KEJUJURAN AKADEMIK PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA SAAT MENGHADAPI UJIAN Kejujuran Akademik Pada Siswa Sekolah Menengah Pertama.

KEJUJURAN AKADEMIK PADA SISWA
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA SAAT MENGHADAPI UJIAN

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai
Derajat Sarjana S-1 Psikologi

Diajukan oleh:

LELLA KUSUMASTUTI
F 100 100 195

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015

i


KEJUJURAN AKADEMIK PADA SISWA
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA SAAT MENGHADAPI UJIAN

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai
Derajat Sarjana S-1 Psikologi

Diajukan oleh :
LELLA KUSUMASTUTI
F 100 100 195

Kepada:

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015


ii

KEJUJURAN AKADEMIK PADA SISWA
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA SAAT MENGHADAPI UJIAN

Lella Kusumastuti
Sri Lestari
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk kejujuran dan
ketidakjujuran akademik pada siswa SMP, serta tujuan yang ingin dicapai.
Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner terbuka
dengan skala vignette. Partisipan dalam penelitian ini sebanyak 150 siswa SMP.
Pertanyaan penelitian pada penelitian ini adalah ”Bagaimana bentuk kejujuran
dan ketidakjujuran akademik, serta tujuan yang ingin dicapai dari perilaku jujur
dan tidak jujur pada siswa SMP?”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
situasi ujian perilaku jujur lebih tinggi (61,1%) daripada perilaku tidak jujur
(33,5%). Bentuk perilaku jujur yang muncul antara lain belajar lagi sebelum
ujian, berusaha mengerjakan sendiri, menolak bertindak curang, menegakkan
kejujuran, berusaha mengingat kembali materi yang dipelajari, membatalkan niat

mencontek, berdoa dan pasrah. Tujuannya untuk meningkatkan kompetensi diri,
spiritual, menegakkan kejujuran, dan menghindari hukuman. Bentuk perilaku
tidak jujur yang muncul yaitu bertindak curang dan tidak berusaha terlebih
dahulu. Tujuannya agar tidak bersusah payah, tidak kesulitan dalam
mengerjakan, menghindari hukuman, dan adanya kesempatan.
Kata kunci: jujur, tidak jujur, ujian, siswa SMP

PENDAHULUAN
Pendidikan

nasional

berfungsi

mengembangkan

kemampuan

dan


membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Fungsi dan
tujuan tersebut tercantum dalam UU RI No. 20 tahun 2003 Bab II Pasal 3 tentang
dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional.
Muhyiddin (2012) berpendapat bahwa dalam praktiknya, arah pendidikan
nasional yang sudah berjalan selama ini 95% hanya menitikberatkan pada unsur

1

2

kepandaian dan intelektual saja, sedangkan unsur pembangunan moral
hanya menjadi pendidikan sekunder belaka. Pendidikan yang terjadi dan
dilakukan di sekolah masih belum sempurna. Pengembangan ranah pikir
(kognitif) lebih mendapat perhatian dan porsi yang lebih besar, sementara ranah
rasa, karsa dan religi terabaikan.
Kenyataan bahwa sistem pendidikan Indonesia yang menggunakan nilai tes

atau evaluasi belajar terhadap materi yang diberikan sebelumnya menyebabkan
masyarakat memandang keberhasilan prestasi belajar hanya bisa tercermin dari
pencapaian nilai yang tinggi, bukan pada prosesnya. Pandangan tersebut
menimbulkan tekanan pada siswa untuk mencapai nilai yang tinggi. Tekanan yang
dirasakan membuat siswa lebih berorientasi pada nilai, bukan pada memperoleh
ilmu. Siswa menganggap bahwa ujian adalah alat untuk menunjukkan prestasi
(nilai), bukan sebagai alat memantau kemajuan dalam proses belajar. Hal inilah
yang memicu perilaku kecurangan di bidang akademik menjadi meningkat baik
dari jenjang SD, SMP, SMA, bahkan perguruan tinggi.
Kecurangan dalam pendidikan cukup tinggi yang terjadi sejak di bangku
SD. Hasil penelitian yang dilakukan Komisi Pembelajaran ITB terhadap 8.182
mahasiswa yang terdaftar pada tahun ajaran 2009/2010, sebanyak 58% mengaku
berbuat curang di SD, 78% di SMP, dan 80% di SMA (dalam Kompas, 2011).
Pusat Psikologi Terapan Jurusan Psikologi Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI) melakukan survei online atas pelaksanaan ujian nasional (UN)
tahun 2004-2013 (dalam Suara Pembaruan, 2 Oktober 2013). Ditemukan bahwa
kecurangan UN terjadi secara massal lewat aksi mencontek, serta melibatkan
peran tim sukses yang terdiri dari guru, kepala sekolah, dan pengawas. Survei UN
melibatkan 597 responden yang berasal dari 68 kota dan 89 kabupaten di 25
provinsi. Survei dilakukan secara online untuk mengurangi bias data. Responden

berasal dari sekolah negeri (77%) dan sekolah swasta (20%). Para responden
mengikuti UN antara tahun 2004-2013. Dari hasil survei, 75% responden
mengaku pernah menyaksikan kecurangan dalam UN. Jenis kecurangan terbanyak
yang diakui adalah mencontek massal lewat pesan singkat (sms), group chat,
kertas contekan, atau kode bahasa tubuh. Ada pula modus jual beli bocoran soal

