Artikel Seminar Hasil (Shidiq TegarM0111075).

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PEMASOK-PENGECER DAN
KEBIJAKAN PENETAPAN HARGA BARANG YANG BERPENGARUH
TERHADAP PERMINTAAN
Shidiq Tegar Irsanianto, Sutanto, Nughthoh Arfawi Kurdhi
Program Studi Matematika FMIPA UNS
ABSTRAK. Manajemen persediaan yang baik dapat dipenuhi dengan adanya
integrasi pemasok-pengecer. Model persediaan terintegrasi digunakan untuk
memaksimumkan keuntungan pada sistem persediaan pemasok-pengecer,
sebaliknya model persediaan terpisah digunakan untuk memaksimumkan
keuntungan masing-masing. Terdapat dua kebijakan penetapan harga barang
pada model terpisah yaitu Stackelberg dan retail fixed mark-up (RFM). Kebijakan
Stackelberg adalah pemasok menetapkan harga barang terlebih dahulu dan
pengecer mengikuti penetapan harga dari pemasok. Sementara itu, kebijakan
RFM menjelaskan bahwa pemasok dan pengecer melakukan negosiasi sebelum
menetapkan harga barang dan disepakati nilai mark-up ( ). Nilai merupakan
keuntungan pengecer dari penjualan barang kepada konsumen (persen). Tujuan
penelitian ini untuk menurunkan model persediaan terintegrasi pemasokpengecer, menentukan penyelesaian optimal dari banyaknya pemesanan, harga

grosir, dan harga eceran untuk model terintegrasi dan terpisah, serta
penerapannya. Hasil penelitian ini adalah model persediaan terintegrasi pemasokpengecer dan penyelesaian optimalnya. Hasil penerapannya diperoleh kebijakan
RFM dengan ∈ [ . , . ] yang merupakan strategi pareto efficient.

Kata Kunci : model persediaan terintegrasi, kebijakan penetapan harga barang,
permintaan bergantung harga barang (price dependent demand).

1. PENDAHULUAN
Persediaan barang memerlukan pengelolaan yang baik untuk meningkatkan
efisiensi biaya sehingga manajemen persediaan barang menjadi hal yang sangat
penting di setiap perusahaan. Dalam mengatasi hal tersebut, diperlukan kerjasama
yang baik antara pemasok dan pengecer. Kerjasama ini melibatkan komitmen
jangka panjang, pemecahan masalah bersama, dan berbagi informasi. Pembuatan
keputusan secara bersama dapat meningkatkan total keuntungan keduanya.
Beberapa penelitian telah mengembangkan masalah persediaan dengan
menggabungkan antara pemasok dan pengecer. Model persediaan terintegrasi
pemasok-pengecer diperkenalkan pertama kali oleh Goyal [3]. Penelitian model
persediaan terintegrasi pemasok-pengecer diasumsikan dengan laju permintaan
konsumen yang dipengaruhi oleh harga barang. Menurut Mankiw [4], variabel yang
mempengaruhi laju permintaan barang adalah harga barang. Ketika harga barang

naik mengakibatkan permintaan cenderung mengalami penurunan dan sebaliknya.
Dengan demikian, pemasok dan pengecer harus tepat dalam menetapkan harga
barang.
commit to user

1

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Pada dasarnya, pemasok dan pengecer memiliki tujuan dan biaya sendiri
sehingga model persediaan terpisah digunakan untuk memaksimumkan keuntungan
masing-masing. Terdapat dua macam kebijakan penetapan harga barang yaitu teori
Stackelberg dan RFM yang melibatkan pemasok dan pengecer. Teori Stackelberg
mengasumsikan pemasok bertindak sebagai pemimpin (leader) dan pengecer
berlaku sebagai pengikut (follower). Pemasok dapat menetapkan harga grosir dan
memberikan informasi kepada pengecer. Kemudian pengecer menetapkan harga
eceran dan banyaknya pemesanan ke pemasok. RFM merupakan kebijakan
penetapan harga barang yang ditentukan dengan menambahkan mark-up ke biaya

