PENINGKATAN KEPERCAYAAN DIRI SISWA MELALUI STRATEGI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK : Studi Eksperimen di SMAN 16 Bandung Tahun Pelajaran 2009/2010.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ……….

i

KATA PENGANTAR ………..

ii

UCAPAN TERIMA KASIH ……….

iv

DAFTAR ISI ……….

ix

DAFTAR TABEL ……….

xi

DAFTAR LAMPIRAN ……….

xii

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah ………..

1

B.

Rumusan Masalah ……….

8

C.

Tujuan Penelitian ………..

9

D.

Manfaat Penelitian ………

9

E.

Metode Penelitian ……….

10

F.

Populasi dan Sampel ………

10

BAB II LANDASAN TEORETIS

A.

Kepercayaan Diri ………...

12

B.

Bimbingan Kelompok ………...

45

C.

Penerapan Strategi Layanan Bimbingan Kelompok untuk

Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa ………

71

BAB III METODE PENELITIAN

A.

Desain Penelitian ………

83

B.

Tempat dan Waktu Penelitian ……….…..

84

C.

Subjek Penelitian ………...

85

D.

Instrumen Penelitian ……….

86

E.

Proses Pengembangan Instrumen ………...

86


(2)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.

Hasil Penelitian ……….

104

B.

Pembahasan ………..

131

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A.

Simpulan ………...

144

B.

Rekomendasi ………..

145

DAFTAR PUSTAKA ………

147


(3)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Salah satu indikator keberhasilan siswa dalam belajar adalah memperoleh

prestasi akademik sesuai dengan target yang telah ditentukan. Berdasarkan konsep

pembelajaran tuntas (mastery learning) dengan menggunakan penilaian acuan

patokan, siswa dikatakan berhasil dalam belajar apabila telah menguasai standar

minimal ketuntasan yang ditentukan sebelumnya. Hal seperti itu sekarang lazim

disebut Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

Kenyataan di sekolah masih banyak ditemukan siswa yang memperoleh

prestasi akademik di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Indikator ini

menunjukkan bahwa siswa-siswa tersebut mengalami kesulitan belajar. Abin

Syamsudin (2007) mengatakan bahwa sorang siswa diduga mengalami kesulitan

belajar apabila yang bersangkutan tidak berhasil

mencapai taraf kualifikasi hasil

belajar tertentu. Ketercapaian taraf belajar tersebut berdasarkan kriteria keberhasilan,

ukuran tingkat kapasitas, kemampuan dalam program pelajaran time allowed atau

tingkat perkembangannya.

Kenyataan lainnya menunjukkan bahwa prestasi belajar rendah tidak jarang

dialami oleh siswa yang memiliki tingkat intelegensi tinggi. Gejala ini dikenal dengan

underachiever. Ramadhan (2008) mengemukakan bahwa underachiever adalah anak

(siswa) berprestasi rendah dibandingkan dengan tingkat kecerdasan atau kapasitas


(4)

2

intelektual yang dimilikinya. Sementara itu, Prayitno dan Amti (Ramadhan, 2008)

menyebutkan bahwa underachiever identik dengan keterlambatan akademik yang

berarti bahwa keadaan siswa diperkirakan memiliki tingkat intelegensi tinggi, tetapi

tidak dapat memanfaatkannya secara optimal, sehingga prestasi akademik yang diraih

berada

di

bawah

kemampuan

yang

dimilikinya.

Secara

operasional,

underachievement dapat didefinisikan sebagai kesenjangan antara skor tes inteligensi

dan hasil yang diperoleh siswa di sekolah (Peters & VanBoxtel, dalam Tarmidi,

2008).

Menurut para ahli ada berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi

kesulitan belajar. Sehubungan dengan gejala underachiever, Moh. Surya (1979)

menyatakan bahwa gejala prestasi belajar rendah selain dipengaruhi oleh kapasitas

intelektual yang rendah juga dipengaruhi oleh faktor-faktor non intelektual.

Faktor-faktor tersebut berupa aspek-aspek kepribadian seperti kurang matang, kurang

percaya pada diri sendiri, dependensi yang tinggi, tidak stabil, dan kecenderungan

neurotik.

Sebagaimana dinyatakan di atas bahwa salah satu faktor non intelektual yang

mempengaruhi prestasi belajar rendah adalah kurang percaya diri. Penelitian tentang

hal ini telah banyak dilakukan, diantaranya Herpratiwi (2006) menunjukkan bahwa

prestasi belajar rendah, sebesar 20,69 % disebabkan oleh keyakinan atau kepercayaan

diri siswa. Ridwan (2006) menunjukkan hasil penelitiannya bahwa ada hubungan

positif antara rasa percaya diri dengan prestasi belajar siswa. Fatah (2005)


(5)

menunjukkan bahwa faktor internal penyebab kesulitan belajar akuntansi diantaranya

adalah rasa percaya diri.

Kepercayaan diri merupakan salah satu modal utama untuk dapat menjalani

kehidupan ini dengan penuh optimisme. Kepercayaan diri juga merupakan salah satu

faktor utama yang dapat mempengaruhi kesuksesan hidup seseorang, karena

kepercayaan diri yang mantap akan menimbulkan motivasi dan semangat yang tinggi

pada jiwa seseorang.

Begitu besar fungsi dan peranan kepercayaan diri pada kehidupan seseorang.

Tanpa adanya rasa percaya diri yang tertanam dengan kuat di dalam jiwa anak

(siswa), pesimisme dan rasa rendah diri akan dapat menguasainya dengan mudah.

Tanpa dibekali kepercayaan diri yang mantap sejak dini, maka anak akan tumbuh

menjadi pribadi yang lemah.

Banyak ahli menyatakan bahwa kepercayaan diri merupakan salah satu faktor

yang penting untuk meraih kesuksesan. Leman (2000) menyatakan bahwa salah satu

kunci utama kesuksesan seseorang adalah ada tidaknya rasa percaya diri.

Berkembangnya rasa percaya diri atau citra diri yang positif dalam diri anak

sangatlah penting untuk kebahagiaan dan kesuksesan mereka.

Seseorang yang percaya diri dapat menyelesaikan tugas atau pekerjaan sesuai

dengan tahapan perkembangan dengan baik, merasa berharga, mempunyai

keberanian, dan kemampuan untuk meningkatkan prestasinya, mempertimbangkan

berbagai pilihan, serta membuat keputusan sendiri (Lie, 2003).


(6)

4

Kepercayaan diri merupakan faktor penting bagi individu untuk mengambil

sebuah keputusan, dan dengan berbekal kepercayaan diri yang tinggi, seseorang akan

relatif mudah untuk menjalin hubungan sosial atau persahabatan. Dengan

kepercayaan diri diperkirakan individu tersebut akan menjalani kehidupan dengan

banyak kemudahan. Taylor (2009) menyatakan bahwa kepercayaan diri adalah kunci

menuju kehidupan yang berhasil dan bahagia. Tingkat kepercayaan diri yang baik

memudahkan pengambilan keputusan dan melancarkan jalan untuk mendapatkan

teman, membangun hubungan, dan membantu dalam mempertahankan kesuksesan

dalam pekerjaan.

Sunarman (2008) menyatakan bahwa rasa percaya diri dapat menjadi nilai

plus bagi seseorang, terutama saat yang bersangkutan berada pada situasi yang sangat

strategis, pada saat-saat pengambilan keputusan, ataupun situasi yang sangat

menentukan, apalagi saat-saat yang menentukan kariernya di masa depan.

Kepercayaan diri adalah satu di antara aspek-aspek kepribadian yang penting

dalam kehidupan manusia. Alfred Adler mencurahkan dirinya pada penyelidikan rasa

rendah diri. Ia mengatakan bahwa kebutuhan yang paling penting adalah kebutuhan

akan rasa percaya diri dan rasa superioritas (Lauster, 1999).

Kepercayaan diri yang rendah merupakan penghambat seseorang untuk dapat

mengembangkan potensi yang dimilikinya. Sebaliknya, bila seseorang mempunyai

kepercayaan diri yang tinggi, maka orang tersebut dapat mengelola pergaulan untuk

hidup yang lebih baik.


(7)

Sayangnya, kepercayaan diri seringkali menjadi masalah bagi sebagian orang.

Akibatnya, muncul rasa minder yang malah akan menghambat kemajuan.

Perasaan

takut salah dalam bersikap dan bergaul dengan orang lain merupakan salah satu

penyebab kurangnya kepercayaan diri.

