KINETIKA REAKSI PEMBUATAN DIETANOLAMIDA DARI METIL ESTER SAWIT DAN DIETANOLAMINA MENGGUNAKAN KATALIS ASAM SULFAT.

SEMINAR NASIONAL
L TEKNIK KIIMIA SOEBA
ARDJO BROTOHARDJO
ONO IX
Program Stu
udi Teknik Kimia UPN “V
Veteran” Jawaa Timur
Surabayya, 21 Juni 20012

KINET
TIKA REA
AKSI PEM
MBUATAN
N DIETANOLAMIIDA
DARI METIL
M
ESTER
E
SA
AWIT DAN
N DIETAN

NOLAMIINA
M
MENGGUN
NAKAN K
KATALIS
S ASAM S
SULFAT
Rakhmat
R
Ak
kbar Sinagaa, Rahmad Taufik
T
Simaatupang dan
n Renita Maanurung
Laboratorium
L
m Penelitian Departemenn Teknik Kim
mia, Universsitas Sumateera Utara
A
K

Kampus USU
U Medan 201155
Jalan Almamater
emaill : rakhmatakkbar_sinaga@
@yahoo.com
m
A
Abstract
Methyl esterrs have been widely
w
used as the intermedia
ate componds ffor a number of derivative
monostearat glycerol
productts in oleochem
mical indutriees, such as faatty alcohol, alkanolamide,
a
g
and
surfacta
ant. The purpo

ose of this ressearch is to sstudy the kinettics of amidatiion from methhyl ester and
diethannolamide by ussing sulfuric accid catalyst. The
Th amidation, that is the reaaction between methyl ester
and dieethanolamine was
w held in a glass
g
batch reaactor for 8 hours with mole raatio 1:1 using acid catalyst
(H2SO4) 0,5 % (w/w) and 200 rpm stirring.
s
The reeaction tempera
ature was variied from 120 too 160 0C, and
samplin
ng was perfoormed every 30 minutes. The analysiis includes Gas
G
Chromattograpy-Mass
Spectro
ometry (GC-MS
S) to determinee the moleculerr weight of meethyl ester, anaalysis of ester value
v
to know

the num
mber of amide that was form
med, and Fouriier Transfer Inf
nfra-Red (FT-IR
R) to know thee structure of
amide. The best result of the synthessis was obtaineed at temperatture reaction off 160 0C (amidde conversion
6%). From thee result of reacction was obtaained that (-rA) = 0,02322⋅ CA0,1858 mol.dm
m-3.min-1 , k =
of 98,36
(-2464,87/R)x1/T
0,4069ee
annd the activatioon energy was 2464,87 cal/m
mol.
Kata Kunci
Ku
: amidatio
on, diethanolamide, temperature, reaction rate
r
1. PEN
NDAHULUAN

N
Surfaktan ad
dalah suatu seenyawa aktif penurun
p
tegang
gan permukaann (surface acttive agent) yanng
sekaliguus memiliki gu
ugus hidrofilikk dan gugus hiddrofobik dalam
m satu strukturr molekul yang
g sama. Senyaw
wa
ini dap
pat menurunkaan tegangan antarmuka
a
anttara dua fasa cairan yang berbeda kepolarannya sepeerti
minyakk/air atau air/m
minyak. Sifat yang
y
unik terssebut, menyebabkan surfaktaan sangat poteensial digunakkan
sebagaii komponen baahan adhesif, bahan

b
penggum
mpal, pembasahh, pembusa, peengemulsi, dann bahan penetraasi
serta teelah diaplikasiikan secara luuas pada berbbagai bidang industri prosees yang mengggunakan sisteem
multifasa seperti pada industri makkanan, farmasii, kosmetika, tekstil,
t
polimerr, cat, detergenn dan agrokim
mia
y, 2005). Sifat rangkap ini yaang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbbsi pada antar muka udara-aair,
(Bailey
minyakk-air dan zat paadat-air, membbentuk lapisan tunggal diman
na gugus hidroofilik berada pada
p
fase air dan
d
rantai hidrokarbon
h
ke udara, dalam kontak
k
dengann zat padat atauupun terendam dalam fase minyak. Umumnnya

