Studi Deskriptif Mengenai Orientasi Masa Depan Bidang Pekerjaan Pada Remaja Putus Sekolah di Kota Makassar.

(1)

iii

Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran mengenai orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan pada remaja putus sekolah di kota Makassar. Pemilihan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan ukuran sampel sebanyak 70 orang. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif dan teknik pengambilan data yang digunakan adalah teknik survei.

Sesuai dengan tujuan tersebut maka teori yang digunakan adalah teori orientasi masa depan dari J. E. Nurmi. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner orientasi masa depan dari J. E. Nurmi yang telah diterjemahkan oleh Dr. Hanna Widjaja dan dimodifikasi oleh peneliti. Kuesioner tersebut terdiri dari 17 item. Hasil perhitungan validitas dengan menggunakan rumus Rank Spearman dan diseleksi berdasarkan norma Friedenberg & Kaplan (Friedenberg, 1995) diperoleh hasil validitas 0,300 – 0,674 dan hasil reliabilitas 0,686 artinya reliabilitas sedang menuju tinggi.

Berdasarkan pengolahan data diperoleh hasil penelitian sebanyak 51,43% remaja putus sekolah di kota Makassar memiliki orientasi masa depan yang tidak jelas dalam bidang pekerjaan, yakni mereka mempunyai motivasi yang lemah, perencanaan yang tidak terarah dan evaluasi tidak akurat. Sedangkan sebanyak 48,57% remaja putus sekolah di kota Makassar memiliki orientasi masa depan yang jelas dalam bidang pekerjaan, yaitu mereka yang memiliki motivasi yang kuat, perencanaan terarah, dan evaluasi akurat..

Dari kesimpulan yang diperoleh, bahwa para remaja putus sekolah di kota Makassar baik yang memiliki orientasi masa depan yang jelas maupun yang tidak jelas kebanyakan kurang mampu dalam hal perencanaan. Faktor yang mempengaruhi yaitu dukungan orangtua berupa dukungan moral, materi, dan doa,serta pengaruh dari orang tua saat berdiskusi, juga keyakinan diri remaja dalam menyelesaikan setiap permasalahan mempengaruhi kejelasan orientasi masa depan remaja putus sekolah dalam bidang pekerjaan.

Peneliti mengajukan saran pada penelitian selanjutnya untuk diteliti lebih lanjut mengenai hubungan antara pengaruh orang tua dengan orientasi masa depan bidang pekerjaan. Bagi pihak pemerintah di kota Makassar disarankan untuk mengadakan penyuluhan kepada para remaja mengenai orientasi masa depan bidang pekerjaan khususnya mengenai strategi perencanaan dalam mencapai target disertai pengadaan pelatihan gratis mengenai penyusunan strategi dalam mencapai cita-cita mereka. Saran preventif edukatif juga diberikan kepada pihak-pihak sekolah untuk memberikan masukan agar pihak sekolah dapat mengarahkan siswa-siswi sejak dini supaya tidak putus sekolah.


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL...i

LEMBAR PENGESAHAN...ii

ABSTRAK...iii

KATA PENGANTAR...iv

DAFTAR ISI...viii

DAFTAR TABEL...xii

DAFTAR BAGAN...xiii

DAFTAR LAMPIRAN ...xiv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...1

1.2 Identifikasi Masalah... 10

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian... 10

1.3.1 Maksud Penelitian... 10

1.3.2 Tujuan Penelitian... 10

1.4 Kegunaan Penelitian... 10

1.4.1 Kegunaan Ilmiah ... 10

1.4.2 Kegunaan Praktis... 11

1.5 Kerangka Pemikiran... 11


(3)

ix

Universitas Kristen Maranatha BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Orientasi Masa Depan... 22

2.1.1 Pengertian Orientasi Masa Depan ... 22

2.1.2 Proses-Proses dalam Orientasi Masa Depan... 23

2.1.3 Orientasi Masa Depan Sebagai Suatu Sistem... 28

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Orientasi Masa Depan ... 29

2.2 Masa Remaja dan Perkembangan... 32

2.2.1 Pengertian dan Batasan Remaja………... 32

2.2.2 Karakteristik Remaja……….……….…....….... 32

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian……...………...………....…….. 37

3.2 Bagan Prosedur Penelitian... 37

3.3 Variabel dan Definisi Operasional Penelitian....…………...……. 38

3.3.1 Variabel Penelitian………...………..…. 38

3.3.2 Definisi Operasional………...…………..….. 38

3.4 Alat Ukur………...………...…... 39

3.4.1 Kuesioner Orientasi Masa Depan Bidang Pendidikan... 39

3.4.2 Prosedur Penelitian... 40

3.4.3 Sistem Penilaian...…………...…….….…. 40

3.4.4 Data Pribadi dan Data Penunjang.……… 46

3.4.5 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... 47


(4)

3.4.5.2 Reliabilitas Alat Ukur... 48

3.5 Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel... 48

3.5.1 Populasi Sasaran... 48

3.5.2 Karakteristik Populasi... 48

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel... 49

3.6 Teknik Analisis Data... 49

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Responden... 50

4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia... 50

4.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 50

4.1.3 Gambaran Responden Berdasarkan Jurusan di SMA... 51

4.1.4 Gambaran Responden Berdasarkan Putus Sekolah 52 4.2 Gambaran Hasil Penelitian... 52

4.2.1 Tabulasi Silang Tahap Motivasi Orientasi Masa Depan Bidang Pekerjaan... 53

4.2.2 Tabulasi Silang Tahap Perencanaan Orientasi Masa Depan Bidang Pekerjaan... 54

4.2.3 Tabulasi Silang Tahap Evaluasi Orientasi Masa Depan Bidang Pekerjaan... 55

4.3 Pembahasan... 56

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 69


(5)

xi

Universitas Kristen Maranatha

5.2 Saran... 70

5.2.1 Saran Teoritis... 70

5.2.2 Saran Praktis... 71

DAFTAR PUSTAKA... xv

DAFTAR RUJUKAN...xvi


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tahap Perkembangan Kognitif ... 33

Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur Orientasi Masa Depan Bidang Pendidikan...………... 39

Tabel 3.2 Kategori OMD………..45

Tabel 3.3 Kriteria Penilaian...………..…..… 46

Tabel 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia... 50

Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 50

Tabel 4.3 Gambaran Responden Berdasarkan Jurusan di SMA... 51

Tabel 4.4 Gambaran Responden Berdasarkan Putus Sekolah 51 Tabel 4.5 Gambaran Responden Berdasarkan Tempat Tinggal…………52

Tabel 4.6 Gambaran Hasil Penelitian... 52

Tabel 4.7 Tabulasi Silang Tahap Motivasi Orientasi Masa Depan…... 53

Tabel 4.8 Tabulasi Silang Tahap Perencanaan Orientasi Masa Depan…... 54


(7)

xiii

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran………...………... 20 Bagan 2.1 Orientasi Masa Depan Berdasarkan Ketiga Tahapan... 24 Bagan 3.1 Prosedur Penelitian...……….... 37


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Kuesioner Orientasi Masa Depan Dalam Didang Pekerjaan Lampiran II Uji Validitas dan Reliabilitas

Lampiran III Data Mentah Hasil Penelitian

Lampiran IV Tabulasi Silang Data Utama dan Data Penunjang Lampiran V Kuesioner Data Penunjang