Studi pendahuluan yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah

wawancara dengan guru Bimbingan dan Konseling SMAN 16 Bandung. Menurut

hasil studi tersebut diperoleh informasi bahwa masih banyak siswa SMAN 16

Bandung yang menunjukkan gejala kurang percaya diri. Gejala tersebut nampak pada

perilaku-perilaku seperti tidak berani mengajukan pertanyaan atau pendapat, tidak

bersedia tampil di depan kelas, cemas ketika akan menghadapi ujian atau tes,

berbicara gugup, menghindarkan diri ketika akan ditanya guru, berteman hanya

dengan orang-orang tertentu.

Kurang percaya diri merupakan gejala yang masih dirasakan sebagai masalah

serius di SMAN 16 Bandung, terutama bagi siswa kelas X. Apabila kondisi ini tidak

mendapatkan perhatian secara khusus dan mendapatkan penanganan segera dari guru,

terutama guru Bimbingan dan Konseling, maka akan menghambat perkembangan

mereka dan dikhawatirkan akan mengganggu mereka dalam meraih prestasi yang

optimal. Untuk meningkatkan kepercayaan diri tersebut perlu diupayakan melalui

kegiatan yang mengarah pada peningkatan kepercayaan diri siswa yang lebih baik.

Informasi lain yang diperoleh adalah guru Bimbingan dan Konseling tidak

mempunyai kesempatan untuk memberikan bimbingan ke kelas secara reguler. Hal

ini dirasakan sebagai suatu kendala bagi guru Bimbingan dan Konseling untuk


(8)

6

memberikan layanan secara optimal. Demikian juga dengan layanan bimbingan

kelompok. Kegiatan ini jarang dilakukan karena sulit mengambil kesempatan dalam

padatnya kegiatan kurikuler, sehingga program yang telah disusun tidak terlaksana

dengan baik.

Layanan bimbingan kelompok dipandang tepat dalam membantu siswa

meningkatkan kepercayaan dirinya. Layanan bimbingan kelompok merupakan media

dalam upaya membimbing siswa dengan memanfaatkan dinamika kelompok untuk

mencapai tujuan bersama. Dengan layanan bimbingan kelompok siswa dapat saling

berinteraksi antar anggota kelompok dengan berbagai pengalaman, pengetahuan,

gagasan atau ide-ide, dan diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada siswa

mengenai pentingnya dan upaya-upaya meningkatkan kepercayaan diri. Selain untuk

membantu memecahkan permasalahan secara bersama, dalam kegiatan bimbingan

kelompok ini mereka juga bisa berlatih cara meningkatkan kepercayaan diri di

hadapan teman-teman mereka. Mereka dapat melatih mengungkapkan maksud dan

keinginan mereka dengan lebih leluasa, melatih keberanian berbicara di depan orang

banyak, serta membiasakan diri untuk memberikan apresiasi terhadap orang lain.

Melalui kegiatan layanan bimbingan kelompok, akan terjadi interaksi antar

anggota kelompok dan akan timbul rasa saling percaya untuk mengungkapkan

pendapat, gagasan, dan ide-ide dengan tidak merasa khawatir akan kritikan. Dari hasil

pembahasan dalam kelompok itu maka anggota kelompok (siswa) dapat belajar dan

menginternalisasi pengalaman-pengalaman baru yang berupa nilai-nilai dan

tanggapan positif dari lingkungan sosial. Tanggapan-tanggapan positif akan


(9)

memperkuat keyakinan bahwa dirinya memiliki kemampuan yang patut dibanggakan

dan sekaligus mereduksi prasangka buruk tentang lingkungan sosial.

Pada saat kegiatan layanan bimbingan kelompok ini dilaksanakan, akan

terjadi suatu hubungan komunikasi antara pemimpin kelompok dan antara anggota

kelompok sehingga akan tercipta suatu pemahaman melalui diskusi dan tanya jawab

antara anggota kelompok mengenai topik yang sedang dibahas.

Selain itu kelima aspek kepercayaan diri yang meliputi sikap optimis, mandiri,

berpikir positif, keyakinan terhadap kemampuan diri, dan toleransi tertampung dalam

kegiatan layanan bimbingan kelompok. Sehingga diharapkan secara optimal siswa

dapat mengalami perubahan dan mencapai peningkatan kepercayaan dirinya setelah

mengikuti kegiatan bimbingan kelompok. Siswa yang mengikuti kegiatan bimbingan

kelompok dapat secara langsung berlatih menciptakan dinamika kelompok, yakni

berlatih berbicara, menanggapi, mendengarkan dan bertenggang rasa dalam suasana

kelompok. Kegiatan ini merupakan tempat pengembangan diri dalam rangka belajar

meningkatkan kepercayaan diri secara efektif dalam kelompok kecil.

Berdasarkan paparan di atas, maka penulis merasa perlu meneliti tingkat

kepercayaan diri yang dimiliki siswa. Berdasarkan data tersebut penulis bermaksud

mengembangkan strategi layanan bimbingan kelompok untuk meningkatkan

kepercayaan diri siswa agar mampu mencapai perkembangan yang optimal, mampu

bersaing, dan meraih prestasi belajar yang sesuai dengan tuntutan kriteria dan atau

kapasitas intelektualnya.


(10)

8

B.

Rumusan Masalah

Sebagaimana telah diungkapkan bahwa salah satu hambatan siswa meraih

prestasi belajar yang tinggi adalah kurangnya kepercayaan diri. Berbagai penelitian

telah membuktikan bahwa begitu pentingnya kepercayaan diri dalam meraih

kesuksesan hidup. Kepercayaan diri merupakan faktor penting bagi individu untuk

mengambil sebuah keputusan, dan dengan berbekal kepercayaan diri yang tinggi,

seseorang akan relatif mudah untuk menjalin hubungan sosial atau persahabatan.

Dengan kepercayaan diri diperkirakan individu tersebut akan menjalani kehidupan

dengan banyak kemudahan. Dengan demikian kepercayaan diri perlu dipelihara,

bahkan ditingkatkan.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka rumusan

masalah pada penelitian ini ditampilkan dalam bentuk pertanyaan, yakni sebagai

berikut.

1.

Seperti apa gambaran kepercayaan diri siswa?

2.

Bagaimana gambaran proses layanan bimbingan kelompok di SMAN 16

Bandung terhadap siswa kelas X tahun pelajaran 2009/2010?

3.

Apakah strategi layanan bimbingan kelompok efektif untuk meningkatkan

kepercayaan diri siswa SMAN 16 Bandung kelas X tahun pelajaran

2009/2010?


(11)

C.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian adalah mengembangkan strategi layanan

bimbingan kelompok yang dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa.

Tujuan khusus penelitian adalah:

1. Mengetahui gambaran kepercayaan diri siswa secara empirik.

2. Mengetahui gambaran proses layanan bimbingan kelompok di SMAN 16

Bandung terhadap siswa kelas X tahun pelajaran 2009/2010?

3. Mengetahui efektivitas layanan bimbingan kelompok untuk meningkatkan

kepercayaan diri siswa SAMN 16 Bandung kelas X tahun pelajaran

2009/2010.

D.

Manfaat Penelitian

1.

Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk

pengembangan teknik dan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling,

khususnya layanan bimbingan kelompok untuk meningkatkan kepercayaan

diri siswa.

2. Manfaat Praktis

a.

Bagi SMAN 16 Bandung dapat menjadi masukan yang berharga tentang

keefektifan strategi layanan bimbingan kelompok, sehingga guru-guru


(12)

10

terpacu

untuk

menciptakan

proses

pembelajaran

yang

dapat

mengembangkan kepercayaan diri siswa.

b.

Memberikan kontribusi dan inspirasi kepada guru Bimbingan dan

Konseling untuk mengembangkan berbagai strategi layanan bimbingan

kelompok dalam rangka meningkatkan kepercayaan diri siswa.

c.

Bagi peneliti selanjutnya dapat mengembangkan dan menciptakan strategi

layanan

bimbingan

kelompok

untuk

meningkatkan

aspek-aspek

kepribadian lainnya.

E.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen

dengan bentuk Pre-Experimental Design. Adapun jenis yang dipakai dari bentuk

ini adalah One-Group Pretest-Postest Design, yaitu suatu teknik untuk

mengetahui efek sebelum dan sesudah perlakuan. Perlakuan dalam hal ini adalah

bimbingan kelompok. Pengukuran tingkat kepercayaan diri dilakukan pada saat

sebelum dan sesudah perlakuan. Pengukuran sesudah perlakuan dilakukan

sebanyak dua kali, yaitu segera setelah perlakuan dan setelah seluruh perlakuan

diberikan.


(13)

F.

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah siswa-siswa SMA Negeri 16 Bandung

kelas X tahun pelajaran 2009/2010 dengan jumlah kelas sebanyak 13 kelas

(rombongan belajar). Sampel yang diambil untuk mengidentifikasi siswa yang

memiliki kepercayaan diri rendah adalah empat orang dari masing-masing kelas.

