomer resin akan berpolimerisasi membentuk resin tag berdiameter 6 µm dan panjang 10-20 µm dan akan menghasilkan mechanical interlocking sehingga menguatkan perlekatan mekanis antara gigi dan resin.16,26

Perlekatan terhadap dentin terbukti lebih sulit dibandingkan dengan perlekatan terhadap enamel. Hal ini pada dasarnya disebabkan oleh perbedaan morfologi, histologi dan perbedaan komposisi diantara keduanya, dimana pada pengetsaan enamel harus kering untuk membentuk ikatan yang kuat dengan resin adhesif hidrofobik, sedangkan pada dentin harus lembab untuk membentuk suatu lapisan hybrid.16 Kesulitan inilah yang terdapat pada restorasi Klas V dengan resin komposit.


(11)

Gambar 6. Permukaan enamel yang telah dietsa, dimana pusat enamel rods telah larut oleh asam fosforik dan membentuk micropores.16

Pada restorasi resin komposit perhatian diarahkan untuk menciptakan adhesi pada dentin yang mampu menahan gaya yang terlibat selama shrinkage polimerisasi dari resin komposit10,18 Adanya smear layer membuat pembasahan dentin oleh adhesif semakin sulit. Cairan pada tubulus dentin juga secara konstan mengalir kearah luar, yang mana berarti mengurangi adhesi dari resin komposit terhadap perlekatan dentin.18,26 Apabila tidak terdapat cukup air, maka jaringan kolagen akan kolaps dan membentuk permukaan yang relatif tidak permeable sehingga mencegah infiltrasi resin dan hibridisasi selanjutnya. Namun, apabila terdapat telalu banyak air, infiltrasi resin tidak dapat sepenuhnya mengganti air dalam jaringan kolagen dan nantinya menyebabkan kebocoran mikro pada daerah tersebut.16

2.6 Shrinkage Polimerisasi

Shrinkage polimerisasi adalah salah satu dari perhatian utama klinisi saat melakukan restorasi direk dengan resin komposit. Polimerisasi dari komposit berbasis dimethacrylate selalu diikuti dengan shrinkage volumetrik sekitar 2-6%. Selama polimerisasi konversi dari molekul monomer menyatu membentuk jaringan polimer menghasilkan gugusan molekul yang lebih rapat dan mengarah pada kontraksi yang besar. Proses polimerisasi menyebabkan monomer secara fisik bergerak lebih dekat


(12)

untuk bereaksi secara kimia melalui proses radikal bebas. Molekul monomer pada awalnya memiliki jarak intermolekul sekitar 3-4 Å, namun ketika berpolimerisasi, jarak antara unit polimer yang terbentuk hanya 1,5 Å.28 Proses ini menyebabkan hilangnya volume yang disebut shrinkage polimerisasi jika tidak dicegah (Gambar 7).23,27

Ketika proses shrinkage ini dibatasi stress akan menumpuk di dalam material. Pada tahap awal polimerisasi, monomer dan rantai polimer kecil dengan mudah menghilangkan stress karena masih bebas bergerak dan menghilangkan stress. Seiring dengan semakin banyaknya monomer yang bereaksi, polimer menyatu bersama untuk membentuk sebuah jaringan. Titik dimana jaringan ini dibentuk disebut dengan gel point. Reaksi berlanjut dengan monomer dan polimer terus menambah jaringan dan akhirnya kehilangan kemampuannya untuk bergerak sehingga material menjadi kaku (rigid). Titik ini disebut dengan vitrification point. Pada proses ini stress terbentuk dengan cepat karena tidak dapat disebarkan oleh gerakan lagi. Material yang menahan shrinkage dan menghasilkan gaya pada komposit disebut dengan stress polimerisasi. Tidak hanya stress polimerisasi ini akan terjebak dalam komposit itu sendiri, tetapi juga akan mengerahkan gaya pada interfasial perlekatan dimana komposit melekat.23

