STRATEGI COPING PADA PASANGAN PERNIKAHAN BERORIENTASI NILAI-NILAI ISLAM Strategi Coping Pada Pasangan Pernikahan Berorientasi Nilai-Nilai Islam.

STRATEGI COPING PADA PASANGAN PERNIKAHAN
BERORIENTASI NILAI-NILAI ISLAM
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat
Sarjana S-1 Psikologi danPendidikan Islam

DisusunOleh:
NURUL ISTIQOMAH
F100100 142/G 000 100 217

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015

STRATEGI COPING PADA PASANGAN PERNIKAHAN
BERORIENTASI NILAI-NILAI ISLAM

NASKAH PUBLIKASI
Diajukan kepada
Fakultas Psikologi dan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta
Untuk memenuhi sebagian dari Persyaratan

Guna Menempuh Derajat Sarjana S-1

DisusunOleh:
NURUL ISTIQOMAH
F100 100 142/G 000 100 217

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
ii

STRATEGI COPING PADA PASANGAN PERNIKAHAN
BERORIENTASI NILAI-NILAI ISLAM

Nurul Istiqomah
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
twinproject48@gmail.com
Pembimbing:
Dr. Nisa Rachmah Nur Anganthi, M. Si., Psi.
Drs. M. Darojat A, M.Ag.

ABSTRAKSI
Pemilihan pasangan pernikahan dan masalah yang muncul dalam kehidupan
pernikahan adalah hal yang berkaitan, sehingga diperlukan strategi coping untuk
menyikapi permasalahan yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan
memahami perilaku coping pada pasangan pernikahan berorientasi nilai-nilai
Islam. Responden dalam penelitian ini berjumlah 3 pasang, yang ketiganya
merupakan pasangan pernikahan yang telah memiliki minimal 1 anak dari
pernikahan monogami, berusia 22-45 tahun, usia pernikahan minimal 3 tahun dan
beragama Islam. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik
wawancara dan observasi. Metode analisis data menggunakan analisis deskriptif,
sedangkan pengumpulan data dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian
diperoleh: 1) Orientasi pemilihan pasangan; responden menjadikan agama sebagai
orientasi dalam menentukan pasangan pernikahan, namun nilai yang dianut tidak
sama. Responden dengan orientasi agama ekstrinsik menjadikan nilai sosial dan
juga ekonomi sebagai dasar pijakan, sedangkan responden dengan orientasi agama
intrinsik berpijak pada nilai agama. 2) Masalah dalam kehidupan pernikahan;
masalah dalam kehidupan pernikahan meliputi masalah pemenuhan kebutuhan
hidup, keuangan, pengasuhan dan pendidikan anak, hubungan dengan keluarga,
lingkungan sosial, perbedaan pendapat dengan pasangan, pembagian tugas dalam
rumah tangga, serta masalah tantangan atau konsekuensi pengamalan nilai-nilai

agama dalam kehidupan yang hanya dialami oleh responden dengan orientasi
agama intrinsik. 3) Perilaku coping; dalam mengatasi masalahnya responden
melakukan strategi coping dengan problem focused coping dan juga emotion
focused coping. Kesimpulan: Adanya perbedaan orientasi keagamaan
menyebabkan perbedaan kecenderungan dalam melakukan coping, semakin tinggi
orientasi keagamaan responden maka semakin cenderung menggunakan problem
focused coping. Implikasi: penelitian ini menunjukkan bahwa individu yang
belum menikah dan sudah menikah perlu meningkatkan orientasi keagamaan
menuju orientasi agama instrinsik dengan cara meningkatkan pemahaman dan
pengamalan ajaran agama yang bisa dilakukan dengan mengikuti kajian rutin,
diskusi keagamaan, membaca buku-buku keagamaan dan sebagainya.
Kata kunci: coping, pasangan pernikahan, orientasi nilai-nilai Islam

v

Pendahuluan
Pernikahan merupakan sarana

kondisi


sosial

untuk menemukan babak baru dalam

tersebut

selaras dengan penelitian

kehidupan, tidak hanya jalan mulia

Hepi

untuk mengatur kehidupan rumah

bahwa pernikahan yang berkualitas

tangga dan keturunan, tetapi juga

tinggi adalah pernikahan yang terus


satu jalan perkenalan antara satu

berkembang karena mengejar tujuan

kaum dengan kaum yang lainnya.