(9)

1

Universitas Kristen Maranatha PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Negara berkembang adalah negara yang tidak akan pernah terlepas dari segala sumber daya yang ada di dalamnya. Salah satu sumber daya tersebut adalah masyarakat. Masyarakat itupun tidak terlepas dari usahanya untuk meningkatkan kualitas yang ada di dalam dirinya. Salah satu area dalam kehidupan masyarakat yang cukup mendapatkan perhatian yaitu area pendidikan. Sejak dini seorang anak diharapkan untuk mendapat pendidikan, baik secara formal maupun informal, bahkan pemerintah pun mencanangkan pendidikan wajib belajar 9 tahun yang telah dimulai pada tahun 1993/1994 serta akan menuntaskan program wajib belajar tersebut pada pendidikan dasar paling lambat tahun 2008/2009 (Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Dikdasmen, 2005). Pada kenyataannya, hal ini tidak berlaku pada keseluruhan masyarakat kita, terlebih lagi ketika masyarakat beranggapan bahwa pendidikan formal bukan segala-galanya dengan melihat contoh beberapa pengusaha kaya yang hanya lulusan SD, salah satunya Liem Sioe Liong alias Sudono Salim.

Dalam kenyataan yang umum, tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap peluang bekerja. Berdasarkan iklan harian Kompas, diketahui bahwa dari 60 perusahaan yang sedang membuka lowongan pekerjaan, terdapat 275


(10)

posisi jabatan yang ditawarkan. Selain dibutuhkan keterampilan dan karakter yang baik, setiap posisi pun mensyaratkan standar pendidikan yang berbeda untuk menempati pekerjaan tersebut. Sebanyak 169 posisi (61,45%) membutuhkan syarat pendidikan minimal Sarjana pertama (S1) dari berbagai fakultas/jurusan tertentu. Sebanyak delapan posisi diantaranya(4,73%) mensyaratkan nilai indeks prestasi kumulatif(IPK) minimal 2,75, selain itu 3 posisi diantaranya (1,78%) lebih menyarankan lulusan Sarjana kedua (S2) dengan IPK minimal 3,25 dalam menempati pekerjaan tersebut. Selain itu, ada pula posisi jabatan yang mensyaratkan pendidikan dibawah S1 yaitu sebanyak 106 posisi (38,55%). Untuk syarat kelulusan minimal diploma tiga (D3) dengan IPK minimal 2,75 sebanyak 7 posisi (6,14%), sedangkan D3 dari berbagai jurusan sebanyak 62 posisi (54,39%). 2 posisi (1,75%) diploma satu (D1), 26 posisi (22,8%) SMA dan sederajat. Di sisi lain, ada pula 9 posisi (7,89%) yang mensyaratkan pengalaman kerja minimal beberapa tahun sesuai dengan kriteria perusahaan. (Kompas, Sabtu, 4 Desember 2010).

Data di atas menggambarkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang belum tentu lapangan pekerjaan yang ditawarkan semakin besar. Selain itu, tawaran pekerjaan yang cukup tinggi dapat diperoleh dengan syarat kelulusan minimal SMA yaitu pada angka 22,8%. Tingkat pendidikan seseorang juga berpengaruh terhadap peluang bekerja, berpengaruh pada posisi di bidang kerja, tingkat pendapatan dan fasilitas yang dapat dinikmati. Namun saat ini ternyata


(11)

Universitas Kristen Maranatha pendidikan, khususnya di tingkat SMA tidak dirasakan oleh semua kalangan remaja. Beberapa diantara mereka tidak berhasil menyelesaikan jenjang pendidikan di tingkat SMA . Selama beberapa dasawarsa, putus sekolah dari sekolah menengah atas dipandang sebagai suatu masalah pendidikan dan kemasyarakatan yang serius. Dengan putus sekolah, banyak remaja memiliki keterbatasan pendidikan yang akhirnya dapat mengurangi kesejahteraan ekonomi dan sosial sepanjang kehidupan dewasa mereka (Rumberger, 1987).

Data menunjukkan jumlah anak putus sekolah di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Catatan Komnas Perlindungan Anak, pada tahun 2006 jumlahnya masih sekitar 9,7 juta anak. Namun, setahun kemudian sudah bertambah sekitar 20 % menjadi 11,7 juta jiwa. Sekjen Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, sebagaimana diberitakan surat kabar Kompas edisi Selasa 18 Maret 2011, menyatakan kasus putus sekolah yang paling menonjol tahun ini terjadi di tingkat SMP, yaitu 48%. Adapun di tingkat SD tercatat 23%, sedangkan persentase jumlah putus sekolah di tingkat SMA adalah 29%. Kalau digabungkan kelompok usia remaja, yaitu anak SMP dan SMA ini, jumlahnya mencapai 77%. Ditambahkan lagi oleh Arist Merdeka Sirait “setelah mereka putus sekolah tentu mereka akan berupaya membantu ekonomi keluarga dengan bekerja apa pun”. Artinya, demi melanjutkan kehidupan mereka, bisa saja mereka menjadi pengamen, pengemis, pencopet, pengedar narkoba atau bahkan menjadi pekerja seks juga menjadi pilihan.


(12)

Dari hasil wawancara peneliti dengan salah satu remaja yang putus sekolah saat duduk di kelas 2 SMA mengungkapkan bahwa faktor ekonomi adalah alasan mengapa dia harus putus sekolah. Subjek berharap meskipun putus sekolah tetapi dia dapat memperoleh pekerjaan yang layak, bukan hanya sebagai pengamen, pengemis, atau bahkan pencuri. Subjek juga mengungkapkan bahwa beberapa teman yang juga putus sekolah tidak peduli akan masa depan mereka, sehingga mereka tidak berusaha untuk mencari pekerjaan, jangankan mau bekerja, memikirkan untuk bekerja saja mungkin belum terpikirkan. Selanjutnya ditambahkan oleh subjek, bahwa ada beberapa teman subjek yang putus sekolah karena faktor ekonomi dan kenakalan remaja, namun mereka dengan usaha yang ada pada dirinya berusaha untuk mencari pekerjaan, dan saat ini teman-teman tersebut memiliki pekerjaan yang tetap, memperoleh penghasilan dan bisa menghidupi dirinya dan keluarganya. Subjek mengungkapkan bahwa walaupun putus sekolah, tidak berarti masa depan suram. Masih banyak hal yang bisa dikerjakan selama seseorang memiliki niat dalam dirinya dan berusaha untuk mencapainya. Subjek yakin bahwa dia tetap bisa meraih apa yang diharapkannya, dengan keterampilan yang ada dalam dirinya dia masih bisa meraih masa depan yang lebih baik meskipun dengan status sebagai remaja yang putus sekolah.