bagian non polar (lippofilik) adalahh merupakan rantai alkil yang
y
panjang, sementara bag
gian yang pollar
(hidrofiilik) menganduung gugus hidrroksil (Jatmika,, 1998).
Saat ini umu
umnya surfaktaan disintesis daari turunan minnyak bumi dann gas alam. Diisamping sumbber
bahan bakunya
b
yang tidak
t
dapat dipperbaharui, jugga surfaktan yan
ng disintesis ddari minyak bum
mi atau gas alaam
sukar teerdegradasi oleeh alam (Hilyatti dkk., 2004).
Seiring denggan meningkattnya kesadarann akan kesehaatan dan lingkkungan yang baik,
b
permintaaan
surfaktaan yang mudah
h terdegradasi (bioregradablle) dan berbasis tumbuhan juuga semakin meningkat,

m
maaka
diperlukkan kajian unttuk memperoleeh surfaktan yyang mempunyyai dua kriteriaa tersebut yaittu diperoleh daari
bahan baku
b
yang dapaat diperbaharuui dan bersifat ddegradatif di alam
a
sehingga ddapat diterima secara ekologgis.
Salah saatu surfaktan yang
y
memenuhhi kedua kriteria tersebut adallah surfaktan diietanolamida.
Adapun mannfaat dari peneelitian ini adallah untuk meendapatkan datta kinetika reaaksi dari sintessis
dietanolamida dengan
n menggunakann metil ester ssawit yang dap
pat digunakan sebagai inform
masi dasar dalaam
a
perancaangan reaktor amidasi.

A.2-1


SEMINAR NASIONAL
L TEKNIK KIIMIA SOEBA
ARDJO BROTOHARDJO
ONO IX
Program Stu
udi Teknik Kimia UPN “V
Veteran” Jawaa Timur
Surabayya, 21 Juni 20012
Bernardini (1983)
(
menyebbutkan bahwa dietanolamida dapat diproduksi dengan dua cara, yaiitu
mereakksikan asam lem
mak (fatty aciid) dengan etannolamina atau mereaksikan ester dari asam
m lemak denggan
etanolam
mina. Pereakssian asam lem
mak atau meetil ester denngan monoetannolamina akan
n menghasilkkan
monoettanolamida. Sedangkan

S
peereaksian dengan dietanolaamina akan menghasilkan dietanolamidda.
Pembenntukan dietanolamida dari sennyawa asam leemak dan metill dapat dilihat ppada reaksi di bawah
b
ini.
R-COO
OH
+
NH(C2H4OH)2
R
RCON(C
H)2
+
H2O
2H4OH
air
Asam lemak
dietanolaamina
diietanolamida
R-COO