pokok dan tujuan bersama. Kualitas

Menurut

pernikahan yang tinggi dapat dicapai

Santrock

pernikahan

merupakan

(2002),


(2013)

dengan

penyatuan

yang

Hadis

menyebutkan

kebajikan/virtue,

dua pribadi yang unik, dengan

faktor

membawa pribadi


psikologis

masing-masing

ekonomi.

religiusitas

dimana

dalam

kualitas

model

pernikahan

berdasar latar belakang budaya serta


menjadi

master

of

virtue

pengalamannya.

mampu

mengintegrasikan

yang
virtue

yang lain (komitmen pernikahan dan

Anjuran nenikah dalam Islam

tersebut dalam QS. Ar-Rum ayat 21

pengorbanan)

(Depag, 2009). Selain berisi anjuran,

kualitas pernikahan

ayat ini juga menunjukkan tanda

sehingga dapat dikatakan bahwa

kekuasaan Allah.

faktor

Dalam

hal


rambu-rambu

kualitas

mengejar
yang tinggi,

pernikahan

yang

utama adalah religiusitas”.

menentukan

Kehidupan pernikahan tidak

pasangan pernikahan, Islam telah
memberikan


untuk

yang

dapat

dihindarkan

dari

masalah,

dengannya tujuan pernikahan akan

menurut Sadarjoen

mudah dicapai. Sebagaimana sabda

konflik dalam pernikahan antara lain

nabi

menyangkut

yang

diriwayatkan

oleh

(2005), area

persoalan-persoalan

Bukhari-Muslim (Nailul Authar no.

sebagai

3420) tentang perintah menjadikan

(perolehan dan penggunaannya); (2)

agama

dalam

Pendidikan anak (misalnya jumlah

memilih dan menentukan pasangan

anak dan penanaman disiplin anak);

pernikahan

(3)

sebagai

orientasi

dengan

tanpa

meninggalkan kriteria fisik serta
1

berikut:

Hubungan

(1)

Keuangan

pertemanan;

(4)

Hubungan dengan keluarga besar;

nyata maupun tindakan dalam bentuk

Pertemanan, rekreasi (jenis, kualitas,

intrapsikis

dan kuantitasnya); (5) Aktivitas-

pengolahan input dalam kognitif).
belakangi peneliti untuk melakukan

pasangan; (6) Pembagian kerja dalam

penelitian tentang “Strategi coping

rumah tangga; (7) Berbagai macam
(agama,

polotik,

pada

seks,

Lazarus

Berdasarkan hasil wawancara
Agustus

(DH/38)

2014

pada

dalam

pernikahan
islam”

nilai-nilai

Utami dkk, (2013) mengutip

aneka macam masalah sepele).
istri

pasangan

berorientasi

komunikasi dalam pernikahan, dan

dengan

emosi,

Fenomena di atas melatar

aktivitas yang tidak disetujui oleh

masalah

(peredaman

dan

Folkman

dalam

menggolongkan dua strategi coping

23

yang

rangka

biasanya

digunakan

oleh

penelitian awal, diketahui bahwa

individu, yaitu 1) Problem-solving

responden menikah dengan orientasi

focused coping, dimana individu

agama

kehidupan

secara aktif mencari penyelesaian

terdapat

masalah

dari masalah untuk menghilangkan

pendidikan

dan

dan

dalam

pernikahannya
pekerjaan,

kondisi

pengasuhan anak, kepribadian, serta
pasangan.