produk oleh pemasok.
Alaei et al. [1] membahas model persediaan terintegrasi pemasok-pengecer
dengan kurva permintaan bergantung harga bersifat linear. Namun kurva
permintaan masyarakat terhadap barang dalam kehidupan sehari-hari adalah tak
linier. Salah satu contoh kurva tak linier adalah kurva iso-elastis. Model persediaan
terintegrasi dengan kurva permintaan bergantung harga bersifat iso-elastis
diperkenalkan oleh Rad et al. [5].
Penelitian ini mengembangkan model persediaan terintegrasi pemasokpengecer dengan kurva permintaan bergantung harga bersifat iso-elastis yang
mengacu pada Rad et al. [5] serta digunakan kebijakan Stackelberg dan RFM untuk
model persediaan terpisah yang mengacu pada Alaei et al. [1]. Selanjutnya
banyaknya pemesanan, harga grosir, dan harga eceran optimal ditentukan untuk
memaksimumkan keuntungan berdasarkan model terintegrasi dan terpisah serta
mengintepretasikan hasilnya dalam sebuah penerapan.
2. ASUMSI
Berikut adalah asumsi dalam pembentukan model persediaan.
(1) Terdapat satu pemasok dan satu pengecer dalam sistem persediaan produksi.
(2) Kekurangan persediaan (shortage) tidak diperbolehkan.
(3) Untuk setiap unit barang, pemasok menghabiskan biaya pengadaan sebesar
� dan menerima dari pengecer sebesar � dari penjualan barang. Setelah itu,
pengecer menjual barang kepada konsumen sebesar �, dengan � > � > �.

(4) Mengacu pada Rad et al. [5], kurva permintaan bergantung harga bersifat
iso-elastis dirumuskan dengan � � = �− ,
> adalah faktor skala
dan
>
adalah koefisien elastisitas harga.

3. SISTEM OPERASI PERSEDIAAN
Konsumen meminta barang kepada pengecer dengan laju permintaan per
tahun sebesar �. Untuk memenuhi permintaan konsumen, pengecer memesan
barang kepada pemasok sebesar
unit sebagai persediaan selama satu siklus.
commit
to user pengecer sebesar �. Selanjutnya
Selama proses pemesanan, biaya yang dikeluarkan
2

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id


pemasok membeli bahan mentah untuk pengadaan barang. Biaya yang dikeluarkan
pemasok sebesar � per unit. Sebelum proses produksi, pemasok mengeluarkan
biaya sebesar untuk persiapan produksi. Kemudian pemasok mulai memproduksi
barang untuk memenuhi pesanan dari pengecer. Selama proses produksi, pemasok
mengeluarkan biaya produksi dan biaya investasi berturut-turut sebesar
dan .
Setelah barang jadi, barang disimpan di gudang selama proses produksi dan
mengeluarkan biaya penyimpanan sebesar �. Selama proses produksi bahan
mentah ke barang jadi terdapat waktu tunggu . Setelah proses produksi selesai,
barang jadi dikirim ke pengecer. Pemasok menetapkan harga barang sebesar � per
unit. Setelah barang diterima oleh pengecer, barang didistribusikan ke konsumen
dengan harga � dan pengecer mengeluarkan biaya penyimpanan sebesar ℎ. Pada
penelitian ini, permintaan konsumen kepada pengecer dipengaruhi oleh harga
barang �. Oleh karena itu, pengecer harus mengoptimalkan banyaknya pemesanan
kepada pemasok dan harus tepat dalam menetapkan harga barang � untuk
memaksimumkan keuntungan.
4. FORMULASI MODEL
Pada bagian ini diuraikan tentang formulasi model yaitu model persediaan
pengecer, model persediaan pemasok, dan model persediaan terintegrasi pemasokpengecer.

4.1. Model Persediaan Pengecer. Mengacu pada Alaei et al. [1], tingkat
persediaan pengecer ditunjukkan pada Gambar 1(a).

(a)
(b)
Gambar 1. Tingkat persediaan (a) pengecer dan (b) pemasok
Berdasarkan Gambar 1(a) nampak bahwa pengecer melakukan pemesanan sebesar
unit barang pada pemasok untuk persediaan selama satu siklus (T satuan waktu).


