PERANAN ANGKATAN LAUT REPUBLIK INDONESIA (ALRI) DALAM OPERASI PEMBEBASAN IRIAN BARAT TAHUN 1961-1963.

(1)

PERANAN ANGKATAN LAUT REPUBLIK INDONESIA (ALRI) DALAM OPERASI PEMBEBASAN IRIAN BARAT TAHUN 1961-1963

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh

Maya Nurhasni 0906897

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

PERANAN ANGKATAN LAUT REPUBLIK INDONESIA (ALRI) DALAM OPERASI PEMBEBASAN IRIAN BARAT TAHUN 1961-1963

Oleh Maya Nurhasni

Sebuah Skripsi yang Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Sejarah

Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Maya Nurhasni

Universitas Pendidikan Indonesia Oktober 2013

.

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

MAYA NURHASNI

PERANAN ANGKATAN LAUT REPUBLIK INDONESIA (ALRI) DALAM OPERASI PEMBEBASAN IRIAN BARAT TAHUN 1961-1963

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :

Pembimbing I

Wawan Darmawan, S.Pd, M.Hum NIP.19710101 199903 1 002

Pembimbing II

Moch. Eryk Kamsori, S.Pd NIP.19690430 199802 1 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah

Prof.Dr.H.Dadang Supardan, M.Pd NIP.19570408 198403 1 003


(4)

(5)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Peranan Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) Dalam Operasi Pembebasan Irian Barat Tahun 1961-1963”. Masalah utama yang dikaji adalah bagaimana peranan Angkatan Laut Republik Indonesia dalam memperjuangkan pembebasan Irian Barat tahun 1961-1963. Masalah tersebut dibahas ke dalam beberapa rumusan yaitu (1) Bagaimana latar belakang munculnya permasalahan Irian Barat antara Indonesia dan Belanda? (2) Bagaimana sikap Pemerintah Indonesia dalam mengahadapi permasalahan Irian Barat? (3) Bagaimana proses yang dilakukan oleh Angkatan Laut Republik Indonesia dalam melaksanakan operasi pembebasan Irian Barat? dan (4) Bagaimana dampak perjuangan Angkatan Laut Republik Indonesia terhadap penyelesaian masalah Irian Barat? Metode historis digunakan dalam proses penyusunan dan analisis atas beragam peristiwa lampau yang dikaji. Setelah melalui tahap heuristik, kritik, interpretasi dan kemudian penulisan atau historiografi, maka diperoleh hasil yang menjelaskan bahwa munculnya permasalahan Irian Barat dilatarbelakangi oleh perbedaan pandangan antara Pemerintah Indonesia dan Belanda dalam menilai status wilayah Irian Barat. Hal ini merujuk pada keyakinan masing-masing negara untuk merasa paling berhak menyertakan Irian Barat dalam kekuasaannya. Perbedaan tersebut telah mengundang permasalahan pelik yang menyeret kedua negara dalam sebuah konflik serius. Perselisihan akhirnya berlanjut hingga ranah internasional. Upaya perundingan bilateral melalui Uni Indonesia-Belanda yang mengalami kegagalan menyebabkan masalah ini diikutsertakan dalam sidang PBB. Sayangnya upaya ini juga tidak berhasil membuahkan penyelesaian. Kegagalan diplomasi akhirnya memaksa kedua negara untuk terlibat ke dalam pertarungan militer, dimana di dalamnya ikut melibatkan Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) sebagai bagian dari Angkatan Perang RI bersama Angkatan Udara dan Angkatan Darat. Kontribusi ALRI diwujudkan dalam beberapa peristiwa maupun kegiatan militer, diantaranya peristiwa Laut Aru dan berbagai operasi sejak tahap Show of Force, infiltrasi, eksploitasi, hingga konsolidasi. Operasi laut yang dilakukan ikut berhasil menarik lebih perhatian internasional terhadap masalah Irian Barat, hingga kedua negara yaitu Indonesia dan Belanda bersedia membicarakan kembali permasalahan secara berunding atas desakan Amerika melalui beberapa usulan diplomat Bunker sebagai utusan PBB. Akhirnya setelah persetujuan yang berlangsung di New York ini ditandatangani pada pertengahan Agustus 1963, perang militer dinyatakan berakhir dengan hasil bahwa Belanda bersedia menyerahkan Irian Barat kepada Republik Indonesia melalui PBB. Upaya militer terbukti telah berhasil mendorong berbagai kemacetan diplomasi yang terjadi selama upaya pembebasan. Maka melalui konsep naval campaign dan amphibious warfare yang diterapkan, menunjukkan bahwa Angkatan Laut Republik Indonesia sebagai komponen Angkatan Perang RI ikut menjadi bagian penting dalam membangun keberhasilan nasional atas pembebasan Irian Barat.


(6)

ABSTRACT

The research entitled “Peranan Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) dalam Operasi Pembebasan Irian Barat Tahun 1961-1963”. The main analysed issue was how Indonesian navy (ALRI) could play a role in struggling for Irian Barat liberation in 1961-1963. The issue was discussed and resulted in some formulation as follows: (1) The background of how Irian Barat conflict between Indonesia and Dutch emerged. (2) How was the act of Indonesian Goverment in solving Irian Barat conflict. (3) How was the process done by Indonesian navy in implementing operation for Irian Barat liberation. (4) How the struggle of Indonesian navy had an impact towards the solution of Irian Barat conflict. Historical method was used in arrangement process and analysis due to various analysed event in the past time. Having done the research through heuristic, critical, interpretative step, as wel as writing or historioprafy, so the result was obtained which explained that Irian Barat conflict emerged to be caused by the existence of different perception between Indonesian and Dutch Goverment in judging Irian Barat status. This issue referred to the principles of their own countries to feel most entitled to engape Irian Barat in their authoritis. The difference had caused complicated problem which brought the both countries to have serious conflict. The conflict finally continued until international involvement. The effort of bilateral conciliation through Uni Indonesian-Dutch undergoing failure caused this issue to be involued in United Nation session. Unfortunately the effort failed to achieve to expected goal. Diplomatic failure eventually forced both countries to be involved in military conflict in which involved Indonesian navy as a part of Indonesian armed force with air force and infantry were involved as well. The contribution of Indonesian navy was realized either in some events or in military activities for example Laut Aru incident and many kinds of operations done by indonesian navy since the step of show of force, infiltration, exploitation until consolidation of maritim operation have done, succesful to pay more attention to international towards Irian Barat issue. Due to American oppression, at last the both countries, Indonesian and Dutch were ready to discuss again to settle the conflict through some diplomatic delegations as United Nation delegated. After the decree which took place in New York was signed in the middle of august 1963, military war was stated end which resulted in the Dutch was ready to hand over Irian Barat to Indonesian through United Nation. Military effort was proved to have succeeded in urging diplomatic obstacle which occured during deliberation effort. So Through campaign naval concept and amphibious warfare applied, showing that Indonesian navy (ALRI) as component of Indonesian armed force have been able to give an important role in developing national success over Irian Barat liberation.


(7)

DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... .7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.5 Struktur Organisasi ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS ... 10

2.1 Kajian Pustaka ... 11

2.1.1 Negara dan Kedaulatan ... 11

2.1.2 Elemen Kekuatan Negara ... 16

2.2 Landasan Teoretis ... 20

2.2.1 Teori Konflik ... 21

2.2.2 Teori Perang dan Diplomasi Negara ... 26

2.2.2.1 Teori Perang ... 26

2.2.2.2 Teori Diplomasi Negara ... 29

2.2.3 Teori Trinitas Angkatan Laut ... 31

BAB III METODE PENELITIAN... 34

3.1 Persiapan Penelitian ... 36

3.1.1 Pemilihan Topik Penelitian ... 36

3.1.2 Penyusunan Rancangan Penelitian... 37


(8)

3.1.4 Mempersiapkan Perlengkapan Penelitian ... 39

3.1.5 Proses Bimbingan ... 39

3.2 Pelaksanaan Penelitian ... 40

3.2.1 Pengumpulan Sumber (Heuristik) ... 40

3.2.2 Verifikasi (Kritik Sejarah) ... 44

3.2.3 Interpretasi (Penafsiran Sumber) ... 49

3.3 Penulisan (Laporan Hasil Penelitian ... 50

BAB IV PERJUANGAN ANGKATAN LAUT REPUBLIK INDONESIA (ALRI) DALAM PEMBEBASAN IRIAN BARAT ... 53

4.1 Latar Belakang Permasalahan Irian Barat ...53

4.1.1 Kondisi Fisik Irian Barat ... 53

4.1.2 Status Irian Barat Bagi Indonesia dan Belanda ... 56

4.1.3 Meruncingnya Masalah Irian Barat... 60

4.2 Usaha-Usaha Penyelesaian Masalah Irian Barat ... 63

4.2.1 Perundingan Bilateral ... 63

4.2.2 Upaya Penyelesaian dalam Forum Internasional ... 64

4.2.3 Konfrontasi Awal dan Persiapan Militer ... 66

4.3 ALRI dalam Pelaksanaan Operasi Militer ... 69

4.3.1 Kesatuan Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) ... 69

4.3.2 Artileri Kapal ALRI ... 71

4.3.3 Trikora dan Peristiwa Laut Aru ... 78

4.3.3.1 Tri Komando Rakyat (Trikora) ... 78

4.3.3.2 Peristiwa Laut Aru ... 81

4.3.4 Operasi Angkatan Laut dalam Komando Mandala ... 85

4.3.4.1 Konsep Operasi Mandala Komponen Angkatan Laut ... 86

4.3.4.2 Fase Show of Force ... 92

4.3.4.3 Fase Infiltrasi ... 93

4.3.4.4 Fase Eksploitasi (Operasi Jayawijaya) ... 97


(9)

4.4 Dampak Perjuangan ALRI Terhadap Penyelesaian Masalah Irian Barat ... 106

4.4.1 Persetujuan New York ... 106

4.4.3 Makna Operasi Laut dalam Konfrontasi Pembebasan Irian Barat ... 110

BAB IV KESIMPULAN ……... 114

DAFTAR PUSTAKA ... 118


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Menyerahnya Jepang terhadap Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945 telah menandai akhir Perang Dunia II. Dalam situasi demikian, tanggal 17 Agustus 1945 Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan. Berita tentang proklamasi kemerdekaan ini disebarkan ke seluruh Jawa dalam beberapa jam oleh para pemuda Indonesia melalui kantor-kantor berita dan telegraf Jepang (Reid, 1996: 15). Akan tetapi, pada kenyataannya proklamasi ini tidak lantas memberikan sepenuhnya kebebasan bagi Indonesia. Pihak sekutu yang menang pada Perang Dunia II bertugas melucuti tentara Jepang dan mengganti pendudukannya di Indonesia dengan membentuk sebuah komando khusus yaitu Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI).

Sekutu hendak mengembalikan wilayah-wilayah yang diduduki Jepang pada pemilik koloninya masing-masing ketika Jepang berhasil diusir dari daerah pendudukannya. Tentu saja hal itu menjadi sebuah ancaman serius bagi bangsa Indonesia yang baru melepaskan diri atas penjajahan Jepang. Ancaman semakin nyata ketika pada tanggal 29 September 1945, tentara Sekutu mulai tiba di Jakarta dengan memboncengi NICA (Netherland Indies Civil Administration) yang hendak menegakkan kembali kekuasaan kolonial Hindia-Belanda dengan mempersenjatai kembali KNIL (Koninklijk Netherlands-Indisch Leger). “Orang-orang NICA dan KNIL di Jakarta, Surabaya, dan Bandung mulai memancing kerusuhan dengan mengadakan provokasi” (Sudharmono, 1981: 45).

