Studi Kasus Mengenai Religiusitas Anggota Sekte 'X' di Kota Bandung.

(1)

ABSTRAK

Agama adalah keyakinan diri setiap orang dan setiap orang memiliki hak untuk memilih keyakinannya sendiri. Tetapi dengan perbedaan pemahaman hal ini menimbulkan bermacam-macam pengertian atau tafsiran yang menyebabkan munculnya penyimpangan keyakinan. Seperti yang dialami kedua subyek yang telah bergabung dengan sekte ‘X’ selama 13 tahun, kelompok yang memiliki keyakinan berbeda dengan agama Kristen yang mereka anut sebelumnya. Maksud dari penelitian ini untuk meneliti dinamika dimensi-dimensi religiusitas. Pada kedua subyek yang awal mula bergabung berada pada usia dewasa dan usia remaja.

Menurut C.Y Glock dan R. Stark (Ancok dan Suroso, 1995:77-78) terdapat lima dimensi religiusitas yang saling berkaitan. Dimensi-dimensi tersebut terdiri dari dimensi ideologis yang menjadi dasar untuk dimensi praktik agama dan dimensi lainnya. Dimensi pengalaman dan penghayatan menjadi motivasi akan dimensi praktik agama. Dimensi pengetahuan dapat berkembang dengan adanya dimensi ideologis. Dimensi pengamalan dimotivasi oleh dimensi ideologis dan dimensi pengalaman. Dari kelima dimensi terdapat faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap religiusitas.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif pada kedua subyek yang saat ini berada pada usia lanjut dan usia dewasa. Metode ini digunakan untuk lebih memperdalam dinamika dari kelima dimensi tersebut dengan melakukan in-dept interview yang hasilnya dianalisis menggunakan coding analysis. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan adanya dinamika dan pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap kelima dimensi tersebut. Kesamaan dari kedua subyek kurangnya peran lingkungan keluarga yaitu orangtua dalam perkembangan keagamaan kedua subyek. Perbedaan dari kedua subyek adalah hal yang melandasi keingintahuan untuk bergabung, subyek pertama didasarkan keingintahuan akan ajaran hari kiamat, sedangkan subyek kedua didasarkan keingintahuan akan suara Tuhan.

Bagi peneliti lanjutan perlu mempertimbangkan untuk menambah jumlah subyek penelitian dengan variasi waktu lamanya bergabung. Bagi individu yang keluarganya pernah mengikuti sekte atau masih mengikuti sekte, penelitian ini dapat menjadi suatu informasi bagaimana memberikan dasar pengajaran yang luas dan mendalam tentang agama.


(2)

ii

Universitas Kristen Maranatha

Religion is the belief in every person and every person has the right to choose his own convictions. But with a different understanding of this creates an assortment of understanding or interpretation that causes a deviation confidence. As experienced by two subjects who had joined the sect 'X' for 13 years, a group that has different beliefs that they profess Christianity before. The purpose of this study was to examine the dynamics of dimensions of religiosity. In both subjects that are joined at the beginning of adulthood and adolescence.

According C.Y Glock and R. Stark (Ancok and Suroso, 1995:77-78)

There are five interrelated dimensions of religiosity. Dimensions consist of the ideological dimension of the basis for the dimensions of religious practice and other dimensions. Dimensions of experience and appreciation will motivate religious practice dimensions. Dimensions of knowledge can be developed with the ideological dimension. Dimensions of practice motivated by ideological dimension and the dimension of experience. From five dimensions there have internal and external factors that affect of religiosity.

This study uses a qualitative method on both subjects which currently stands at an advanced age and adulthood. This method is used to learn more about the dynamics of the fifth dimension is to conduct in-dept interview results were analyzed using analysis of coding. Based on the results of the research, is found the dynamics between the five dimensions and the influence of internal and external factors to the fifth dimension. Similarity of the two subjects, namely the lack of parental role family environment in the development of religious life at both subjects. The difference of the two subjects is the underlying curiosity to join, the first subject will be based teaching doomsday curiosity, while the second subject will be based curiosity voice of God.

For advanced researchers need to consider to increase the number of study subjects with a variation of the length of time to join. For individuals whose family had attended sect or still follow the sect, this research can be a basic information on how to provide a broad and in-depth teaching about religion.


(3)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan

Abstrak………... i

Abstract………...…... ii

Kata Pengantar………...………...…. iii

Daftar Isi………...…. v

Daftar Tabel……….……... ix

Daftar Bagan………..………... x

Daftar Lampiran………... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah………... 1

1.2 Identifikasi Masalah………... 13

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian……… 13

1.3.1 Maksud Penelitian………... 13

1.3.2 Tujuan Penelitian………...…. 14

1.4 Kegunaan Penelitian……… 14

1.4.1 Kegunaan Teoretis………...……... 14

1.4.2 Kegunaan Praktis……… 14

1.5 Kerangka Pemikiran……… 14

1.6 Asumsi Penelitian………... 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agama…...……….………. 22


(4)

vi

Universitas Kristen Maranatha

2.2 Religiusitas……….. 23

2.2.1 Pengertian Religiusitas………... 23

2.2.2 Lima Dimensi Religiusitas………. 23

2.2.2.1 Dimensi Ideologis……….. 24

2.2.2.2 Dimensi Ritualistik……… 24

2.2.2.3 Dimensi Eksperensial...……….. 25

2.2.2.4 Dimensi Intelektual……… 26

2.2.2.5 Dimensi Konsekuensial……….. 26

2.2.3 Dinamika Dimensi Religiusitas………. 26

2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Religiusitas……… 28

2.2.4.1 Faktor Intern………... 28

2.2.4.2 Faktor Exstern……… 30

2.3 Tahap Perkembangan Kepercayaan……… 32

2.4 Teori- Teori Psikologi Sosial……….. 35

2.5 Sikap Keagamaan yang Menyimpang………. 36

2.5.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Keagamaan yang Menyimpang……….. 37

2.6 Social Learning Theory………... 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian……….. 40

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional………. 41


(5)

3.2.2 Definisi Operasional………... 41

3.3 Alat Ukur………. 42

3.3.1 Prosedur Penelitian……… 45

3.3.2 Data Pribadi dan Data Penunjang……….. 45

3.3.2.1 Data Pribadi……….... 45

3.3.2.2 Data Penunjang……….. 45

3.3.3 Validitasi dan Reliabilitas……….. 47

3.3.3.1 Validitas Alat Ukur……… 47

3.3.3.2 Reliabilitas Alat Ukur……… 48

3.4 Subyek Penelitian dan Teknik Penarikan Subyek Penelitian……….. 48

3.4.1 Subyek Penelitian………... 48

3.4.2 Karakteristik Subyek Penelitian………. 48

3.4.3 Teknik Penarikan Subyek Penelitian………. 48

3.4.4 Jumlah Subyek Penelitian……….. 49

3.5 Teknik Analisis Data………... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Identitas Subyek………. 50

4.2 Hasil……… 51

4.2.1 Hasil Subyek 1……… 51

4.2.1.1 Status Praesens………... 51

4.2.1.2 Dimensi-dimensi Religiusitas……….... 51

4.2.1.3 Faktor Internal dan Eksternal………. 55


(6)

viii

Universitas Kristen Maranatha

4.2.1.6 Kesimpulan Kasus Subyek 1………. 61

4.2.2 Hasil Subyek 2………. 62

4.2.2.1 Status Praesens………... 62

4.2.2.2 Dimensi-dimensi Religiusitas………. 62

4.2.2.3 Faktor Internal dan Eksternal……….. 66

4.2.2.4 Pembahasan Kasus Subyek 2……….. 68

4.2.2.5 Faktor Internal dan Eksternal……….. 70

4.2.2.6 Kesimpulan Kasus Subyek 2………... 72

4.3 Perbandingan Kasus……… 73

4.3.1 Kesamaan dari Kedua Subyek Penelitian………. 73

4.3.2 Perbedaan dari Kedua Subyek Penelitian………. 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan………. 76

5.2 Saran………... 77

5.2.1 Saran Teoritis………... 77

5.2.2 Saran Praktis………. 78

Daftar Pustaka………... 79

Daftar Rujukan……….. 81 Lampiran


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur Data Utama……… 43 Tablel 3.2 Kisi-kisi Alat Ukur Data Penunjang……… 46