Gambar 7. Shrinkage polimerisasi menghasilkan celah antara permukaan gigi dengan bahan restorasi.18

2.6.1 Shrinkage Stress

celah

permukaan gigi restorasi


(13)

Shrinkage polimerisasi pada resin saat mencapai gel point dan mulai mengeras menghasilkan stress yang tidak terbebaskan. Shrinkage polimerisasi dan resultan stress dapat dipengaruhi oleh total volume material resin komposit, tipe komposit, kecepatan polimerisasi, dan C-factor. Stress yang terbentuk cenderung berkembang pada interfasial jaringan atau komposit. Akibatnya risiko kebocoran marginal dan masalah yang mengikutinya seperti staining marginal serta karies sekunder semakin parah. Tidak diragukan lagi bahwa hal ini adalah salah satu masalah terbesar dari komposit yang digunakan untuk restorasi Klas II dan V.16 Kondisi ini sering mengakibatkan restorasi pre-stressed dan memiliki dampak merugikan lain seperti deformasi gigi, kegagalan ikatan gigi dengan retorasi, dan keretakan mikro pada restorasi.21,23,27

2.6.2 Faktor yang Berperan dalam Stress Polimerisasi Shrinkage

2.6.2.1Muatan F iller

Resin komposit terdiri dari polimer matriks dan material filler. Shrinkage adalah suatu fungsi langsung dari fraksi volume dari polimer matriks dalam komposit. Semakin banyak monomer yang menyatu membentuk rantai polimer dan jaringan, semakin tinggi kontraksi komposit. Pada sisi lain, ruang yang diisi partikel filler tidak ikut dalam kontraksi polimerisasi. Maka, dengan tingkat filler yang lebih tinggi merupakan dasar untuk mengurangi shrinkage dari komposit selama polimerisasi. Muatan filler secara langsung mempengaruhi sifat mekanis dan ketahanan dari suatu resin komposit. Dikarenakan pengaruhnya terhadap modulus elastisitas dan shrinkage volumetrik, muatan filler yang terkandung di dalam komposit merupakan faktor utama dalam perkembangan stress kontraksi polimerisasi.27 Dengan manipulasi yang tepat komposit menunjukan hasil yang cukup baik, namun shrinkage masih dapat ditemukan. Oleh karena itu eliminasi dari shrinkage polimerisasi dan stress masih menjadi perhatian utama.16


(14)

2.6.2.2Derajat Konversi

Derajat konversi merupakan peristiwa dimana resin monomer berikatan dan membentuk suatu jaringan polimer. Dengan kata lain, derajat konversi merupakan suatu ukuran dari presentasi ikatan ganda karbon dengan karbon yang telah berubah menjadi ikatan tunggal untuk membentuk suatu resin polimerik.16 Terdapat hubungan langsung antara derajat konversi dengan shrinkage. Pengurangan dalam derajat konversi akhir akan mengarah pada shrinkage dan stress kontraksi yang lebih rendah. Namun, derajat konversi yang rendah dapat mempengaruhi beberapa sifat mekanis material. Sebaliknya, sedikit peningkatan pada derajat konversi akan menghasilkan peningkatan yang cukup besar pada stress namun akan meningkatkan sifat mekanik material.16,27

Konversi dari monomer menjadi polimer tergantung pada beberapa faktor seperti komposisi resin, transmisi cahaya melalui material, dan konsentrasi dari initiator dan inhibitor.16

2.6.2.3 Modulus Elastisitas

Penelitian in vitro menunjukkan stress interfasial selama shrinkage pengerasan dari resin komposit berkorelasi dengan tingkat kekakuan dari pengerasan material yang dikenal sebagai modulus elastisitas atau modulus Young. Oleh karena itu, pada nilai shrinkage yang telah ditentukan, material paling rigid (material yang menunjukkan modulus elatisitas paling tinggi) akan menyebabkan stress tertinggi. Tentu saja modulus elastisitas juga meningkat selama reaksi polimerisasi berlangsung.27