situasi

yang

menimbulkan stres. Senada dengan

perbedaan pemahaman keagamaan
dengan

atau

Lazarus dan Folkman, Aldwin dan

Orientasi

pemilihan pasangan dan masalah

Revenson

yang muncul

Indirawati (2006) membagi problem

dalam kehidupan

pernikahan

adalah

hal

berkaitan,

sehingga

yang

dikutip

focused coping menjadi 3, yaitu:

yang

diperlukan

cautiousness

strategi coping untuk menyikapi

instrumental

action

masalah yang ada.

instrumental),

dan

Kalat

dan

Shiota

oleh

(2007)

(negosiasi).

mengutip pendapat Lazarus yang

(kehati-hatian),

2)

(tindakan
negotiation

Emotion-focused

coping, dimana individu melibatkan

mengartikan strategi coping sebagai

usaha-usaha

untuk

mengatur

mengolah tekanan psikis (baik secara

emosinya

dalam

rangka

eksternal maupun secara internal)

menyesuaikan diri dengan dampak

yang terdiri atas usaha baik tindakan

yang akan diitimbulkan oleh suatu

proses atau cara untuk mengelola dan

2

kondisi atau situasi yang penuh

perkembangan

tekanan.

serta

Individu

menggunakan

kognitif

pemahaman

individu)
keagamaan

(Indirawati, 2006).

kedua cara tersebut untuk mengatasi

Menurut Carver dan Scheier

berbagai masalah yang menekan
lingkup

yang dikutip Hapsari dkk (2002),

kehidupan sehari-hari. Aldwin dan

aspek-aspek strategi coping antara

Revenson

oleh

lain: keaktifan diri, perencanaan,

Indirawati (2006) juga membagi

kontrol diri, mencari dukungan sosial

emotion focused coping menjadi

yang bersifat instrumental, mencari

empat, yaitu: escapism (melarikan

dukungan

diri dari masalah), minimazation

emosional,

(menganggap

seringan

religiusitas. Religiusitas dalam hal

mungkin), self blame (menyalahkan

ini mencakup tawakkal, ikhtiar, sabar

diri sendiri), dan seeking meaning

dan qona’ah (Suranto, 2011).

dalam

berbagai

ruang

yang

dikutip

masalah

Bahreisy

yang

bersifat

penerimaan,

Pasangan

(mencari hikmah yang tersirat).
Menurut

sosial

dan

pernikahan

berorientasi nilai-nilai Islam adalah

(1992)

dalam Islam metode penyelesaian

laki-laki

masalah terdapat dalam QS. Al-

menikah

Insyiroh ayat 1-8, yaitu: positive

keyakinan Islam yang bersumber

thinking (berpikir positif), positive

pada al-Qur’an dan sunah sebagai

acting

kecenderungan dasar utama dalam

(berperilaku

positif)

dan

positive hoping (berharap positif).
Faktor

-

faktor

dan

perempuan

dengan

yang

menjadikan

menempuh kehidupan pernikahan.
Pernikahan

yang

sendiri

merupakan

mempengaruhi strategi coping yang

implementasi dari perintah Allah

dilakukan

jenis

dalam QS. At-Tahrim ayat 6 (Depag,

masalah, karakteristik situasional &

2009) tentang perintah menjaga diri

dukungan sosial, faktor personal

dan

(jenis kelamin, usia, kepribadian,

sehingga

tingkat

sosial

pengamalan dari ayat ini menjadi

ekonomi, persepsi terhadap stimulus

wajib dilakukan oleh orang tua

yang

kepada anak. Orientasi nilai-nilai

individu

pendidikan,

dihadapi,

adalah

status

dan

tingkat

3

keluarga

dari

penanaman

api

neraka,

nilai

dan

Islam dalam pernikahan diantaranya

hadis riwayat Tirmidzi dalam sunan

terdapat dalam QS. Ar-Ruum ayat 21

Tirmidzi

(Depag,

anjuran

memerintahkan kepada para wali

menikah dan tujuan pernikahan,

untuk menerima pinangan laki-laki

sedangkan

menikah

yang baik agama dan akhlaknya, hal

riwayat

ini juga merupakan implementasi

2009)

tentang

keutamaan

dijelaskan

dalam

hadis

1084,

Rasulullah

dari QS. At-Tahrim ayat 6 .