(8)

x

Universitas Kristen Maranatha

Bagan 1.1 Skema Kerangka Pikir………. 20 Bagan 3.1 Skema Rancangan Penelitian………... 40


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kerangka Wawancara Data Utama……….... 1

Lampiran 2 Kerangka Wawancara Data Penunjang……….………... 3

Lampiran 3 Pernyataan Kesepakatan Wawancara Subyek 1………. 5

Lampiran 4 Pernyataan Kesepakatan Wawancara Subyek 2………. 6

Lampiran 5 Transkrip Verbatim Wawancara Subyek 1…..……….. 7

Lampiran 6 Transkrip Verbatim Wawancara Subyek 2…..……….. 22

Lampiran 7 Tabel Pengkategorian Open Coding Subyek 1………. 32


(10)

1

Universitas Kristen Maranatha PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh cirinya yang bersifat unik. Secara horizontal ditandai oleh kenyataanya adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan suku bangsa, agama, adat, serta perbedaan kedaerahan (Nasikun, 1995:30). Agama adalah salah satu dari keberagaman di Indonesia yang cukup menjadi pusat perhatian pemerintah sehingga dimunculkan undang-undang tentang toleransi keagamaan. Keragaman agama bangsa Indonesia dapat dilihat pula pada tahun 2010, kira-kira 85,1% dari penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam; 9,2% Protestan; 3,5% Katolik; 1,8% Hindu; dan 0,4% Buddha (Sensus Penduduk 2010. Jakarta, Indonesia: Badan Pusat Statistik.).

Agama memainkan peran utama dalam kehidupan di Indonesia. Hal ini dinyatakan dalam prinsip pertama ideologi negara, Pancasila “Ketuhanan Yang satu-satunya Tuhan”. Sejumlah agama yang berbeda juga dipraktekkan di Indonesia, dan berpengaruh kolektif pada negara politik, ekonomi dan kehidupan budaya (Wartawarga Student Journalism). Dengan perbedaan agama di Indonesia maka pemerintah membuat peraturan dimana setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mengemukakan pendapatnya, maka dalam setiap penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi baik dalam kehidupan politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan kenegaraan dilakukan secara diskusi dan dilaksanakan dengan


(11)

2

persetujuan, dimana hal ini sangat penting untuk menghilangkan egoisme individu (Oxford Manifesto dari liberal international).

Menurut Penetapan Presiden (Penpres) No.1/PNPS/1965 junto Undang-undangNo.5/1969 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan agama dalam penjelasannya pasal demi pasal dijelaskan bahwa Agama-agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk Indonesia adalah: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu (http://www.kemenag.go.id/). Dalam UUD 1945 pasal 28 E, ayat (1) : setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. Ayat (2) : setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaannya, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya. UUD 1945 pasal 29, ayat (2) : Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. (Merayakan kebebasan beragama. Oleh : Oleh Abd. Moqsith Ghazali,Djohan Effendi)

Ada beberapa istilah untuk menyebutkan agama, antara lain religi, religion (Inggris), religie (Belanda), religio/relegare (Latin), dan dien (Arab). Kata religion (Inggris) dan religie (Belanda) adalah berasal dari bahasa induk dari kedua bahasa tersebut, yaitu bahasa Latin religio dari akar kata relegare yang berarti mengikat (Kahmad, 2002). Menurut Glock dan Stark (dalam Ancok dam Suroso, 1995) mengungkapkan bahwa agama merupakan suatu simbol, keyakinan, nilai, dan perilaku yang terlembagakan yang semuanya terpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi (ultimate meaning). Untuk dapat mengembangkan jiwa keagamaan yang dimiliki oleh


(12)

Universitas Kristen Maranatha

seorang individu, maka pendidikan agama di Indonesia sudah dimulai sejak individu berada di dalam keluarganya. Anak-anak sejak masa bayi hingga usia sekolah memiliki lingkungan tunggal, yaitu keluarga. Budaya atau tata cara yang dimiliki anak-anak sebagian besar terbentuk oleh pendidikan keluarga. Anak-anak diajarkan mengenai dasar-dasar ajaran agama yang menjadi dasar untuk pembinaan mental dan kepribadian anak itu sendiri. Pendidikan agama pun dilanjutkan dan diperkuat di lingkungan sekolah sampai Perguruan Tinggi.

Agama adalah keyakinan diri setiap orang dan setiap orang memiliki hak untuk memilih keyakinannya sendiri. Keyakinan seseorang pada satu agama karena adanya penghayatan dalam diri seseorang tentang agama tersebut dan ada pula karena besarnya pengaruh lingkungan yang dirasakan. Agama adalah hal yang bersifat pribadi dan setiap orang memiliki cara pandang sendiri untuk memahami apa yang diterimanya dari lingkungan. Dengan adanya masalah di setiap kehidupan, membuat seseorang untuk mencari jalan keluar agar terlepas dari masalah yang dihadapinya. Setiap orang memiliki banyak cara untuk menyelesaikan setiap masalah, seperti berpikir untuk melakukan kejahatan atau semakin mendekatkan diri pada Tuhan yang dipercayainya dan berperilaku sesuai aturan agamanya. Tetapi dengan perbedaan pemahaman yang dimiliki setiap orang dan keadaan yang terkadang tidak sesuai dengan keinginan, hal ini menimbulkan bermacam-macam pengertian atau tafsiran yang menyebabkan munculnya penyimpangan keyakinan.

Dengan berbagai macam pemahaman yang dimiliki seseorang dan munculnya sikap menyimpang yang tidak lagi sesuai dengan ajaran dasar


(13)

4

agamanya, hal ini pun menimbulkan munculnya banyak aliran-aliran yang menyimpang dari agama yang sudah diakui oleh negara Indonesia. Hal tersebut terjadi bisa disebabkan oleh bermacam-macam alasan, kejadian, latar belakang kehidupan atau pun akibat ‘stress’. Hal ini bisa muncul disebabkan pencarian 'sesuatu' tanpa ilmu pengetahuan yang luas dan bimbingan dari guru, sehingga mereka tidak memiliki pegangan yang jelas dalam melihat sesuatu kebenaran. Pengaruh materi, hal ini sangat mungkin karena faktor ekonomi, demi mempertahankan ‘perutnya’ seseorang yang ilmu agamanya tidak memadai sangat rentan mengikuti kelompok yang menyimpang dari agama di Indonesia, apalagi diiming-iming dengan motor dan mobil, ‘puberitas’ keagamaan, yaitu semangat keberagamaan yang berlebihan (Waspada Online).

