PENDUGAAN AKUIFER BAWAH TANAH DENGAN METODA GEOLISTRIK.

Seminar Nasional Sains dan Teknologi (Senastek),Denpasar Bali 2015

PENDUGAAN AKUIFER BAWAH TANAH DENGAN METODA
GEOLISTRIK
I Nengah Simpen*1), I Nyoman Sutarpa Sutama2) ,
I Wayan Redana3), Siti Zulaikah4)
1)
Jurusan Fisika Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran Badung
2)
Jurusan Peternakan Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran Badung
3)
Jurusan Teknik Sipil Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran Badung
4)
Jurusan Fisika Universitas Negeri Malang, Jl. Semarang 5 Malang
*)
Email: simpen.nengah@yahoo.com
Abstrak. Metoda Geolistrik merupakan salah satu metoda Geofisika yang biasa dipakai untuk eksplorasi
bawah permukaan dalam skala kedalaman antara 0-200 m. Metoda ini menggunakan empat buah
elektroda yaitu dua buah sebagai elektroda arus listrik dan dua buah lagi sebagai elektroda potensial.
Arus listrik diinjeksikan ke dalam tanah kemudian diukur beda potensial yang ditimbulkannya.
Penelitian pendugaan akuifer telah dilakukan di Bugbug Karangasem dengan metoda Geolistrik. Pada

penelitian ini telah didapatkan bahwa pada daerah penelitian ada akuifer yang melintas di daerah
penelitian. Akuifer ini berbentuk alur seperti halnya pembuluh-pembuluh darah dalam tubuh manusia.
Keberadaan akuifer telah dibuktikan dengan cara melakukan pengeboran dan penggalian. Dari hasil
pengeboran didapatkan akuifer pada kedalaman 18,5 m yang sesuai dengan hasil penafsiran memakai
Metoda Geolistrik. Satu akuifer lagi dibuktikan dengan melakukan penggalian dimana didapatkan
akuifer pada kedalaman 17 m yang sesuai dengan hasil penafsiran memakai Metoda Geolistrik. Salah
satu akuifer telah dilakukan pengujian. Hasil uji pemompaan debit optimum (Q) 0,01808 m3/s atau 65,4
m3/jam. Dari hasil analisiskualitatif didapatkan bahwa air sumur bor layak untuk sumber air minum
ataupun untuk peternakan.
Kata kunci: akuifer, Metoda Geolistrik, alur akuifer
Abstract. Geolistrik method is one of the Geophysical methods are used for subsurface exploration in
scale between 0-200 m depth. This method uses four electrodes, two as an electric current electrodes and
two more as the electrode potential. Electric current is injected into the ground and then measured the
resulting potential difference. Research has been conducted on the estimation of aquifer Bugbug
Karangasem with Geolistrik Method. In this study it has been found that in the study area there are
aquifers that pass in the research area. This aquifer shaped grooves as well as the blood vessels in the
human body. The existence of the aquifer has been demonstrated by means of drilling and excavation.
Drilling results obtained from the aquifer at a depth of 18.5 m in accordance with the results of the
interpretation put on Geolistrik Method. One aquifer again evidenced by digging where obtained the
aquifer at a depth of 17 m in accordance with the results of the interpretation put on Geolistrik Method.

One of the aquifer has been tested. The optimum discharge pumping test results (Q) 0.01808 m3/s or 65.4
m3/h. By the kualitatf analysis, we obtained that the results showed that the water boreholes worth for
drinking water or for livestock.
Keywords: aquifer, Geolistrik method, the flow of the aquifer

