PENELITIAN GEOLOGI MEDIS DI DAERAH CISOKA KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN

II.8

BUKU 2 : BIDANG MINERAL

PENELITIAN GEOLOGI MEDIS DI DAERAH CISOKA, KABUPATEN LEBAK,
PROVINSI BANTEN

Rudy Gunradi
Kelompok Penyelidikan Konservasi dan Unsur Tanah Jarang

SARI

“Kegiatan penambangan emas di Cisoka dilakukan oleh masyarakat, sebagian besar merupakan kegiatan penambangan emas tanpa izin (PETI) yang mengakibatkan kerusakan lingkungan berupa kerusakan bentang alam, erosi
dan pendangkalan sungai; juga merkuri yang digunakan dalam proses pengolahan emas dapat terlepas ke alam yang
mengakibatkan terjadinya pencemaran Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciberang bagian hulu.
Tailing pengolahan amalgamasi menunjukkan kandungan merkuri (Hg) sangat tinggi berkisar antara 11.500-23.700
ppb akibat proses amalgamasi yang tidak sempurna. Kondisi ini perlu dicermati dan dilakukan pemantauan khusus, mengingat tailing tersebut diproses lagi dengan cara sianidasi dan tidak dikelola dengan baik lalu terbuang ke
badan air.
Kandungan merkuri dalam endapan sungai yang sangat tinggi (lebih besar dari 1.000 ppb), berkaitan erat dengan adanya aktiitas penambangan dan pengolahan emas yang tersebar di daerah penelitian sehingga berpotensi
menyebabkan terjadinya percemaran air sungai, karena pada kondisi tertentu merkuri tersebut dapat larut ke dalam
air.

Tingginya kadar Hg dalam tanah (lebih besar dari 1.000 ppm) di Kampung Cisoka, Lebak Sampai dan di Muara
sangat berkaitan erat dengan aktiitas pengolahan dan penggarangan bullion yang dilakukan di ruang terbuka dan
berpotensi menyebabkan pencemaran merkuri ke dalam air sumur, sungai dan tumbuhan.
Kandungan unsur Hg dan logam berat lainnya dalam air secara umum masih di bawah baku mutu Kriteria Mutu
Air Berdasarkan Kelas (PP No. 82, Tahun 2001), hanya 3 lokasi yang berada di atas baku mutu yaitu di sekitar
daerah zona penambangan dan pengolahan emas Cisoka dan Hulu Ciupih.

’’

PROSIDING HASIL KEGIATAN PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI TAHUN 2011

BUKU 2 : BIDANG MINERAL

PENDAHULUAN

Beberapa tahun terakhir telah berkembang
cabang interdisipliner baru yang dikenal dengan
geologi medis (medical geology). Bidang ini mempelajari baik unsur/mineral penyebab penyakit,
misalnya asbestos penyebab penyakit kanker
paru-paru atau lebih tepatnya disebut asbestosis,

penyakit gondok akibat kekurangan yodium dan
penyakit akibat pencemaran limbah pertambangan emas (merkuri, arsen). Selain mempelajari
tentang penyebab penyakit baik karena kekurangan atau kelebihan unsur, geologi medis juga
mempelajari mineral-mineral yang bisa berguna
untuk kesehatan, misalnya lempung untuk obat
diare.
Pada pertambangan emas rakyat, akan terjadi
pencemaran air raksa akibat proses pengolahan
emas secara amalgamasi yang akan mempengaruhi kesehatan, disamping kerusakan alam
lain seperti kerusakan bentang alam, erosi
dan pendangkalan sungai. Pada proses amalgamasi air raksa dapat terlepas ke lingkungan
pada tahap pencucian dan penggarangan dan
pada proses pencucian, limbah yang umumnya
masih mengandung air raksa dibuang langsung
ke badan air. Air raksa tersebut tercampur/
terpecah menjadi butiran-butiran halus yang
sifatnya sukar dipisahkan pada proses penggilingan yang dilakukan bersamaan dengan
proses amalgamasi, sehingga pada proses pencucian air raksa dalam ampas terbawa masuk
ke sungai. Di dalam air, air raksa dapat berubah
menjadi senyawa organik metil merkuri atau

fenil merkuri akibat proses dekomposisi oleh
bakteri. Selanjutnya senyawa organik tersebut

II.8

akan terserap oleh jasad renik yang selanjutnya
akan masuk dalam rantai makanan dan akhirnya
akan terjadi akumulasi dan biomagnifikasi dalam
tubuh hewan air seperti ikan dan kerang, yang
akhirnya dapat masuk kedalam tubuh manusia
yang mengkonsumsinya.
Air raksa juga dapat masuk ke dalam tubuh
manusia pada proses penggarangan karena pada
proses penggarangan tersebut terbentuk uap air
raksa dengan konsentrasi yang tinggi yang dapat
terhisap. Di dalam tubuh uap tersebut akan
terdifusi melalui paru-paru, yang selanjutnya
menyebar melalui darah dan terakumulasi di
dalam ginjal, hati dan otak yang akhirnya dapat
merusak sistem pusat saraf otak.

Dalam rangka mengetahui penyebaran merkuri
pada wilayah PETI dan dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan maka dilakukan kegiatan
penelitian geologi medis di daerah Cisoka, Kabupaten Lebak, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini
dibiayai dari dana Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) - Pusat Sumber Daya Geologi Tahun
Anggaran 2011.