Pengakuan kedaulatan Indonesia menjadi sebuah topik penting yang mencuat pasca datangnya kembali Belanda ke Indonesia. Pertentangan terus muncul dan menciptakan berbagai kerusuhan serta peperangan dalam masa revolusi tahun 1945-1949. Selain melalui militer, permasalahan tersebut juga telah coba diselesaikan melalui berbagai perundingan yang salah satunya adalah Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda. Sebagai hasil persetujuan dari


(11)

perundingan KMB, pada tanggal 27 Desember 1949 barulah resmi tercapai suatu kesepakatan antara Belanda dan Indonesia yang ditandai dengan diadakannya upacara penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan baik di Indonesia maupun di Belanda (Notosusanto, 1998: 39-44).

Diakuinya kedaulatan Indonesia dengan melalui persetujuan Konferensi Meja Bundar nyatanya tidak begitu saja menyelesaikan sengketa antara Indonesia dan Belanda. Karena dalam perkembangan selanjutnya, pertentangan kedua negara terjadi pada masalah pengakuan status wilayah Irian Barat. Meninjau dari masa sebelumnya, sesungguhnya perdebatan tentang Irian Barat telah muncul jauh sebelum pengakuan kedaulatan, yaitu ketika diadakannya Konferensi Denpasar pada bulan Desember 1946. Konferensi Denpasar membicarakan tentang pembentukan Negara Indonesia Timur, dimana dalam konferensi tersebut Van Mook, pengusung politik federal ingin memisahkan wilayah Irian Barat dari wilayah Indonesia Timur. Masalah ini ternyata terus hadir hingga berlangsungnya Konferensi Meja Bundar. Sebagaimana yang diungkapkan Ridhani (2009: 10), bahwa dalam KMB semua penyelesaian diatasi dengan penyerahan kedaulatan sepenuhnya kepada Indonesia, kecuali Irian Barat. Menambahkan dari keterangan Jenderal A.H. Nasution (1989: 77) bahwa lahirnya permasalahan Irian Barat ini sebenarnya didasari oleh cita-cita Belanda, dimana ketika mereka harus menyerahkan kemerdekaan kepada Indonesia, Belanda ingin memiliki satu propinsi yang dikuasai oleh turunan Belanda. Sehingga pasca pengakuan kedaulatan tanggal 27 Desember 1945, Indonesia masih memiliki “pekerjaan rumah” yang besar yaitu dapat mempersatukan sepenuhnya Irian Barat dalam kedaulatan Republik Indonesia.

Setelah melalui perdebatan panjang dalam KMB, akhirnya permasalahan Irian Barat diputuskan untuk diselesaikan setahun kemudian. Dari keputusan tersebut masih terdapat sebuah perbedaan yang besar, dimana bangsa Indonesia beranggapan bahwa Irian Barat sudah menjadi bagian dari wilayah Indonesia dan pihak Belanda hanya mempunyai kekuasaan sementara selama satu tahun atas wilayah tersebut. Namun Belanda bersikukuh bahwa pengakuan kedaulatan atas wilayah Indonesia kepada RIS, tidak termasuk Irian Barat (Ridhani: 2009: 11).


(12)

Berpegang teguh pada isi perjanjian KMB, bahwa masalah Irian Barat akan diselesaikan dalam waktu satu tahun sesudah tanggal penyerahan kedaulatan kepada Indonesia, permasalahan justru semakin berlarut-larut. Hingga tahun 1957 Pemerintah Indonesia telah mengupayakan penyelesaian sengketa Irian Barat secara damai, baik melalui perundingan bilateral ataupun melalui forum internasional seperti PBB. Upaya tersebut tidak membuahkan hasil karena kedua belah pihak bersikeras atas pendiriannya. Akibat terjadinya kegagalan-kegagalan tersebut, muncul semangat anti Belanda yang semakin lama semakin meningkat dari rakyat Indonesia. Maka ketika masalah Irian Barat terakhir kalinya diajukan dalam sidang PBB tahun 1957 dan kembali gagal, terjadilah berbagai demonstrasi anti Belanda dan tindakan-tindakan lain yang menjadi bakal konfrontasi di berbagai bidang termasuk ekonomi, politik dan bahkan militer.

Pada tanggal 17 Agustus 1960 perjuangan pembebasan Irian Barat dipertegas kembali dengan secara sepihak Pemerintah Indonesia memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Belanda. Keputusan ini sebagai dampak ketegangan yang semakin meningkat pasca pengiriman kapal induk Karel Doorman oleh Pemerintah Belanda guna memperkuat militernya di Irian Barat. Hal tersebut tentu saja mengindikasikan bahwa jalan damai semakin menipis. Berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya, cara-cara diplomasi merupakan salah satu cara yang terbaik, tetapi sifatnya tidak memberikan kepastian ke arah penyelesaian secara tuntas. Sedangkan cara konfrontasi, pada saat itu dianggap menjadi solusi tepat meskipun memakan korban jiwa dan harta benda tetapi lebih memberikan jaminan dan kepastian memperoleh hasil daripada diplomasi semata (Ridhani, 2009: 28). Atas pertimbangan ini, maka tekad bangsa Indonesia untuk mempersatukan wilayah Irian Barat memasuki babak baru, yaitu konfrontasi.

Pemerintah Indonesia mulai berupaya memberikan tekanan kepada Belanda dengan kekuatan militer. Sejak tahun 1958 Presiden Soekarno memang telah mengemukakan “jalan lain” dalam menyelesaikan masalah Irian Barat sehingga timbul spekulasi dari Belanda yang menganggap bahwa hal itu hanya gertakan belaka. Wajar jika mengingat keadaan dalam negeri yang saat itu tidak stabil, serta ekonomi dan kemampuan militer Indonesia yang masih sangat terbatas (Pusjarah


(13)

dan Tradisi TNI, 2000:111). Tetapi Pemerintah Indonesia ternyata tidak main-main, untuk memperkuat kemampuan militernya, Presiden memberikan instruksi untuk mengadakan pembelian senjata. Blok barat yang menolak memberikan bantuan senjata berat mengharuskan Indonesia untuk mendekati Uni Soviet. Misi ini berhasil menandatangani kontrak pembelian senjata yang saat itu sering disebut sebagai belanja Alutsista (alat utama sistem senjata) terbesar sepanjang sejarah militer Indonesia terutama bagi Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Bagi Angkatan Laut, Indonesia kemudian memiliki senjata-senjata beserta kapal-kapal selam, kapal perusak, dan Kapal penjelajah (cruiser) RI Irian Barat (Mangoensadjito, 1980 :117).

Pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Soekarno mencetuskan Tri Komando Rakyat (Trikora) yang secara resmi membuka konfrontasi total terhadap Belanda dalam rangka perjuangan pembebasan Irian Barat. Pembentukan Komando Mandala pada tanggal 2 Januari tahun 1962 berdasarkan SK no.1 tahun 1962 telah menunjuk AD, AL, dan AU untuk membentuk sebuah unsur yang bersifat gabungan (Jusuf, 1971: 170). Peristiwa pembebasan Irian Barat ini memang dapat dikategorikan sebagai fase penting dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden Soekarno (1963 : 8) dalam amanatnya pada munas maritim ke-1:

“Ingat Perdjoangan kita memasukkan Irian kedalam kekuasaan Republik? Itupun satu blessing in disguise. Akibat dari perdjoangan itu, sekarang kita punja Angkatan Perang kuat, Angkatan Darat kita kuat, Angkatan Laut kita kuat, Angkatan Udara kita kuat, Angkatan Kepolisian kita kuat, sekarang Rakjat Indonesia laksana tergembleng mendjadi satu bangsa yang kuat.”

Dalam amanat tersebut secara tidak langsung Presiden Soekarno menegaskan bahwa tanpa adanya operasi pembebasan Irian Barat belum tentu Indonesia saat itu dapat memiliki angkatan perang yang kuat. Secara logika, jika kekuatan perang berkembang baik dalam sebuah operasi, maka menandakan bahwa angkatan perang itu telah melakukan banyak peranan di dalamnya. Belanda yang saat itu notabene lebih dulu maju dalam hal angkatan perang dengan perlengkapan yang telah mumpuni, tentu tidak akan dapat dihadapi oleh Indonesia tanpa ada upaya kuat dari


(14)

angkatan perangnya. Oleh sebab itu, tidak dapat dipungkiri bahwa peranan setiap unsur angkatan perang baik itu AL, AU, maupun AD sangatlah besar, tanpa adanya kerjasama yang baik tentu upaya konfrontasi ini tidak akan dapat terlaksana. Mengutip dari hal tersebut, setiap unsur selain bersatu menjadi sebuah angkatan perang pasti memiliki tugas dan peranan masing-masing yang tidak kalah penting dan saling mempengaruhi dalam mengembangkan situasi militer. Dengan mengingat banyak dilaksanakannya perang laut dan amfibi selama rangkaian operasi pembebabasan Irian Barat, dijelaskan pula oleh Sudono Jusuf (1971: 174) “khusus bagi Angkatan Laut dengan terbentuknya Komando Mandala yang akan melaksanakan operasi gabungan dan merupakan suatu naval campaign”, maka ditunjukkan bahwa peranan Angkatan Laut cukup sentral dalam pelaksanaannya.

Setiap elemen yang terkait pasti memiliki kontribusi tertentu dalam sebuah peristiwa, begitupun dalam operasi pembebasan Irian Barat dimana Angkatan Laut merupakan salah satu komponennya. Fakta tersebut menunjukkan sebuah pokok bahasan menarik yang memberikan kecenderungan bagi peneliti untuk dapat melihat proses militer secara utuh, khususnya yang dilakukan oleh Angkatan Laut selama operasi pembebasan Irian Barat berlangsung tanpa memisahkan harmoni antara aspek politik maupun unsur militer lainnya. Jika ditelusuri lebih jauh secara teori maupun kebijakan, permasalahan ini akan merujuk pada sebuah acuan tentang beberapa kewenangan yang menjadi tugas Angkatan Laut. Kewenangan ini dijelaskan oleh Ken Booth dalam Suhartono (2010:3) bahwa secara universal Angkatan Laut memiliki tiga peran yaitu peran militer, peran diplomasi, dan peran konstabulari (polisionil) yang dikenal dengan Trinitas Angkatan Laut. Ketiga peran inilah yang nantinya akan saling berhubungan, dalam arti bahwa dalam menjalankan salah satu perannya, Angkatan Laut juga melaksanakan peran lainnya. Hal ini pula yang ingin ditekankan oleh peneliti bahwa dinamika politik yang mempengaruhi ataupun dipengaruhi oleh militer khususnya Angkatan Laut Repunblik Indonesia (ALRI) selama operasi pembebasan Irian Barat, akan menjadi warna tersendiri yang akan melengkapi gambaran rekonstruksi perjuangan pembebasan Irian Barat tahun 1961-1963.


(15)

Beberapa pernyataan di atas telah menimbulkan pertanyaan-pertanyaan baru bagi peneliti untuk membuktikannya dengan memahami sejauh mana peranan ALRI dalam operasi militer yang terjadi. Kemudian apa yang membuat pemerintah menjadikan operasi pembebasan Irian Barat ini sebagai “naval campaign”, serta beberapa hal lain yang berkaitan dengan bagaimana perkembangan alutsista ALRI pada saat itu, strategi umum operasi, serta dampak dari peranan ALRI yang akan menjadi bagian-bagian menarik bagi peneliti untuk dibahas lebih jauh.