1. PENDAHULUAN
Mahluk hidup memerlukan air untuk mempertahankan kehidupannya. Air yang dipakai
haruslah memenuhi ukuran kuantitas maupun kualitasnya. Kebutuhan akan air dari berbagai
makluk hidup bervariasi tergantung jumlah dan jenisnya. Misalkan peternakan sapi memakai
jumlah air yang berbeda jika dibandingkan dengan peternakan babi ataupun ayam. Demikian juga
dengan jumlah ternak, memelihara sapi sepuluh ekor akan memerlukan jumlah air yang berbeda
jika dibandingkan dengan memelihara sapi berjumlah seratus ekor. Standar yang digunakan untuk
menghitung kebutuhan air setiap ternak adalah standar SNI 2002 yang didasarkan pada hasil
penelitian tentang sumber daya air nasional tahun 1992. Berdasarkan standar ini misalkan tiap 1000
ekor ayam akan memerlukan 600 liter air minum tiap hari (Badan Standardisasi Nasional, 2002).
Dari segi kualitas, air minum yang baik adalah air minum yang bersih, jernih, segar, tidak
ada rasa, dan bebas dari pencemaran. Kualitas air sangat tergantung dari sumbernya. Sumber air
minum dapat berupa air dari sumur gali, air permukaan dan air dari Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM).
Semua sumber air tersebut masih memiliki kendala, misalkan Air PDAM terkendala

dengan harga yang relatif tinggi, kira-kira Rp. 5.000,-/m3 dan sering ngadat, air sumur gali

2

terkendala pada pencemaran akibat daerah di sekitarnya serta kuantitasnya yang tidak mendukung,
di musim kemarau sering sumurnya kekurangan air, sedangkan air permukaan terkendala pada
pencemaran dan kuantitas.
Memperhatikan berbagai kendala seperti tersebut di atas, bagaimana kalau dibuat sumur
bor yang sumber airnya relatif lebih dalam? Apabila dibuat sumur bor, timbul permasalahan baru
yaitu bagaimana caranya mencari sumber air (akuifer) sehingga tidak sia-sia melakukan
pengeboran? Untuk ini ditawarkan Metoda Geolistrik untuk menditeksi akuifer.
Metoda Geolistrik merupakan salah satu metoda dalam Geofisika yang bekerja berdasarkan
kontras resistivitas. Ditinjau secara fisika, akuifer memiliki kontras resistivitas terhadap
lingkungannya, sehingga dengan Metoda Geolistrik diharapkan dapat ditemukan adanya akuifer.
2. DASAR TEORI
2.1 Proses Terbentuknya Akuifer
Dalam siklus hidrologi, air selalu mengalami gerakan dan perubahan wujud secara
berkelanjutan. Air yang jatuh ke tanah berupa hujan akan meresap ke dalam pori-pori tanah sampai
batas kejenuhan tanah. Batas atas kejenuhan ini disebut dengan muka air tanah (water table),
sedangkan airnya disebut dengan air tidak tertekan. Di bawah lapisan jenuh air ini ada suatu lapisan

yang tidak dapat ditembus oleh air. Lapisan ini dapat menjaga air agar airnya yang di atasnya tidak
turun maupun air di bawahnya tidak naik. Lapisan ini juga berfungsi untuk menjaga pencemaran air
(Tebbutt, 2002). Air yang berada di antara lapisan kedap air disebut dengan air tanah tertekan dan
daerahnya merupakan daerah akuifer tertekan. Daerah-daerah akuifer tertekan mempunyai tempat
resapan di bagian hulu sehingga tekanan airnya lebih besar dari tekanan atmosfir. Secara skema,
akuifer dapat digambarkan sebagai berikut (Bear, 2009).

Gambar 1. Skema Akuifer

Terbentuknya akuifer bawah tanah sebagai akibat adanya proses-proses geomorfologi pada
permukaan bumi. Kekuatan-kekuatan yang berpengaruh pada proses geomorfologi adalah kekuatan
eksogen, kekuatan endogen, dan kekuatan-kekuatan yang berasal dari luar bumi (Tjia, 1987).
Hasil dari proses pelapukan, longsoran, erosi maupun perombakan dengan air sebagai agennya
akan diendapkan menutupi lembah-lembah, daerah-daerah yang lebih rendah atau mengikuti aliran
sungai. Demikian berjalan secara terus menerus selama adanya hasil proses dan agen. Peristiwa ini
berjalan secara perlahan. Seandainya tidak ada kekuatan lain, maka permukaan bumi ini akan
menjadi rata.
Efek gunung berapi memiliki kekuatan yang sangat besar dalam mengubah morfologi
permukaan bumi. Gunung berapi pada saat meletus mengeluarkan material-material vulkanik yang
dapat menutupi lembah-lembah, daerah-daerah yang lebih rendah atau mengikuti aliran sungai