2.6.2.4 C-F actor

Faktor konfigurasi kavitas atau c-factor adalah rasio dari permukaan yang berikatan dengan kavitas dengan permukaan yang tidak berikatan.4 Terdapat hubungan antara konfigurasi kavitas dengan perkembangan stress. Nilai c-factor pada setiap kavitas berbeda, hal ini dipengaruhi dari desain kavitas (Gambar 8). Kavitas dengan permukaan rata dan dangkal menunjukkan kondisi yang paling


(15)

menguntungkan untuk ikatan dentin dan komposit yang tahan lama. Pada kavitas seperti ini kontraksi terbatas pada satu arah, dengan demikian menyebabkan komposit dengan bebas mengalir pada tahap rigid awal. Kondisi ini mencegah gaya kontrasi untuk menciptakan stress dan membantu menciptakan suatu ikatan kuat terhadap dinding kavitas. 23,27

Gambar 8. Nilai c-factor berbeda pada setiap kavitas, Klas I memiliki nilai tertinggi yakni 5, dan Klas V memiliki nilai berkisar 1 dan 3 tergantung desain kavitasnya

2.7 Penggunaan Liner sebagai Intermediate Layer

Komposit flowable diciptakan dengan kandungan partikel yang memiliki ukuran kecil yang sama dengan komposit hybrid namun dengan pengurangan muatan filler dalam mengurangi viskositasnya. Muatan filler yang rendah menyebabkan beberapa sifat mekanis yang rendah dan shrinkage polimerisasi yang tinggi ketika dibandingkan dengan komposit hybrid. Namun, menurut hukum Hooke, meskipun shrinkage polimerisasi lebih tinggi pada komposit flowable dapat menciptakan stress lebih besar pada daerah interfasial, namun modulus elastisitasnya yang rendah akan menciptakan stress yang lebih rendah dibanding komposit hybrid.27

Secara umum diyakini bahwa keuntungan utama dari semua komposit berviskositas rendah yakni mampu berperan sebagai stress-absorbing layer dari resin


(16)

komposit dengan membebaskan stress kontraksi polimerisasi. Jika dinding kavitas dengan c-factor yang tidak menguntungkan dilapisi dengan suatu lapisan elastis, kontraksi pada restorasi mendapatkan sedikit kebebasan dalam pergerakan dari sisi adhesif. Terlebih lagi, lining dapat berkontribusi untuk distribusi yang merata dari stress pada interfasial adhesif. Hal ini menghasilkan peningkatan dari adaptasi restorasi resin komposit.11 Material yang sering digunakan sebagai liner adalah resin komposit flowable dan Stress Decreasing Resin (SDR) yang merupakan material baru dalam bidang kedokteran gigi.21,27

2.8 Metode Evaluasi Celah Mikro

Salah satu cara untuk menilai tingkat kebocoran mikro pada permukaan interfasial restorasi gigi adalah melalui penetrasi bahan pewarna yang dapat diamati dengan pengelihatan dibawah stereomikroskop atau melalui SEM (Scanning Electron Microscop).16,35 Bahan pewarna merupakan metode yang paling sering digunakan karena murah dan mudah digunakan, serta dapat mendeteksi celah mikro tanpa membutuhkan reaksi kimia maupun radiasi seperti yang dibutuhkan chemical tracer.35

Scanning Electron Microscop (SEM) merupakan mikroskop elektron yang digunakan untuk mengamati permukaan suatu objek (Gambar 10). SEM memiliki perbesaran yang tinggi 10-3000000x dan resolusi yang baik. Meskipun memberikan hasil yang lebih jelas dan rinci sehingga analisis celah mikro menjadi lebih mudah, namun penggunaan SEM masih relatif mahal.35

Stereomikroskop dengan perbesaran 7-30x merupakan alat yang paling sering dipakai karena mudah untuk digunakan (Gambar 9). Ruang ketajaman lensa stereomikroskop jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mikroskop cahaya sehingga kita dapat melihat bentuk tiga dimensi benda yang diamati dan sumber cahaya berasal dari atas sehingga obyek yang tebal dapat diamati.29 Oleh karena itu, stereomikroskop ini sering digunakan untuk menilai tingkat kebocoran mikro pada restorasi.