Menurut hasil penelitian di 12 kota besar yang dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan, pada tahun 2003, sebanyak 60 % dari 147.000 remaja yang hidup di jalanan adalah remaja yang putus sekolah. Remaja putus sekolah


(13)

Universitas Kristen Maranatha tersebut tersebar di beberapa kota besar dan salah satunya di kota Makassar. Kota dengan luas area sekitar 175,79 km² serta jumlah penduduk kurang lebih 1.112.688 jiwa ternyata sebagian dihuni oleh remaja yang putus sekolah. Kota yang cukup berkembang dalam kurun waktu lima tahun belakangan ini ternyata belum terlepas dari masalah sosial yaitu masalah peningkatan remaja putus sekolah. Direktur Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kibar, Muhammad Yunus, mengatakan hasil pengamatan sejak Januari-April 2011, dari 12 ribu anak yang putus sekolah, terbesar di Kota Makassar. Jumlahnya mencapai 7.000 anak atau 60% dari total jumlah anak tak sekolah dan 40% sisanya tersebar di seluruh kabupaten/kota di Sulawesi Selatan. Adapun faktor-faktor yang mengakibatkan para remaja ini harus putus sekolah adalah dikarenakan faktor ekonomi, faktor kenakalan remaja seperti terlibat narkoba, mencuri, hamil diluar nikah, selain itu ada juga dikarenakan faktor gizi buruk serta tingkat intelegensi yang kurang memadai (Tempo interaktif Nasional, Senin 09 Mei 2011).

Melihat data diatas, pemerintah kota Makassar menyadari perlunya membenahi situasi. Seperti yang disampaikan Kepala Dinas Sosial Makassar Ibrahim Saleh “Kita akan membuat program magang di beberapa instansi agar anak-anak miskin seperti gembel dan pengemis akibat putus sekolah tidak turun ke jalan lagi mengganggu kepentingan umum.” Beliau pun menjelaskan program magang ini terdiri dari kegiatan pelatihan keterampilan bagi anak yang putus sekolah dan pemberdayaan keluarga kurang mampu. Meskipun program ini


(14)

belum terlaksana, namun dapat dilihat bahwa kondisi meningkatnya remaja putus sekolah di Kota Makassar cukup menarik perhatian pemerintah Kota Makassar. Terlebih lagi tingkat pendidikan serta keterampilan sangat diperhitungkan ketika seseorang hendak mencari pekerjaan di perusahaan-perusahaan di Kota Makassar, karena hal ini juga berkaitan dengan kualitas dari perusahaan tersebut. Sebagai contoh, hasil wawancara dengan salah satu pemilik perusahaan yang bergerak di bidang usaha produksi makanan ringan di kota Makassar mengungkapkan bahwa perusahaan mereka mensyaratkan minimal lulusan SMA untuk dapat bekerja di perusahaan tersebut sebagai buruh pabrik. Selain itu hasil wawancara dari salah satu karyawan instansi pendidikan mengungkapkan bahwa instansi tersebut mensyaratkan minimal kelulusan tingkat SMA untuk dapat bekerja sebagai cleaning service. Tidak hanya itu hasil wawancara dari salah satu pemilik warnet yang mensyaratkan minimal lulusan SMA untuk menjadi operator komputer.

Kemampuan seorang remaja untuk mengantisipasi pekerjaan di masa depan sehingga dapat memaknakan dan melaksanakannya merupakan dasar dari orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan. Orientasi masa depan menunjukkan tentang bagaimana seseorang memandang masa depannya yang menyangkut motivasi, perencanaan, dan strategi pencapaian tujuan serta mengevaluasi sejauh mana tujuan tersebut dapat direalisasikan dengan lingkungan. Proses pembentukan orientasi masa depan bidang pekerjaan secara umum dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap motivasi, tahap perencanaan, dan


(15)

Universitas Kristen Maranatha tahap evaluasi. Motivasi adalah suatu dorongan bagi tingkah laku yang mendasari pembuatan tujuan serta melangkah menuju tujuan yang dibuat. Perencanaan menyangkut pada bagaimana individu merealisasikan niat, minat, dan tujuan yang terkait dengan bidang pekerjaan yang ingin ditekuninya. Sedangkan evaluasi adalah proses yang melibatkan pengamatan dan melakukan penilaian terhadap tingkah laku yang ditampilkan, serta memberikan penguat bagi diri sendiri. Dengan membuat tujuan, menyusun rencana dan membuat berbagai kemungkinan sebab-akibat tentang berbagai hal yang mempengaruhi, individu akan mencoba memilih berbagai pilihan. Orientasi masa depan bidang pekerjaan dibagi menjadi dua, yaitu orientasi masa depan bidang pekerjaan yang jelas dan orientasi masa depan bidang pekerjaan yang tidak jelas (Nurmi, 1989).

Jika remaja putus sekolah yang telah memiliki orientasi masa depan yang jelas di bidang pekerjaan akan mengantisipasi berbagai kemungkinan yang akan dihadapinya, misalnya terlihat dari pemilihan jenis pekerjaan yang jelas dan spesifik untuk masa depannya (motivasi kuat). Remaja tersebut juga dapat menyusun langkah-langkah apa yang akan dilakukannya agar pekerjaan yang diinginkan dapat dicapainya, misalnya dengan meningkatkan keterampilan yang ada dalam dirinya, mencari informasi yang berkaitan dengan pekerjaan yang diinginkan (perencanaan terarah). Selain itu, mereka juga mampu melihat berbagai faktor yang dapat mendukung dan menghambat dirinya dalam memperoleh suatu pekerjaan, misalnya adanya hambatan dari orang tua yang


(16)

tidak mendukung dalam mencari pekerjaan yang diharapkan, atau adanya keterampilan tertentu dalam dirinya yang akan menjadi faktor pendukung bagi remaja putus sekolah dalam mencari suatu pekerjaan yang diharapkan (evaluasi akurat). Dengan kata lain remaja putus sekolah yang memiliki orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan yang jelas akan mengarahkan diri mereka untuk melakukan tugas perkembangan pada tahap usia tersebut, yaitu mencari pekerjaan, selain itu membuka wawasan para remaja putus sekolah akan pekerjaan untuk masa depannya.

Selanjutnya, jika remaja putus sekolah memiliki orientasi masa depan yang tidak jelas di bidang pekerjaan, maka ia belum mampu untuk menentukan pekerjaan yang jelas dan spesifik yang akan ditekuninya setelah keluar dari sekolah (motivasi/dorongan lemah). Ia pun belum dapat menyusun langkah-langkah yang pasti untuk merealisasikan tujuannya seperti belum mampu mengatur waktu antara bersantai dan mencari pekerjaan, tidak memperdalam minat dan bakat, tidak mencari informasi mengenai pekerjaan yang ingin ditekuni (perencanaan tidak terarah). Selain itu, dalam hal evaluasi, siswa akan mengalami kesulitan dalam melihat dan mengantisipasi faktor-faktor yang akan menghambat dan mendukung dirnya dalam menentukan pekerjaan yang ia minati dalam bidang pekerjaan di masa depan (evaluasi tidak akurat). Dengan kata lain remaja putus sekolah yang memiliki orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan yang tidak jelas, tidak mampu melaksanakan tugas perkembangannya pada tahap usianya


(17)

Universitas Kristen Maranatha yang salah satunya adalah pengambilan keputusan untuk menekuni suatu pekerjaan.

Berdasarkan hasil survei awal terhadap 15 remaja putus sekolah di kota Makassar, sebanyak 80% siswa mengungkapkan faktor ekonomi yang tidak memadai sebagai alasan mereka putus sekolah. Adapun 13,3% siswa mengungkapkan faktor kenakalan remaja (hamil di luar nikah dan narkoba) sebagai penyebab mereka putus sekolah, dan 6,7% menyatakan kurangnya kemampuan mereka dalam menerima pelajaran sebagai alasan putus sekolah. Selanjutnya hasil survey pun menunjukkan bahwa 40% siswa telah memikirkan untuk mencari suatu pekerjaan namun belum mengetahui jenis pekerjaan apa yang bisa dicari dan sebanyak 60% menyatakan telah memikirkan untuk mencari suatu pekerjaan apapun jenis pekerjaannya.