3

dan peran dari tim sukses (guru, sekolah, pengawas) atau pihak lain (bimbingan
belajar dan joki). Dalam survei juga terungkap sebagian besar responden tidak
melakukan apapun saat melihat aksi kecurangan, sedangkan, sisanya ikut
melakukan kecurangan atau sekadar sebagai pengamat. Responden yang
melaporkan kecurangan hanya sedikit sekali (3%).
Nilai Jujur
Permasalahan tentang kejujuran selalu berkaitan dengan nilai-nilai dalam
kehidupan. Menurut Maryati dan Suryawati (2001) nilai adalah pertanyaan
mengapa dan bagaimana suatu kondisi dapat terjadi di lingkungan masyarakat
yang di dalamnya terdapat penentuan tentang yang baik dan yang buruk atau
benar dan salah yang dipengaruhi oleh kebudayaan dalam masyarakat tersebut.
Salah satu nilai dasar yang perlu ditanamkan dalam pembentukan perilaku

akhlak mulia adalah nilai kejujuran. Dengan demikian apabila pelajar sejak dini
telah memiliki dan mampu menerapkan nilai kejujuran dalam kehidupan seharihari, maka diharapkan untuk jangka waktu kedepan, pelajar senantiasa mampu
berperilaku jujur. Penanaman sikap jujur tidak hanya diawali di sekolah formal
(dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi), tetapi harus diawali sejak dini di
lingkungan keluarga (Suparman, 2011).
Kejujuran diartikan dengan memperoleh kepercayaan dengan melaporkan
fakta atau kebenaran, tidak berbohong dan berbuat curang, lurus hati, dapat
dipercaya, tidak berkhianat, berani mengakui kesalahan, selalu melakukan yang
benar, serta mengatakan kebenaran dengan tulus (Hidayatullah, 2010)
Dalam pendidikan formal maupun nonformal adalah nilai jujur yang
dinyatakan dengan menyatakan apa adanya (konsisten antara apa yang dikatakan
dan dilakukan), terbuka, berani karena benar, dapat dipercaya, serta tidak
melakukan kecurangan dalam bentuk apapun (Samani dan Hariyanto, 2012).
Indikator perilaku jujur dibagi menjadi dua kategori, yaitu menyampaikan
kebenaran dengan cara menyampaikan informasi yang diketahuinya sedemikian
rupa sehingga informasi tersebut dapat diterima dengan benar, dan bertindak fair
atau fairness atau adil dengan cara mengakui sesuatu yang menjadi haknya dan
tidak mengambil hak orang lain (Lestari dan Adiyanti, 2012).

4


Ketidakjujuran akademik merupakan tindakan seseorang yang meminjam
dan menyalin tugas dari siswa lain, menyalin jawaban pada saat ujian, atau
memperoleh tugas dan/atau ujian dari semester sebelumnya, serta menulis
jawaban di bagian tubuh (kaki atau tangan), pakaian, meja, atau kertas, serta
menggunakan kode dengan teman sebaya dalam rangka memajukan diri pada saat
ujian (Koss, 2011).
Siswa SMP Sebagi Remaja Awal
Remaja merupakan masa transisi antara masa anak dan masa dewasa yang
mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Masa remaja
dimulai dari usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun (Santrock,
2003).
Beberapa ahli membagi masa remaja menjadi tiga kelompok, yaitu remaja
awal (early adolescence), remaja madya (middle adolescence), dan remaja akhir
(late adolescence). Menurut Blos (dalam Sarwono, 2012), remaja awal (early
adolescence) adalah masa di mana remaja dapat mengembangkan pikiran baru
serta sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa. Suatu analisis yang
dikemukakan oleh Monks, Knoers, dan Haditomo (2002) masa remaja
berlangsung antara usia 12-21 tahun, yaitu masa remaja awal (12-15 tahun), masa
remaja madya (15-18 tahun), dan masa remaja akhir (18-21 tahun).

Menurut Santrock (2003), masa remaja awal (early adolescence) kirakira sama dengan masa sekolah menengah pertama dan mencakup kebanyakan
perubahan pubertas. Remaja merupakan masa transisi antara masa anak dan masa
dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Masa
remaja dimulai dari usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun.
Beberapa ahli membagi masa remaja menjadi tiga kelompok, yaitu
remaja awal (early adolescence), remaja madya (middle adolescence), dan remaja
akhir (late adolescence). Menurut Blos (dalam Sarwono, 2012), remaja awal
(early adolescence) adalah masa di mana remaja dapat mengembangkan pikiran
baru serta sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa. Suatu analisis yang
dikemukakan oleh Monks, Knoers, dan Haditomo (2002) masa remaja

5

berlangsung antara usia 12-21 tahun, yaitu masa remaja awal (12-15 tahun), masa
remaja madya (15-18 tahun), dan masa remaja akhir (18-21 tahun).
Menurut Santrock (2003), masa remaja awal (early adolescence) kira-kira
sama dengan masa sekolah menengah pertama dan mencakup kebanyakan
perubahan pubertas.
Generasi remaja menurut Kohlberg (dalam Papalia dan Feldman, 2009)
berada dalam tahap perkembangan moral yaitu tahap perkembangan konvesional.