Saat ini semakin banyak sekte yang bermunculan di Indonesia seperti, Lia Aminuddin atau lebih dikenal sebagai Lia Eden (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 21 Agustus 1947; umur 65 tahun) adalah pemimpin kelompok kepercayaan bernama Kaum Eden. Lia Eden mengaku dia menerima bimbingan Malaikat Jibril secara terus menerus sejak 1997 hingga kini. Selain menganggap dirinya sebagai menyebarkan wahyu Tuhan dengan perantaraan Jibril, dia juga menganggap dirinya memiliki kemampuan untuk meramalkan kiamat. Pada 1998, Lia menyebut dirinya Mesias yang muncul di dunia sebelum hari kiamat untuk membawa keamanan dan keadilan di dunia. Selain itu, dia juga menyebut dirinya sebagai reinkarnasi Bunda Maria, ibu dari Yesus Kristus. Lia juga mengatakan bahwa anaknya, Ahmad Mukti, adalah reinkarnasi Isa. Pemahaman yang dibawa oleh Lia ini berhasil mendapat kurang lebih 100 penganut pada awal diajarkannya.


(14)

Universitas Kristen Maranatha

Penganut agama ini terdiri dari para pakar budaya, golongan cendekiawan, artis musik, drama dan juga pelajar. Mereka disebut sebagai pengikut Salamullah. Pada bulan Desember 1997, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah melarang perkumpulan Salamullah ini karena ajarannya dianggap telah menyelewengkan kebenaran mengenai ajaran Islam. Kelompok ini lalu membalas balik dengan mengeluarkan "Undang-undang Jibril" (Gabriel's edict) yang mengutuk MUI karena menganggap MUI berlaku tidak adil dan telah menghakimi mereka dengan sewenang-wenang. (http://swaramuslim.net).

Aliran LDII pun dianggap sesat oleh MUI dalam Musyawarah Nasional VII di Jakarta, 21-29 Juli 2005, merekomendasikan bahwa aliran sesat seperti LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) dan Ahmadiyah agar ditindak tegas dan dibubarkan oleh pemerintah karena sangat meresahkan masyarakat dengan ajarannya seperti, menganggap kafir orang Muslim di luar jamaah LDII, menganggap najis Muslimin di luar jama’ah LDII, penipuan Triliunan Rupiah: Investasi itu ada tanda-tanda duit yang telah disetor sangat sulit diambil, apalagi bunga yang dijanjikan. Padahal dalam perjanjian, duit yang disetor bisa diambil kapan saja. Jumlah duit yang disetor para korban mencapai hampir 11 triliun rupiah (nahimunkar.com)

Dapat dilihat dari penyimpangan agama yang terjadi di Indonesia adalah cukup banyak individu yang memisahkan diri dari keluarganya. Dengan munculnya satu penyimpangan membuat semakin menjalarnya penyimpangan lainnya yang menyesatkan pikiran manusia dan memanfaatkan keadaan untuk kepentingan pribadi pemimpin sekte, seperti memuaskan nafsu, memeras harta


(15)

6

orang lain. Tidak sedikit orang yang menjadi terganggu mentalnya karena rasa malu setelah disadarkan bahwa dirinya telah dimanfaatkan oleh sekte tersebut. Kelompok-kelompok yang melakukan penyimpangan agama (sekte) pun membuat malu agama-agama yang telah diakui Negara saat ini karena kebanyakan sekte yang ada sekarang ini mendasari ajaran mereka dari ajaran agama yang telah disahkan/ diakui oleh Negara.

Pada agama Kristen pun terdapat aliran-aliran yang menyimpang, salah satu penyebab munculnya beberapa ajaran-ajaran sesat, antara lain: Sebagai respon terhadap gereja resmi (aliran utama); Para pencetus dan penganut ajaran-ajaran yang kemudian orang Kristen sebut sesat, umumnya diawali dengan kekecewaan terhadap gereja-gereja resmi (gereja arus utama) yang semakin melembaga, semakin baku dan kaku. Para penganut aliran ini ingin kembali pada kehangatan persaudaraan, kesederhanaan pemahaman atas Alkitab, serta penerapan ajaran Alkitab yang langsung aplikatif dalam kehidupan sehari-hari. Penekanan terhadap doktrin tertentu; Alkitab sangat kaya dengan berbagai ajaran untuk pedoman iman dan kehidupan ini. Para penganut ajaran sesat biasanya memberi tekanan khusus pada satu atau dua ajaran Alkitab, lalu diinterpretasikan sedemikian rupa dan ditambah dengan ajaran-ajaran pemimpinnya sehingga menjadi satu doktrin utama dalam aliran itu dan juga Pengaruh ajaran yang tidak Alkitabiah dalam arti pola pikir di luar Alkitab/pemahaman Alkitab yang salah. (http://www.spirithome.com/heresy.html).

Salah satunya adalah yang terjadi pada tahun 2003 muncul suatu sekte yang cukup menggemparkan di kota Bandung, yaitu suatu sekte yang dipimpin


(16)

Universitas Kristen Maranatha

oleh MS, mereka menyakini bahwa mereka mendapat pengalaman inspirasional dalam bentuk-bentuk suara dari Allah secara langsung. Dimana pengalaman ini menjadi cara yang dipakai Tuhan memberitahukan kepada kelompok ini mengenai datangnya kiamat yang akan terjadi pada tanggal dan bulan yang sudah ditentukan, pada tahun 2003 lalu (Pernyataan salah satu pemuka agama Kristen). Aliran PN ini memang menyita perhatian, terutama bagi kalangan gereja di Indonesia. Yang mendapat perhatian utama adalah ajaran pimpinan MS yakni menentukan hari kiamat, memerintahkan para pengikutnya menjual harta benda, dan meninggalkan pekerjaan. Sekretaris Persekutuan Gereja Indonesia menyatakan ajaran tersebut menentang dan merendahkan institusi gerejawi. Pemimpin terkena tindakan hukum kepolisian, sementara itu 155 jemaat PN masih bertahan di Griya Krida Seke Salam, Bandung. Sebanyak 42 di antaranya bahkan menolak kembali dengan alasan tak mempunyai pekerjaan dan rumah lagi. Ditjen Binmas Kristen telah melarang sekte tersebut sejak 2000 karena dinilai menyimpang dari ajaran Alkitab. Beberapa penyimpangan sekte itu yakni menentukan hari kiamat, jemaatnya diperintahkan menjual harta benda, dan meninggalkan pekerjaan (http://news.liputan6.com)

Dilihat dari beberapa sekte yang dijabarkan diatas, mereka bertujuan menjaring orang dengan memberitahukan tentang keselamatan untuk masuk Sorga. Setiap sekte menyatakan bahwa mereka adalah pengikut Tuhan dan memberikan ajaran yang paling benar. Setiap sekte akan menggunakan kitab suci yang diyakini oleh agama lain pada umumnya sebagai pegangan mereka untuk meyakinkan orang lain yang akan mereka jaring untuk menjadi anggota. Dengan


(17)

8

kitab yang sama, mereka memberi pengertian yang berbeda untuk memahami isi kitab suci tersebut dan seringkali disertai dengan kejadian yang dialami pemimpin secara pribadi untuk lebih meyakinkan orang lain. Mereka akan menceritakan tentang mimpi atau tentang apa yang mereka lihat untuk mendukung pengertian mereka tentang isi kitab suci tersebut lebih benar dibandingkan agama lain atau kelompok lain. Dari banyaknya sekte yang bermunculan di Indonesia dan diantara keempat sekte yang telah dijabarkan sebelumnya, sekte yang menyatakan hari kiamat tersebut dipimimpin oleh seorang pria yang pernah menjabat menjadi seorang Pendeta, beberapa dari anggota tersebut masih melanjutkan aktivitas mereka hingga saat ini walaupun sudah pernah melewati proses hukuman penjara dan mereka sangat mengikuti apapun suara yang mereka dengar, yang dianggap sebagai suara Tuhan yang berbicara langsung terhadap mereka.