Frekuensi pemesanan per tahun sebesar . Banyaknya permintaan konsumen pada

harga eceran � dinyatakan dengan � � . Pada penelitian ini, laju permintaan
konsumen dirumuskan dengan � � = �− (Rad et al. [5]). Pengecer
mengeluarkan biaya sebesar � setiap kali pemesanan sehingga biaya pemesanan
� �
to user
pengecer per tahun sebesar � commit
. Pengecer
dikenakan biaya sebesar � per unit

3

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

barang sehingga diperoleh biaya pembelian pengecer per tahun sebesar � � �.
Barang yang diterima oleh pengecer dari pemasok kemudian disimpan dengan
biaya penyimpanan per tahun sebesar ℎ . Selanjutnya barang dijual kepada

konsumen dengan harga barang � sehingga dapat diperoleh pendapatan penjualan
pengecer per tahun sebesar � � �. Dengan demikian, total keuntungan tahunan
untuk pengecer dinyatakan sebagai
= pendapatan penjualan pengecer – biaya pemesanan – biaya
� �,
pembelian – biaya penyimpanan


= ( �− ) � − − � −




.

(4.1)

4.2. Model Persediaan Pemasok. Mengacu pada Alaei et al. [1], tingkat
persediaan pemasok ditunjukkan pada Gambar 1(b). Pada Gambar 1(b) nampak
bahwa barang sebesar unit diproduksi oleh pemasok dalam satu siklus dengan
laju produksi � dalam sekali produksi. Setiap siklus produksi barang, terdapat
waktu tunggu sebesar . Pemasok mengeluarkan biaya pengadaan per unit barang


sebesar �. Biaya sebesar � � � dikeluarkan oleh pemasok untuk biaya pengadaan
per tahun. Biaya yang dikeluarkan pemasok per tahun untuk penyimpanan barang
sebesar



� �


. Pemasok mengeluarkan biaya sebesar

untuk persiapan produksi

dalam satu tahun. Setiap proses produksi, biaya sebesar



dikeluarkan oleh

pemasok. Ketika terjadi peningkatan pemesanan barang, pemasok menyiapkan
biaya investasi sebesar
� untuk meningkatkan tingkat produksi. Dengan
demikian, total keuntungan tahunan untuk pemasok dinyatakan sebagai
�,
= pendapatan penjualan pemasok – biaya pengadaan – biaya persiapan
biaya produksi – biaya investasi – biaya penyimpanan
= ( �− ) � − � − −








.

(4.2)

4.3. Model Persediaan Terintegrasi Pemasok-Pengecer. Total keuntungan
tahunan terintegrasi pemasok-pengecer (� ) adalah jumlahan dari total
keuntungan tahunan untuk pengecer ( � ) dan pemasok (
) sehingga
permasalahan yang harus diselesaikan adalah memaksimumkan


�,

= ( �− ) � − � −


Untuk memaksimumkan �

�,

+�+











.

(4.3)

, diperlukan penyelesaian optimal dari � dan .

5. PENYELESAIAN OPTIMAL
5.1. Penyelesaian Optimal untuk Model Terintegrasi. Pada penelitian ini,
permasalahan yang harus diselesaikan adalah memaksimumkan persamaan (4.3).
Menurut Bazaraa dan Shetty [2], syarat perlu untuk mendapatkan penyelesaian
commit to user

4

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

optimal � dan diperoleh dari turunan parsial pertama �
yang disamadengankan nol sehingga didapatkan
�+

�∗ =

dan



=

�+�+


�−�



+





+

+�+

�,

(5.1)

.

√ℎ

terhadap � dan

(5.2)

Proposisi 5.1. Banyaknya pemesanan Q* terintegrasi adalah





+

(

+�+

+�+

+

+



�+� )



= ,

(5.3)

dan harga eceran p* terintegrasi adalah didapatkan dari persamaan
�+



� =

�+�+


+





+

.

Bukti. Persamaan (5.1) disubstitusikan ke persamaan (5.2), selanjutnya ruas kanan
dipindah ke ruas kiri sehingga diperoleh persamaan (5.3). Dari persamaan (5.3),
diperoleh satu akar positif dan satu akar negatif. Matriks Hessian dari �
�,
adalah
�=

� �

� �

.

��
� �

� ��

.

���
� �
.

.

.