(17)

Gambar 9. Stereomikroskop (Zeiss, Swiss)

Gambar 10. Scanning Electron Microscope (SEM)


(18)

2.9Kerangka Teori

Restorasi resin komposit Klas V

Morfologi kavitas mempersulit perlekatan

Shrinkage polimerisasi

Faktor yang berperan Muatan filler Derajat konversi Modulus elastisitas C-Factor Upaya pencegahan? Intermediate layer Stress Decreasing Resin (SDR) Resin flowable

Stress yang dihasilkan selama polimerisasi

1,4 MPa Stress yang dihasilkan

selama polimerisasi >4 MPa

Celah mikro

Adaptasi marginal kurang optimal

 Daya alir tinggi  Membentuk lapisan

elastisuntuk

mengimbangi stress shrinkage dan

meingkatkan adaptasi restorasi

 Kavitas lembap  Struktur enamel

lebih tipis dibanding dentin


(1)

Shrinkage polimerisasi pada resin saat mencapai gel point dan mulai mengeras menghasilkan stress yang tidak terbebaskan. Shrinkage polimerisasi dan resultan stress dapat dipengaruhi oleh total volume material resin komposit, tipe komposit, kecepatan polimerisasi, dan C-factor. Stress yang terbentuk cenderung berkembang pada interfasial jaringan atau komposit. Akibatnya risiko kebocoran marginal dan masalah yang mengikutinya seperti staining marginal serta karies sekunder semakin parah. Tidak diragukan lagi bahwa hal ini adalah salah satu masalah terbesar dari komposit yang digunakan untuk restorasi Klas II dan V.16 Kondisi ini sering mengakibatkan restorasi pre-stressed dan memiliki dampak merugikan lain seperti deformasi gigi, kegagalan ikatan gigi dengan retorasi, dan keretakan mikro pada restorasi.21,23,27

2.6.2 Faktor yang Berperan dalam Stress Polimerisasi Shrinkage 2.6.2.1Muatan F iller

Resin komposit terdiri dari polimer matriks dan material filler. Shrinkage adalah suatu fungsi langsung dari fraksi volume dari polimer matriks dalam komposit. Semakin banyak monomer yang menyatu membentuk rantai polimer dan jaringan, semakin tinggi kontraksi komposit. Pada sisi lain, ruang yang diisi partikel filler tidak ikut dalam kontraksi polimerisasi. Maka, dengan tingkat filler yang lebih tinggi merupakan dasar untuk mengurangi shrinkage dari komposit selama polimerisasi. Muatan filler secara langsung mempengaruhi sifat mekanis dan ketahanan dari suatu resin komposit. Dikarenakan pengaruhnya terhadap modulus elastisitas dan shrinkage volumetrik, muatan filler yang terkandung di dalam komposit merupakan faktor utama dalam perkembangan stress kontraksi polimerisasi.27 Dengan manipulasi yang tepat komposit menunjukan hasil yang cukup baik, namun shrinkage masih dapat ditemukan. Oleh karena itu eliminasi dari shrinkage polimerisasi dan stress masih menjadi perhatian utama.16


(2)

2.6.2.2Derajat Konversi

Derajat konversi merupakan peristiwa dimana resin monomer berikatan dan membentuk suatu jaringan polimer. Dengan kata lain, derajat konversi merupakan suatu ukuran dari presentasi ikatan ganda karbon dengan karbon yang telah berubah menjadi ikatan tunggal untuk membentuk suatu resin polimerik.16 Terdapat hubungan langsung antara derajat konversi dengan shrinkage. Pengurangan dalam derajat konversi akhir akan mengarah pada shrinkage dan stress kontraksi yang lebih rendah. Namun, derajat konversi yang rendah dapat mempengaruhi beberapa sifat mekanis material. Sebaliknya, sedikit peningkatan pada derajat konversi akan menghasilkan peningkatan yang cukup besar pada stress namun akan meningkatkan sifat mekanik material.16,27