Hal ini yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti dan melakukan survey awal, MS adalah pemimpin dari kelompok ini yang memiliki gelar sebagai seorang Pendeta dan memiliki jemaat di gerejanya hingga akhirnya gereja ini ditutup disebabkan kejadian yang terjadi pada tahun 1998, salah seorang jemaatnya mengakui bahwa ia mendengar suara Tuhan yang mengatakan bahwa hari kiamat akan terjadi pada tanggal, bulan dan tahun yang sudah ditetapkan. Anak laki-laki MS yang bekerja sebagai pemain musik di salah satu kegiatan rohani yang ada di Bandung menyebarkan pernyataan hari kiamat kepada jemaat di kegiatan tersebut sehingga mulailah beberapa orang yang datang untuk menanyakan tentang suara Tuhan dan hari kiamat tersebut. Pada tahun 1999 awal mula berkumpulnya kelompok ini yang terdiri dari 11 orang hingga akhirnya


(18)

Universitas Kristen Maranatha

mereka memiliki anggota kurang lebih 600 orang yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Anggota yang berada di kota Bandung sebanyak 365 orang, sedangkan yang lainnya berada di daerahnya masing-masing dengan menjalankan rutinitas dan ritual yang sama seperti yang dilakukan di kota Bandung. Menurut pernyataan kedua subyek mereka mendengar suara Tuhan secara langsung dan hal tersebut dialami juga oleh setiap anggotanya. Masing-masing pribadi pun mendengar suara Tuhan bahwa kiamat akan terjadi pada tanggal, bulan dan tahun yang sudah ditetapkan. Beberapa anggota pun mendengar suara Tuhan yang mengatakan bahwa MS berganti nama menjadi Rasul Paulus II dan perkumpulan mereka dinamakan PN.

Setelah lewat hari “H” yang dinyatakan sebagai hari kiamat tersebut tidak terjadi, maka mereka mulai terpisah-pisah dan keyakinan mereka tetap bertahan akan pengajaran dari pemimpinnya. Beberapa orang yang diangkat menjadi rasul mendapat hukuman penjara selama kurang lebih 6 bulan. Setelah sekian lama berjalannya waktu, terdapat beberapa anggota yang keluar dari kelompok tersebut tetapi cukup banyak pula yang masih bertahan. Setelah pemimpin dan beberapa orang yang menjadi rasul tersebut keluar dari penjara, mereka pun berkumpul kembali. Setelah sekian lama tingal di kota Bandung, akhirnya kelompok ini berpindah tempat ke daerah Bogor, hingga akhirnya mereka berpindah tempat lagi ke Papua di rumah orangtua salah satu pengikutnya. Setelah terjadi suatu kejadian datangnya pihak kepolisian kerumah tersebut bersama orangtua dari salah satu pengikut yang hendak menjemput anaknya, maka mereka pun memutuskan


(19)

10

pindah ke daerah Ambon dan bertempat tinggal di rumah salah satu pengikutnya disana hingga saat ini.

Menurut pernyataan kedua subyek, keikusertaan anggota dalam sekte “X” membuat banyak anggota yang terpisah dengan keluarganya, bahkan terhadap orangtuanya sendiri yang menentang ajaran MS dan tidak mau bergabung dalam sekte “X” tersebut. Banyak anggota yang memberikan seluruh hartanya kepada pemimpin untuk kebutuhan mereka dalam sekte, seperti kebutuhan sandang-pangan, transportasi mereka yang hendak berpergian dengan tujuan pelayanan atau menjaring lebih banyak orang agar mempercayai ajaran MS hingga masuk dalam sekte. Setiap yang mengikuti sekte “X” harus meninggalkan pendidikan yang sedang dijalanin, walaupun subyek tersebut masih berusia terlalu muda untuk meninggalkan pendidikan dan setiap anggota harus mau meninggalkan keluarga yang tidak mendukung atau menentang ajaran MS

Hasil wawancara terhadap kedua subyek anggota sekte “X” pun dinyatakan bahwa banyak orang yang datang dari bermacam-macam daerah dan masing-masing orang mengaku mendengar hal yang sama dan mendengar suara Tuhan bahwa mereka harus berkumpul bersama MS agar mendapat pengajaran Alkitab dan mendengar suara Tuhan lebih dalam. Keunikan dari sekte ini adalah mereka merasa yakin telah mendengar suara Tuhan secara pribadi tentang hari kiamat yang telah ditentukan tanggal, bulan dan tahunnya. Mereka pun mendengar suara mengenai kehidupan pribadi mereka masing-masing seperti, kesalahan atau dosa yang telah diperbuat dan harus diubah atau pun suara mengenai apa yang akan mereka lakukan untuk menjaring orang-orang. Latar


(20)

Universitas Kristen Maranatha

belakang anggota sekte “X” mayoritas memiliki gelar dan keadaan ekonomi yang menengah keatas, walaupun ada pula beberapa orang dengan keadaan ekonomi yang cukup rendah, dan mereka pun termasuk orang-orang yang rajin mengikuti ibadah setiap minggu dan mereka rajin mengikuti kegiatan dan ritual keagamaannya. Bahkan terdapat individu yang memiliki latar belakang Sarjana Theologia (pernyataan dari anggota sekte ‘X’). Dalam kasus ini dasar keyakinan kedua subyek pada pengajaran pemimpin hingga bergabung dengan kelompok, dapat dilihat dari dimensi-dimensi religiusitas anggota sekte ‘X’.

Ancok dan Suroso (2001) mendefinisikan religiusitas sebagai keberagamaan yang berarti meliputi berbagai macam sisi atau dimensi yang bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah), tapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural. Sumber jiwa keagamaan itu adalah rasa ketergantungan yang mutlak (sense of depend). Adanya ketakutan-ketakutan akan ancaman dari lingkungan alam sekitar serta keyakinan manusia itu tentang segala keterbatasan dan kelemahannya. Rasa ketergantungan yang mutlak ini membuat manusia mencari kekuatan sakti dari sekitarnya yang dapat dijadikan sebagai kekuatan pelindung dalam kehidupannya dengan suatu kekuasaan yang berada di luar dirinya yaitu Tuhan. Glock dan Stark (dalam Ancok, 2005) mengemukakan pengertian religiusitas berdasarkan dimensi-dimensinya mengenai seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa tekun pelaksanaan ibadah dan seberapa dalam penghayatan agama yang dianut seseorang. Untuk dapat memahami perilaku religiusitas yang ditampilkan individu, maka harus memahaminya berdasarkan lima dimensi religiusitas yang


(21)

12

ada. Menurut Glock dan Stark (dalam Ancok dan Suroso, 1995) terdapat lima dimensi religiusitas, yaitu dimensi ideologis (religious belief), dimensi praktik agama(religious practice), dimensi pangalaman dan penghayatan (religious feeling), dimensi pengetahuan agama (religious knowledge), dan dimensi pengamalan/konsekuensi (religious effect).