Motivasi dapat menjadi pendorong remaja putus sekolah dalam mencapai tujuan, namun dalam motivasi tersebut terdapat dorongan/usaha yang dapat membantu pencapaian tujuan tersebut. Sebanyak 13,3% remaja putus sekolah berusaha untuk mengisi waktu dengan mendalami hobi dan ketertarikan mereka dalam bidang tertentu. Remaja tersebut sungguh-sungguh belajar agar mereka dapat mencapai tujuannya (dorongan/usaha kuat). Sedangkan 86,7% menyatakan malas untuk melakukan apapun, lebih menikmati keadaan sebagai remaja putus sekolah dan banyak bermain (dorongan/usaha lemah).


(18)

Selain itu pada tahap perencanaan, sebanyak 60% remaja putus sekolah telah mempunyai perencanaan seperti mencari informasi mengenai pekerjaan apa saja yang memungkinkan untuk diperoleh, membicarakan dengan orang tua mengenai rencana untuk mencari pekerjaan, mengurangi waktu bermain dan lebih giat mencari pekerjaan, meningkatkan kepercayaan diri dengan menambah pengetahuan dan informasi, dan bertanya pada orang lain yang berpengalaman dalam bidang yang menarik minat perhatiannya (perencanaan terarah). Dengan kata lain saat remaja putus sekolah memiliki perencanaan yang jelas maka remaja tersebut juga sudah memiliki goal yang ingin dicapai dan sudah menetapkan langkah-langkah pencapaiannya, seperti mencari informasi mengenai pekerjaan tertentu, bertanya kepada orang lain yang memiliki keterampilan tertentu, serta mulai mengasah keterampilan yang sudah ada.

Sisanya 40% remaja putus sekolah belum memiliki perencanaan seperti tidak berpikiran untuk mencari lowongan pekerjaan, tidak membicarakan dengan orangtua rencana untuk mencari pekerjaan, tidak berusaha meningkatkan kepercayaan diri dengan menambah pengetahuan dan informasi, serta tidak bertanya pada orang lain yang berpengalaman dalam bidang yang menarik minat perhatiannya (perencanaan tidak terarah). Dengan kata lain remaja putus sekolah yang belum memiliki perencanaan yang jelas maka remaja tersebut meskipun sudah memiliki goal namun belum menetapkan langkah-langkah pencapaiannya.


(19)

Universitas Kristen Maranatha Pada tahap evaluasi, remaja putus sekolah mulai mempertimbangkan hal yang dapat menghambat dan mendukung perencanaanya agar tujuannya tercapai. Sebanyak 53,3% remaja putus sekolah menyatakan optimis dapat mewujudkan tujuan yang diinginkan karena perencanaan yang dibuat didukung dengan kemampuan mereka dalam hal prestasi, usaha yang kuat, dan dukungan dari pihak lain yaitu keluarga dan teman-teman, sedangkan 46,7% remaja putus sekolah menyatakan pesismis karena kekhawatirannya akan status mereka yang hanya tamatan SLTP serta merasa tidak mampu dalam mengatasi faktor dari dalam yang menghambat mereka seperti kemalasan.

Berdasarkan hasil survei awal yang telah dipaparkan di atas, diketahui bahwa motivasi, perencanaan, dan evaluasi setiap remaja putus sekolah berbeda-beda. Selain dari ketiga tahapan tersebut, ada faktor-faktor yang mempengaruhi remaja putus sekolah dalam menentukan orientasi masa depannya dalam bidang pekerjaan. Faktor tersebut juga dipengaruhi oleh cultural context yang meliputi jenis kelamin, tingkat pendidikan dan status sosial ekonomi. Selain itu dipengaruhi juga factor social environment yang meliputi keluarga dan teman sebaya (Nurmi, 1989).

Dengan dipaparkan fakta-fakta di atas, mengenai orientasi masa depan yang jelas dan tidak jelas dalam bidang pekerjaan, faktor-faktor penunjang orientasi masa depan yang sedikit banyak mempengaruhi remaja putus sekolah dalam menentukan orientasi masa depan di bidang pekerjaan, maka peneliti


(20)

tertarik untuk melakukan penelitian mengenai orientasi masa depan di bidang pekerjaan pada remaja putus sekolah di kota Makassar.

1.2Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini akan diteliti mengenai orientasi masa depan bidang pekerjaan pada remaja putus sekolah di kota Makassar.

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah memperoleh gambaran secara umum mengenai orientasi masa depan bidang pekerjaan pada remaja putus sekolah di kota Makassar

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh gambaran yang lebih spesifik mengenai kejelasan orientasi masa depan bidang pekerjaan pada remaja putus sekolah di kota Makassar apakah memiliki orientasi masa depan bidang pekerjaan yang jelas atau tidak jelas.

1.4Kegunaan Penelitian


(21)

Universitas Kristen Maranatha 1. Memberikan informasi pada bidang ilmu psikologi, khususnya psikologi

pendidikan, psikologi perkembangan mengenai gambaran orientasi masa depan bidang pekerjaan pada remaja putus sekolah di kota Makassar

2. Memberikan sumbangan informasi bagi peneliti-peneliti lainnya yang tertarik untuk meneliti lebih lanjutan mengenai orientasi masa depan di bidang pekerjaan.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Memberikan informasi kepada pemerintah kota Makassar untuk mengadakan penyuluhan atau seminar yang berkaitan dengan Orientasi Masa Depan khususnya bidang pekerjaan agar setiap remaja memperoleh informasi mengenai gambaran kesempatan untuk memperoleh pekerjaan.

2. Memberikan informasi kepada remaja putus sekolah di kota Makassar mengenai perlunya mememiliki orientasi masa depan yang jelas dalam bidang pekerjaan sehingga dapat menekuni suatu pekerjaan.

3. Memberikan informasi kepada keluarga sample dan kepada peneliti mengenai pentingnya OMD.


(22)

1.5Kerangka Pemikiran

Remaja putus sekolah merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa awal yang dimulai sejak usia 10-12 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun. Salah satu tugas transisi yang harus dilewati oleh remaja putus sekolah adalah transisi dalam pengambilan keputusan yaitu pada usia 15-16 tahun (Santrok, 2002). Remaja putus sekolah pada usia ini secara kognitif mencapai tahap pemikiran formal operasional, yaitu kemampuan berpikir secara abstrak, idealis, dan logis.

Remaja putus sekolah mulai memikirkan untuk memecahkan persoalan-persoalan kehidupan yang abstrak, berpikir tentang berbagai kemungkinan-kemungkinan, tentang ciri-ciri ideal diri sendiri, orang lain dan dunia (idealis), berpikir dengan menyusun rencana-rencana untuk memecahkan masalah-masalah dan menguji secara sistematis pemecahan-pemecahan masalah (logis). Remaja putus sekolah pada tahap ini pun sedang menggebu-gebu dan mengalami perkembangan dalam mencari identitas diri untuk menjelaskan siapa dirinya, apa peran dalam masyarakat, mempersiapkan kemungkinan-kemungkinan bagi masa depan apakah ia akan berhasil atau gagal (Piaget dalam Santrock, 2002).

