PENINGKATAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH MENGGUNAKAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TEKNIK SOSIODRAMA PADA SISWA KELAS VII SMP MUHAMMADIYAH I GISTING TAHUN PELAJARAN 2013/2014

(1)

ABSTRAK

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH MENGGUNAKAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK

TEKNIK SOSIODRAMA

PADA SISWA KELAS VII SMP MUHAMMADIYAH I GISTING TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Oleh TIO YOLANDA

Masalah dalam penelitian ini adalah kemampuan penyesuaian diri di sekolah rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kemampuan penyesuaian diri di sekolah dapat ditingkatkan menggunakan layanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama pada siswa kelas VII SMP Muhammadiyah I Gisting Kabupaten Tanggamus. Metode yang digunakan adalah metode quasi eksperimen dengan desain one group pretest-posttest, dianalisis dengan statistik non parametrik menggunakan uji t. Subyek penelitian ini tiga puluh orang siswa kelas VII SMP Muhammadiyah I Gisting.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kemampuan penyesuaian diri mengalami peningkatan signifikan setelah pemberian bimbingan kelompok teknik Sosiodrama.Hal ini dilihat dari skor pretest dan posttest kemampuan penyesuaian diri yang diperoleh t hitung = 15,87 dant tabel = 1,679. Karena t hitung > t tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat perbedaan yang signifikan dengan taraf signifikansi 5% antara skor kemampuan penyesuaian diri di sekolah sebelum dan setelah diberikan layanan bimbingan kelompok teknik sosiodrama kepada subyek penelitian.

Kesimpulan dalam penelitian ini, kemampuan penyesuaian diri di sekolah ditingkatkan menggunakan layanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama pada siswa kelas VII SMP Muhammadiyah I Gisting Tahun Pelajaran 2013/2014.

Saran yang diberikan yaitu (1) Siswa dapat mengikuti kegiatan sosiodrama untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri, (2) Guru pembimbing dapat mengadakan kegiatan bimbingan kelompok teknik sosiodrama untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri siswa, (3)Para peneliti dapat melakukan penelitian dengan menggunakan layanan yang sama tetapi dengan masalah dan subyek yang berbeda.


(2)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH MENGGUNAKAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK

TEKNIK SOSIODRAMA

PADA SISWA KELAS VII SMP MUHAMMADIYAH I GISTING TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Oleh TIO YOLANDA NPM. 0813052047

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Bimbingan dan Konseling Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT

HIDUP

Tio Yolanda lahir di Gisting tanggal 31 Mei 1988, sebagai anak ketiga dari lima bersaudara, pasangan Imron dan Ernaini.

Tio menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri I Sukaraja Kabupaten Tanggamus tahun 2000, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Talang Padang (sekarang SMP I Gisting ) tahun 2003, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Muhammadiyah Gisting tahun 2006.

Tahun 2007 terdaftar sebagai mahasiswa jurusan bahasa inggris di salah satu perguruan tinggi di Bandar Lampung.

Tahun 2008, Tio terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Pendidikan Program Studi Bimbingan Konseling FKIP Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN.

Tio mengikuti Praktik Layanan Bimbingan Konseling (PLBK) di MAN Kibang Budi Jaya Kecamatan Lambu Kibang Kabupaten Tulang Bawang Barat tahun 2011.


(7)

MOTO

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum

sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.”

(QS Ar’Rad : 11)


(8)

PERSEMBAHAN

Dengan segala kerendahan hati, aku persembahkan Skripsi ini kepada:

Ibu dan Ayahku tercinta, Ernaini, Am.aPd dan Imron,S yang telah

mengasuh dan mendidikku dengan penuh kasih sayang, kesabaran dan

ketulusan, serta tak pernah henti memberikan dukungan dan do

a

untukku.

Kakak dan Adikku tersayang Noly Sefitri, S.Kom. Revilya, SE. Fitri

Marvika. M.Iqbal yang selalu menjadi semangat dan motivasi untuk

diriku.


(9)

(10)

SANWACANA

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirrabbil’aalamin, segala puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta kekuatan lahir dan batin sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit hambatan rintangan serta kesulitan yang dihadapi, namun berkat bantuan dan motivasi serta bimbingan yang tidak ternilai dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peningkatan kemampuan penyesuaian diri di sekolah menggunakan layanan bimbingan kelompok Teknik Sosiodrama pada Siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah I Gisting Tahun Pelajaran 2013/2014”. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada :

1. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk mengadakan penelitian.

2. Bapak Drs. Baharudin Risyak, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas Lampung.

3. Bapak. Drs. Yusmansyah, M.Si selaku ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Lampung sekaligus selaku dosen pembahas yang telah membimbing dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Syarifuddin Dahlan, M.Pd selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan masukan dan mengarahkan demi terselesaikannya skripsi ini. 5. Ibu Ranni Rahmayanthi Z, S.Pd.,M.A. selaku Pembimbing Kedua yang telah


(11)

Widiastuti S.Psi,M.A.Psi., Shinta Mayasari, S.Psi., M.Psi.Psi. Diah Utaminingsih, S.Psi. M.A. Psi, Ari Sofia, S.Psi.Psi., dan semuanya) terima kasih untuk semua bimbingan dan pelajaran yang begitu berharga yang telah kalian berikan untukku selama perkuliahan.

7. Bapak Saiful Anwar, S.Pd. selaku kepala SMP Muhammadiyah I Gisting yang telah berkenan memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

8. Ibu Fitri Sabtriana, S.Pd selaku guru bimbingan dan konseling, serta staf tata usaha, seluruh dewan guru dan siswa-siswa SMP Muhammadiyah I Gisting yang telah bersedia membantu penulis dalam mengadakan penelitian ini. 9. Kedua orang tuaku tercinta Imron.S dan Ernaini, yang telah mencurahkan

waktu dan tenaganya serta membesarkan dengan penuh kasih sayang dan membiayai segalanya, terima kasih atas do’a restu kalian .

10. Saudara-saudara ku tersayang Noly Sefitri, Revilya, Fitri Marvika, M.Iqbal dan seluruh keluarga besarku, terima kasih atas doa dan dukungan yang telah diberikan selama ini.

11. Sahabat-sahabatku Novendri, Guna, Feroe, Yasvi, Girik, Icud dan semuanya, yang telah mewarnai perjalanan hidupku.

12. Keluarga besar 34B ( arie, ciek, takur, toufa, parno, teguh, dedi) terimakasih atas kebersamaan kalian selama ini.

13. Sahabat-sahabat seperjuangan BK 2008, , riky, bagus, gayo, ari, gembul, yossi, titis, mella, cindy, lilis, gesha, mira, milan, denia, sari, dwi, uchi, rika, eny, marsinta, hendi, putu,nurul, rahmat, yeni, cempaka, yuspa, ariska, wiwit, merry, siska, mb ari, umi, yonda, esti, widia, fitri, dika, amel, arini, dan semuanya terima kasih untuk kebersamaannya selama ini.

14. Kawan –kawan seperjuangan skripsi ( adit, ijul, mas agus, nanda, mandela. Ayu, indri, irma,dian, ira), terimakasih atas kebersamaan kalian selama ini. 15. Sahabat-sahabat seperjuanganku di kibang budi jaya, tulang bawang barat,


(12)

16. Mas Edy dan Mbak Anna beserta keluarga, bang Wawan dan guru-guru MAN Kibang Budi Jaya, terima kasih atas kasih sayang dan dukungannya. 17. Teman – teman mahasiswa Bimbingan dan Konseling (2004–2012) yang

tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih banyak atas masukan, saran, motivasi, serta semangatnya.

18. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih.

Hanya harapan dan doa semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua pihak yang telah berjasa dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis serahkan segalanya dalam mengharapkan keridha’an, semoga skripsi ini bermanfaat bagi masyarakat umumnya dan bagi penulis khususnya, anak dan keturunan penulis kelak. Aamiin.

Bandar Lampung, februari 2014 Penulis

Tio Yolanda


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

1. Latar belakang ... ... 1

2. Identifikasi Masalah ... 6

3. Pembatasan Masalah ... 7

4. Perumusan Masalah ... 7

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

1. Tujuan Penelitian ... 7

2. Manfaat Penelitian ... 8

C. Kerangka Pikir ... 8

D. Hipotesis ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. Bimbingan sosial dan Penyesuaian Diri ... 12

1. Pengertian Bimbingan Sosial dan Penyesuaian Diri ... 12

2. Teori Penyesuaian Diri ... 16

3. Aspek-aspek Penyesuaian Diri ... 17

4. Proses Penyesuaian Diri ... 19

5. Faktor-faktor Penyesuaian Diri ... 21

6. Karakteristik Penyesuaian Diri ... 24

B. Bimbingan Kelompok ... 27

1. Pengertian Bimbingan Kelompok ... ... 27

2. Tujuan layanan Bimbingan Kelompok ... . .... 29

C.Konsep Sosiodrama ... 30

1. Pengertian sosiodrama ... 30

2. Hakikat Metode Sosiodrama ... 32

3. Ciri-ciri dan Tujuan Metode Sosiodrama ... 35

4. Prinsip-prinsip Penggunaan Metode sosodrama... 36


(14)

6. Keunggulan metode Sosiodrama ... 38

D.Keterkaitan Penyesuaian Diri terhadap Bimbingan Kelompok ... 39

III. METODE PENELITIAN ... 42

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 42

B. Metode Penelitian ... 42

C. Variabel Penelitian ... 43

D. Definisi Operasional ... 43

E. Sampel Penelitian... 44

F. Teknik Pengumpulan Data ... 46

G. Uji Instrument ... 49

H. Teknik Analisis Data... 52

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54

A. Hasil Penelitian ... 54

1. Gambaran Umum Pra Bimbingan Kelompok teknik sosiodrama 54 2. Deskripsi Data ... 55

3. Hasil Pelaksanaan kegiatan ... 57

4. Data Skor Subyek Sebelum dan Setelah Mengikuti Kegiatan (Pretest dan Posttest) ... 68

5. Analisis Data Hasil Penelitian ... 69

6. Uji Hipotesis ... 70

B. Pembahasan ... 72

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 83

B. Saran ... 84


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 3.1 Data Subjek Penelitian ... 45 Tabel 3.2 Blue print skala kemampuan penyesuaian diri di sekolah ... 47 Tabel 3.3 Skor nilai alternatif jawaban ... 48 Tabe l 4.1 Hasil pretest sebelum pemberian layanan bimbingan

Kelompok ... 56 Tabel 4.2 Tahap pelaksanaan bimbingan kelompok ... 58 Tabel 4.3 Skor hasil skala kemampuan penyesuaian diri di sekolah

sebelum dan sesudah diberikan layanan bimbingan


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 1.1 Alur Kerangka Pikir ... 10 Gambar 3.1 Pola One Group Pretest-Posttest Design ... 42 Gambar 4.2 Grafik hasil Pretest dan Posttest ... 70


(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang

Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses kehidupan manusia yang dimulai sejak lahir hingga dewasa mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan. Salah satu fase perkembangan manusia adalah masa remaja. Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak dan masa dimana keingintahuan tentang segala sesuatu yang remaja belum tahu, termasuk didalamnya adalah tentang bagaimana melakukan hubungan interpersonal yang baik agar bisa diterima oleh lingkungan sosialnya.

Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial. Manusia selau menghubungkan dirinya dengan orang lain, ikut dalam kegiatan kerjasama sosial, menempatkan kesejahteraan sosial di atas kepentingan diri sendiri dan mengembangkan gaya hidup yang mengutamakan orientasi sosial. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, dalam menjalani hidup setiap orang selalu membutuhkan orang lain dan hendaknya dapat bekerjasama dengan orang lain, sehingga dapat saling membantu dan memiliki hubungan yang baik dengan banyak orang.


(18)

Havighurst (Hurlock, 1999:10) mengemukakan bahwa dalam perkembangannya remaja memiliki tugas perkembangan yang menitikberatkan kepada hubungan sosial yang diantaranya: mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita, mencapai peran sosial pria dan wanita. mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab, serta memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi.

Siswa di Sekolah Menengah Pertama memasuki tahap perkembangan remaja awal. Awal masa remaja berlangsung dari usia 13-16 tahun (Hurlock, 1999:206). Remaja adalah individu yang mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah (Hurlock, 1999:207). Oleh karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami masalah psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial. Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasan peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Dalam perkembangannya seringkali mereka menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa. Tugas perkembangan pada remaja menuntut perubahan besar dalam sikap dan pola perilaku anak. Tugas-tugas perkembangan masa remaja yang penting akan menggambarkan seberapa jauh perubahan yang harus dilakukan dan


(19)

masalah yang timbul dari perubahan itu sendiri sehingga masa remaja sering menjadi masalah yang sulit dihadapi.

Di sekolah, remaja dihadapkan pada masalah penyesuaian diri, terutama pada siswa yang baru memasuki SMP, remaja dituntut untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan barunya. Dalam proses penyesuaian diri sering remaja dihadapkan pada persoalan penerimaan dan penolakan dalam pergaulannya. Tingkah laku yang ditunjukkan selalu ingin tampil beda dan mampu berbuat apa saja tanpa ragu.

Salah satu tugas perkembangan remaja adalah mampu membina hubungan baik dengan teman sebaya baik sejenis maupun lawan jenis (Hurlock, 1999:209).. Penyesuaian diri adalah salah satu aspek penting dalam usaha manusia untuk menguasai perasaan yang tidak menyenangkan atau tekanan akibat dorongan kebutuhan, usaha memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan dan tuntutan lingkungan, dan usaha menyelaraskan hubungan individu dengan realitas. Menurut Satmoko (Gufron & Risnawati, 2011 : 50) Penyesuaian diri dipahami sebagai interaksi seseorang yang kontinu dengan dirinya sendiri, orang lain, dan dunianya. Seseorang dikatakan mempunyai penyesuaian diri yang berhasil apabila ia dapat mencapai kepuasan dalam usahanya memenuhi kebutuhan, mengatasi ketegangan, bebas dari berbagai simptom yang mengganggu, frustasi dan konflik. Sebaliknya, gangguan penyesuaian diri terjadi apabila seseorang tidak mampu mengatasi masalah yang dihadapi dan menimbulkan respon dan reaksi


(20)

yang tidak efektif, situasi emosional tidak terkendali, dan keadaan tidak memuaskan.

Berdasarkan informasi yang didapat dari hasil wawancara dengan Guru Bimbingan dan Konseling terdapat sikap yang dialami oleh siswa-siswa kelas VII yang berkaitan dengan penyesuaian diri di sekolah, yaitu tidak mampu mengontrol emosi menyebabkan siswa melanggar peraturan yang ada di sekolah seperti berkelahi dengan teman, menghindar jika bertemu dengan lawan jenis karena merasa malu, kurang mampu menyelesaikan masalah dengan teman di sekolah, kurang mampu dalam belajar , dan suka menyendiri karena lebih merasa nyaman sendiri. Berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi siswa mengenai penyesuaian diri di sekolah maka perlu dilakukan upaya peningkatan kemampuan penyesuaian diri siswa di sekolah dengan mengadakan kegiatan layanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama.

Dalam layanan bimbingan kelompok terdapat teknik sosiodrama yang dipandang tepat dalam membantu siswa untuk memahami hubungan interpersonal. Hal ini sesuai dengan manfaat sosiadrama sendiri yaitu : 1) siswa tidak saja mengerti persoala-persoalan psikologis, tetapi mereka juga ikut merasakan perasaan dan pikiran orang lain bila berhubungan dengan sesama manusia. Ikut menangis bila sedih,rasa marah,emosi dan gembira. 2) siswa dapat menempatkan diri pada tempat orang lain dan memperdalam pengertian mereka tentang orang lain.


(21)

Winkel (2004: 470) "Sosiodrama merupakan dramatisasi dari persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam pergaulan dengan orang lain, tingkat konflik- konflik yang dialami dalam pergaulan sosial." Jadi dalam sosiodrama membahas tentang masalah sosial yang disesuaikan dengan masalah yang dihadapi termasuk juga masalah penyesuaian diri di sekolah.

Teknik sosiodrama dapat digolongkan dalam model pembelajaran sosial. hal tersebut sebagaimana dijelaskan Bandura (Lapono, 2008: 9) yaitu: Belajar sosial sebagai aktivitas meniru melalui pengamatan (observasi). Individu yang perilakunya ditiru menjadi model pembelajar yang meniru. Sedangkan Mulyasa (2009: 39) yang mengemukakan Dalam teknik sosiodrama siswa mempunyai kesempatan untuk menggali potensi belajar yang dimiliki melalui sebuah pemeranan tokoh tertentu kaitannya dengan permasalahan sosial. Teknik sosiodrama juga mempunyai implikasi terhadap penggunaan metode dan penyajian materi. indikasi kemampuan dan keterampilan siswa yang dapat dikembangkan dalam penerapan metode sosiodrama. antara lain siswa dapat melatih dan memiliki kemampuan kerjasama, Komunikatif, dan menginterpretasikan suatu kejadian.

Melalui kegiatan sosiodrama akan terjadi interaksi antar anggota kelompok dan akan timbul rasa saling percaya untuk mengungkapkan masalah, pemahaman yang dialami. Saat kegiatan sosiodrama ini dilaksanakan, akan terjadi suatu hubungan komunikasi antara pemimpin kelompok dan antara anggota kelompok sehingga akan tercipta suatu pemahaman melalui diskusi dan Tanya jawab antara anggota kelompok mengenai topik yang sedang dibahas.


(22)

Melalui metode ini para siswa diajak untuk belajar memecahkan dilema-dilema pribadi yang mendukungnya dengan bantuan kelompok sosial yang anggota-anggotanya adalah teman-teman sendiri. Dengan kata lain, dilihat dari dimensi pribadi model ini berupaya membantu individu dengan proses kelompok sosial.

2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah-masalah yang ada dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut :

1. Terdapat siswa yang suka menunjukan ketegangan emosional seperti melanggar peraturan sekolah, dan bertengkar dengan teman. 2. Ada siswa yang malu mengungkapkan ide-ide dengan guru dan

teman di lingkungan sekolah

3. Ada siswa selalu menghindar jika bertemu dengan lawan jenis 4. Terdapat siswa yang kurang mampu dalam belajar

5. Siswa kurang mampu menyelesaikan masalah dengan teman di sekolah

3. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut, maka batasan masalah dalam penelitian ini adalah “ Meningkatkan kemampuan penyesuaian diri di sekolah melalui bimbingan kelompok teknik sosiodrama pada siswa kelas VII SMP Muhammadiyah I Gisting Kabupaten Tanggamus Tahun Pelajaran 2013/2014”.


(23)

4. Perumusan Masalah

Masalah dalam penelitian adalah kemampuan penyesuaian diri di sekolah yang rendah. Adapun permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian

ini adalah “Apakah kemampuan penyesuaian diri siswa dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama pada siswa kelas VII SMP Muhammadiyah I Gisting Kabupaten Tanggamus tahun pelajaran 2013/2014”.

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah bimbingan kelompok teknik sosiodrama dapat meningkatkan kemampuan penyesuaian diri di sekolah pada siswa kelas VII SMP Muhammadiyah I Gisting Kabupaten Tanggamus Tahun pelajaran 2013/2014”.

2. Manfaat Penelitian a. Secara teoritis

Penelitian ini berguna untuk mengembangkan konsep-konsep ilmu tentang bimbingan dan konseling khususnya layanan bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik sosiodrama.

b. Secara praktis

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai suatu sumbangan informasi tentang penyesuaian diri yang baik untuk siswa, dan bahan informasi untuk guru pembimbing dalam pelaksanaan kegiatan sosiodrama.


(24)

C. Kerangka Pikir

Kerangka pikir merupakan gambaran mengenai hubungan antar variabel dalam suatu penelitian, yang diuraikan oleh jalan pikiran melalui kerangka logis. Kerangka pikir memuat teori, dalil, atau konsep-konsep yang akan dijadikan dasar dalam penelitian.

Menurut Satmoko (Gufron & Risnawati, 2011 : 50)Penyesuaian diri dipahami sebagai interaksi seseorang yang kontinu dengan dirinya sendiri, orang lain, dan dunianya. Seseorang dikatakan mempunyai penyesuaian diri yang berhasil apabila ia dapat mencapai kepuasan dalam usahanya memenuhi kebutuhan, mengatasi ketegangan, bebas dari berbagai simptom yang mengganggu, frustasi dan konflik. Sebaliknya, gangguan penyesuaian diri terjadi apabila seseorang tidak mampu mengatasi masalah yang dihadapi dan menimbulkan respon dan reaksi yang tidak efektif, situasi emosional tidak terkendali, dan keadaan tidak memuaskan.

Suatu kenyataan bahwa dalam proses belajar mengajar selalu ada siswa yang mengalami kesulitan terutama dalam hal penyesuaian diri, seperti siswa yang suka menyendiri di lingkungan sekolah, siswa yang menghindar saat bertemu teman lawan jenis, siswa yang kurang mampu menyelesaikan masalah dengan temannya.

Mareno ( kellermann, 2007:1) Sosiodrama adalah satu berpengalaman grup sebagai satu jalan utuh untuk eksplorasi sosial dan transformasi konflik antar kelompok


(25)

Sosiodrama menurut Winkel (2004) merupakan dramatisasi dari berbagai persoalan yang dapat timbul dalam pergaulan sosial. Menurut wiryaman (2000 : 1-27) bahwa metode sosiodrama merupakan metode mengajar dengan cara mempertunjukan kepada siswa tentang masalah-masalah sosial, dengan cara mempertunjukan kepada siswa masalah hubungan sosial tersebut didramatisasikan oleh siswa dibawah pimpinana guru.