sejauh berpuluh-puluh kilometer dengan ketebalan dari beberapa centi meter sampai puluhan meter
tergantung daerahnya. Demikian juga dengan abu vulkaniknya yang dapat mencapai daerah yang
lebih luas lagi. Peristiwa ini berulang secara terus menerus selama gunung api tersebut meletus.
Sebagai akibatnya material hasil letusannyapun akan keliahatan berlapis-lapis sesuai dengan jenis
material yang diendapkan. Kekerasan material endapan sangat tergantung pada suhu dan
kandungan material yang terendapkan. Material yang terendapkan merupakan material-material
yang tidak seragam dari yang berukuran besar sampai berukuran pasir dan tanah liat. Ketebalannya
dari beberapa centi meter sampai beberapa meter. Material-material hasil letusan sifatnya keras dan
tidak bisa ditembus air (Tjia, 1987). Karena sifat inilah maka material tersebut merupakan lapisan
penutup akuifer. Sedangkan material-material yang tidak keras dan masih dapat ditembus oleh air
menjadi akuifer.

3

Berdasarkan letak pengendapan material-material hasil geomorfologi yang membentuk akuifer,
dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu (Simpen, 2015):
1) Material yang mengendap di sepanjang alur sungai atau parit, bagian yang keras akan
menjadi lapisan penutup atau lapisan pelindungnya, sedangkan lapisan yang tidak keras dapat
ditembus oleh air akan menjadi akuifer. Untuk kasus ini akuifer akan menjadi bentuk urat seperti
sungai-sungai atau parit-parit yang terkubur.

2) Material yang mengendap di daerah berstruktur datar, bagian yang keras menjadi lapisan
penutup, sedangkan bagian yang lunak dan dapat ditembus oleh air akan menjadi akuifer. Adanya
lapisan keras dan lapisan lunak yang berselang seling akan membentuk akuifer dalam bentuk datar.
3) Material yang mengendap di lembah, lapisan keras paling bawah kemudiam terisi oleh
bagian yang lunak serta ditutupi oleh bagian yang keras dan terakhir ditutupi lagi oleh bagian yang
lunak. Susunan material seperti ini akan membentuk akuifer berupa cekungan.
2.1 Teori Metoda Geolistrik
Metoda Geolistrik merupakan salah satu metoda Geofisika eksplorasi yang bekerja dengan cara
menginjeksikan arus listrik ke dalam bumi kemudian mengukur beda potensial yang
ditimbulkannya. Disini bumi dianggap medium homogen isotropis. Jika arus (I) diinjeksikan ke
dalam bumi yang homogen dan isotropis melalui sebuah elektroda tunggal, maka arus listrik
tersebut akan menyebar ke segala arah dalam permukaan-permukaan ekuipotensial pada bumi
berupa permukaan setengah bola seperti yang diilustrasikan dalam Gambar 2 (Telford, 1990).
Arus listrik

(a) Tampak atas

(b) Tampak penampang
Gambar 2. Aliran Arus Listrik dan Bidang Ekuipotensial


Besarnya resistivitas listrik suatu formasi bawah permukaan dapat ditentukan menurut persamaan
(Mudiarto, 2013):
V(r) = Iρ/(4π r)
(1)
Karena permukaan yang dialiri arus adalah permukaan setengah bola yang mempunyai luas
,
maka
atau

(2)

Dengan prinsip bidang ekuipotensial, akan didapatkan bahwa pengukuran potensial di permukaan
tanah akan menghasilkan nilai yang sama dengan beda potensial di dalam tanah pada radius yang
sama. Untuk pengukuran beda potensial antara titik M dan N dari sumber arus A dan B di
permukaan seperti Gambar 3 (Telford, 1990, Mudiarto, 2013) akan didapatkan:

Gambar 3. Elektroda Arus dan Elektroda Potensial
(3)

4


(4)
Maka selisih beda potensial antara titik M dan N adalah :

(5)
Maka didapat persamaan untuk menentukan resistivitas yaitu :

(6)
Dimana K yang merupakan faktor geometri mempunyai nilai:
K=

(7)


