ProdukHukum BankIndonesia

BOKS
Tantangan dan Peluang Penerapan ACFTA
Hubungan ASEAN-China telah dimulai sejak ASEAN M inisterial M eeting
(AM M ) ke-24 pada bulan Juli 1991 di Kuala Lumpur M alaysia. Kerjasama terjalin

semakin erat sejak ditandatanganinya Deklarasi Bersama antara Kepala
Negara/Pemerintah ASEAN dan China dalam Kerjasama Strategis untuk Perdamaian
dan Kesejahteraan dalam acara ASEAN-China Summit ke-7 pada Oktober 2003 di
Bali, Indonesia. Selanjutnya, dalam periode 2005-2010 disusun Rencana Aksi untuk
menerapkan Deklarasi Bersama tersebut. Rencana Aksi tersebut berisi master plan
untuk memperluas dan memperdalam hubungan kerjasama ASEAN-China dalam
kerangka memperkuat kerjasama strategis untiuk perdamaian, pembangunan dan
kesejahteraan regional. ASEAN dan China telah sepakat dalam 11 hal area kerjasama
yang menjadi prioritas, yaitu energi, transportasi, budaya, kesehatan masyarakat,
pariw isata, pertanian, teknologi informasi, investasi, SDM , pembangunan sungai
M ekong dan lingkungan hidup.
Zona Perdagangan Bebas ASEAN-China atau ASEAN-China Free Trade Area
(ACFTA) telah implementasikan sejak tanggal 1 Januari 2010. ASEAN dan China
menyetujui dibentuknya ACFTA melalui dua tahapan w aktu, yaitu: (1) tahun 2010
dengan melibatkan 6 negara ASEAN atau biasa disebut ASEAN-6, yang meliputi
Thailand, M alaysia, Singapura, Indonesia, Filipina dan Brunei Darussalam; serta (2)

tahun 2012 melibatkan 4 negara lain di ASEAN meliputi Vietnam, Kamboja, Laos
dan M yanmar.
Sidang AEM (ASEAN Economic M inisters M eeting ) ke-36 di Jakarta pada
Septemb er 2004 menghasilkan kesepakatan perdagangan dalam barang dan jasa,
serta pokok -pokok pemecahan sejumlah masalah yang kemudian diformalkan ke
pertemuan di Laos. Dalam rangka ACFTA, kebanyakan barang yang diperdagangkan
antara Indonesia dan China implementasi penurunan/penghapusan tarifnya
sebanyak 5.250 kategori produk, dilakukan mengikuti skema dan w aktu sebagai
berikut:
1. Early Harvest Program (EHP) yang mulai diberlakukan per 1 Januari 2004
secara bertahap dalam kurun w aktu 3 (tiga) tahun, tarif bea masuknya
produk yang mencakup EHP sejumlah 449 produk menjadi nol persen (0% ).
2. Normal Track I, sejumlah 3.913 kategori produk dengan penurunan tarif
bea masuk menjadi nol persen (0% ) mulai tahun 2005.
3. Normal Track II, sejumlah 490 kategori produk dengan penurunan bea
masuk mulai tahun 2012.
4. Sensitive/Higly sensitive sebanyak 398 kategori produk yang jumlah
penurunannya masih dirundingkan lebih rinci.

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN IV-2009


1

M eskipun ekonomi Indonesia cukup kuat dalam menghadapi krisis, namun
tidak dapat dipungkiri bahw a daya saing ekonomi Indonesia masih relatif
mengkhaw atirkan dibandingkan negara-negara lain. Pengertian daya saing disini
tidak hanya terbatas pada kemampuan produk Indonesia dalam melakukan
penetrasi pasar global dan hanya dikaitkan dengan permasalahan seperti pergerakan
nilai tukar, rendahnya tingkat upah, disparitas inflasi dengan negara pesaing.
Berbagai permasalahan masih membayangi kemampuan kapasitas ekonomi
Indonesia untuk dapat bergerak lebih cepat untuk dapat memetik peluang yang ada.
Permasalahan yang masih kita hadapi diantaranya struktur ekspor yang masih
berbasis produk primer, sektor industri yang lemah daya saingnya di pasar global
dan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan domestik, serta adanya
permasalahan infrastruktur. Berdasarkan analisis Danareksa Research Institute,
dengan menggunakan program Global Trade Analysis Project (GTAP), akan terjadi
penurunan untuk sektor sebagaimana terlihat dalam Tabel 1 di baw ah ini.
Tabel 1. Sepuluh Sektor yang Paling Dirugikan




KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN IV-2009

2