Seseorang yang berada pada tahap ini menilai moralitas berasal dari tindakan yang
dilakukan kemudian akan dibandingkan dengan harapan dan pandangan dari
masyarakat pada lingkungan sosialnya. Perilaku yang dimiliki merupakan hasil
obeservasi dan adaptasi dari perilaku lingkungan sosial seperti orang tua, teman
dan masyarakat. Tahap ini memfokuskan konformitas sebagai kebutuhan sosial
utamanya yang dibagi menjadi dua yaitu pemahaman yang berorientasi menjadi
anak baik dan pemahaman untuk mempertahankan norma sosial dan otoritas.
Masa remaja adalah masa kritis dalam pencapaian prestasi. Tekanan sosial
dan akademik memaksa remaja untuk berprestasi secara efektif pada tekanan
akademik dan sosial yang baru ini, sebagian lagi ditentukan oleh faktor psikologis
dan motivasi. Motivasi berprestasi adalah keinginan untuk menyelesaikan sesuatu
untuk mencapai suatu standar kesuksesan dan berusaha untuk mencapai
kesuksesan (Santrock, 2003).
Seperti yang diungkapkan oleh Koss (2011); McCabe dan Trevino (1993),
remaja selalu mempunyai keinginan untuk diterima di kelompok bermainnya
dengan cara melakukan hal-hal yang salah meskipun remaja itu mengetahui jika
hal itu salah. Sebagai contoh, dalam ujian salah satu teman sekelompoknya
meminta jawaban pada siswa yang lain, karena takut dibenci atau ditinggalkan
oleh teman, dengan terpaksa dia memberikan jawaban tersebut kepada temannya.
Kejujuran Akademik pada Siswa SMP

Penanaman nilai kejujuran pada siswa SMP perlu diberi pemahaman dan
penjelasan tentang arti dan manfaat kejujuran untuk kehidupan sehari-hari,
melatih anak untuk mengambil sikap yang benar dalam masalah kejujuran, serta

6

menyampaikan bahwa nilai dan sikap kejujuran sangat erat kaitannya dengan nilai
keadilan, kebenaran, dan tanggung jawab pada diri manusia (Zuriah, 2007).
Menurut Stephens, Yukymenko, dan Romakin (2009), ketidakjujuran
akademik dapat terjadi karena siswa berorientasi pada tujuan untuk memperoleh
hasil yang bagus, keyakinan moral tentang kecurangan dan keterlibatan dalam
perilaku kecurangan.
Hasil penelitian longitudinal Anderman (2007), menunjukkan bahwa
menyontek sering dilakukan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP)
dikarenakan adanya perubahan keadaan lingkungan belajar yang dialami siswa,
yaitu siswa mengalami masa transisi dari sekolah dasar ke sekolah menengah, lalu
perubahan struktur kelas yang kecil menjadi struktur kelas yang lebih besar,
sehingga lingkungan sekolah menjadi lebih kompetitif.
Beberapa faktor yang mempengaruhi ketidakjujuran akademik, antara lain:
(a) lingkungan sekolah yang meliputi guru dan kondisi kelas. Ketika siswa
merasakan hubungan yang lebih kuat dengan guru, siswa akan lebih nyaman
ketika guru sedang mengajar sehingga siswa dapat memahami informasi yang
disampaikan oleh guru. Selain itu, kelas yang memiliki struktur yang baik serta
norma-norma di dalam kelas yang disampaikan guru akan mengurangi perilaku
ketidakjujuran pada siswa (Koss, 2011); (b) faktor keluarga, khususnya orangtua
yang menuntut anaknya untuk selalu mendapatkan prestasi yang tinggi; (c)
pengaruh teman sebaya. Remaja selalu mempunyai keinginan untuk diterima di
kelompok bermainnya dengan cara melakukan hal-hal yang salah meskipun
remaja itu mengetahui jika hal itu salah (Koss, 2011; McCabe dan Trevino, 1993).
Perilaku mencontek sering diakibatkan oleh pengaruh kelompok di mana
seseorang cenderung berani melakukan karena melihat orang lain di kelompoknya
juga melakukan. Perilaku mencontek muncul disebabkan oleh kesuksesan teman
dalam mencontek. Misalnya tidak ketahuan oleh pengawas saat mencontek atau
nilai yang diperoleh teman yang mencontek lebih tinggi akan menjadi dorongan
siswa untuk mencontek. Berdasarkan keberhasilannya, perilaku mencontek akan
terus tumbuh menjadi kebiasaan dalam pelaksanaan ujian (Friyatni, 2011).

7

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di wilayah Surakarta untuk melihat bagaimana
bentuk perilaku jujur dan tidak jujur yang dilakukan oleh siswa SMP, serta tujuan
yang ingin dicapai. Menggunakan pendekatan kualitatif dengan alat ukur
kuesioner terbuka.
Kuesioner
Bentuk perilaku jujur dan tidak jujur yang akan diteliti adalah perilaku jujur dan
tidak jujur saat menghadapi ujian 2 mata pelajaran, saat melihat teman mencontek
ketika pengawas keluar dari ruang ujian, dan saat membawa contekan ketika ujian
Partisipan
Total partisipan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 150 siswa
SMP, yang terdiri dari laki-laki (63,3%) dan perempuan (36,7%).
Koding
Kecocokan konsep peneliti dengan hasil penelitian dalam penelitian ini
akan didapatkan dengan tekhnik cross-check coding atau disebut juga dengan
intercoders agreement, yaitu pengecekan hasil koding data kuesioner terbuka oleh
tiga orang pengkode/coders (Creswell, 2009). Pengkode (coders) dilibatkan saat
pengkodingan untuk memastikan hasil koding peneliti sudah sesuai dengan tema
dan kategori yang muncul dari setiap jawaban responden. Hasil pengelompokan
data dari responden penelitian akan dikatakan konsisten apabila telah
mendapatkan persetujuan atau kesepakatan dari peneliti dan pengkode (coders).
Analisis
Berdasarkan dalam tema terbesar dari hasil kategori, ditemukan hasil yang
ditampilkan pada tabel 1, 2, dan 3.