⎡⎛ 1
1 ⎞ ⎛ 1
1 ⎞⎤
⎢⎜ AM − MB ⎟ − ⎜ AN − NB ⎟⎥
⎠ ⎝
⎠⎦

⎣⎝

Apabila dalam pengambilan data jarak spasi elektroda dibuat sama yaitu AM = MN = NM = a, maka
AM = NB = a dan MB = AN = 2a, seperti Gambar 4, maka persamaan ( 7 ) akan menjadi:
K = 2π a
(8)
Konfigurasi seperti ini dikenal dengan Konfigurasi Wenner. Faktor geometri untuk konfigurasi Wenner
menjadi:

K

w

= 2 π a dan

(9)

Jadi dengan membuat susunan elektroda seperti gambar 4 (Konfigurasi Wenner) kemudian
melakukan pengukuran beda potensial, kuat arus dan jarak antar elektroda akan didapatkan
resistivitas (resistivitas semu) pada titik pengukuran tersebut.


Gambar 4. Elektroda Arus dan Elektroda Potensial pada Konfigurasi Wenner

2.3 Resistivitas Batuan di Daerah Akuifer
engan Metoda Geolistrik dapat membedakan perlapisan bumi berdasarkan resistivitasnya.
Besarnya resistivitas beberapa batuan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Variasi Nilai Resistivitas Material Bumi
Jenis material
Udara
Batu pasir
Pasir
Tanah lempung
Air tanah
Air Asin
Kerikil kering
Aluvium
Kerikil basah
Sumber: Telford, 1990

Nilai Resistivitas ( Ohm meter)

0
200 – 8.000
1 – 1.000
1 – 100
0,5 – 300
0,2
600 – 10.000
10 – 800
100 – 600

Berbagai faktor dapat mempengaruhi besarnya nilai resistivitas suatu batuan yaitu porositas
batuan, jenis material, kandungan air dalam batuan, kandungan bahan-bahan kimia dan lain-lain.
Ini berarti untuk batuan yang sama akan memiliki nilai resistivitas yang berbeda kalau kandungan
airnya berbeda seperti halnya akuifer.

5

3. METODA PENELITIAN
Sebagai suatu studi dalam aplikasi pencarian akuifer dengan Metoda Geolistrik, maka dalam
penelitian ini dilakukan di Desa Bugbug Karangasem Bali. Peralatan yang digunakan terdiri dari
satu set alat Geolistrik, pompa submersible, dipmeter, dan satu set alat ukur debit air.
Pertama-tama di daerah penelitian dibuat lintasan-lintasan pengukuran sebagai tempat
melakukan pengukuran resistivitas dengan Metoda Geolistrik. Kedua dilakukan pengukuran
resistivitas dengan Metoda Geolistrik. Kemudian data yang didapat diolah dengan program
Res2divn. Selanjutnya dilakukan pembuktian dimana diduga ada akuifer. Setelah didapatkan air,
dilanjutkan dengan melakukan analisis kuantitas dan kualitas terhadap air yang didapat.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Geografis di Daerah Penelitian
Daerah penelitian terletak pada ketinggian 10 – 20 m dari permukaan laut dengan koordinat di
sekitar 8,500584 LS 115,594636 BT. Formasi batuan di sekitar tempat ini terdiri dari formasi
batuan gunung api gunung agung muda (Hadiwidjojo, 1971). Pada daerah penelitian terdapat juga
sumur gali yang telah dibuat oleh masyarakat setempat. Peta daerah penelitian, lintasan pengukuran
dengan Metoda Geolistrik, posisi sumur bor dan posisi sumur gali dapat dilihat pada Gambar 5.
4.2 Hasil Pengukuran dan pengolahan data dengan Metoda Geolistrik
Pengukuran dengan Metoda Geolistrik memakai alat Geolistrik SkillPro 48 channel dengan
konfigurasi Wenner. Kedelapan lintasan pengukuran dengan sebaran lintasan dapat dilihat pada
Gambar 5. Kemudian data yang didapat diolah dengan program Res2divn sehingga didapatkan
kontur penampang lintasan berdasarkan resistivitasnya seperti gambar 6 – 13.