Oleh sebab itu, peneliti bermaksud untuk menganalisis serta mengkaji permasalahan tersebut ke dalam sebuah skripsi yang berjudul “Peranan Angkatan Laut Republik Indonesia Dalam Operasi Pembebasan Irian Barat Tahun 1961-1963”. Adapun alasan penulis mengangkat permasalahan ini ke dalam sebuah karya tulis ilmiah, yaitu pertama, mengkaji peranan ALRI selama operasi pembebasan Irian Barat dalam rangka mempertahankan kedaulatan merupakan pembahasan sejarah nasional yang cukup menarik, karena sebuah satuan militer memiliki dinamika dan strategi tersendiri dalam menghadapi suatu permasalahan maupun pertikaian, hal ini tentu berbeda dengan penyelesaian masalah yang dilakukan melalui proses politik maupun sosial. Kedua, masih kurangnya penulisan tentang masalah Irian Barat yang concern terhadap peranan ALRI. Ketiga, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum mengetahui tentang bagaimana konfrontasi Irian Barat ini terjadi dan bagaimana peranan Angkatan Laut Republik Indonesia di dalamnya.

Kurun waktu yang peneliti angkat adalah 1961-1963, sebagaimana yang dikemukakan oleh Juwono Sudarsono dalam pengantar buku Ridhani (2009: xi) bahwa “kurun waktu 1961-1963 adalah masa penting dalam sejarah diplomasi dan militer Republik Indonesia. Kurun waktu itu sudah waktunya diungkap secara luas kepada generasi muda sekarang”. Terhitung mulai dari tahun 1961 berdasar ketika pada 12 April 1961 Menteri Keamanan Nasional Jenderal A.H. Nasution menerima perintah dari Presiden/Panglima Tertinggi untuk menyusun rencana operasi gabungan membebaskan Irian Barat (Ridhani, 2009:71). Sedangkan tahun 1963 dijadikan akhir kajian karena resmi mulai dari 1 Mei 1963 wilayah Irian Barat telah secara de-facto maupun de-jure masuk ke dalam wilayah kekuasan RI setelah


(16)

melewati masa peralihan antara Badan Pemerintahan Sementara PBB dengan Pemerintahan Indonesia (Cholil, 1979: 90).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan beberapa hal di atas, permasalahan pokok yang dibahas dalam penelitian ini adalah “Bagaimana peranan Angkatan Laut Republik Indonesia dalam memperjuangkan pembebasan Irian Barat tahun 1961-1963?”. Untuk membatasi kajian penelitian, maka diajukan beberapa pertanyaan yang sekaligus menjadi rumusan masalah dari apa yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana latar belakang munculnya permasalahan Irian Barat antara Indonesia dan Belanda?

2. Bagaimana sikap Pemerintah Indonesia dalam mengahadapi permasalahan Irian Barat?

3. Bagaimana proses yang dilakukan oleh Angkatan Laut Republik Indonesia dalam melaksanakan operasi pembebasan Irian Barat?

4. Bagaimana dampak perjuangan Angkatan Laut Republik Indonesia terhadap penyelesaian masalah Irian Barat?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan kondisi Irian Barat pasca pengakuan kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945 meliputi garis besar perkembangan sengketa wilayah antara Indonesia dan Belanda.

2. Menjelaskan sikap pemerintah Indonesia dalam menghadapi permasalahan Irian Barat hingga munculnya kebijakan konfrontasi militer yang menggabungkan unsur-unsur angkatan bersenjata, termasuk Angkatan Laut Republik Indonesia.


(17)

3. Menguraikan proses pelaksanaan operasi pembebasan Irian Barat yang dilakukan Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) sejak dikeluarkannya perintah konfrontasi militer oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1961 hingga tahun1963 ketika operasi militer selesai.

4. Menganalisis dampak perjuangan ALRI terhadap penyelesaian masalah Irian Barat selama tahun 1961-1963, meliputi kontribusi serta pengaruhnya dalam membantu operasi militer maupun kebijakan politik.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:

1. Memperoleh wawasan dan meningkatkan pemahaman tentang peranan ALRI dalam operasi pembebasan Irian Barat tahun 1961-1963, meliputi fungsi dan perkembangan ALRI, permasalahan Irian Barat, serta peranan ALRI dalam menerapkan kemampuannya selama mengatasi permasalahan Irian Barat. 2. Menambah khasanah penulisan sejarah TNI-AL dan Irian Barat.

3. Mengembangkan materi sejarah Indonesia seputar pembebasan Irian Barat khususnya untuk kelas IX semester 2 dalam Standar Kompetensi 6 dan Kompetensi Dasar 6.1 yaitu mendeskripsikan perjuangan bangsa Indonesia merebut Irian Barat. Kemudian pada kelas XII IPS semester 1 dalam Standar Kompetesi 1 yakni Menganalisis perjuangan bangsa Indonesia sejak proklamasi hingga lahirnya Orde Baru.

4. Mengambil nilai-nilai patriotik, cinta tanah air, dan tanggung jawab yang bertujuan meningkatkan semangat nasionalisme, serta sikap positif terutama bagi generasi muda sebagai bentuk penghargaan terhadap perjuangan para pahlawan.

5. Menambah informasi sekaligus inspirasi bagi pihak lain untuk tertarik mengkaji lebih jauh mengenai peranan ALRI dalam kaitannya dengan sejarah pembebasan Irian Barat maupun sejarah militer Indonesia.


(18)

1.5 Struktur Organisasi Penulisan

Penulisan ini tersusun berdasarkan struktur sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan,bab I ini akan mengemukakan secara rinci mengenai latar belakang masalah yang menjadi alasan peneliti sehingga tertarik melakukan penelitian sebagai bahan penulisan skripsi. Kemudian identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian secara garis besar, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab II Kajian Pustaka,pada bab ini akan diuraikan berbagai studi literatur ataupun penelitian terdahulu beserta teori yang ada hubungannya dengan permasalahan yang diteliti. Disini penulis mencoba membandingkan, mengontraskan, dan memposisikan kedudukan masing-masing sumber sebagai acuan yang dikaitkan dengan permasalahan yang dikaji. Berdasarkan hal tersebut, kemudian penulis akan menjelaskan posisi dan pendapatnya mengenai permasalahan yang dibahas, dengan mengacu pada buku yang dikaji.

Bab III Metode Penelitian,bab ini bertujuan untuk memaparkan mengenai metode penelitian yang digunakan. Bab ini bisa dikatakan sebagai penjabaran secara rinci dari metode penelitian yang telah dicantumkan pada Bab I. Karena penelitian ini bersifat kualitatif, maka analisis data disampaikan berdasarkan tahap-tahap analisis yang dilakukan untuk data dari setiap teknik pengumpulan data, sesuai dengan tema-tema utama penelitian.

Bab IV Hasil penelitian dan pembahasan. Bab ini memuat dua hal, yakni pengolahan atau analisis data untuk menghasilkan temuan dan pembahasan atau analisis temuan. Dalam Bab IV juga akan dibahas secara lebih luas dan mendalam mengenai perjuangan ALRI dalam operasi pembebasan Irian Barat tahun 1961-1963. Pembahasan dalam bab ini akan disusun berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan pada bab awal penelitian.

Bab V Kesimpulan, di dalam bab ini akan kemukakan kesimpulan sebagai jawaban terhadap masalah secara keseluruhan, setelah pengkajian pada bab sebelumnya. Di dalamnya akan disajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuannya dalam bentuk kesimpulan yang disertai dengan pemberian saran.


(19)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini akan membahas secara rinci mengenai metode penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan sumber berupa data dan fakta yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji dalam skripsi “Peranan Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) dalam Operasi Pembebasan Irian Barat Tahun 1961-1963”.

Dalam proses penyusunan yang dilakukan, peneliti menggunakan metode historis, yaitu suatu proses mengkaji, menjelaskan, dan menganalisis secara kritis terhadap rekaman serta peninggalan masa lampau (Gottschalk, 2006: 39). Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sjamsuddin (2007: 14) bahwa dalam kaitannya dengan ilmu sejarah, dengan sendirinya metode ialah “bagaimana mengetahui sejarah”. Jadi untuk mendapatkan informasi sejarah yang benar, maka peneliti juga perlu memilih metode yang tepat.

Metode historis merupakan metode yang sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini karena data yang dibutuhkan menyangkut dengan kejadian masa lampau. Atas pertimbangan itulah peneliti memandang bahwa data-data tersebut perlu dianalisis kembali sehingga tingkat kebenarannya dapat lebih kuat dan kondisi yang ada pada masa lampau dapat digambarkan dengan lebih baik. Penelitian historis bermaksud membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif dengan cara mengumpulkan, mengkritik, serta mensintesiskan bukti-bukti yang ada untuk mendukung fakta yang diperoleh dengan kesimpulan yang kuat. Untuk mempertajam analisis, penulis juga menggunakan pendekatan ilmu sosial dan politik karena peristiwa pembebasan Irian Barat ini selain berkaitan dengan militer, juga sangat kental dengan permasalahan sosial dan politik.

Berdasarkan uraian tersebut, penyusunan skripsi dijabarkan dalam beberapa langkah kerja penelitian. Berdasarkan penjelasan dalam Ismaun (2005 : 48-50) langkah-langkah yang digunakan tersebut adalah sebagai berikut :


(20)

a. Heuristik, yaitu proses pencarian dan pengumpulan sumber sejarah yang relevan setelah eksplorasi literatur.Dalam penelitian ini berarti pengumpulan sumber-sumber yang berhubungan dengan peranan Angkatan Laut Republik Indonesia dalam upaya pembebasan Irian Barat selama tahun 1961-1963. Pada tahap ini, peneliti akan melakukan pencarian sumber-sumber sejarah baik yang berupa buku, dokumen, maupun artikel.

b. Kritik dapat dikategorikan sebagai proses memilih dan menyaring. Jadi kritik sumber ialah proses menganalisa sumber yang telah diperoleh, apakah sumber tersebut sesuai dengan masalah penelitian atau tidak. Pada langkah ini, peneliti melakukan seleksi sumber baik dengan kritik eksternal maupun internal sehingga memperoleh fakta sejarah berkaitan dengan tema penelitian yang dikaji.

c. Interpretasi merupakan proses penafsiran dan penyusunan fakta sejarah yang diperoleh selama penelitian berlangsung dengan cara menghubungkan satu fakta dengan fakta yang lainnya sehingga didapatkan gambaran yang jelas tentang permasalahan yang dihadapi. d. Historiografi merupakan proses penyusunan dan penulisan fakta sejarah

yang telah diperoleh melalui berbagai macam proses baik interpretasi dan eksplanasi yang telah dilakukan berdasarkan hasil penelitian dan penemuannya yang kemudian disusun menjadi satu-kesatuan sejarah yang utuh sehingga terbentuklah suatu skripsi.

Menurut Sjamsuddin (2007:155-156), interpretasi atau penafsiran dikategorikan sebagai fase dari langkah historiografi, dimana pada tahap historiografi tersebut meliputi interpretasi, eksplanasi, serta presentasi. Sedangkan menurut Kuntowijoyo (2003: 62), dalam melaksanakan penelitian sejarah terdapat 5 (lima) tahap yang harus dilakukan, yaitu:

1. Pemilihan Topik 2. Pengumpulan Sumber

3. Verifikasi (kritik sejarah dan keabsahan sejarah) 4. Interpretasi


(21)

5. Penulisan

Meskipun terdapat beberapa versi dari segi sistematika penjelasan yang disampaikan oleh para ahli, pada dasarnya peneliti memandang bahwa ketiganya mengacu pada suatu rangkaian proses yang sama. Maka, dalam upaya merekonstruksi peristiwa sejarah yang menjadi objek kajian, penyusunan skripsi ini dijabarakan menjadi lima langkah kerja penelitian sejarah yaitu pemilihan topik, heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Kelima langkah tersebut kemudian dibagi ke dalam tiga tahapan, yaitu persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian, dan laporan penilitian. Berikut uraian lengkap dari ketiga tahapan tersebut.

