PENDUGAAN KEDUDUKAN AKUIFER DENGAN APLIKASI GEOLISTRIK METODE TAHANAN JENIS KONFIGURASI SCHLUMBERGER (Studi Kasus Desa Banioro dan Sekitarnya, Kecamatan Karangsambung, Kabupaten Kebumen Jawa Tengah).

(1)

i

PENDUGAAN KEDUDUKAN AKUIFER DENGAN

APLIKASI GEOLISTRIK METODE TAHANAN JENIS

KONFIGURASI SCHLUMBERGER

(Studi Kasus Desa Banioro dan Sekitarnya, Kecamatan

Karangsambung, Kabupaten Kebumen Jawa Tengah)

skripsi

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Prodi Fisika

Oleh Sri Uci Ratnawati

4250404030

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

ii

Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang, pada : Hari :

Tanggal :

Pembimbing I Pembimbing II,

Drs. M. Aryono Adhi, M.Si Arief Mustofa Nur, S.T NIP. 132150462 NIP. 320007196

Mengetahui,

Ketua Jurusan Fisika

DR. Putut Marwoto, M.S NIP. 131764029


(3)

iii Hari :

Tanggal : Panitia Ujian

Ketua Sekretaris

DR. Putut Marwoto, M.S Drs. Ngurah Made Darma Putra,M.Si NIP. 131764029 NIP. 131993873

Pembimbing I Anggota Penguji

Drs. M. Aryono Adhi, M.Si 1.Dr. Khumaidi, M.Si NIP. 132150462 NIP. 131813658

Pembimbing II

2.Drs. M. Aryono Adhi, M.Si

Arief Mustofa Nur, S.T NIP. 132150462

NIP. 320007196

3.Arief Mustofa Nur, S.T NIP. 320007196


(4)

iv

seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, Februari 2009

Sri Uci Ratnawati NIM. 4250404030


(5)

v

PERSEMBAHAN

1. Alloh SWT terima kasih atas semua karunia Mu

2. Rosulluloh SAW yang dengan rislahnya islam sampai kepada saya.

3. Ibu dan ayah tercinta untuk semangat hidup yang luar biasa.

4. Keluarga tercinta dan teman-teman.

5. Guru-guru yang telah tulus ikhlas memberikan ilmunya.


(6)

vi

kepada Alloh SWT dari kejahatan diri kita sendiri dan keburukan amal perbuatan kita dan karena pertolongannya sehingga skripsi dengan judul PENDUGAAN KEDUDUKAN AKUIFER DENGAN APLIKASI GEOLISTRIK METODE TAHANAN JENIS KONFIGURASI SLCUMBERGER(Studi kasus Desa Banioro dan sekitarnya, Kecamatan Karangsambung, Kabupaten Kebumen Jawa Tengah).”

dapat terselesaikan. Tak lupa sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad saw, yang telah menjadi suri tauladan bagi ummatnya.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari akan keterbatasan yang penulis miliki. Dengan segala keterbatasan ini maka dalam penyusunan skripsi ini penulis memerlukan banyak bantuan, dukungan, bimbingan, petunjuk serta nasehat dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, yaitu :

1. Drs. M. Aryono Adhi, M.Si, selaku pembimbing utama penulis yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, saran dan pengarahan yang sangat berguna dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Arief Mustofa Nur, S.T, selaku pembimbing pendamping penulis, atas bimbingan, saran, dan kemudahan yang memperlancar penyelesaian skripsi ini. 3. Drs. Kasmadi Imam. S, M.S, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.

4. Dr. Putut Marwoto, M.S, selaku Katua Jurusan Fisika Universitas Negeri Semarang.

5. Isa Akhlis, M.Si, selaku dosen wali penulis, atas saran dan bimbingan yang sangat membantu.

6. Bapak Ir. Tri Hartono, selaku Kepala BIKK Karangsambung LIPI di Kebumen beserta seluruh stafnya.


(7)

vii Fisika FMIPA Unnes.

9. Mas Danis, Mas Toro, dan Mas Dwi terimakasih atas semua bantuannya.

10.Temen-temen Fisika angkatan 2004, terima kasih atas dukungan, saran, semangat dan semua bantuannya.

11.Arifah Rahmawati, Dwi Listyowati dan Sri Setiawardhini, Amri Nurjannah, dan saudari-saudari di rumah prestasi Halima Assa’diya, yang telah memberiku semangat, bantuan, dan nasehat dalam setiap karya dan kesuksesanku.

12.Seluruh saudara-saudara seperjuangan di Fisika, teruslah berkarya.

13.Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang telah dengan ikhlas memberikan bantuan baik moral maupun material selama penyusunan skripsi ini.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Semarang, Februari 2009


(8)

viii Tengah)

Pembimbing I: Drs. M. Aryono Adhi, M.Si., Pembimbing II: Arief Mustofa Nur, S.T

Keberadaan air tanah belum tentu dengan mudah dapat diakses. Seperti halnya di desa Banioro dan sekitarnya, pada musim kering seringkali penduduk kesulitan untuk mendapatkan air bersih. Untuk itu guna melayani kebutuhan air bersih bagi masyarakat Banioro dan sekitarnya, perlu adanya pengaturan dan perlindungan sumber air yang ada demi kelestariannya. Mengingat kondisi hidrogeologi yang berbeda pada masing-masing daerah, tidak semua daerah mudah untuk mendapatkan air bersih. Data penelitian terdiri dari dua data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara pengukuran langsung di tempat penelitian dengan menggunakan alat geolistrik. Data sekunder diperoleh dari kajian pustaka yang terkait dengan penelitian. Hasil penelitian geolistrik menunjukkan bahwa akuifer di desa Banioro dan sekitarnya Kecamatan Karangsambung Kabupaten Kebumen Jawa Tengah, memiliki resistivitas yang bervariasi. Pada titik 11 dan 5 diduga sebagai tandon air terbesar dengan titik 11 mempunyai kedalaman >12,78 m dan titik 5 dengan kedalaman >6,24 m. Saran yang diusulkan dalam penelitian ini adalah perlu adanya eksplorasi di titik 11 dan 5, karena diprediksikan di titik tersebut terdapat akuifer.


(9)

ix

Persetujuan Pembimbing... ii

Pengesahan... iii

Pernyataan ... iv

Motto dan Persembahan... v

Kata Pengantar ... vi

Abstrak ... viii

Daftar Isi ... ix

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar... xii

Daftar Lampiran ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Alasan Pemilihan Judul... 1

1.2 Permasalahan ... 3

1.3 Tujuan ... 3

1.4 Manfaat ... 3

1.5 Penegasan Istilah... 3

1.6 Lingkup Penelitian ... 5

1.7 Sistematika Skripsi... 5

BAB 2 LANDASAN TEORI... 7

2.1 Geolistrik... 7

2.2 Air Tanah ... 21

2.3 Siklus Hidrologi ... 23


(10)

x

3.4 Langkah Penelitian... 36

3.5 Metode Analisis Dan Interpretasi Data ... 37

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39

4.1 Hasil Penelitian ... 39

4.2 Pembahasan ... 39

BAB 5 PENUTUP ... 49

5.1 Kesimpulan ... 49

5.2 Saran... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50


(11)

xi

1.2 Resistivitas batuan beku dan batuan metamorph ... 17

1.3 Resistivitas batuan sediment ... 18

1.4 Porositas beberapa bahan ... 23

3.1 Spesifikasi alat geolistrik (resistivitymeter) Naniura NRD 22 S ... 33

4.1 Interpretasi litologi Pnampang dua dimensi Banioro-1 ... 43

4.2 Interpretasi litologi Pnampang dua dimensi Banioro-2 ... 45


(12)

xii

2.2 Titik permukaan arus terinjeksi pada tanah homogen... 12

2.3 Titik sumbr arus pada permukaan medium homogen ... 13

2.4 Dua elektroda arus dan dua elektroda potensial pada permukaan tanah homogen isotropik pada resistivitas ρ ... 14

2.5 Perubahan bentuk pada bidang equipotensial dan garis aliran arus untuk dua titik sumber... 15

2.6 Skema Konfigurasi Schlumberger ... 19

2.7 Medium berlapis dengan variasi resistivitas ... 20

2.8 Siklus Hidrologi air tanah ... 24

3.1 Peralatan yang digunakan dalam penelitian... 33

3.2 Alat geolisrtik tampak muka ... 34

3.3 Skema alat geolistrik ... 35

3.4 Skema susunan peralatan geolistrik metode tahanan jenis konfigurasi Schlumberger ... 35

4.1 Peta penampang daerah penelitian, daerah Karangsambung dan sekitarnya skala 1:25000 ... 41

4.2 Penampang dua dimensi desa Banioro-1 dan sekitarnya ... 42

4.3 Penampang dua dimensi desa Banioro-2 dan sekitarnya ... 44


(13)

xiii

I. Peta Penelitian... 52 II. Data lapangan resistivity sounding (ves) Konfigurasi Schlumberger 57 III. Pengolahan Data Geolistrik Dengan Interpex – 1d... 68 IV. Tabel Pengolahan Data Geolistrik Dengan Interpex – 1d Konfigurasi

Schlumberger ... 100 V. Perhitungan Nilai K Pada Konfigurasi Schlumberger ... 101


(14)

1.1

Alasan Pemilihan judul

Air merupakan sumber daya alam yang penting bagi kehidupan manusia. Penggunaan air dalam kehidupan diantaranya untuk irigasi, industri dan air minum. Semakin bertambahnya jumlah penduduk maka semakin meningkat pula kebutuhan air. Lebih dari 98% dari semua air di daratan tersembunyi di bawah permukaan tanah dalam pori-pori batuan dan bahan-bahan butiran. 2% sisanya terlihat sebagai air di sungai, danau dan reservoir. 0,5 dari 2% ini disimpan di reservoir buatan. 98% dari air di bawah permukaan disebut air tanah dan digambarkan sebagai air yang terdapat pada bahan yang jenuh di bawah muka air tanah 2% sisanya adalah kelembaban tanah (Lembaga Riset dan Pengembangan untuk Lingkungan dan Pembangunan 2006).

Keberadaan air tanah belum tentu dengan mudah dapat diakses. Seperti halnya di desa Banioro dan sekitarnya, pada musim kering seringkali penduduk kesulitan untuk mendapatkan air bersih. Untuk itu guna melayani kebutuhan air bersih bagi masyarakat Banioro dan sekitarnya, perlu adanya pengaturan dan perlindungan sumber air yang ada demi kelestariannya. Mengingat kondisi hidrogeologi yang berbeda pada masing-masing daerah, tidak semua daerah mudah untuk mendapatkan air bersih .

Pada daerah rawan kekeringan khususnya pada musim kemarau, dimana air bersih sulit didapatkan, maka harus dicari sumber air pengganti. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk tetap memenuhi kebutuhan air bersih. Salah satu


(15)

alternatif sumber air tersebut adalah dengan memanfaatkan Potensi Air Bawah Tanah (ABT).

Sehubungan dengan hal tersebut perlu diketahui kedalaman dan kedudukan air bawah tanah, sehingga akan dapat ditentukan daerah yang layak untuk dilakukan penelitian. Untuk keperluan tersebut, maka perlu adanya upaya perolehan data hidrologi dan geologi bawah permukaan pada daerah yang bersangkutan. Berbagai metode geofisika untuk mendapat data geologi bawah permukaan yang dapat dilakukan diantaranya yang relatif murah dan cepat adalah metode geolistrik tahanan jenis. Oleh karena itu yang dilakukan untuk menyelidiki kondisi geologi bawah permukaan di daerah penyelidikan yang selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam menentukan lokasi yang potensi adanya air bawah tanah.