Latar Belakang
Di daerah Cisoka terdapat penambangan emas
tanpa izin (PETI), disamping merusak bentang
alam akibat adanya penggalian juga terjadi kerusakan badan air sungai akibat pelumpuran dan
pencemaran air raksa dari tailing proses pengolahan amalgamasi yang dilakukan PETI. Hasil
penelitian Danny Z. Herman, 2005, menunjukan
pembuangan tailing menjadi sorotan yang serius
karena dialirkan langsung ke dalam badan sungai, tanpa upaya pengolahan dari bahan-bahan
pencemar yang dikandungnya; sehingga dapat

PROSIDING HASIL KEGIATAN PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI TAHUN 2011

BUKU 2 : BIDANG MINERAL


menimbulkan pencemaran pada media air
sungai terutama di sekitar wilayah pertambangan dan dimungkinkan hingga jauh ke bagian
hilirnya. Kegiatan ini telah berlangsung dalam
jangka waktu lama sejak usaha pertambangan mulai dibuka beberapa tahun lalu, dengan
mengabaikan kaidah-kaidah pertambangan berwawasan lingkungan.

ylmercury (CH3Hg+) yang bersifat racun (toxic).
Senyawa ini dapat terbentuk segera ketika Hg2+
berasal dari sedimen sungai (berkonsentrasi
hidrogen tinggi) terlarutkan melalui pertukaran
ion di dalam air (pH rendah), yang kemudian
dapat berkembang setelah diserap oleh mikroorganisma yang berada di dalam sungai.

Maksud dan Tujuan
Dari hasil pendataan, kandungan Hg dalam
sedimen sungai menunjukkan nilai signifikan
(723, 856, 1.026 dan 1.072 ppm) terutama pada
titik-titik lokasi aliran sungai di pusat kegiatan
penambangan S.Ciupih - S.Cisoka; dan pada
umumnya memperlihatkan penurunan nilai

kandungan unsur tersebut pada titik-titik lokasi
ke arah hilir aliran sungai. Berbeda dengan
kandungan Hg dalam conto sedimen sungai,
kandungan dalam seluruh conto air sungai menunjukkan nilai relatif kecil yaitu < 0,05 ppb.
Perbedaan besarnya kandungan pada kedua
jenis conto di atas diperkirakan dipengaruhi
oleh perilaku unsur Hg di dalam lingkungannya.
Unsur Hg dalam sedimen sungai terbentuk sebagai fraksi halus (- 80 mesh) dari hasil rombakan
mineral mengandung unsur dimaksud yang
terakumulasi dalam waktu relatif panjang dan
terutama dipengaruhi oleh faktor-faktor erosi,
transport dan pengendapan; sementara unsur
Hg dalam air sungai terdiri dari ion dimana daya
larutnya sangat tergantung kepada sifat mobilitas ionik di dalam air.
Meskipun kandungan Hg dalam air belum dikategorikan sebagai pencemar, perlu diwaspadai
kandungan unsur yang berada dalam sedimen
sungai mengingat akumulasi Hg dalam jangka
waktu panjang dapat membentuk senyawa meth-

Maksud dari kegiatan ini yaitu untuk mengetahui

sejauh mana merkuri dan logam berat lainnya
akibat kegiatan penambangan emas tanpa izin
(PETI) di daerah penelitian terdistribusi pada
lingkungan sekitar dan memantau sejauh mana
penurunan kualitas lingkungan dan kesehatan
yang terjadi.
Tujuan kegiatan ini yaitu memberikan gambaran
yang akurat mengenai tingkat pencemaran
merkuri dan logam beratnya di daerah penelitian dan dampaknya terhadap lingkungan dan
kesehatan. Hasil kegiatan ini diharapkan menjadi bahan kajian untuk instansi terkait lainnya
dalam upaya penanggulangan pencemaran
merkuri dan logam berat lainnya yang terjadi di
daerah penelitian.

Lokasi Penelitian dan Kesampaian Daerah
Daerah Cisoka secara administratif termasuk ke
dalam Kabupaten Lebak, Provinsi Jawa Barat.
Secara geografi dibatasi oleh 106° 22’ 00” – 106°
28’ 00” BT dan 6° 33’ 00” - 6° 40’ 00” LS.
Untuk mencapai daerah penelitian dapat meng-


PROSIDING HASIL KEGIATAN PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI TAHUN 2011

II.8

BUKU 2 : BIDANG MINERAL

gunakan kendaraan roda empat melewati Kota
Serang dan selanjutnya menggunakan ruas jalan
Serang – Rangkas Bitung atau menggunakan
ruas jalan Bogor - Rangkas Bitung. Peta lokasi
daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Demografi, Iklim dan Tataguna Lahan
Dalam pembangunan, aspek penduduk merupakan salah satu faktor yang terpenting, karena
pada akhirnya segala tujuan yang hendak dicapai
akan sangat tergantung kepada manusianya.
Jumlah penduduk Kabupaten Lebak pada tahun
2008 sebanyak 1.202.909 jiwa yang terdiri dari
laki-laki 622.648 jiwa dan wanita 580.261 jiwa