Tabel 1. Bentuk perilaku jujur dan tidak jujur saat siswa menghadapi ujian dua mata pelajaran tetapi belum sempat belajar materi
ujian mata pelajaran yang lain
KATEGORI
JUJUR

BENTUK PERILAKU
Belajar lagi sebelum ujian
Belajar lagi di sekolah sebelum ulangan

Memanfaatkan waktu untuk belajar

Fokus belajar satu mata pelajaran
Berusaha mengerjakan sendiri
Mengerjakan sebisanya

Mengingat kembali materi yang dipelajari
Spiritual
Berdoa

F

%

93
83

62.0
55.3

9

Pasrah
TOTAL

F

Agar mendapatkan nilai yang bagus

24

Agar dapat mengerjakan ujian 2 pelajaran tersebut

28

Agar tidak kesulitan mengerjakan soal ujian

7

Agar dapat mengingat materi ujian

9

Untuk memanfaatkan waktu belajar

7

Tidak relevan

8

Agar mendapatkan nilai yang bagus

3

Agar dapat mengerjakan ujian 2 pelajaran tersebut

3

Agar dapat mengingat materi yang dipelajari

1

Agar dapat menghafal materi ujian

1

Untuk memanfaatkan waktu belajar

1

1

0.7

Agar dapat mengingat materi ujian

1

16
14

10.7
9.3

Agar dapat mengerjakan ujian 2 pelajaran tersebut

4

Agar mendapatkan nilai yang bagus

3

Ingin tetap jujur

1

Tidak relevan

6

Agar mendapatkan nilai yang bagus

2

Agar mendapatkan nilai yang bagus

2

Agar dapat mengerjakan ujian 2 pelajaran tersebut

1

Agar diberi pertolongan saat mengerjakan ujian

1

Agar dapat menghadapi ujian tersebut

1

2

1.3

4

2.7

4
Pasrah

6.0

TUJUAN PERILAKU

2.7

1

0.7

1

0.7

114

76.0

TOTAL

114

8

Lanjutan tabel 1
TIDAK
JUJUR

Bertindak curang
Mencontek teman

Bertanya pada teman

Meminta bantuan teman
Tidak berusaha
Memilih untuk tidak belajar lagi
LAIN-LAIN

TOTAL
Tidak relevan

25
20

4

16.7
13.3

2.7

1

0.7

1

0.7

1

0.7

26
10

17.3
6.7

Agar mendapatkan nilai yang bagus

5

Agar cepat selesai

4

Agar dapat mengerjakan ujian 2 pelajaran tersebut

3

Agar mengetahui jawabannya

2

Tidak relevan

6

Agar cepat selesai

1

Agar mendapatkan nilai yang bagus

1

Agar dapat mengerjakan ujian 2 pelajaran tersebut

1

Tidak relevan

1

Agar dapat menyelesaikan ujian

1

Tidak relevan

1
TOTAL

26

Agar tidak bangun pagi lagi

1

Agar mendapatkan nilai yang bagus

1

Agar tidak lupa bahan ujian yang pertama

1

Agar dapat belajar dengan baik

1

Agar dapat mengerjakan ujian 2 pelajaran tersebut

1

Tidak relevan

5

9

Tabel 2. Bentuk perilaku jujur dan tidak jujur saat siswa kesulitan menjawab soal ujian dan melihat teman-temannya saling
menyontek, sementara pengawas sedang keluar ruangan
KATEGORI
JUJUR

BENTUK PERILAKU
Menolak bertindak curang
Tidak ikut mencontek

F
35
26

%
23.3
17.3

8

5.3

Tetap fokus mengerjakan soal ujian
Menegakkan kejujuran
Menasihati teman agar tidak mencontek

1
25
10

0.7
16.7
6.7

Melaporkan teman kepada pengawas

9

6.0

Menegur teman yang mencontek

6

4.0

Diam dan tetap melanjutkan mengerjakan

TUJUAN PERILAKU

F

Ingin tetap jujur
Tidak ingin curang
Agar mendapatkan nilai yang bagus
Agar percaya diri dengan jawabannya sendiri
Untuk berusaha mandiri saat mengerjakan ujian
Agar puas dengan hasil kemampuan sendiri
Agar tidak berdosa
Agar tidak menerima azab Allah dan mendapat petunjukNya
Agar tidak dimarahi guru
Agar tidak dihukum guru
Agar tidak ikut-ikutan mencontek
Tidak ingin curang
Ingin tetap jujur
Agar tidak dimarahi guru
Agar tidak ramai saat ujian
Diam

7
6
3
2
2
2
1
1
1
1
2
3
1
1
1
1

Agar teman-temannya tidak mencontek lagi
Agar teman-temannya berusaha mengerjakan sendiri
Agar dapat melanjutkan mengerjakan dengan tentram
Menegakkan kebenaran
Agar teman-temannya tidak mencontek lagi
Jujur
Agar teman-temannya tidak berbuat curang
Agar teman-temannya jujur
Agar jawabannya tidak sama satu sama lain
Agar nilainya tidak lebih jelak dari teman-temannya