OCH3
Metil ester
e

+

NH(C2H4OH)2
dietanolaamina

R-CO
ON(C2H4OH)2
diietanolamida

+

CH3OH
H
etanoll

Reaksi amid
dasi adalah reaaksi pembentuukan senyawa amida (Clasoon, 1968). Meenurut Kirk dan
d
Othmerr (1968), asam lemak rantai panjang
p
sepertii asam laurat dan
d asam stearaat, jika dikombbinasikan denggan
alkanolamina dan dip
panaskan padaa suhu 140-1600C, dengan atau
a
tanpa katalis, akan men
nimbulkan suaatu
reaksi amidasi.
a
2. MET
TODOLOGI PERCOBAAN
P
N
2.1 Bah
han-bahan dan
n peralatan
Bahan-bahann yang digunakkan dalam pennelitian ini addalah metil estter sawit, dietaanolamina, asaam
sulfat 98%
9
sebagai katalis,
k
etanol, dan KOH. Seddangkan peralaatan yang digunnakan adalah satu
s buah reakttor
kaca, stiring
s
hot platee, refluks konddensor, dan term
mometer.
2.2 Pem
mbuatan Dietaanolamida den
ngan Reaksi A
Amidasi
Reaksi amid
dasi dilangsung
gkan dalam seebuah reaktor kaca
k
diatas stiirring hot platte selama 8 jaam
dengan perbandingan
n mol 1:1 mengggunakan kataalis asam sulfatt (H2SO4) 0,5 % (w/w) dan pengadukan 200
T
reaaksi divariasikkan mulai darii 120, 130, 140, 150 dan 160 0C. Penggambilan samppel
rpm. Temperatur
dilakukkan setiap 30 menit.
m
Untuk mengamati
m
apakkah proses telahh berlangsung optimal dilaku
ukan pengamattan
bilangaan ester selama interval waktu
u tersebut, dimana bilangan ester
e
relevan terrhadap amida yang
y
terbentukk.
2.3 Ana
alisis sampel
Analisis yanng dilakukan meliputi Gaas Chromatog
grapy-Mass Spectrometry
Sp
(
(GC-MS)
untuuk
mengeetahui komposisi metil esterr sawit sekaliggus menentukaan berat moleekul rata-rata dari metil esteer,
Analis Fourier Trannsfer Infra-Red
d (FT-IR) untuuk mengetahui struktur amidda yang terbenttuk, dan analissis
bilangaan ester untuk mengetahui juumlah amida yyang terbentuk. Metode analiisis bilangan ester ini mengaacu
pada IUPAC
I
dalam “Standard Metthod for the Annalysis of Oil, Fats,
F
and Derivatives.”
3. HAS
SIL DAN PEM
MBAHASAN
Dietanolamid
da yang disiintesis memilliki gugus molekul
m
yangg bisa diiden
ntifikasi denggan
mengguunakan FT-IR (Fourier Transform Infra-Reed). Puncak vib
brasi pada bilaangan gelombaang 1732,08 cm
m-1
menunjukkan pita ulluran C=O. Seedangkan gugus O-H berad
da pada bilanggan gelombangg 2140,99 cm
m-1.
Terbenttuknya Dietannolamida diduk
kung oleh speektrum FT-IR dimana mem
mberikan puncaak serapan paada
bilangaan 1195,87 cm-1
yang merupaakan vibrasi uluur C-N. Dari hasil spektrum, maka dapat daapat disimpulkkan
bahwa amidanya telaah terbentuk. Analisis
A
lebih lanjut mengguunakan GC-MS diperoleh baahwasanya berrat
molekuul rata-rata darii metil ester addalah 277,049998 gr/mol. Hasil spektrum FT
T-IR dapat dilihat pada gambbar
3.1. Seddangkan hasil kromatogram
k
G
GC-MS
dapat ddilihat pada gaambar 3.2.
3.1 Pen
ngaruh temperratur terhadaap penurunan bilangan esterr
Secara kuan
ntitatif analisis reaksi amidasi dilakukan dengan
d
metodee titrimetri unntuk menentukkan
jumlahh bilangan esterr sisa reaksi, dimana bilangann ester relevann terhadap amidda yang terbenttuk. Berdasarkkan
variasii temperatur pada perbandinngan komposissi 1:1 antara metil
m
ester dann dietanolaminaa dengan kataalis
H2SO4 0,5 % (b/b) selama 8 jam
m dari proses yyang dilakukann, diperoleh hasil seperti yaang terlihat paada
gambaar 3.3.

A.2-2

SEMINAR NASIONAL
L TEKNIK KIIMIA SOEBA
ARDJO BROTOHARDJO
ONO IX
Program Stu
udi Teknik Kimia UPN “V
Veteran” Jawaa Timur
Surabayya, 21 Juni 20012

Gaambar 3.1 Hasil Spektrum Dietanolamida

Gambar 3.2 Hasil Kromatogram GC-M
MS metil ester ssawit

Bil. ester (mg/g)

Gambar 3.33 menunjukkaan bahwa reakksi amidasi dipengaruhi
d
ooleh temperatu
ur proses. Paada
temperaatur yang relatiif tinggi reaksii amidasi akan berjalan semaakin sempurna. Pada temperaatur rendah, yaiitu
120 dann 130 0C penuurunan bilangaan esternya sanngat lambat daan terdapat beeberapa fluktuaasi. Fluktuasi ini
i
menand
dakan bahwa reaksi
r
amidasi yang belum sstabil atau dap
pat dikatakan juuga mungkin reaksinya beluum
homogeen. Bila dilihatt secara keseluuruhan perbedaaan bilangan esternya
e
tidak terlalu menyollok. Hanya paada
beberap
pa awal intervaal waktu yang terlihat
t
perbedaan nyata. Diliihat dari konveersi amida yangg terbentuk tiddak
memperlihatkan perbbedaan yang nyata.
n
Terutam
ma pada temp
peratur 150 daan 160 0C, diimana diperolleh
konverssi amida sebesar 98,36 %. Paada gambar 4.22 juga terlihat terjadi fluktuaasi pada beberaapa titik di setiiap
run pennelitian. Hal inni kemungkinaan disebabkan oleh tekanan uap
u di dalam rreaktor besar, sehingga konttak
dengan reaktan akan berkurang.
b
400
375
350
325
Run1 = 120
0 C
Run
n 2 = 130 C
Run 3 = 14
40 C
300
275
Run 4 = 150
0 C
Run
n 5 = 160 C
250
225
200
175
150
125
100
75
50
25
0

w
waktu (meniit)
G
Gambar
3.3 Penngaruh temperratur terhadap penurunan
p
bilaangan ester