3.1 Persiapan Penelitian

Tahap persiapan penelitian ini merupakan langkah awal yang harus ditempuh sekaligus menentukan keberhasilan peneliti pada tahap selanjutnya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahp ini ialah penentuan tema penelitian, menyusun rancangan penelitian, mengurus perizinan, menyiapkan perlengkapan penelitian dan proses bimbingan.

3.1.1 Pemilihan Topik Penelitian

Persiapan awal yang dilakukan oleh penulis sebelum melakukan penelitian adalah menentukan tema atau memilih topik penelitian. Menurut Kuntowijoyo (2003: 91) “pemilihan topik sebaiknya dipilih berdasarkan kedekatan emosional dan kedekatan intelektual”. Hal ini mengungkapkan bahwa suatu topik dipilih berdasarkan dua aspek, yakni karena adanya kegemaran dan keterkaitan peneliti dengan disiplin ilmu. Pada tahap awal dalam menentukan tema penelitian, peneliti melakukan beberapa kegiatan seperti membaca literatur dan melakukan survei ke beberapa tempat yang dianggap akan membantu memberikan informasi selama proses penelitian atau observasi. Tujuan melakukan langkah tersebut sebagi upaya untuk mencari dan mengumpulkan sumber-sumber data yang berhubungan dengan kajian penelitian.

Setelah melakukan kegiatan di atas, maka peneliti memutuskan untuk memilih topik penelitian mengenai Sejarah Militer Indonesia. Ketertarikan untuk


(22)

mengkaji tentang sejarah militer Indonesia berawal dari rasa ingin tahu peneliti terhadap kontribusi militer selama berlangsungnya konfrontasi militer dalam proses pembebasan Irian Barat selama kurun waktu 1961-1963. Ide ini timbul setelah peneliti mengikuti perkuliahan pada mata kuliah Sejarah Indonesia pada Masa Demokrasi Liberal dan Terpimpin di Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia.

Selama mengikuti perkuliahan tersebut, pernah dibahas sebuah tema yang menjadi bahasan kelompok peneliti dalam presentasi yaitu mengenai permasalahan Irian Barat pasca pengakuan kedaulatan RI dalam Konferensi Meja Bundar tahun 1949, dan diberlakukannya kebijakan konfrontasi militer sejak tahun 1961 hingga 1963 oleh angkatan perang Indonesia, termasuk Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI).

Setelah mengunjungi Perpustakaan Dinas Sejarah TNI AD dan beberapa perpustakaan kampus seperti UPI, UI, dan Unpad, peneliti menemukan beberapa referensi tentang Angkatan Laut Republik Indonesia dan masalah Irian Barat. Hasil temuan tersebut kemudian diajukan kepada TPPS (Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi) Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI. Setelah disetujui untuk mengikuti seminar skripsi, peneliti mulai menyusun suatu rancangan penelitian yang dituangkan ke dalam bentuk proposal skripsi.

3.1.2 Penyusunan Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian merupakan salah bagian dari tahap awal persiapan sebelum melakukan penelitian dan penyusunan laporan penelitian. Rancangan ini sangat penting karena merupakan kerangka dasar yang dijadikan acuan dalam melakukan penelitian. Pada tahap ini terlebih dahulu peneliti melakukan pencarian bahan pustaka sebagai sumber data awal karena sumber tertulis merupakan sesuatu yang umum digunakan sebagai bahan kajian sejarah, seperti buku, dokumen, artikel, surat kabar, dan majalah. Setelah itu, peneliti menyusun sebuah rancangan atau usulan penelitian ke dalam sebuah bentuk proposal skripsi.

Rancangan ini berupa proposal skripsi yang diajukan kepada TPPS dengan melalui proses seminar untuk dipresentasikan di hadapan dosen, terutama dosen


(23)

calon pembimbing skripsi. Adapun secara umum, proposal tersebut memuat hal-hal berikut:

a. Judul penelitian

b. Latar Belakang Masalah Penelitian c. Rumusan Masalah

d. Tujuan Penelitian e. Manfaat Penelitian f. Tinjuan Pustaka

g. Metode dan Teknik Penelitian h. Sistematika Penulisan

i. Daftar Pustaka

Proposal tersebut disetujui dan dipertimbangkan dalam seminar pra-rancangan penelitian/penulisan skripsi/karya ilmiah melalui surat keputusan yang dikeluarkan TPPS dengan No. 02/TPPS/JPS/SEM/2013, serta penunjukan calon pembimbing I dan calon pembimbing II. Seminar pra-rancangan penelitian/penulisan skripsi dilaksanakan tanggal 28 Januari 2013. Proposal tersebut kemudian disetujui dengan judul “Peranan Angkatan Laut Republik Indonesia Dalam Operasi Pembebasan Irian Barat Tahun 1961-1963”. Pengesahan penelitian dikeluarkan melalui surat keputusan dari Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi (TPPS) Jurusan Pendidikan Sejarah No. 002/TPPS/JPS/2013 yang ditandatangani oleh Ketua TPPS dan Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI, seiring dengan penunjukan pembimbing skripsi pada bulan Pebruari 2013 yaitu Bapak Wawan Darmawan, M.Hum sebagai Pembimbing I dan Bapak Moch. Eryk Kamsori, S.Pd. sebagai Pembimbing II.

3.1.3 Mengurus Perizinan

Peneliti mulai memilih lembaga/instansi yang dapat memberikan sumber-sumber yang dibutuhkan dalam kajian penelitian. Mengurus perizinan dilakukan untuk memperlancar proses penelitian dan melakukan observasi. Perizinan yang


(24)

dimaksud berbentuk surat keterangan dan surat pengantar kepada instansi-instansi terkait yang diantaranya adalah:

1. Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI)

2. Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (Mabes TNI)

3. Dinas Penerangan Tentara Nasional Republik Indonesia Angkatan Laut (Dispen TNI AL)

4. Korps Marinir TNI AL

3.1.4 Mempersiapkan Perlengkapan Penelitian

Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik, sebelum melaksanakan penelitian langsung ke lapangan peneliti perlu terlebih dahulu merencanakan sekaligus mempersiapkan perlengkapan penelitian yang dibutuhkan. Perlengkapan penelitian tersebut antara lain:

1. Surat pengantar penelitian dari Jurusan Pendidikan Sejarah 2. Surat izin penelitian dari dekan FPIPS

3. Surat pengantar izin penelitian dari Universitas Pendidikan Indonesia 4. Kamera foto

5. Alat Tulis

3.1.5 Proses Bimbingan

Proses bimbingan merupakan kegiatan yang harus rutin dilakukan oleh peneliti selama proses penyusunan skripsi. Bimbingan sangat diperlukan sebagai langkah tepat dalam proses penelitian dan penyusunan laporan dengan melakukan diskusi mengenai berbagai permasalahan yang dihadapi. Proses bimbingan dilakukan dengan pembimbing I dan pembimbing II dengan waktu dan teknik bimbingan yang disepakati bersama dan dilakukan secara berkelanjutan. Masing-masing bab dikonsultasikan secara berkala dengan mengalami beberapa revisi pada bagian-bagian yang dianggap belum memenuhi ketentuan. Oleh sebab itu, proses bimbingan ini sangat penting bagi peneliti sehingga hasil yang diharapkan baik dan sesuai dengan ketentuan.


(25)

3.2 Pelaksanaan Penelitian

Setelah tahap persiapan penelitian dilaksanakan, maka tahapan selanjutnya adalah pelaksanaan penelitian. Dalam tahapan ini terdapat beberapa kegiatan yaitu heuristik, kritik, dan interpretasi. Kegiatan-kegiatan ini memiliki peranan utama yang menentukan baik dan buruknya hasil penelitian yang akan dijadikan bahan penulisan skripsi. Oleh karena itu, tahap ini perlu dilakukan dengan baik sehingga hasilnya dapat sesuai dengan tujuan penyusunan skripsi itu sendiri. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada pelaksanaan penelitian tersebut akan diuraikan pada penjelasan di bawah ini.

3.2.1 Pengumpulan Sumber (Heuristik)

Heuristik merupakan proses dimana peneliti melakukan penelusuran, pencarian, dan pengumpulan sumber-sumber sejarah yang relevan dengan permasalahan penelitian serta dapat membantu memecahkan persoalan yang dikaji. Jenis-jenis sumber yang digunakan antara lain berupa buku, dokumen, artikel, jurnal, dan beberapa skripsi yang berkaitan dengan tema konflik Irian Barat atau pula yang berhubungan dengan Angkatan Laut Republik Indonesia seperti mengenai fungsi-fungsi ALRI secara umum dan kegiatannya pada masa operasi pembebasan Irian Barat. Hal ini dilakukan karena dalam melaksanakan proses pengumpulan sumber, peneliti menggunakan teknik studi literatur untuk mengumpulan data.

Dalam tahap heuristik, peneliti mengunjungi beberapa perpustakaan seperti perpustakaan UPI, Perpustakaan Dinas Sejarah TNI AD, Perpustakaan UI, Perpustakaan Unpad, Dinas Penerangan Korps Marinir TNI AL, Museum Korps Marinir TNI AL, Museum Mandala dan juga beberapa toko buku dan situs internet yang dianggap relavan dan terpercaya. Dari tempat-tempat tersebut, penulis memperoleh data yang berkaitan dengan kajian penelitian. Lebih jelasnya, buku-buku yang diperoleh dari beberapa perpustakaan tersebut akan dijabarkan sebagai berikut.


(26)

1. Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Di perpustakaan ini peneliti mendapatkan sumber-sumber yang berkaitan dengan teori konflik dan konsep elemen kekuatan negara. Buku-buku tersebut sangat membantu penulis dalam memahami dan menganalisis fenomena yang terjadi selama berlangsungnya operasi pembebasan Irian Barat serta peranan ALRI sebagai bagian dari elemen kekuatan negara. Selain itu terdapat buku Sejarah Kesehatan TNI Angkatan Laut karangan S. Mangoensadjito, serta buku karya P.B.R. De Geus yang berjudul Masalah Irian Barat Aspek Kebijakan Luar Negeri dan Kekuatan Militer.

2. Perpustakaan Universitas Padjajaran di daerah Dipati Ukur, Bandung. Dari perpustakaan ini peneliti memperoleh buku berjudul Meluruskan Sejarah Perjuangan Irian Barat karangan Subandrio.

3. Perpustakaan Dinas Sejarah TNI AD. Dari perpustakaan ini peneliti memperoleh cukup banyak referensi yang berkaitan dengan Angkatan Laut RI, diantaranya Sejarah Operasi-Operasi Pembebasan Irian Barat karya M.Cholil, Sejarah TNI Jilid III (1960-1965) yang diterbitkan Pusat Sejarah dan Tradisi TNI, serta Mayor Jenderal Soeharto Panglima Komando Mandala Pembebasan Irian Barat karangan A. Ridhani. Diperoleh pula buku-buku terbitan Dinas Sejarah AL seperti Nama-nama Kapal Perang TNI-AL, Serie Kapal Perang II, dan Sejarah Nasional Indonesia (Awal-Sekarang). Buku-buku tersebut banyak menerangkan secara detail operasi-operasi khusus yang dilaksanakan angkatan laut selama operasi pembebasan Irian Barat terutama yang berada di bawah komando Mandala, sehingga sangat membantu peneliti terlebih dalam memahami peranan dan pelaksanaan operasi militer yang dilakukan selama konfrontasi pembebasan Irian Barat. Buku-buku tersebut cukup.