(Kabupaten Lebak dalam angka, 2008). Penduduk yang menempati wilayah Kabupaten
Lebak sebagian besar terdiri dari Suku Sunda
dan sebagian kecil terdiri dari pendatang, dengan jumlah anggota keluarga rata-rata tercatat
sekitar 5 jiwa.
Mata pencaharian penduduk sebagian besar
sebagai petani, sebagian kecil bekerja sebagai
buruh pertambangan, pedagang dan pegawai
negeri yang terutama bertempat tinggal di sekitar kota kecamatan dan kota kabupaten.
Daerah penelitian termasuk ke dalam Kecamatan Lebak Gedong dengan komposisi jumlah
penduduk seperti tertera pada Tabel 1.
Sarana pendidikan sudah tersedia di semua
kecamatan, sekolah dasar sampai sekolah
lanjutan tingkat atas, madrasah dan pondok
pesantren. Pertambangan batubara di Kabupaten
Lebak yang diusahakan baik oleh pertambangan
rakyat maupun perusahaan dalam bentuk kuasa

II.8

pertambangan diarahkan pada peningkatan

kemakmuran masyarakat dan pengembangan
daerah.
Masyarakat Kabupaten Lebak yang relatif religius, dan berjiwa gotong royong merupakan
potensi yang dapat dikembangkan dan mendukung dalam pelaksanaan pembangunan.
Peran ulama dan tokoh-tokoh masyarakat cukup
berpengaruh di lingkungan masyarakat. Seni
budaya daerah yang berupa kesenian, banyak
terdapat di setiap kecamatan, seperti pencak
silat dan qasidah. Dalam hal ini kesenian daerah ini perlu dipelihara dan dikembangkan untuk
melestarikan serta menunjang perkembangan
kebudayaan nasional.
Potensi ekonomi yang paling menonjol dan
sudah diberdayakan di wilayah Kabupaten Lebak
diantaranya pertanian, perdagangan, perkebunan dan industri, pariwisata dan pertambangan.
Secara umum di wilayah Kabupaten Lebak sektor pertanian masih dijadikan mata pencaharian
sebagian besar penduduk.
Dalam meningkatkan sumber daya manusia, di
wilayah Kabupaten Lebak telah terdapat saranasarana pendidikan, yaitu diantara sekolah dasar
sampai sekolah menengah pertama/atas ditemukan di semua kecamatan.
Kabupaten Lebak memiliki iklim tropis dan

dipengaruhi oleh bertiupnya angin musim. Daerah ini secara geografis terletak pada daerah
tropis yang mengalami dua musim yaitu musim
kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau terjadi pada Bulan April-Agustus, sedangkan
musim penghujan pada Bulan September-Maret.

PROSIDING HASIL KEGIATAN PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI TAHUN 2011

BUKU 2 : BIDANG MINERAL

Berdasarkan klasifikasi Oldeman tipe iklim di
daerah Kabupaten Lebak termasuk tipe iklim
A, B1, B2, D2, E2, E3 dan E4. Setiap tipe iklim
menunjukkan perbedaan kondisi bulan basah
dan bulan kering. Sebangai contoh tipe iklim
A adalah daerah yang mempunyai lebih dari 9
bulan basah berurutan, tipe iklim B2 adalah
daerah yang mempunyai 7 sampai 9 bulan basah
berurutan dan 2 sampai 4 bulan kering. Sedangkan tipe iklim E4 yaitu daerah yang mempunyai
bulan basah kurang dari 3 bulan berurutan dan
lebih dari 6 bulan kering. Bulan basah didefinisikan sebagai bulan yang mempunyai curah hujan
rata-rata lebih dari 200 mm, sedangkan bulan
kering adalah bulan yang mempunyai curah
hujan rata-rata kurang dari 100 mm.
Tipe iklim A terdapat di Kecamatan Cipanas,
tipe iklim B1 terdapat di Kecamatan Muncang
dan Gunung Kencana, tipe iklim B2 terdapat di
Kecamatan Pangarangan, tipe iklim D2 terdapat
di Kecamatan Bayah dan Rangkasbitung, tipe
iklim E2 terdapat di Kecamatan Malingping, tipe
iklim E3 terdapat di Kecamatan Leuwidamar.
Sedangkan tipe iklim E4 terdapat di Kecamatan
Bojongmanik.
Curah hujan rata-rata tahunan di daerah Kabupaten Lebak 846 mm/tahun sampai 27.923 mm/
tahun. Curah hujan tertinggi terdapat di Kecamatan Cibeber (27.923 mm/tahun) dan curah hujan
terrendah terdapat di Kecamatan Cimarga (846
mm/tahun).
Suhu udara maksimum di daerah Kabupaten
Lebak adalah 29,9oC dan minimum 24,5oC dan
kisaran rata-rata suhu harian adalah 27 oC.
Suhu udara rata-rata di daratan rendah adalah
27,9oC sedangkan di dataran tinggi adalah 25,0oC

(Badan Pusat Statistik Kabupaten Lebak).
Berdasarkan atas pembagian tata guna lahan
Kabupaten Lebak, daerah penelitian termasuk
ke dalam wilayah Lebak Timur. Tata guna lahan
wilayah Kabupaten Lebak secara umum di bagi
menjadi 4 (empat) bagian yaitu :