Ahmad, Bukhari, dan Muslim dalam

Menurut

Nailul Authar no. 3413.
Dalam

no.

dikutip

melaksanakan

oleh

Spranger
Mulyana

yang
(2004),

anjuran tersebut terdapat ketentuan

orientasi nilai yang sering dijadikan

yang dijelaskan dalam QS. An-Nuur

rujukan

ayat 3 dan 26 (Depag, 2009)

kehidupannya ada enam, yaitu nilai

tentang

dalam

teoretik, nilai ekonomis, nilai estetik,

tersebut

nilai sosial, nilai politik, dan nilai

prinsip

pernikahan,

sekufu
ayat

oleh

manusia

dalam

agama.

menguatkan hadis riwayat BukhariMuslim (Nailul authar no. 3420

Sedangkan Allport dan Ross

tentang perintah menjadikan agama

yang juga dikutip oleh Rosidin

sebagai orientasi dalam memilih dan

(2009) menyebutkan bahwa terdapat

menentukan pasangan

dua aspek orientasi religius yaitu

pernikahan

dengan tanpa meninggalkan kriteria

orientasi

fisik serta kondisi sosial ekonomi.

orientasi religius ekstrinsik, serta tiga

Adanya

perintah

konsep

untuk

religius

orientasi

intrinsik

religius

dan

yaitu

menjadikan agama sebagai orientasi

religion as end (agama sebagai

bukan tanpa akibat, karena setiap

tujuan akhir), religion as mean

perintah dan larangan Allah masing-

(agama sebagai alat), dan religion as

masing

konsekuensi

quest (agama sebagai pencarian) yang

kebaikan bagi manusia, hadis riwayat

terbentuk oleh lingkungan (terutama

Ibnu Majah dalam Sunan Ibnu Majah

lingkungan

no. 1859 menjelaskan tentang akibat

menumbuhkan

dari orientasi pemilihan pasangan

pengalaman keagamaan yang terus

pernikahan. Oleh karena itu dalam

berkembang.

mengandung

4

keluarga)

sehingga

pengetahuan

dan

Menjadikan nilai-nilai Islam

Sedangkan Islam menjelaskan
bahwa pembinaan generasi muda

(agama)

melalui pendidikan dalam keluarga

dalam

adalah hal yang sangat penting,

pasangan

terutama pendidikan keimanan yang

meninggalkan

akan

dasar

memerupakan hal yang sebaiknya

nilai.

dilakukan umat Islam. Menjadikan

Demikian juga dalam menentukan

agama sebagi orientasi utama dalam

pasangan

keimanan

pernikahan akan berperan besar dalam

(religi/agama) merupakan nilai Islam

kehidupan pernikahan, sebagaimana

yang

penelitian

berperan

pembentukan

sebagai
orientasi

pernikahan,

perlu

dijadikan

sebagai

sebagai

orientasi

memilih

dan

utama

menentukan

pernikahan

tanpa

orientasi

lainnya

Hepi

(2013)

yang

pertimbangan utama di samping nilai-

menyebutkan bahwa faktor utama

nilai Islam lainnya (harta-ekonomi,

yang menentukan kualitas pernikahan

kecantikan-fisik,

adalah religiusitas.

keturunan-status

sosial) karena akan berpengaruh pada

Dalam

rangka

mencapai

tujuan pernikahan, perlu penyesuaian

kualitas kehidupan pernikahan kelak.
Menikah merupakan bagian

diri secara terus menerus dengan

dari tugas perkembangan manusia dan

pasangan karena pasangan pernikahan

salah satu tanda kekuasaan Allah,

berasal

sebagaimana firman Allah pada QS.