Berdasarkan uraian–uraian tersebut diatas, maka dalam skripsi ini penulis mengambil judul ”PENDUGAAN KEDUDUKAN AKUIFER DENGAN APLIKASI GEOLISTRIK METODE TAHANAN JENIS KONFIGURASI SCHLUMBERGER (Studi kasus Desa Banioro dan sekitarnya, Kecamatan Karangsambung, Kabupaten Kebumen Jawa Tengah)”.


(16)

1.2

Permasalahan

Permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana mengetahui kedudukan dan kedalaman akuifer yang ada di desa Banioro dan sekitarnya, Kecamatan Karangsambung Kabupaten Kebumen.

1.3

Tujuan

Tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui kedudukan dan kedalaman akuifer yang ada desa Banioro dan sekitarnya, Kecamatan Karangsambung Kabupaten Kebumen.

1.4

Manfaat

Manfaat pada penelitian ini adalah

1. Meningkatkan pengembangan laboratorium geofisika Unnes. 2. Memberikan informasi mengenai potensi ABT di daerah penelitian.

1.5

Penegasan Istilah

Untuk menghindari penafsiran yang berbeda terhadap beberapa istilah yang digunakan, maka diperlukan penegasan sebagai berikut :

1. Geologi adalah ilmu yang mempelajari bumi secara global, asal kejadian, struktur, komposisi dan sejarahnya (Marbun dalam Wuryantoro 2007: 7). 2. Geolistrik adalah alat yang digunakan dalam survei metode geofisika yang

bekerja atas prinsip aliran listrik di dalam bumi dan bagaimana cara mendeteksinya di permukaan bumi (Marbun dalam Wuryantoro 2007: 7).


(17)

3. Metode tahanan jenis adalah suatu metode geofisika dengan menggunakan prinsip distribusi tahanan jenis pada lapisan-lapisan bumi untuk mengetahui jenis batuannya (Marbun dalam Wuryantoro 2007: 7).

4. Akuiferadalah suatu lapisan, formasi, atau kelompok formasi satuan geologi yang permeable baik yang terkonsolidasi (lempung) maupun yang tidak terkonsolidasi (pasir) dengan kondisi jenuh air dan mempunyai suatu besaran konduktivitas hidraulik (K) sehingga dapat membawa air (air dapat diambil) dalam jumlah (kuantitas) yang ekonomis ( Kodoatie 1996: 81 ). 5. Air tanah adalah air yang menempati rongga-rongga dalam lapisan geologi

(Soemarto 1999: 161).

6. Tanah adalah akumulasi partikel mineral yang tidak mempunyai atau lemah ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan batuan (Susilo 1986: 1).

7. Konfigurasi Schlumberger merupakan aturan penyusunan elektroda yang digunakan dalam penelitian. Pengukuran dengan konfigurasi Schlumberger ini menggunakan 4 elektroda, masing-masing 2 elektroda arus dan 2 elektroda potensial ( Telford et al. 1976: 635 ).

8. Porositas batuan atau tanah merupakan ukuran rongga-rongga yang terdapat di dalamnya (Soemarto 1999: 162).

9. Permeabilitas merupakan kemampuan fluida untuk mengalir melalui medium yang berpori (Bowles dan Hainim 1984: 230).


(18)

1.6

Lingkup Penelitian

Pada penelitian ini, lingkup penelitian meliputi dua komponen utama yaitu lingkup wilayah dan lingkup materi penelitian.

1. Lingkup Wilayah

Lingkup wilayah kerja survei geolistrik adalah desa Banioro dan sekitarnya Kecamatan Karangsambung Kabupaten Kebumen.

2. Lingkup Materi Penelitian

Untuk lingkup materi penelitian meliputi : 1. pengkajian referensi terkait,

2. pengukuran geolistrik,

3. analisis data pengukuran geolistrik, 4. interpretasi data,

5. penyusunan skripsi.

1.7

Sistematika Skripsi

Untuk memudahkan dan memperjelas laporan ini maka diuraikan secara singkat sistematika penulisan laporan. Adapun sistematika penulisan laporan ini adalah sebagai berikut:

1. Bagian awal skripsi

Bagian ini berisi halaman judul, persetujuan pembimbing, halaman pengesahan, pernyataan, motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran.


(19)

2. Bagian isi skripsi

Bagian ini terdiri dari lima bab yang meliputi : 1. Bab 1 Pendahuluan

Bab ini memuat alasan pemilihan judul yang melatar-belakangi permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, lingkup penelitian dan sistematika penulisan skripsi.

2. Bab 2 Landasan teori

Bab ini berisi kajian mengenai landasan teori yang mendasari penelitian. 3. Bab 3 Metode penelitian

Bab ini berisi uaraian tentang waktu dan tempat pelaksanaan penelitian, metode pengumpulan data, alat dan desain penelitian, langkah penelitian, metode analisis dan interpretasi data.

4. Bab 4 Hasil penelitian dan pembahasan

Bab ini berisi tentang hasil-hasil penelian dan pembahasan. 5. Bab 5 Penutup

Bab ini berisi tentang kesimpulan hasil penelitian, dan saran-saran sebagai implikasi dari hasil penelitian.

3. Bagian akhir skripsi


(20)

2.1 Geolistrik

Geolistrik adalah salah satu metode dalam geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi. Pendeteksian di atas permukaan meliputi pengukuran medan potensial, arus dan elektromagnetik yang terjadi baik secara alamiah maupun akibat penginjeksian arus ke dalam bumi. Dalam penelitian ini, pembahasan dikhususkan pada metode geolistrik tahanan jenis (Adhi 2007: 1).

Pada metode geolistrik tahanan jenis, arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua elektroda arus (terletak di luar konfigurasi). Beda potensial yang terjadi di ukur melalui dua elektroda potensial yang berada di dalam konfigurasi. Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektroda tertentu, dapat ditentukan variasi harga hambatan jenis masing-masing lapisan di bawah titik ukur (Adhi 2007: 1).

Umumnya, metode resistivitas ini hanya baik untuk eksplorasi dangkal, sekitar 100 m. Jika kedalaman lapisan lebih dari harga tersebut, informasi yang diperoleh kurang akurat, hal ini disebabkan karena melemahnya arus listrik untuk jarak bentang yang semakin besar. Karena itu, metode ini jarang digunakan untuk eksplorasi dalam. Sebagai contoh eksplorasi minyak. Metode resistivitas lebih banyak digunakan dalam bidang engineering geology (seperti penentuan kedalaman batuan dasar), pencarian reservoir air, pendeteksian intrusi air laut, dan pencarian ladang geothermal (Adhi 2007: 1).


(21)

2.1.1 Sifat Listrik Batuan

Menurut Telford et al. (1976: 445 - 447) aliran arus listrik di dalam batuan dan mineral dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu konduksi secara elektronik, konduksi secara elektrolitik, dan konduksi secara dielektrik.

2.1.1.1Konduksi Secara Elektronik

Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral mempunyai banyak elektron bebas sehingga arus listrik dialirkan dalam batuan atau mineral oleh elektron-elektron bebas tersbut. Aliran listrik ini juga dipengaruhi oleh sifat atau karakteristik masing-masing batuan yang dilewatinya. Salah satu sifat atau karakteristik batuan tersebut adalah resistivitas (tahanan jenis). Resistivitas adalah karakteristik bahan yang menunjukkan kemampuan bahan tersebut untuk menghanatarkan arus listrik. Semakin besar nilai resistivitas suatu bahan maka semakin sulit bahan tersebut menghantarkan arus listrik. Begitu pula sebaliknya apabila nilai resistivitasnya rendah maka akan semakin mudah bahan tersebut menghantarkan arus listrik. Resistivitas mempunyai pengertian yang berbeda dengan resistansi (hambatan), dimana resistansi tidak hanya tergantung pada bahan tetapi juga bergantung pada faktor geometri atau bentuk bahan tersebut. Sedangkan resistivitas tidak bergantung pada faktor geometri.

Gambar 2.1 Silinder Konduktor

Jika ditinjau silinder konduktor dengan panjang L, luas penampang A, dan resistansi R, maka dapat dirumuskan :

L A


(22)

R = ρ

A L

(2.1)

dimana ρ adalah resistivitas (tahanan jenis) (Ωm), L adalah panjang silinder konduktor (m), A adalah luas penampang silinder konduktor (m2), R adalah resistansi (Ω).

Sedangkan menurut hukum Ohm, resistansi R dirumuskan :

R = I V

(2.2)

dimana R adalah reistivitas (Ω), V adalah beda potensial (volt), I adalah kuat arus (ampere).

Dari kedua rumus tersebut didapatkan nilai resistivitas (ρ) sebesar :

ρ = IL VA

(2.3)

Banyak orang sering menggunakan sifat konduktivitas (σ) batuan yang merupakan kebalikan dari resistivitas (ρ) dengan satuan mhos/m.

σ

= 1/

ρ

= VA

IL

= ⎜⎝⎛ ⎟⎠⎞ A I

⎟⎠ ⎞ ⎜⎝ ⎛ V

L =

E J

(2.4)

Di mana Jadalah rapat arus (ampere/m2), Eadalah medan listrik (volt/m). 2.1.1.2Konduksi Secara Elektrolitik

Sebagian besar batuan merupakan konduktor yang buruk dan memiliki resistivitas yang sangat tinggi. Batuan biasanya bersifat porus dan memiliki pori-pori yang terisi oleh fluida, terutama air. Batuan-batuan tersebut menjadi


(23)

konduktor elektrolitik, di mana konduksi arus listrik dibawa oleh ion-ion elektrolitik dalam air. Konduktivitas dan resistivitas batuan porus bergantung pada volume dan susunan pori-porinya. Konduktivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan bertambah banyak, dan sebaliknya resistivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan berkurang.

Menurut persamaan Archie :

ρe = a

φ

-mS-nρw (2.5)

ρe adalah resistivitas batuan (Ωm),

φ

adalah porositas, S adalah fraksi

pori-pori yang berisi air, dan ρw adalah resistivitas air, sedangkan a, m, dan n adalah

konstanta. m disebut juga faktor sementasi. Schlumberger menyarankan n = 2, untuk nilai n yang sama.

2.1.1.3Konduksi Secara Dielektrik

Konduksi pada batuan atau mineral bersifat dielektrik terhadap aliran listrik, artinya batuan atau mineral tersebut mempunyai electron bebas sedikit, bahkan tidak ada sama sekali. Tetapi karena adanya pengaruh medan listrik dari luar maka electron dalam bahan berpindah dan berkumpul terpisah dari inti, sehingga terjadi polarisasi. Peristiwa ini tergantung pada konduksi dielektrik masing-masing batuan yang bersangkutan, contoh : mika.


(24)

2.1.2 Aliran Listrik di Dalam Bumi

2.1.2.1 Elektroda Berarus Tunggal di Dalam Bumi

Menurut Telford et al. (1976: 633 - 637) sebuah elektroda berdimensi kecil diinjeksikan dalam medium homogen isotropik. Ini berhubungan dengan metode mise-a-la-masse dimana elektroda tunggal terinjeksi di dalam tanah. Lintasan arus mengalir melalui elektroda yang lain, biasanya terdapat pada permukaan, tetapi dalam kasus lain pengaruh ini tidaklah sangat berarti.