Untuk mengurangi angka putus sekolah, lembaga-lembaga komunitas, khususnya sekolah, perlu meruntuhkan penghalang antara sekolah dan kerja. Banyak anak muda melangkah keluar dari jenjang pendidikan jauh sebelum mencapai tingkat yang diperlukan untuk memasuki karir profesional, dan


(23)

Universitas Kristen Maranatha seringkali tanpa mengetahui ke mana mereka akan melangkah selanjutnya, dan dibiarkan mencari pekerjaan dengan kemampuan mereka yang sekedarnya. Dalam hal ini remaja putus sekolah memiliki skemata kognitif yang berguna untuk mengarahkan pemikiran dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pekerjaan di masa depan. Kemampuan remaja putus sekolah untuk mengantisipasi pekerjaan di masa depan, untuk memaknakan dan melaksanakannya merupakan dasar dari orientasi masa depan remaja putus sekolah dalam bidang pekerjaan. Orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan digambarkan dalam tiga tahap psikologis yang meliputi motivasi, perencanaan dan strategi pencapaian tujuan/evaluasi (Nurmi, 1989).

Proses motivasi merujuk pada dorongan-dorongan kebutuhan remaja putus sekolah di kota Makassar dari dalam diri (motif), minat-minat/ketertarikan dalam bidang tertentu dan nilai-nilai umum yang dimiliki remaja putus sekolah dalam memenuhi tugas perkembangannya, yaitu mengenai pekerjaan di masa depan. Dengan mengeksplorasi pengetahuan yang berhubungan dengan motif dan nilai, remaja putus sekolah dapat membuat minatnya menjadi lebih spesifik. Motif, nilai, dan minat tersebut menjadi dasar yang melandasi remaja putus sekolah untuk menentukan pilihan yang menyangkut pekerjaan di masa depan.

Pada tahap motivasi, sesuatu mendorong seseorang untuk bertingkah laku dalam pencapaian tujuan tertentu. Motivasi berkembang melalui suatu proses yang terdiri atas beberapa tahapan. Pada mulanya, individu menunjukkan minat terhadap satu atau beberapa hal yang ingin diiwujudkan di masa yang akan


(24)

datang. Kemudian dengan mengeksplorasi pengetahuan yang dimiliki yang berkaitan dengan motif dan nilai, individu akan mampu untuk membuat ketertarikan mereka menjadi lebih spesifik.

Dorongan kebutuhan yang kuat dalam diri remaja putus sekolah, ketertarikan yang terarah dalam bidang pekerjaan tertentu serta nilai-nilai yang mendukung dapat mendorong remaja putus sekolah mencapai tujuan yang telah ditetapkan untuk masa depannya seperti menentukan pekerjaan yang diinginkan (motivasi kuat). Penentuan pekerjaan yang diharapkan untuk dijalani akan membuat remaja putus sekolah menyadari pentingnya untuk membekali diri dengan keterampilan yang diperlukan sehingga hal tersebut dapat bermanfaat bagi pencapaian bidang pekerjaan di masa depan.

Setelah tujuan ditetapkan, remaja putus sekolah juga merancang strategi perencanaan demi mewujudkan minat/ketertarikannya dalam bidang pekerjaan di masa depan. Perencanaan ini dapat terlihat melalui knowledge, plans, dan realization (Nurmi, 1989). Knowledge/pengetahuan adalah informasi yang dimiliki remaja putus sekolah mengenai pekerjaan yang akan dijalani di masa mendatang seperti keterampilan apa saja yang diperlukan. Plans merupakan keragaman dari rencana/strategi yang dilakukan remaja putus sekolah untuk meraih tujuan misalnya banyak membaca dan mencari info tentang pekerjaan yang diharapkan, bertanya kepada teman yang paham akan bidang tersebut, sedangkan realization berkaitan dengan apa saja yang telah dan akan dilakukan


(25)

Universitas Kristen Maranatha memperdalam bidang yang diharapkan dengan belajar secara otodidak dari teman yang memiliki keterampilan tersebut. Remaja putus sekolah akan menyusun rencana yang lebih efektif dan efisien, seperti merumuskan langkah-langkah apa yang akan dilakukannya agar pekerjaan yang diharapkan dapat tercapai (perencanaan terarah).

Pada tahap terakhir, remaja putus sekolah akan mengevaluasi tujuan dan perencanaan yang telah dibentuk. Evaluasi ini juga dilakukan karena tujuan dan rencana remaja putus sekolah dalam memperoleh pekerjaan yang layak di masa depan belum direalisasikan sehingga pada tahap evaluasi ini merupakan tahap untuk melihat kemungkinan pencapaian dari tujuan yang telah ditetapkan dan perencanaan yang telah disusun. Evaluasi ini terdiri dari causal attributions dan affect. Remaja putus sekolah mempertimbangkan kelebihan/kekurangan yang ada dalam dirinya (causal attributions), kesempatan yang diberikan oleh lingkungan maupun hambatan yang mungkin dihadapi dalam pelaksanaan rencana yang telah disusun. Causal attribution ini didasarkan pada evaluasi kognitif secara sadar oleh remaja putus sekolah akan peluang dalam menentukan pekerjaan bagi masa depan mereka.

Selain itu, evaluasi ini juga akan disertai dengan perasaan-perasaan tertentu (affect) seperti perasaan optimis dan pesimis yang selanjutnya akan mempengaruhi pemilihan pekerjaan yang dipilih dan perencanaan yang telah disusun oleh remaja putus sekolah. Semakin remaja putus sekolah merasa optimis, maka harapan remaja tersebut pun semakin besar untuk menentukan


(26)

suatu pekerjaan, dan sebaliknya. Remaja putus sekolah yang mampu melihat kelebihan dan kekurangan diri disertai perasaan yang menyertainya dan dapat membuat keputusan yang benar dengan mempertimbangkan suatu pekerjaan dan perencanaan yang telah disusun dapat dikatakan telah membuat evaluasi yang akurat.

Selain dari penjelasan di atas, ada faktor-faktor yang mempengaruhi orientasi masa depan bidang pekerjaan pada remaja putus sekolah di kota Makassar, dibagi menjadi dua faktor yaitu cultural context dan social environment (Nurmi, 1991). Faktor cultural context meliputi jenis kelamin, tingkat pendidikan dan status sosial ekonomi. Remaja laki-laki yang putus sekolah lebih tertarik untuk memikirkan masa depan khususnya pada bidang pekerjaan dibandingkan remaja perempuan yang lebih tertarik pada perkawinan. Secara tradisional, remaja laki-laki yang putus sekolah lebih dituntut aktif dalam menghadapi dunia pekerjaan dan perkawinan sedangkan remaja perempuan yang putus sekolah lebih berperan dalam keluarga dan aktivitas rumah tangga.

Selanjutnya, tingkat pendidikan remaja putus sekolah menentukan kejelasan orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan karena semakin tinggi tingkat pendidikan, diharapkan remaja putus sekolah lebih dapat menuntaskan tahap-tahap perkembangan dan dalam membentuk orientasi masa depan diperlukan pemikiran individu yang berada pada tahap formal operasional. Remaja putus sekolah seharusnya berada pada tahap perkembangan dengan pemikiran formal operasional


(27)

Universitas Kristen Maranatha pencapaian goal, dan mengevaluasi hal-hal yang akan menghambat dan mendukung dalam pencapaian goal tersebut.