4
3
2
1
8
1
3
1
1
1

10

Lanjutan tabel 2
Berusaha mengerjakan sendiri
Mengerjakan sendiri

Berusaha menjawab semampunya
Percaya diri pada jawaban sendiri

TOTAL
TIDAK
JUJUR

Bertindak curang
Ikut mencontek

Bertanya jawaban pada teman

Mencontek sebagian
Bertanya cara mengerjakan soal pada teman
TOTAL
Tidak Relevan

2
2

10.0
7.3

1.3
1.3

75

50.0

72
62

48.0
41.3

7

2

4.7

1.3

1

0.7

72

48.0

3

2.0

Agar mendapatkan nilai yang bagus

4

Ingin tetap jujur

4

Agar berusaha mandiri dalam mengerjakan ujian

1

Agar puas dengan hasil kemampuan sendiri

1

Agar percaya diri dengan jawabannya sendiri

1

Agar mendapatkan nilai yang bagus

1

Agar puas dengan hasil kemampuan sendiri

1

Agar mendapatkan nilai yang bagus

1

Mencontek belum tentu benar

1

TOTAL

75

Agar mendapatkan nilai yang bagus

20

Agar dapat menjawab soal ujian

11

Agar cepat selesai

9

Agar tidak kesulitan dalam menjawab soal ujian

9

Adanya peluang atau kesempatan mencontek

3

Agar senang

1

Tidak relevan

9

Agar dapat menjawab soal ujian

3

Agar tidak kesulitan dalam menjawab soal ujian

2

Agar cepat selesai

1

Tidak relevan

1

Agar dapat menjawab soal ujian

1

Agar mendapatkan nilai yang bagus

1

Agar dapat menjawab soal yang belum dipahami

1

TOTAL
Tidak relevan

72
3

11

LAIN-LAIN

15
11

Tabel 3. Bentuk perilaku jujur dan tidak jujur saat siswa kesulitan menjawab soal ujian dan membawa catatan kecil ke dalam ruang
ujian, akan tetapi dia juga tahu pengawas ujian di ruangannya terkenal disiplin
KATEGORI
JUJUR

BENTUK PERILAKU
Membatalkan niat mencontek
Tidak membuka contekan

Tidak mencontek pada kertas tersebut

Membuang contekan

F

%

70
43

47
28.7

23

4

15.3

2.7

TUJUAN PERILAKU

F

Agar tidak ketahuan oleh pengawas jika membawa contekan

16

Ingin berperilaku jujur

8

Agar tidak dimarahi guru

3

Agar tidak dihukum guru

2

Agar melatih disiplin mengerjakan ujian

2

Agar tidak kesulitan mengerjakan soal ujian

2

Untuk mendapatkan nilai yang bagus

1

Agar berlatih mandiri dalam mengerjakan ujian

1

Agar puas dengan hasil pekerjaan sendiri

1

Tidak relevan

7

Agar tidak dimarahi guru

6

Agar tidak dihukum guru

4

Agar tidak ketahuan oleh pengawas jika membawa contekan

3

Ingin berperilaku jujur

3

Agar tidak berdosa

2

Agar mendapatkan nilai yang bagus

1

Agar berlatih mandiri dalam mengerjakan ujian

1

Tidak relevan

3

Ingin berperilaku jujur

2

Agar hasilnya murni dari kemampuan sendiri

1

Tidak relevan

1

12

Lanjutan tabel 3
Berusaha mengerjakan sendiri
Berusaha mengerjakan sendiri

Mengerjakan sebisanya

Percaya pada jawaban sendiri
Berusaha mengingat materi
Mempelajari contekan sebelum ujian
Mengingat catatan
TOTAL
TIDAK
JUJUR