Dari sistem yang simetri, potensial adalah fungsi r, dimana r adalah jarak dari elektroda pertama. Berdasarkan persamaan Laplace’s pada koordinat bola, dinyatakan

( )

2 0

2 2 2 = + =

r dVdr

dr V d

V (2.6)

Mengalikan persamaan di atas dengan r2 dan mengintegralkannya, diperoleh

2

r A dr dV

= (2.7)

Diintegralkan lagi, diperoleh B r A

V =− + (2.8)

Dimana A dan B adalah konstan, jika V=0 ketika r→∞, maka diperoleh B=0. Arus mengalir secara radial keluar ke semua arah dari titik elektroda. Arus total yang melintas pada permukaan bola diberikan oleh persamaan

A dr dV r J r

I =4π 2 =−4π 2σ =−4πσ (2.9)

Dari persamaan J =−σ∇V dan

2

r A dr dV

= diperoleh

π ρ

4 I A=−

Maka

r I

V 1

4 ⎟⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = π ρ atau I V r π


(25)

Pada bidang equipotensial, disetiap ortogonal pada garis aliran arus, akan menjadi permukaan bola dengan r = konstan. Diilustrasikan pada gambar di bawah ini

Gambar 2.2 Titik permukaan arus yang terinjeksi pada tanah homogen (Telford et al. 1976)

2.1.2.2 Elektroda Berarus Tunggal di Permukaan Bumi

Jika titik elektroda yang didalamnya mengalir I ampere yang diletakkan pada permukaan medium homogen isotropik dan jika udara di atas memiliki konduktivitas 0 (nol), maka sistem tiga titik yang digunakan dalam tampilan resistivitas permukaan. Selanjutnya elektroda arus kembali pada jarak yang besar. Kondisi batas yang agak berbeda dari kasus terdahulu, walaupun B=0 sama dengan sebelumnya saat V=0 r=∞dalam penambahannya dV dz=0 pada z=0 (saat 0σudara = )

0 3 = = ∂ ∂ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ − = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ = ∂ ∂ r Az z r r A r r A z z V

saat z=0 (2.11)


(26)

Pada semua arus yang mengalir melalui permukaan setengah bola pada

medium yang lebih rendah, atau

π ρ

2 I

A=− (2.12)

Sehingga dapat ditulis

r I

V 1

2 ⎟⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

=

π ρ

atau

I V r

π

ρ =2 (2.13)

Potensial yang sama pada permukaan setengah bola di dalam tanah dapat ditunjukkan dari gambardi bawah ini

Gambar 2.3 Titik sumber arus pada permukaan medium homogeny (Telford et al. 1976)

2.1.2.3 Dua Arus Elektroda di Permukaan Bumi

Menurut Telford et al. (1976: 637) Saat jarak antara dua arus elektroda adalah terbatas (gambar 2.4) potensial yang dekat pada titik permukaan akan dipengaruhi oleh kedua arus elektroda tersebut.

Gambar 2.4 Dua elektroda arus dan dua elektroda potensial pada permukaan tanah homogen isotropik pada resistivitas ρ (Telford et al. 1976)


(27)

Sama dengan sebelumnya, potensial yang disebabkan C1 pada P1 adalah 1 1 1 r A

V =− dimana

π ρ

2

1

I A =−

Sama halnya potensial yang disebabkan C2 pada P1 adalah

2 2 2

r A

V =− dimana 2 1

2 A

I A =− =−

π ρ

(karena arus pada dua elektroda sama dan berlawanan arah) sehingga

diperoleh ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − = + 2 1 2 1 1 1 2 r r

I V V π ρ (2.14)

Setelah diketahui potensial elektroda yang kedua pada P2 sehingga dapat mengukur perbedaan potensial antara P1 dan P2, maka akan menjadi

⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − − ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − = Δ 4 3 2 1 1 1 1 1

2 r r r r

I V

π ρ

(2.15)

Hubungan yang tersusun pada empat elektroda yang menyebar secara normal digunakan dalam resistivitas medan gaya. Pada konfigurasi ini garis aliran arus dan bidang equipotensial yang berubah bentuk disebabkan oleh dekatnya elektroda arus yang kedua C2. Potensial yang sama diperoleh melalui penempatan hubungan tan 1 1 2 1 kons r

r − =

2 2 1 2 2 2

1 R 2R R cos0 4L

R + − = (2.16)

Ditunjukkan pada gambar 2.5 bersama-sama dengan garis arus ortogonal. Perubahan bentuk dari bola equipotensial terbukti dalam wilayah diantara arus elektroda.


(28)

Gambar 2.5 Perubahan bentuk pada bidang equipotensial dan garis aliran arus untuk dua titik sumber arus (a) rancangan gambar (b) sisi vertikal (c) menempatkan variasi potensial pada

permukaan sepanjang garis lurus yang melewati titik sumber (Telford et al. 1976)

2.1.3 Resistivitas Batuan

Dari semua sifat fisika batuan dan mineral, resistivitas memperlihatkan variasi harga yang sangat banyak. Konduktor biasanya didefinisikan sebagai bahan yang memiliki resistivitas kurang dari 10-5 Ωm, sedangkan isolator memiliki resistivitas lebih dari 7Ωm

10 . Dan di antara keduanya adalah bahan semikonduktor. Di dalam konduktor berisi banyak elektron bebas dengan


(29)

mobilitas yang sangat tinggi. Sedangkan pada semikonduktor, jumlah elektron bebasnya lebih sedikit. Isolator dicirikan oleh ikatan ionik sehingga elektron-elektron valensi tidak bebas bergerak (Telford et al. 1982: 450).

Menurut Telford et al. (1982: 450) secara umum, berdasarkan harga resistivitas listriknya, batuan dan mineral dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :

1. konduktor baik : 10−8

< ρ <1Ωm

2. konduktor pertengahan : 1 < ρ < 7Ωm

10

3. isolator : ρ > 7Ωm

10

Variasi resistivitas berbagai bahan dan material bumi ditunjukkan dalam Tabel 2.1, 2.2 dan 2.3 :

Tabel 2.1 Tahanan jenis beberapa bahan (Santoso 2002: 108)

Bahan Resistivitas (Ωcm)

Udara (dimuka bumi) Air Distilasi Permukaan Tambang Laut Tembaga Murni Bijih Besi Murni Meteorit Mineral Kalsit Galena Magnetik Pirit Kwarsa Batugaram Belerang

2 x 106 – 5 x 107 2 x 107

3 x 103 – 105 40 – 6 x 104 21

1.7 x 10-6 0.1 10-5 3 x 10-4 5.5 x 1015 0.001 – 0.25 0.008 – 0.5 0.002 – 9 4 x 1012 104 – 107 1014 – 1017


(30)

Batuan Granit Gabro Gneis Skis Batugamping Batupasir Serpih

Lempung dan tanah

5 x 105 – 109 105 – 108 2 x 107 – 109 103 – 3 x 109 6 x 103 – 3 x 105 102 – 105 2 x 103 – 105 102 – 106

Tabel 2.2 Resistivitas batuan beku dan batuan metamorph (Telford et al. 1976: 454)

Batuan Resistivitas(Ωm)

Granit Granite porphyry Feldspar porphyry Albite Syenite Diorite Diorite porphyry Porphyrite Carbonatized porphyry Quartz porphyry Quartz Diorite Porphyry (various) Dacite Andesite Diabase porphyry Diabase (various) Lavas Gabbro Basalt Olivine norite Peridotite Schists Tults Graphite Schists Slates (various) Gneiss (various) Marmer Skarn

3 x 102 - 106

4.5 x 103 (basah) – 1.3 x 106(kering) 4 x 10 3 (basah)

3 x 102 (basah) – 3.3 x 103 (kering) 102 – 106

104 – 105

1.9 x 103 (basah) – 2.8 x 104 (kering) 10 – 5 x 104 (basah) – 3.3 x 103 (kering) 2.5 x 103 (basah) – 6 x 104 (kering) 3 x 102 – 3 x 105

2 x 104 – 2 x 106 (basah) – 1.8 x 105 (kering) 60 x 104

2 x104 (basah)

4.5 x 104 (basah) – 1.7 x 102 (kering) 103 (basah) – 1.7 x 105 (kering) 20 – 5 x 107

102 – 5 x 104 103 – 106

10 – 1.3 x 107 (kering) 103 – 6 x 104 (basah)

3 x 103 (basah) – 6.5 x 103 (kering) 20 – 104

2 x 103 (basah) – 105 (kering) 10 – 102

6 x 102 – 4 x 107

6.8 x 104 (basah) – 3 x 106 (kering) 102 – 2.5 x 108 (kering)


(31)

Tabel 2.3. Resistivitas batuan sediment (Telford et al. 1976: 455)

Batuan Resistivitas(Ωm)

Consolidated shales (serpihan gabungan) Argillites

Konglomerat Batupasir Batugamping

Unconsolidated wet clay (lempung basah tidak gabungan)

Lempung

Alluvium dan pasir Oil sands

20 – 2 x 103 10 – 8 x 102 2 x 103 – 104 1 – 6.4 x 108 50 – 107 20

1 – 100 10 – 800 4 – 800

2.1.4 Geolistrik Metode Tahanan Jenis

Alat geolistrik merupakan alat yang dapat diterapkan untuk beberapa metode geofisika, di mana prinsip kerja metode tersebut adalah mendapatkan aliran listrik di dalam bumi dan cara mendeteksinya di permukaan bumi. Dalam hal ini meliputi pengukuran potensial, arus, dan medan elektromagnetik yang terjadi baik secara alamiah maupun akibat injeksi arus ke dalam bumi (buatan). Metode geofisika tersebut di antaranya; metode potensial diri, metode arus telurik, magnetotelurik, elektromagnetik, IP (Induced Polarization), dan resistivitas (tahanan jenis) (Adhi 2007: 1).

Berdasarkan letak (konfigurasi) elektroda-elektroda arus dan potensialnya, dikenal beberapa jenis metode geolistrik tahanan jenis, antara lain; metode Schlumberger, metode Wenner dan metode Dipole Sounding.

2.1.4.1 Konfigurasi Elektroda Metode Schlumberger

Elektroda M, N digunakan sebagai elektroda potensial dan elektroda A, B sebagai elektroda arus. Pada konfigurasi ini, nilai MN < nilai AB.


(32)

Gambar 2.6 Skema konfigurasi Schlumberger

Diperoleh persamaan resistivitas metode Schlumberger yaitu :

I V K Δ

=

ρ (2.17)

dengan

(

)

(

2 2

)

4 4

2l L l l L K

+ −

= π (2.18)

(Adhi 2007: 3)

2.1.4.2Konsep Relativitas Semu

Bumi diasumsikan sebagai bola padat yang mempunyai sifat homogen isotropis pada metode tahanan jenis konfigurasi Schlumberger, dengan asumsi ini, maka seharusnya resistivitas yang terukur merupakan resistivitas sebenarnya dan tidak bergantung atas spasi elektroda, ρ=K ΔV/I. Bumi pada kenyataannya terdiri atas lapisan-lapisan dengan ρ yang berbeda-beda sehingga potensial yang terukur merupakan pengaruh dari lapisan-lapisan tersebut. Maka harga resistivitas yang terukur bukan merupakan harga resistivitas untuk satu lapisan saja, tetapi beberapa lapisan. Hal ini terutama untuk spasi elektroda yang lebar.

ρa =K

I V

Δ

dengan ρa adalah apparent resistivity (resistivitas semu) yang bergantung

pada spasi elektroda.

C1 C2

P1 P2 2l

N A

B L


(33)

Untuk kasus tak homogen, bumi diasumsikan berlapis-lapis dengan masing-masing lapisan mempunyai harga resistivitas yang berbeda. Resistivitas semu merupakan resistivitas dari suatu medium fiktif homogen yang ekivalen dengan medium berlapis yang ditinjau. Sebagai contoh

Gambar 2.7 Medium Berlapis dengan Variasi Resistivitas

Medium berlapis yang ditinjau terdiri dari dua lapis yang berbeda resistivitasnya (ρ1 dan ρ2) dianggap sebagai medium satu lapis homogen yang

memepunyai satu harga resistivitas, yaitu resistivitas semu ρa, dengan konduktansi

lapisan fiktif sama dengan jumlah konduktansi masing-masing lapisan

2 1 σ σ

σa = + (Adhi 2007: 4).