Kemudian untuk status sosial ekonomi, remaja putus sekolah dengan tingkat ekonomi menengah ke atas lebih tertarik dalam memikirkan dan membuat perencanaan dalam pekerjaan di masa depan dibandingkan remaja putus sekolah dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Remaja putus sekolah dengan status sosial ekonomi rendah sebagai alasan putus sekolah memilih ”bekerja apapun” menjadi pilihan. Namun hal tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa remaja putus sekolah dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah justru lebih termotivasi untuk mencari pekerjaan yang lebih baik untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada remaja putus sekolah yang harus mengalami putus sekolah – meskipun dengan status sosial ekonomi menengah ke atas – karena masalah kenakalan remaja (masalah kehamilan, narkoba, dan terlibat dengan hukum) lebih mudah untuk mendapatkan suatu pekerjaan, misalnya bekerja di perusahaan keluarga, atau bekerja dengan seseorang yang di kenal. Namun tidak menutup kemungkinan juga bahwa beberapa diantara remaja putus sekolah dengan tingkat ekonomi tinggi ini mengalami kebingungan dalam menentukan tujuannya bahkan sama sekali tidak memiliki niat untuk bekerja karena mengandalkan apa yang dimiliki orangtua mereka saat ini.

Faktor kedua yang mempengaruhi orientasi masa depan bidang pekerjaan yaitu social environment meliputi orang tua dan keluarga. Meskipun anak muda menghabiskan lebih banyak waktunya dengan teman sebaya daripada orang tua,


(28)

namun orang tua dan keluarga tampaknya tetap penting bagi konteks kehidupan selama masa remaja (Jurkovic & Ulrici 1985, dalam Nurmi 1989). Pertama, remaja putus sekolah dapat melihat orang tuanya dan tak jarang pula profesi kedua orangtuanya menjadi model remaja putus sekolah dalam memilih pekerjaan di masa depan. Misalnya remaja putus sekolah dengan orangtua yang memiliki pekerjaan sebagai petani. Ketika remaja ini putus sekolah, maka remaja tersebut kemungkinan akan mengikuti profesi orangtuanya sebagai petani tanpa mempertimbangkan pekerjaan lainnya yang bisa ditekuni. Orang tua juga dapat mempengaruhi minat, nilai dan tujuan yang dimiliki oleh remaja putus sekolah. Orang tua pun sejak kecil dapat mengarahkan dan membantu remaja putus sekolah dalam mencapai tujuan dan membuat strategi perencanaan. Interaksi dalam keluarga juga menjadi dasar untuk mempelajari mengenai keterampilan dalam penyusunan rencana dan strategi dalam memecahkan masalah yang akan digunakan remaja putus sekolah dalam menghadapi tugas-tugas perkembangannya. Dukungan orang tua yang positif seperti memberi masukan lewat diskusi, memberi dukungan moral, kasih sayang, dapat meningkatkan optimisme dan perhatian mendalam akan masa depan remaja putus sekolah dalam bidang pekerjaan, terutama tingkat perencanaan.

Faktor berikutnya dalam social environment yaitu teman sebaya yang dapat mempengaruhi pemilihan pekerjaan remaja putus sekolah di kota Makassar. Remaja – dalam hal ini remaja putus sekolah – merupakan individu yang masih dapat dipengaruhi oleh teman sebaya (Santrock, 2002). Identitas diri yang dapat


(29)

Universitas Kristen Maranatha sekolah seringkali mempengaruhi remaja dalam mengambil keputusan. Remaja putus sekolah dengan orientasi masa depan yang tidak jelas dalam bidang pekerjaan, ketika mereka berteman dengan remaja yang juga putus sekolah dan telah memutuskan untuk tidak bekerja, mereka pun bisa terpengaruh untuk tidak mencari pekerjaan bahkan tidak berminat untuk bekerja, hanya ingin menghabiskan waktu dengan bermain-main di jalanan, dan tidak termotivasi untuk menentukan suatu pekerjaan. Beda halnya dengan remaja putus sekolah yang memiliki orientasi masa depan yang jelas dalam bidang pekerjaan, ketika mereka berteman dengan remaja putus sekolah lainnya yang tidak bekerja, mereka tidak akan terpengaruh akan keadaan tersebut karena mereka sudah memiliki goal yang ingin di capai, memiliki motivasi yang kuat dalam dirinya untuk memperoleh suatu pekerjaan, menetapkan langkah-langkah yang akan dilakukan, dan mengevaluasi setiap keadaan yang mungkin menjadi penghalang atau bahkan menjadi pendukung dirinya dalam mencapai goal.

Remaja putus sekolah dapat dikatakan memiliki orientasi masa depan bidang pekerjaan yang jelas apabila remaja tersebut telah menentukan tujuan yang jelas untuk suatu pekerjaan dan spesifik yang tercermin melalui motivasi/dorongan yang kuat, menetapkan langkah-langkah yang tepat untuk pencapaian goal atau dengan kata lain perencanaan yang terarah, serta mampu melihat hal-hal yang akan menjadi penghalang atau pendukung dalam pencapaian tujuan, hal ini disebut evaluasi yang akurat. Apabila salah satu tahap tersebut tidak dipenuhi, maka orientasi masa depan bidang pekerjaan remaja putus sekolah


(30)

dapat dikatakan tidak jelas. Remaja putus sekolah yang memiliki orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan yang tidak jelas adalah remaja putus sekolah yang belum mampu untuk menentukan tujuan pekerjaan yang jelas dan spesifik yang setelah keluar dari sekolah belum mampu menentukan pekerjaan apa yang memungkinkan untuk dia tekuni (motivasi/dorongan lemah). Remaja ini pun belum dapat menyusun langkah-langkah yang pasti untuk merealisasikan tujuannya seperti usaha-usaha yang diperlukan untuk mencari tahu keterampilan yang diperlukan dalam suatu bidang pekerjaan tertentu, tidak berusaha mencari informasi mengenai suatu bidang pekerjaan tertentu (perencanaan tidak terarah). Selain itu, apabila remaja putus sekolah tidak mengantisipasi masa depan dalam bidang pekerjaan, maka remaja putus sekolah pun dapat dikatakan mengalami kesulitan dalam melakukan evaluasi akan tujuan yang sebenarnya ia minati dalam bidang pekerjaan di masa depan seperti tidak mampu melihat faktor-faktor apa saja yang mungkin akan menjadi penghambat dalam pencapaian tujuannya (evaluasi tidak akurat).

Seperti yang sudah dijelaskan diatas, bahwa motivasi kuat, perencanaan terarah, dan evaluasi yang akurat merupakan syarat untuk orientasi masa depan bidang pekerjaan remaja putus sekolah dikatakan jelas. Selanjutnya, motivasi lemah, perencanaan tidak terarah, dan evaluasi tidak akurat dikatakan orientasi masa depan bidang pekerjaan tidak jelas pada remaja putus sekolah. Namun perlu diperhatikan bahwa bisa saja hasilnya tidak demikian misalnya motivasi kuat,


(31)

Universitas Kristen Maranatha putus sekolah dengan orientasi masa depan bidang pekerjaan yang tidak jelas. Hal ini menunjukkan karena adanya faktor-faktor orientasi masa depan yang mempengaruhi seseorang, seperti yang telah dijelaskan diatas.