Konversi dari monomer menjadi polimer tergantung pada beberapa faktor seperti komposisi resin, transmisi cahaya melalui material, dan konsentrasi dari initiator dan inhibitor.16

2.6.2.3 Modulus Elastisitas

Penelitian in vitro menunjukkan stress interfasial selama shrinkage pengerasan dari resin komposit berkorelasi dengan tingkat kekakuan dari pengerasan material yang dikenal sebagai modulus elastisitas atau modulus Young. Oleh karena itu, pada nilai shrinkage yang telah ditentukan, material paling rigid (material yang menunjukkan modulus elatisitas paling tinggi) akan menyebabkan stress tertinggi. Tentu saja modulus elastisitas juga meningkat selama reaksi polimerisasi berlangsung.27

2.6.2.4 C-F actor

Faktor konfigurasi kavitas atau c-factor adalah rasio dari permukaan yang berikatan dengan kavitas dengan permukaan yang tidak berikatan.4 Terdapat hubungan antara konfigurasi kavitas dengan perkembangan stress. Nilai c-factor pada setiap kavitas berbeda, hal ini dipengaruhi dari desain kavitas (Gambar 8). Kavitas dengan permukaan rata dan dangkal menunjukkan kondisi yang paling


(3)

menguntungkan untuk ikatan dentin dan komposit yang tahan lama. Pada kavitas seperti ini kontraksi terbatas pada satu arah, dengan demikian menyebabkan komposit dengan bebas mengalir pada tahap rigid awal. Kondisi ini mencegah gaya kontrasi untuk menciptakan stress dan membantu menciptakan suatu ikatan kuat terhadap dinding kavitas. 23,27

Gambar 8. Nilai c-factor berbeda pada setiap kavitas, Klas I memiliki nilai tertinggi yakni 5, dan Klas V memiliki nilai berkisar 1 dan 3 tergantung desain kavitasnya

2.7 Penggunaan Liner sebagai Intermediate Layer

Komposit flowable diciptakan dengan kandungan partikel yang memiliki ukuran kecil yang sama dengan komposit hybrid namun dengan pengurangan muatan filler dalam mengurangi viskositasnya. Muatan filler yang rendah menyebabkan beberapa sifat mekanis yang rendah dan shrinkage polimerisasi yang tinggi ketika dibandingkan dengan komposit hybrid. Namun, menurut hukum Hooke, meskipun shrinkage polimerisasi lebih tinggi pada komposit flowable dapat menciptakan stress lebih besar pada daerah interfasial, namun modulus elastisitasnya yang rendah akan menciptakan stress yang lebih rendah dibanding komposit hybrid.27

Secara umum diyakini bahwa keuntungan utama dari semua komposit berviskositas rendah yakni mampu berperan sebagai stress-absorbing layer dari resin


(4)

komposit dengan membebaskan stress kontraksi polimerisasi. Jika dinding kavitas dengan c-factor yang tidak menguntungkan dilapisi dengan suatu lapisan elastis, kontraksi pada restorasi mendapatkan sedikit kebebasan dalam pergerakan dari sisi adhesif. Terlebih lagi, lining dapat berkontribusi untuk distribusi yang merata dari stress pada interfasial adhesif. Hal ini menghasilkan peningkatan dari adaptasi restorasi resin komposit.11 Material yang sering digunakan sebagai liner adalah resin komposit flowable dan Stress Decreasing Resin (SDR) yang merupakan material baru dalam bidang kedokteran gigi.21,27