1. Wilayah Lebak Selatan, sebagian besar
menempati kawasan hutan dan sebagian
kecil berada pada kebun campuran
dan pesawahan, termasuk di dalamnya
kawasan Taman Nasional Gunung
Halimun. Jenis penggunaan lahannya
umumnya terdiri atas hutan, perkebunan,
semak belukar, ladang serta pemukiman
penduduk.
Wilayah
ini
meliputi
Kecamatan Malingping, Wanasalam,
Cijaku, Panggarangan, Bayah, Cilograng,
dan Cibeber yang memiliki karakteristik
geografis yang unik, yaitu sebagian
merupakan wilayah pegunungan (Gunung
Gede dan Sanggabuana) dan sebagian
lagi merupakan daerah pantai. Wilayah
ini diperuntukkan sebagai wilayah
pembangunan yang berpotensi di bidang
pertanian tanaman pangan, perikanan
laut, pertambangan, dan pariwisata.
2. Wilayah Lebak Timur, daerah ini
didominasi oleh kebun campuran,
daerah hutan dan perkebunan, sebagian
kecil ditempati oleh lahan pesawahan,
tegalan dan pemukiman penduduk.
Wilayah ini merupakan perbukitan yang
terletak di kaki Pegunungan Kendeng,
sehingga wilayah ini memiliki potensi
besar sebagai wilayah perkebunan,
baik perkebunan besar maupun kecil.
Wilayah ini meliputi Kecamatan Cipanas,
Muncang, Sobang, Sajira, Leuwidamar,
dan Bojongmanik.
3. Wilayah Lebak Barat, daerah ini
merupakan areal perkebunan, hutan,

PROSIDING HASIL KEGIATAN PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI TAHUN 2011

II.8

BUKU 2 : BIDANG MINERAL

hutan campuran dan sebagian kecil lahan
pesawahan. Wilayah ini hanya terdiri
dari tiga kecamatan, yaitu Kecamatan
Banjarsari, Gunung Kencana, dan Cileles.
Di wilayah ini terdapat hutan lindung
dan diprioritaskan sebagai wilayah
perkebunan besar dan perkebunan
rakyat.
4. Wilayah Lebak Utara, sebagian besar
merupakan areal kebun campuran,
perkebunan, dan pemukiman. Wilayah
ini meliputi Kecamatan Rangkasbitung,
Cibadak,
Warunggunung,
Cikulur,
Cimarga, Maja, dan Curugbitung
dan diprioritaskan sebagai wilayah
perdagangan dan industri, baik industri
hulu maupun hilir dan pengolahan hasilhasil pertanian.

Penyelidik Terdahulu
Sutisna, D.T. dkk, 1989, telah melakukan penyelidikan pendahuluan mineralisasi emas di
daerah Jasinga, Gunung Buligir Putih dan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Hasil
dari penyelidikan ini ditemukan beberapa prospek mineralisasi logam, salah satunya di daerah
Cisoka dan di daerah Cihinis-Muara.
Herman, Danny Z, 2005, melakukan Pendataan
Sebaran Unsur Merkuri pada Wilayah Pertambangan Ciberang dan Sekitarnya Kabupaten
Lebak, Provinsi Banten, Pusat Sumber Daya
Geologi, hasil dari kegiatan pendataan terpantau bahwa kandungan Hg dalam sedimen sungai
menunjukkan nilai signifikan terutama pada
titik-titik lokasi aliran sungai di pusat kegiatan penambangan S.Ciupih-S.Cisoka; dan pada
umumnya memperlihatkan penurunan nilai
kandungan unsur tersebut pada titik-titik lokasi
ke arah hilir aliran sungai. Kandungan Hg dalam

II.8

air belum dikategorikan sebagai pencemar/polutan, perlu diwaspadai kandungan unsur yang
berada dalam sedimen sungai mengingat akumulasi Hg dalam jangka waktu panjang dapat
+
membentuk senyawa methylmercury (CH Hg )
3
yang bersifat racun (toxic).

GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN
Geologi Daerah Cisoka dan Sekitarnya
Menurut Rusmana dkk. (1991) dan Sujatmiko
dkk. (1992), tatanan geologi daerah penelitian
secara regional dibentuk oleh satuan-satuan
batuan dari yang berumur tua – muda yaitu :
Kompleks batuan beku diorit kuarsa dan andesit,
Formasi Bojongmanik, Genteng dan Batuan
Gunungapi Endut (Gambar 2).
Kompleks batuan beku diorit kuarsa terdiri dari
diorit kuarsa, monzonit kuarsa, diorit kuarsa
mikro, diorit dan gabro, merupakan batuan
terobosan dengan kegiatan berlangsung dari
Miosen Tengah hingga Miosen Akhir. Sementara
kompleks batuan beku andesit terbentuk pada
Miosen Akhir, terdiri dari andesit hornblende,
andesit hipersten, basal, diabas dan andesit terpropilitkan.
Formasi Bojongmanik berumur Miosen Akhir,
dibagi menjadi beberapa anggota yaitu :
• Bagian bawah – anggota batulempung terdiri
dari batulempung, batulempung pasiran dan
lignit.
• Bagian tengah – anggota batugamping terdiri

PROSIDING HASIL KEGIATAN PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI TAHUN 2011

BUKU 2 : BIDANG MINERAL

dari batugamping dan batugamping pasiran.

sistem epithermal.

• Bagian atas – anggota batupasir terdiri dari
batupasir, batulempung bitumen, napal berfosil, batupasir tufaan, tufa batuapung dan
sisipan lignit.