Pekerjaan yang sesuai harapan di masa depan membutuhkan persiapan dan perencanaan yang matang dari remaja putus sekolah. Jelas atau tidaknya orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan merupakan antisipasi berbagai kemungkinan yang akan ditemui di masa depan. Dengan adanya orientasi masa depan yang tergambar melalui motivasi yang mengarah pada tujuan yang ditetapkan, strategi perencanaan, dan evaluasi, maka remaja putus sekolah memiliki suatu pedoman atau persiapan diri sehingga ia dapat mengarahkan dirinya pada keberhasilan pencapaian cita-cita dalam bidang pekerjaan di masa depan. Secara skematis, kerangka pikir ini dapat digambarkan sebagai berikut:


(32)

Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pikir

Remaja putus sekolah Di Kota Makassar

Orientasi Masa Depan Bidang Pekerjaan

Jelas

Tidak jelas Faktor yang mempengaruhi OMD bidang pekerjaan :

1. Cultural Context

- Jenis kelamin,tingkat pendidikan dan status sosial ekonomi

2. Social Environment

- Pengaruh dan dukungan orangtua Tahapan OMD Bidang Pekerjaan

Planning Motivation

Evaluation

Goals

Plans

Attributions Emotions


(33)

Universitas Kristen Maranatha

1.6 Asumsi Penelitian

Dari uraian di atas, dapat diambil asumsi sebagai berikut :

1. Remaja putus sekolah di kota Makassar melalui 3 tahap dalam orientasi masa depan bidang pekerjaan yaitu aspek motivasi, perencanaan, dan evaluasi.

2. Remaja putus sekolah di Kota Makassar memiliki orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan yang bervariasi, yaitu jelas atau tidak jelas.

3. Remaja putus sekolah di kota Makassar dengan motivasi yang kuat, perencanaan yang terarah, serta evaluasi yang akurat mengakibatkan orientasi masa depan bidang pekerjaan menjadi jelas.

4. Remaja putus sekolah di kota Makassar dengan motivasi yang lemah, perencanaan yang tidak terarah, serta evaluasi yang tidak akurat mengakibatkan orientasi masa depan bidang pekerjaan menjadi tidak jelas.

5. Orientasi masa depan bidang pekerjaan pada remaja putus sekolah di kota Makassar dapat dipengaruhi oleh faktor cultural context yang meliputi jenis kelamin, tingkat pendidikan dan status sosial ekonomi, dan faktor social environment yang meliputi dukungan dan pengaruh keluarga.


(34)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 70 remaja putus sekolah di kota Makassar, maka dapat ditarik suatu kesimpulan mengenai orientasi masa depan bidang pekerjaan remaja putus sekolah, yaitu sebagai berikut:

1. Sebagian besar (51,43%) remaja putus sekolah di kota Makassar memiliki gambaran orientasi masa depan bidang pekerjaan yang tidak jelas dan sebagian lainnya (48,57%) memiliki gambaran orientasi masa depan bidang pekerjaan yang jelas.

2. Remaja putus sekolah di kota Makassar dengan orientasi masa depan yang tidak jelas dalam bidang pekerjaan, sebanyak 52,78% memiliki motivasi yang kuat dan sebanyak 47,22% memiliki motivasi yang lemah. Selanjutnya, sebanyak 86,11% memiliki perencanaan yang tidak terarah dan sebanyak 13,89% memiliki perencanaan yang terarah. Kemudian sebanyak 61,11% memiliki evaluasi yang tidak akurat dan 38,89% memiliki evaluasi yang akurat.

3. Remaja dengan orientasi masa depan yang jelas dalam bidang pekerjaan, sebanyak 94,12% memiliki motivasi yang kuat dan sebanyak 5,88% memiliki motivasi yang lemah. Selanjutnya, sebanyak 73,53% memiliki perencanaan yang terarah dan sebanyak 26,47% memiliki perencanaan


(35)

Universitas Kristen Maranatha yang tidak terarah. Kemudian, sebanyak 85,34% memiliki evaluasi yang akurat dan sebanyak 14,66% memiliki evaluasi yang tidak akurat.

4. Faktor social environment yaitu pengaruh dari orang tua yang diberikan kepada remaja saat berdiskusi serta dukungan dari orangtua berupa dukungan moral, materi, dan doa, mempengaruhi kejelasan orientasi masa depan remaja putus sekolah di kota Makassar dalam bidang pekerjaan. Sedangkan faktor cultural context yaitu status sosial ekonomi tidak mempengaruhi kejelasan orientasi masa depan remaja putus sekolah bidang pekerjaan di kota Makassar.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diajukan beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan:

5.2.1 Saran Teoritis

Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk diteliti lebih lanjut mengenai hubungan antara pengaruh orang tua dengan orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan.


(36)

5.2.2 Saran Praktis

1. Bagi pihak pemerintah di kota Makassar khususnya Dinas Pendidikan dan Ketenagakerjaan, disarankan untuk mengadakan penyuluhan kepada para remaja mengenai orientasi masa depan bidang pekerjaan khususnya mengenai strategi perencanaan dalam mencapai target dan bagaimana mengevaluasi kemampuan yang ada di dalam diri para remaja.

2. Bagi pihak pemerintah kota Makassar juga disarankan untuk membuat pelatihan gratis bagi para remaja putus sekolah mengenai bagaimana pelaksanaan perencanaan untuk mencapai cita-cita mereka. Karena dengan adanya pelatihan ini akan membantu para remaja putus sekolah untuk mengevaluasi kembali tujuan di awal serta mengevaluasi pencapaian tujuan tersebut.

3. Saran preventif edukatif diberikan kepada pihak-pihak sekolah untuk memberikan masukan agar pihak sekolah dapat mengarahkan siswa-siswa sejak dini supaya tidak putus sekolah.


(37)

xv

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo.

Nazir, Moh. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nurmi, J. E. 1987. Age, Sex, Social Class and Quality of Familiy Interation as Determinants of Adolescence Future Orientation : A Developmental Task Interpretation. San Diego: Libra Publisher, Inc.

_________. 1989. Adolescent’s Orientation To The Future. Helsinki: Finnish Society of Scinces and Letters

_________. 1991. Future Orientation Questionnaire. Helsinki: University of Helsinki.

_________. 1991. How Do Adolescents See Their Future? A Review of the Development of Future Orientation and Planning. Helsinki: Academic Press, Inc.

_________. 1991. The Development of Future-Orientation in a Life-Span Context. Helsinki: Yliopiston Psykologian Laitos.

Nurmi, J. E., Pulliainen, Harry. 1991. The Changing Parent-Child Relationship, Self-esteem, and Intelligence as Determinats of Orientation to The Future During Early Adolescence. Helsinki: The Association fot the Psychiatric Study of Adolescents.

Santrock, John W. 2003. Adolescence, Sixth Edition. Jakarta: Erlangga

Santrock, John W. 2006. Life-Span Development, Tenth Edition. New York: McGraw-Hill.

Desmita. (2008). Psikologi Perkembangan. Bandung : PT Raja Rosdakarya Siegel, Sidney. 1997. Statistik Non Parametrik. Jakarta: Gramedia.