Gambar 5. Daerah Penelitian

Gambar 6. Penampang Resistivitas Lintasan 8

Gambar 7. Penampang Resistivitas Lintasan 7

6

Gambar 8. Penampang Resistivitas Lintasan 6

Gambar 9. Penampang Resistivitas Lintasan 5

Gambar 10. Penampang Resistivitas Lintasan 4

Gambar 11. Penampang Resistivitas Lintasan 3

Gambar 12. Penampang Resistivitas Lintasan 2

Gambar 13. Penampang Resistivitas Lintasan 1

4.3 Pembuktian Hasil Pengukuran dengan Metoda Geolistrik
Bila diperhatikan hasil pengukuran data Geolistrik dapat dikatakan bahwa pada masing-masing
penampang terdapat daerah-daerah yang memiliki resistivitas sangat kecil yang diduga sebagai
akuifer. Akuifer-akuifer ini memiliki pola lingkaran-lingkaran bukan bentuk flat. Berdasarkan hasil
pengeboran pada lintasan 7 di titik 24 (tanda panah) ternyata memang benar didapatkan akuifer
pada kedalaman 18,5 m. Selain itu pada lintasan 4 di titik 14 (tanda panah), setelah dilakukan

7

penggalian dalam rangka membuat sumur gali, ternyata memang benar ada akuifer pada
kedalaman 17 m. Sementara ini dua akuifer yang telah dibuktikan. Apabila akuifer-akuifer ini
dihubungkan, akan didapatkan alur-alur akuifer seperti nampak pada gambar 5. Akuifer ini
berbentuk alur seperti halnya pembuluh-pembuluh darah dalam tubuh manusia. Berdasarkan
gambar penampang pada lintasan 7 dan lintasan 4 nampak bahwa antara akuifer sumur Sb dengan
akuifer sumur S6 tidak ada hubungan.
4.4 Uji Kuantitas Air Sumur Bor
Pengujian kuantitas air sumur bor dilakukan dengan metoda debit bertingkat (Step drow
down test) dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 2. Rekapitulasi Data Sumur dengan Metoda Debit Bertingkat

Step
1
2
3
4
5

Debit (Q) (m3/s)
0,00078
0,00125
0,00181
0,00233
0,00278

Drawdown (Sw) (m)
0,088
0,187
0,320
0,428
0,533

Berdasarkan data di atas, dapatlah dicari persamaan sumur yang merupakan hubungan antara
drowdown (Sw) dengan debit (Q) dalam bentuk regresi kuadratis sebagai berikut:
Y = 1083 X2 +218,8 X – 0,084
(5)
Dimana Y = Sw dan X = Q
Debit optimum pemompaan berarti debit air sumur yang dapat diambil sebanyak-banyaknya, tetapi
posisi pompa masih dalam batas aman secara teknik. Untuk mendapatkan debit optimum
pemompaan diperlukaan data sumur sebagai berikut:
Tabel 3. Parameter Sumur
Parameter
Dalamnya sumur
Jarak pompa dari dasar sumur
Panjang pompa
Muka air
Posisi pompa
Tinggi air minimum di atas pompa yang diperbolehkan
Drowdown maksimum (Sw max)

Kuantitas
27,74 m
0,50 m
0,80 m
17,122 m
27,24 – 26,44 m
0,50 m
8,818 m

Berdasarkan data sumur seperti tersebut di atas, yang diaplikasikan pada persamaan sumur (5),
didapatkan Q optimum sebesar 0,01808 m3/s atau 65 m3/jam. Pada saat Q optimum, didapatkan
Sw optimum sebesar 3,873 m. Ini berarti sumur bor tersebut mampu airnya diambil dalam jumlah
65 m3/jam yang akan mengakibatkan penurunan permukaan air sebesar 3,873 m tetapi kondisi
pompa masih dalam batas aman secara teknis.
4.5 Uji Kualitas Air Sumur Bor
Sumur yang didapat kemudian airnya dianalisis secara kimia, fisika dan biologi. Untuk
mendapatkan hasil yang lebih akurat, dilakukan dua kali pengujian. Hasil pengujian dapat dilihat
pada tabel 4.
Memperhatikan hasil analisis kualitatif seperti tersebut di atas berarti air yang didapat dari sumur
bor layak dipakai untuk sumber air minum.
5. KESIMPULAN
Berdasarkan pada pembahasan di atas, dapatlah ditarik kesimpulkan sebagai berikut:
1) Metoda Geolistrik dapat dipakai untuk menduga keberadaan akuifer bawah tanah dengan
keakuran yang tinggi sampai menggambarkan alur-alur akuifernya.
2) Akuifer di daerah penelitian memiliki pola berupa lingkaran dengan alur-alur seperti pembuluh
darah pada tubuh manusia, bukan dalam bentuk flat.
3) Secara kuantitas, air yang didapat relatif besar dengan debit optimum 65 m3/jam.
4) Air yang didapat dari sumur bor memiliki kualitas yang baik dan layak dipakai untuk sumber air
minum.