3.2. Pertambangan

Formasi Genteng diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Bojongmanik pada Pliosen,
disusun oleh tufa batuapung, batupasir tufaan,
breksi konglomeratan, napal dan kayu terkersikkan. Satuan stratigrafi termuda adalah Formasi
batuan Gunungapi Endut yang berumur Plistosen, terdiri dari breksi gunungapi, lava dan tufa.
Deddy T.Sutisna, dkk. (1989) menyebutkan
bahwa mineralisasi logam dominan terbentuk pada satuan batuan dasitik – andesitik dari
anggota Formasi Cimapag (berumur Oligosen
Akhir – Miosen Bawah) merupakan jendela
erosi (erosional window) yang tersingkap karena
bukaan-bukaan struktur, terutama yang telah
mengalami ubahan terargilikkan. Karakteristik
mineralisasi berupa pengisian rekahan-rekahan
struktur (sheared zone) oleh urat kuarsa mengandung mineral-mineral logam dasar dan mulia
(Pb, Zn dan Au).
Wilayah pertambangan diduga merupakan suatu
zona bukaan struktur (sheared zone) dari batuan
induk piroklastik yang telah mengalami ubahan
terkersikkan-terargilikkan dan diisi oleh uraturat kuarsa mengandung bahan galian emas dan
ikutannya.
Tingginya konsentrasi logam dasar dengan
asosiasi logam mulia pada urat-urat kuarsa
membawa ke arah dugaan bahwa mineralisasi di
daerah ini berada pada bagian bawah dari suatu

Kegiatan penambangan emas di daerah penelitian sebagian besar merupakan kegiatan
penambangan emas tanpa izin (PETI). Penambangan dilakukan dengan sistem tambang
dalam yang dilakukan oleh rakyat setempat
dengan membentuk kelompok-kelompok kerja
penambang yang bekerja sama dengan aturan
bagi hasil tertentu.
Aktivitas penambangan emas terletak di Daerah
Cisoka. Penambangan di lakkan di sepanjang
urat Cisoka yang terletak di tebing bagian kanan
S. Cisoka. Sedangkan lokasi pengolahan tersebar
di beberapa tempat, yaitu di hulu Cisoka, Ciupih,
Lebak Situ, Gunung Julang, Ciladaeun dan di
sekitar Muara. Pada saat dilakukan penelitian
jumlah penambang dan pengolah ± 300 orang.
Peta lokasi penambangan dan pengolahan dapat
dilihat pada Gambar 3.
Para penambang dengan berbekal pengalaman
dan keterbatasan penguasaan teknik penambangan, menerapkan sistem penambangan bawah
permukaan (undergroud mining) dengan cara
membuat terowongan (adit) dengan tinggi terowongan sekitar 1 m dengan kedalaman antara
> 100 m. Pembuatan lubang tambang dilakukan dengan menggunakan peralatan sederhana
sehingga menghasilkan bentuk dan ukuran yang
tidak memenuhi persyaratan teknik yang ditentukan untuk keselamatan seperti penyangga
lubang, pengatur sirkulasi udara dan pengisap
air bawah permukaan dll.
Jumlah penambang yang bekerja pada satu

PROSIDING HASIL KEGIATAN PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI TAHUN 2011

II.8

BUKU 2 : BIDANG MINERAL

terowongan (masyarakat menyebutnya lubang)
sekitar 15-60 orang tergantung kedalamannya
atau rata-rata 35 orang per lubang (berdasarkan
informasi dari penambang).

sedang dilakukan pembangunan beberapa unit
reaktor sianidasi. Diagram alir proses pengolahan secara amalgamasi dapat dilihat pada
Gambar 4.

Sebagian besar penambang merupakan pendatang dari daerah lain, yang umumnya mempunyai
pengalaman dan keterampilan dalam melakukan penambangan maupun pengolahan bahan
galian emas. Sementara penduduk setempat
mengambil keuntungan dan memanfaatkan
situasi dengan cara menyerap keterampilan
menambang dan pengolahan atau bermitra
kerja dengan mereka. Beberapa jenis bentuk
kerjasama dapat diamati diantaranya sebagai pekerja tambang, pelayanan pengolahan
bahan galian, penyedia peralatan pengolahan,
pelayanan pengangkutan/transportasi hingga
pensuplai logistik.

Penyontohan

Pengolahan emas umumnya dilakukan secara
tradisional dengan menggunakan gelundung
dan merkuri untuk menangkap butir emas. Di
samping aktifitas penambangan, aktifitas pengolahan juga meningkat cukup drastis baik dari
cara maupun jumlahnya.
Kegiatan pengolahan yang saat ini sedang
berkembang pesat yaitu pengolahan tailing sisa
proses amalgamasi untuk diolah dengan proses
sianidasi, dengan cara diolah dengan menggunakan reaktor sianidasi maupun dengan cara
perendaman. Tailing yang dikumpulkan untuk
diolah tidak hanya dari tailing yang baru juga
ditambah dari endapan tailing lama yang digali
kembali untuk diolah secara sianidasi. Di lapangan terlihat kegiatan penggalian tailing lama di
lahan-lahan pesawahan bekas lokasi pengolahan amalgamasi dan di daerah Gunung Julang

II.8

Sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian
ini yaitu untuk mengetahui sejauh mana limbah
merkuri danlogam berat lainnya akibat usaha
pertambangan emas terdistribusi pada lingkungan sekitar dan untuk memantau sejauh mana
penurunan kualitas lingkungan yang terjadi
maka telah dilakukan penyontohan untuk mendeteksi sajauh mana pencemaran merkuri dan
logam berat lainnya telah terjadi. Berkaitan dengan tugas dan fungsi Pusat Sumber Daya Geologi
untuk meneliti aspek kegeologian dari suatu
kegiatan pertambangan, maka penyontohan
dititik beratkan pada conto batuan, tailing, sedimen sungai aktif dan tanah. Jenis, jumlah dan
perlakukan analisis dapat dilihat pada (Tabel 2).