Bertindak curang
Mencontek dengan hati-hati

16
10

5

10.7
6.7

3.3

Ingin berperilaku jujur

3

Agar tidak dimarahi guru

2

Agar tidak ketahuan oleh pengawas jika membawa contekan

2

Agar mendapatkan nilai yang bagus

1

Untuk mencari aman

1

Tidak relevan

1

Agar tidak ketahuan oleh pengawas jika membawa contekan

2

Ingin berperilaku jujur

1

Agar mendapatkan nilai yang bagus

1

Tidak relevan

1

1

0.7

Ingin berperilaku jujur

1

3
2

2.0
1.3

Agar cepat dalam menjawab soal

1

Agar tidak dimarahi guru

1

Agar mendapatkan nilai yang bagus

1

1

0.7

86

57.3

53
15

35.3
10.0

TOTAL

89

Agar tidak kesulitan mengerjakan soal ujian

5

Agar dapat menjawab soal ujian

5

Agar cepat selesai

2

Agar mendapatkan nilai yang bagus

1

Tidak relevan

2

13

Lanjutan tabel 3
Mencontek catatan kecil

Mencontek ketika pengawas keluar

LAIN-LAIN

29

4

19.3

2.7

Agar mendapatkan nilai yang bagus

10

Agar dapat menjawab soal ujian

5

Agar tidak kesulitan mengerjakan soal ujian

5

Agar jawabannya benar

2

Agar tidak dimarahi guru

1

Tidak relevan

6

Agar tidak ketahuan oleh pengawas jika membawa contekan

2

Agar tidak kesulitan mengerjakan soal ujian

1

Tidak relevan

1

Bertanya jawaban pada teman

2

1.3

Agar mendapatkan jawaban

2

Mencontek jawaban teman

2

1.3

Tidak relevan

2

Membohongi pengawas

1

0.7

Tidak relevan

1

53
8

35.3
5.3

TOTAL
Tidak relevan

TOTAL

53

Agar mendapatkan nilai yang bagus

2

Agar dapat mengingat materi pelajaran

1

Agar menjadi pandai

1

Ingin berperilaku jujur

1

Tidak relevan

3

14

15

HASIL
Perilaku berusaha mengerjakan sendiri dan belajar lagi di sekolah
merupakan wujud kejujuran siswa yang dilakukan pada saat ujian. Hal ini
dilakukan sebagai usaha untuk mencapai kesuksesan dan keberhasilan dalam
ujian. Selaras dengan pendapat Alkhoiroti (2013), perilaku jujur dalam lingkup
akademik dapat berupa berkata dan bertindak benar, mengakui kesalahan,
menuntut dan mempertahankan keadilan, menolak berbuat curang dan berusaha
atas upaya sendiri, berusaha mencari informasi yang benar. Menurut Santrock
(2003), tekanan sosial dan akademik memaksa remaja untuk berprestasi secara
efektif pada tekanan akademik dan sosial yang baru, sebagian lagi ditentukan oleh
faktor psikologis dan motivasi untuk mencapai suatu standar kesuksesan dan
berusaha untuk mencapai kesuksesan. Bentuk perilaku lain yang dilakukan siswa
saat ujian adalah menolak berbuat curang dengan tidak memberikan jawaban ke
teman lain maupun mencontek jawaban. Hal ini mengindikasikan bahwa siswa
percaya dengan kemampuan diri sendiri dan tidak mau merugikan dirinya sendiri
dengan berbuat curang. Hal ini dikuatkan dengan pendapat Kushartanti (2009)
berpendapat bahwa semakin tinggi kepercayaan diri maka semakin rendah
perilaku menyontek, dan semakin rendah kepercayaan diri maka semakin tinggi
perilaku menyontek.
Apabila siswa melihat atau mengetahui bahwa ada teman yang berbuat
curang dalam mengerjakan ujian, siswa memilih mengatakan yang sebenarnya
pada guru. Hal ini sejalan dengan pendapat Lestari dan Adiyanti (2012) bahwa
salah satu indikator perilaku jujur, yaitu menyampaikan kebenaran dengan cara
menyampaikan informasi yang diketahuinya sedemikian rupa sehingga informasi
tersebut dapat diterima dengan benar.
Perilaku membatalkan niat mencontek merupakan perilaku jujur yang
paling banyak dilakukan dengan cara tidak membuka contekan yang telah dibuat.
Hal ini dilakukan karena siswa takut apabila nanti diketahui oleh pengawas bahwa
dia mencontek. Sesuai pendapat Sierra dan Hyman (2006) yang menyatakan
bahwa keputusan seseorang untuk melakukan tindakan curang akan dipengaruhi
oleh intensi atau niatnya untuk berlaku curang.

16

Adapun tujuan siswa berperilaku jujur karena ingin mengetahui seberapa
jauh penguasaan kompetensi diri di bidang akademik. Siswa mempunyai tujuan
untuk mendapatkan nilai yang bagus, memahami materi sehingga dapat menjawab
ujian dengan baik sesuai dengan kompetensinya tanpa harus berbuat curang. Hal
ini sesuai dengan pendapat Tas dan Tekkaya (2010) yang menemukan bahwa
siswa yang memiliki orientasi tujuan personal penguasaan terhadap materi
cenderung kurang melakukan kecurangan akademik.
Siswa berperilaku jujur juga didasari oleh rasa takut siswa terhadap
hukuman yang akan diberikan oleh guru apabila ketahuan mencontek. Sesuai
pendapat Sarwono (2011) bahwa alasan siswa berbuat jujur adalah agar tidak
dimarahi atau dihukum. Perasaan takut yang dialami oleh remaja termasuk dalam
kecemasan yang disosialisasikan, Kecemasan tersebut dalam dosis yang tepat
akan membawa perilaku positif dan mendorong remaja untuk menjaga tingkah
lakunya agar selalu sesuai dengan norma masyarakat.
Siswa tidak ingin berbuat curang karena tidak ingin mendapatkan dosa
sebagai akibat dari perbuatannya. Hal ini merupakan wujud dari manifestasi
keimanan siswa dalam kehidupannya. Sesuai dengan pendapat Gunarsa (1992)
yang

menyatakan

bahwa

segi

keagamaan

akan

berpengaruh

terhadap

perkembangan moral. Menurut Suparman (2011) agama sangat menekankan sikap
jujur pada umat manusia. Dalam agama dinyatakan bahwa kejujuran menuju ke
kebaikan, dan kebaikan menuju ke surga, serta kebohongan atau kedustaan
menuju ke dosa, dan dosa menuju ke neraka.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa siswa ingin berbuat jujur untuk
mendorong temannya untuk melakukan kejujuran juga. Dalam hal ini siswa
menginginkan sesuatu yang adil antara yang dia lakukan dengan teman lakukan.
Hal ini selaras dengan Lestari dan Adiyanti (2012) bahwa salah satu indikator
perilaku jujur yaitu bertindak fair atau fairness atau adil dengan cara mengakui
sesuatu yang menjadi haknya dan tidak mengambil hak orang lain. Sejalan dengan
hal itu, Samani dan Hariyanto (2012), salah satu nilai kejujuran yang
dikembangkan di sekolah adalah fairness (sifat adil, jujur dan sportif) yang
dimaknai dengan memberlakukan orang lain seperti keinginannya diberlakukan

17

oleh orang lain, mengatakan yang sebenarnya, bermain sesuai aturan mainnya,
tidak menyalahkan orang lain karena kesalahan sendiri, tidak mengambil
keuntungan dari orang lain, dan bertindak berlandaskan favoritism.
Adapun bentuk perilaku tidak jujur yang terungkap adalah bertindak
curang berupa membuka contekan pada kertas kecil, mencontek ketika pengawas
keluar. Menurut Agustin, Sano, dan Ibrahim (2013), bentuk perilaku menyontek
yang dominan dilakukan siswa adalah bentuk independent-planned seperti
menggunakan catatan ketika ujian berlangsung, dan/atau membawa jawaban yang
dipersiapkan sebelum ujian, dan social-active seperti siswa mengcopy atau
melihat jawaban dari orang lain.
Selain itu siswa juga berbuat curang dengan memberikan jawaban yang
salah pada teman. Hal ini menunjukkan bahwa di satu sisi siswa berperilaku jujur
karena tidak mau nilai teman yang mencontek lebih tinggi, di sisi lain siswa
tersebut

berbohong

degan

memberikan

jawaban

yang

salah.