4. Perpustakaan Universitas Indonesia. Disini terdapat beberapa koleksi jurnal yang berkaitan dengan kajian peneliti, diantaranya tulisan T.E. Purdjianto yang berjudul Peran TNI Angkatan Laut dalam Penegakan Kedaulatan Negara dan Keamanan Laut, serta A.Winarso yang bejudul Peran Strategis Diplomasi Angkatan Laut Dalam Rangka Mendukung Politik Luar Negeri RI. Kemudian


(27)

peneliti memperoleh dokumen umum tentang catatan Amanat Presiden Sukarno Pada Munas Maritim ke-1. Selain itu, terdapat beberapa referensi pendukung mengenai hukum tata negara dan beberapa buku lain yang mendukung analisis teori yang digunakan dalam penelitian, sebagaimana yang telah dipaparkan pada bab II.

5. Dinas Penerangan Korps Marinir TNI AL. Di tempat ini meskipun perlu berupaya lebih untuk dapat mengikuti ketentuan birokrasi kemiliteran, namun hal tersebut dapat teratasi dan peneliti berhasil mendapatkan beberapa referensi tentang sejarah penting seputar Korps Marinir TNI-AL yang dahulu bernama Korps Komando Mandala TNI-AL (KKO-AL). Terdapat buku yang berjudul Korps Komando Mandala AL: Dari tahun ke Tahun yang diterbitkan oleh Bagian Sejarah KKO-AL.

6. Dinas Penerangan TNI AL. Dalam kunjungan ke Dinas Penerangan TNI AL, peneliti memperoleh buku yang berjudul Sedjarah Perkembangan Angkatan Laut dari Sudono Jusuf. Buku tersebut menggambarkan tentang sejarah yang dialami TNI-AL dari masa pendudukan Hindia-Belanda, Jepang, hingga pasca kemerdekaan hingga tahun 1960-an. Dari buku tersebut dapat dilihat perkembangan TNI-AL dari awal terbentuknya hingga tahun 1960-an saatterjadi peristiwa Trikora. Selain itu, diperoleh pula buku yang berjudul Ikhtisar Sejarah Nasional Indonesia (Awal-Sekarang) tulisan Kolonel Nugroho Notosusanto.

7. Museum Marinir TNI AL, di tempat ini peneliti mendapatkan beberapa dokumentasi berupa foto-foto yang berkaitan dengan KKO-AL.

8. Museum Mandala. Sama halnya seperti di museum Marinir TNI-AL, peneliti dapat melihat beberapa dokumentasi dan replika beserta keterangannya seputar kapal-kapal perang AL termasuk KRI Irian yang digunakan angkatan laut selama operasi pembebasan Irian Barat.

9. Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Sebagai lembaga resmi pemerintah dan pusat kearsipan nasional, ANRI memiliki arsip-arsip yang sangat menentukan dalam menyimpan memori sejarah, termasuk dokumen-dokumen yang berkaitan dengan peristiwa Pembebasan Irian Barat yang sangat


(28)

diperlukan oleh peneliti dalam mengkaji permasalahan. Beberapa arsip yang peneliti peroleh diantaranya:

1) Presiden RI : Keputusan penguasa Perang Tertinggi No.3 tahun 1961 tentang Front Nasional Pembebasan Irian Barat dan Badan-badan Kerjasama Front Nasional Pembebasan Irian Barat.

2) Presiden RI: Surat Keputusan No.1 Tahun 1962, yang berisi tentang pembentukan Komando Mandala Pembebasan Irian Barat yang bersifat gabungan dari unsur AD, AL, dan AU.

3) Presiden RI : Surat Keputusan tanggal 23 Juli 1963 tentang pengangkatan pejabat-pejabat Staf Komando Operasi Tinggi Pembebasan Irian Barat. 4) Wakil Ketua DPA : Surat keputusan No.01/Kpts/sd/1962 tanggal 5 April

1962 tentang pembebasan Irian Barat.

5) Tri Komando Rakyat dan catatan The people’s Comman, Given by The President/Supreme Commander of The Armed Forces of The Republic of Indonesia, Commander In Chief of The supreme Command for The Liberation of West Irian at a Mass Meeting in Jogjakarta pada tanggal 19 Desember 1961.

Terdapat juga beberapa Arsip Nasional berupa inventaris pribadi dari para tokoh penting pada masa lalu, diantaranya:

6) Marzuki Arifin 1945-1984. Departemen penerangan RI : catatan Frans Kaisipo mengenai kejadian-kejadian di sekitar Irian Barat tahun 1945-1962, disertai surat pengantar.

7) Dr.H.Roeslan Abdulgani 1950-1976. Staf KOTI Pembebasan Irian Barat Gabungan V Kepada Koordinator Irian Barat: Surat tanggal 17 Februari 1963 tentang penyelenggaraan pemerintahan di Irian Barat disertai lampiran-lampiran.

Selain itu, ada pula sumber buku-buku koleksi pribadi yang cukup relevan dengan kajian penelitian, diantaranya adalah Hantu Laut: KKO-Marinir Indonesia karya P.Matanasi dan Kurniawan, E.H., Pasang Surut Sejarah Papua dalam Pangkuan Ibu Pertiwi karya Usman Syafaruddin dan Isnawita Din, serta The King


(29)

Of Battle Artillery TNI Angkatan Laut karangan H.A.N. Seno. Beberapa sumber pendukung diantaranya Sejarah Nasional Indonesia VI karya Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Ikhtisar Sejarah R.I (1945-Sekarang) karangan Nugroho Notosusanto, serta buku bertajuk Politik Militer Indonesia 1945-1967 karya Ulf Sundhaussen.

Sjamsuddin (1996) mengungkapkan bahwa sejarawan harus langsung membuat catatan (note taking) untuk kemudahan dalam proses penulisan. Sumber tertulis yang telah terkumpul kemudian dibaca, dipahami, dan dikaji untuk melihat kesesuaiannya dengan permasalahan dalam penelitian. Peneliti melakukan pencatatan terhadap berbagai temuan sumber, baik daftar pustaka maupun tema-tema penting yang terdapat dalam sumber tertulis tersebut. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memudahkan dalam proses penulisan sejarah.

3.2.2 Verifikasi (Kritik Sejarah)

Setelah menyelesaikan langkah pertama yaitu heuristik, langkah kedua ialah kritik sumber. Dalam penelitian sejarah, proses kritik atau verifikasi erat kaitannya dengan tujuan sejarawan dalam mencari kebenaran peristiwa lampau. Kritik sumber dapat diartikan sebagai suatu proses menilai sumber dan menyelidiki kesesuaian, keterkaitan, dan keobjektivitasan dari sumber-sumber informasi yang telah berhasil dikumpulkan dengan masalah penelitian. Kritik sumber sejarah adalah penilaian secara kritis terhadap data dan fakta sejarah yang ada. Kritik dilakukan setelah sumber-sumber sejarah yang diperlukan telah diperoleh.

Pada tahap ini peneliti berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan kritik dengan tepat terhadap sumber-sumber yang diperoleh seperti buku, jurnal, artikel, dan arsip atau dokumen. Seluruh sumber sejarah yang digunakan sebagai sumber tulisan memberikan informasi berupa data yang diklasifikasikan sesuai dengan tujuan penelitian, hingga pada akhirnya diperoleh fakta yang kredibel mengenai peranan Angkatan Laut Republik Indonesia dalam operasi pembebasan Irian Barat tahun 1961-1963. Pelaksanaan kritik sumber ini dibagi menjadi dua proses, pertama adalah kritik eksternal dan kedua adalah kritik internal.


(30)

1. Kritik Eksternal

Kritik eksternal adalah cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek “luar‟ dari sumber sejarah (Sjamsuddin, 2007: 112). Menurut Sjamsuddin (2007: 134), kritik eksternal ini dimaksudkan sebagai kritik atas asal-usul dari sumber, suatu pemeriksaan atas catatan-catatan atau peninggalan itu sendiri untuk mendapatkan semua informasi yang mungkin, dan untuk mengetahui apakah pada suatu waktu sejak asal mulanya sumber itu telah diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak. Sumber kritik eksternal harus menegakkan fakta dari kesaksian bahwa:

a) kesaksian itu benar-benar diberikan oleh orang yang bersangkutan pada waktu terjadinya sejarah (authenticity atau otentisitas).

b) keasaksian yang telah diberikan itu telah bertahan tanpa ada perubahan (uncorrupted), tanpa ada suatu tambahan-tambahanatau penghilangan fakta-fakta yang substansial (integrity).

Pelaksanaan kritik eksternal salah satunya dilakukan pada sumber primer yang dalam penelitian ini mencakup arsip-arsip. Sebagai badan resmi kearsipan nasional, menurut peneliti arsip yang dikeluarkan ANRI sudah cukup terpercaya. Namun biasanya ada beberapa hal eksternal yang tetap perlu diperhatikan diantaranya seperti jenis kertas, ejaan yang dipergunakan dalam penulisan arsip, tahun dikeluarkannya arsip, serta siapa yang membuat keputusan dalam arsip tersebut. Sebagai contoh yaitu kritik terhadap dokumen yang dikeluarkan oleh Departemen Penerangan RI pada tahun 1962. Dokumen ini berisi catatan yang dibacakan oleh Presiden Soekarno yang bertajuk The people’s Comman, Given by The President/Supreme Commander of The Armed Forces of The Republic of Indonesia, Commander In Chief of The supreme Command for The Liberation of West Irian at a Mass Meeting in Jogjakarta pada tanggal 19 Desember 1961. Dokumen terdiri atas 12 halaman, dan berikut halaman pertama dari dokumen tersebut.


(31)

(32)

Dari arsip tersebut dapat diperhatikan bahwa pertama, kepala surat, tanggal dan nomor yang tercantum menunjukkan bahwa dokumen tersebut resmi dikeluarkan oleh Departemen Penerangan RI pada tanggal 19 Desember 1961. Tanggal yang bertepatan dengan tanggal diumumkannya Tri Komando Rakyat. Kedua, bahasa yang digunakan adalah bahasa Inggris. Dari penggunaan bahasa internasional tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa dokumen tersebut merupakan catatan resmi pidato Presiden Soekarno yang dibacakan secara konteks internasional sebagai penegasan atas Trikora yang dikumandangkan secara nasional di Yogyakarta pada hari yang sama.

2. Kritik Internal

Setelah fakta kesaksian ditegakkan melalui kritik eksternal, selanjutnya dilakukanlah sebuah evaluasi terhadap sumber melalui kritik internal. Kritik internal dilakukan penulis untuk melihat layak tidaknya isi dari sumber-sumber yang telah diperoleh tersebut untuk selanjutnya dijadikan bahan penelitian dan penulisan skripsi. “Kebalikan dari kritik eksternal, kritik internal sebagaimana yang disarankan oleh istilahnya menekankan aspek „dalam‟ yaitu isi sumber: kesaksian (testimony)” (Sjamsuddin, 2007: 143). Berarti kritik internal ini ditujukan sebagai bentuk pengujian secara mendalam dan menyeluruh terhadap isi dari sumber maupun kesaksian sejarah. Hal ini bertujuan agar fakta yang diperoleh benar-benar diperoleh benar-benar sesuai dengan permasalahan yang dikaji.

