Inspeksi Perguruan Tinggi | Karya Tulis Ilmiah Ulasan Inspeksi PT

JUDUL ARTIKEL : INSPEKSI PERGURUAN TINGGI
PENULIS

: ESTER LINCE NAPITUPULU

DITERBITKAN

: KOMPAS , KAMIS 17 DESEMBER 2015

DI ULAS KEMBALI OLEH PUTU EKA PITRIYANTINI, SH (calon MH)

Akhir Tahun 2015 ini dunia pendidikan di Indonesia kembali tercoreng dengan berita
penonaktifan ratusan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) . Hal ini membuktikan bahwa banyak
kampus tidak memenuhi syarat yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
ada. Tidak hanya Perguruan Tinggi Swasta yang bersangkutan terkena dampak penonaktifan
tersebut tetapi juga Mahasiswa yang dipertaruhkan masa depannya.
Meskipun baru-baru ini istilah perguruan tinggi nonaktif diubah Kementerian Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) dengan istilah “dalam pembinaan”, hal itu
tetap tidak menutup fakta bahwa perguruan tinggi di Indonesia masih belum sepenuhnya
ideal dalam menjalankan perannya dalam hal mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai yang
diamanatkan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi “ Kemudian

daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan ikut memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian yang abadi dan keadilan sosial……….” Serta
diatur dalam bab XIII tentang pendidikan dan kebudayaan pasal 31 Undang-undang dasar
1945 . Praktik-praktik “kotor” juga telah mencengkeram dunia pendidikan tinggi di
Indonesia.
Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) memberi label
non aktif pada ratusan perguruan tinggi di Indonesia. Penonaktifan tersebut didasari sejumlah
alasan seperti jauhnya rasio antara dosen dengan mahasiswa, hingga proses pembelajaran
yang tidak sesuai.
Seperti yang kita ketahui bersama pengertian Pendidikan Tinggi sesuai pasal 1
Undang-undang nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan
setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program
magister, program doktor, dan program profesi, serta program spesialis, yang diselenggarakan
oleh perguruan tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia.
1

Dalam Pasal 4 Undang-undang nomor 12 Tahun 2012 disebutkan bahwa , pendidikan tinggi
berfungsi :

a. mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa ;
b. mengembangkan sivitas akademika yang inovatif,responsive,kreatif,terampil, berdaya
saing, dan kooperatif melalui pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi dan ;
c. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan memperhatikan dan
menerapkan nilai Humaniora;
Dalam pasal 5 Undang-undang nomor 12 tahun 2012 dengan jelas menyebutkan Pendidikan
Tinggi bertujuan :
a) berkembangnya potensi Mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepentingan bangsa;
b) dihasilkannya lulusan yang menguasai cabang Ilmu Pengetahuan dan/atau Teknologi
untuk memenuhi kepentingan nasional dan peningkatan daya saing bangsa;
c) dihasilkannya

Ilmu

Pengetahuan

dan


Teknologi

melalui

Penelitian

yang

memperhatikan dan menerapkan nilai Humaniora agar bermanfaat bagi kemajuan
bangsa, serta kemajuan peradaban dan kesejahteraan umat manusia; dan
d) terwujudnya Pengabdian kepada Masyarakat berbasis penalaran dan karya Penelitian
yang bermanfaat dalam memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Pendidikan Tinggi dapat dibedakan berdasakan cara pengelolaannya yaitu :
1. Perguruan Tinggi Negeri adalah Perguruan yang pengelolaan dan diseleggarakan oleh
Pemerintah
2. Perguruan Tinggi Swasta adalah Perguruan yang pengelolaan dan diselenggarakan
oleh swasta atau masyarakat.
Kasus yang terjadi pada hari sabtu tanggal 19 September 2015 dimana Yayasan

Aldiana Nusantara menyelenggarakan acara wisuda tanpa seizin Koordinasi Perguruan Tinggi
Swasta (Kopertis) dan tidak melapor ke pangkalan data pendidikan tinggi. Wisuda Bodong
tersebut diikuti beberapa perguruan tinggi. Antara lain Sekolah Tinggi Teknologi (STT)
Telematika, Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT), Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE)
Ganesha, serta Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Suluh Bangsa.
Masalah serupa juga terjadi di salah satu Universitas swasta di Sulawesi Selatan, Senin

2

(14/12). Jumlah calon wisudawan 329 orang. Jika mengacu pada PDPT (Pangkalan Data
Perguruan Tinggi), hanya Sembilan orang yang memenuhi syarat dapat di wisuda.
Pangkalan Data Perguruan Tinggi yang lebih dikenal dengan PDPT Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi merupakan pangkalan data secara nasional keberadaan perguruan
tinggi yang ada. Mulai dari Program studi (prodi), profil PT, Profil Dosen dan bahkan
tersedia juga data profil Mahasiswa. Seluruh data yang tercover merupakan data pelaporan
yang dikirimkan oleh seluruh Perguruan Tinggi setiap semester . PDPT ini dibentuk sebagai
bentuk amanah Pemerintah untuk melakukan Pelayanan terhadap publik dan keterbukaan
informasi terhadap masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dasar hukum pembentukan PDPT ini adalah Undang-undang Nomor 20 tentang
Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan

Penyelenggaraan Pendidikan pasal 16 yang berbunyi :
1. Dalam menyelenggarakan dan mengelola system pendidikan nasional, Kementerian
mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi pendidikan nasional berbasis
teknologi informasi dan komunikasi
2. Sistem informasi pendidikan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi
oleh jejaring informasi nasional yang terhubung dengan system informasi pendidikan
di

kementerian

lain

atau

lembaga

pemerintah

nonkementerian


yang

menyelenggarakan pendidikan, sistem informasi pendidikan di semua provinsi, dan
sistem informasi pendidikan di semua kabupaten/kota
3. Sistem informasi pendidikan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) memberikan akses informasi administrasi pendidikan dan akses sumber
pembelajaran kepada satuan pendidikan pada semua jenjang, jenis, dan jalur
pendidikan
Dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012, pasal 52 ayat (3) “Menteri menetapkan sistem
penjaminan mutu Pendidikan Tinggi dan Standar Nasional Pendidikan Tinggi”
Dan ayat (4) “Sistem penjaminan mutu Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) didasarkan pada Pangkalan Data Pendidikan Tinggi”
PDPT secara jelas diatur dalam bagian keempat tentang Pangkalan Data Pendidikan Tinggi
pasal 56 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012
1) Pangkalan Data Pendidikan Tinggi merupakan kumpulan data penyelenggaraan
Pendidikan Tinggi seluruh Perguruan Tinggi yang terintegrasi secara nasional.
2) Pangkalan Data Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi
sebagai sumber informasi bagi:
3


a. lembaga akreditasi, untuk melakukan akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi;
b. Pemerintah, untuk melakukan pengaturan, perencanaan, pengawasan, pemantauan,
dan evaluasi serta pembinaan dan koordinasi Program Studi dan Perguruan Tinggi;
dan
c. Masyarakat, untuk mengetahui kinerja Program Studi dan Perguruan Tinggi.
3) Pangkalan Data Pendidikan Tinggi dikembangkan dan dikelola oleh Kementerian atau
dikelola oleh lembaga yang ditunjuk oleh Kementerian.
4) Penyelenggara

Perguruan

Tinggi

wajib

menyampaikan

data

dan


informasi

penyelenggaraan Perguruan Tinggi serta memastikan kebenaran dan ketepatannya.
Dari bunyi pasal diatas diharapkan PDPT dapat menampung segala informasi
aktivitas di perguruan tinggi, termasuk dosen dan mahasiswa. Data dosen diantaranya
meliputi data diri dosen, kegiatan pembelajaran, jabatan fungsional, tingkat pendidikan,
status, sertifikasi dosen dan sebagainya. Sedangkan mahasiswa antara lain data diri
mahasiswa, status kuliah, kelulusan dan sebagainya. PDPT ini juga dapat menjadi sumber
data yang valid untuk dijadikan dasar sebagai pengambil kebijakan dan sebagai sumber
informasi yang dapat dipertanggungjawabkan
Dalam peraturan perundang-undangan sudah jelas mengatur mengenai pengaturan
Perguruan Tinggi

yang ada di Indonesia lengkap dengan sanksi-sanksi baik secara

Administrasi diatur dalam pasal 92 Undang-undang nomor 12 tahun 2012 ataupun sanksi
Pidana diatur dalam pasal 93 Undang-undang nomor 12 tahun 2012, namun masih saja ada
praktik-praktik “kotor” yang mencengkram dunia pendidikan tinggi kita.
Dari dua contoh kasus diatas sudah mencerminkan bagaimana kualitas para Sarjana

yang dihasilkan dari Perguruan Tinggi tersebut. Dan sudah jelas melakukan pelanggaran
terhadap tujuan dari Bangsa Indonesia sendiri yaitu ikut mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pemerintah melalui Kemristekdikti telah memberikan sanksi berupa sanksi
administratitif yaitu penonaktifan pada perguruan tinggi yang bermasalah tersebut,
keberadaan status nonaktif untuk mengedukasi masyarakat agar lebih pahan tentang
perguruan tinggi bermutu. Konsekuensi status nonaktif antara lain pemerintah tidak
memproses pengusulan akreditasi dan pengajuan penambahan program studi baru. Sertifikasi
dosen tidak dilayani. Pemberian hibah atau beasiswa pun dihentikan. Sanksi kepada
perguruan tinggi itu lama-lama berimbas pula kepada mahasiswa.
Belum lagi praktik jual beli ijazah yang semakin marak terjadi, seperti yang terjadi di
Bekasi, Jawa Barat ada perguruan tinggi swasta yang dilaporkan masyarakat bisa
4