Hal

ini

mengindikasikan bahwa di dalam pertemanan siswa terdapat persaingan prestasi.
Sesuai dengan penelitian Burns dkk. (1988) bahwa persaingan dalam memperoleh
nilai yang tinggi dan peringkat yang tinggi memicu terjadinya mencontek.
Kecurangan yang lain meliputi memberikan jawaban pada teman,
mencontek dan bertanya jawaban pada teman yang lain. Hal ini selaras dengan
penapat Koss (2011) bahwa ketidakjujuran akademik merupakan tindakan
seseorang yang meminjam dan menyalin tugas dari siswa lain, menyalin jawaban
pada saat ujian, atau memperoleh tugas dan/atau ujian dari semester sebelumnya,
serta menulis jawaban di bagian tubuh (kaki atau tangan), pakaian, meja, atau
kertas, serta menggunakan kode dengan teman sebaya dalam rangka memajukan
diri pada saat ujian.
Para siswa sangat takut apabila dimarahi ataupun dihukum oleh guru
apabila diketahui melakukan kesalahan. Oleh sebab itu, siswa melakukan
kecurangan dalam mengerjakan ujian untuk menghindari hukuman dari guru
tersebut. Kemudian, nilai yang bagus dianggap sebagai salah satu hal yang dapat
mengukur kecerdasan siswa sehingga siswa akan melakukan apapun agar
mendapatkan nilai yang bagus. Siswa menganggap bahwa dia bisa mendapatkan

18

nilai yang bagus tanpa bersusah payah, sehingga hal inilah yang akan
mendorong siswa untuk selalu berbuat tidak jujur. Hal ini sesuai dengan pendapat
Zusnaini (2013) perilaku berbohong pada anak disebabkan oleh dua faktor yaitu
karena takut dan khawatir seperti takut akan sanksi atau dimarahi, faktor kedua
karena keinginan untuk merealisasikan maksud dan tujuan, seperti keinginan
untuk puas, memiliki, bersahabat dengan teman yang lain, dan sebagainya.
Kecurangan yang terjadi pada saat ujian dapat terjadi karena adanya
kesempatan atau peluang dari kurangnya pengawasan, misalnya pada saat
pengawas ujian menerima telepon di luar ruangan. Situasi ini dapat dimanfaatkan
siswa untuk mencontek. Sesuai dengan pendapat Becker (2006) dalam
penelitiannya juga menjelaskan bahwa kesempatan merupakan faktor yang
mendorong terjadinya kecurangan akademik. Kesempatan akan berpengaruh
secara positif terhadap perilaku kecurangan, dimana semakin besar kesempatan
yang tersedia bagi seseorang untuk melakukan kecurangan maka akan semakin
besar pula kemungkinan orang tersebut untuk melakukan kecurangan. Dalam hal
ini dapat diketahui bahwa pekerjaan rumah akan lebih banyak memunculkan
kesempatan siswa untuk berbuat curang daripada ulangan maupun ujian.
KESIMPULAN
Berdasarkan paparan hasil penelitian dan pembahasan penelitian maka
dapat disimpulkan bahwa:
1. Perilaku jujur yang muncul antara lain: a) belajar lagi sebelum ujian (meliputi
belajar sebelum ujian, memanfaatkan waktu untuk belajar), b) berusaha
mengerjakan sendiri (meliputi mengerjakan sendiri sebaik mungkin, percaya
diri pada jawaban sendiri), c) menolak bertindak curang (meliputi tidak ikut
mencontek), d) menegakkan kejujuran (meliputi menegur dan menasihati
teman yang mencontek, melaporkan teman yang curang pada pengawas, diam
dan tetap melanjutkan mengerjakan), e) berusaha mengingat kembali materi
yang dipelajari (meliputi mengingat kembali materi yang dipelajari), f)
membatalkan niat mencontek (meliputi tidak membuka contekan, membuang
contekan), dan g) spiritual (meliputi berdoa dan pasrah). Tujuannya untuk