Buku yang digunakan penulis sebagai sumber sekunder diantaranya adalah buku-buku yang diterbitkan oleh Dinas Penerangan TNI-AL dan Dinas Penerangan Korps Marinir, dengan pertimbangan bahwa buku-buku tersebut memiliki presentasi kredibilitas dan otentisitas yang lebih tinggi meskipun tidak sepenuhnya. Sedangkan sebagai sumber sekunder lainnya, peneliti menggunakan buku-buku pendukung yang biasanya diterbitkan oleh penerbit umum yang biasa mengeluarkan buku-buku bertemakan sejarah militer seperti Mata Padi Pressindo.

Sedangkan untuk melakukan proses kritik sumber pada data-data yang diperoleh dari sumber lain seperti internet, sebelumnya peneliti mengawali dengan menganalisa keabsahan data yang lebih bersifat eksternal. Pertama, apakah data


(33)

tersebut relevan dengan pembahasan. Kedua, kejelasan pengarang, misalnya apakah penulis tersebut adalah instansi resmi pemerintah atau dari kalangan umum. Ketiga, kita perlu melakukan kritik terhadap daftar pustaka yang digunakan oleh penulis. Dan keempat, yaitu situs pengunggah data tersebut, apakah berasal dari situs yang menggunakan layanan gratis atau milik instansi pemerintah misalnya militer, apakah situs tersebut memiliki informasi yang cukup dan dapat dipercaya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa situs resmi yang dikeluarkan

oleh intansi pemerintah, diantaranya

http://www.papuaweb.org,http://www.tnial.mil.id/,http://marinir.mil.id/ dan http://www.kemhan.go.id/.

Kritik internal diawali sejak peneliti memperoleh sumber dan melakukan kritik eksternal. Kemudian peneliti membaca isi sumber secara seksama dan membandingkannya dengan sumber-sumber lain yang sesuai. Dari hasil perbandingan sumber tersebut akan diperoleh kepastian apakah keterangan dari sumber tersebut dapat digunakan sesuai dengan topik kajian dalam penelitian. Sejarawan perlu memutuskan apakah sumber atau kesaksian sejarah dapat diandalkan atau tidak. Arti sebenarnya dari data informasi yang terdapat dalam sumber harus dipahami, karena bahasa tidak selalu statis atau sama, arti kata-kata yang digunakan bisa saja berubah sesuai dengan redaksi yang disampaikan. Selain itu, kata-kata tertentu biasanya memiliki dua pengertian yaitu arti harfiah dan arti sesungguhnya.

Berbeda dengan arsip yang masih berbentuk dokumen, buku maupun artikel dan karya ilmiah lain merupakan rekaman sejarah berbentuk tulisan yang sangat bergantung pada interpretasi dan cara penyampaian dari penulis. Sehingga tidak heran jika ada beberapa buku yang membahas tema yang sama tetapi memiliki pendapat yang berbeda. Hal tersebut sah saja selama penulis memiliki alasan dan bukti yang kuat atas pendapatnya. Disinilah peran kritik internal yang sangat berpengaruh terhadap reliabilitas dari peneliti terhadap sumber yang digunakan.

Sebagai contoh, kritik internal dilakukan oleh peneliti ketika ingin memastikan siapa delegasi dari Angkatan Laut yang ditugaskan sebagai wakil panglima susunan staf umum gabungan Komando Mandala. Dalam buku Korps


(34)

Komando Mandala dan Sejarah Kesehatan Angkatan Laut dikatakan bahwa wakil Panglima Komando Mandala adalah Kol. Laut Soedomo, akan tetapi dalam beberapa sumber lain seperti buku Sejarah Operasi-Operasi Pembebasan Irian Barat, Sejarah TNI Jilid III (1960-1965), Sedjarah Perkembangan Angkatan Laut, Hantu Laut: KKO-Marinir Indonesia, dan buku karangan Ridhani Mayor Jenderal Soeharto Panglima Komando Mandala Pembebasan Irian Barat menyebutkan bahwa posisi tersebut diduduki oleh Kolenel Laut Soebono. Dalam hal ini peneliti melihat terlebih dahulu penulis dan penerbit masing-masing buku, kemudian memperhatikan tahun penerbitan. Setelah dikaji, peneliti memutuskan untuk mengambil keterangan kelima buku yang menyebutkan Kolonel Laut Soebono. Tidak sebatas pertimbangan kuantitas buku yang berpendapat, jika dihubungkan dengan hal eksternal seperti penerbit, penulis dan tahun terbit, maka sebenarnya kedua pendapat ini sudah cukup kuat. Akan tetapi, dalam hal isi atau internal, dalam buku A.Ridhani (2009: 59, 103) ditegaskan bahwa menurut surat nomor VII/3/3/2 tanggal 31 Mei 1961 Letkol Sudomo adalahsebagai wakil dari Angkatan Laut yang ditunjuk oleh KSAL dalam panitia Gabungan Kepala staf (GKS) pembebasan Irian Barat, sedangkan wakil dalam Gabungan Staf Umum diduduki oleh Kol. Laut Subono.

Setelah melakukan kritik internal, ternyata penulis dapat menemukan lebih banyak fakta pada masing-masing sumber yang saling berhubungan dengan permasalahan penelitian yang dikaji. Dalam hal ini, fakta-fakta tersebut sangat relevan dengan bagaimana ALRI menerapkan kemampuan berdasarkan tugas dan fungsi kesatuannya dalam operasi pembebasan Irian Barat termasuk data-data yang berkaitan dengan strategi dan kekuatan altileri yang digunakan oleh angkatan laut pada pelaksanaan operasi saat itu.

3.2.3 Interpretasi (Penafsiran Sumber)

Interpretasi merupakan proses pemberian penafsiran terhadap fakta yang telah dikumpulkan. Ernest Bernsheim (Ismaun, 2005: 32) menyatakan bahwa interpretasi dijelaskan dengan istilah lain yaitu „aufassung’ yaitu “penanggapan terhadap fakta -fakta sejarah yang dipunguti dari dalam sumber sejarah”. Penafsiran ditujukan


(35)

terhadap berbagai informasi yang ditemukan sehingga memberikan suatu makna atau keberartian (signifikansi) yang kemudian dituangkan dalam sebuah penulisan yang utuh.

Selain kajian historis, peneliti juga menggunakan pendekatan interdisipliner yaitu bentuk pendekatan dalam penelitian sejarah yang menggunakan bantuan disiplin ilmu lain (ilmu sosial) dengan tujuan mempertajam analisis. Beberapa ilmu sosial yang digunakan sebagai ilmu bantu dalam pembahasan tersebut diantaranya politik dan sosiologi. Bersama kedua ilmu tersebut peneliti menggunakan beberapa konsep dan teori yaitu masalah Irian Barat, operasi militer, teori konflik, dan teori elemen kekuatan negara. Pemakaian konsep dan teori ini membantu peneliti dalam menjelaskan tentang peranan ALRI pada masa operasi pembebasan Irian Barat tahun 1961-1963, sehingga dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai permasalahan tersebut.

Pada tahapan ini peneliti berusaha memilah dan menafsirkan data yang mengutarakan bahkan membuktikan konsep peranan ALRI dalam operasi pembebasan Irian Barat terutama arsip. Buku-buku sumber walaupun banyak tentang Irian Barat namun tidak banyak yang membahas khusus hubungan antar fungsi ALRI, alasan keterlibatan ALRI dan kemampuan fungsi dalam operasi. Penulis berusaha menafsirkan sumber-sumber yang ada dengan dibantu oleh teori dari kajian ilmu politik dan kajian tentang strategi militer, hal ini sangat berarti ketika penulis berusaha menjabarkannya dalam bentuk tulisan. Pada dasarnya, tahapan interpretasi ini dilakukan dengan menghubungkan suatu fakta dengan fakta lainnya yang kemudian diolah dan mengalami proses kritisi dengan merujuk pada beberapa sumber utama (primer) dan beberapa referensi pendukung (sekunder). Hasil ini kemudian disusun untuk membentuk suatu rekonstruksi sejarah yang memuat penjelasan terhadap pokok-pokok permasalahan.

3.3 Penulisan (Laporan Hasil Penelitian)

Secara harfiah historiografi berarti pelukisan sejarah, yaitu gambaran sejarah tentang peristiwa yang terjadi pada waktu yang lalu yang disebut sebagai sejarah.


(36)

Historiografi merupakan hasil rekonstruksi melalui peroses pengujian dan penelitian secara kritis terhadap sumber-sumber sejarah (Ismaun, 2005: 28-27).

Setelah sumber-sumber sejarah dikumpulkan, dianalisis, dan ditafsirkan pada tahap interpretasi, fakta-fakta tersebut kemudian disajikan menjadi satu-kesatuan tulisan dan disusun dalam historiografi (penulisan sejarah). Jadi, historiografi ini merupakan tahap terakhir dari keseluruhan prosedur penelitian sejarah setelah heuristik, kritik dan interpretasi. Dalam tahap ini, seluruh daya pikiran dikerahkan, bukan saja keterampilan teknis penggunaan kutipan-kutipan dan catatan-catatan, tetapi yang terutama penggunaan pikiran-pikiran kritis dan analisis sehingga menghasilkan suatu sintesis dari seluruh hasil penelitian dalam suatu penulisan utuh yang disebut historiografi (Sjamsuddin, 2007: 156).

Penulisan laporan ini dituangkan ke dalam karya tulis ilmiah yang disebut dengan skripsi. Laporan disusun dalam bentuk penulisan dengan jelas dalam gaya bahasa yang sederhana, ilmiah, dan menggunakan tata bahasa dan penulisan yang benar. Laporan hasil penelitian disusun untuk memenuhi kebutuhan studi akademis tingkat Sarjana pada Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI. Sistematika laporan ini dibagi ke dalam 5 (lima) bab sebagai berikut.

Bab I Pendahuluan, berisi beberapa hal diantaranya latar belakang masalah yang menjadi alasan peneliti sehingga tertarik melakukan penelitian sebagai bahan penulisan skripsi. Agar kajian tersebut lebih terarah, maka peneliti menyusun beberapa rumusan masalah. Selain itu, disertakan pula tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian secara garis besar, serta sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka dan Landasan Teoritis, menguraikan beberapa studi literatur ataupun penelitian terdahulu yang memiliki hubungan atau relevansi dengan permasalahan penelitian. Disini penulis mencoba membandingkan, mengontraskan, dan memposisikan kedudukan masing-masing sumber sebagai acuan yang dikaitkan dengan permasalahan yang dikaji. Berdasarkan hal tersebut, kemudian penulis akan menjelaskan posisi dan pendapatnya mengenai permasalahan yang dibahas, dengan mengacu pada sumber yang dikaji. Penjelasan mengenai konsep-konsep yang dibahas juga akan diangkat dengan menyertakan suatu kerangka pemikiran yang mencakup berbagai konsep dan teori yang akan


(37)

digunakan dalam membuat analisi. Masih terbatas yang mengupas lengkap sesuai dengan judul yang peneliti angkat, akan tetapi peneliti menggunakan referensi yang berhubungan dengan kajian yang akan diteliti. Kajian pustaka sangat penting dalam suatu pengkajian karya ilmiah.