Dari hasil survey awal pada kedua subyek anggota dari pengikut sekte “X” yang telah bergabung selama 13 tahun ini, didapatkan bahwa mereka mengatakan yakin mengenai ajaran agama seperti manusia harus sempurna, keselamatan hidup manusia, Allah yang berbicara pada umatNya, ini bersifat dogmatis/doktrin dari pemimpin sekte tersebut yang bernama MS, hal ini disebut dimensi ideologis. Kedua subyek pun melakukan praktek/ritual keagamaan yang diajarkan MS, hal ini termasuk ke dalam dimensi praktik agama. Dalam melakukan ritual keagamaan, kedua subyek rutin melakukan berdoa pribadi, dan membaca Alkitab setiap harinya, berkumpul setiap pagi, dan juga kedua subyek rutin mengikuti ibadah setiap hari minggu yang diadakan dalam kelompok. Kedua subyek memiliki dan merasakan pengalaman sendiri saat berelasi dengan Tuhan seperti merasakan kebahagiaan, tenang, damai, sukacita, nyaman saat melakukan praktik ritual keagamaannya, ini termasuk ke dalam dimensi pengalaman dan penghayatan. Setelah mengikuti kelompon ini kedua subyek menjadi lebih tahu isi Alkitab dan pemahamannya, hal ini termasuk dalam dimensi pengetahuan agama. Kedua subyek mengaplikasikan ajaran agama yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari mereka, kehidupan pribadinya seperti saat menghadapi permasalahan berat atau masalah pergumulan hidup maka mereka akan terus


(22)

Universitas Kristen Maranatha

berdoa dan saat masalah terselesaikan mereka akan mengucap syukur, dan mengaplikasikan dengan saling memahami dan saling memaafkan, hal ini termasuk ke dalam dimensi pengamalan dan konsekuensi.

Dari hasil survey awal, dalam dimensi-dimensi tersebut didapatkan gambaran keyakinan kedua subyek terhadap pengajaran pemimpin. Sementara itu dalam ajaran agama Kristen dan Alkitab mengharapkan agar kedua subyek memiliki keyakinan agama yang kuat terhadap ajaran agama Kristen yang sebenarnya, melaksanakan praktik agama yang teratur, memiliki pengetahuan yang luas mengenai ajaran agama, dan dapat mengaplikasikan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari secara optimal berdasarkan ajaran agama. Juga terdapat keterkaitan hubungan dari kelima dimensi tersebut.

Berdasarkan fenomena-fenomena yang terjadi diatas dan beragam dimensi yang menggambarkan religiusitas kedua subyek, maka peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran dinamika dimensi-dimensi religiusitas pada anggota sekte “X” di kota Bandung.

1.2 Identifikasi masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui gambaran dinamika dimensi-dimensi religiusitas pada anggota sekte “X” di kota Bandung.

1.3 Maksud dan tujuan penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran dimensi-dimensi religiusitas pada anggota sekte “X” di kota Bandung.


(23)

14

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dinamika dari dimensi-dimensi religiusitas pada anggota sekte “X” di kota Bandung.

1.4 Kegunaan penelitian 1.4.1 Kegunaan teoritis

- Memberikan informasi mengenai gambaran religiusitas bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada bidang Psikologi.

- Memberikan masukan bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut serta menambah informasi dan wawasan khususnya pada mahasiswa/i Psikologi mengenai gambaran religiusitas.

1.4.2 Kegunaan praktis

- Melalui penelitian ini diharapkan subyek yang pernah mengikuti suatu sekte mendapatkan gambaran tentang religiusitas, sehingga dapat menjadi masukan dalam menghadapi kehidupan setelah mengikuti suatu sekte.

- Memberikan informasi kepada orang tua atau keluarga yang salah satu anggota keluarganya masih aktif ataupun pernah mengikuti sekte, tentang bagaimana membantu mereka dalam membangun religiusitas mereka.

1.5 Kerangka Pemikiran

Merujuk pada teori tentang religiusitas yang dikemukakan oleh Glock&Stark (1966) agama adalah system symbol, system keyakinan, system nilai dan sistem perilaku anggota sekte “X” yang terlembagakan, yang semuanya


(24)

Universitas Kristen Maranatha

itu berpusat pada persoalan-persoalaan yang dihayati sebagai yang paling maknawi. Keberagamaan (religiusitas) akan meliputi berbagai macam sisi atau dimensi. Dengan demikian untuk mempelajari religiusitas anggota sekte “X”, maka perlu memahami lima dimensinya, yaitu dimensi ideologis (religious belief), dimensi praktik agama(religious practice), dimensi pangalaman dan penghayatan (religious feeling), dimensi pengetahuan agama (religious knowledge), dan dimensi pengamalan/konsekuensi (religious effect).

Pertama, dimensi ideologis (religious belief) melibatkan proses kognitif yang berisi keyakinan anggota sekte “X” terhadap Allah, hidup sempurna, keselamatan hidup, mendengar suara Tuhan dan akan hari kiamat yang telah diketahui tanggal, bulan dan tahunnya yang bersifat fundamental dan dogmatis. Kedua, dimensi praktik agama (religious practice) merupakan aspek konatif yang mengacu pada tingkat kepatuhan anggota sekte “X” Bandung dalam melakukan kegiatan – kegiatan ritual sebagaimana yang diajarkan dan dianjurkan oleh pemimpin, ritual tersebut seperti melakukan berdoa secara pribadi, kumpul bersama setiap pagi, membaca Alkitab setiap harinya dan mengikuti ibadah minggu di dalam kelompok.

Ketiga, dimensi pengalaman dan penghayatan (religious feeling) mengacu pada aspek afektif yang berkaitan dengan perasaan-perasaan dan pengalaman-pengalaman keagamaan yang dialami anggota sekte “X” Bandung. Kedua subyek merasakan kebahagiaan, sukacita saat melakukan ritual keagamaanya, perasaan tenang saat mendengar suara Tuhan, senang tinggal bersama kelompok dan mengalami pengalaman paling berkesan dengan Tuhan saat di bergabung dengan


(25)

16

kelompok. Dimensi pengalaman meliputi perasaan, persepsi, dan sensasi anggota sekte ‘X’ terhadap agama yang diyakininya, sehingga dimensi pengalaman ini dapat menjadi awal bergabungnya kedua anggota sekte ‘X’ yang tergambar dan yang mempengaruhi keempat dimensi lainnya. Keempat, dimensi pengetahuan agama (religious knowledge) melibatkan proses kognitif yang merujuk pada tingkat pengetahuan dan pemahaman anggota sekte “X” Bandung setelah mengetahui ajaran pemimpin dan bergabung dengan kelompok, pengajaran tersebut menurut pemahaman MS mengenai isi Alkitab, pemahaman tradisi umat Kristen seperti berdoa, ibadah minggu, dan pemaknaan hari raya umat Kristen.

Kelima, dimensi pengamalan dan konsekuensi (religious effect) menunjukkan aspek konatif lain yang menunjukkan bahwa anggota sekte “X” dalam berperilaku sehari-hari dimotivasi atau didasari oleh pengajaran pemimpinnya. Kedua subyek mengaplikasikan ajaran MS dalam kehidupan sehari-hari seperti mengasihi musuh, tetap membagikan Firman kepada keluarga dan memberitahukan tentang hari kepada siapa pun juga. Kedua subyek mengalami perubahan sikap saat bergabung dengan kelompok, hal ini terlihat dari tingkah laku yang nyata ditampilkan pada kedua anggota sekte ‘X’. Perubahan sikap ini didapat dari hasil belajar yang diajarkan pemimpin dan pengaruh lingkungan yang berperilaku serupa mengikuti pengajaran pemimpinnya. Perilaku ini terus berulang disebabkan juga karena adanya reinforcement atau penguat dari perasaan bahagia yang dirasakan kedua subyek selama melakukan ritual kelompok atau tinggal bersama kelompok.


