Siaran Pers KPP ttg Kelanjutan Seleksi Capim KPK oleh DPR 22Nov15

Pernyataan Pers Bersama

DPR HARUS LAKSANAKAN UJI KELAYAKAN
DAN PILIH 5 PIMPINAN KPK BARU !

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menerima surat Presiden Joko Widodo terkait 8 (delapan) nama
Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Seleksi (Capim KPK) yang lolos seleksi oleh Panitia Seleksi
(Pansel), pada September 2015 lalu. Kini sudah lewat 2 (dua) bulan sejak surat tersebut diterima, Komisi
III DPR RI belum juga melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and propert test) terhadap para Calon
Pimpinan KPK. Padahal, masa bakti para pimpinan KPK yang kini menjabat akan berakhir pada 16
Desember 2015.
Pemilihan Capim KPK akan dilaksanakan bukan hanya terhadap delapan calon yang mengikuti seleksi
pada 2015 ini, tapi juga terhadap dua Capim KPK yang telah mengikuti seleksi pada 2014 yaitu, Busyro
Muqoddas dan Roby Arya Brata. Dapat terjadi kedua nama terakhir tidak perlu lagi menjalani uji
kelayakan, karena mereka telah menjalaninya pada Desember 2014 lalu.
DPR bahkan memanggil kembali Pansel Capim KPK untuk menyampaikan hasil seleksi kedelapan calon.
Langkah DPR dan Pansel patut dikritisi, terutama karena DPR tidak memiliki legitimasi melakukan
pemanggilan sebab tugas pansel telah selesai sejak penyerahan nama Capim KPK kepada Presiden
Jokowi. Pansel Capim KPK bertugas dan bertanggungjawab kepada Presiden dan bukan kepada DPR. Jika
DPR memutuskan untuk mengkritisi hasil seleksi, Presiden Jokowi lah yang sepatutnya dipanggil untuk
menjelaskan, bukan Pansel KPK.

Sekalipun waktu untuk melakukan uji kelayakan semakin sempit, DPR justru kembali menunda uji
kelayakan dan kepatutan terhadap Capim KPK. Upaya mengulur waktu tersebut terlihat dalam komentar
para anggota dewan saat bertemu dengan Pansel Capim KPK. Salah satu dalih yang digunakan adalah
tidak adanya perwakilan dari Kejaksaan yang masuk dalam daftar calon yang akan diuji oleh DPR. Komisi
Hukum DPR juga mempersoalkan cara-cara Pansel bentukan Pemerintah melakukan proses seleksi.
Sikap DPR yang mengulur-ulur waktu sungguh tidak layak, mencurigakan dan tidak pernah ditemui pada
periode sebelumnya. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK (UU KPK) memandatkan DPR
untuk melakukan uji kelayakan Capim KPK, selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan pasca penyerahan namanama calon oleh Presiden. Jika DPR tidak memilih dalam jangka waktu tersebut atau memilih Pimpinan
KPK kurang dari jumlah yang dimandatkan Pasal 30 Ayat (10) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
tentang KPK, maka DPR telah sengaja membangkang terhadap perintah Undang-Undang.
Menariknya, bahkan Parpol pendukung Pemerintah pun tidak mendukung atas hasil kerja dari Tim
Pansel Capim KPK bentukan pemerintah. Mereka justru beramai-ramai mempertanyakan kebijakan yang
sudah dikeluarkan Pemerintah dan terang-terangan memilih posisi yang berseberangan dengan
pemerintah. Hal ini juga turut menyebabkan terbengkalainya proses pemilihan Capim KPK di DPR, karena
jika Parpol Koalisi tetap pada posisi mendukung Pemerintah, seleksi dapat tetap berjalan dengan
berpegang pada nama-nama calon yang sudah diserahkan Presiden Jokowi. Kita khawatir bahwa proses
seleksi ini coba diulur atau diganggu karena mayoritas calon pimpinan KPK yang disodorkan oleh Pansel
tidak sesuai dengan selera atau belum deal dengan sebagian Parpol.
Jika Pimpinan KPK tidak dipilih hingga masa kerja Pimpinan KPK sekarang selesai atau 16 Desember
2015, KPK tidak dapat menghasilkan keputusan-keputusan yang strategis terkait kelembagaan KPK. Hal

ini juga menghambat kerja penindakan, karena penetapan tersangka dan kerja-kerja penindakan lainnya
memerlukan ekspos perkara dengan pimpinan dan keputusan dari Pimpinan KPK.
Jika DPR tidak memilih 5 (lima) Pimpinan KPK sesuai mandat Undang-Undang KPK, perbuatan tersebut
akan secara terang melemahkan kerja KPK. Jika KPK meminta Pansel untuk kembali melakukan seleksi,
seleksi tersebut akan menghabiskan bukan saja waktu, tapi juga anggaran negara. Sikap DPR ini juga
dapat dianggap sebagai sikap membangkang terhadap Undang-Undang KPK dan melanggar sumpah
sebagai anggota DPR, dan bahkan dapat dijerat pidana karena menyalahgunakan kekuasaan sebagaimana
diatur dalam Pasal 421 KUHP.

Selain itu proses seleksi Capim KPK, upaya pelemahan KPK juga dilakukan melalui proses legislasi di DPR.
Komisi III DPR - termasuk didalamnya para parpol pendukung Pemerintah - tetap berkeras membahas
Revisi UU KPK yang substansinya jelas-jelas melemahkan KPK. Gangguan atas seleksi capim KPK dan
upaya ngotot RUU KPK harus dimaknai sebagai upaya pembalasan atau penyanderaan Parpol
terhadap KPK yang telah menjerat kader dan pimpinan Parpol dalam perkara korupsi. Faktanya telah
banyak anggota DPR/D yang dijerat oleh KPK, sehingga pada titik tertentu ada kepentingan untuk
melemahkan KPK agar daftar anggota DPR dan Parpol yang dijerat KPK tak bertambah panjang
(terlampir).
Untuk itu, Koalisi Pemantau Peradilan meminta DPR untuk:
1. Berhenti mempermasalahkan hasil seleksi Pansel Capim KPK karena domain tersebut sudah selesai
sejak Pansel menyerahkan nama calon kepada Presiden;

2. Segera melakukan uji kelayakan dan kepatutan serta memilih 5 (lima) Pimpinan KPK sesuai Perintah
Undang-Undang KPK;
3. Jika DPR tidak juga melakukan uji kelayakan dan memilih 5 (lima) Pimpinan KPK, maka Koalisi
Pemantau Peradilan akan melaporkan anggota Komisi III DPR RI karena melanggar Sumpah Anggota
DPR.

Jakarta, 22 November 2015

Koalisi Pemantau Peradilan