Dalam metode sosiodrama digambarkan cara bersosialisasi yang baik dengan orang lain sehingga dapat memunculkan pemikiran rasional individu (pemeran) dapat meyakini bahwa setiap individu mampu melakukan cara bersosialisasi yang baik dengan orang lain asalkan adanya keinginan untuk melatihnya. Dengan keyakinan diri tersebut, maka dasar perilaku yang percaya diri telah tertanam dalam diri individu. Hurlock (1999) dalam permainan drama, anak didorong untuk berbicara dalam memberikan usul mengenai dramatisai atau dalam memainkan perannya. Jadi, permainan ini bukan saja meningkatkan kosa kata anak tetapi juga menimbulkan rasa percaya diri atas kemampuannya berkomunikasi dengan teman sebayanya, di mana komunikasi adalah salah satu syarat terjadinya interaksi sosial dan termasuk didalamnya penyesuaian diri, hal tersebut merupakan keterampilan yang diperlukan dalam masyarakat (sekolah) dan dimana drama merupakan dasar dari metode sosiodrama dalam penelitian ini.

Masalah dalam penelitian ini adalah kemempuan penyesuaian diri disekolah yang rendah, yaitu terdapat siswa yang kurang terlibat dalam kegiatan kelompok dan situasi sosial. Dalam penelitian ini, siswa sebagai klien yang


(26)

memiliki kemampuan penyesuaian diri yang rendah tersebut akan di beri perlakuan dengan teknik sosiodrama. Hal yang akan dilihat adalah apakah teknik sosiodrama dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri disekolah yang rendah.

Dari penjelasan di atas, maka peneliti menggunakan teknik sosiodrama kepada siswa yang berisikan tentang kejadian sehari-hari yang berhubungan dengan masalah sosial, sehingga diharapkan siswa mampu berkomunikasi baik dengan temannya dan dapat memanfaatkan dinamika kelompok, sehingga kemampuan penyesuaian diri yang rendah dapat meningkat menjadi tinggi.

Alur kerangka pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut

Gambar 1.1 Kerangka Pikir peningkatan kemampuan penyesuaian diri disekolah melalui Teknik sosiodrama.

Berdasarkan gambar kerangka pikir tersebut siswa yang memiliki kemampuan penyesuaian diri siswa di sekolah yang rendah akan diberikan perlakuan berupa teknik sosiodrama sehingga diharapkan setelah diberi perlakuan tersebut, maka siswa akan memperoleh perubahan yaitu berupa peningkatan kemampuan penyesuaian diri di sekolah.

Kemampuan penyesuaian diri

rendah

Kemampuan penyesuaian diri meningkat / tinggi

Bimbingan kelompok Teknik sosiodrama


(27)

D. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pikir yang telah dikemukakan di atas, hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Kemampuan penyesuaian diri disekolah dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama pada siswa kelas VII SMP Muhammadiyah I Gisting Kabupaten Tanggamus tahun pelajaran 2013/2014.

Adapun hipotesis statistiknya yaitu ;

1) Ho : Tidak ada perbedaan skor kemampuan penyesuaian diri siswa disekolah setelah pemberian layanana bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama pada siswa kelas VII SMP Muhammadiyah I Gisting Kabupaten Tanggamus tahun pelajaran 2013/2014.

2) Ha : Ada perbedaan skor kemampuan penyesuaian diri siswa disekolah setelah pemberian layanan bimbingan kelompok teknik sosiodrama pada siswa kelas VII SMP Muhammadiyah I Gisting Kabupaten Tanggamus tahun pelajaran 2013/2014..


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian ini berjudul “ Peningkatan kemampuan penyesuaian diri di sekolah menggunakan layanan bimbingan kelompok teknik sosiodrama pada siswa kelas VII SMP Muhammadiyah I Gisting Kabupaten Tanggamus”, untuk itu akan dijelaskan teori-teori yang sesuai dengan penelitian yang akan dilaksanakan, yaitu mengenai penyesuaian diri, bimbingan kelompok, sosiodrama, serta keterkaitan bimbingan dan konseling dengan upaya meningkatkan kemampuan penyesuaian diri melalui bimbingan kelompok teknik sosiodrama.

A. Bimbingan Sosial dan Penyesuaian Diri

1. Pengertian Bimbingan Sosial danPenyesuaian Diri

Secara umum tujuan penyelenggaraan bantuan pelayanan bimbingan dan konseling adalah berupaya membantu siswa menemukan pribadinya, dalam hal mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya, serta menerima dirinya secara positif dan dinamis. Bimbingan juga membantu siswa dalam rangka mengenal lingkungan dengan maksud agar peserta didik mengenal secara objektif lingkungan. Menurut Winkel (Sukardi, 2008:53) Bimbingan sosial berarti bimbingan dalam membina hubungan kemanusiaan dengan sesama di berbagai lingkungan. Dalam bidang bimbingan sosial, pelayanan bimbingan dan konseling membantu siswa mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosialnya yang dilandasi budi pekerti luhur, tanggung jawab


(29)

kemasyarakatan dan kenegaraan. Bidang ini dapat menjadi pokok-pokok berikut:

a. Pemantapan kemampuan berkomunikasi, baik melalui ragam lisan maupun tulisan secara efektif

b. Pemantapan kemampuan menerima dan menyampaikan pendapat serta beragumentasi secara dinamis, kreatif dan produktif

c. Pemantapan kemampuan bertingkah laku dalam berhubungan sosial baik di rumah, di sekolah, maupun di masyarakat luas dengan menjunjung tinggi tatakrama, sopan santun, serta nilai-nilai agama, adat, hukum, ilmu, dam kebiasaan yang berlaku d. Pemantapan hubungan yang dinamis, harmonis, dan produktif

dengan teman sebaya, baik di sekolah yang sama, di sekolah yang lain, maupun di masyarakat pada umumnya

e. Pemantapan pemahaman kondisi dan peraturan sekolah serta upaya pelaksanaanya secara dinamis dan bertanggung jawab f. Orientasi tentang hidup berkeluarga

Berdasarkan penjelasan di atas, bimbingan sosial diberikan pada hal yang menyangkut dengan hubungan dengan orang lain, seperti penyesuaian diri dimana penyesuaian diri juga berkaitan antara individu yang satu dengan individu yang lain.

Sejak lahir sampai meninggal seorang individu merupakan organisme yang aktif. Ia aktif dengan tujuan dan aktivitas yang berkesinambungan, berusaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan jasmaninya dan juga semua dorongan dalam diri. Salah satu ciri pokok dari kepribadian yang sehat mentalnya adalah memiliki kemampuan penyesuaian diri yang harmonis baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya.

Menurut Satmoko (Gufron & Risnawati, 2011 : 50)Penyesuaian diri dipahami sebagai interaksi seseorang yang kontinu dengan dirinya sendiri, orang lain, dan dunianya.Seseorang dikatakan mempunyai penyesuaian diri yang berhasil


(30)

apabila ia dapat mencapai kepuasan dalam usahanya memenuhi kebutuhan, mengatasi ketegangan, bebas dari berbagai simptom yang mengganggu, frustasi dan konflik. Sebaliknya, gangguan penyesuaian diri terjadi apabila seseorang tidak mampu mengatasi masalah yang dihadapi dan menimbulkan respon dan reaksi yang tidak efektif, situasi emosional tidak terkendali, dan keadaan tidak memuaskan. Tinggi rendahnya penyesuaian diri dapat diamati dari banyak sedikitnya hambatan penyesuaian diri. Banyaknya hambatan penyesuaian diri mencerminkan kesukaran seseorang dalam penyesuaian dirinya.

Sunarto & Hartono (2008:222), menyatakan bahwa penyesuaian diri sebagai berikut :

penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan, penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses sepanjang hayat dan manusia terus menerus berupaya menemukan dan mengatasi tekanan dan tantangan hidup guna mencapai pribadi yang sehat.

Sementara itu, Hurlock (1999:213) mendefinisikan penyesuaian diri sebagai berikut :

bilamana seseorang mampu menyesuaikan diri terhadap orang lain secara umum ataupun terhadap kelompoknya, dan ia memperlihatkan sikap serta tingkah laku yang menyenangkan berarti ia diterima oleh kelompok atau lingkungannya. Dengan kata lain, orang itu mampu menyesuaikan diri sendiri dengan baik terhadap lingkungannya.

Menurut Schneiders (dalamGufron dan Risnawati, 2011 : 51 ), penyesuaian diri merupakan usaha manusia untuk menguasai tekanan akibat dorongan kebutuhan, usaha memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan


(31)

dan tuntutan lingkungan, dan usaha menyelaraskan hubungan individu dengan realitas. Scheineders memberikan batasan penyesuaian diri sebagai proses yang melibatkan respon mental dan perilaku manusia dalam usahanya mengatasi dorongan-dorongan dari dalam diri agar diperoleh kesesuaian antara tuntutan dari dalam diri dan dari lingkungan. Ini berarti penyesuaian diri merupakan suatu proses dan bukannya kondisi statis.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penyesuaian diri adalah kemampuan individu dalam menghadapi tuntutan-tuntutan, baik dari dalam diri maupun dari lingkungan sehingga terdapat keseimbangan pemenuhan kebutuhan dengan tuntutan lingkungan, kemudian tercipta keselarasan antara individu dengan realitas. Banyak cara yang dapat ditempuh individuuntuk memenuhi kebutuhanya, baik cara-cara yang wajar maupun carayang tidak wajar, cara yang disadari maupun tidak disadari. Yangpenting untuk dapat memenuhi kebutuhan ini individu harus dapatmenyesuaikan antar kebutuhan dengan segala kemungkinan yang ada dalam lingkungan disebut sebagai proses penyesuaian diri.

2. Teori Penyesuaian Diri

Ada 2 teori umum yang mengemukakan bagaimana individu menyesuaikan diri dengan lingkungannya (Hurlock, 1999), yaitu :

a. Teori Aktivitas

Menurut teori ini, baik laki-laki maupun perempuan seharusnya tetap mempertahankan berbagai sikap dan kegiatan sesuai dengan usia mereka.


(32)

b. Teori Disengagement (Pelepasan)

Menurut teori ini, laki-laki dan perempuan tidak membatasi keterlibatan mereka dalam berbagai kegiatan. Mereka membentuk hubungan langsung dengan orang lain, tanpa terpengaruh dengan pendapat orang lain.