(26)

Universitas Kristen Maranatha

Selain dari kelima dimensi religiusitas, untuk dapat menggambarkan religiusitas anggota sekte “X”, terdapat faktor-faktor yang perlu diketahui dan mempengaruhi perkembangan agama anggota sekte “X”, yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Jalaluddin, 2002). Faktor internal meliputi usia dan kepribadian. Pertama, usia dapat mempengaruhi perkembangan agama pada setiap tingkat usia yang berbeda, karena perbedaan tingkat usia menunjukkan adanya perbedaan pemahaman akan agama. Perkembangan usia dalam memahami agama sejalan dengan perkembangan kognitif yang semakin berkembang. Pemahaman agama pada usia yang berbeda dipengaruhi juga dengan perkembangan kognitifnya. Semakin dewasa usia anggota sekte “X” maka akan semakin kritis pula dalam memahami ajaran agamanya, baik dalam memahami ajaran agama yang bersifat doktrin, praktik agama, pengalamannya berelasi dengan Tuhan, pengetahuan agamanya, dan saat mengaplikasikan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, kepribadian merupakan gabungan antara unsur hereditas dan pengaruh lingkungan (Arno F. Wittig, 1977:238 dalam Jalaluddin, 2002) sehingga anggota sekte “X” akan memiliki tipe kepribadian yang bersifat individu dan unik yang menjadi identitas dirinya. Kepribadian anggota sekte dibagi dalam dua kelompok tipe (Carl Gustav), yang pertama tipe extrovert, anggota sekte “X” yang terbuka dan berhubungan dengan lingkungan luar sekitarnya; dan kedua tipe introvert, anggota sekte “X” yang tertutup dan cenderung lebih banyak berpikir dan merenung.

Faktor eksternal meliputi lingkungan keluarga, lingkungan institusional, dan lingkungan masyarakat. Pertama, lingkungan keluarga merupakan lingkungan


(27)

18

sosial pertama yang dikenal oleh anggota sekte “X”. Jalaludin (2002) mengungkapkan bahwa lingkungan keluarga merupakan faktor dominan yang meletakan dasar bagi perkembangan jiwa keagamaan. Proses pembentukan agama di lingkungan keluarga pada anggota sekte “X” dimulai sejak ia dilahirkan, orangtua mengajarkan dan mengenalkan mengenai nilai-nilai iman yang baik dan tidak baik yang sesuai dengan ajaran agama, seperti diajarkan untuk berdoa, beribadah minggu di gereja, dan perilaku lainnya yang sesuai ajaran agama sehingga anggota sekte “X” melakukan proses imitasi dari tingkah laku agama yang dilakukan oleh orang tuanya dan cenderung memiliki keyakinan yang sama dengan orang tuanya. Perilaku anggota sekte “X” tersebut akan diulang jika mendapatkan penguatan dari orang tuanya berupa reward, seperti pujian, atau sebaliknya perilaku tidak akan diulang jika mendapat punishment dari orang tua. Pengajaran agama yang diberikan orang tua sejak kecil yang menjadi dasar bagi perkembangan religiusitas, proses imitasi yang dilakukan anggota sekte “X” pada orang tua, dan keyakinan yang sama antara orang tua dan anggota sekte “X” berpengaruh terhadap pemahaman mengenai ajaran agama dan perkembangan religiusitasnya.

Kedua, lingkungan institusional berupa institusi formal seperti, sekolah ataupun nonformal seperti, perkumpulan dan organisasi yang mempengaruhi perkembangan jiwa keagamaannya. Anggota sekte “X” yang mendapatkan ajaran agama dari orang tuanya akan dilanjutkan dan diperkuat dengan ajaran agama dari sekolah. Salah satunya adalah sekolah yang berbasis agama Kristen/Protestan, melalui kurikulum, yang berisi materi pengajaran, sikap dan keteladanan guru


(28)

Universitas Kristen Maranatha

sebagai pendidik serta pergaulan antar teman di sekolah dinilai berperan dalam menanamkan kebiasaan baik. Pembiasaan yang baik merupakan bagian dari pembentukan moral yang erat kaitannya dengan perkembangan religiusitas anggota sekte “X”. Selain itu kelompok kecil dari gereja pun dapat menjadi sarana untuk diwujudkannya perilaku religiusitas anggota sekte “X” dalam kehidupan pribadinya.

Yang terakhir adalah lingkungan masyarakat, lingkungan ini merupakan lingkungan yang dibatasi oleh norma dan nilai-nilai yang didukung oleh warganya sehingga setiap anggota sekte “X” berusaha untuk menyesuaikan sikap dan tingkah laku dengan norma dan nilai-nilai yang ada. Anggota sekte “X” yang tinggal di lingkungan masyarakat yang memiliki tradisi keagamaan yang kuat akan berpengaruh positif bagi perkembangan religiusitasnya dan menuntut anggota sekte “X” untuk memiliki kehidupan pribadi yang sesuai dengan ajaran agamanya, seperti menolong sesama yang membutuhkan, melakukan praktik ritual agama secara rutin, mengasihi sesama manusia, dan dapat menjadi teladan yang baik bagi teman-temannya dalam kehidupan sehari-hari. Sementara anggota sekte “X” yang tinggal di lingkungan masyarakat yang lebih cair atau bahkan cenderung sekuler, kehidupan keagamaannya cenderung lebih longgar yang tidak dibatasi oleh norma dan nilai-nilai yang mengikat akan cenderung berperilaku tidak sesuai dengan ajaran agamanya, seperti cenderung menunda untuk melakukan praktik ritual agamanya, berbohong, dan kurang dapat menjadi teladan bagi teman-temannya dalam kehidupan sehari-hari.


(29)

20

Kelima dimensi religiusitas dimiliki oleh setiap anggota sekte “X”, namun gambaran religisitasnya bergantung pada dinamika dimensi-dimensi yang dimiliki anggota sekte “X”. Kelima dimensi religiusitas juga dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal, sehingga terdapat dinamika yang bervariasi yang dimiliki oleh anggota sekte “X”. Berdasarkan kelima dimensi religiusitas dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, maka kita dapat mengetahui religiusitas anggota sekte “X” Bandung. Guna memperjelas uraian di atas, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pikir Anggota sekte “X”

di kota Bandung

Dimensi-Dimensi Religiusitas Dimensi Pengetahuan Agama

(religious knowledge)

Dimensi Ideologis (religious belief)

Dimensi Pengalaman dan penghayatan (religious feeling)

Dimensi Pengamalan dan konsekuensi (religious effect)

Dimensi Praktik agama (religious practice) Faktor ekstern

- Lingkungan keluarga - Lingkungan institusional - Lingkungan masyarakat

Gambaran dinamika dari dimensi-dimensi

religiusitas anggota sekte

“X” Faktor intern:

- Usia


(30)

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi Penelitian

1. Religiusitas pada anggota sekte “X” Bandung merupakan gambaran pemahaman dan penghayatan anggota sekte “X” mengenai ajaran yang dianut yang terwujud dalam lima dimensi, yaitu dimensi ideologis (religious belief), dimensi praktik agama (religious practice), dimensi pengalaman dan penghayatan (religious feeling), dimensi pengetahuan agama (knowledge), dan dimensi pengamalan dan konsekuensi (religious effect).