2.8 Metode Evaluasi Celah Mikro

Salah satu cara untuk menilai tingkat kebocoran mikro pada permukaan interfasial restorasi gigi adalah melalui penetrasi bahan pewarna yang dapat diamati dengan pengelihatan dibawah stereomikroskop atau melalui SEM (Scanning Electron Microscop).16,35 Bahan pewarna merupakan metode yang paling sering digunakan karena murah dan mudah digunakan, serta dapat mendeteksi celah mikro tanpa membutuhkan reaksi kimia maupun radiasi seperti yang dibutuhkan chemical tracer.35

Scanning Electron Microscop (SEM) merupakan mikroskop elektron yang digunakan untuk mengamati permukaan suatu objek (Gambar 10). SEM memiliki perbesaran yang tinggi 10-3000000x dan resolusi yang baik. Meskipun memberikan hasil yang lebih jelas dan rinci sehingga analisis celah mikro menjadi lebih mudah, namun penggunaan SEM masih relatif mahal.35

Stereomikroskop dengan perbesaran 7-30x merupakan alat yang paling sering dipakai karena mudah untuk digunakan (Gambar 9). Ruang ketajaman lensa stereomikroskop jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mikroskop cahaya sehingga kita dapat melihat bentuk tiga dimensi benda yang diamati dan sumber cahaya berasal dari atas sehingga obyek yang tebal dapat diamati.29 Oleh karena itu, stereomikroskop ini sering digunakan untuk menilai tingkat kebocoran mikro pada restorasi.


(5)

Gambar 9. Stereomikroskop (Zeiss, Swiss)

Gambar 10. Scanning Electron Microscope (SEM)


(6)

2.9Kerangka Teori

Restorasi resin komposit Klas V

Morfologi kavitas mempersulit perlekatan

Shrinkage polimerisasi

Faktor yang berperan Muatan filler Derajat konversi Modulus elastisitas C-Factor Upaya pencegahan? Intermediate layer Stress Decreasing Resin (SDR) Resin flowable

Stress yang dihasilkan selama polimerisasi

1,4 MPa Stress yang dihasilkan

selama polimerisasi >4 MPa

Celah mikro

Adaptasi marginal kurang optimal

 Daya alir tinggi

 Membentuk lapisan elastisuntuk

mengimbangi stress shrinkage dan

meingkatkan adaptasi restorasi

 Kavitas lembap

 Struktur enamel lebih tipis dibanding dentin


Dokumen yang terkait

Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai Intermediate Layer terhadap Ketahanan Fraktur pada Restorasi Klas I (in vitro)

3 63 80

Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) dan Resin Flowable sebagai Intermediate Layer pada Restorasi Klas V Resin Komposit Terhadap Celah Mikro (In Vitro)

0 30 96

Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai Intermediate Layer terhadap Ketahanan Fraktur pada Restorasi Klas I (in vitro)

0 0 14

Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai Intermediate Layer terhadap Ketahanan Fraktur pada Restorasi Klas I (in vitro)

0 1 2

Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai Intermediate Layer terhadap Ketahanan Fraktur pada Restorasi Klas I (in vitro)

0 0 4

Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) dan Resin Flowable sebagai Intermediate Layer pada Restorasi Klas V Resin Komposit Terhadap Celah Mikro (In Vitro)

0 0 2

Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) dan Resin Flowable sebagai Intermediate Layer pada Restorasi Klas V Resin Komposit Terhadap Celah Mikro (In Vitro)

0 0 4

Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) dan Resin Flowable sebagai Intermediate Layer pada Restorasi Klas V Resin Komposit Terhadap Celah Mikro (In Vitro)

0 1 4

Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) dan Resin Flowable sebagai Intermediate Layer pada Restorasi Klas V Resin Komposit Terhadap Celah Mikro (In Vitro)

0 0 18

Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) dan Resin Flowable sebagai Intermediate Layer pada Restorasi Klas V Resin Komposit Terhadap Celah Mikro (In Vitro)

0 0 17