PEMBAHASAN
Penelitian geologi medis di Daerah Cisoka,
Kabupaten Lebak, Provinsi Banten ini dilakukan untuk mengetahui unsur-unsur/mineral
yang berbahaya akibat kegiatan penambangan
emas tanpa izin emas (PETI) dan dampaknya
terhadap lingkungan dan kesehatan di daerah
tersebut, dengan tujuan agar dapat memberikan rekomendasi dan penyebaran unsur-unsur
yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan
masyarakat di Wilayah PETI emas Cisoka, Banten.
4.1. Dampak Kegiatan Pertambangan Emas

PROSIDING HASIL KEGIATAN PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI TAHUN 2011

BUKU 2 : BIDANG MINERAL

Tanpa Izin Emas
Pertambangan Tanpa Izin (PETI) menurut Aspinall (2001), merupakan usaha pertambangan
sekala kecil dan pengertian PETI adalah usaha
pertambangan yang dilakukan oleh perseorangan, sekelompok orang atau perusahaan/
yayasan berbadan hukum yang dalam operasinya tidak memiliki izin dari instansi pemerintah
sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku (DESDM, 2000).
Dari segi positif perkembangan sosial ekonomi
yang meningkat pesat dari kondisi penduduk
setempat dalam beberapa tahun terakhir diduga
merupakan bukti keterkaitan erat dengan
berkembangnya usaha pertambangan emas di
daerah penelitian, secara tidak langsung dapat
dijadikan gambaran bahwa sumber daya bahan
galian emas memiliki potensi yang cukup signifikan bagi penduduk di sekitarnya.
Kegiatan PETI yang tidak mengikuti kaidahkaidah pertambangan yang benar (good mining
practice) telah mengakibatkan kerusakan lingkungan, pemborosan sumber daya mineral
dan kecelakaan tambang. PETI juga bukan
saja menyebabkan potensi penerimaan negara
berkurang, tetapi juga negara/ pemerintah
harus mengeluarkan dana yang sangat besar
untuk memperbaiki kerusakan lingkungan.
Selain itu, PETI umumnya identik dengan budaya
kekerasan/premanisme, prostitusi, perjudian
dan gejolak sosial yang terjadi antara perusahaan resmi dengan pelaku PETI maupun diantara
sesama pelaku PETI sendiri (DESDM, 2000).
Kerusakan fisik tercipta karena lemahnya
pemahaman para pelaku usaha pertambangan

tentang reklamasi/perlindungan terhadap lingkungan pertambangan dan penguasaan teknik
penambangan yang benar. Sedangkan apabila terdeteksi pencemaran merkuri terhadap
air sungai, memberikan petunjuk bahwa telah
terjadi pengabaian terhadap perlindungan kesehatan sebagai akibat lemahnya pengetahuan
tentang penggunaan bahan kimia merkuri untuk
pengolahan dan antisipasi kemungkinan dampaknya bagi kesehatan.
Dampak negatif PETI emas yang kaitannya dengan penelitian geologi medis ini adalah untuk
melihat seberapa besar pencemaran yang terjadi akibat kegiatan PETI emas di wilayah Cisoka.
Data penelitian yang dilakukan U.S. EPA (1995)
menunjukan bahwa pencemaran air, sedimen
dan tanah merupakan dampak lingkungan yang
sering terjadi akibat adanya kegiatan pertambangan (Tabel 3).
Kegiatan PETI emas menggunakan merkuri
dalam proses pengolahan emas (proses amalgamasi) untuk menangkap emas dari bijihnya.
Penggunaan merkuri ini telah lama digunakan
dalam kegiatan pertambangan emas skala kecil
karena cara ini relatif efektif, sederhana dan
murah. Akan tetapi akibat penggunaan merkuri
tersebut ternyata dapat mencemari udara, tanah
dan air. Hal ini karena penguapan merkuri pada
proses pemanasan dan sisa merkuri dan tailing
yang dibuang langsung ke lingkungan darat atau
air (Spitz dan Trudinger, 2009).
Hal yang sama diungkapkan pula oleh Jonnes
dan Slotton (1996) dalam PT. Tambang Tondano
Nusajaya (2001), pencemaran merkuri terjadi
karena merkuri merupakan partikel logam
berat yang apabila berterbangan di udara akan

PROSIDING HASIL KEGIATAN PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI TAHUN 2011

II.8

BUKU 2 : BIDANG MINERAL

terbawa oleh air hujan yang membasahi tanah
sehingga timbul pencemaran tanah dan pencemaran air yang terjadi di sungai, danau dan laut
karena pengaruh erosi dan pelarutan (leaching)
dari tanah yang tercemar merkuri tersebut dan
akhirnya akan mengendap di dasar air, dimana
plankton dan ikan seringkali berada sehingga
merkuri akan masuk ke dalamnya. Selanjutnya
akan terbentuk pola mengerucut hingga akhirnya masuk ke dalam tubuh manusia
Untuk menjaga kelestarian lingkungan akibat adanya kegiatan pertambangan bijih emas
dan tembaga, pemerintah telah mengeluarkan
standar baku mutu air limbah bagi kegiatan
penambangan bijih emas dan atau tembaga yang
tertuang dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 202 tahun 2002. (Tabel 4).
Dari tabel di atas terlihat tidak hanya merkuri
yang ditetapkan baku mutunya, tetapi logam
berat lainnya yang biasa menyertai dalam proses
pembetukan emas di alam juga ditetapkan,
mengingat logam-logam tersebut termasuk ke
dalam limbah B3 (Bahan Berbahaya Beracun).
Hasil pengamatan dan wawancara dengan para
penambang umumnya merkuri yang dimasukkan ke dalam gelundung berkurang sampai 10
-15 % pada saat akhir proses, hal ini disebabkan karena pada tahap pencucian terbawa pada
ampas (tailing). Jumlah merkuri yang berkurang
ini berpotensi untuk mencemari lingkungan.
Pada tahap pencucian yakni pemerasan atau
penyaringan dilakukan dengan kain parasut
sehingga merkuri terperas jatuh ke tanah dan
tidak ditampung. Demikian pula pada tahap
penggarangan yang dilakukan di pondok-pon-