Menurut Schneiders (Gufron dan Risnawati, 2011 : 50)penyesuaian diri dapat ditinjau dari empat sudut pandang yaitu:

1. Adaptation, artinya penyesuaian diri dipandang sebagai kemampuan beradaptasi. Orang yang penyesuaian dirinya baik berarti ia mempunyai hubungan yang memuaskan dengan lingkungan. Penyesuaian diri dalam hal ini diartikan dalam konotasi fisik, misalnya untuk menghindari ketidaknyamanan akibat cuaca yang tidak diharapkan, maka orang membuat sesuatu untuk bernaung

2. Conformity, artinya seseorang dikatakan mempunyai penyesuaian diri baik bila memenuhi kriteria sosial dan hati nuraninya

3. Mastery, artinya orang yang mempunyai penyesuaian diri baik mempunyai kemampuan membuat rencana dan mengorganisasikan suatu respon diri sehingga dapat menyusun dan menanggapi segala masalah dengan efisien 4. Individual Variation, artinya ada perbedaaan individual pada perilaku dan

responnya dalam menanggapi masalah.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa teori-teori penyesuaian diri terhadap lingkungan terdiri dari teori aktivitas dan teori pelepasan, sedangkan penyesuaian diri juga dapat ditinjau dari empat sudut pandang yaitu kemampuan beradaptasi, kenyamanan yang sesuai dengan hati nurani, matang dalam membuat rencana dan perbedaan individu dalam berperilaku serta menanggapi masalah.

3. Aspek – Aspek Penyesuaian Diri

Menurut Schneiders (Gufron dan Risnawati, 2011 : 52), aspek-aspek penyesuaian diri terdiri dari :


(33)

1. Penyesuaian diri personal, penyesuaian diri yang diarahkan kepada diri sendiri. Penyesuaian diri personal meliputi :

a. Penyesuaian diri fisik dan emosi, melibatkan respon- respon fisik dan emosional sehingga dalam penyesuaian diri fisik ini kesehatan fisik merupakan pokok untuk pencapaian penyesuaian diri yang sehat.

b. Penyesuaian diri seksual, merupakan kapasitas bereaksi terhadap realitas seksual (nafsu, pikiran, konflik-konflik, frustasi dan perbedaan seks). c. Penyesuaian diri moral dan religius, merupakan kapasitas untuk memenuhi

moral kehidupan secara efektif dan bermanfaat yang dapat memberikan kontribusi ke dalam kehidupan yang baik dari individu.

Berdasarkan uraian di atas, penyesuaian pribadi meliputi penyesuaian diri fisik dan emosi, dimana seseorang tersebut dapat menerima diri apa adanya dan mampu mengontrol emosi dengan baik; penyesuaian diri seksual, dimana seseorang dapat mengendalikan dorongan seksualnya; serta penyesuaian diri moral dan religius, dimana moral dan religius tersebut dapat berkontribusi di dalam kehidupan individu.

2. Penyesuaian diri sosial

Menurut Schneiders(Gufron dan Risnawati, 2011 : 53), rumah, sekolah dan masyarakat merupakan aspek khusus dari kelompok sosial dan melibatkan pola-pola hubungan di antara kelompok tersebut dan saling berhubungan secara integral diantara ketiganya. Penyesuaian diri ini meliputi:


(34)

a. Penyesuaian diri terhadap rumah dan keluarga.

Penyesuaian diri ini menekankan hubungan yang sehat antar-anggota keluarga, otoritas orang tua, kapasitas tanggung jawab berupa batasan dan larangan.

b. Penyesuaian diri terhadap sekolah

Penyesuaian diri ini berupa penerimaan murid atau antar murid beserta partisipasinya terhadap fungsi dan aktivitas sekolah, manfaat hubungan dengan teman sekolah, guru, konselor, penerimaan keterbatasan dan tanggung jawab dan membantu sekolah merealisasikan tujuan intrinsik dan ekstrinsik. Hal-hal tersebut merupakan cara penyesuaian diri terhadap kehidupan di sekolah.

c. Penyesuaian diri terhadap masyarakat

Kehidupan di masyarakat menandakan kapasitas untuk bereaksi secara efektif dan sehat terhadap realitas.

Berdasarkan uraian materi di atas, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri sosial adalah penyesuaian diri yang berhubungan dengan lingkungan sosial individu, misalnya bagaimana cara seseorang untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.

4. Proses Penyesuaian Diri

Proses penyesuaian diri menurut Schneiders (Ali & Asrori, 2006 : 176) setidaknya melibatkan 3 unsur yaitu :


(35)

a. Motivasi

Faktor motivasi dapat dikatakan sebagai kunci untuk memahami proses penyesuaian diri. Motivasi sama halnya dengan kebutuhan, perasaan, dan emosi merupakan kekuatan internal yang menyebabkan ketegangan dan ketidakseimbangan dalam organisme. Ketegangan dan ketidakseimbangan merupakan kondisi yang tidak menyenangkan.Ketegangan dan ketidakseimbangan memberikan pengaruh pada kekacauan perasaan patologis dan emosi yang berlebihan atau kegagalan mengenal pemuasan kebutuhan secara sehat karena mengalami frustasi dan konflik.

Respons penyesuaian diri, baik atau buruk, secara sederhana dapat dipandang sebagai suatu upaya organisme untuk menjauhi ketegangan dan untuk memelihara keseimbangan yang lebih wajar.Kualitas respons (sehat, efisien, merusak, atau patologis) ditentukan terutama oleh kualitas motivasi.

b. Sikap terhadap realitas

Berbagai aspek penyesuaian diri ditentukan oleh sikap dan cara individu bereaksi terhadap manusia di sekitarnya yang membentuk realitas. Secara umum, sikap yang sehat terhadap realitas dan kontak yang baik terhadap realitas sangat diperlukan bagi proses penyesuaian diri yang sehat. Berbagai tuntutan yang realitas menuntut individu untuk terus belajar menghadapi dan mengatur suatu proses kearah hubungan yang harmonis antara tuntutan internal yang dimanifestasikan dalam bentuk sikap dengan tuntutan eksternal dari realitas.


(36)

c. Pola dasar penyesuaian diri

Dalam penyesuaian diri sehari-hari terdapat suatu pola dasar penyesuaian diri. Misalnya, seseorang yang mengalami ketegangan dan frustasi, maka seseorang itu akan berusaha mencari kegiatan yang dapat mengurangi ketegangan yang ditimbulkan.

Berasarkan paparan di atas, motivasi mengambil variasi bentuk, dan setiap bentuk diarahkan pada sikap kita terhadap realita yang menjadi hambatan atau rintangan yang menyebabkan individu memiliki respon yang berbeda-beda yang membentuk pola penyesuaian diri individu.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri

Secara keseluruhan kepribadian mempunyai fungsi sebagai penentu primer terhadap penyesuaian diri. Penentu berarti faktor yang mendukung, mempengaruhi, atau menimbulkan efek pada proses penyesuaian diri. Secara sekunder, penyesuaian diri ditentukan oleh faktor-faktor yang menentukan kepribadian itu sendiri baik internal maupun eksternal.Penentu penyesuaian identik dengan faktor-faktor yang mengatur perkembangan dan terbentuknya pribadi secara bertahap. Penentu-penentu itu dapat dikelompokkan sebagai berikut :

a. Kondisi-kondisi fisik, termasuk didalamnya keturunan, konstitusi fisik, susunan saraf, kelenjar, dan sistem otot, kesehatan, penyakit dan sebagainya.

Kualitas penyesuaian diri yang baik hanya dapat diperoleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula. Ini berarti bahwa


(37)

gangguan penyakit jasmaniah yang diderita oleh seseorang akan mengganggu proses penyesuaian dirinya. Gangguan penyesuaian diri yang kronis dapat menimbulkan kurangnya kepercayaan pada diri sendiri, perasaan rendah diri, ketergantungan, perasaan ingin dikasihani, dan sebagainya.

b. Perkembangan dan kematangan, khususnya kematangan intelektual, sosial, moral, dan emosional.

Sesuai dengan hukum perkembangan, tingkat kematangan yang dicapai berbeda antara individu yang satu dengan yang lain, sehingga pencapaian pola-pola penyesuaian diri pun berbeda pula secara individual. Dengan kata lain, pola penyesuaian diri akan akan bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan dan kematangan yang dicapainya. Kondisi-kondisi perkembangan mempengaruhi setiap aspek kepribadian seperti emosional, moral, agama dan intelektual.

c. Penentu psikologis.

Keadaan mental yang sehat merupakan syarat bagi tercapainya penyesuaian diriyang baik, sehingga dapat dikatakan bahwa adanya frustasi, kecemasan, dan cacat mental akan dapat melatarbelakangi adanya hambatan dalam penyesuaian diri. Keadaan mental yang baik akan mendorong individu untuk memberikan respon yang selaras dengan dorongan internal maupun tuntutan lingkungan.

d. Kondisi lingkungan, khususnya keluarga dan sekolah

Keadaan lingkungan yang dimaksud meliputi sekolah, rumah, dan keluarga.Sekolah bukan hanya memberikan pendidikan bagi


(38)

individudalam segi intelektual, tetapi juga dalam aspek sosial dan moral yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.Sekolah juga berpengaruh dalam pembentukan minat, keyakinan, sikap, dan nilai-nilai yang menjadi dasar penyesuaian diri yang baik.

Keadaan keluarga memegang peranan penting pada individu dalam melakukan penyesuaian diri. Susunan individu dalam keluarga, banyaknya anggota keluarga, peran sosial individu, serta pola hubungan orang tua dan anak dapat mempengaruhi individu dalam melakukan penyesuaian diri. Keluarga dengan jumlah anggota yang banyak mengharuskan anggota untuk menyesuaikan perilakunya dengan harapan dan hak anggota keluarga yang lain. Situasi tersebut dapat mempermudah penyesuaian diri, proses belajar, dan sosialisasi atau justru memunculkan persaingan, kecemburuan, dan agresi.

e. Penentu kultural, termasuk agama.

Agama merupakan faktor yang memberikan suasana psikologisyang dapat digunakan untuk mengurangi konflik, frustrasi dan ketegangan psikis lain. Agama memberi nilai dan keyakinan sehingga individu memiliki arti, tujuan dan stabilitas hidup yang diperlukan untuk menghadapi tuntutan dan perubahan yang terjadi dalam hidupnya.Kebudayaan pada suatu masyarakat merupakan suatu faktor yang membentuk watak dan tingkah laku individu untuk menyesuaikan diri dengan baik atau justru membentuk individu yang sulit menyesuaikan diri.


(39)

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kondisi fisik, perkembangan dan kematangan, penentu psikologis, kondisi lingkungan, serta penentu kultural termasuk agama merupakan faktor-faktor dalam penyesuaian diri merupakan syarat untuk memahami proses penyesuaian diri, karena penyesuaian diri tumbuh dari hubungan-hubungan antara faktor-faktor tersebut dan tuntutan individu.