kepribadian yang berbeda, sehingga

Ar-Ruum: 21(Depag, 2009).

timbulnya konflik menjadi hal yang

pernikahan, Islam mengatur dengan

agar

belakang

dan

dalam pernikahan.

jelas bagaimana menentukan kriteria
pernikahan

latar

sangat wajar dan tidak bisa dihindari

Dalam menentukan pasangan

pasangan

dari

Pada hakikatnya beban yang

tujuan

diberikan

Allah

kepada

manusia

pernikahan mudah tercapai, yaitu

adalah suatu hal yang pasti diterima

dengan

jika

memperhatikan

kondisi

manusia

telah

menyatakan

ekonomi, fisik, nasab/status sosial,

dirinya

dan agama, namun agama adalah hal

sebagaimana firman Allah dalam QS.

yang utama (HR. Bukhari-Muslim

Al-baqarah: 214 (Depag, 2009).

dalam Nailul Authar no. 3420).

5

beriman

kepadaNya,

Dalam

pandangan

yang

Islam,

tekanan

Metode

ataupun tuntutan telah disesuaikan

Penelitian

dengan kadar dirinya, hal ini tertulis

menggunakan

dalam QS. Al-Baqarah ayat 286

kualitatif.

(Depag, 2009).

menjadi

Bentuk

pengolaan

nilai-nilai

Islam?

beban yang diberikan kepada seorang
manusia dalam bentuk

berorientasi

ini
metode

Gejala
fokus

penelitian

penelitian

yang

pembahasan

dan

masalah

hendak diungkap dalam penelitian ini

dari tekanan dan tuntutan-tuntutan

adalah strategi coping pada pasangan

yang dialami pasangan pernikahan

pernikahan

dapat

Islam.

dilakukan

coping.

strategi

laku

coping

Pemilihan responden dalam

yang

penelitian ini dipilih secara purposive

suatu

proses

dibutuhkan sepanjang waktu
bertujuan

nilai-nilai

dengan

Tingkah

merupakan

berorientasi

untuk

sampling.

dan

Kerakteristik

responden

menyelesaikan

penelitian dalam penelitian ini adalah:

masalah, jika tidak ada perilaku

1) Pasangan pernikahan/suami-istri

coping

maka akan semakin timbul

yang memiliki anak dari pernikahan

konflik dalam pernikahan sehingga

monogami, 2) Berusia 22-45 tahun, 3)

akan merusak hubungan pernikahan

Lama menikah minimal 3 tahun, 4)

yang berujung perceraian.

beragama Islam.

Pertanyaan penelitian dalam

Data

penelitian ini yaitu:
1. Apa

orientasi

dalam

ini

diperoleh dengan metode wawancara
utama

menentukan

individu

dan observasi. Data yang diperoleh

pasangan

dari hasil wawancara dan observasi

pernikahan?
2. Apa

dalam penelitian

dikelompokkan

masalah-masalah

yang

dihadapi

oleh

pasangan

pernikahan

yang

berorientasi

untuk

dan diberi kode

mendeskripsikan

tema-tema

yang muncul kemudian digunakan
untuk

nilai-nilai Islam?

penelitian.

3. Bagaimana perilaku coping yang
dilakukan pasangan pernikahan

6

menjawab

pertanyaan

semakin

Hasil

1)

pasangan:
agama

Orientasi
responden

sebagai

menentukan

pemilihan

pasangan

Diskusi
Pasangan

menjadikan

orientasi

menggunakan

problem focused coping.