A.2-3

SEMINAR NASIONAL
L TEKNIK KIIMIA SOEBA
ARDJO BROTOHARDJO
ONO IX
Program Stu
udi Teknik Kimia UPN “V
Veteran” Jawaa Timur
Surabayya, 21 Juni 20012
3.2 Pen
ngaruh temperratur terhadaap laju reaksi

Laju Reaksi(Molar/menit)

0,0
08
0,0
07
Run 5 = 160 C

Run 4 = 150 C

Run 3 = 140 C

Run 2 = 130 C

0,0
06
0,0
05
0,0
04

Run 1 = 120 C

0,0
03
0,0
02
0,0
01
0,0
00

waktu (m
menit)
Gambaar 3.4 Pengaruuh temperatur teerhadap laju reeaksi
Gambar 3.4 di atas menunjjukkan pengaruuh temperatur terhadap laju rreaksi, dimanaa laju reaksi akkan
berbedaa pada setiap variasi
v
temperattur yang berbeeda. Akan tetappi hal ini hanyaa terlihat jelas pada
p
awal reakksi
saja. Dari gambar dappat dilihat bah
hwa perbedaann laju reaksi kelihatan mencoolok pada wakktu 0 - 60 mennit
k
hingga reaksi berakhhir penurunan laju reaksi paada semua vaariasi temperattur
saja. Seetelah menit ke-60
cenderu
ung memiliki kesamaan.
k
Dalam hal ini laaju reaksi yan
ng paling optim
mum terdapat pada temperattur
reaksi 160
1 0C, yakni 0,0737
0
Molar.m
menit-1 pada t = 30 menit. Hal
H ini sesuai ddengan pernyattaan bahwasannya
laju reaaksi kimia bertaambah dengan naiknya tempeeratur (Keenann, et.al.,1984).
Adanya perb
bedaan laju reaaksi yang sanggat mencolok pada awal reaaksi antara T = 120oC, 130oC
dengan T = 140oC, 150oC dan 1660oC ini diduga disebabkann oleh reaktann yang berbedda fasa sehinggga
pengaruuh temperatur di awal reaksii sangat besar sebagai pensup
plai energi unttuk mengaktifkkan pereaksi dan
d
membaantu timbulnyaa tumbukan molekul
m
antar ppereaksi. Reak
ksi ini juga ddibantu oleh pengadukan yanng
berfunggsi untuk mem
mpercepat transsfer massa dann meningkatkaan tumbukan antar
a
molekul. Namun seirinng
bertamb
bahnya waktu,, campuran ak
kan semakin hhomogen dan pengaruh tempperatur dan peengadukan tiddak
begitu berpengaruh lagi
l
terhadap laju reaksi. Dalam
D
hal ini diduga pada menit ke-60 campuran tellah
p
waktu itu
u, yang berperran mengontrol laju reaksi aadalah reaksi kimianya
k
sendiiri.
homogeen. Sehingga pada
Dengann demikian, pennurunan laju reeaksi setiap runn cenderung saama hingga akhhir reaksi.
Terjadinya penurunan
p
laju reaksi pada seetiap run disebaabkan oleh konnsentrasi reaktaan yang semakkin
menuru
un dengan bertaambahnya wakktu karena sem
makin banyak reeaktan yang beereaksi membenntuk produk attau
dietanolamida. Hal ini sesuai dengann persamaan :
(-rA) = -d
dCA/dt
(L
Levenspiel, 19999).
Dimana,
= Laju reeaksi pengurangan zat A
(-rA)
-dCA/dt = Perubahan
P
konssentrasi zat A tiap
t satuan wak
ktu (Mol/menitt)
Persamaan tersebut
t
menyyatakan bahwaa banyaknya reaktan
r
yang berkurang per satuan wakttu,
s
menuurun. sehingga laju reaksi juuga
dimanaa semakin lamaa waktu reaksii maka konsenntrasi reaktan semakin
akan seemakin menuru
un. Dengan dem
mikian hasil yaang diperoleh teelah sesuai denngan teori.
3.3 Pen
nentuan Konsttanta Kecepattan Reaksi k
Dari tabel 3.1 dapat dilihaat bahwasanyaa konstanta kecepatan reaksii mengalami kenaikan
k
sejallan
dengan kenaikan tem
mperature, yaituu 120 0C samppai 160 0C. Teetapi pada suhhu 140 0C konstanta kecepattan
reaksi mengalami
m
pennurunan didugaa disebabkan ppada kondisi tersebut metil esster sisa reaksi cenderung lebbih
banyak karena pada kondisi
k
ini sejuumlah kecil dieetanolamina keemungkinan teelah membentuuk fasa uap yanng
tidak teerembunkan dengan sempurnaa. Sehingga tiddak dapat bereaaksi dengan meetil ester.