Menurut Winston [6], berdasarkan matriks Hessian dari �
�,
diperoleh
principal minor determinant pertama dan kedua sebagai � < dan � >
sehingga matriks Hessian dari �
�,
adalah definit negatif. Fungsi �
�,


merupakan fungsi konkav. Dengan demikian, � dan
digunakan untuk
memaksimumkan keuntungan dari fungsi �
�, .
5.2. Penyelesaian Optimal untuk Model Terpisah (Kebijakan Stackelberg).
Diasumsikan pemasok bertindak sebagai leader dan pengecer berlaku sebagai
follower. Pemasok dapat menetapkan harga grosir dan memberikan informasi
kepada pengecer. Pengecer dapat menentukan banyaknya pemesanan dan harga
eceran berdasarkan strategi penetapan harga barang oleh pemasok. Penyelesaian
optimal � dan pada pengecer diperoleh dari turunan parsial pertama � terhadap
� dan yang disamadengankan nol sehingga didapatkan
dan

�∗ =


=

� + �

(5.4)



√ �

√ℎ

�−�

.

Proposisi 5.2. Pada kebijakan Stackelberg, banyaknya pemesanan optimal Q*
diperoleh dari persamaan
commit to user

5

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id



�+ � � −

− �



harga grosir optimal � ∗ didapatkan dari persamaan
�+� � � −�
� �−

�+ �

+(

+

+

�+ �

dan harga eceran optimal �∗ adalah

�∗ =

+

� + �


= ,

(5.5)

�+� − � )

= ,

(5.6)

.

5.3. Penyelesaian Optimal untuk Model Terpisah (Kebijakan RFM). Pemasok
melakukan negosiasi dengan pengecer dalam menetapkan harga masing-masing.
Pemasok dan pengecer menyepakati mark-up sebelum transaksi operasional terjadi.
Setelah pemasok menetapkan harga grosir, pengecer tidak punya kuasa dalam
menetapkan harga eceran karena pengecer telah menyepakati mark-up, tetapi
pengecer dapat menentukan banyaknya pemesanan yang diminta. Nilai mark-up

yang diterima oleh pengecer sebesar , dengan = − sehingga


� = − �.
(5.7)
Persamaan (5.7) disubstitusikan ke persamaan (4.1) dan (4.2) sehingga didapatkan
persamaan sebagai


dan

�,

= ( �− )

�,

= ( �− )

�−







�− �−�− −







.

Proposisi 5.3. Pada kebijakan RFM, banyaknya pemesanan optimal Q* diperoleh
dari persamaan








�− = ,

harga eceran optimal � didapatkan dari persamaan
�−



+

+�

+

(

dan harga grosir optimal � ∗ adalah
�∗ =

+�



+�

�.

(5.8)




) = ,

(5.9)

6. PENERAPAN
Penerapan model persediaan menggunakan nilai parameter diperoleh dari
Alaei et al. [1] dan Rad et al. [5]. Laju permintaan konsumen ke pengecer dapat
dirumuskan sebagai � � =
�− , 5 per tahun. Pengecer memesan barang
ke pemasok dengan biaya sebesar $ per pemesanan kemudian pemasok membeli
bahan mentah untuk pengadaan barang dengan biaya sebesar $ per unit. Sebelum
proses produksi, pemasok mengeluarkan biaya sebesar $
per persiapan. Selama
commit to user
proses produksi berlangsung, pemasok mengeluarkan biaya produksi dan investasi
6

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

sebesar $
dan $ .
per siklus produksi. Waktu tunggu selama proses
produksi sebesar . per siklus produksi. Pengecer dan pemasok mengeluarkan
biaya penyimpanan sebesar $ . dan $ per unit. Keduanya menyepakati mark-up
sebesar %. Akan ditentukan penyelesaian optimal dan total keuntungan tahunan
dari model persediaan terintegrasi dan terpisah.
Tabel 1. Penyelesaian optimal dan total keuntungan tahunan dari model persediaan
pemasok dan pengecer terintegrasi dan terpisah
Kebijakan Terintegrasi
Kebijakan Stackelberg
Kebijakan RFM