Pendugaan geolistrik merupakan salah satu cara penelitian dari permukaan tanah untuk mengetahui lapisan-lapisan batuan. Model pendugaan ini menggunakan prinsip bahwa lapisan batuan atau material mempunyai tahanan yang bervariasi, yang disebut dengan tahanan jenis (resistivity atau rho ‘ρ’). Besarnya resistivitas diukur dengan mengalirkan arus listrik ke dalam bumi dan memperlakukan lapisan batuan sebagai media penghantar arus. Setiap material atau batuan mempunyai kisaran ressistivitas yang berbeda dengan material lain.

ρ2

ρa

ρ3

ρ1


(34)

Sedangkan interpretasi data dilakukan dengan membaca dan mengevaluasi kurva-kurva sounding berdasarkan nilai ρ dan h yang diperoleh, informasi geologi, serta semua informasi pada saat survei. Dengan menggabungkan informasi-informasi tersebut, maka akan dapat diinterpretasikan lapisan-lapisan yang terekam, dengan tujuan utama memperkirakan kedudukan akuifer.

2.2 Air Tanah

Air tanah adalah air yang menempati rongga-rongga dalam lapisan geologi. Lapisan tanah yang terletak di bawah permukaan air tanah dinamakan daerah jenuh (saturated zone), sedangkan daerah tidak jenuh terletak di atas daerah jenuh sampai ke permukaan tanah, yang rongga-rongganya berisi air dan udara. Karena air tersebut meliputi lengas tanah (soil moisture) dalam daerah perakaran (root zone), maka air mempunyai arti yang sangat penting bagi pertanian, botani dan ilmu tanah. Antara daerah jenuh dan daerah tidak jenuh tidak ada garis batas yang tegas, karena keduanya mempunyai batas yang interdependen, dimana air dari kedua daerah tersebut dapat bergerak ke daerahyang lain atau sebaliknya.

Air tanah berada dalam formasi geologi yang tembus air (permeable) yang dinamakan akuifer, yaitu formasi-formasi yang mempunyai struktur yang memungkinkan adanya gerakan air melaluinya dalam konisi medan (field condition) biasa. Sebaliknya formasi yang sama sekali tidak tembus air (impermeable) dinamakan acquiclude. Formasi tersebut mengandung air, tetapi tidak memungkinkan adanya gerakan air yang melaluinya, sebagai contoh air dalam tanah liat.


(35)

Aquifuge adalah formasi kedap air yang tidak mengandung atau mengalirkan air, dan yang termasuk dalam kategori ini adalah granit yang keras.

Bagian batuan yang tidak terisi oleh bagian padatnya (butirnya) akan diisi oleh air tanah. Ruang-ruang tersebuut dinamakan rongga-rongga (voids, interstices) atau pori-pori. Karena rongga-rongga tersebut dapat bekerja sebagai pipa air tanah, maka rongga-rongga tersebut ditandai oleh besarnya, bentuknya, ketidakaturanya (irregularity) dan distribusinya. Rongga-rongga primer terbentuk selama proses geologi yang mempengaruhi asal dari formasi geologi, yang didapatkan dari batuan sedimen dan batuan beku. Rongga-rongga sekunder terjadi setelah batuan terbentuk; sebagai contoh joints, fractures, lubang-lubang yang dibuat oleh binatang dan tumbuh-tumbuhan. Mengingat besarnya rongga-rongga tersebut dapat diklasifikasikan sebagai kapiler, super kapiler dan sub kapiler. Rongga-rongga kapiler cukup kecil, sehingga menimbulkan adanya tegangan permukaan yang menahan air. Rongga-rongga super kapiler lebih besar daripada rongga-rongga kapiler, sedangkan rongga-rongga sub kapiler lebih kecil, sehingga dapat menahan air karena gaya-gaya adhesinya. Tergantuung kepada hubungan antara rongga-rongga tersebut dapat digolongkan rongga berhubungan dan tertutup.

Porositas batuan atau tanah merupakan ukuran rongga-rongga yang terdapat di dalamnya. Ini dinyatakan dalam persentasi antara ruang-ruang kosong terhadap volume massa. Nilai-nilai porositas untuk beberapa bahan sedimen disajikan dalam tabel 2.4.


(36)

Tabel 2.4 Porositas Beberapa Bahan sediment (Soemarto 1999: 163)

Bahan Porositas (%)

Tanah 50-60

Tanah liat 45-55

Lanau (silt) 40-50

Pasir medium sampai kasar 35-40 Pasir berbutir serba sama (uniform) 30-40 Pasir halus samapai medium 30-35

Kerikil 30-40

Kerikil berpasir 20-35

Batu pasir 10-20

Shale 1-10

Batu pasir 1-10

2.3 Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir bumi dan kembali ke atmosfir bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es, hujan gerimis atau kabut. Dalam perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu alam tiga cara berbeda:

1. Evaporasi (transpirasi) merupakan air yang ada di laut, di daratan, di tanaman dsb, kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfir) dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk


(37)

hujan, es dan salju (Lembaga Riset dan Pengembangan untuk Lingkungan dan Pembangunan 2006).

2. Infiltarasi (perkolasi ke dalam tanah) merupakan perpindahan air dari atas ke dalam permukaan tanah (Bowles dan Hainim 1984: 37).

3. Air permukaan merupakan air yang bergerak di atas permukaan tanah dekat aliran utama dan danau makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran utama semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut (Lembaga Riset dan Pengembangan untuk Lingkungan dan Pembangunan 2006).

Gambar 2.8 Siklus Hidrologi air tanah (Lembaga Riset dan Pengembangan untuk Lingkungan dan Pembangunan 2006)

Saat ini air tanah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan baik untuk industri ataupun irigasi. Di kota-kota besar pemanfaatan air tanah sudah berlangsung lama baik untuk industri, perhotelan, dan kebutuhan penduduk. Pemompa atau


(38)

pengambilan air pada akuifer secara bebas (tidak teratur) akan mengubah kondisi akuifer menjadi tak jenuh air.

Menurut Kodoatie (1976: 82) berdasarkan litologinya, akuifer dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu:

1. Akuifer bebas ( Unconfined aquifer )

Merupakan akuifer jenuh air (saturated). Lapisan pembatasnya, yang merupakan aquitard, hanya pada bagian bawahnya dan tidak ada pembatas aquitard di lapisan atasnya, batas di lapisan atas berupa muka air tanah. Dengan kata lain merupakan akuifer yang mempunyai muka air tanah. 2. Akuifer tertekan ( Confined aquifer )

Merupakan akuifer yang jenuh air yang dibatasi oleh lapisan atas dan bawahnya merupakan aquilude dan tekanan airnya lebih besar dari tekanan atmosfir. Pada lapisan pembatasnya tidak air yang mengalir (no flux).

3. Semi Confined (leaky) akuifer

Merupakan akuifer yang jenuh air yang di batasi oleh lapisan atas berupa aquitard dan lapisan bawahnya merupakan aquiclude. Pada lapisan pembatas di bagian atasnya karena bersifat aquitard masih ada air yang mengalir ke akuifer tersebut (influx) walaupun konduktivitas hidrauliknya jauh lebih kecil dibandingkan hidraulik konduktivitas akuifer. Tekanan airnya pada akuifer lebih besar dari tekanan atmosfir. Konduksi hidraulik yang dimaksudkan disini adalah terkait dengan distribusi ukuran butir tanah dan porositas.


(39)

4. Semi Unconfined akuifer

Merupakan akuifer yang jenuh air (saturated) yang dibatasi hanya lapisan bawahnya yang merupakan akuitard. Pada bagian atasnya ada lapisan pembatas yang mempunyai konduktivitas hidraulik lebih kecil dari pada konduktivitas hidraulik dari akuifer. Akuifer ini juga mempunyai muka air tanah yang terletak pada lapisan pembatas tersebut.

2.4 Kondisi Fisik Daerah Penelitian

2.4.1Kondisi Geografis

Penelitian merupakan bagian dari daerah Karangsambung yang terletak pada jarak ±12 km dari kota Kebumen. Daerah Karangsambung terletak pada koordinat 109o35’-109o41’ BT dan 7o25’-7o36’ LS. (peta terdapat pada lampiran I Peta Administrasi Kecamatan Karangsambung kabupaten Kebumen) merupakan daerah yang terletak di Kabupaten Kebumen bagian utara.

2.4.2Kondisi Topografi

Daerah penelitian masih termasuk Lajur pegunungan serayu Selatan. Pada umumnya daerah ini terdiri atas dataran rendah hingga perbukitan menggelombang dan perbukitan tak teratur yang mencapai ketinggian hingga 520m (Peta terlampir dalam lampiran I).


(40)

2.4.3Kondisi Geologi

Daerah penelitian merupakan bagian kawasan geologi Karangsambung. Asikin (1974), menyusun urutan stratigrafi Karangsambung menjadi Formasi Karangsambung, Formasi Totogan, Formasi Waturanda dan Formasi Penosongan (Peta terlampir dalam lampiran I) .

1. Komplek Melange Luk Ulo

Merupakan satuan batuan bancuh (chaotic), campuran dari batuan sediment, beku, dan metamorf dalam massa dasar lempung yang tergerus kuat (pervasively sheared), tampak struktur boudinage dengan kekar gerus dan cermin sesar pada permukaan batuan. Blok-blok batuan berupa exotic block maupun native block dengan ukuran beberapa centimeter hingga ratusan meter yang mengambang diatas lempung hitam tersebar luas dengan pola penyebaran sejajar arah gerusan.

Komponen Melange Luk Ulo meliputi :

1. Batuan Metamorfik, merupakan batuan tertua, terdiri dari gneiss, sekis hijau, sekis mika, sekis biru, filit, amphibolite, sertpentinit, eklogit dan marmer. Pengukuran radiometric K-Ar pada sekis menunjukkan umur 117 Ma (Ketner dalam Asikin 1992).

2. Batuan beku, berupa batuan ultra mafik. Tersusun dari seri batuan ofiolit (peridotit, gabro dan basalt) banyak ditemukan di sekita Kali Lokidang. Basalt berstruktur bantal umumnya berasosiasi dengan sedimen pelagik biogen.

3. Sedimen pelagik, berupa rijang yang berselang-seling dengan lempung merah atau gamping merah.


(41)

4. Batuan sedimen, berupa perselingan batu pelitik dengan batupasir greywacke dan metagreywacke yang sering membentuk struktur boudinage. Berdasarkan pengukuran umur dengan radiometric unsur K-Ar, maka umur metamorfisme adalah kapur akhir (117 Ma), sedangkan dari fosil radiolaria (Wakita dalam Asikin 1992) adalah kapur awal hingga akhir. Sapri dalam Asikin 1992) berdasarkan nano fosil yang ditemukan pada batuan sedimen diatas melange, menemukan percampuran fauna Paleosen dengan Eosen. Berdasarkan data ini, diinterpretasikan bahwa umur Komplek Melange berkisar Kapur Akhir hingga Paleosen

2. Formasi Karangsambung

Formasi Karangsambung berupa batu lempung sisik, dengan bongkahan batugamping, konglomerat, batupasir, batulempung, dan basalt.