.

A.2-4

SEMINAR NASIONAL
L TEKNIK KIIMIA SOEBA
ARDJO BROTOHARDJO
ONO IX
Program Stu
udi Teknik Kimia UPN “V
Veteran” Jawaa Timur
Surabayya, 21 Juni 20012
Table
T
III.1 Hassil perolehan nilai k pada berb
bagai variasi teemperatur
1-n
Temperatu
ur (0C)
n (orrde reaksi)
k {(mol/liter)
{
.m
menit-1)}
120
0
0,1658
0,01779
130
0
0,1684
0,01888
140
0,01838
0
0,1557
150
0,02305
0
0,1949
160
0,02322
0
0,1858
Peningkatan temperatur reaksi
r
akan m
mempercepat kenaikan
k
konsentrasi amida, memperbessar
penurun
nan konsentrassi metil ester (A),
(
atau denggan kata lain menaikan
m
konvversi metil estter (XA). Hal ini
i
disebab
bkan karena deengan naiknya temperatur reaksi, maka sup
plai energi unttuk mengaktifkkan pereaksi dan
d
tumbuk
kan antar pereaaksi untuk men
nghasilkan reakksi juga akan bertambah,
b
sehhingga produkk yang dihasilkkan
menjad
di lebih banyak
k. Dari hasil peenelitian yang dilakukan,
d
nilaai konstanta keecepatan reaksii (k) naik denggan
kenaikaan temperatur.. Hal ini sesuuai dengan teeori Arrheniuss dan pernyattaan Westerteerp (1984) yanng
menyattakan bahwa keenaikan suhu akan
a
menaikan nilai konstantaa kecepatan reaaksi (k).
3.4 Eneergi Aktivasi
Nilai k yangg telah diperolleh dapat diguunakan untuk menghitung besarnya
b
energ
gi aktivasi, yaiitu
dengan persamaan Arrrhenius (Levennspiel, 1999) :

Persam
maan diatas dapaat diubah bentuuknya menjadii

Hubungan anntara temperatuur dan konstantta kecepatan reeaksi dapat diliihat pada gambbar 3.5
Dari gaambar 3.5 diperroleh persamaaan y = -1240,55x – 0,8997. Dengan demikiaan, berdasarkann persamaan 4.2,
diperoleeh ln A = -0,89997, dan nilai Ea/R
E
adalah 12240,5.
Pernyattaan ini dapat ditulis
d
dengan persamaan
p
:
ln k = -11240,5/T – 0,89997
Karena nilai R = 1,987 cal/g mol K. Maka, energi aktivasi reaksii tersebut adalaah 2464,87 cal//mol, dan nilai A
= 0,406
69 liter/mol.meenit.Dengan dem
mikian persam
maan tetapan lajju reaksi dapatt dituliskan :
k = 0,44069e(-2464,87/R)x11/T
T pada persamaan tersebut merupakkan variasi tem
mperatur, yaitu 393,15
3
K; 403,15 K; 413,25 K; 423,15 K dan
d
433,15 K.
‐3,5000
0225
0,00
‐3,6000