II.8

dok atau di ruang terbuka, sehingga merkuri
menguap ke udara terbuka. Penggarangan tidak
dilakukan di ruangan kedap udara, seperti di
dalam incenerator.
Akibat adanya penambangan dan pengolahan
emas terutama di bagian hulu Cisoka berpotensi mencemari air sungai, yang menyebabkan
masyarakat di sepanjang aliran sungai tersebut
berpotensi terpapar oleh limbah pertambangan
emas rakyat.
Bahaya pencemaran lain yang mengancam
disamping pencemaran lingkungan akibat
pencemaran merkuri juga pencemaran limbah
domestik berupa sampah dan limbah MCK dari
sejumlah penambang yang berada di lokasi kegiatan yang jumlahnya mencapai ratusan orang.
Tempat pembuangan sampah yang tidak tersedia dengan baik dan sarana MCK yang tidak ada
menyebabkan beban limbah domestik menjadi
sangat besar.
Masyarakat di daerah penelitian umumnya masih
menggunakan badan air untuk memenuhi kegiatan MCK. Kaum wanita lebih banyak berinteraksi
dengan air sungai, disamping untuk kegiatan
mandi, juga untuk kegiatan mencuci.
Data tingkat kesehatan penduduk di sekitar
wilayah pertambangan tergambar dalam profil kesehatan masyarakat Kecamatan Lebak
Gedong seperti yang terlihat terlihat dalam tabel
10 besar penyakit yang umum di Puskesmas
Lebak Gedong, Kabupaten Lebak .
Dari tabel tersebut terlihat 3 besar penyakit yang
terdapat di daerah penelitian sangat mungkin
ada kaitannya dengan adanya aktifitas penam-

PROSIDING HASIL KEGIATAN PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI TAHUN 2011

BUKU 2 : BIDANG MINERAL

bangan rakyat. Infeksi saluran pernafasan
berkaitan dengan kondisi lubang penambangan yang buruk, proses pembakaran di ruang
terbuka sehingga menyebabkan pencemaran
udara. Begitu pula dengan penyakit percernaan
dan infeksi kulit sangat mungkin berkaitan dengan kualitas air yang tidak memenuhi syarat
bakumutu peruntukannya.
4.2. Analisis Conto
Sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian
ini dan dikaitkan dengan tugas dan fungsi Pusat
Sumber Daya Geologi untuk meneliti aspek
kegeologian dari suatu kegiatan pertambangan,
maka penyontohan dititik beratkan pada conto
batuan, tailing, sedimen sungai aktif dan tanah.
Unsur logam yang berbahaya akibat PETI emas
yang dianalisis di daerah penelitian yaitu tembaga (Cu), Plumbun atau timah hitam (Pb), seng
(Zn), kadmium (Cd), Arsen (As) dan merkuri (Hg).
Mineral-mineral tersebut merupakan logam
berat dan berbahaya dan bersifat racun yang
keberadaannya di alam akibat proses alamiah
dan karena oleh aktivitas manusia. Logam berat
adalah logam yang mempunyai berat jenis > 5
(Soemirat, 2005) dan bernomor atom > 20 (Lasat,
2000). Tabel 6 memperlihatkan pengelompokan
sifat racun logam berat dan gangguan kesehatan
yang ditimbulkannnya.

Berdasarkan perkiraan pencemaran unsur
merkuri maka dilakukan sistematika penyontoan
geokimia untuk menentukan sebaran merkuri
pada wilayah pertambangan Cisoka. Conto
geokimia yang diambil berupa batuan, tailing,
endapan sungai aktif, tanah dan air.

Penyontoan batuan dilakukan di lokasi tambang,
conto yang diambil berupa bijih emas yang biasa
diambil dan diolah oleh para penambang. Analisis
unsur merkuri dan logam lainnya dimaksudkan
untuk mengetahui rona awal kandungan logam
tersebut pada batuan yang termineralisasi.
Conto tailing diambil dari lokasi pembuangan
tailing yang umumnya berupa bak pengendap sederhana untuk mengetahui kandungan
merkuri dan logam berat lainnya dalam tailing serta kandungan emas dan perak untuk
mengetahui recovery pengolahan dengan cara
amalgamasi dan sianidasi.
Conto endapan sungai aktif dan air diambil di
sepanjang Cisoka menyebar ke arah hilir mengikuti aliran sungai yang mengalir dari arah sumber
pencemaran tersebut. Selain pengambilan conto
pada daerah yang diperkirakan merupakan areal
berpotensi untuk terlewati dispersi merkuri dari
daerah pertambangan, diambil juga pada hulu
sungai dimana pencemaran merkuri diperkirakan tidak terjadi untuk penentuan rona awal dari
wilayah pertambangan.
Conto tanah diambil pada lokasi dekat pembakaran amalgam dan pembuangan taling serta
pada daerah dataran banjir yang diperkirakan
akan terendapkan tailing dari kegiatan pengolahan di bagian hulu sungai.
Penyontohan air limbah dan air permukaan/
sungai dilakukan untuk mengetahui sejauh
mana logam percemar terlarut dalam air yang
akan menyebabkan paparan langsung terhadap
mahluk hidup lain seperti ikan, tumbuhan dan
manusia. Adapun hasil analisis kimianya sebagai berikut :

