PERTANGGUNGJAWABAN AKIBAT PENGHINAAN YANG MENGAKIBATKAN GANTI RUGI IMMATERIIL DIKAITKAN DENGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA.

PERTANGGUNGJAWABAN AKIBAT PENGHINAAN YANG
MENGAKIBATKAN GANTI RUGI IMMATERIIL DIKAITKAN DENGAN
KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

ABSTRAK

Peristiwa penghinaan saat ini sudah semakin marak terjadi dan
juga semakin berkembang tetapi definisi dari penghinaan itu sendiri masih
belum jelas karena belum ada peraturan yang secara spesifik
mengaturnya. Hanya dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yang mengatur tentang perbuatan melawan hukum yang secara
tersirat mengatakan bahwa penghinaan adalah suatu perbuatan melawan
hukum. Selain itu dalam pertanggungjawaban ganti kerugian khususnya
ganti rugi immateriil dalam kasus penghinaan belum ada batasan yang
jelas tentang tolok ukur pengabulan ganti rugi immateriil yang dimintakan.
Maka penelitian ini hendak menjelaskan pengkategorian suatu
penghinaan sebagai perbuatan melawan hukum serta mengkaji
pertanggungjawaban kerugian immateriil dalam kasus penghinaan.
Metode penelitian yang digunakan adalah hukum normatif melalui
pendekatan yuridis normatif, yaitu menggunakan data berupa bahan
hukum primer, sekunder dan tersier, seperti peraturan perundangundangan, buku, literatur, maupun surat kabar dan penelitian lapangan

sebagai panduan dengan memaparkan data yang diperoleh selanjutnya
dianalisis.
Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa berdasarkan Pasal
1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata penghinaan merupakan
perbuatan melawan hukum karena unsur-unsur perbuatan melawan
hukumnya telah dipenuhi oleh penghinaan seperti adanya suatu
perbuatan yang melawan hukum, adanya kerugian yang ditimbulkan,
adanya suatu kesalahan, serta adanya hubungan kausal antara perbuatan
yang dilakukan dan kerugian yang ditimbulkan. Sedangkan mengenai
batasan ganti rugi immateriil yang dikabulkan harus didasarkan pada
Pasal 1372 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang melihat kondisi
status dan kedudukan sosial dari korban, beratnya beban mental yang
dipikul oleh korban, jenis perbuatan melawan hukum dan latar belakang
keadaan dilakukannya perbuatan melawan hukum. Hal ini pada akhirnya
akan kembali lagi kepada rasa keadilan dari diri hakim sendiri sebagai
pemberi keadilan untuk mencapai keadilan secara substantif dan
proseduril yang lebih baik.

iv