6. Karakteristik Penyesuaian Diri

Tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri.Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam dirinya atau mungkin di luar dirinya.Ada individu yang dapat melakukan penyesuaian diri secara positif, namun ada pula individu yang melakukan penyesuaian diri yang salah.Berikut ini karakteristik penyesuaian diri :

a. Penyesuaian diri secara positif

Scheineders (Sunarto dan Hartono, 2008:224), mereka yang tergolong mampu melakukan penyesuaian diri secara positif ditandai hal-hal sebagai berikut :

1. Tidak menunjukan adanya ketegangan emosional

2. Tidak menunjukan adanya mekanisme-mekanisme psikologis 3. Tidak menunjukan adanya frustasi pribadi

4. Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri 5. Mampu dalam belajar


(40)

6. Menghargai pengalaman 7. Bersikap realistik dan objektif

Dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, individu akan melakukannya dalam berbagai bentuk, antara lain :

1. Penyesuaian dengan menghadapi masalah secara langsung

Dalam situasi ini individu secara langsung menghadapi masalahnya dengan segala akibatnya.Ia melakukan segala tindakan sesuai dengan masalah yang dihadapi.

2. Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi

Dalam situasi ini individu mencarai berbagai bahan pengalaman untuk dapat menghadapi dan memecahkan masalahnya.

3. Penyesuaian dengan trial and error

Dalam situasi ini individu melakukan suatu tindakan coba-coba, dalam arti kalau menguntungkanditeruskan dan kalau gagal tidak diteruskan. Taraf pemikiran kurang begitu berperan dibandingkan dengan cara eksplorasi.

4. Penyesuaian dengan substitusi (mencari ganti)

Jika individu merasa gagal dalam menghadapi masalah, maka ia dapat memperoleh penyesuaian dengan jalan mencari ganti.

5. Penyesuaian dengan menggali kemampuan diri

Dalam hal ini individu mencoba menggali kemampuan-kemampuan khusus dalam dirinya, dan kemudian dikembangkan sehingga dapat membantu penyesuaian diri.


(41)

Dengan belajar, individu akan banyak memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang dapat membantu menyesuaikan diri.

7. Penyesuaian dengan pengendalian diri

Penyesuaian diri akan lebih berhasil jika disertai dengan kemampuan memilih tindakan yang tepat dan pengendalian diri secara tepat pula. Dalam situasi ini individu berusaha memilih tindakan mana yang harus dilakukan dan tindakan mana yang tidak perlu dilakukan. Disamping itu, individu harus mampu mengendalikan dirinya dalam melakukan tindakannya.

8. Penyesuaian dengan perencanaan yang cermat

Dalam situasi ini tindakan yang dilakukan merupakan keputusan yang diambil berdasarkan perencanaan yang cermat. Keputusan diambil setelah dipertimbangkan dari berbagai segi.

Berasarkan paparan di atas, penyesuaian diri positif ditandai dengan perilaku-perilaku yang positif, misalnya tidak menunjukan adanya ketegangan emosional, tidak menunjukan adanya mekanisme psikologis, tidak menunjukan adanya frustasi pribadi, memiliki pertimbangan yang rasional, mampu dalam belajar, menghargai pengalaman, serta bersikap realistik dan objektif yang ditunjukan dalam berbagai bentuk posifit juga.

b. Penyesuaian diri yang salah

Kegagalan dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, dapat mengakibatkan individu melakukan penyesuaian yang salah.


(42)

Penyesuaian diri yang salah ditandai dengan berbagai bentuk tingkah laku yang serba salah, tidak terarah, emosional, sikap yang tidak realistik, agresif dan sebagainya. Ada tiga bentuk penyesuaian diri yang salah yaitu:

1. Reaksi bertahan (Defence Reaction)

Individu berusaha untuk mempertahankan dirinya, seolah-olah tidak menghadapi kegagalan. Bentuk khusus reaksi ini antara lain:

a) Rasionalisasi, bertahan dengan mencari-cari alasan untuk membenarkan tindakannya

b) Represi, berusaha untuk menekan pengalamannya yang dirasakan kurang enak ke alam tidak sadar, berusaha melupakan pengalaman yang kurang menyenangkan.

c) Proyeksi, melemparkan sebab kegagalan dirinya kepada pihak lain untuk mencari alasan yang dapat diterima.

d) Sour grapes, dengan memutarbalikan kenyataan. 2. Reaksi menyerang (Aggressive Reaction)

Orang yang mempunyai penyesuaian diri yang salah menunjukan tingkah laku yang bersifat menyerang untuk menutupi kegagalannya. Reaksi-reaksinya tampak dalam tingkah laku :

a) Selalu membenarkan diri sendiri b) Mau berkuasa dalam setiap situasi c) Mau memiliki segalanya

d) Bersikap senang mengganggu orang lain


(43)

f) Menunjukan sikap permusuhan secara terbuka g) Menunjukan sikap menyerang dan merusak h) Keras kepala dalam perbuatannya

i) Bersikap balas dendam

3. Reaksi melarikan diri (Escape reaction)

Dalam reaksi ini orang yang mempunyai penyesuaian diri yang salah akan melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kegagalannya, reaksinya tampak dalam tingkah laku berfantasi, banyak tidur, minum-minuman keras, bunuh diri, menjadi pecandu ganja, dan lain-lain.

Berdasarkan uraian di atas, penyesuaian diri yang salah ditandai dengan berbagai bentuk tingkah laku yang serba salah, tidak terarah, emosional, sikap yang tidak realistik, agresif dan sebagainya.

B. Bimbingan Kelompok

1. Pengertian Bimbingan Kelompok

Bimbingan kelompok merupakan bimbingan yang diarahkan pada sejumlah atau sekelompok individu.Pelaksanaan satu kali kegiatan bimbingan kelompok dapat memberikan manfaat pada sekelompok orang.Bimbingan kelompok dirasakan sangat efisien mengingat layanan ini mampu menjangkau lebih banyak konseli secara tepat dan cepat.

Menurut Yusuf (2005) layanan bimbingan kelompok yaitu:

“merupakan layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan

peserta didik secara bersama- sama memperoleh berbagai bahan dari narasumber tertentu yang berguna untuk menunjang kehidupannya


(44)

sehari-hari baik individu maupun sebagai pelajar, anggota keluarga dan

masyarakat serta untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan.”

Layanan bimbingan kelompok mengkaji pada pengertian di atas bertujuan untuk membantu peserta didik dalam menyelesaikan masalah individu, masyarakat dengan bantuan dari narasumber tertentu yang dilakukan bersama-sama.

Sedangkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1993), memberikan pengertian yang sederhana dan lebih mendalam dari bimbingan kelompok.

“pengertian bimbingan kelompok yang lebih sederhana memakai

kelompok sekedar sebagai tempat atau wadah atau sarana yang dilaksanakan suatu usaha bimbingan, sedangkan dalam artinya yang lebih mendalam bimbingan kelompok mempergunakan dinamika kelompok yang benar-benar terarah dan positif untuk membantu klien memperkembangkan dirinya sendiri dalam menanggulangi masalah-

masalahnya.”

Bimbingan kelompok diartikan sebagai upaya untuk membimbing kelompok kelompok siswa agar kelompok itu menjadi besar, kuat, dan mandiri, dengan memanfaatkan dinamika kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan dalan bimbingan dan konseling (Prayitno, 1995: 61).Maksud pernyataan di atas bahwa bimbingan kelompok dapat diartikan suatu upaya membina kelompok siswa untuk menjadi kelompok yang besar, kuat dan mandiri.Kegiatan yang dilakukan melalui kelompok dengan memanfaatkan dinamika kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan dalam bimbingan dan konseling. Semua peserta dalam kegiatan kelompok saling berinteraksi, bebas mengeluarkan pendapat, menanggapi, memberi saran, dan lain-lain sebagainya; apa yang dibicarakan itu semuanya bermanfaat untuk diri peserta yang bersangkutan sendiri dan untuk peserta lainnya.


(45)

Bimbingan kelompok merupakan salah satu teknik bimbingan yang berusaha membantu individu agar dapat mencapai perkembangannya secara optimal sesuai dengan kemampuan, bakat, minat, serta nilai-nilai yang dianutnya dan dilaksanakan dalam situasi kelompok (Romlah, 2001: 3). Melalui bimbingan kegiatan bimbingan kelompok, individu yang dibimbing akan belajar melatih diri untuk mengembangkan diri terutama pengembangan dalam kemampuan sosial, meningkatkan kemampuan diri sesuai bakat, minat dan nilai-nilai yang dianutnya.

2. Tujuan Bimbingan Kelompok

Sejalan dengan konsepsi bimbingan dan konseling, tujuan bimbingan dan konseling mengalami perubahan dari yang sederhana sampai tahap yang lebih komprehensif. Kesuksesan bimbingan kelompok sangat dipengaruhi oleh sejauhmana keberhasilan tujuan yang akan dicapai dalam bimbingan kelompok yang diselenggarakan.

Adapun tujuan bimbingan kelompok (Prayitno, 1995:178-179): 1. Mampu berbicara di depan orang banyak

2. Mampu mengeluarkan pendapat, ide, saran, tanggapan, perasaan dan lain sebagainya kepada orang banyak

3. Belajar menghargai pendapat orang lain,

4. Bertanggung jawab atas pendapat yang dikemukakannya

5. Mampu mengendalikan diri dan menahan emosi (gejolak kejiwaan yang bersifat negatif)

6. Dapat bertenggang rasa

7. Menjadi akrab satu sama lainnya

8. Membahas masalah atau topik-topik umum yang dirasakan atau menjadi kepentingan bersama .


(46)

C.Konsep Sosiodrama

Sosiodrama adalah salah satu teknik Layanan bimbingan kelompok merupakan salah satu jenis layanan yang diberikan dalam bimbingan dan konseling yang dapat digunakan dalam beberapa bidang bimbingan dan disesuaikan dengan permasalahan yang ada.

1. Pengertian sosiodrama

Mareno(kellermann, 2007:1) Sosiodrama adalah suatu pengalaman grup sebagai satu jalan utuh untuk eksplorasi sosial dan transformasin konflik antar kelompok.

Sosiodrama menurut winkel (2004) merupakan dramatisasi dari berbagai persoalan yang dapat timbul dalam pergaulan sosial.

Menurut wiryaman (2000:1-27) bahwa metode sosiodrama merupakan metode mengajar dengan cara mempertunjukan kepada siswa tentang masalah-masalah sosial, dengan cara mempertunjukan kepada siswa masalah hubungan sosial tersebut didramatisasikan oleh siswa dibawah pimpinana guru.

Djamarah (2000 : 200) berpendapat bahwa metode sosiodrama adalah cara mengajar yang memberikan kesempataan anak didik untuk melakukan kegiatan memainkan peranan tertentu yang terdapat dalam kehidupan masyarakat.

Menurut kamus besar bahasa indonesia. Bahwa sosiodarama adalah drama yang bertujuan memberikan informasi kepada masyarakat tentang masalah sosial dan politik (1988 : 855).


(47)

Dari beberapa pengertian sosiodrama tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa metode sosiodrama adalah pemecahan masalah yang terjadi dalam konteks hubungan sosial dengan cara mendramakan masalah-masalah tersebut melalui sebuah drama.