Hasil penelitian menunjukkan
bahwa:

cenderung

dengan

orientasi

dalam

religius intrinsik menjadikan nilai

pernikahan,

agama sebagai dasar pijakan, hal ini

namun nilai yang dianut tidak sama.

dapat

Responden dengan orientasi agama

responden yang menutup auratnya

ekstrinsik menjadikan nilai sosial dan

dan

juga

melaksanakan shalat berjamaah di

ekonomi

sedangkan

sebagai

pedoman,

responden

dengan

masjid,

dilihat

dari

penampilan

mengenakan

mengikuti

jilbab,

kajian

rutin,

orientasi agama intrinsik menjadikan

menjadikan agama pasangan sebagai

nilai agama sebagai pedoman. 2)

pertimbangan

Masalah

menentukan

dalam

pernikahan:
kehidupan

kehidupan

Masalah

dalam

pernikahan

meliputi

pernikahan,

dengan singkat tanpa pacaran.
Selanjutnya pasangan dengan

dan

orientasi religius ekstrinsik berpijak

pendidikan anak, hubungan dengan

pada nilai sosial dan juga ekonomi,

keluarga,

pengasuhan

pasangan

ketika

serta melaksanakan proses pernikahan

masalah pemenuhan kebutuhan hidup,
keuangan,

utama

lingkungan

sosial,

hal ini diketahui dari penampilan

perbedaan pendapat dengan pasangan,

responden yang tidak mengenakan

pembagian tugas dalam rumah tangga
serta

masalah

tantangan

jilbab ketika di dalam dan di luar

atau

rumah,

konsekuensi pengamalan nilai-nilai

dilakukan

strategi

coping

pasangan

shalat

berpacaran sebelum menikah,

agama dalam kehidupan. 3) Perilaku
coping:

melaksanakan

dan
serta

menjadikan shalat dan kepribadian

yang

yang

pernikahan

baik

sebagai

pertimbangan

utama dalam menentukan pasangan

dengan problem focused coping dan

pernikahan.

juga emotion focused coping, semakin

Hal

tinggi orientasi keagamaan maka

ini

sesuai

dengan

pendapat Allport dan Ross (1967)

7

dalam

analisisnya

Pengenalan awal tentang agama oleh

mengenai

kecenderungan pemeluk agama dalam

lingkungan

menempatkan

sangat

agama

di

–terutama

penting

kehidupannya, memaparkan bahwa

pembentukan

terdapat tiga konsep tentang orientasi

2001).

agama, yaitu religion as end (agama

keluarga-

artinya

orientasi

bagi

(Rakhmat,

Selain karena perintah agama,

sebagai tujuan akhir), religion as

melihat

kehidupan

mean (agama sebagai alat), dan

pernikahan

yang

religion as quest (agama sebagai

karena agama menjadi pengalaman

pencarian).

dan bekal bagi responden dalam

agamis

menikah

mempersiapkan

Kondisi lingkungan keluarga
yang

pasangan

pernikahan.

mengkondisikan

bukan

kehidupan

Hal

sabda

sejak kecil, hal ini berdampak pada

diriwayatkan Ibnu Majah tentang

keputusannya dalam memilih sekolah

dampak orientasi pemilihan pasangan

berbasis

(Sunan Ibnu Majah no. 1859)

serta

menentukan

kriteria dalam memilih

dalam

sebagaimana

responden sehingga mengenal agama

Islam

Nabi

ini

Menjadikan

pasangan

hadis

agama

yang

sebagai

(pasangan pertama-istri). Selain itu,

pertimbangan adalah hal yang harus

melihat

ada,

dilakukan seorang muslim, agama

dalam

menjadi hal yang utama karena

kenyataan

pengalaman

orang

yang
lain

berumah tangga menjadi pelajaran

ketaqwaan

bagi responden dalam menentukan

sebagaimana firman Allah

pasangan

QS. Al-Hujurat ayat 13 (Depag, 2009)

pernikahan

(pasangan

pertama).

Masalah

Kondisi ini sesuai

dengan

pernikahan

pembentukan

orientasi

keuangan,

teori

sebagai

parameter
dalam

dalam

kehidupan

meliputi

masalah

pekerjaan,

pemenuhan

keagamaan, pembentukan orientasi

kebutuhan hidup, pengasuhan dan

keagamaan

pendidikan anak, perbedaan pendapat

seseorang

biasanya

dipengaruhi oleh pengetahuan dan

dengan

pengalaman keagamaan di masa lalu

pelaksanaan tugas rumah tangga,

ataupun

serta

ketika

usia

anak-anak.