8

Tabel 4. Hasil Pengujian Kualitas Air Sumur Bor
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Parameter
pH
BOD5
COD
Nitrit (NO2)
Nitrat (NO3)
Sulfat (SO4)
Kesadahan
Klorida (Cl)
Amonia (NH3)
Kekeruhan
Warna

Satuan
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
MgCaCO3/L
mg/L
mg/L
mg/L
UnitPtCo

Uji 1

Uji 2

7,12
1,83
4,28
0,001
7,242
15,926
241,297
21,3
0,002
18,75
0,001
tdk
berbau
tdk berasa
7,363
1,135
Ttd
0
0
0

7,42
1,128
3,20
0,004
6,421
14,829
157,642
51,79
Ttd
16,5
0,001

Ambang
6-9 1)
2 1)
10 1)
0,06 1)
10 1)
400 1)
500 2)
600 1)
0,5 1)
1000 1)
50 2)

Bau
tdk berbau
Tdk berbau 2)
Rasa
tdk berasa
Tdk berasa 2)
Kalsium
7,476
200 2)
Magnesium
1,244
150 2)
Sodium
0 2)
Besi
Ttd
1,0 2)
ALT
CFU/mL
0
0 2)
Coliform
MPN/100mL
0
0 2)
E.Coli
MPN/100mL
0
0 2)
Staphilococcus
21 aureus
CFU/mL
0
0
0 2)
22 Salmonella/Shigella
CFU/mL
0
0
0 2)
23 BAL
CFU/mL
0
0
0 2)
1)
Peraturan Gubernur Bali No. 8 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Baku Kerusakan
Lingkungan Hidup
2)
Guidelines for Dringking Water Quality, WHO, Geneva, 1982
12
13
14
15
16
17
18
19
20

6. DAFTAR PUSTAKA
Badan Standardisasi Nasional. 2002. Penyusunan neraca sumber daya Bagian 1: Sumber daya air
spasial.Standar Nasional Indonesia, SNI 19-6728.1-2002
Bapedalda Bali, 2007, Peraturan Gubernur Bali No. 8 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Lingkungan
Hidup dan Baku Kerusakan Lingkungan Hidup, Denpasar, Pemerintah Propinsi Bali.
Bear,J.,and A. H.D. Cheng, 2009, Modeling Groundwater Flow and Contaminant Transport,
Springer, New York.
Hadiwidjojo, Purbo, M.M, Peta Geologi Bali, Direktorat Geologi, 1971.
Mudiarto, A., Supriyadi dan Sugiyanto, 2013, Pemodelan Fisik Untuk Monitoring Kebocoran Pipa
Air Dengan Metode Geolistrik, Unnes Physics Journal, Vol. 1(1): 1-6.
Simpen, I Nengah, 2015, Solusi Permasalahan Sumur Bor Versus Sumur Gali dengan Metoda
Geolistrik dan Uji Pemompaan Sumur (Suatu Studi Kasus di Bugbug Karangasem Bali),
Prsiding SeminarNasional Fisika dan Pembelajarannya 2015, Universitas Negeri
Malang.
Tebbutt, T.H.Y., 2002, Principles of Water Quality Control, Butterworth Heinemann, Tokyo.
Telford, W. M., Geldart, L. P., Sherif, R.E dan Keys, D. D. 1990. Applied Geophysics First
Edition. Cambridge University Press. Cambridge. New York.
Tjia, H.D., 1987. Geomorfologi, Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia,
Kuala Lumpur.
WHO, 1982, Guidelines for Dringking Water Quality, Geneva.