Dalam kegiatan sosiodrama : siswa mengamati dan menganalisis interaksi antara pemeran, sedangkan pembimbing merencanakan , menstruktur, memfasilitasi dan memonitor jalannya sosiodrama tersebut kemudian membimbing untuk menindaklanjuti pembahasan tersebut.

Pada metode sosiodrama menuntut kualitas tertentu pada siswa, yaitu siswa diiharapkan mampu menghayati tokoh-tokoh (peran) atau posisi yang

dikehendaki” keberhasilan siswa dalam menghayati peran itu akan

menentukan apakah proses pemahaman, penghargaan dan identifikasi diri terhadap nilai berkembangnya (hasan, 1996 : 266).

Melalui metode ini siswa diajak untuk belajar memecahkan dilema-dilema pribadi yang mendukungnya dengan bantuan kelompok sosial yang angota-angotanya adalah teman-teman sendiri. Dengan kata lain, dilihat dari dimensi pribadi, model ini berupaya membantu individu dengan proses kelompok sosial.

Tentunya metode sosiodrama memiliki tujuan dan manfaatnya bagi siswa. Tujuan sosiadrama bagi siswa adalah : 1) siswa berani mengungkapkan pendapat secara lisan; 2) memupuk kerjasama antara para siswa ; 3) siswa menunjukan sikap berani dalam memerankan tokoh yang diperankan; 4) siswa menjiwai tokoh yang diperankan; 5) siswa memberikan tanggapan


(48)

terhadap pelaksanaanJalannya sosiodrama yng telah dilakukan; 6) melatih cara berinteraksi dengan orang lain.

Sedangkan manfaat sosiadrama adalah : 1) siswa tidak saja mengerti persoala-persoalan psikologis, tetapi mereka juga ikut merasakan perasaan dan pikiran orang lain bila berhubungan sdengan sesama manusia. Ikut menangis bila sedih,rasa marah,emosi dan gembira; 2) siswa dapat menempatkan diri pada tempat orang lain dan memperdalam pengertian mereka tentang orang lain.

2. Hakikat metode sosiodrama

Pada masa sekarang ini istilah metode selalu dihubungkan dengan masalah pendidikan yang bertujuan merubah tingkah laku siswa, serta dapat memotivasi siswa supaya siswa dapat berubuat sesuai dengan tujuan pendidikan. Seorang guru menurut profesinyamerubah tingkah laku siswanya harus mengetahui beberapa tuntutan , sebagaimana dikemukakan oleh winarno suracmat (1976: 45) yaitu :

a. Setiap guru harus menetapkan tujuan pengajaran yang akan dicapainya; b. Setiap guru memilih dan melaksanakan metode mengajar dengan

meperhitungkan kewajiban metode tersebut dibandingkan dengan metode lainnya;

c. Setiap guru memiliki keterampilan menghasilkan dan menggunakan alat-alat bantu pengajaran untuk memungkinkan tercapainya tujuan dengan sebaik-baiknya;


(49)

d. Setiap guru memiliki pengetahuan dan kemampuan peraktis untuk menilai setiap hasil pengajaran baik dari sudut siswa maupun dari kemampuan guru itu sendiri.

Adapun menurutroeisriyah (2008:90): sosiodrama adalah mendramatisasikan tingkah laku,atau ungkapan gerak-gerik wajah seseorangdalam hubungan sosial antar manusia. Jadi sosiodrama menggambarkan tentang kejadian sehari-hari yang berhubungan dengan masalah sosiol dengan orang lain.

Metode sosiodrama dalam aplikasinya melibatkan beberapa siswa untuk dapat memainkan peranannya terhadap suatu tokoh.Dan didalam memainkan peranan siswa tidak perlu menghapal naskah.Mempersiapkan diri, dan sebagainya. Pemain hanya berpegangan pada judul dan garis besar skenarionya, dan apa yang dikatakannya,.Semua diserahkan kepada penghayatan siswa/pemeran pada saat itu.Sehingga mereka dibawa kedalam pristiwa seperti yang pernah terjadi.Dan mereka belajar untuk memahami dan menghayati setiap kisah agar dapat mengaplikasikan kemudian.Hal ini sesuai dengan konsep belajar yang terdapat dalam psikologi gestalt, yang sering disebut feiid theory atau insight full learning.“menurutpara ahli psikologi

gestalt, belajar terjadi jika ada pemahaman/pengertian (insigh)” (biggt morris

L, 1976 : 78). Pemahaman ini muncul apabila seseorang setelah beberapa kali memahami suatu masalah, untuk kemudian muncul adanya suatu kejelasan diamanaterlihat adanya hubungan antara unsur-unsur yang satu dengan yang lainnya, dipahami sangkut pautnya, serta dimengerti maknanya. Dengan demikian manusia akan belajar memahami dunia sekitarnya dengan jalan


(50)

mengatur dan menyusun kembali pengetahuan-pengetahuannya menjadi suatu struktur yang berarti dan dapat dipahami.

Berdasarkan pada teori psikologi gestalt, maka pelaksanaan metode sosiodramadapat membuat siswa lebih dalam mengerti tentang suatupermasalahan sosial.Hal tersebut dikarnakan pemahaman yang dilakukan berulangkali sebelum diaplikasikan dalam dramatisasi maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Penerapan metode sosiadrama disini menggambarkan suatu bentuk pristiwa aktif yang didramatisasikan menggunakan garis besar skenario. Pristiwa aktif tersebut maka akan timbul penghayatan dan pemahaman ini terdapat komponen belief syistem setelah pemahaman dilakukan berulang-ulang maka timbul reaksi yang merupakan suatu bentuk ungkapan bepikir yang mereka telah mendapat kejelasan dari hasil pemahaman tadi. Reaksi yang ditimbulkan dari pemahaman yang dilakukan seseorang.Perbedaan reaksi tersebut dapat dilihat dari diskusi yang dilaksanakn setelah pementasan selesai.

Keberhasilan dalam pelaksanaan metode sosiodrama dapat dicapai dengan mengajukan judul yang baik untuk diperankan oleh siswa.Hal ini agar siswa yang terlibat dalam peran bisa menghayati perannya dengan baik, sebelumnya guru mengemukakan garis besar dari skenario tersebut. Kemudian memilih kelompok siswa yangakan memerankan peran, serta mengatur situasi tempat bersama-sama dengan siswa yang akan memerankan peran, serta mengatur situasi tempat bersama-sama dengn siswa yang terlibat peran tersebut. Siswa


(51)

yang tidak ikut memerankan peran diminta supaya mendengarkan dan mengikuti dengan teliti semua pembicaraan, tindakan-tindakan serta keputusan–keputusan yang dilakukan para pemain. Setelah pementasan selesai, guru mengatur diskusi untuk mengaplikasikan apa yang dilakukan oleh siswa tadi.

Agar siswa memperoleh manfaat yang besar dari metode sosiodrama ini, haruslah di upayakan agar mereka beperan secara wajar, dalam arti tidak di buat-buat.Oleh karena itu, dalam cerita dalam aplikasi sosiodrama tidak tertentu menjadi ikatan yang kuat bagi siswa ketika harus memerankan perannya. Siswa diberikan kesempatan untuk mengepresikan penghayatan mereka pada saat memainkan peran dan melaksanakan diskusi.

3. Ciri-ciri dan tujuan metode sosiodrama

a. Adapun ciri-ciri metode sosiodrama adalah sebagai berikut: 1) merupakan peniruan dari situasi yang sebenarnya. 2) membahas masalah sosial

3) adanya peranan yang dimainkan oleh siswa

4) adanya pemecahan masah dan pengambilan keputusan.

b. Tujuan penggunaan teknik sosiodrama menurut Nursalim (2002: 63-64) menyatakan bahwa tujuan sosiodrama adalah:

1. Mengambarkan bagaimana seseorang atau beberapa orang menghadapi suatu situasi soial


(52)

3. Mengembangkan sikap kritis terhadaptingkah laku yang harus atau jangan dilakukan dalam situasi sosial tertentu,

4. Memberikan kesempatan untuk meninjausituasi sosial dari berbagai sudut pandang

4.Prinsip-prinsip penggunaan metode sosiodrama

Prinsip-prinsip penggunaan metode sosiodrama adalah kelas harus memperhatikan terhadap masalah yang dikemukakan.secara terperinci prinsip penggunaan metode sosiodrama adalah sebagai berikut:

a. Harus dengan diingat siswa belajar permaianan dan tidak dari kata-kata yang dijelaskan oleh guru.

b. Agar perhatian siswa tetap terjaga persoalan yang dikemukakan hendaknya disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak-anak, baik minat maupun kemampuan siswa.

c. Sosiodrama hendaknya dipandang sebagai alat pelajaran dan bukan sebagai alat hiburan.

d. Sosiodrama dilakukan oleh sekelompok siswa.

e. Siswa harus terlibat langsung sesuai peranan masing-masing.

f. Penentuan topik yang dibicarakan bersama antar siswa dan disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa dan situasi tempat.

g. Petunjuk sosiodrama dapat terlebih dahulu disipakan secara terperinci. h. Dalam sosiodrama hendaknya dapat dicapai tujuan-tujuan yang

menyangkut domein kognitif (penambahan pengetahuan tentang berbagai konsep dan pengetahuan)


(53)

i. Sosiodrama dimaksud untuk melatih keterampilan agar dapat menghadapi kenyataan dengan baik.

j. Sosoidrama harus dapat digambarkan yang lengkap dan proses yang berturut-turut yang diperkirakan terjadi dalam situasi yaang sesungguhnya.

k. Dalam sosiodrama hendaknya dapat diusahakan terintegrasi beberapa ilmu, serta terjadi berbagai proses seperti sebab akibat, pemecahan masalah dan sebagainya.

5. Langkah-langkah penggunaan sosiodrama a. Persiapan

1) menentukan masalah pokok

2) pemilihan pemeran dapat dilakukan dengan menunjukan anak-anak yang kira-kira dapat mendramatisasi atau sesuai dengan maksud dan tujuan pelaksanan sosiodrama.

3) mempersiapkan pameran dan penonton, atau dengan kata lain pameran drama membuat perencanaan dalam pelaksanan drama agar berjalan dengan baik, rapih dan terencana.

b. pelaksanaan

pameran yang telah disiapkan, selama 30 menit itu kemudian dipersiapkan untuk mendramatisasi menurut pendapat dan kreasi mereka.

c. tindak lanjut

sosiodrma sebagai metode mengajar tidak berakhir pada pelaksanaan dramatisasi melainkan hendaknya melanjutkan baik beberapa tanya jawab, diskusi,kritik dan analisa.