Safarudin dalam Asikin, 1992 menafsirkan lingkungan pengendapan formasi ini adalah lautan dalam atau batial, hal ini dibuktikan dengan adanya fosil bentos Uvigerina sp. dan Gyroidina soldanii (D’ORBIG-NY). Satuan ini merupakan kumpulan endapan olistrostom yang terjadi akibat longsoran karena gaya berat dibawah permukaan laut, yang melibatkan sedimen yang belum mampat, dan berlangsung pada lereng parit di bawah pengaruh pengendapan turbidit. Sedimen ini kemungkinan merupakan sedimen ”pond” dan diendapkan di atas bancuh (komplek Luk Ulo). Kemungkinan besar pengendapan ini dipengaruhi oleh pencenanggaan batuan dasar cekungan yang aktif (bancuh), dan berhubungan dengan penyesaran naik. Pengaruhnya tampak di bagian bawah satuan, dan melemah ke arah atas. Singkapan satuan ini terdapat di daerah Karangsambung,


(42)

terutama sepanjang K. Luk Ulo dan K. Weleran, menempati antiklin Karangsambung, dan meluas ke arah barat. Satuan ini membentuk daerah perbukitan menggelombang yang berlereng landai dan bergelombang.

Ketebalannya diperkirakan 1350 m (Asikin 1974). Bagian atas berubah secara berangsur menjadi Formasi Totogan, sedangkan batas dengan bancuh dibawahnya selalu bersifat tektonik. Nama formasi ini pertama kali diajukan oleh Asikin (1974), dengan lokasi tipe di desa Karangsambung sekitar 14 Km di utara Kebumen. Nama sebelumnya adalah ”Eosin” (Horloff dalam Asikin 1992).

3. Formasi Totogan

Formasi Totogan berupa breksi dengan komponen batulempung, batupsir, batugamping dan basalt setempat, sekis, massa dasar batulempung sisik, disamping itu terdapat campuran yang tidak teratur dari batulempung, napal, tuf struktur tidak teratur.

Formasi Totogan merupakan endapan olistrostom yang terdiri oleh longsoran akibat gaya berat. Pengendapannya dipengaruhi oleh pengangkatan dan pengikisan batuan sumbernya yang nisbi cepat. Formsai Totogan dapat disebandingkan dengan batuan sedimen berumur Eosin-Meosin di lembar Banjarnegara dan Pekalongan (Condon dalam Asikin 1992).

Satuan ini tersingkap di daerah utara lembar di sekitar komplek Luk Ulo, di timur dan selatan Karangsambung. Tebalnya melebihi 150 m dan menipis ke arah selatan. Formasi ini menindih selaras Formasi Karangsambung, batas dengan Komplek Luk Ulo berupa sentuhan sesar. Nama formasi ini pertama kali


(43)

diusulkan oleh Asikin (1974) dengan lokasi tipe disekitar Totogan, lebih kurang 17 Km di utara Kebumen.

4. Formasi Waturanda

Formasi ini tersusun oleh breksi vulkanik serta batupasir dalam perulangan perlapisan yang tebal. Breksi umumnya tersusun oleh fragmen andesit dengan ukuran beragam dari kerikil hingga bongkah lebih dari 1 meter. Massa dasar berupa pasir kasar, struktur sedimen yang dijumpai berupa perlapisan bersusun normal dan terbalik, semua laminasi sejajar. Pada bagian bawah setebal 45 m tersusun oleh batupasir, bagian tengah setebal 370 m tersusun oleh breksi dengan lapisan bersusun jelas dan bagian atas setebal 540 m, fragmennya sangat besar mencapai meteran. Formasi ini diendapkan sebagai endapan turbidite, berumur Miosen awal (N5-N8).

5. Formasi Penosogan

Formasi ini terletak selaras di atas Formasi Waturanda, tersusun oleh perlapisan tipis hingga sedang berupa batupasir, batulempung, kalkarenit, napal tuafaan, dan tufa. Berdasarkan distribusi ukuran butir, kandungan karbonat, material tufaan dan struktur sedimennya, maka dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian. Formasi Penosogan bagian bawah dicirikan oleh perlapisan batupasir-batulempung, ke arah atas komponen karbonatnya semakin tinggi, fining upward. Struktur sedimen yang berkembang adalah laminasi sejajar dan laminasi bersilang. Formasi Penosogan bagian tengah terdiri dari perlapisan napal dan lanau tufaan dengan sisipan tipis kalkarenit. Pada bagian paling atas kandungan tufanya meningkat.


(44)

Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dalam yang dipengaruhi arus keruh. Diduga pada awalnya lingkunga pengendapan merupakan lingkungan turbidit proksimal yang berubah secara berangsur menjadi turbidit distal. Formasi Penosogan dapat dikorelasikan dengan Formasi Kalipucang yang tersebar luas di bagian selatan Kebumen bila dilihat dari kandungan fosilnya.


(45)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1

Tempat Dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian geolistrik di desa Banioro kecamatan Karangsambung terletak pada koordinat 109o 34’47,01”-109o 45’58,86” BT dan 7o28’14,00”-7o 36’03,09” LS

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 30 Juli 2007 sampai dengan tanggal 30 Agustus 2007.

3.2

Metode Pengumpulan Data

Data penelitian terdiri dari dua data yaitu :

3.2.1Data primer

Data ini diperoleh dengan cara pengukuran langsung di tempat penelitian dengan alat geolistrik.

3.3.2Data sekunder

Data ini diperoleh dari kajian pustaka yang terkait dengan penelitian.

3.3

Alat Dan Desain Penelitian

3.3.1Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah geolistrik (resistivity meter) Naniura NRD 22 S dengan spesifikasi sebagai berikut :


(46)

1 2

3

4

5 6

Tabel 3.1 Spesifikasi alat geolistrik (resistivity meter) Naniura NRD 22 S (Adhi 2007: 7)

Pemancar (transmitter) Spesifikasi

1. Catu daya 12/24 volt, minimal 6 AH

2. Daya 200 W (12 V)

300 W (24 V)

3. Tegangan Keluar Maksimum 350 V (12 V) atau Maksimum 450 V (24 V)

4. Arus keluar Maksimum 2000 mA

5. Ketelitian arus 1 mA

Penerima (receiver) Spesifikasi

1. Impedansi 10 M-ohm

2. Batas ukur pembacaan 0,1 mV hingga 500 V

3. Ketelitian 0,1 V

4. Kompensator * Kasar

* Halus

10x putar (precision multiturn potensiometer)

1x putar (wire wound resistor)

Berikut ini alat-alat yang digunakan dalam penelitian:


(47)

Keterangan Gambar 3.1:

1. Geolistrik (resistivity meter) Naniura NRD 22 S.

2. Dua gulung kabel elektroda arus sepanjang ±240 meter. 3. Dua gulung kabel elektroda potensial sepanjang ± 20 meter. 4. Baterai Kering 24 Volt.

5. Empat buah elektroda arus dan elektroda potensial. 6. Empat buah palu geologi untuk menanam elektroda.


(48)

Gambar 3.3 Skema alat Geolistrik (Adhi, 2007)

3.3.2Susunan Alat Penelitian

Skema susunan peralatan ditunjukkan sebagai berikut :

Gambar 3.4 Skema susunan peralatan geolistrik metode tahanan jenis konfigurasi Schlumberger (Adhi 2007: 10)

NANIURA Resistivity Meter Model NRD 22 S

P1 P2

M N

V Fuse

Input +

- Coarse Fine

I(mA)

Compensator Start Hold

A B

C1

Current Loop

Potensiometer On

Power V(mV)

C2

l Elektroda

POWER

A

V

A M O N B

L Amperemeter

Voltmeter Geolistrik


(49)

3.4

Langkah Penelitian

Menurut Adhi (2007: 10) beberapa konfigurasi geolistrik metode tahanan jenis yang ada, dalam penelitian ini akan digunakan konfigurasi Schlumberger. Di mana pada konfigurasi Schlumberger ini elektroda-elektroda potensial diam pada suatu tempat pada garis sentral AB sedangkan elektroda-elektroda arus digerakkan secara simetri keluar dalam langkah-langkah tertentu dan sama. Pemilihan konfigurasi ini didasarkan atas prinsip kemudahan baik dalam pengambilan data maupun dalam analisisnya.

Sebagai contoh: mula-mula diambil jarak MN = 1 m dan pembacaan dilakukan untuk setiap AB sama dengan 10 m, 20 m, 30 m, 50 m, 70 m, 100 m, 125 m, 200 m, dan seterusnya bergantung kebutuhan. Semakin lebar jarak AB, maka semakin dalam jangkauan geolistrik ke dalam tanah. Jika kemudian potensial antara elektoda-elektroda terlalu kecil, maka jarak MN dapat di perbesar.

Data yang diperlukan untuk pengukuran resistivitas bidang gelincir meliputi:

1 Jarak antara dua elektroda arus (AB)

Jarak ini diubah-ubah untuk memperoleh gambaran tiap-tiap lapisan. Semakin jauh jarak antara elektroda arus, maka semakin dalam pula alat geolistrik dapat mendeteksi batuan dasar dibawahnya (juga bergantung pada besarnya arus yang diinjeksikan). Jarak AB biasanya dituliskan dalam bentuk AB/2.

2 Jarak antara dua elektroda potensial (MN).


(50)

4 Beda potensial ( ΔV ) antara kedua elektroda potensial.

Dari dua data AB dan MN ini akan diperoleh harga faktor koreksi geometri (K) dan dapat diturunkan nilai tahanan jenis (ρ ).

Untuk konfigurasi Schlumberger di atas, nilai K dapat diturunkan menjadi:

(

)

(

2 2

)

4 4

2l L l l L K

+ −

= π di mana L = AB/2 dan l = MN/2.

Pengukuran ini dilakukan untuk beberapa titik sounding dengan tujuan memperoleh informasi yang cukup bagi analisis, pemodelan, dan interpretasi datanya (Adhi 2007).

3.5 Metode Analisis Dan Interpretasi Data

3.5.1 Manual

Analisis data secara manual ini dilakukan dengan mengeplot data yang diperoleh ( ρ dan AB/2 ) pada kertas bilogaritmik. Hasil dari proses ini berupa kurva lapangan yang selanjutnya dianalisis dengan bantuan kurva baku (naik-turun), kurva bantu ( tipe H, A, Q, dan K ), dan perhitungan matematis untuk mendapatkan ketebalan lapisan (h) dan nilai resistivitasnya. Kedua nilai ini dijadikan dasar untuk analisis dengan menggunakan komputer.

3.5.2 Komputer

Analisis dengan bantuan komputer ini menggunakan software interpex-1D. Dimana software ini merupakan yang dibuat untuk menghitung serta menggambarkan harga resistivitas dari hasil perhitungan dilapangan.


(51)

Untuk analisis 2D kita melakukannya secara manual yaitu dengan membuat penampang silang. Setelah dibuat penampang silangnya kemudian kita dapat membaca hasil kurva sounding berdasarkan nilai ρ dan h serta informasi geologi dan semua informasi-informasi yang lain. Dengan menggabungkan informasi tersebut, maka kita akan menemukan gambaran pelapisan batuan dengan tujuan utamanya adalah memperkirakan keberadan air.


(52)

4.1

Hasil Penelitian

Data hasil penelitian di desa Banioro dan sekitarnya, Kecamatan Karangsambung, Kabupaten Kebumen menggunakan Geolistrik metode tahanan jenis adalah berupa 11 titik sounding. Data-data tersebut memiliki jarak elektroda arus (AB/2) mulai dari 1 - 240 meter dan jarak elektroda potensial (MN/2) mulai dari 0.5 - 20 meter. Adapun data-data hasil penelitian dilapangan dapat dilihat pada lampiran II.