Siswa yang akan dijadikan subjek penelitian sebanyak 13 orang, yakni satu

orang dari setiap kelompok sampel kelas.


(14)

83

BAB III

METODE PENELITIAN

A.

Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan proses yang diperlukan dalam

perencanaan dan pelaksanaan penelitian sesuai metode penelitian. Metode

yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan

cara memberikan perlakuan layanan bimbingan kelompok kepada subjek

penelitian.

Ada dua jenis desain penelitian berdasarkan baik buruk dan sempurna

tidaknya eksperimen, yaitu pre experimental design dan true experimental

design (Campbell & Stanley dalam Nasir, 1988).

Metode yang dipilih penulis dalam penelitian ini adalah penelitian Pre

Experimental Design dengan jenis One Group Pre-test and Post-test design,

yaitu suatu teknik untuk mengetahui efek sebelum dan sesudah perlakuan

(Sugiyono, 2008). Subjek penelitian pada desain ini tidak memiliki kelompok

kontrol, sehingga sering disebut sebagai Single Group Experiment. Dalam

desain ini subjek dikenakan perlakuan dengan dua kali pengukuran.

Pengukuran yang pertama dilakukan sebelum diberi layanan bimbingan

kelompok dan pengukuran kedua dilakukan setelah diberi layanan bimbingan

kelompok.


(15)

Desain penelitian yang digunakan penulis digambarkan sebagai berikut:

Pengukuran

Pengukuran

(Pretest)

Perlakuan

(Postest)

Gambar Design One Group Pretest-Postest (Sugiyono, 2008)

Keterangan:

O1: Pengukuran pertama berupa pretest untuk mengukur tingkat kepercayaan

diri siswa sebelum diberi perlakuan yang diukur dengan menggunakan

instrumen skala kepercayaan diri.

X: Pelaksanaan bimbingan kelompok terhadap siswa kelas X SMA Negeri 16

Bandung.

O2: Pengukuran kedua tingkat berupa postest untuk mengukur tingkat

kepercayaan diri siswa sesudah diberi perlakuan yang diukur dengan

menggunakan instrumen skala kepercayaan diri yang sama seperti pada

pengukuran pertama.

B.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 16 Bandung yang beralamat di

Jalan Mekarsari No. 81 Kiaracondong Bandung. Pengambilan lokasi ini

berdasarkan pertimbangan bahwa di SMAN 16 Bandung masih banyak siswa

yang menunjukkan gejala kurang percaya diri. Di samping itu, guru

Bimbingan dan Konseling mempunyai keterbatasan dalam memberikan


(16)

85

layanan bimbingan secara klasikal. Hal ini disebabkan tidak terjadwalnya

kegiatan layanan Bimbingan dan Konseling secara reguler. Layanan

bimbingan klasikal diberikan hanya sesekali ketika ada jam kosong atau guru

mata pelajaran yang tidak hadir.

Penelitian dilaksanakan selama kurang lebih satu bulan, yaitu selama

bulan Mei 2010. Penelitian diawali dengan melakukan studi pendahuluan,

permohonan izin dari kepala sekolah, penyusunan jadwal pemberian layanan

bimbingan kelompok, penyebaran angket kepada sampel penelitian, analisis

hasil angket, pemberian layanan bimbingan kelompok, dan evaluasi.

C.

Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMAN 16 Bandung kelas X

tahun pelajaran 2009/2010. Dari sejumlah siswa kelas X diambil sebagai

sampel untuk mengetahui gambaran tingkat kepercayaan diri siswa sebanyak

40 orang. Siswa sebanyak itu merupakan wakil dari tiap kelas yang setiap

kelas diwakili oleh empat orang. Empat orang dari tiap kelas merupakan siswa

yang diidentifikasi oleh guru Bimbingan dan Konseling berdasarkan hasil

psikotes sebagai siswa yang memiliki tingkat kepercayaan diri rendah. Dari

40 orang siswa dipilih sebagai sasaran pemberian perlakuan sebanyak 10

orang, yaitu satu orang dari tiap sampel yang teridentifikasi memiliki tingkat

kepercayaan diri rendah berdasarkan skor skala kepercayaan diri.


(17)

D.

Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah

pernyataan-pernyataan yang mengungkap tingkat kepercayaan diri siswa.

Pernyataan-pernyataan ini dikembangkan dari indikator dan aspek-aspek kepercayaan diri

yang dikembangkan oleh Lauster (1978).

Sebagai panduan pelaksanaan pemberian layanan bimbingan

kelompok, penulis menyiapkan modul layanan bimbingan kelompok untuk

meningkatkan kepercayaan diri siswa pada setiap sesi/ pertemuan.

E.

Proses Pengembangan Instrumen

Proses pengembangan instrumen berawal dan mengacu kepada

definisi operasional. Definsi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut.

1.

Kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau perasaan yakin atas

kemampuan diri sendiri, dapat merasa bebas untuk melakukan hal-hal

yang disukainya, bertanggung jawab atas perbuatannya, hangat dan sopan

dalam berinteraksi dengan orang lain, dapat menerima dan menghargai

orang lain, memiliki dorongan untuk berprestasi serta dapat mengenal

kelebihan dan kekurangannya.

2.

Bimbingan kelompok merupakan proses pemberian bantuan kepada

konseli (siswa) melalui situasi atau kegiatan kelompok.


(18)

87

3.

Strategi bimbingan kelompok merupakan panduan pelaksanaan bimbingan

kelompok yang berisi rasionel, tujuan, sasaran, teknik, materi, alokasi

waktu, prosedur pelaksanaan, dan evaluasi yang dibuat guru Bimbingan

dan Konseling untuk membantu meningkatkan kepercayaan diri siswa

dengan memanfaatkan pendekatan dinamika kelompok.

Berdasarkan definisi operasional penulis menyusun instrumen

penelitian yang disusun berupa skala kepercayaan diri dengan merujuk pada

konstruk dan konsep yang telah dibangun oleh ahli. Instrumen penelitian ini

berupa pernyataan-pernyataan yang mengungkap kepercayaan diri siswa.

Pernyataan-pernyataan tersebut dibuat berdasarkan kisi-kisi dari aspek-aspek

kepercayaan diri yang telah dibuat oleh ahli, yaitu Lauster. Kisi-kisi yang

dimaksud adalah sebagai berikut.

Tabel 3.1

Kisi-kisi Instrumen Penelitian Skala Kepercayaan Diri

No.

Aspek

Indikator

Nomor Pernyataan

Favorable

Unfavorable

1.

Optimis

1.1 Yakin akan kemampuan diri

untuk mewujudkan

rencananya dengan berhasil

1, 4, 21,

24, 40, 43,

70, 71, 83,

93, 100

Jumlah pernyataan

11

-

1.2 Pandangan positif mengenai

diri

2, 22, 41,

59, 94

72, 101

Jumlah pernyataan

5

2

1.3 Pandangan positif mengenai

masa depan

25

3, 5, 23, 42,

44, 60, 73, 85


(19)

2.

Berpikir

Positif

1.1 Cara pandang positif terhadap

diri sendiri.

61, 86,

102, 107

6, 26, 45, 74,

95, 113, 114,

118, 122,

124, 126, 128

Jumlah pernyataan

4

12

1.2 Cara pandang positif terhadap

orang lain.

96, 123,

125, 129,

130, 131,

132

7, 27, 46, 62,

75, 87, 103,

108, 115,

119, 127, 133

Jumlah pernyataan

7

12

2.3 Cara pandang positif terhadap

situasi di luar dirinya.

47, 63,

8, 28, 76

Jumlah pernyataan

2

3

1.4 Reaksi positif dalam

menghadapi cobaan hidup.

9, 29, 48,

88

64, 77, 97,

104

Jumlah pernyataan

4

4

3.

Mandiri

3.1 Mempunyai potensi dan

kemampuan yang memadai.

10, 30, 49

Jumlah pernyataan

3

-

3.2 Tidak tergantung pada orang

lain.

11, 50, 65,

89, 98

31, 78, 105,

109, 116, 120

Jumlah pernyataan

5

6

3.3 Tidak memerlukan dukungan

orang lain dalam melakukan

sesuatu.

51

12, 32, 66

Jumlah pernyataan

1

3

3.4 Mampu melakukan tugas

tanpa menunggu orang lain.

13, 33

Jumlah pernyataan

-

2

4.

Yakin

dengan

kemampuan

sendiri dan

tidak

berlebihan

(percaya

diri)

4.1 Yakin dengan kemampuan

sendiri dan tidak berlebihan.

34, 52, 67

14, 79, 90,

99, 106, 110,

117, 121

Jumlah pernyataan

3

8

4.2 Tidak membandingkan diri

dengan orang lain.

15, 35, 53,

80, 91, 112

Jumlah pernyataan

-

6

4.3 Tidak mudah dipengaruhi

oleh orang lain.