(54)

6. Keunggulan metode sosiodrama

Danny G. Langdon mengungkapkan keunggulan metode sosiodrama adalah sebagai berikut:

a. Memperkaya siswa dalam berbagai pengalaman situasi sosialisai yang bersifat problematik.

b. Memperkaya pengetahuan dan pengalaman semua siswa mengenai cara menghapal dan memecahkan suatu masalah.

c. Dengan bermain peran siswa memperoleh kesempatan untuk belajar mengekspresikan penghayatan mereka mengenai suatu problematik sosial. d. Memupuk keberanian siswa untuk tampil didepan umum tanpa kehilangan

keseimbangan pribadi.

e. Merupakan suatu hiburan bagi siswa dengan melakukan/ melihat permainan peranan.

Metode sosiodrama dalam penelitian ini didefinisikan sebagi suatu metode mengajar dimana guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan memerankan peranan tertentu seperti yang terdapat dalam masalah sosial, sehingga memahami mengenai masalah-masalah sosial, yang dapat melatih siswa untuk memahami cara untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial yang menghambat atau yang menyebabkan kemampuan penyesuaian diri menjadi kurang. Selain itu bila dengan metode sosiodrama ini melatih siswa dalam memahami kemampuan yang dimiliki.


(55)

Pelaksanaan bimbingan konseling dapat dilakukan melalui bimbingan/konseling individu maupun kelompok. Salah satu pelaksanaannya adalah melalui pelayanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama, dimana melalui teknik ini, individu ataupun siswa akan mendapatkan bahan dan informasi baik dari pembimbing ataupun teman sekelompoknya sesuai dengan permasalahan yang telah disepakati untuk dibahas bersama sehingga mencapai suatu tujuan ataupun keputusan bersama.

B. Keterkaitan antara Penyesuaian Diri Siswa Di Sekolah dengan Layanan Bimbingan Kelompok

Penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan (Sunarto & Hartono, 2008:222). Penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses sepanjang hayat dan manusia terus menerus berupaya menemukan dan mengatasi tekanan dan tantangan hidup guna mencapai pribadi yang sehat. Banyak cara yang dapat ditempuh individu untuk memenuhi kebutuhanya, baik cara-cara yang wajar maupun cara yang tidak wajar, cara yang disadari maupun tidak disadari.

Dalam kegiatan bimbingan kelompok terdapat proses komunikasi dan interaksi. Para anggota kelompok akan membahas topik-topik umum dimana masing-masing anggota kelompok di dalamnya saling mengemukakan pendapat, memberikan saran maupun ide-ide, menanggapi, dan menciptakan dinamika kelompok dengan memanfaatkan proses kelompok seperti berkomunikasi dan interaksi untuk mengembangkan diri.


(56)

Kesuksesan bimbingan kelompok sangat dipengaruhi oleh sejauhmana keberhasilan tujuan yang akan dicapai dalam bimbingan kelompok yang diselenggarakan. Adapun tujuan bimbingan kelompok :

1. Mampu berbicara di depan orang banyak

2. Mampu mengeluarkan pendapat, ide, saran, tanggapan, perasaan dan lain sebagainya kepada orang banyak

3. Belajar menghargai pendapat orang lain,

4. Bertanggung jawab atas pendapat yang dikemukakannya

5. Mampu mengendalikan diri dan menahan emosi (gejolak kejiwaan yang bersifat negatif)

6. Dapat bertenggang rasa

7. Menjadi akrab satu sama lainnya

8. Membahas masalah atau topik-topik umum yang dirasakan atau menjadi kepentingan bersama

(Prayitno, 1995:178-179).

Adanya interaksi dan komunikasi dalam bimbingan kelompok, memberikan stimulus dan dukungan kepada anggota kelompok untuk bisa mewujudkan kemampuannya dalam berhubungan dengan orang lain, menjadikan media pengembangan diri untuk dapat membina sikap dan perilaku yang normatif, serta aspek-aspek positif lainnya yang pada gilirannya individu dapat mengembangkan potensi diri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kegiatan bimbingan kelompok diperkirakan dapat digunakan sebagai salah satu bentuk layanan bimbingan dan konseling untuk dapat diberikan kepada siswa yang memiliki kemampuan penyesuaian diri yang rendah di lingkungan sekolah.

Mareno(kellermann, 2007:1) Sosiodrama adalah satu berpengalaman grup sebagai satu jalan utuh untuk eksplorasi sosial dan transformasi konflik antar kelompok


(57)

Dalam metode sosiodrama digambarkan cara bersosialisasi yang baik dengan orang lain sehingga dapat memunculkan pemikiran rasional individu (pemeran) dapat meyakini bahwa setiap individu mampu melakukan cara bersosialisasi yang baik dengan orang lain asalkan adanya keinginan untuk melatihnya. Dengan keyakinan diri tersebut, maka dasar perilaku yang percaya diri telah tertanam dalam diri individu. Hurlock (1999) dalam permainan drama, anak didorong untuk berbicara dalam memberikan usul mengenai dramatisai atau dalam memainkan perannya. Jadi, permainan ini bukan saja meningkatkan kosa kata anak tetapi juga menimbulkan rasa percaya diri atas kemampuannya berkomunikasi dengan teman sebayanya, di mana komunikasi adalah salah satu syarat terjadinya interaksi sosial dan termasuk didalamnya penyesuaian diri, hal tersebut merupakan keterampilan yang diperlukan dalam masyarakat (sekolah) dan dimana drama merupakan dasar dari metode sosiodrama dalam penelitian ini.


(58)

O1 X O2

III. METODELOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP Muhammadiyah I Gisting yang berlokasi di Jalan Raya Irigasi Gisting Bawah Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus. Waktu penelitian ini adalah pada tahun pelajaran 2013/2014.

B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen. Desain penelitian yang digunakan adalah One-Group Pretest-Posttest Design. Pada desain ini, adanya pretest sebelum diberikan perlakuan dan posttest setelah diberi perlakuan, dengan demikian hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat karena dapat dibandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan. Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut ;


(59)

Keterangan :

O1 = Keadaan kemampuan penyesuaian diri siswa sebelum diberi perlakuan

X = Treatment / perlakuan yang diberikan

O2 = Keadaan kemampuan penyesuaian diri siswa setelah diberi perlakuan

C. Variabel Penelitian

Hadi (dalam Arikunto, 2010:159) mendefinisikan variabel sebagai objek penelitian yang bervariasi. Jadi yang dimaksud variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian dari suatu penelitian.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode kuasi eksperimen. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas (independen) yaitu Bimbingan kelompok Teknik Sosiodrama, dan variabel terikat (dependen) yaitu kemampuan penyesuaian diri siswa.

D. Definisi Operasional

Kemampuan penyesuaian diri di sekolah adalah kesanggupan untuk menghadapi tuntutan-tuntutan, baik dari dalam diri maupun dari lingkungan. Kesanggupan tersebut bertujuan untuk memperoleh keselarasan dan keharmonisan antara tuntutan dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan. Agar mampu menyesuaikan diri secara positif antara lain terhindar dari ekspresi yang berlebihan dan tidak mampu mengontrol dirinya, mampu menerima dan memahami diri sebagaimana adanya, terhindar dari perasaan frustasi atau kecewa, mampu dalam belajar, memiliki pertimbangan


(60)

rasional dan pengarahan diri, bersikap realistik dan objektif serta menghargai pengalaman.

Sosiodrama dalam penelitian ini merupakan perlakuan yang diberikan untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri terhadap sampel penelitian yang telah ditentukan. Sosiodarama merupakan teknik dalam bimbingan kelompok untuk memecahkan masalah masalah sosial melalui kegiatan bermain peran. Dalam sosiodrama ini individu akan memerankan suatu peran tertentu dari suatu situasi masalah sosial. Sehingga individu akan dapat menghayati secara langsung seperti betul-betul terjadi dalam situasi yang sebenarnya.

E. Sampel Penelitian

Menurut Sugiyono (2010:62), bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi yang oleh peneliti dipandang mewakili populasi target. Sampel penelitian ini adalah siswa di kelas VII E SMP muhammadiyah I Gisting Kabupaten Tanggamus yang bejumlah tiga puluh orang. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan cara Random Sampling yaitu mengacak dari jumlah kelas yang ada.

Teknik Penarikan Sampel

Proses penarikan sampel yang digunakan dalam penelitia ini adalah simple random sampling, menurut Ridwan (2005 : 58) simple random sampling

adalah “ cara pengambilan sample dari anggota populasi dengan menggunakan acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan) dalam anggota

populasi tersebut.” Jadi dalam penentuan sampel, anggota populasi dianggap


(61)

Berikut ini adalah data siswa yang menjadi sampel dalam penelitian:

No Nama Kelas Skor Kriteria

1 Aji Saputra VII E 94 Tinggi 2 Alfian Ady Darma VII E 76 Sedang 3 Alfian Azryl agenda VII E 69 Sedang 4 Alwiyah Mizanatul Jannah VII E 84 Tinggi 5 Alya Widya Sunni VII E 97 Tinggi 6 Annisa Rahmawati VII E 91 Tinggi 7 Arum Fadhila Putri VII E 87 Tinggi 8 Devi Marlia VII E 69 Sedang 9 Dimar Miranda VII E 73 Sedang

10 Eko Susanto VII E 40 Rendah

11 Fadila Ulfa D.N VII E 61 Sedang 12 Firstasgi Qiyadh D. VII E 89 Tinggi

13 Gilang Nurcahyo VII E 37 Rendah

14 Lilla Andriyani VII E 76 Sedang 15 Lukmanul Hakim VII E 91 Tinggi 16 M.Syafiq khairul anam VII E 87 Tinggi 17 M. Alfi Ardiansyah VII E 64 Sedang 18 M. Agung firdaus VII E 62 Sedang 19 M. Galih Aditya VII E 60 Sedang 20 Mustika Tiara Putri VII E 103 Tinggi 21 Nada Lutfiyah .Q VII E 78 Sedang 22 Rahma Safitri VII E 89 Tinggi 23 Rahmawati VII E 93 Tinggi 24 Rasyid Amar Hasan VII E 86 Tinggi 25 Ridwannudin Dzuhri VII E 101 Tinggi 26 Sabrina Aliza Nufus VII E 73 Sedang 27 Safriatul Mardiyah VII E 67 Sedang 28 Salma Nada VII E 87 Tinggi 29 Senda Wahyu Andika VII E 69 Sedang 30 Syiafaunnisa Karunia M. VII E 93 Tinggi

Dari jumlah subyek di atas, di bagi menjadi dua kelompok untuk lebih memudahkan dalam pelaksanaan bimbingan kelompok. Pembagian kelompok disesuaikan dengan tujuan yang akan di capai, karna ini menyangkut masalah bergaul, seperti rasa malu,kurang pandai berkawan, dan sebagainya akan lebih baik digarap dalam kegiatan kelompok dengan anggota kelompok campuran.