4.2 Pembahasan

4.2.1Kondisi Geologi

Daerah penelitian merupakan daerah yang tersusun oleh formasi Karangsambung. Batuan yang menyusun daerah penelitian berupa lempung, batupasir dan pasir, meskipun terkadang sering dijumpai batuan lainnya di daerah penelitian.

4.2.2 Analisis dan Interpretasi Data

Penelitian di Desa Banioro dan sekitarnya ini didapatkan 11 titik sounding yang bisa dilihat pada gambar 4.1 Sebaran titik pengukuran geolistrik diusahakan dapat mewakili daerah penelitian, sehingga informasi yang diperoleh dapat memberikan deskripsi yang lengkap tentang daerah penelitian. Dari data yang diperoleh kemudian dianalisis. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini ada dua jenis, yaitu analisis satu dimensi dan analisis dua dimensi.


(53)

1. Analisis satu dimensi

Data sounding geolistrik diolah dengan menggunakan software Interpex-1D yang hasilnya berupa perlapisan batuan dengan nilai resistivitas, kedalaman, dan ketebalannya.

2. Analisis dua dimensi

Hasil pengolahan data dengan program interpex-1D tersebut digunakan sebagai bahan acuan untuk membuat penampang dua dimensi secara manual. Dengan cara mengurutkan setiap titik dalam satu garis lurus pada satu lembaran kemudian dibuat model pelapisannya dengan menarik setiap batas nilai resistivitas yang sama antar titik. Dari hasil penampang dua dimensi manual dapat digunakan sebagai bahan untuk interpretasi data selanjutnya. Pada tahap ini dibuat tiga buah penampang dua dimensi, yaitu; titik 10 – 3 – 5 dan titik 4 – 6 – 7 serta titik 9 – 7 – 11.


(54)

LEGENDA

Pemukiman

Sawah

Sawah tadah hujan

Kebun

Ladang

1 2 3

4 5 6 7

8 9

10

11

PETA PENAMPANG DAERAH PENELITIAN DAERAH KARANGSAMBUNG DAN SEKITARNYA

Skala 1 : 25.000

Gambar 4.1 Peta daerah penelitian daerah Karangsambung dan sekitarnya (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional 2000)


(55)

Gambar 4.2 Penampang Dua Dimensi Desa Banioro-1, dan sekitarnya

Berdasarkan penampang dua dimensi pada gambar 4.2 dapat kita interpretasikan adanya pelapisan tanah maupun batuan berdasarkan nilai resistivitasnya dan juga ketebalannya. Interpretasi litologi dari penampang dua dimensi pada titik 10 – 3 – 5 disajikan dalam tabel 4.1.

Kedalaman (m)


(56)

Tabel 4.1. Interpretasi Litologi Penampang Dua Dimensi Banioro-1 Lapisan Resistivitas

(Ωm)

Ketebalan (m)

Kedalaman (m)

1 98,3 6,52 0 - 6,52

2 19,18 – 92,07 6,52 - ? >6,52 3 0,169 – 15,44 ? >6,24

Berdasarkan tabel 4.1. dan gambar 4.2 dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Resistivitas 98,3 Ωm dengan ketebalan 6,52 m yang menunjukkan

kedalaman sekitar 0 - 6,52 m. Nilai resistivitas tersebut dapat diperkirakan lapisan ini berupa pasir dan merupakan lapisan penutup bagian atas. 2. Sedangkan lapisan di bawahnya dengan nilai resistivitas 19,18 – 92,07 Ωm

dengan ketebalan 6,52-? m dan kedalaman >6,52 m lapisan ini di gambarkan dengan warna kuning merupakan lapisan pasir. Lapisan ini diperkirakan sebagai akuifer karena pasir memiliki porositas yang yang cukup tinggi dan permeabilitas yang besar dibandingkan batuan yang lain. 3. Lapisan dengan resistivitas 0,169 – 15,44 Ωm dengan ketebalan yang

tidak dapat terdeteksi dan kedalaman >6,24m. Lapisan ini digambarkan dengan warna hijau merupakan lapisan lempung, yang memiliki kandungan akuifer rendah karena porositasnya besar tetapi permeabilitasnya kecil.

Potensi akumulasi akuifer terdapat dititik 5 karena pada titik ini diperkirakan terdapat tandon air .


(57)

3,89 - 7,25 mΩ

Gambar 4.3 Penampang Dua Dimensi Desa Banioro-2, dan sekitarnya

Berdasarkan penampang dua dimensi pada gambar 4.3 dapat kita interpretasikan adanya pelapisan tanah maupun batuan berdasarkan nilai

Kedalaman (m)


(58)

resistivitasnya dan juga ketebalannya. Interpretasi litologi dari penampang dua dimensi pada titik 4– 6 – 7 disajikan dalam Tabel 4.2. di bawah ini:

Tabel 4.2 Interpretasi Litologi Penampang Dua Dimensi Banioro-2 Lapisan Resistivitas

(Ωm)

Ketebalan (m)

Kedalaman (m) 1 16,00-320,2 13,36 0 – 13,36

2 3,89-7,25 ? >13,36

Berdasarkan tabel 4.2 dan gambar 4.3 dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Lapisan dengan resistivitas 16,00 - 320,2 Ωm dengan ketebalan 13,36 m,

dan kedalaman 0 – 13,36 m diperkirakan lapisan ini merupakan lapisan pasir. Lapisan ini merupakan penutup bagian atas.

2. Lapisan berikutnya, dalam hal ini lapisan terdalam yang dapat dideteksi penelitian ini, dengan resistivitas 3,89-7,25 Ωm dengan ketebalan >13,36 m dan kedalaman tidak terdeteksi. Lapisan ini diperkirakan merupakan lapisan lempung dan sebagai akuifer meskipun tidak sebaik pasir karena lempung mengandung porositas yang besar tetapi permeabilitas kecil. Potensi akumulasi akuifer terdapat dititik 4, 6 dan 7 karena pada titik ini diperkirakan terdapat tandon air .


(59)

6691,4 mΩ

Gambar 4.4 Penampang Dua Dimensi Desa Banioro-3, dan sekitarnya Letak Titik Sounding


(60)

Berdasarkan penampang dua dimensi pada gambar 4.4, dapat kita interpretasikan adanya pelapisan tanah maupun batuan berdasarkan nilai resistivitasnya dan juga ketebalannya. Interpretasi litologi dari penampang dua dimensi pada titik 9– 7 –11 disajikan dalam tabel 4.3 di bawah ini:

Tabel 4.3. Interpretasi Litologi Penampang Dua Dimensi Banioro-3 Lapisan Resistivitas

(Ωm)

Ketebalan (m)

Kedalaman (m) 1 16,43 - 320,2 8,59 0 – 8,59 2 0,768 – 4,71 ? > 8,59 3 >6691,4 ? > 12,78

Berdasarkan tabel 4.3. dan gambar 4.4 dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.Terlihat bahwa lapisan batuan di bagian paling atas permukaan tanah

memiliki nilai resistivitas 16,43 - 320,2 Ωm, kedalaman antara 0 – 8,59 meter, dan ketebalan 8,59 meter. Lapisan ini merupakan lapisan pasir penutup bagian atas dan merupakan muka air tanah.

2.Lapisan kedua memilliki nilai resistivitas antara 0,768 – 4,71 Ωm, kedalaman antara > 8,59 m, dan ketebalan tidak terdeteksi. Berdasarkan pada nilai resistivitasnya, lapisan ini diduga sebagai lempung.

3.Sedangkan lapisan ketiganya memiliki resistivitas >6691,4 Ωm, kedalaman > 12,78 m dan ketebalan tidak terdeteksi. Lapisan inilah yang diduga sebagai batu pasir yang diharapkan sebagai tandon air. Lapisan ini diperkirakan sebagai akuifer karena batupasir memiliki porositas yang cukup tinggi dan permeabilitas yang besar.


(61)

Dengan memperhatikan uraian hasil interpretasi data geolistrik di atas dan dikaitkan dengan tatanan geologi regional, maka dapat dianalisis lebih lanjut bahwa di desa Banioro, kecamatan Karangsambung, Kebumen memungkinkan ditemukan akuifer air tanah. Hal ini terlihat dengan dijumpainya lapisan pasir dan batu pasir yang memiliki porositas dan permeabilitas yang cukup tinggi sehingga dapat berfungsi sebagai tandon air tanah. Dengan memperhatikan penampang dua dimensi, maka kemungkinan ditemukannya akuifer air tanah terdapat pada titik 4, 5, 6, 7, 10, 11 dengan potensi akumulasi akuifer terbesar pada titik 11 dengan kedalaman >12,78 m dan titik 5 dengan kedalaman >6,24 m.


(62)

5.1

Kesimpulan

Dari uraian dan pembahasan tentang data hasil pengukuran geolistrik pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

Resistivitas daerah penelitian terdistribusi dalam lapisan pasir, batupasir, dan lempung. Akuifer di daerah penelitian pada litologi pasir dan batupasir karena memiliki porositas besar dan permeabilitas yang tinggi. Daerah yang diperkirakan sebagai akuifer adalah di sekitar titik 11 dengan kedalaman >12,78 m dan di titik 5 dengan kedalaman >6,24 m.

5.2

Saran

Saran-saran yang dapat penulis berikan adalah:

1. Perlu adanya eksplorasi di titik 11 dan 5, karena diprediksikan di titik tersebut terdapat akuifer.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan metode lain sebagai pembanding data yang telah ada.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

Adhi, M.A. 2007. Modul Praktikum Geolistrik. Semarang: Unnes.

Asikin, S.,A.H Harsolumakso, H. Busona dan S. Gaofer. 1992. Geologi Lembar Kebumen, Jawa. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi.

Asikin, S. 1974. Evolusi geologi Jawa Tengah ditinjau dari segi teori tektonik dunia yang baru. Bandung : ITB (disertasi doctor ITB Bandung).

Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. 2000. Peta RBI Lembar Karangsambung.

Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Karangsambung. 2007. Peta Administrasi Kecamatan Karangsambung Kabupaten Kebumen.

BAPPEDA Kota Semarang. 2006. Peta Administrasi Provinsi Jawa Tengah. http//Semarang.go.id/cms/image/peta-admin.html (diunduh pada tanggal 15 Oktober 2008 pukul 09.00 WIB).

Bowles, Joseph E. dan Heinim, Johan K. 1993. Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Kodoatie, 1996. Pengantar Hidrogeologi. Yogyakarta: ANDI Yogyakarta.

Lembaga Riset dan Pengembangan untuk Lingkungan dan Pembangunan. 2006. Hidrologi http: //www.lablink.or.id/Hidro/BawahTanah/air-bwhtanah.htm (diunduh pada tanggal 15 Oktober 2008 pukul 09.00 WIB).

Santoso, Djoko. 2002. Pengantar Teknik Geofisika. Bandung: Departemen Teknik Geofisika ITB.


(64)

Susilo, 1986. Mekanika Tanah. Jakarta: Penerbit Erlanga.

Telford, W.M., L.P. Geldart, R.E. Sheriff, dan D.A Keys. 1982. Applied Geophysic. London: Cambridge University Press.