19

meningkatkan kompetensi diri, spiritual, menegakkan kejujuran, dan
menghindari hukuman.
2. Bentuk perilaku tidak jujur yang muncul antara lain a) bertindak curang
(meliputi mencontek dengan hati-hati atau menunggu saat pengawas keluar
ruangan, bertanya jawaban pada teman, membohongi pengawas, bertanya cara
mengerjakan pada teman) dan b) tidak berusaha terlebih dahulu (dengan cara
tidak belajar sebelum ujian). Tujuannya agar tidak bersusah payah, tidak
kesulitan dalam mengerjakan, menghindari hukuman, dan adanya kesempatan
untuk mencontek.
SARAN
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini, peneliti
memberikan saran yang dapat dipertimbangkan oleh beberapa pihak, yaitu:
1. Siswa

diharapkan

dapat

mempertahankan

kejujurannya

untuk

tidak

memberikan jawaban maupun tugas kepada teman yang ingin mencontek dan
melaporkan kepada guru apabila ada teman yang berbuat curang. Selain itu,
diharapkan siswa selalu menjalankan kewajibannya untuk belajar, bukan
hanya pada saat akan ulangan maupun ujian saja.
2. Untuk guru mata pelajaran, dalam membuat soal ujian sebaiknya bentuk soal
yang digunakan berbentuk essay, bukan check point atau jawaban singkat.
Diharapkan guru juga dapat memaksimalkan pengawasan saat siswa
mengerjakan tugas, ulangan, maupun ujian. Untuk guru BK atau psikolog
sekolah, pada saat pelajaran BK memberikan edukasi mengenai akibat dan
kerugian dari tindakan menyontek yang berdampak pada diri sendiri dan orang
lain, dan dampak yang dirasakan bukan hanya saat ia duduk di bangku
pendidikan saja tetapi juga berdampak lebih besar ke depannya.
3. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk menindaklanjuti penelitian ini,
diharapkan agar dapat melakukan penelitian berkenaan dengan dampak yang
akan

ditimbulkan

siswa

yang

melakukan

tindakan

menyontek,

menyempurnakan dan mengembangkan instrumen dengan metode kuantitatif,
serta survei dengan menguji variabel-variabel yang berpengaruh, seperti
hubungan dengan teman sebaya dan faktor internal.

20

DAFTAR PUSTAKA
Agustin, A., Sano, A., & Ibrahim, I. (2013). Perilaku Menyontek Siswa SMA
Negeri di Kota Padang Serta Upaya Pencegahan oleh Guru BK. Jurnal
Ilmiah Konseling, 2(1):71-75
Alkhoiroti, F. N. (2013). Kejujuran Akademik dan Nonakademik Siswa Sekolah
Menengah Pertama Bukit Indah Lawu. Skripsi Tidak Diterbitkan.
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Anderman, E. M., & Murdock, T. B. (2007). The Psychology of Academic
Cheating. Kansas City: Academic Press Inc.
Becker, J. C, Paula L, & J. Morrison. (2006). Using the Business Fraud Triangle
to Predict Academic Dishonesty Among Business Students. Academy of
Educational Leadership Journal, 10(1), 37:45
Burns. S. R., Davis, S.F., Hoshino, J., & Miller, R. L. (1988). Academic
Dishonesty: A Delineation of Cross-Cultural Patterns. College Students
Journal, 32(4): 590-597
Friyatni. (2011). Faktor-Faktor Penentu Perilaku Mencontek di Kalangan
Mahasiswa Fakultas Ekonomi UNP. Tingkap, 8(2), 173-188
Gunarsa, S. D. (1992). Psikologi Perkembangan. Jakarta: BPK Gunung Mulia
Hidayatullah, M. F. (2010). Pendidikan Karakter: Membangun Peradabaan
Bangsa. Surakarta: Yuma Pustaka
Koss,

J. (2011). Academic Dishonesty Among
Psychological Association, 6 (33): 5-33

Adolescents.

American

Kushartanti, A. (2009). Perilaku Menyontek Ditinjau Dari Kepercayaan Diri.
Indigenous, Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi, 11(2): 38-46
Lestari, S., & Adiyanti, M. G. (2012). Konsep Jujur dalam Perspektif Orang Jawa.
Anima, Jurnal Psikologi Indonesia, 27 (3): 129-142
Maryati, K., & Suryawati, J. (2001). Sosiologi Jilid 1. Jakarta: Esis
Muhyiddin, A. H. (2012). Meluruskan Arah Pendidikan Nasional. Kompas,
Sabtu, 14 April 2012, diunduh dari http://alkautsar.com
McCabe, D. L. & Trevino, L. K. (1993). Academic Dishonesty: Honor Codes and
Other Contextual Influences. The Journal of Hogher Education, 64 (5):
522-538

21

Monks, F. J., Knoers, A. M. P., & Haditomo, S. R. (2002). Psikologi
Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta:
Gadjah mada University Press
Samani, M., & Hariyanto. (2012). Konsep dan Model Pendidikan Karakter.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset
Santrock, J. W. (2003). Adolescence: Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga
Sarwono. S.W. (2011). Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Sarwono, S. W. (2012). Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers.
Sierra, J.J & Hyman, M.R. (2006). A Dual-Process Model of Cheating Intentions.
Journal of Marketing Education, 28(3)
Stephen, Jason M., Yukhymenko, M., & Romakin, V. (2009). Academic
Motivation and Misconduct in Two Cultures: A Comparative Analysis of
U.S. and Ukrainian Undergraduates. Paper. University of Connecticut
Suara Pembaruan. (2013). Survei UPI: Kecurangan UN Libatkan Guru dan
Kepala Sekolah. Suara Pembaruan, Rabu, 2 Oktober 2013, diunduh dari
http://www.suarapembaruan.com
Suparman. (2011). Studi Perbedaan Kualitas Sikap Jujur Siswa Kelas III SMTA
Negeri Kota Madiun. Interaksi, 7(1): 1-13
Tas & Tekkaya (2010). Personal and Contextual Factors Assosiated With
Students' Cheating in Science. The Journal ofExperimental Education, 78,
440-463.
Zuriah, N. (2007). Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif
Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara.
Zusnaini, L. (2013). Mendidik Anak Agar Jujur. Platinum Publishing