16

36, 54, 68, 81

Jumlah pernyataan

1

4

5.

Toleransi

5.1 Memahami kekurangan diri.

17, 37

55


(20)

89

5.2 Memberi kesempatan kepada

orang lain untuk

menyampaikan keinginannya.

18, 56, 134

Jumlah pernyataan

3

-

5.3 Tidak mementingkan diri

sendiri.

19, 38, 39,

57, 82, 92

69

Jumlah pernyataan

6

1

5.4 Menerima keberadaan orang

lain.

20, 58, 111 84

Jumlah pernyataan

3

1

Jumlah tiap bagian

61

73

Jumlah Total

134

Setelah instrumen tersusun sebanyak 134 pernyataan, kemudian

dilakukan judgement oleh ahli (professional judgement), yaitu Prof.Dr.

Syamsu Yusuf LN, M.Pd dan Dr. Suherman, M.Pd. Berdasarkan

pertimbangan para ahli tersebut, ada satu pernyataan (item) yang dinilai tidak

relevan dengan aspek yang akan diungkap, yaitu pernyataan kedua dari

indikator 5.2. Di samping itu para ahli mengoreksi beberapa kalimat

pernyataan yang dinilai tidak efektif. Dengan demikian jumlah pernyataan

(item) yang akan digunakan untuk diuji validitas dan reliabilitasnya sebanyak

133 pernyataan.

Sebelum instrumen diujicobakan, penulis melakukan uji keterbacaan

instrumen. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan instrumen

secara redaksional sehingga tidak menimbulkan multi tafsir pada saat

dilakukan uji coba dan pelaksanaan penelitian. Uji keterbacaan dilakukan oleh

peneliti terhadap subjek yang memiliki karakteristik relatif sama dengan


(21)

subjek penelitian sebenarnya, yaitu siswa SMA Plus Muthahhari kelas XB

sebanyak 25 orang. Hasil yang diperoleh ada dua pernyataan yang secara

redaksional harus direvisi/ diganti dengan kalimat atau istilah yang lebih dapat

dipahami secara jelas.

Setelah instrumen direvisi berdasarkan hasil uji keterbacaan,

instrumen diujicobakan terhadap sampel penelitian yang memiliki

karakteristik relatif sama dengan subjek penelitian sebenarnya, yaitu siswa

SMAN 10 Bandung kelas X- 1 sebanyak 40 orang.

Hasil uji coba instrumen kemudian dianalisis untuk menguji validitas

dan reliabilitasnya. Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan rumus

korelasi dari Pearson. Dari hasil analisis diperoleh data bahwa pernyataan

yang valid sebanyak 67 pernyataan (item). Seluruh pernyataan mewakili aspek

yang hendak diteliti. Sedangkan untuk menguji reliabilitas dari 67 pernyataan

(item) yang sudah valid menggunakan rumus Alpha (

α

) Cronbach.

Berdasarkan rumus tersebut diperoleh angka

α

sebesar 0,741. Fraenkel &

Wallen (1993) membuat patokan bahwa instrumen dikatakan memiliki

reliabilitas yang baik jika angka

α

minimal 0,70. Dengan demikian instrumen

penelitian ini memiliki tingkat reliabilitas yang baik. Pengolahan data

instrumen ini menggunakan bantuan software SPSS 17.

Selain menyiapkan instrumen, peneliti juga menyiapkan perangkat

berupa modul layanan bimbingan kelompok dan lembar evaluasi.


(22)

91

F.

Prosedur Penelitian

Uraian mengenai prosedur penelitian ini difokuskan pada kegiatan

pretest, proses pemberian layanan bimbingan kelompok, dan postest.

Pretest merupakan upaya penulis untuk mengetahui gambaran tingkat

kepercayaan diri siswa. Selain itu, pretest ini bertujuan untuk memilih subjek

penelitian yang akan diberi layanan bimbingan kelompok. Mereka adalah

yang memiliki skor terendah dari setiap wakil kelasnya. Alat yang digunakan

dalam pretest ini adalah angket skala kepercayaan diri dengan lembar jawaban

yang terpisah.

Untuk mengetahui gambaran tingkat kepercayaan diri siswa dilakukan

analisis skor pretest dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1.

Menentukan kriteria tingkat kepercayaan diri.

Kriteria tingkat kepercayaan diri dibagi menjadi lima kategori, yaitu

Sangat Tinggi (ST), Tinggi (T), Sedang (S), Rendah (R), dan Sangat

Rendah (SR).

2.

Menentukan rentang dan banyak kelas dengan menggunakan konversi

skor sebagai berikut:

X + 1,5 (SD)

X + 0,5 (SD)

X - 0,5 (SD)

X - 1,5 (SD)


(23)

Berdasarkan rumus konversi di atas, maka kategori tingkat kepercayaan

diri dibagi menurut interval skor.

Layanan bimbingan kelompok akan dilaksanakan dalam delapan sesi/

pertemuan dengan rancangan sebagai berikut.

1.

Sesi/ pertemuan pertama.

a.

Nama sesi: Perkenalan dan pembentukan kelompok.

b.

Tujuan:

1)

Setiap siswa (anggota) saling mengenal antara satu dengan yang

lainnya.

2)

Siswa mengenal pembimbing kelompok, memahami maksud dan

tujuan kegiatan bimbingan kelompok.

3)

Siswa mengenal konsep kepercayaan diri, pentingnya kepercayaan

diri, dan pengaruh kepercayaan diri terhadap kesuksesan hidup.

c.

Strategi.

1)

Metode: ceramah dan diskusi.

2)

Teknik:

a)

Pembimbing membuka acara dengan menyampaikan maksud

dan tujuan kegiatan yang sebelumnya diawali dengan ice

breaking.

b)

Pembimbing mengajak anggota untuk melakukan perkenalan

antara satu dengan yang lainnya.


(24)

93

c)

Pembimbing menyampaikan penjelasan tentang konsep

kepercayaan diri, pentingnya kepercayaan diri, dan pengaruh

kepercayaan diri terhadap kesuksesan hidup.

d)

Pembimbing membuka kesempatan untuk berdiskusi tentang

materi yang telah disampaikan.

e)

Pembimbing bersama peserta melakukan evaluasi tentang

proses kegiatan.

d.

Media.

Media yang digunakan pada sesi ini adalah angket terbuka untuk

mengidentifikasi ciri-ciri orang yang memiliki kepercayaan diri

menurut anggota. Hal ini untuk memancing timbulnya diskusi

kelompok.

2.

Sesi/ pertemuan kedua.

a.

Nama sesi: Konsep kepercayaan diri dan ciri-ciri orang yang memiliki

kepercayaan diri.

b.

Tujuan:

1)

Siswa mampu mengidentifikasi ciri-ciri orang yang memiliki

kepercayaan diri, sehingga dirinya mampu menginternalisasi

ciri-ciri tersebut sebagai orientasi karakteristik pribadinya.

2)

Siswa mampu berbagi pemahaman tentang konsep kepercayaan

diri.


(25)

c.

Strategi.

1)

Metode: diskusi dan presentasi.

2)

Teknik:

a)

Pembimbing membuka acara dengan ice breaking untuk

mencairkan suasana kelompok.

b)

Pembimbing membagikan angket tentang ciri-ciri orang yang

memiliki kepercayaan diri. Angket ini dibuat berdasarkan hasil

identifikasi peserta pada pertemuan pertama. Angket disusun

berupa skala dengan rentang penilaian mulai dari sangat setuju

sampai sangat tidak setuju.

c)

Pembimbing membagikan naskah yang berupa artikel tentang

kepercayaan diri. Tiap peserta mendapatkan satu naskah yang

berbeda. Naskah diperkirakan dapat dibaca dan dipahami

kira-kira dalam waktu 10 menit.

d)

Pembimbing

mempersilakan

tiap

peserta

untuk

mengungkapkan secara lisan hasil pemahamannya terhadap

naskah yang telah dibaca.

e)

Pembimbing bersama peserta melakukan evaluasi tentang

proses kegiatan.

d.

Media.

Media yang digunakan pada sesi ini berupa:

1)

Angket kepercayaan diri yang berupa skala.


(26)

95

2)

Naskah/ artikel tentang kepercayaan diri.

3.

Sesi/ pertemuan ketiga.

a.

Nama sesi: Menghilangkan rasa takut.

b.

Tujuan:

1)

Siswa mampu mengidentifikasi alasan-alasan dirinya merasa takut,

terutama rasa takut dalam suasana kelompok.

2)

Siswa menyadari bahwa rasa takut yang dirasakannya hanyalah

bayangan menakutkan yang dibangun oleh pikirannya sendiri.

3)

Siswa mampu menghilangkan atau mengurangi rasa takutnya

dengan mengubah pola pikir.

c.