Wuryantoro. 2007. Skripsi (AplikasiI Metode Geolistrik Tahanan Jenis Untuk Menentukan Letak Dan Kedalaman Aquifer Air Tanah (Studi Kasus di Desa Temperak Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang Jawa Tengah). Semarang: Unnes. ( tidak dipublikasikan )


(65)

PETA ADMINISTRASI PROVINSI JAWA TENGAH

SUMBER: BAPPEDA KOTA SEMARANG 2006 SUMBER : bencana.net/files/RAD-PRB-prov-jateng08_BAB-II.pdf

LAMPI

R

AN I

52


(66)

53

SUMBER: BALAI INFORMASI DAN KONSERVASI KEBUMIAN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA KARANGSAMBUNG 2007


(67)

PETA GEOLOGI LEMBAR KEBUMEN BAGIAN UTARA SKALA 1 : 100.000


(68)

SUMBER: ASIKIN 1992


(69)

PETA DAERAH PENELITIAN

(DAERAH KARANGSAMBUNG DAN SEKITARNYA) Skala 1 : 25.000

SUMBER: BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL 2000

LEGENDA

Pemukiman Sawah

Sawah tadah hujan Kebun


(70)

Titik 1

District : Karangsambung Location : S 07° 33' 07.2''

E 109° 40' 41.7'' Accuracy : 7 m

Elevation : 70 m

Regency : Karangsambung Province : Jawa Tengah No. VES : KSG-1

Instrument : Naniura Resistivity Meter Model NRD 22 S Direction : N 65° E

Observer : Wuryanto Date : 10 Agustus 2007

AB/2 (m) MN/2 (m) K V (mV) I (mA) APPARENT RESISTIVITY

(Ωm)

1 1 2 1 2 1 1 1 2

1 0.5 2.36 533 148 8.49

2 0.5 11.78 119.1 141 9.95

3 0.5 27.49 57.3 150 10.50

4 0.5 49.48 43.8 186 11.65

5 0.5 77.75 36.2 248 11.35

6 1 54.98 37.6 223 9.27

8 1 98.96 17.7 238 7.36

10 2 75.40 18.1 223 6.12

15 2 173.57 3.9 151 4.48

20 5 117.81 4.2 154 3.21

25 5 188.50 2 104 3.62

30 5 274.89 1.3 98 3.65

40 5 494.80 1.1 150 3.63

50 10 376.99 1.1 126 3.29

60 10 549.78 0.6 101 3.27

80 10 989.80 1 372 2.66

100 20 753.98 2.2 587 2.82

120 20 1099.58 1.3 569 2.51

150 20 1735.73 0.2 140 2.48

180 20 2513.27 0.5 420 2.99

200 20 3110.16 0.3 238 3.92


(71)

Titik 2

District : Karangsambung Location : S 07° 32' 59.1''

E 109° 40' 40.5'' Accuracy : 6 m

Elevation : 83 m

Regency : Karangsambung Province : Jawa Tengah No. VES : KSG-2

Instrument : Naniura Resistivity Meter Model NRD 22 S Direction : N 145° E

Observer : Danis Yuanto Date : 10 Agustus 2007

AB/2 (m) MN/2 (m) K V (mV) I (mA) APPARENT RESISTIVITY

(Ωm)

1 1 2 1 2 1 1 1 2

1 0.5 2.36 70.7 185 0.90

2 0.5 11.78 147.4 236 7.36

3 0.5 27.49 44.2 208 5.84

4 0.5 49.48 21.5 205 5.19

5 0.5 77.75 20.2 275 5.71

6 1 54.98 22.4 294 4.19

8 1 98.96 13.3 312 4.22

10 2 75.40 15.3 310 3.72

15 2 173.57 6.3 300 3.64

20 5 117.81 6.2 314 2.33

25 5 188.50 4.9 317 2.91

30 5 274.89 2.4 342 1.93

40 5 494.80 0.9 340 1.31

50 10 376.99 5 861 2.19

60 10 549.78 6.76 895 4.15

80 10 989.80 0.9 503 1.77

100 20 753.98 1.3 666 1.47

120 20 1099.58 0.8 522 1.68

150 20 1735.73 0.5 459 1.90

180 20 2513.27 0.6 609 2.48

200 20 3110.16 0.5 415 3.75


(72)

Titik 3

District : Karangsambung Location : S 07° 33' 05.9''

E 109° 40' 34.2'' Accuracy : 5 m

Elevation : 68 m

Regency : Karangsambung Province : Jawa Tengah No. VES : KSG-3

Instrument : Naniura Resistivity Meter Model NRD 22 S Direction : N 140° E

Observer : Danis Yuanto Date : 10 Agustus 2007

AB/2 (m) MN/2 (m) K V (mV) I (mA) APPARENT RESISTIVITY

(Ωm)

1 1 2 1 2 1 1 1 2

1 0.5 2.36 466 175 6.28

2 0.5 11.78 201.8 270 8.80

3 0.5 27.49 65.8 222 8.15

4 0.5 49.48 55.3 288 9.50

5 0.5 77.75 30.5 233 10.18

6 1 54.98 39.4 239 9.06

8 1 98.96 17.5 178 9.73

10 2 75.40 27.8 265 7.91

15 2 173.57 10.8 233 8.05

20 5 117.81 19.2 336 6.73

25 5 188.50 8.8 284 5.84

30 5 274.89 4.5 254 4.87

40 5 494.80 2 250 3.96

50 10 376.99 2.2 435 1.90

60 10 549.78 1.3 312 2.29

80 10 989.80 0.4 224 1.77

100 20 753.98 1.9 384 3.73

120 20 1099.58 1.7 598 3.13

150 20 1735.73 0.6 373 2.79

180 20 2513.27 0.6 359 4.20

200 20 3110.16 0.4 381 3.26


(73)

Titik 4

District : Karangsambung Location : S 07° 33'18.0 ''

E 109° 40' 42.0'' Accuracy : 11 m

Elevation : 68 m

Regency : Karangsambung Province : Jawa Tengah No. VES : KSG-4

Instrument : Naniura Resistivity Meter Model NRD 22 S Direction : N 20° E

Observer : Wuryantoro Date : 12 Agustus 2007

AB/2 (m) MN/2 (m) K V (mV) I (mA) APPARENT RESISTIVITY

(Ωm)

1 1 2 1 2 1 1 1 2

1 0.5 2.36 803 43 44.07

2 0.5 11.78 107.1 44 28.67

3 0.5 27.49 55.3 46 33.05

4 0.5 49.48 30 45 32.99

5 0.5 77.75 18.8 46 31.78

6 1 54.98 23 50 25.29

8 1 98.96 10.6 44 23.84

10 2 75.40 11.9 44 20.39

15 2 173.57 3.4 34 17.36

20 5 117.81 2 22 10.71

25 5 188.50 1.2 21 10.77

30 5 274.89 1.2 35 9.42

40 5 494.80 0.7 37 9.36

50 10 376.99 0.8 36 8.38

60 10 549.78 0.5 36 7.63

80 10 989.80 0.3 50 5.94

100 20 753.98 0.8 77 7.83

120 20 1099.58 0.6 103 6.40

150 20 1735.73 0.8 125 11.11

180 20 2513.27 0.3 126 5.98

200 20 3110.16 0.5 185 8.41


(74)

Titik 5

District : Karangsambung Location : S 07° 33' 27.8''

E 109° 40' 35.1'' Accuracy : 9 m

Elevation : 51 m

Regency : Karangsambung Province : Jawa Tengah No. VES : KSG-5

Instrument : Naniura Resistivity Meter Model NRD 22 S Direction : N 180 ° E

Observer : Danis Yuanto Date : 12 Agustus 2007

AB/2 (m) MN/2 (m) K V (mV) I (mA) APPARENT RESISTIVITY

(Ωm)

1 1 2 1 2 1 1 1 2

1 0.5 2.36 1028 112 21.66

2 0.5 11.78 169.6 105 19.02

3 0.5 27.49 30.5 42 19.96

4 0.5 49.48 13.8 34 20.08

5 0.5 77.75 3.9 14 21.65

6 1 54.98 17.6 52 18.61

8 1 98.96 13.5 58 23.03

10 2 75.40 11.7 68 12.97

15 2 173.57 8.3 52 27.70

20 5 117.81 12.7 50 29.92

25 5 188.50 6.7 53 23.83

30 5 274.89 7.1 83 23.51

40 5 494.80 2.8 66 20.99

50 10 376.99 4.8 96 18.85

60 10 549.78 2.7 69 21.51

80 10 989.80 2.6 193 13.33

100 20 753.98 4.4 199 16.67

120 20 1099.58 2.8 185 16.64

150 20 1735.73 2.1 179 20.36

180 20 2513.27 1.5 170 22.18

200 20 3110.16 1.2 168 22.22


(75)

Titik 6

District : Karangsambung Location : S 07° 33' 16.3''

E 109° 40' 29.2'' Accuracy : 8 m

Elevation : 63 m

Regency : Karangsambung Province : Jawa Tengah No. VES : KSG-6

Instrument : Naniura Resistivity Meter Model NRD 22 S Direction : N 159 ° E

Observer : Danis Yuanto Date : 12 Agustus 2007

AB/2 (m) MN/2 (m) K V (mV) I (mA) APPARENT RESISTIVITY

(Ωm)

1 1 2 1 2 1 1 1 2

1 0.5 2.36 470 66 16.81

2 0.5 11.78 101.3 73 16.35

3 0.5 27.49 37.4 56 18.36

4 0.5 49.48 22.4 56 19.79

5 0.5 77.75 15.7 59 20.69

6 1 54.98 28.4 70 22.31

8 1 98.96 18.1 70 25.59

10 2 75.40 21.9 71 23.26

15 2 173.57 5.7 43 23.01

20 5 117.81 15.7 97 18.79

25 5 188.50 11.4 121 17.76

30 5 274.89 4.4 82 14.76

40 5 494.80 2.6 137 9.39

50 10 376.99 4.8 179 10.11

60 10 549.78 1.3 147 6.73

80 10 989.80 0.5 104 4.76

100 20 753.98 1.3 143 6.85

120 20 1099.58 0.4 70 6.28

150 20 1735.73 0.3 106 4.90

180 20 2513.27 0.3 82 9.19

200 20 3110.16 0.2 130 4.79


(76)

Titik 7

District : Karangsambung Location : S 07° 33' 20.2''

E 109° 40' 22.9 '' Accuracy : 8 m

Elevation : 55 m

Regency : Karangsambung Province : Jawa Tengah No. VES : KSG-7

Instrument : Naniura Resistivity Meter Model NRD 22 S Direction : N 150 ° E

Observer : Wuryantoro Date : 14 Agustus 2007

AB/2 (m) MN/2 (m) K V (mV) I (mA) APPARENT RESISTIVITY

(Ωm)

1 1 2 1 2 1 1 1 2

1 0.5 2.36 1534 90 40.22

2 0.5 11.78 869 193 53.04

3 0.5 27.49 325 173 51.64

4 0.5 49.48 186.1 165 55.81

5 0.5 77.75 105.9 137 60.10

6 1 54.98 149.4 121 67.88

8 1 98.96 108.5 154 69.72

10 2 75.40 64.4 85 57.13

15 2 173.57 24.1 98 42.68

20 5 117.81 14.9 65 27.00

25 5 188.50 18.2 208 16.49

30 5 274.89 6.6 166 10.93

40 5 494.80 1.4 103 6.73

50 10 376.99 0.9 69 4.92

60 10 549.78 0.6 53 6.22

80 10 989.80 1.7 319 5.27

100 20 753.98 0.8 133 4.53

120 20 1099.58 0.8 204 4.31

150 20 1735.73 0.2 40 8.68

180 20 2513.27 0.9 455 4.97

200 20 3110.16 0.3 187 4.98


(77)

Titik 8

District : Karangsambung Location : S 07° 33' 32.3''

E 109° 40' 14.4'' Accuracy : m

Elevation : 56 m

Regency : Karangsambung Province : Jawa Tengah No. VES : KSG-8

Instrument : Naniura Resistivity Meter Model NRD 22 S Direction : N 100° E

Observer : Danis Yuanto Date : 14 Agustus 2007

AB/2 (m) MN/2 (m) K V (mV) I (mA) APPARENT RESISTIVITY

(Ωm)