Bab III Metodologi Penelitian, bab ini bertujuan untuk memaparkan mengenai metode penelitian yang digunakan berupa rangkaian tahapan beserta langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. Bab ini bisa dikatakan sebagai penjabaran secara rinci dari metode penelitian yang telah dicantumkan pada Bab I. Karena penelitian ini bersifat kualitatif, maka analisis data disampaikan berdasarkan tahap-tahap yang terdiri dari persiapan penelitian (penentuan tema penelitian, penyusunan rancangan penelitian, mengurus perizinan, mempersiapkan perlengkapan penelitian, proses bimbingan), pelaksanaan penelitian (pengumpulan sumber/heuristik, kritik sumber, penafsiran sumber /interpretasi), dan terakhir yaitu laporan hasil penelitian.

Bab VI Perjuangan Angkatan Laut Republik Indonesia Pada Masa Operasi Pembebasan Irian Barat. Bab ini memuat pembahasan atau analisis temuan mengenai kajian yang diteliti. Penulisan disusun berdasarkan data yang diperoleh dengan menjelaskan peranan ALRI serta menghubungkan antara fungsi ALRI dan penerapannnya dalam operasi militer di Irian Barat pada tahu 1961-1963. Dalam Bab IV ini juga akan dibahas secara lebih luas dan mendalam mengenai permasalahan Irian Barat, kebijakan pemerintah, operasi militer, serta kontribusi Angkatan Laut serta dampaknya dalam upaya pembebasan Irian Barat. Pembahasan dalam bab ini akan disusun berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan pada awal penelitian.

Bab V Kesimpulan, mengemukakan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuannya dalam bentuk kesimpulan yang disertai dengan pemberian saran terhadap permasalahan yang mengalami pengkajian dan penafsiran pada bab sebelumnya. Bab ini merupakan bagian akhir dari penulisan skripsi yang berisi mengenai nilai-nilai penting dari setiap jawaban atas permasalahan penelitian.


(38)

BAB V KESIMPULAN

Munculnya permasalahan Irian Barat dilatarbelakangi oleh perbedaan Indonesia dan Belanda dalam menilai status Irian Barat. Indonesia memandang bahwa Irian Barat adalah bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang timbul secara alami dan tidak dapat diganggu gugat. Hal ini dianggap berdasarkan pada persamaan sejarah dan kesatuan wilayah dengan tanpa memandang perbedaan suku dan ras. Indonesia yakin bahwa Irian Barat adalah bagian dari kesatuan Nusantara, jadi ketika wilayah yang dikenal kolonial Belanda sebagai Hindia-Belanda ini merdeka, maka Irian Barat harus menjadi bagian dari kemerdekaan tersebut. Hal ini berbeda dengan pandangan Belanda yang menganggap Irian Barat sebagai bagian terpisah dari kemerdekaan RI. Hal ini salah satunya didasari oleh isu perbedaan ras antara penduduk Irian Barat dengan penduduk Indonesia lainnya yang sering dicuatkan Belanda, dan keyakinan bahwa para nenek moyang Belanda telah datang ke Irian Barat sejak abad 17 dan terus menetap serta berkelanjutan hingga saat ini. Alasan paling utama adalah keinginan Belanda untuk menjadikan wilayah ini sebagai sebuah negara sendiri, dan menjadikannya sebagai pemukiman bangsa Indo-Belanda yang tidak ingin berada di bawah pemerintahan Indonesia. Kedua pendirian tersebut terus meruncing menjadi sebuah konflik yang semakin serius, dan secara resmi diperdebatkan pada Konferensi Meja Bundar tahun 1949.

Usaha-usaha yang telah dilakukan dalam menyelesaikan masalah Irian Barat selalu diupayakan melalui jalur perundingan pada masa awal dengan pertimbangan lebih aman dan damai. Namun berbagai usaha diplomasi yang dijalankan sejak pembentukan Uni Indonesia-Belanda secara bilateral hingga menggunakan bantuan forum internasional seperti PBB, masih tidak dapat memberikan jalan keluar yang solutif. Tekad Indonesia untuk membebaskan Irian Barat dan mengembalikannya ke dalam pangkuan NKRI mengantarkan sebuah


(39)

kebijakan baru dengan istilah “jalan lain” dalam bentuk konfrontasi yang bersifat politik, sosial, ekonomi dan bahkan militer.

Peranan Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) dan setiap operasi militer diwujudkan dalam berbagai peristiwa dan perjuangan yang tidak mudah. Sejak perintah persiapan militer dikeluarkan oleh Presiden Soekarno serta dibacakannya Tri Komando Rakyat, secara resmi menandai bahwa konfrontasi total dimulai. Dalam pembentukan Komando Mandala yang khusus menangani operasi militer pembebasan Irian Barat, ALRI selalu berusaha untuk ikut aktif membantu selama pelaksanaannya. Peristiwa Laut Aru yang heroik sekaligus tragis memberi peran psikologis yang besar bagi bangsa Indonesia, dan terutama bagi ALRI. Peristiwa ini telah menguatkan tekad Angkatan Perang RI untuk semakin memperkuat dan mempersiapkan operasi dengan jauh lebih baik. Pada masa Komando Mandala bertugas, ALRI telah melancarkan berbagai operasi laut dalam beberapa rangkaian fase militer, yaitu sejak tahap Show of Force, infiltrasi, eksploitasi, hingga konsolidasi. Operasi pokok dari fase-fase tersebut diantaranya adalah operasi Antareja dan Imam Sura pada tahap show of Force, operasi Kapal Cepat Torpedo yang terdiri dari operasi Badar Lumut, Badar Besi dan operasi Kapal Selam Cakra pada masa infiltrasi, serta operasi Kapal Selam Lumba-Lumba dan Alugara sebagai bagian dari tahap eksploitasi pada masa operasi Jayawijaya yang menjadi puncak operasi pembebasan Irian Barat. Sedangkan masa konsolidasi dilakukan dengan perencanaan operasi Brajamusti dan pelaksanaan operasi Sadar, diikuti pula dengan beberapa operasi konsolidasi lain hingga Irian Barat resmi masuk ke dalam NKRI pada 1 Mei 1963.

Operasi militer yang dilakukan terutama operasi laut dan udara telah berhasil menarik perhatian internasional terhadap masalah Irian Barat. Dengan berbagai upaya yang dilakukan akhirnya Belanda sadar bahwa Indonesia tidak main-main untuk melakukan pertarungan senjata dalam menyelesaikan konflik. Amerika yang juga sadar atas hal tersebut akhirnya mengajak kedua negara yaitu Indonesia dan Belanda untuk mencoba mengembalikan permasalahan ini ke atas meja perundingan di bawah PBB, yaitu melalui beberapa usulan diplomat Bunker. Upaya ini berhasil, dan sekaligus membuktikan bahwa upaya militer selama ini


(40)

telah ikut mendorong kemacetan diplomasi yang terjadi. Maka Angkatan Laut sebagai bagian dari komponen utama naval campaign dan amphibious warfare selama operasi militer pembebasan Irian Barat telah ikut menjadi bagian menentukan atas keberhasilan nasional ini.

Peranan Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) dalam operasi pembebasan Irian Barat merupakan contoh bukti nyata semangat perjuangan para patriot bangsa dalam meraih dan mempertahankan kedaulatan negaranya. Apa yang telah dilakukan oleh ALRI dalam ikut bekerjasama dan membantu menyelesaikan masalah Irian Barat melalui setiap upayanya menunjukkan bahwa bentuk tanggung jawab dan profesionalisme yang dipadu dengan jiwa nasionalisme akan membawa sebuah kesuksesan. Sikap berani tersebut patut kita hargai dan kita jadikan pembelajaran positif dalam kehidupan saat ini. ALRI memang bertugas dan sangat berkapasitas sebagai badan pertahanan dan keamanan negara, khususnya dalam bidang kelautan dan menjaga kedaulatan bangsa. Maka jasa dan baktinya dapat kita maknai dan aplikasikan secara pribadi dalam setiap segi yang kita miliki untuk membantu membangun bangsa dan negara.

Hal berikutnya yang dapat diperoleh adalah mengetahui tentang bagaimana cara membangun unsur angkatan perang yang tangguh dan professional. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, terdapat beberapa hal penting yang harus diprioritaskan, diantaranya:

1. Menjalin koordinasi yang baik. Terutama dalam sebuah operasi gabungan, keberhasilan akan sangat ditentukan oleh bagaimana membentuk kesatuan angkatan perang yang solid dan profesional dalam menjalankan segala bentuk tugas dengan disertai jiwa kerjasama yang erat.

2. Menjaga solidaritas di kalangan tentara, baik antara sesama pasukan Angkatan Laut maupun dengan unsur militer lainnya.

3. Membuat suatu kurikulum pendidikan tentara yang professional sebagai upaya penguatan wawasan dan kemampuan militer tentara, serta pertahanan dan keamanan negara.


(41)

2. Melengkapi fasilitas persenjataan dan perlengkapan yang memadai agar dapat memaksimalkan kemampuan dalam menjalankan tugas kemiliteran.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak peristiwa/topik lain yang tidak dapat dibahas secara menyeluruh. Oleh sebab itu, penulis berharap semakin banyak penelitian-penelitian yang jauh lebih baik di masa mendatang, termasuk yang berkaitan dengan berbagai kejadian sejarah penting Angkatan Laut RI maupun tentang peristiwa pembebasan Irian Barat. Selain itu terdapat beberapa topik yang penulis anggap menarik namun tidak dapat dikupas lebih jauh dalam skripsi ini, hal tersebut mungkin dapat menarik perhatian atau menginspirasi pembaca yang dalam proses pencarian topik penelitian, beberapa diantaranya adalah mengenai peran strategis Biak sebagai sasaran utama dalam operasi Jayawijaya, peranan Korps Marinir melalui Pasrat 45 dalam membantu ATA-17 untuk melaksanakan operasi amfibi Jayawijaya, dan mengenai perkembangan ALRI sebelum dengan setelah operasi pembebasan Irian Barat.

Di akhir, peneliti menuliskan suatu semangat bagi kekuatan militer Indonesia, khususnya Angkatan Laut RI untuk menjadi sebuah kekuatan yang terus semakin tangguh. Meski bukan hal yang mudah untuk saat ini, sebagai negara kepulauan yang memiliki laut amat luas, semoga impian untuk menjadi Angkatan Laut yang hebat, disegani dan diakui dunia bukan hanya menjadi harapan masa lalu, tetapi menjadi asa hari ini dan kenyataan di saat mendatang.


(42)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Asshiddiqie, J. (2007). Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi. Jakarta : BIP.

Bagian Sejarah KKO-AL. (1971). Korps Komando Mandala AL: Dari tahun ke Tahun. Jakarta: Bagian Sejarah KKO-AL.

Beilharz. (2005). Teori-Teori Sosial: Observasi Kritis Terhadap Para Filosof Terkemuka. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Booth, K. (1977). Navies And Foreign Policy. London: Croom Helm, Ltd.

Budiarjo, M. (2010). Dasar-dasar Ilmu Politik (Edisi Revisi). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Cholil, M. (1979). Sejarah Operasi-Operasi Pembebasan Irian Barat. Jakarta: Pusat Sejarah ABRI.

Clausewitz, C.V. (1993). On War. (Michael Haward & Paret Pete, ed.), New York: Alferd A.Knopf.

Coplin, W.D. dan Marbun, M. (2003). Pengantar Politik Internasional: Suatu Telaah Teoritik. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Couloumbis, T.A. dan Wolfe J.H. (1999). Pengantar Hubungan Internasional Keadilan dan Power. ____ : Putra A Bardin.

De Geus, P.B.R. (1984). Masalah Irian Barat Aspek Kebijakan Luar Negeri dan Kekuatan Militer. Diterjemahkan oleh Yayasan Jayawijaya. ____ : Yayasan Jayawijaya.