Strategi.

1)

Metode: Pemberian tugas, diskusi, dan presentasi.

2)

Teknik:

a)

Pembimbing membuka acara dengan ice breaking untuk

mencairkan suasana kelompok. Ice breaking ini berupa

permainan yang mengarah pada upaya menghilangkan rasa

takut. Kegiatan ini berlangsung kurang lebih lima menit.

b)

Pembimbing membagikan lembaran kertas yang berisi dua

baris kalimat tidak lengkap dan tiap peserta ditugaskan untuk

melengkapinya. Kalimat tersebut harus dilengkapi dengan

perasaan peserta ketika mengikuti kegiatan kelompok dan/ atau


(27)

kondisi yang menakutkan ketika dirinya berada dalam

kelompok.

c)

Pembimbing menugaskan para peserta secara perorangan untuk

menuliskan sebanyak-banyaknya hal-hal yang membuat

mereka takut ketika harus berbicara di depan umum.

d)

Pembimbing menugaskan para peserta melakukan diskusi

kelompok untuk merumuskan hal-hal yang membuat mereka

takut ketika harus berbicara di depan umum.

e)

Pembimbing mempersilakan wakil tiap kelompok untuk

menyampaikan hasil diskusi kelompoknya.

f)

Pembimbing memimpin diskusi kelompok untuk membahas

satu per satu masalah-masalah yang membuat mereka merasa

takut dalam suasana kelompok atau ketika harus berbicara di

depan umum.

g)

Pembimbing menyuruh tiap peserta untuk berlatih berbicara di

depan umum dengan menyampaikan biodata temannya.

h)

Pembimbing memberikan komentar apresiatif terhadap

penampilan para peserta.

i)

Pembimbing bersama peserta melakukan evaluasi tentang

proses kegiatan.


(28)

97

d.

Media.

Media yang digunakan pada sesi ini berupa:

1)

Lembaran kertas yang berisi dua kalimat tidak lengkap.

2)

Biodata peserta.

4.

Sesi/ pertemuan keempat.

a.

Nama sesi: Membangun kerja sama dan keberanian berbicara di depan

umum.

b.

Tujuan:

1)

Siswa mampu membangun kerja sama dan saling mendukung di

antara anggota kelompok sebagai sebuah tim yang kompak.

2)

Siswa menyadari bahwa rasa takut yang dirasakannya hanyalah

bayangan menakutkan yang dibangun oleh pikirannya sendiri.

3)

Siswa dapat membuktikan bahwa dirinya memiliki kemampuan

untuk bisa tampil berbicara di depan umum dengan penuh percaya

diri.

c.

Strategi.

1)

Metode: Pemberian tugas, diskusi, dan presentasi.

2)

Teknik:

a)

Pembimbing membuka acara dengan ice breaking untuk

mencairkan suasana kelompok. Ice breaking ini berupa


(29)

permainan yang mengarah pada upaya membangun kerja sama.

Kegiatan ini berlangsung kurang lebih lima menit.

b)

Pembimbing memberikan tugas kepada tiap peserta untuk

melakukan monolog selama 90 detik. Bila peserta berhenti

selama lima detik, maka punggungnya ditepuk.

c)

Pembimbing meminta tanggapan kepada tiap peserta tentang

pengalaman dan kesan peserta terhadap kegiatan di atas.

d)

Setiap peserta diberi satu naskah tentang kisah inspiratif.

Setelah disimak selama tiga menit, secara bergiliran peserta

tampil membacakan naskah di depan kelas, sementara

teman-teman lainnya duduk menyebar dan bertindak sebagai juri.

e)

Pembimbing memberikan komentar dan apresiasi terhadap

para peserta.

f)

Pembimbing bersama peserta melakukan evaluasi tentang

proses kegiatan.

d.

Media.

Media yang digunakan pada sesi ini berupa naskah tentang kisah yang

inspiratif.


(30)

99

5.

Sesi/ pertemuan kelima.

a.

Nama sesi: Membangun sikap optimis.

b.

Tujuan:

1)

Siswa memahami pentingnya memiliki sikap optimis.

2)

Siswa mampu membangun sikap optimis sebagai salah satu syarat

meraih kesuksesan.

c.

Strategi.

1)

Metode: Diskusi kelompok.

2)

Teknik:

a)

Pembimbing membuka acara dengan ice breaking untuk

mencairkan suasana kelompok. Kegiatan ini berlangsung

kurang lebih lima menit.

b)

Pembimbing membagikan daftar topik bahasan yang akan

menjadi bahan diskusi. Topik yang dibahas adalah

pernyataan-pernyataan yang merupakan indikator dari sikap optimis.

c)

Pembimbing memimpin diskusi tentang topik yang dibahas.

d)

Pembimbing bersama peserta melakukan evaluasi tentang

proses kegiatan.

d.

Media.

Media yang digunakan pada sesi ini berupa daftar pernyataan yang

merupakan indikator dari sikap optimis.


(31)

6.

Sesi/ pertemuan keenam.

a.

Nama sesi: Membangun sikap berpikir positif (positive thinking).

b.

Tujuan:

1)

Siswa memahami pentingnya memiliki sikap berpikir positif

sebagai salah satu modal untuk meraih kesuksesan.

2)

Siswa mampu mengambil hikmah dari setiap peristiwa yang

terjadi.

3)

Siswa dapat membangun sikap berpikir positif setelah mengkaji

pengalaman-pengalaman diri dan orang lain.

c.

Strategi.

1)

Metode: Diskusi dan presentasi.

2)

Teknik:

a)

Pembimbing membuka acara dengan ice breaking untuk

mencairkan suasana kelompok. Kegiatan ini berlangsung

kurang lebih lima menit.

b)

Pembimbing memberikan tugas kepada tiap peserta untuk

menceritakan pengalaman diri yang membahagiakan. Kegiatan

ini dimaksudkan untuk mengembangkan kebiasaan berbagi

perasaan bahagia sebagai sebuah emosi positif.

c)

Peserta melakukan diskusi kelompok dengan materi diskusi

berupa beberapa indikator dari aspek berpikir positif.


(32)

101

d)

Wakil dari tiap kelompok melaporkan hasil diskusi untuk

berbagi dan bertukar pandangan.

e)

Pembimbing

menutup acara dengan permainan

yang

menggembirakan.

f)

Pembimbing bersama peserta melakukan evaluasi tentang

proses kegiatan.

d.

Media.

Media yang digunakan pada sesi ini berupa daftar pernyataan yang

merupakan indikator dari sikap berpikir positif.

7.

Sesi/ pertemuan ketujuh.

a.

Nama sesi: Membangun sikap mandiri dan berpikir kreatif.

b.

Tujuan:

1)

Siswa memahami konsep sikap mandiri dan berpikir kreatif.

2)

Siswa memahami pentingnya memiliki sikap mandiri dan berpikir

kreatif sebagai modal untuk meraih kesuksesan.

3)

Siswa dapat membangun sikap mandiri dan berpikir kreatif setelah

mengkaji pengalaman-pengalaman diri dan orang lain.

c.

Strategi.

1)

Metode: Pemberian tugas dan diskusi.

2)

Teknik:


(33)

a)

Pembimbing membuka acara dengan ice breaking untuk

mencairkan suasana kelompok. Kegiatan ini berlangsung

kurang lebih lima menit.

b)

Pembimbing meminta kepada tiap peserta untuk menceritakan

tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya di rumah.

Kegiatan ini dimaksudkan untuk saling berbagi pengalaman

dan saling memberikan inspirasi tentang sebuah tanggung

jawab.

c)

Peserta diminta untuk melakukan sebuah perilaku dengan

cara-cara yang berbeda antara peserta yang satu dengan yang

lainnya, misalnya berjalan dengan cara yang berbeda. Kegiatan

ini untuk melatih dan menunjukkan bahwa kreativitas itu tanpa

batas.

d)

Pembimbing memimpin diskusi tentang tanggung jawab siswa

sebagai anak di rumah dan sebagai seorang pelajar, dan tentang

cara mengembangkan kreativitas.

e)

Pembimbing

menutup acara dengan permainan

yang

menggembirakan.

f)

Pembimbing bersama peserta melakukan evaluasi tentang

proses kegiatan.

Setelah proses layanan bimbingan kelompok dilaksanakan dengan

berbagai metode dan tekniknya, penulis segera melakukan postest untuk


(34)

103

mengetahui sampai sejauh mana perubahan tingkat kepercayaan diri siswa.

Postest dilaksanakan dengan menggunakan alat yang sama dengan pretest,

yaitu skala kepercayaan diri.