2. Anggota sekte “X” Bandung memiliki religiusitas yang berbeda-beda, tergantung pada dinamika dimensi-dimensi tersebut.

3. Religiusitas anggota sekte “X” Bandung dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu usia dan kepribadian.

4. Religiusitas anggota sekte “X” Bandung dipengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan institusional, dan lingkungan masyarakat.


(31)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini, peneliti akan memaparkan kesimpulan mengenai hasil analisis dan pengolahan data 2 subyek yang menjadi Anggota Sekte “X” di Kota Bandung, beserta saran yang bernilai teoretis dan praktis yang terarah sesuai dengan hasil penelitian.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai dimensi-dimensi religiusitas pada Anggota Sekte “X” di Kota Bandung, maka terdapat beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Kedua subyek memiliki kesamaan religiusitas dalam dimensi Ideologis yang mendominasi diantara dimensi lainnya yaitu dalam hal mendengar suara Tuhan.

2. Terdapat perbedaan tahap perkembangan dari kedua subyek saat awal bergabung dengan kelompok. Saat awal, subyek pertama (F) berada pada tahap perkembangan dewasa, sedangkan subyek kedua (C) berada pada tahap perkembangan remaja.

3. Perbedaan dari kedua subyek adalah perbedaan dasar keingintahuan saat awal bergabung dengan kelompoknya. Saat awal bergabung, subyek pertama (F) memiliki keingintahuan akan hari kiamat, sedangkan subyek kedua (C) memiliki keingintahuan tentang suara Tuhan yang berbicara kepada manusia.


(32)

Universitas Kristen Maranatha

4. Kesamaan dari kedua subyek dari lingkungan keluarga adalah kurangnya peran orangtua menjadi orang pertama dalam mengajarkan nilai-nilai dasar keagamaan.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas dan dengan menyadari adanya keterbatasan pada hasil penelitian yang telah diperoleh, maka peneliti merasa perlu untuk mengajukan beberapa saran, yaitu :

5.2.1 Saran Teoritis

1. Perlu dipertimbangkan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan teori religiusitas yang lainnya agar dapat melihat lebih luas dan dalam apakah terdapat dinamika dimensi dari teori religiusitas yang berbeda.

2. Penelitian ini memiliki keterbatasan dengan kurangnya menspesifikkan data

penunjang. Oleh karena itu bagi peneliti lain yang ingin meneliti mengenai religiusitas dapat melakukan penelitian lebih lanjut, yaitu mengeksplorasi lebih mendalam dan spesifik data penunjang yang ada sehingga dapat terlihat jelas pengaruhnya pada religiusitas.

3. Bagi peneliti yang ingin meneliti lebih lanjut, perlu dipertimbangkan untuk menambahkan jumlah subyek penelitian dan juga dengan variasi waktu lamanya bergabung.


(33)

78

5.2.2 Saran Praktis

1. Bagi subyek penelitian untuk menambah pengetahuan tentang pengajaran agama Kristen yang diajarkan diluar kelompok.

2. Bagi subyek yang pernah mengikuti suatu sekte agar menjadi bahan pembelajaraan untuk meningkatkan pengetahuan dan mendalami pemahaman dasar agama sebelum mengikuti rasa keingintahuan akan ajaran lain.

3. Bagi orangtua dan keluarga yang anggota keluarganya masih aktif ataupun pernah mengikuti suatu sekte, hal ini menjadi suatu informasi tambahan bagaimana memberikan pengajaran agama yang luas dan mendalam untuk meningkatkan perkembangan agama keluargnya, serta memotivasi mereka untuk lebih rutin menjalankan praktek agamanya yang seharusnya.

4. Bagi pemimpin agama, hal ini manjadi suatu masukan untuk memberikan pengajaran yang lebih mendalam pada keseluruhan pengajaran tentang Allah dan kitab suci.

5. Bagi institusi formal maupun nonformal, hal ini dapat menjadi pertimbangan untuk memberikan pengajaran agama yang dapat meningkatkan perkembangan keagamaan setiap individu.


(34)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Ancok, Djamaluddin dan Fuad Nashori Suroso. 1994. Psikologi Islami: Solusi Islam atas Problem-problem Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Cremers, A. 1995. Tahap-tahap Perkembangan Kepercayaan Menurut James W.

Fowler: Sebuah Gagasan Baru Dalam Psikologi Agama. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Cresswell, J.W. 2007. Qualitative Inquiry & Research Design, Second Edition: Choosing Among Five Approaches. Thousand Oaks, London, New Delhi: Sage Publications.

Glock, C. Y. & Stark, R. 1966. Christian Beliefs and Anti-semitism. New York & Harper & Row.

Glock, C. Y. & Stark, R. 1988. Dimensi-dimensi Keberagamaan. Dalam Robertson, Roland (ed.), Agama: Dalam Analisa dan Interpretasi Soiologi. Jakarta: CV Rajawali.

Gunarsa, Y. Singgih D dan Singgih D. Gunarsa. 1989. Psikologi untuk Membimbing. Jakarta: Gunung Mulia.

Jalaluddin, H. 2002. Psikologi Agama: Edisi Revisi 2002. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Mar’at. 1982. Sikap Manusia: Perubahan serta Pengukurannya, Balai Aksara Yudhistira dan Saadiyah. Jakarta.

Mc Guire, Meredith B. 1981. Religion: The Social Context. Wadworth, Inc. California.


(35)

80

Poerwandari, E. Kristi. 1998. Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi. Lemabaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan

Psikologi.

Rakhmat, J. 2003. Psikologi Agama: Sebuah Pengantar. Bandung: Penerbit Mizan.

Sarwono, Sarlito W. 1995. TEORI-TEORI PSIKOLOGI SOSIAL. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada

Straus, A., Corbin, J. 1998. Bacic of Qualitative Research: Second Edition. Sage Publications


(36)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Effendi, Djohan. 2009. Merayakan Kebebasan Beragama.(online). (http://books.google.co.id/books?id=RkyfVTs0Tr4C&printsec=frontcover &dq=merayakan+kebebasan+beragama&hl=en&sa=X&ei=gY28UfibH4G _rgfllIAQ&redir_esc=y#v=onepage&q=merayakan%20kebebasan%20ber agama&f=false, Agustus 2012)

Indira Briantri Asni. 2011. Studi Kasus Mengenai Dinamika Tahap Konversi Agama Pada Dewasa Awal yang Pindah Agama. Skripsi : Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Maranatha

Longman, Robert. 2012. Blasphemy, heresy, apostasy, excommunication: sebuah

definisi Kristen tentang ajaran sesat. (online).

(http://www.spirithome.com/heresy.html, diakses Oktober 2012) Manifesto, Oxford. 1947. Liberal International. (online).

(http://www.liberal-international.org/editorial.asp?ia_id=535, diakses September 2012)

Nahimunkar. 2011. Inilah Daftar Kesesatan Ahmadiyah dan LDII Menurut LPPI&Nahimunkar.com. (online). (http://nahimunkar.com/inilah-daftar-kesesatan-ahmadiyah-dan-ldii-menurut-lppi-nahimunkarcom/, diakses September 2012)

Nasikun. 1995. “Struktur Majemuk Masyarakat Indonesia” dalam Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada

Sensus Penduduk. 2010. Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang Dianut. Jakarta, Indonesia: Badan Pusat Statistik. (online).


(37)

82

(http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=321&wid=0, diakses Agustus 2012)

Sutanto, Teguh. 2011. Jalur Ilmu. (online).