(62)

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan untuk memperoleh data ataui nformasi yang diperlukan, guna mencapai objektifitas yang tinggi. Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Skala

Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan skala kemampuan penyesuaian diri di sekolah dengan model Likert. Skala model Likert merupakan metode penyekalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respons sebagai dasar penentuan nilai skalanya (Azwar, 2003:139). Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala model Likert , maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen berupa pernyataan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif.


(63)

Tabel 3.2 Kisi-kisi skala penyesuaian diri di sekolah

Variabel Indikator Deskriptor

1. Kemampuan Penyesuaian Diri

1.1Terhindar dari ekspresi yang berlebihan, merugikan, dan tidak mampu mengontrol diri

1.1.1Mampu mengontrol emosi yang berlebihan

1.1.2Mampu berekspresi verbal maupun non verbal sesuai dengan kondisi yang dialami

1.2Mampu menerima dan memahami diri sebagaimana adanya

1.2.1 Penerimaan diri terhadap kondisi fisik

1.2.2 Penerimaan diri terhadap kondisi psikis

1.2.3 Menghargai diri sendiri

1.3Terhindar dari perasaan frustasi atau kecewa

1.3.1 Mampu menerima kegagalan yang dialami

1.3.2 Mampu berfikir dan bertindak secara positif dalam menghadapi situasi tertentu

1.4Mampu dalam belajar

1.4.1 Mampu memanfaatkan serta mengembangkan potensi yang ada dalam diri

1.4.2 Mampu memanfaatkan waktu seoptimal mungkin untuk belajar

1.4.3 Tidak mudah putus asa dalam menghadapi kesulitan belajar

1.5Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri 1.6 Bersikap realistik dan objektif

1.5.1 Mampu mengambil keputusan yang rasional

1.5.2 Mampu mengarahkan diri dalam pengambilan keputusan

1.6.1 Mampu memberikan penilaian terhadap orang lain sebagaimana mestinya

1.6.2 Terbuka dan mau menerima feadback dari orang lain.

1.7 Menghargai pengalaman

1.7.1 Menjadikan pengalaman sebagai pelajaran


(64)

Skala model Likert merupakan metode penyekalaan yang berorientasi pada respon. Dengan kata lain, dalam metode ini, kategori-kategori respon akan diletakan pada suatu kontinum. Oleh karena itu data untuk penskalaanya pun berupa respon-respon yang diberikan oleh responden terhadap seperangkat stimulus. Untuk melakukan penskalaan dengan metode ini, responden diminta untuk memberikan responnya dalam lima macam kategori yang dapat diskalakan dengan masing-masing skor yang berbeda. Pernyataan positif dengan jawaban sangat mampu (SM) memiliki skor 4, jawaban mampu (M) memiliki skor 3, jawaban ragu-ragu (R) memiliki skor 2, jawaban tidak mampu (TM) memiliki skor 1, dan sangat tidak mampu (STM) skor 0. Sebaliknya apabila pernyataan negatif dengan jawaban sangat tidak mampu (STM) memiliki skor 4, jawaban tidak mampu (TM) memiliki skor 3, jawaban ragu-ragu (R) memiliki skor 2, jawaban mampu (M) memiliki skor 1, dan jawaban sangat mampu (SM) memiliki skor 0. Untuk lebih jelas dapat di lihat lampiran 3 pada halaman 94.

Tabel 3.3 Skor Nilai Alternatif Jawaban No Pernyataan Sangat

Mampu

Mampu Ragu-Ragu Tidak Mampu Sangat Tidak Mampu 1 Pernyataan

favorable

4 3 2 1 0

2 Pernyataan

unfavorable

0 1 2 3 4

Kriteria skala penyesuaian diri siswa dikategorikan menjadi 3 yaitu : tinggi, sedang, dan rendah. Untuk mengkategorikannya, terlebih dahulu ditentukan


(65)

besarnya interval dengan rumus yang diungkapkan oleh Hadi (1986:12) sebagai berikut:

I= NT-NR K

Keterangan: I = Interval NT = Nilai tertinggi NR = Nilai Terendah K = Kriteria

Jika terbesar jawaban adalah 4, dan nilai terkecil adalah 0 maka :

i =

=

==

=

41

Berdasarkan rentang interval yang didapat yaitu 41, maka pengkategorian skor skala adalah sebagai berikut:

Rendah : 0 – 41 Sedang : 42 – 82 Tinggi : 83 – 124

G. Uji Instrument

Keberhasilan suatu penelitian ditentukan oleh baik tidaknya instrumen yang digunakan, oleh karena itu hendaknya peneliti melakukan pengujian terhadap instrumen yang digunakan.

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan dan kesahihan suatu instrument (Arikunto, 2010:168). Validitas isi menunjukan sejauh mana item-item dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur oleh tes itu (Azwar, 2009 : 175).


(1)

Keterangan :

= koefisien reliabilitas alpha

k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

= Jumlah vrians butir = varians total

Menurut Basrowi dan Kasinu (2006:244), untuk mengetahui tinggi rendahnya reliabilitas menggunakan kriteria sebagai berikut :

0,8 - 1,00 = sangat tinggi 0,6 - 0,799 = tinggi 0,4 - 0,599 = cukup tinggi 0,2 - 0,399 = rendah

0 < 0,200 = sangat rendah

Berdasarkan hasil uji coba instrumen reliabilitas pada instrumen yang dihitung dengan rumus Alpha Crombach, diperoleh nilai koefesien reliabilitas Alpha sebesar 0,854 hal ini menunjukan bahwa instrumen ini memiliki tingkat reliabilitas yang sangat tinggi karena reliabilitas antara 0.80 - 1,00 dikatakan memiliki reliabilitas sangat tinggi. Maka dapaat disimpulkan bahwa instrumen dalam penelitian ini layak untuk digunakan. Lampiran 5 halaman 97.

H.Teknik Analisis Data

Setelah diperolehnya seluruh data-data, selanjutnya adalah pengolahan data atau analisis data. Melalui analisis data maka akan dapat membuktikan hipotesis dan menarik tentang masalah yang akan diteliti.


(2)

Keterangan:

Md = mean dari devisi (d) antara post-test dan pre-test Xd = devisi masing-masing subyek (d-Md)

∑x2d = jumlah kuadrat devisi

N = Jumlah subyek pada sampel

Rumus diatas digunakan untuk menghitung keefektivitasan treatmen/perlakuan yang di berikan dalam penelitian. Rumus ini digunakan untuk desaign penelitian subyek tunggal yaitu penilaian dilakukan pada saat subyek belum mendapat perlakuan dan setelah mendapat perlakuan. Rumus ini digunakan untuk data yang berdistribusi normal.

  

) 1 (

2

N N

d X Md t


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di SMP Muhammadyah I Gisting, maka dapat diambil kesimpulan yaitu:

1. Kesimpulan Statistik

Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan penyesuaian diri siswa di sekolah dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama. Hal ini terbukti dari hasil uji hipotesis menggunakan T-Test diperoleh = 15,87 dan 0,05 = 1,679. Karena maka, Ho ditolak dan Ha diterima. Dapat diartikan bahwa tedapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan penyesuaian diri siswa di sekolah sebelum pelaksanaan sosiodrama dengan sesudah pelaksanaan sosiodrama pada subjek penelitian.

2. Kesimpulan Penelitian

Kemampuan penyesuaian diri di sekolah dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama. Hal ini ditunjukkan dari perubahan sikap dan perilaku siswa setelah diberikan perlakuan dengan bimbingan kelompok teknik sosiodrama telah mengarah


(4)

Saran yang dapat dikemukakan dari penelitian yang telah dilakukan di SMP Muhammadyah I Gisting :

1. Kepada Siswa

Siswa dapat mengikuti kegiatan sosiodrama yang dilaksanakan oleh guru bimbingan dan konseling apabila memiliki kemampuan penyesuaian diri yang rendah di sekolah.

2. Kepada guru bimbingan konseling

Kepada guru bimbingan konseling dapat mengadakan kegiatan sosiodrama untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri siswa di sekolah pada khususnya, dan untuk memecahkan berbagai permasalahan lain pada umumnya.

3. Kepada peneliti lain

a. Kepada peneliti lain dapat mempersiapkan diri dengan baik dan semaksimal mungkin untuk melakukan berbagai bentuk layanan bimbingan dan konseling khususnya teknik sosiodrama agar kegiatan yang dilakukan dapat berjalan baik dan mampu mencapai tujuan yang diharapkan.

b. Kepada peneliti lain dapat melakukan penelitian dengan menggunakan, pendekatan, dan teknik yang sama tetapi dengan masalah yang berbeda, dan subyek yang berbeda.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :RinekaCipta

Azwar. 2010. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: PustakaPelajar

Basrowi dan Kasinu.2006. Metodologi Penelitia nSosial. Kediri: Jenggala PustakaUtama

Ghufron&Risnawati.2011 .Teori-Teori Psikologi.Jogjakarta :Ar-Ruzz Media. Hurllock,E.B.1999.Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kahidupan Edisi Ke Lima. Alih bahasa oleh Istiwidayanti & Soedjarwo.Jakarta :Erlangga.

Kellermann, Grsindo.Peter Felix. (2007). Sociodrama and collective trauma. Jurnal of personality and social psycology. London: Jessica Kingsley Publishers Prayitno dan Amti. E. 2004.Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: RinekaCipta

Prayitno.1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok (DasardanProfil).Jakarta :Ghalia Indonesia. 2004. Layanan Bimbingan Kelompok dan Konseling Kelompok. Padang: FIP UNP.

Santrock, J W. 2007. Remaja Edisi 11 Jilid 2.Jakarta :Erlangga

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: RinekaCipta

Soekanto, S. 2010. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: RajawaliPers

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

Sukardi, D. 2008. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta :RinekaCipta


(6)

Walgito, B. 2002.Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Yogyakarta: Andi Yogyakarta


Dokumen yang terkait

PENGGUNAAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KOTAGAJAH LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 5 77

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 3 METRO TAHUN AJARAN 2013/2014

0 6 69

JUDUL INDONESIA: MENINGKATKAN KONSEP DIRI POSITIF DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK PADA SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 1 PUNGGUR LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 5 78

MENINGKATKAN KONSEP DIRI POSITIF DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK PADA SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 1 PUNGGUR LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 7 69

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH MENGGUNAKAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TEKNIK SOSIODRAMA PADA SISWA KELAS VII SMP MUHAMMADIYAH I GISTING TAHUN PELAJARAN 2013/2014

2 27 73

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH MENGGUNAKAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TEKNIK SOSIODRAMA PADA SISWA KELAS VII SMP MUHAMMADIYAH I GISTING TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 87 64

PENINGKATAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 1 LIWA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 2 36

PENINGKATAN KETERAMPILAN BELAJAR MENGGUNAKAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 22 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 11 71

PENGARUH BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA TERHADAP KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI SISWA DI SEKOLAH (Penelitian Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 19 Surakarta Tahun Pelajaran 20152016)

0 5 31

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL SISWA MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA PADA SISWA KELAS VIII E SMP N 2 JAKEN

0 1 26