PROSIDING HASIL KEGIATAN PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI TAHUN 2011

II.8

BUKU 2 : BIDANG MINERAL

1. Conto Batuan
Pengambilan conto batuan diambil dari 3 lokasi
yang berasal dari hulu sungai Cisoka (CBR 01R),
Hulu Sungai Ciupih atau daerah penambangan
Sampay (CBR 02R) dan daerah penambangan
Cidoyong (CBR 03R). Peta lokasi conto batuan
dapat dilihat pada Gambar 5 dan hasil analisis
kimia batuan dapat dilihat pada Tabel 7.
Dari hasil analisis kimia, conto batuan yang
memiliki nilai 23 – 208 ppm Cu, 70 – 156 ppm Pb,
73 – 216 ppm Zn, 4 – 7 ppm Ag, 2 – 12 ppm Cd,
2.701 - 24.931 ppb Au, 5ppm), hal ini menunjukan tingkat
recovery pengolahan secara amalgamasi yang
dilakukan masih sangat rendah. Kandungan Au
yang tinggi dalam tailing tersebut selanjutnya
diproses dengan proses sianidasi, sehingga
recovery emas menjadi lebih baik.

PROSIDING HASIL KEGIATAN PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI TAHUN 2011

BUKU 2 : BIDANG MINERAL

Dari hasil analisis tailing terlihat kadar logam
berat dalam tailing padat relatif tinggi dan berpotensi mencemari lingkungan mengingat tailing
padat sebagian besar terbuang ke lingkungan.
Untuk menghilangkan atau mengurangi resiko
yang dapat ditimbulkan dari tailing tersebut perlu
dikelola secara khusus. mencakup penyimpanan,
pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan, dan
pengolahan tailing termasuk penimbunan hasil
pengolahan tersebut.
3. Conto sedimen sungai aktif
Kontaminasi logam berat dalam sedimen sungai
dapat terjadi akibat proses alamiah (pelapukan
batuan termineralisasi), proses pengolahan
emas secara tradisional (amalgamasi), maupun
proses industri yang menggunakan bahan baku
yang mengandung logam berat.
Parameter baku mutu untuk endapan sungai
aktif tidak ditetapkan, tetapi sebagai gambaran
dalam eksplorasi mineral logam untuk mengetahui daerah termineralisasi, referensi yang
sering digunakan adalah data kelimpahan ratarata atau dispersi unsur logam berat (Tabel 10).
Kandungan unsur logam dalam yang tinggi
mengindikasikan adanya mineralisasi sulfida
terutama pada endapan tipe epithermal. Sedangkan pada daerah dimana terdapat lokasi
pengolahan emas (amalgamasi), nilai anomali
unsur Hg dalam sedimen sungai aktif harus
dievaluasi kembali mengingat kemungkinan
terjadinya pencemaran dari aktifitas pengolahan
emas tersebut.
Untuk mengetahui kandungan logam berat
dalam endapan sungai aktif di daerah penelitian
telah dilakukan penyontohan sebanyak 37 conto.

Peta lokasi conto sedimen sungai aktif dapat dilihat pada Gambar 7 dan hasil analisis kimia conto
tersebut dapat dilihat pada Tabel 11.
Dari hasil analisis kimia conto sedimen sungai
aktif, diperoleh kisaran nilai unsur logam sebagai berikut yaitu : 10 - 52 ppm Cu, 27 - 368 ppm
Pb, 42-1503 ppm Zn, 2 - 11 ppm Cd, 5.000 ppb cukup meningkatkan
recovery pengolahan, sehingga emas yang

PROSIDING HASIL KEGIATAN PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI TAHUN 2011

II.8

BUKU 2 : BIDANG MINERAL

terbuang ke alam dapat diperkecil.
4. Hasil analisis conto sedimen sungai menunjukan nilai kandungan unsur Hg yang sangat
tinggi > 1.000 ppb terditeksi di 32 lokasi.
Kenaikan unsur Hg tersebut sangat berkaitan
erat dengan adanya aktifitas penambangan
dan pengolahan emas yang letaknya tersebar di daerah penelitian. Kandungan merkuri
yang tinggi ini berpotensi menyebabkan terjadinya percemaran pada air sungai, karena
pada kondisi tertentu merkuri tersebut dapat
larut ke dalam air.
5. Conto tanah dengan nilai kandungan unsur
Hg sangat tinggi > 1.000 ppb berada di daerah
sekitar daerah pengolahan yang kegiatannya banyak dan aktif yaitu di Cisoka, Lebak
Sampai dan Muara. Pencemaran Hg dalam
tanah ini akibat proses penggarangan bullion
dilakukan di ruang terbuka. Tingginya kandungan merkuri dalam tanah ini berpotensi
menyebabkan percemaran pada air sumur,
air sungai dan tumbuhan.
6. Hasil analisis air limbah proses ama