0,00
0235

0,00
0245

0,00
0255

Ln k

‐3,7000
‐3,8000
y = ‐1240,x ‐ 0,899

‐3,9000
‐4,0000
‐4,1000

1/T

Gambaar 3.5 Hubungaan Antara Konnstanta Kecepattan Reaksi denngan Temperatuur

A.2-5

SEMINAR NASIONAL
L TEKNIK KIIMIA SOEBA
ARDJO BROTOHARDJO
ONO IX
Program Stu
udi Teknik Kimia UPN “V
Veteran” Jawaa Timur
Surabayya, 21 Juni 20012
4. KES
SIMPULAN
a. Hasil penelittian yang dilaku
kukan pada tem
mperatur 160 0C adalah : orde reaksi (n) = 0,,1858 ; konstannta
0,8142
-0,81422
laju reaksi k = 0,02322 moll
.ml
.menit-1 dan (-r
( A) = 0,023222⋅ CA0,1858 Molaar menit-1
o
o
b. Adanya perb
bedaan laju reaaksi antara T = 120 C, 130 C dengan T = 140oC, 150oC dan 160oC yanng
sangat menccolok pada awaal reaksi disebbabkan oleh reeaktan yang beerbeda fasa seh
hingga pengaruuh
pengadukan dan temperatuur di awal reakssi sangat besarr sebagai pensuuplai energi daan transfer masssa
untuk mengaaktifkan pereakksi dan membaantu kohomogeenan.
c. Temperatur dan pengadukkan di dalam reaksi ini tidaak begitu berppengaruh terhaadap laju reakksi
y
mengontrrol
setelah menit ke-60, karenaa pada menit inni reaksi didugga telah homoggen. Sehingga yang
mia itu sendiri.
laju reaksi addalah reaksi kim
d. Kenaikan tem
mperatur berpeengaruh terhaddap kenaikan ko
onstanta laju reeaksi pada renntang waktu yanng
diamati.
DAFTA
AR PUSTAKA
A
Bailey, 2005. Handboook of Industrrial Oil and Faat Products. Edisi
E
VI. Vol. 6.
6 A John Willey & Sons, Innc.
Publication : New Jersey
V
Oilss and Fats Proocessing. Volum
me II. Interstam
mpa, Rome.
Bernarddini, E. 1983. Vegetables
Clason,, W.E. 1968. Elsevier’s
E
Dictioonary of Chem
mical Engineeriing. Elvesier’s. Publ. Co : Am
msterdam.
Hilyati,, Wuryaningsih
h, M. Nasir, Taasrif, T.Beuna.. 2004. The Deetermination Of
O Optimum Coondition For The
T
Synthesis Off Alkyl Monoeethanolamide From Palm Kernel
K
Oil. Indoonesian Journnal Of Chemisttry
4(2), 88-93. Serpong.
IUPAC
C, Standard Meethod for the Analysis
A
of Oiil, Fats, and Derivatives.
D
19986. 1st Suppleement to the 77th
Edition. Blacckweel Scientiffic Publicationn. Oxford
Jatmika, A., 1998, Aplikasi
A
Enzim
m Lipase dalam
m Pengolahan Minyak
M
Sawit dan Minyak Inti
I Sawit Untuuk
Produk Panggan, Warta Pussat Penelitian Kelapa
K
Sawit, 6 (1) : 31 - 37.
n, C.W., Kleinffelter, D.C., dann Wood, J.H..,,1984, “Kimia untuk Universiitas”, jilid 1, ed
d.6, 521,
Keenan
522,594, Erlaangga, Jakarta.
Kirk, R.E
R and D.F. Otthmer. 1968. Encyclopedia
E
of Chemical Technology. Fourrth Edition. Vool 1. Intersciennce
Publisher a Division
D
of Joh
hn Wiley & Sonns, Inc : New York.
Y
Levensppiel, Octave. 1999.
1
Chemicaal Reaction Enngineering. 2ndd Edition. New
w York: John Wiley
W
and Sonns,
Inc.
Swern, D. 1995. Bailley’s Industriaal Oil and Fatt Products-Ind
dustrial and Coonsumer Non Edible Produccts
from Oils and Fats. Vol 5, 5th editions. Joohn Wiley and Sons, New Yoork.
Westertterp, K.R., vaan Swaaij, W.P.
W
& Beenaackers, A.A.C.M. 1984. Chhemical Reacttor Design and
Operation. New
N York: Johnn Wiley and Soons.

 

A.2-6