1021
152
351

�∗

77.768
69.667

�∗

67.059
391.479
102.452



53865
29754

JTP(p,Q)
10792
51297

83256
64657
81051

Berdasarkan Tabel 1 (baris 1 kolom 7) nampak bahwa total keuntungan
terintegrasi lebih besar dibandingkan dengan total keuntungan pada kebijakan RFM
(baris 3 kolom 7) dan kebijakan Stackelberg (baris 2 kolom 7). Ketika digunakan
model terpisah, total keuntungan pada kebijakan RFM lebih besar dibandingkan
Stackelberg untuk = %. The competition penalty (�) adalah perbandingan
antara selisih total keuntungan terintegrasi dan total keuntungan pada kebijakan
Stackelberg dan kebijakan RFM dengan total keuntungan terintegrasi (persen).
Ketika nilai � semakin kecil, total keuntungan untuk model terpisah semakin
mendekati total keuntungan untuk model terintegrasi. Nilai � pada kebijakan
Stackelberg adalah % dan nilai � pada kebijakan RFM adalah %. Oleh karena
itu, total keuntungan gabungan pada kebijakan RFM dengan = % lebih
mendekati total keuntungan terintegrasi dibandingkan kebijakan Stackelberg.
Tabel 1 menunjukkan bahwa pengecer cenderung menggunakan kebijakan
Stackelberg daripada kebijakan RFM dengan = %. Sedangkan pemasok
cenderung menggunakan kebijakan RFM ketika keduanya ingin memaksimumkan
keuntungan masing-masing. Oleh karena itu, kebijakan RFM untuk = %
bukan merupakan strategi pareto efficient karena hanya menguntungkan satu pihak.
Strategi pareto efficient adalah suatu strategi ketika terdapat peluang perdagangan
yang saling menguntungkan.
Berdasarkan Gambar 2 nampak bahwa kebijakan RFM lebih baik digunakan
daripada kebijakan Stackelberg ketika ∈ [ . , . ] untuk pengecer. Pemasok
menggunakan kebijakan RFM ketika ≤ . . Dengan demikian, diperoleh irisan
antara ∈ [ . , . ] dan ≤ . adalah ∈ [ . , . ] yang merupakan
strategi pareto efficient untuk nilai parameter yang diberikan.
7. KESIMPULAN
(1) Model persediaan terintegrasi pemasok-pengecer �,
commit to user
(4.3).
7

adalah persamaan

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Gambar 2. Hubungan keuntungan pemasok dan pengecer terhadap variasi
dengan kebijakan Stackelberg dan RFM
(2) Penyelesaian optimal berdasarkan model persediaan terintegrasi adalah
persamaan (5.1) dan persamaan (5.3), penyelesaian optimal berdasarkan
model terpisah adalah persamaan (5.4), persamaan (5.5), dan persamaan
(5.6) pada kebijakan Stackelberg dan persamaan (5.7), (5.8), dan (5.9) pada
kebijakan RFM.
(3) Berdasarkan penerapan, kebijakan RFM belum baik digunakan dalam
sistem persediaan terintegrasi pemasok-pengecer, namun lebih mengarah
pada perbaikan sistem. Kebijakan RFM dapat meningkatkan keuntungan
masing-masing ketika
∈ [ . , . ] yang merupakan strategi pareto
efficient.
[1]

[2]
[3]

[4]
[5]

[6]

DAFTAR PUSTAKA
Alaei, S., M. Behravesh, and N. Karegar, Analysis of Production-Inventory
Decisions In A Desentralized Supply Chain, International Journal of
Production Economics 2 (2014), 198-216.
Bazaraa, M.S. and C.M. Shetty, Nonlinear Programming: Theory and
Algorithms. John Willey and Sons, Inc., Singapura, 1990.
Goyal, S.K., An Integrated Inventory Model for a Single Supplier-Single
Customer Problem, International Journal of Production Research 15 (1976),
no. 1, 107-111.
Mankiw, N.G., Teori Makro Ekonomi, Terjemahan Imam Nurmawan, 4 ed.,
Penerbit Erlangga, Jakarta, 2003.
Rad, M.A., F. Khoshalhan, and M. Setak, Supply Chain Single Vendor-Single
Buyer Inventory Model with Price-Dependent Demand, Journal of Industrial
Enginering and Management 7 (2014), no. 4, 733-748.
Winston, W.L., Operation Research Aplication and Algorithms, Duxbury
commit to user
Press, California, 1994.

8