(http://jalurilmu.blogspot.com/2011/10/religiusitas.html, diakses September 2012)

Warga, warta. 2010. Sejarah Masuknya Agama di Indonesia. Student Journalism. (online). (http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/02/sejarah-masuknya-agama-di-indonesia/, diakses Agustus 2012)

Yuanita, Chitra. 2012. METODOLOGI PENELITIAN KUALITATIF. Surabaya. (online). (http://chitrayuanita.blogspot.com/2012/06/metodologi-penelitian-kualitatif_13.html, diakses Mei 2013)

_____ 2009. Panduan penulisan skripsi sarjana Edisi revisi III. Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Maranatha. Bandung


(1)

Universitas Kristen Maranatha 4. Kesamaan dari kedua subyek dari lingkungan keluarga adalah kurangnya peran

orangtua menjadi orang pertama dalam mengajarkan nilai-nilai dasar keagamaan.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas dan dengan menyadari adanya keterbatasan pada hasil penelitian yang telah diperoleh, maka peneliti merasa perlu untuk mengajukan beberapa saran, yaitu :

5.2.1 Saran Teoritis

1. Perlu dipertimbangkan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan teori religiusitas yang lainnya agar dapat melihat lebih luas dan dalam apakah terdapat dinamika dimensi dari teori religiusitas yang berbeda.

2. Penelitian ini memiliki keterbatasan dengan kurangnya menspesifikkan data

penunjang. Oleh karena itu bagi peneliti lain yang ingin meneliti mengenai religiusitas dapat melakukan penelitian lebih lanjut, yaitu mengeksplorasi lebih mendalam dan spesifik data penunjang yang ada sehingga dapat terlihat jelas pengaruhnya pada religiusitas.

3. Bagi peneliti yang ingin meneliti lebih lanjut, perlu dipertimbangkan untuk menambahkan jumlah subyek penelitian dan juga dengan variasi waktu lamanya bergabung.


(2)

Universitas Kristen Maranatha 5.2.2 Saran Praktis

1. Bagi subyek penelitian untuk menambah pengetahuan tentang pengajaran agama Kristen yang diajarkan diluar kelompok.

2. Bagi subyek yang pernah mengikuti suatu sekte agar menjadi bahan pembelajaraan untuk meningkatkan pengetahuan dan mendalami pemahaman dasar agama sebelum mengikuti rasa keingintahuan akan ajaran lain.

3. Bagi orangtua dan keluarga yang anggota keluarganya masih aktif ataupun pernah mengikuti suatu sekte, hal ini menjadi suatu informasi tambahan bagaimana memberikan pengajaran agama yang luas dan mendalam untuk meningkatkan perkembangan agama keluargnya, serta memotivasi mereka untuk lebih rutin menjalankan praktek agamanya yang seharusnya.

4. Bagi pemimpin agama, hal ini manjadi suatu masukan untuk memberikan pengajaran yang lebih mendalam pada keseluruhan pengajaran tentang Allah dan kitab suci.

5. Bagi institusi formal maupun nonformal, hal ini dapat menjadi pertimbangan untuk memberikan pengajaran agama yang dapat meningkatkan perkembangan keagamaan setiap individu.


(3)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Ancok, Djamaluddin dan Fuad Nashori Suroso. 1994. Psikologi Islami: Solusi Islam atas Problem-problem Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Cremers, A. 1995. Tahap-tahap Perkembangan Kepercayaan Menurut James W.

Fowler: Sebuah Gagasan Baru Dalam Psikologi Agama. Yogyakarta:

Penerbit Kanisius.

Cresswell, J.W. 2007. Qualitative Inquiry & Research Design, Second Edition:

Choosing Among Five Approaches. Thousand Oaks, London, New

Delhi: Sage Publications.

Glock, C. Y. & Stark, R. 1966. Christian Beliefs and Anti-semitism. New York & Harper & Row.

Glock, C. Y. & Stark, R. 1988. Dimensi-dimensi Keberagamaan. Dalam Robertson, Roland (ed.), Agama: Dalam Analisa dan Interpretasi Soiologi. Jakarta: CV Rajawali.

Gunarsa, Y. Singgih D dan Singgih D. Gunarsa. 1989. Psikologi untuk Membimbing. Jakarta: Gunung Mulia.

Jalaluddin, H. 2002. Psikologi Agama: Edisi Revisi 2002. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Mar’at. 1982. Sikap Manusia: Perubahan serta Pengukurannya, Balai Aksara Yudhistira dan Saadiyah. Jakarta.

Mc Guire, Meredith B. 1981. Religion: The Social Context. Wadworth, Inc. California.


(4)

Universitas Kristen Maranatha Poerwandari, E. Kristi. 1998. Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi.

Lemabaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi.

Rakhmat, J. 2003. Psikologi Agama: Sebuah Pengantar. Bandung: Penerbit Mizan.

Sarwono, Sarlito W. 1995. TEORI-TEORI PSIKOLOGI SOSIAL. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada

Straus, A., Corbin, J. 1998. Bacic of Qualitative Research: Second Edition. Sage Publications


(5)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Effendi, Djohan. 2009. Merayakan Kebebasan Beragama.(online). (http://books.google.co.id/books?id=RkyfVTs0Tr4C&printsec=frontcover &dq=merayakan+kebebasan+beragama&hl=en&sa=X&ei=gY28UfibH4G _rgfllIAQ&redir_esc=y#v=onepage&q=merayakan%20kebebasan%20ber agama&f=false, Agustus 2012)

Indira Briantri Asni. 2011. Studi Kasus Mengenai Dinamika Tahap Konversi

Agama Pada Dewasa Awal yang Pindah Agama. Skripsi : Fakultas

Psikologi, Universitas Kristen Maranatha

Longman, Robert. 2012. Blasphemy, heresy, apostasy, excommunication: sebuah

definisi Kristen tentang ajaran sesat. (online).

(http://www.spirithome.com/heresy.html, diakses Oktober 2012) Manifesto, Oxford. 1947. Liberal International. (online).

(http://www.liberal-international.org/editorial.asp?ia_id=535, diakses September 2012)

Nahimunkar. 2011. Inilah Daftar Kesesatan Ahmadiyah dan LDII Menurut LPPI&Nahimunkar.com. (online). (http://nahimunkar.com/inilah-daftar-kesesatan-ahmadiyah-dan-ldii-menurut-lppi-nahimunkarcom/, diakses September 2012)

Nasikun. 1995. “Struktur Majemuk Masyarakat Indonesia” dalam Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada

Sensus Penduduk. 2010. Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang Dianut. Jakarta, Indonesia: Badan Pusat Statistik. (online).


(6)

Universitas Kristen Maranatha (http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=321&wid=0, diakses Agustus 2012)

Sutanto, Teguh. 2011. Jalur Ilmu. (online).

(http://jalurilmu.blogspot.com/2011/10/religiusitas.html, diakses September 2012)

Warga, warta. 2010. Sejarah Masuknya Agama di Indonesia. Student Journalism. (online). (http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/02/sejarah-masuknya-agama-di-indonesia/, diakses Agustus 2012)

Yuanita, Chitra. 2012. METODOLOGI PENELITIAN KUALITATIF. Surabaya. (online). (http://chitrayuanita.blogspot.com/2012/06/metodologi-penelitian-kualitatif_13.html, diakses Mei 2013)

_____ 2009. Panduan penulisan skripsi sarjana Edisi revisi III. Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Maranatha. Bandung