8

pasangan,

masalah

perasaan,

tantangan

atau

konsekuensi

pengamalan

ajaran

pertemanan,

hubungan

dengan

agama. Masalah pengamalan ajaran

keluarga besar, pertemanan, rekreasi

agama hanya dialami oleh pasangan

(jenis, kualitas, dan kuantitasnya),

dengan orientasi agama intrinsik,

aktivitas-aktivitas yang tidak disetujui

yaitu

oleh

ketidaknyamanan

tinggal

bersama adik ipar yang tidak mahram.
Selesainya

pasangan,

pembagian

kerja

dalam rumah tangga, dan berbagai

masalah

macam masalah (agama. politik, seks,

pengamalan ajaran agama dengan

komunikasi dalam pernikahan, dan

cara yang kebetulan juga menjadi

aneka macam masalah sepele).

bukti firman Allah dalam QS. Al-

Dalam menyelesaikan masalah

Baqarah ayat 214 bahwa cobaan dan

yang ada, responden suami lebih

pertolongan pasti ada jika seseorang

dominan

melakukan

telah menyatakan diri beriman kepada

masalah

dengan

Allah. Dengan sendirinya responden

positive thinking, positive hoping dan

tinggal terpisah dengan adik iparnya

problem

karena adik ipar memutuskan untuk

cautiousness,

menikah sehingga tinggal berpisah

serta negotiation. Jarang melakukan

dari

responden.

Peristiwa

ini

menunjukkan

bahwa

pertolongan

Allah

dekat

sebagaimana

sangat

penyelesaian

positive

focused

acting,

coping

berupa

instrumental

action

minimazation, terlebih self blame dan
seeking meaning, serta tidak pernah
melakukan escapism.

tersebut dalam QS. Al-baqarah ayat

Sama

214.

halnya

dengan

responden suami, responden istri
Hal

ini

sesuai

pandangan Sadarjoen

dengan

tidak melakukan escapism dalam

(2005) yang

menyikapi

menyebutkan bahwa area konflik
dalam

pernikahan

menyangkut
keuangan

(perolehan
pendidikan

jumlah

anak

namun

melakukan emotion focused coping

lain

berupa minimazation, self blame, dan

persoalan-persoalan

penggunaannya),
(misalnya

antara

masalahnya,

juga

dan

seeking

meaning.

Usaha

mengatasi masalah dengan emotion

anak

focused coping lebih didominasi oleh

dan

responden

penanaman disiplin anak), hubungan

9

istri

dengan

orientasi

religius ekstrinsik. Selain emotion

Responden istri yang menikah

focused coping, problem focused

dengan

orientasi

coping juga dilakukan oleh responden

pasangan

justru

istri,

yaitu

cautiousness,

berupa

kemandirian
harus

mandiri

menjadi tulang punggung keluarga

instrumental action, serta negotiation.

karena

tidak

bisa

mengandalkan

suami untuk mencukupi kebutuhan

perilaku coping pasangan

keluarga. Berbeda dengan responden

14

istri yang menikah dengan orientasi

12

agama, mampu menjalankan tugas

10

dan

haknya

sebagai

istri

dalam

8

kehidupan pernikahan tanpa ganjalan.
6

Saran

4

Berdasarkan hasil penelitian,

2

peneliti memberikan saran sebagai

0

berikut: 1) Bidang keilmuan psikologi
dan pendidikan, hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi wacana di
bangku
pasangan 1