Berdasarkan hasil postest, penulis melakukan analisis data untuk

mengetahui gambaran tingkat kepercayaan diri siswa baik secara keseluruhan

maupun gambaran pada setiap aspek. Analisis data yang dilakukan yaitu

dengan cara menghitung skor yang diperoleh dari tiap subjek dan

membandingkannya dengan skor pretest. Selain itu, penulis membandingkan

skor subjek pada tiap aspek dan membandingkannya dengan skor tiap aspek

sebelum pemberian layanan bimbingan kelompok.

Untuk menguji efektivitas pemberian layanan bimbingan kelompok,

teknik yang digunakan untuk analisis data adalah teknik statistik

nonparametrik, yaitu uji Wilcoxon dua sisi (Furqon, 2008).


(35)

144

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A.

Simpulan

1.

Berdasarkan hasil pengujian dan proses pelaksanaan, penelitian ini

menunjukkan bahwa layanan bimbingan kelompok efektif meningkatkan

kepercayaan diri siswa SMAN 16 Bandung kelas X tahun pelajaran

2009/2010.

2.

Proses pelaksanaan bimbingan kelompok berjalan secara dinamis dan sesuai

dengan langkah-langkah yang telah ditentukan.

3.

Tingkat kepercayaan diri siswa berada pada kategori sedang, bahkan untuk

semua aspeknya. Hal ini dimaklumi karena masih dalam proses

perkembangan dan harus diupayakan agar bisa meningkat menjadi kategori

tinggi.

4.

Gambaran tingkat kepercayaan diri subjek yang diberi layanan bimbingan

kelompok berada pada kategori rendah pada semua aspeknya. Setelah diberi

layanan bimbingan kelompok tingkat kepercayaan dirinya meningkat dengan

peningkatan yang beragam. Dari lima aspek kepercayaan diri, aspek toleransi

merupakan aspek yang paling tinggi peningkatannya. Sedangkan aspek

mandiri merupakan aspek yang paling rendah. Hal ini menunjukkan bahwa

layanan bimbingan kelompok yang telah dilakukan lebih efektif untuk

meningkatkan aspek toleransi dibandingkan aspek lainnya.


(36)

145

B.

Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian ini, beberapa rekomendasi yang dapat

penulis sampaikan adalah sebagai berikut.

1.

Bagi guru Bimbingan dan Konseling.

Guru

Bimbingan

dan

Konseling

diharapkan

dapat

lebih

mengintensifkan layanan bimbingan kelompok untuk mengembangkan sikap

dan pola-pola hidup yang baik, terutama peningkatan kepercayaan diri karena

bimbingan kelompok terbukti efektif untuk meningkatkan kepercayaan diri

siswa. Bimbingan kelompok hendaknya dilaksanakan dengan frekuensi waktu

yang memadai, dikembangkan dengan berbagai strategi yang menarik dan

kreatif, sehingga para siswa dapat berpartisipasi secara aktif.

2.

Bagi para peneliti selanjutnya.

Peneliti selanjutnya dapat meneliti efektivitas layanan bimbingan

kelompok untuk meningkatkan aspek-aspek tertentu dari kepercayaan diri

sebagaimana telah diuraikan pada bagian pembahasan, terutama aspek

kemandirian yang dalam penelitian ini menunjukkan peningkatan yang sangat

kecil.

Pada penelitian ini penulis tidak melibatkan pengamat untuk

mengamati pelaksanaan layanan bimbingan kelompok, sehingga ada beberapa

moment penting yang bisa jadi luput dari pengamatan penulis. Untuk itu pada

penelitian selanjutnya sebaiknya peneliti melibatkan pengamat untuk


(37)

mengamati berbagai peristiwa penting dalam proses pelaksanaan kegiatan

bimbingan kelompok, sehingga data dapat lebih dilengkapi di samping data

yang berupa skala dan evaluasi tertulis.

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswa yang memiliki tingkat

kepercayaan diri rendah dan sedang. Peneliti selanjutnya dapat mencoba

melakukan penelitian ini dengan menyertakan satu atau lebih siswa yang

memiliki kepercayaan diri tinggi atau sangat tinggi untuk membantu siswa

lainnya, sehingga mereka lebih termotivasi oleh adanya teman yang berperan

aktif sebagai partner pembimbing dalam rangka membantu meningkatkan

kepercayaan diri teman-temannya, dan diupayakan sedemikian rupa sehingga

siswa tersebut tidak diketahui sebagai individu yang membantu pembimbing.

Peneliti selanjutnya yang berminat mengembangkan masalah

kepercayaan diri siswa agar hasil penelitian ini dikaji lebih lanjut. Metodologi

yang digunakan sebaiknya memakai true experimental dengan adanya

kelompok kontrol, sehingga tingkat kepercayaan diri siswa dan efektivitas

layanan bimbingan kelompok bisa dibandingkan antara kelompok kontrol

dengan kelompok eksperimen.


(38)

147

Daftar Pustaka

Amien, (2000). Peningkatan Kepercayaan Diri Remaja Melalui Konseling

Kelompok. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Bandung.

Asmania , W. (2003). Perbedaan Rasa Percaya Diri Antara Mahasiswa yang

Aktif

dalam

Organisasi

Kemahasiswaan

di

UMM.

Tersedia:

http://percayadiri.asmakmalaikat.com/perbedaan_rasa_percaya_diri.htm

(diakses 11 Agustus 2009).

Asmara, T. (2007). Efektivitas Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Peer group

Dalam Meningkatkan Konsep Diri Siswa Kelas III A di SMP Mardisiswa 1

Semarang

Tahun

Pelajaran

2006/2007.

Skripsi.

Tersedia:

http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/index/assoc/HASH3fc7/f1e4f

4fc.dir/ doc.pdf (diakses 18 September 2009).

Aulia, L. ( 2004). Mereka Butuh Perhatian dan Pengertian. Kompas (26 Juli

2004). Tersedia:http://www.

Kompas.co.id/kesehatan/news/0407/06/085733.htm (diakses 11 Maret

2010).

Ayu, AP. (2007). Memahami Gangguan Belajar pada Anak Sekolah Dasar.

Tersedia: www.kabarindonesia.com. (diakses 5 September 2009).

Burns, R.B. (1979). The Self Concept, Longman, London.

Carson, R.C. (1978). Social Suport And Health, Tokyo Academic Press.

Clelland, D.Mc. (1987). Human Motivation, New York Combridge University

Press

DePorter, B, M. Hernacki. (1999). Quantum Learning, Kaifa. Bandung.

Drescher, J. M. (1992). Tujuh Kebutuhan Anak. P.T. Gunung Mulia, Jakarta.

Fatah.

A.A.

(2005).

Studi

Faktor-Faktor

Kesulitan

Belajar

Bidang

Studi Akuntansi Pada Siswa SMA Negeri I Cirebon Tahun Pelajaran

2004/2005.

Tersedia:

http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/cgi-bin/library?

(diakses 20 Agustus 2009).

Fitri.

(2008).

Belajar

Bersama

Pelangi.

Tersedia:

Rumah

pelangi.org/taxonomy/term/1/0 (diakses 22 September 2009).

Fraenkel.JR & Wallen.N.E. (1993). How to Design and Evaluate Research in


(39)

Furqon. (2008). Statistika Terapan untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung

Herpratiwi. (2006). Prestasi Belajar. Tersedia: http:/digilid.itb.ac.id/gdl.php?mod

http://pabballe.blogspot.com/2008/06/pre-experimental-design.html

(diakses 12 Agustus 2009).

Ibadah, M. (2009). Upaya Meningkatkan Kepercayaan Diri melalui Bimbingan

dan Konseling Islami. Skripsi.

Tersedia:

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=

cache:_Q4q1atnVX4J:digilib.unnes.ac.id (diakses 17 September 2009).

Kusmayadi. (2007). Menumbuhkan Kepercayaan Diri Siswa. Tersedia:

http://www.lazuardi-gis.net/Article (diakses 28 Agustus 2009).

Lasitosari, D. (2007). Keefektifan Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan

Kepercayaan Diri Siswa yang Tidak Naik Kelas. Skripsi. Tersedia:

http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/index/assoc/HASH01d6/42a8

81b5.dir/doc.pdf (diakses 16 September 2009).

Lauster, P. (1978). The Personality Test. Pan Books, London

Leman, M. (2000). Membangun Rasa Percaya Diri anak, Majalah 'Anakku'

Lie. (2003). Tersedia:

http://www.masbow.com/2009/08/percaya-diri-dalam-psikologi.html (diakses12 Oktober 2009).

Naurah. (2008). Perbedaan Konsep Diri antara Siswa Pria dan Siswa Wanita

pada SMU.Skripsi.

Tersedia:http://bpgupg.go.id/index.php?view=article&id=141%3 (diakses

12 Agustus 2009).

Octavia, M. (2008). Membangun Rasa percaya Diri Pada Anak. Anak.web.id

Kamis, 08 Oktober 2009. Tersedia: http://bening-

cs.blogspot.com/2009_10_01_archive.html (diakses 15 Agustus 2009).