mengeluarkan ijazah meski mahasiswa baru kuliah enam satuan kredit semester. Praktik itu
juga dilakukan perguruan tinggi resmi dengan menawarkan ijazah dari perguruan tinggi
bersangkutan tanpa harus menjalani perkuliahan seharusnya. Sepanjang mahasiswa
membayar uang, ijazah legal dari kampus itu bisa keluar.
Praktik-praktik seperti ini sudah pasti dikaitkan dengan adanya budaya komersil di
dunia pendidikan saat ini, yang sangat bertentangan dengan tujuan dari Negara Republik
Indonesia yaitu ikut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini pun bertentangan

dengan bunyi pasal 73 ayat (5) Undang-undang nomor 12 Tahun 2012 “Penerimaan
Mahasiswa baru Perguruan Tinggi merupakan seleksi akademis dan dilarang dikaitkan
dengan tujuan komersial “. Dan juga bertentangan dengan pasal 60 ayat 2 Undang-undang No
12 tahun 2012 “PTS didirikan oleh Masyarakat dengan membentuk badan penyelenggara
berbadan hukum yang berprinsip nirlaba dan wajib memperoleh izin Menteri”. Pasal 42 ayat
(4) “Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara Pendidikan Tinggi yang tanpa hak dilarang
memberikan ijazah”.
Dan dalam pasal 93 Undang-undang nomor 12 Tahun 2012 juga telah menegaskan
mengenai sanksi pidana jika dilanggar oleh Perguruan Tinggi “Perseorangan, organisasi, atau
penyelenggara Pendidikan Tinggi yang melanggar Pasal 28 ayat (6) atau ayat (7), Pasal 42
ayat (4), Pasal 43 ayat (3), Pasal 44 ayat (4), Pasal 60 ayat (2), dan Pasal 90 ayat (4) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Terkait soal ijazah palsu baik yang dikeluarkan dengan membuat dokumen Aspal
maupun yang dikeluarkan perguruan tinggi dengan cara illegal Kemristekdikti berkali-kali
menyebutkan tidak akan mentoleransi hal itu dan segera melaporkannya kepada pihak
kepolisian dengan dugaan pemalsuan ijazah pasal 263 KUHP
(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan
sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang
boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan

menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu
asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu
kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya
enam tahun.
(2) Dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barangsiapa dengan sengaja menggunakan
surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau
hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian
5

Khusus untuk ijazah, di luar KUHP sudah ada pengaturannya tersendiri, Pasal 69 ayat
(1) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur bahwa
“Setiap orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi,
dan/atau vokasi yang terbukti palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”
Kini, berbagai langkah “kompromi” dilakukan Kemenristekdikti dengan memberi
kesempatan bagi perguruan tinggi nonaktif yang dalam pembinaan untuk memperbaiki diri.
Ada kurun waktu yang disepakati bagi perguruan tinggi dalam pembinaan yang didampingi
Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis).
Menurut Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Seluruh Indonesia
mengatakan, penertiban perguruan tinggi bermasalah jangan hanya di hilir, seperti saat
wisuda atau terkait penertiban ijazah. Pemberian ijazah ialah ujung dari kegiatan belajar
mengajar dan pengakuan bahwa proses akademik untuk jenjang tertentu selesai.
Pemberantasan ijazah palsu yang banyak beredar di masyarakat jangan diatasi secara
reaktif dengan inspeksi mendadak. Kemristekdikti justru harus memperkuat pengawasan
terhadap semua perguruan tinggi dan pembinaan bagi kampus yang membutuhkan.
Komitmen perguruan tinggi pada mutu harus mulai ditumbuhkan. Saat ini, sebagian
besar kampus masih focus pada peran di pengajaran/pendidikan. Itu pun belum sepenuhnya
dijalankan dengan baik dengan semangat mencerahkan dan membentuk karakter mahasiswa
menjadi generasi penerus andal. Ada yang sekedar asal mahasiswa/lulusan bisa memegang
ijazah tanpa memikirkan mutu bagi pembangunan masyarakat dan bangsa
Tugas lain dari Tri Dharma perguruan tinggi, penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat, masih jauh dari harapan. Padahal, perguruan tinggi berperan penting untuk
mendongkrak daya saing bangsa, terutama dengan menghasilkan inovasi.
Pendidikan bermutu tidak hanya diukur dari seberapa cepat lulusan terserap dipasar
kerja, tetapi juga seberapa besar kontribusi kreasi nilai dan inovasi yang dapat diberikan oleh
lulusan selaku kaum intelektual terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat.
Jadi intinya dengan pendidikan yang bermutu dan berkualitas maka akan tercipta
SDM yang berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan Bangsa Indonesia yang lebih
baik.

6

7