(38)

DAFTAR RUJUKAN

Musfiqon, 2007. Menangani yang Putus Sekolah.

http://www.surya.co.id/web/Opini/Menangani-yang-Putus-Sekolah.html. (diakses tanggal 25 Februari 2009)

Ulfah, Y. 2007. Kepercayaan Diri Remaja Putus Sekolah.

http://library.gunadarma.ac.id/index.php?appid=penulisan&sub=detail&n pm=10502270&jenis=s1fpsi. (diakses tanggal 27 April 2009)

Sadardjoen, S.S. 4 Juni 2006. OMD Pada Remaja.

http://www2.kompas.com/kesehatan/news/0606/04/103356.htm (diakses


(1)

25

1.6 Asumsi Penelitian

Dari uraian di atas, dapat diambil asumsi sebagai berikut :

1. Remaja putus sekolah di kota Makassar melalui 3 tahap dalam orientasi masa depan bidang pekerjaan yaitu aspek motivasi, perencanaan, dan evaluasi.

2. Remaja putus sekolah di Kota Makassar memiliki orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan yang bervariasi, yaitu jelas atau tidak jelas.

3. Remaja putus sekolah di kota Makassar dengan motivasi yang kuat, perencanaan yang terarah, serta evaluasi yang akurat mengakibatkan orientasi masa depan bidang pekerjaan menjadi jelas.

4. Remaja putus sekolah di kota Makassar dengan motivasi yang lemah, perencanaan yang tidak terarah, serta evaluasi yang tidak akurat mengakibatkan orientasi masa depan bidang pekerjaan menjadi tidak jelas.

5. Orientasi masa depan bidang pekerjaan pada remaja putus sekolah di kota Makassar dapat dipengaruhi oleh faktor cultural context yang meliputi jenis kelamin, tingkat pendidikan dan status sosial ekonomi, dan faktor social environment yang meliputi dukungan dan pengaruh keluarga.


(2)

78 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 70 remaja putus sekolah di kota Makassar, maka dapat ditarik suatu kesimpulan mengenai orientasi masa depan bidang pekerjaan remaja putus sekolah, yaitu sebagai berikut:

1. Sebagian besar (51,43%) remaja putus sekolah di kota Makassar memiliki gambaran orientasi masa depan bidang pekerjaan yang tidak jelas dan sebagian lainnya (48,57%) memiliki gambaran orientasi masa depan bidang pekerjaan yang jelas.

2. Remaja putus sekolah di kota Makassar dengan orientasi masa depan yang tidak jelas dalam bidang pekerjaan, sebanyak 52,78% memiliki motivasi yang kuat dan sebanyak 47,22% memiliki motivasi yang lemah. Selanjutnya, sebanyak 86,11% memiliki perencanaan yang tidak terarah dan sebanyak 13,89% memiliki perencanaan yang terarah. Kemudian sebanyak 61,11% memiliki evaluasi yang tidak akurat dan 38,89% memiliki evaluasi yang akurat.

3. Remaja dengan orientasi masa depan yang jelas dalam bidang pekerjaan, sebanyak 94,12% memiliki motivasi yang kuat dan sebanyak 5,88% memiliki motivasi yang lemah. Selanjutnya, sebanyak 73,53% memiliki perencanaan yang terarah dan sebanyak 26,47% memiliki perencanaan


(3)

79

yang tidak terarah. Kemudian, sebanyak 85,34% memiliki evaluasi yang akurat dan sebanyak 14,66% memiliki evaluasi yang tidak akurat.

4. Faktor social environment yaitu pengaruh dari orang tua yang diberikan kepada remaja saat berdiskusi serta dukungan dari orangtua berupa dukungan moral, materi, dan doa, mempengaruhi kejelasan orientasi masa depan remaja putus sekolah di kota Makassar dalam bidang pekerjaan. Sedangkan faktor cultural context yaitu status sosial ekonomi tidak mempengaruhi kejelasan orientasi masa depan remaja putus sekolah bidang pekerjaan di kota Makassar.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diajukan beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan:

5.2.1 Saran Teoritis

Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk diteliti lebih lanjut mengenai hubungan antara pengaruh orang tua dengan orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan.


(4)

80

5.2.2 Saran Praktis

1. Bagi pihak pemerintah di kota Makassar khususnya Dinas Pendidikan dan Ketenagakerjaan, disarankan untuk mengadakan penyuluhan kepada para remaja mengenai orientasi masa depan bidang pekerjaan khususnya mengenai strategi perencanaan dalam mencapai target dan bagaimana mengevaluasi kemampuan yang ada di dalam diri para remaja.

2. Bagi pihak pemerintah kota Makassar juga disarankan untuk membuat pelatihan gratis bagi para remaja putus sekolah mengenai bagaimana pelaksanaan perencanaan untuk mencapai cita-cita mereka. Karena dengan adanya pelatihan ini akan membantu para remaja putus sekolah untuk mengevaluasi kembali tujuan di awal serta mengevaluasi pencapaian tujuan tersebut.

3. Saran preventif edukatif diberikan kepada pihak-pihak sekolah untuk memberikan masukan agar pihak sekolah dapat mengarahkan siswa-siswa sejak dini supaya tidak putus sekolah.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo.

Nazir, Moh. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nurmi, J. E. 1987. Age, Sex, Social Class and Quality of Familiy Interation as Determinants of Adolescence Future Orientation : A Developmental Task Interpretation. San Diego: Libra Publisher, Inc.

_________. 1989. Adolescent’s Orientation To The Future. Helsinki: Finnish Society of Scinces and Letters

_________. 1991. Future Orientation Questionnaire. Helsinki: University of Helsinki.

_________. 1991. How Do Adolescents See Their Future? A Review of the Development of Future Orientation and Planning. Helsinki: Academic Press, Inc.

_________. 1991. The Development of Future-Orientation in a Life-Span Context. Helsinki: Yliopiston Psykologian Laitos.

Nurmi, J. E., Pulliainen, Harry. 1991. The Changing Parent-Child Relationship, Self-esteem, and Intelligence as Determinats of Orientation to The Future During Early Adolescence. Helsinki: The Association fot the Psychiatric Study of Adolescents.

Santrock, John W. 2003. Adolescence, Sixth Edition. Jakarta: Erlangga

Santrock, John W. 2006. Life-Span Development, Tenth Edition. New York: McGraw-Hill.

Desmita. (2008). Psikologi Perkembangan. Bandung : PT Raja Rosdakarya Siegel, Sidney. 1997. Statistik Non Parametrik. Jakarta: Gramedia.


(6)

xvi

DAFTAR RUJUKAN

Musfiqon, 2007. Menangani yang Putus Sekolah.

http://www.surya.co.id/web/Opini/Menangani-yang-Putus-Sekolah.html. (diakses tanggal 25 Februari 2009)

Ulfah, Y. 2007. Kepercayaan Diri Remaja Putus Sekolah.

http://library.gunadarma.ac.id/index.php?appid=penulisan&sub=detail&n pm=10502270&jenis=s1fpsi. (diakses tanggal 27 April 2009)

Sadardjoen, S.S. 4 Juni 2006. OMD Pada Remaja.

http://www2.kompas.com/kesehatan/news/0606/04/103356.htm (diakses