Papyrus, E.P. (2008). Pre Experimental Design. Selasa, 17 Juni 2008.

Tersedia:http://pabballe.blogspot.com/2008/06/pre-experimental-design.html (diakses 10 Februari 2010).

Pierewan,A.C, dkk. (1998). Model kepemimpinan Bergilir. Tersedia:

http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/detail.php?dataId=1175 (diakses 11 Agustus 2009).

Prayitno, J. SS. (2008). Motivasi Dalam Belajar. Wolverine


(40)

149

Purnawan, A. (2009). Mengubah Minder Jadi Percaya Diri. Tersedia:

http://forum.detik.com/archive/index.php/t-92234.html

(diakses

14

Agustus 2009).

Rakhmat, J. (1993). Psikologi Komunikasi.Remaja Rosda Karya. Bandung

Ramadhan, T. (2008). “Underachiever” (Online).

Tersedia:

http://tarmizi.wordpress.com/

2008/11/19/underachiever.

(diakses 12 Agustus 2009).

Ridwan, I. (2008). Hubungan antara Rasa Percaya Diri dan Aktivitas

Berorganisasi dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas X di Sekolah

Menengah Kejuruan (SMK). Skripsi.

Tersedia: digilib.uns.ac.id/abstrakpdf_3431(diakses 14 Agustus 2009).

Rusmana, N. (2008). Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah. Jurusan

Psikologi

Pendidikan dan Bimbingan, Universitas Pendidikan

Indonesia.

Saefurohman, U. (2009). Membangun Sel-Esteem Pada Anak. Tersedia:

http://sd.binamuda.net/index.php?option=com_content&view=article&id=

28:be- a-good-and-right-teacher&catid=37:artikel&Itemid=53 (diakses 18

Oktober 2009).

Saranson, I.G. (1993). Abnormal Psychology The Problem of Maladaptive

Behavior. New jersey Prentice Hall.

Shapiro, L. (1997). Mengajarkan Emotional Intelligence Pada Anak. Penerjemah

Alex Kantjono. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Solehuddin, M. (2008). “Konsep Petugas Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Menengah Atas Beserta Tugas dan Kompetensinya”, dalam Konsep dan

Aplikasi Bimbingan dan Konseling. Jurusan Psikologi

Pendidikan

dan

Bimbingan, FIP, Universitas Pendidikan Indonesia.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta. Bandung.

Suherman. (2008). “ Persepsi dan Ekspektasi Siswa Tentang Unjung Kerja

Konselor dalam Mengembangkan Helping Relationship”, dalam Konsep

dan Aplikasi Bimbingan dan Konseling. Jurusan Psikologi Pendidikan

dan Bimbingan, FIP, Universitas Pendidikan Indonesia.

Sunarman.

(2008).

Membentuk

rasa

Percaya

Diri.

Tersedia:

http://www.koranbanten.com/2008/03/18/membentuk-rasa-percaya-diri/

(diakses 12 Agustus 2009).


(41)

Surya. M. (1978). Pengantar Psikologi Perkembangan. Jurusan Bimbingan dan

Penyuluhan, FIP, IKIP Bandung

________ (1979). Pengaruh faktor-faktor non intelektual terhadap gejala

berprestasi kurang, studi terhadap siswa SMA Proyek Perintis Sekolah

Pembangunan, Disertasi (diakses 24 November 2009).

Susiana, N. (2007). Program Pembelajaran Kimia untuk Menumbuhkan Sikap

Wirausaha Siswa SMA. Tesis.

Syamsudin, A. (2007). Psikologi Pendidikan. PT Remaja Rosda Karya. Bandung

Tarmidi. (2008). “Konsep Diri Siswa Underachiever” (Online). Tersedia:

(http://tarmidi.wordpress.com/2008/05/27/konsep-diri-siswa-underachiever/(diakses 12 Agustus 2009).

Taylor, R.(2009). Worklife Mengembangkan Kepercayaan Diri. Esensi, Divisi

Penerbit Erlangga.

Tohirin (2007: 170) dalam Arya Utama (2010) “Pengertian Bimbingan

Kelompok”

http://ilmupsikologi.wordpress.com/2010/01/14/pengertian-bimbingan-

kelompok/ (diakses 20 September 2009).

Ubaydillah. (2009). Membangun rasa percaya Diri Pada Anak. Tersedia:

http://www.e-psikologi.com/epsi/artikel_detail.asp?id=572 (diakses 16

September 2009).

Walgito, B. (1993). Bimbingan dan Penyluhan di Sekolah. Andi Offset.

Yogyakarta

Widoyoko, S.E.P. (2009). Strategi Membangun Rasa Percaya Diri. Tersedia:

http://www.um-pwr.ac.id/web/artikel/345 (diakses 15 September 2009).

Widyawati, K. E. (2006). Hubungan Antara Tingkat Persepsi Pola Asuh Otoriter

Orang Tua dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Kelas XI Siswa SMUN

2 Surabaya. Tesis. http://www.adln.lib.unair.ac.id/go. (diakses 15

September 2009).

Winkel, W.S, Hastuti, S. (2004). Bimbingan dan Konseling di Institusi

Pendidikan. Grasindo. Jakarta.

Zayiroh. (2007). Keefektifan Layanan Bimbingan Kelompok dalam Meningkatkan

Perilaku Komunikasi antar Pribadi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Ungaran

Tahun Pelajaran 2006/2007. Skripsi.

Tersedia:http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH77

cf.dir/ doc.pdf (diakses 20 Oktober 2009).


(1)

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian ini, beberapa rekomendasi yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut.

1. Bagi guru Bimbingan dan Konseling.

Guru Bimbingan dan Konseling diharapkan dapat lebih mengintensifkan layanan bimbingan kelompok untuk mengembangkan sikap dan pola-pola hidup yang baik, terutama peningkatan kepercayaan diri karena bimbingan kelompok terbukti efektif untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa. Bimbingan kelompok hendaknya dilaksanakan dengan frekuensi waktu yang memadai, dikembangkan dengan berbagai strategi yang menarik dan kreatif, sehingga para siswa dapat berpartisipasi secara aktif.

2. Bagi para peneliti selanjutnya.

Peneliti selanjutnya dapat meneliti efektivitas layanan bimbingan kelompok untuk meningkatkan aspek-aspek tertentu dari kepercayaan diri sebagaimana telah diuraikan pada bagian pembahasan, terutama aspek kemandirian yang dalam penelitian ini menunjukkan peningkatan yang sangat kecil.

Pada penelitian ini penulis tidak melibatkan pengamat untuk mengamati pelaksanaan layanan bimbingan kelompok, sehingga ada beberapa moment penting yang bisa jadi luput dari pengamatan penulis. Untuk itu pada penelitian selanjutnya sebaiknya peneliti melibatkan pengamat untuk


(2)

146

mengamati berbagai peristiwa penting dalam proses pelaksanaan kegiatan bimbingan kelompok, sehingga data dapat lebih dilengkapi di samping data yang berupa skala dan evaluasi tertulis.

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswa yang memiliki tingkat kepercayaan diri rendah dan sedang. Peneliti selanjutnya dapat mencoba melakukan penelitian ini dengan menyertakan satu atau lebih siswa yang memiliki kepercayaan diri tinggi atau sangat tinggi untuk membantu siswa lainnya, sehingga mereka lebih termotivasi oleh adanya teman yang berperan aktif sebagai partner pembimbing dalam rangka membantu meningkatkan kepercayaan diri teman-temannya, dan diupayakan sedemikian rupa sehingga siswa tersebut tidak diketahui sebagai individu yang membantu pembimbing.

Peneliti selanjutnya yang berminat mengembangkan masalah kepercayaan diri siswa agar hasil penelitian ini dikaji lebih lanjut. Metodologi yang digunakan sebaiknya memakai true experimental dengan adanya kelompok kontrol, sehingga tingkat kepercayaan diri siswa dan efektivitas layanan bimbingan kelompok bisa dibandingkan antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen.


(3)

147 Daftar Pustaka

Amien, (2000). Peningkatan Kepercayaan Diri Remaja Melalui Konseling

Kelompok. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Bandung.

Asmania , W. (2003). Perbedaan Rasa Percaya Diri Antara Mahasiswa yang

Aktif dalam Organisasi Kemahasiswaan di UMM. Tersedia: http://percayadiri.asmakmalaikat.com/perbedaan_rasa_percaya_diri.htm (diakses 11 Agustus 2009).