Depdiknas. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Dinas Sejarah TNI-AL. (1967). Serie Kapal Perang II. Jakarta: Direktorat

Sedjarah dan Perpustakaan AL.

Dinas Sejarah TNI-AL. (1975). Ikhtisar Sejarah Nasional Indonesia (Awal-Sekarang). Jakarta: Disjarah TNI-AL.

Dinas Sejarah TNI-AL. (1981). Nama-nama Kapal Perang TNI-AL. Jakarta: Disjarah TNI-AL.


(1)

117

Maya Nurhasni, 2013

Peranan Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) Dalam Operasi Pembebasan Irian Barat Tahun 1961-1963

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Melengkapi fasilitas persenjataan dan perlengkapan yang memadai agar dapat memaksimalkan kemampuan dalam menjalankan tugas kemiliteran.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak peristiwa/topik lain yang tidak dapat dibahas secara menyeluruh. Oleh sebab itu, penulis berharap semakin banyak penelitian-penelitian yang jauh lebih baik di masa mendatang, termasuk yang berkaitan dengan berbagai kejadian sejarah penting Angkatan Laut RI maupun tentang peristiwa pembebasan Irian Barat. Selain itu terdapat beberapa topik yang penulis anggap menarik namun tidak dapat dikupas lebih jauh dalam skripsi ini, hal tersebut mungkin dapat menarik perhatian atau menginspirasi pembaca yang dalam proses pencarian topik penelitian, beberapa diantaranya adalah mengenai peran strategis Biak sebagai sasaran utama dalam operasi Jayawijaya, peranan Korps Marinir melalui Pasrat 45 dalam membantu ATA-17 untuk melaksanakan operasi amfibi Jayawijaya, dan mengenai perkembangan ALRI sebelum dengan setelah operasi pembebasan Irian Barat.

Di akhir, peneliti menuliskan suatu semangat bagi kekuatan militer Indonesia, khususnya Angkatan Laut RI untuk menjadi sebuah kekuatan yang terus semakin tangguh. Meski bukan hal yang mudah untuk saat ini, sebagai negara kepulauan yang memiliki laut amat luas, semoga impian untuk menjadi Angkatan Laut yang hebat, disegani dan diakui dunia bukan hanya menjadi harapan masa lalu, tetapi menjadi asa hari ini dan kenyataan di saat mendatang.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Asshiddiqie, J. (2007). Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca

Reformasi. Jakarta : BIP.

Bagian Sejarah KKO-AL. (1971). Korps Komando Mandala AL: Dari tahun ke

Tahun. Jakarta: Bagian Sejarah KKO-AL.

Beilharz. (2005). Teori-Teori Sosial: Observasi Kritis Terhadap Para Filosof

Terkemuka. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Booth, K. (1977). Navies And Foreign Policy. London: Croom Helm, Ltd.

Budiarjo, M. (2010). Dasar-dasar Ilmu Politik (Edisi Revisi). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Cholil, M. (1979). Sejarah Operasi-Operasi Pembebasan Irian Barat. Jakarta: Pusat Sejarah ABRI.

Clausewitz, C.V. (1993). On War. (Michael Haward & Paret Pete, ed.), New York: Alferd A.Knopf.

Coplin, W.D. dan Marbun, M. (2003). Pengantar Politik Internasional: Suatu

Telaah Teoritik. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Couloumbis, T.A. dan Wolfe J.H. (1999). Pengantar Hubungan Internasional

Keadilan dan Power. ____ : Putra A Bardin.

De Geus, P.B.R. (1984). Masalah Irian Barat Aspek Kebijakan Luar Negeri dan

Kekuatan Militer. Diterjemahkan oleh Yayasan Jayawijaya. ____ : Yayasan

Jayawijaya.

Depdiknas. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Dinas Sejarah TNI-AL. (1967). Serie Kapal Perang II. Jakarta: Direktorat

Sedjarah dan Perpustakaan AL.

Dinas Sejarah TNI-AL. (1975). Ikhtisar Sejarah Nasional Indonesia

(Awal-Sekarang). Jakarta: Disjarah TNI-AL.

Dinas Sejarah TNI-AL. (1981). Nama-nama Kapal Perang TNI-AL. Jakarta: Disjarah TNI-AL.


(3)

119

Maya Nurhasni, 2013

Peranan Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) Dalam Operasi Pembebasan Irian Barat Tahun 1961-1963

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Gottschalk, L. (2006). Mengerti Sejarah. Diterjemahkan oleh Nugroho Notosusanto. Jakarta: UI-Press.

Hayati, S. Dan Yani, A. (2007). Geografi Politik.Bandung: PT. Rafika Aditama. Ismaun. (2005). Pengantar Belajar Sejarah Sebagai Ilmu dan Wahana

Pendidikan. Bandung: Historia Utama Press.

Jean Bodin.(1995). Six Books Of Commonwealth Blackwell’s political texts. Michingan University : B. Blackwell.

Jusuf, S. (1971). Sedjarah Perkembangan Angkatan Laut. Jakarta: Pusat Sedjarah ABRI.

Kartodirdjo, S. (1992). Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Penelitian

Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Kuntowijoyo. (2003). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. Lopa, B. (1962). Djalannya Revolusi Indonesia Membebaskan Irian Barat.

Jakarta: _____.

Mangoensadjito, S. dkk. (1980). Sejarah Kesehatan TNI Angkatan Laut. Jakarta: Jawatan Kesehatan TNI AL.

Matanasi, P. dan Kurniawan, E.H. (2011). Hantu Laut: KKO-Marinir Indonesia. Yogyakarta: Mata Padi Persindo.

Nasikun. (2009). Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Nasution, A.H. (1953). Pokok-Pokok Gerilja. Jakarta: PT. Pembimbing Masa. Notosusanto, N. (1998). Ikhtisar Sejarah R.I (1945-Sekarang). Jakarta: Pusat

Sejarah dan Tradisi ABRI.

Poesponegoro, M.D. dan Notosusanto, N. (1993). Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka.

Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI. (1991). Tri Komando Rakyat Pembebasan Irian

Barat, Sinopsis. Jakarta: Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI.

Pusat Sejarah dan Tradisi TNI. (2000). Sejarah TNI Jilid III (1960-1965). Jakarta: Pusat Sejarah dan Tradisi TNI.

Reid, A.J.S. (1996). Revolusi Nasional Indonesia. Diterjemahkan oleh Perincles G. Katoppo. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.


(4)

Ritzer, G. dan Douglas J.Goodman. (2005). Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana.

Ridhani, A. (2009). Mayor Jenderal Soeharto Panglima Komando Mandala

Pembebasan Irian Barat. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Sekretariat Negara RI. (1997). 30 Tahun Indonesia Merdeka 1955-1965. Jakarta: Sekretariat Negara RI.

Seno, H.A.N. (2013). The King Of Battle Artillery TNI Angkatan Laut. Yogyakarta: Mata Padi Pressindo.

Shoelhi, M. (2011). Diplomasi: Praktik Komunikasi Internasional. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Sjamsuddin, H. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Soehino. (2010).Hukum Tata Negara: Perkembangan Pengaturan Pelaksanaan

Pemilihan Umum di Indonesia. Yogyakarta : BPFE.

Subandrio. (2001). Meluruskan Sejarah Perjuangan Irian Barat. Jakarta: Yayasan Kepada Bangsaku.

Sudharmono. (1981). 30 Tahun Indonesia Merdeka Jilid I. Jakarta: PT. Tira Pustaka.

Sundhaussen, U. (1988). Politik Militer Indonesia 1945-1967: Menuju Dwifungsi

ABRI. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Supardan, D. (2009). Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan

Struktural. Jakarta: Bumi Aksara.

Suryohadiprojo, S. (2008).Pengantar Ilmu Perang. Jakarta: Pustaka Intermasa. Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah.

Bandung: UPI Press.

Usman, S. dan Isnawati, D. (2010). Pasang Surut Sejarah Papua Dalam

Pangkuan Ibu Pertiwi. Jakarta: Planet Buku.

Yamin, M. (1961). Pembebasan Irian Barat Atas Dasar Proklamasi. Bukittinggi: Djakarta Nusantara.


(5)

121

Maya Nurhasni, 2013

Peranan Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) Dalam Operasi Pembebasan Irian Barat Tahun 1961-1963

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sekretariat Negara. (1962). Presiden RI : Keputusan penguasa Perang Tertinggi

No.3 Tahun 1961 Tentang Front Nasional Pembebasan Irian Barat dan Badan-badan Kerjasama Front nasional Pembebasan Irian Barat.

Sekretariat Negara. (1962). Presiden RI: Surat Keputusan No.1 Tahun 1962

Tentang Pembentukan Komando Mandala Pembebasan Irian Barat.

Sekretariat Negara. (1962). Wakil Ketua DPA : Surat keputusan No.01/Kpts/sd/1962 Tanggal 5 April 1962 Tentang Pembebasan Irian Barat.

Sekretariat Negara. (1963). Presiden RI : Surat Keputusan tanggal 23 Juli 1963

Tentang Pengangkatan Pejabat-Pejabat Staf Komando Operasi Tinggi Pembebasan Irian Barat.

Departemen Penerangan RI. (1962).Catatan Frans Kaisipo Mengenai

Kejadian-Kejadian di Sekitar Irian Barat Tahun 1945-1962, Disertai Surat Pengantar.

Departemen Penerangan RI. (1962). Tri Komando Rakyat dan catatan The

people’s Comman, Given by The President/Supreme Commander of The Armed Forces of The Republic of Indonesia, Commander In Chief of The supreme Command for The Liberation of West Irian at a Mass Meeting in Jogjakarta pada tanggal 19 Desember 1961.

Soekarno. (1963). Catatan Amanat Presiden Sukarno Pada Munas Maritim Ke-1:

Kembalilah Menjadi Bangsa Samudra Tahun 1963.

Staf KOTI Pembebasan Irian Barat Gabungan V. (1963).Surat Kepada

Koordinator Irian Barat: Surat tanggal 17 Februari 1963 Tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Irian Barat Disertai Lampiran-Lampiran.

Jurnal

Purdjianto, T.E. (2009). Peran TNI Angkatan Laut dalam Penegakan Kedaulatan Negara dan Keamanan Laut. Jurnal Diplomasi.1, (2), 27 - 48.

Suhartono, A. (2010). Membangun Budaya Maritim dan Kearifan Lokal di Indonesia: Perspektif TNI Angkatan Laut. Dalam International Conference

on Indonesian Studies (ICSSIS) 2010 FIPB UI.

Winarso, A. (2005). Peran Strategis Diplomasi Angkatan Laut Dalam Rangka Mendukung Politik Luar Negeri RI. Jurnal luar negeri (Journal of foreign


(6)

Skripsi

Azhari, R. (2012). Reorganisasi dan Rasionalisasi Tentara Nasional Indonesia

Angkatan Laut (TNI AL) 1948-1950: Dari Pembentukan Komisi Reorganisasi (KRAL) Hingga Terbentuknya Korps Komando Angkatan Laut (KKO-AL). Skripsi S1 Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI Bandung:

tidak diterbitkan.

Shalfiyanti. (1989). Front Nasional Pembebasan Irian Barat 1958-1960. Skripsi S1 Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Indonesia Depok: tidak diterbitkan.

Internet

Dispenal Mabesal. (2013). Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut. Tersedia: http://www.tnial.mil.id/Aboutus/Sejarah [8 Pebruari 2013]

Wikipedia. (2012). Sejarah TNI Angkatan Laut. Tersedia: http://id.m.wikipedia.org/wiki/Sejarah_TNI-AL [23 Oktober 2012]