perkuliahan

pentingnya

pasangan 3

keagamaan
Kesimpulan
analisis

data

melalui

orientasi
pendidikan

pemilihan pasangan pernikahan guna

dapat disimpulkan bahwa adanya
perbedaan

orientasi

kecenderungan

membantu individu dalam melakukan

keagamaan

menyebabkan

strategi coping. 2) Lembaga Sosial

perbedaan
dalam

semakin

tinggi

dan

melakukan

menggunakan

Kementrian

Agama,

hasil

penelitian ini bisa menjadi acuan

orientasi

perlunya

keagamaan responden maka semakin
cenderung

pembentukan

keimanan yang bisa dilakukan sejak

Berdasarkan

coping,

mengenai

penyelenggaraan

pembekalan

problem

pranikah

bagi

calon

pasangan pernikahan sebagai bagian

focused coping.

dari

pendidikan

Subjek,

10

berkeluarga.

diharapkan

untuk

3)
terus

meningkatkan

pemahaman

keagamaannya
kegiatan

dengan

kajian

mengikuti

keagamaan

atau

mempelajari agama secara mandiri
sehingga

meningkatkan

orientasi

keagamaan dan akan berpengaruh
positif dalam proses penyelesaian
masalah. 4) Peneliti lain, bagi yang
berninat meneliti tentang strategi
coping pada pasangan pernikahan
dapat menggunakan hasil penelitian
ini

sebagai

tambahan

informasi

dengan mempertimbangkan hal-hal
lain yang belum terungkap dalam
penelitian

ini,

seperti

pernikahan

dengan orientasi harta, kecantikan,
dan atau status sosial.
Daftar pustaka
Sadarjoen, S. S. (2005). Konflik
Marital. Bandung: PT. Refika
ADITAMA.
NN. (1993). Nailul Authar Kumpulan
Hadis-Hadis Hukum. Surabaya:
PT. Bina Ilmu.
Depag. (2009). AL-QUR'AN TAJWID
DAN
TERJEMAHNYA.
Bandung: Jabal Raudhotul
Jannah.
Hapsari, R.A. Karyani, U. dan Taufik.
(2002).
Perjuangan
Hidup
Pengungsi Kerusuhan Etnis
(Studi
Kualitatif
tentang
Bentuk-Bentuk Perilaku Coping
pada Pengungsi di Madura).
Indigenous, Vol. 6, No. 2.
Surakarta: Fakultas Psikkologi
UMS.

Indirawati, Emma. (2006). Hubungan
Kematangan Beragama dengan
Kecenderungan Strategi Coping.
Jurnal Psikologi Universitas
Diponegoro. Vol 3 No 2.
Kalat, J., & Shiota, M. (2007).
Emotion. Canada: Thomson
Wadsworth.
Rahmat, J. (2001). Psikologi Agama.
Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Rosidin, (2009). Membedah Orientasi,
Sikap, dan Perilaku Keagamaan.
Jurnal Islam-Indonesia. Volume
01 Nomor 01.
Suranto, Joko. (2011). Strategi Coping
pada
Mahasiswa
Program
Psikologi-Tarbiyah
UMS.
Skripsi. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Utami, Budi A dan Pratitis, Titi N.
(2013). Peran Kreativitas Dalam
Membentuk Strategi Coping
Mahasiswa Ditinjau Dari Tipe
Kepribadian Dan Gaya Belajar.
Persona,
Jurnal
Psikologi
Indonesia Vol. 2 No. 3.
Surabaya: Universitas 17 Agustus
1945.
Santrock, John W. (2002). Live-Span
Development. Erlangga: Jakarta.
Santrock, John W. (2002). Live-Span
Development. Erlangga: Jakarta.
Fpsb. (2013). Religiusitas Sebagai
Faktor
Utama
Kualitas
Perkawinan.
http://fpscs.uii.ac.id/fpsbnews/religiusitas-sebagai-faktorutama-kualitas-perkawinan.
Diakses
pada
Rabu,
10
September 2014 pukul 20.38
WIB
Mulyana, R. (2004). Mengartikulasikan
Pendidikan Nilai. Bandung:
Alfabeta.

11