Asmara, T. (2007). Efektivitas Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Peer group

Dalam Meningkatkan Konsep Diri Siswa Kelas III A di SMP Mardisiswa 1 Semarang Tahun Pelajaran 2006/2007. Skripsi. Tersedia: http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/index/assoc/HASH3fc7/f1e4f 4fc.dir/ doc.pdf (diakses 18 September 2009).

Aulia, L. ( 2004). Mereka Butuh Perhatian dan Pengertian. Kompas (26 Juli 2004). Tersedia:http://www.

Kompas.co.id/kesehatan/news/0407/06/085733.htm (diakses 11 Maret 2010).

Ayu, AP. (2007). Memahami Gangguan Belajar pada Anak Sekolah Dasar. Tersedia: www.kabarindonesia.com. (diakses 5 September 2009).

Burns, R.B. (1979). The Self Concept, Longman, London.

Carson, R.C. (1978). Social Suport And Health, Tokyo Academic Press.

Clelland, D.Mc. (1987). Human Motivation, New York Combridge University Press

DePorter, B, M. Hernacki. (1999). Quantum Learning, Kaifa. Bandung. Drescher, J. M. (1992). Tujuh Kebutuhan Anak. P.T. Gunung Mulia, Jakarta.

Fatah. A.A. (2005). Studi Faktor-Faktor Kesulitan Belajar Bidang

Studi Akuntansi Pada Siswa SMA Negeri I Cirebon Tahun Pelajaran 2004/2005. Tersedia: http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/cgi-bin/library? (diakses 20 Agustus 2009).

Fitri. (2008). Belajar Bersama Pelangi. Tersedia: Rumah

pelangi.org/taxonomy/term/1/0 (diakses 22 September 2009).

Fraenkel.JR & Wallen.N.E. (1993). How to Design and Evaluate Research in


(4)

148

Furqon. (2008). Statistika Terapan untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung

Herpratiwi. (2006). Prestasi Belajar. Tersedia: http:/digilid.itb.ac.id/gdl.php?mod http://pabballe.blogspot.com/2008/06/pre-experimental-design.html (diakses 12 Agustus 2009).

Ibadah, M. (2009). Upaya Meningkatkan Kepercayaan Diri melalui Bimbingan

dan Konseling Islami. Skripsi.

Tersedia:http://webcache.googleusercontent.com/search?q=

cache:_Q4q1atnVX4J:digilib.unnes.ac.id (diakses 17 September 2009). Kusmayadi. (2007). Menumbuhkan Kepercayaan Diri Siswa. Tersedia:

http://www.lazuardi-gis.net/Article (diakses 28 Agustus 2009).

Lasitosari, D. (2007). Keefektifan Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan

Kepercayaan Diri Siswa yang Tidak Naik Kelas. Skripsi. Tersedia:

http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/index/assoc/HASH01d6/42a8 81b5.dir/doc.pdf (diakses 16 September 2009).

Lauster, P. (1978). The Personality Test. Pan Books, London

Leman, M. (2000). Membangun Rasa Percaya Diri anak, Majalah 'Anakku' Lie. (2003). Tersedia:

http://www.masbow.com/2009/08/percaya-diri-dalam-psikologi.html (diakses12 Oktober 2009).

Naurah. (2008). Perbedaan Konsep Diri antara Siswa Pria dan Siswa Wanita

pada SMU.Skripsi.

Tersedia:http://bpgupg.go.id/index.php?view=article&id=141%3 (diakses 12 Agustus 2009).

Octavia, M. (2008). Membangun Rasa percaya Diri Pada Anak. Anak.web.id

Kamis, 08 Oktober 2009. Tersedia: http://bening-

cs.blogspot.com/2009_10_01_archive.html (diakses 15 Agustus 2009).

Papyrus, E.P. (2008). Pre Experimental Design. Selasa, 17 Juni 2008.

Tersedia:http://pabballe.blogspot.com/2008/06/pre-experimental-design.html (diakses 10 Februari 2010).

Pierewan,A.C, dkk. (1998). Model kepemimpinan Bergilir. Tersedia: http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/detail.php?dataId=1175 (diakses 11 Agustus 2009). Prayitno, J. SS. (2008). Motivasi Dalam Belajar. Wolverine


(5)

Purnawan, A. (2009). Mengubah Minder Jadi Percaya Diri. Tersedia:

http://forum.detik.com/archive/index.php/t-92234.html (diakses 14

Agustus 2009).

Rakhmat, J. (1993). Psikologi Komunikasi.Remaja Rosda Karya. Bandung Ramadhan, T. (2008). “Underachiever” (Online).

Tersedia: http://tarmizi.wordpress.com/ 2008/11/19/underachiever.

(diakses 12 Agustus 2009).

Ridwan, I. (2008). Hubungan antara Rasa Percaya Diri dan Aktivitas

Berorganisasi dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas X di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Skripsi.

Tersedia: digilib.uns.ac.id/abstrakpdf_3431(diakses 14 Agustus 2009). Rusmana, N. (2008). Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah. Jurusan

Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Universitas Pendidikan

Indonesia.

Saefurohman, U. (2009). Membangun Sel-Esteem Pada Anak. Tersedia: http://sd.binamuda.net/index.php?option=com_content&view=article&id= 28:be- a-good-and-right-teacher&catid=37:artikel&Itemid=53 (diakses 18 Oktober 2009).

Saranson, I.G. (1993). Abnormal Psychology The Problem of Maladaptive

Behavior. New jersey Prentice Hall.

Shapiro, L. (1997). Mengajarkan Emotional Intelligence Pada Anak. Penerjemah Alex Kantjono. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Solehuddin, M. (2008). “Konsep Petugas Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah Atas Beserta Tugas dan Kompetensinya”, dalam Konsep dan

Aplikasi Bimbingan dan Konseling. Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, FIP, Universitas Pendidikan Indonesia.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta. Bandung.

Suherman. (2008). “ Persepsi dan Ekspektasi Siswa Tentang Unjung Kerja Konselor dalam Mengembangkan Helping Relationship”, dalam Konsep

dan Aplikasi Bimbingan dan Konseling. Jurusan Psikologi Pendidikan

dan Bimbingan, FIP, Universitas Pendidikan Indonesia.

Sunarman. (2008). Membentuk rasa Percaya Diri. Tersedia:

http://www.koranbanten.com/2008/03/18/membentuk-rasa-percaya-diri/ (diakses 12 Agustus 2009).


(6)

150

Surya. M. (1978). Pengantar Psikologi Perkembangan. Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan, FIP, IKIP Bandung

________ (1979). Pengaruh faktor-faktor non intelektual terhadap gejala

berprestasi kurang, studi terhadap siswa SMA Proyek Perintis Sekolah Pembangunan, Disertasi (diakses 24 November 2009).

Susiana, N. (2007). Program Pembelajaran Kimia untuk Menumbuhkan Sikap

Wirausaha Siswa SMA. Tesis.

Syamsudin, A. (2007). Psikologi Pendidikan. PT Remaja Rosda Karya. Bandung Tarmidi. (2008). “Konsep Diri Siswa Underachiever” (Online). Tersedia:

(http://tarmidi.wordpress.com/2008/05/27/konsep-diri-siswa-underachiever/(diakses 12 Agustus 2009).

Taylor, R.(2009). Worklife Mengembangkan Kepercayaan Diri. Esensi, Divisi Penerbit Erlangga.

Tohirin (2007: 170) dalam Arya Utama (2010) “Pengertian Bimbingan Kelompok”

http://ilmupsikologi.wordpress.com/2010/01/14/pengertian-bimbingan- kelompok/ (diakses 20 September 2009).

Ubaydillah. (2009). Membangun rasa percaya Diri Pada Anak. Tersedia: http://www.e-psikologi.com/epsi/artikel_detail.asp?id=572 (diakses 16 September 2009).

Walgito, B. (1993). Bimbingan dan Penyluhan di Sekolah. Andi Offset. Yogyakarta

Widoyoko, S.E.P. (2009). Strategi Membangun Rasa Percaya Diri. Tersedia: http://www.um-pwr.ac.id/web/artikel/345 (diakses 15 September 2009). Widyawati, K. E. (2006). Hubungan Antara Tingkat Persepsi Pola Asuh Otoriter

Orang Tua dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Kelas XI Siswa SMUN 2 Surabaya. Tesis. http://www.adln.lib.unair.ac.id/go. (diakses 15

September 2009).

Winkel, W.S, Hastuti, S. (2004). Bimbingan dan Konseling di Institusi

Pendidikan. Grasindo. Jakarta.

Zayiroh. (2007). Keefektifan Layanan Bimbingan Kelompok dalam Meningkatkan

Perilaku Komunikasi antar Pribadi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Ungaran Tahun Pelajaran 2006/2007. Skripsi.

Tersedia:http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH77 cf.dir/ doc.pdf (diakses 20 Oktober 2009).