1 1 2 1 2 1 1 1 2

1 0.5 2.36 2358 106 52.49

2 0.5 11.78 222.7 101 25.97

3 0.5 27.49 19.5 39 13.75

4 0.5 49.48 9.2 40 11.38

5 0.5 77.75 4.4 27 12.67

6 1 54.98 10.5 69 8.36

8 1 98.96 5.2 52 9.89

10 2 75.40 5.6 42 10.05

15 2 173.57 1 19 9.14

20 5 117.81 2.1 39 6.34

25 5 188.50 0.8 22 6.85

30 5 274.89 2.9 153 5.21

40 5 494.80 3 255 5.82

50 10 376.99 2.5 178 5.29

60 10 549.78 2.2 263 4.60

80 10 989.80 1.4 213 6.50

100 20 753.98 1.5 366 3.09

120 20 1099.58 0.5 94 5.85

150 20 1735.73 0.2 17 20.42

180 20 2513.27 0.6 212 7.11

200 20 3110.16 0.8 156 15.95


(78)

Titik 9

District : Karangsambung Location : S 07° 33' 42.9''

E 109° 40' 05.5'' Accuracy : 9 m

Elevation : 57 m

Regency : Karangsambung Province : Jawa Tengah No. VES : KSG-9

Instrument : Naniura Resistivity Meter Model NRD 22 S Direction : N 150° E

Observer : Dwi Ristiyanto Date : 14 Agustus 2007

AB/2 (m) MN/2 (m) K V (mV) I (mA) APPARENT RESISTIVITY

(Ωm)

1 1 2 1 2 1 1 1 2

1 0.5 2.36 790 137 13.61

2 0.5 11.78 178.9 131 16.06

3 0.5 27.49 60 113 14.59

4 0.5 49.48 39.4 146 13.35

5 1 37.70 56.9 232 9.25

6 1 54.98 24.5 186 7.24

8 1 98.96 6.3 139 4.49

10 1 155.51 2.3 80 4.47

15 2 173.57 1.4 76 3.19

20 5 117.81 4.2 160 3.09

25 5 188.50 2.8 184 2.87

30 5 274.89 1.6 123 2.54

40 5 494.80 1.0 106 4.67

50 10 376.99 1.2 186 2.43

60 10 549.78 0.9 197 2.51

80 10 989.80 0.6 222 2.67

100 20 753.98 0.9 230 2.95

120 20 1099.58 0.7 206 3.25

150 20 1735.73 0.3 124 4.17

180 20 2513.27 0.6 428 4.13

200 20 3110.16 0.5 435 3.58


(1)

67

DATA LAPANGAN RESISTIVITY SOUNDING (VES) Konfigurasi : SCHLUMBERGER

Titik 11

District : Karangsambung Location : S 07° 33' 21.3''

E 109° 40' 07.9'' Accuracy : 9 m

Elevation : 58 m

Regency : Karangsambung Province : Jawa Tengah No. VES : KSG-11

Instrument : Naniura Resistivity Meter Model NRD 22 S Direction : N 150° E

Observer : Wuryantoro Date : 13 Agustus 2007

AB/2 (m)

MN/2 (m)

K V (mV)

I (mA)

APPARENT RESISTIVITY

(Ωm)

1 1 2 1 2 1 1 1 2

1 0.5 2.36 267 6 105.02

2 0.5 11.78 131.2 11 140.50 3 0.5 27.49 56.6 11 141.45 4 0.5 49.48 38.8 11 172.28

5 1 37.70 39.2 14 105.56

6 1 54.98 10.4 6 95.29

8 1 98.96 8.2 11 73.77

10 2 75.40 9 11 61.69

15 2 173.57 2.5 11 39.45

20 5 117.81 2.5 13 22.66

25 5 188.50 6.8 8.3 15.44

30 5 274.89 1.1 33 9.16

40 5 494.80 0.4 32 6.19

50 10 376.99 0.4 33 4.57 60 10 549.78 0.2 12 9.16

80 10 989.80 0.2 17 11.64

100 20 753.98 0.4 17 17.74


(2)

Konfigurasi Schlumberger

Lokasi Desa Banioro dan sekitarnya, Kecamatan Karangsambung Kabupaten Kebumen

. Titik Keterangan P1 P2 P3

1 ρ (rho) 9,97 3,64 0,649

d (ketebalan) 6,35 36,85

h (kedalaman) 0-6,35 6,35-43,2 >43,2

2 ρ (rho) 9,44 4,11 1,34

d (ketebalan) 1,11 9,14

h (kedalaman) 0-1,11 1,11-10,25 >10,25

3 ρ (rho) 8,53 0,169 4,26

d (ketebalan) 17,3 4,21

h (kedalaman) 0-17,3 17,3-21,51 >21,51

4 ρ (rho) 43,24 23,43 7,25

d (ketebalan) 1,47 7,16

h (kedalaman) 0-1,47 1,47-8,63 >8,63

5 ρ (rho) 19,18 92,07 19,40

d (ketebalan) 4,66 1,58 37,45 h (kedalaman) 0-4,66 4,66-6,24 >6,24

6 ρ (rho) 16,00 28,77 3,89

d (ketebalan) 1,82 11,54

h (kedalaman) 0-1,82 1,82-13,36 >13,36

7 ρ (rho) 42,78 320,2 4,71

d (ketebalan) 2,18 1,42

h (kedalaman) 0-2,18 2,18-3,6 >3,6

8 ρ (rho) 70,3 9,75 3,57

d (ketebalan) 0,72 11,26

h (kedalaman) 0-0,72 0,72-11,98 >11,98

9 ρ (rho) 16,43 1,08 3,01

d (ketebalan) 2,6 0,607

h (kedalaman) 0-2,6 2,6-3,207 >3,207

10 ρ (rho) 98,30 0,738 15,44

d (ketebalan) 6,52 1,58

h (kedalaman) 0-6,52 6,52-8,1 >8,1

11 ρ (rho) 114,6 0,768 6691,4

d (ketebalan) 8,59 4,19


(3)

101

PERHITUNGAN NILAI K PADA KONFIGURASI SCHLUMBERGER

Elektroda M, N digunakan sebagai elektroda potensial dan elektroda A, B sebagai elektroda arus. Pada konfigurasi ini, nilai MN < nilai AB.

Gambar Skema Konfigurasi Schlumberger

Diperoleh persamaan resistivitas metode Schlumberger yaitu :

I V

K Δ

=

ρ

⎭ ⎬ ⎫ ⎩

⎨ ⎧

⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝

− −

⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝

− =

Δ

4 3 2 1

1 1 1 1

2 r r r r

I V

π ρ

⎭ ⎬ ⎫ ⎩

⎨ ⎧

⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝

− −

⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝

− Δ

=

4 3 2

1

1 1 1 1

2

r r r

r I

V π

ρ

Dimana r1 =r4 = AM =NB= Ll

l L AN MB r

r2 = 3 = = = +

K disebut faktor geometri, bergantung pada posisi keempat titik (posisi elektroda dalam penelitian).

C1 C2

P1 P2 2l

N A

B L

M

LAMPIRAN V


(4)

⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − − ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − = 4 3 2 1 1 1 1 1 2 r r r r

K π (1)

⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − + − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + − − = l L l L l L l L K 1 1 1 1 2π (2) ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ − + + − + − − = l L l L l L l L K 1 1 1 1 2π (3) ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ + − − = l L l L K 2 2 2π (4)

(

)

(

)

(

L l

)(

L l

)

l L l L K + − − − + = 2 2 2π (5)

(

)

l L l L l L K 2 2 2 2

2 2 2 + − +

= π (6)

(

)

l l L K 4 2 2 − 2

= π (7)

(

)

l l L K 2 2 2 −

=π (8)

(

) (

)

(

2 2

)

2 2 2 2

2 L l

l L l l L K + + × −

=π (9)

(

)

(

2 2

)

4 4

2l L l l L K

+ −

= π (10)

Sebagai contoh terdapat pada lampiran II Data Lapangan Resistivity Sounding Konfigurasi Schlumberger pada titik 1

Tabel Data Lapangan Resistivity Sounding Konfigurasi Schlumberger pada titik 1 AB/2

(m)

MN/2 (m)

K

1 1 2 1 2

1 0.5 2.36

2 0.5 11.78

3 0.5 27.49

4 0.5 49.48


(5)

103

2

AB L= dan

2

MN l =

(

)

(

2 2

)

4 4

2l L l l L K

+ − = π

Jika diketahui L = 1 dan l = 0.5 Maka K adalah

(

)

(

1 0.25

)

0625 . 0 1 5 . 0 2

14 . 3

+ − ⋅

=

K

355 . 2 =

K

Jika diketahui L = 2 dan l = 0.5 Maka K adalah

(

)

(

4 0.25

)

0625 . 0 16 5 . 0 2

14 . 3

+ − ⋅

=

K

775 . 11 =

K

Jika diketahui L = 3 dan l = 0.5 Maka K adalah

(

)

(

9 0.25

)

0625 . 0 81 5 . 0 2

14 . 3

+ − ⋅

=

K

475 . 27 =

K

Jika diketahui L = 4 dan l = 0.5 Maka K adalah

(

)

(

16 0.25

)

0625 . 0 256 5 . 0 2

14 . 3

+ − ⋅

=

K

455 . 49 =

K

Jika diketahui L = 5 dan l = 0.5 Maka K adalah

(

)

(

25 0.25

)

0625 . 0 625 5 . 0 2

14 . 3

+ − ⋅

=

K

715 . 77 =

K

Nilai K pada tabel hampir sama dengan nilai K pada perhitungan.


(6)

2

AB L= dan

2

MN l =

(

)

l l L K

2

2 2

− =π

Jika diketahui L = 1 dan l = 0.5 Maka K adalah

(

)

5 . 0 2

25 . 0 1 14 . 3

⋅ − =

K

355 . 2 =

K

Jika diketahui L = 2 dan l = 0.5 Maka K adalah

(

)

5 . 0 2

25 . 0 4 14 . 3

⋅ − =

K

775 . 11 =

K

Jika diketahui L = 3 dan l = 0.5

Maka K adalah

(

)

5 . 0 2

25 . 0 9 14 . 3

⋅ − =

K

475 . 27 =

K

Jika diketahui L = 4 dan l = 0.5 Maka K adalah

(

)

5 . 0 2

25 . 0 16 14 . 3

⋅ − =

K

455 . 49 =

K

Jika diketahui L = 5 dan l = 0.5 Maka K adalah

(

)

5 . 0 2

25 . 0 25 14 . 3

⋅ − =

K

715 . 77 =


Dokumen yang terkait

Pemodelan lapisan air tanah dalam (Akuifer) di desa Telogorejo Kab.Demak berdasarkan data tahanan jenis

2 9 121

PEMODELAN PEREMBESAN LIMBAH DETERJEN DENGAN MENGGUNAKAN METODA GEOLISTRIK TAHANAN JENIS KONFIGURASI SCHLUMBERGER (SKALA LABORATORIUM).

0 3 6

Pendugaan Bidang Gelincir Tanah Longsor Berdasarkan Sifat Kelistrikan Bumi Dengan Aplikasi Geolistrik Metode Tahanan Jenis Konfigurasi Schlumberger (Studi Kasus Di Daerah Karangsambung Dan Sekitarnya, Kabupaten Kebumen).

3 5 88

Penentuan Letak Dan Kedalaman Akuifer Air Tanah Dengan Geolistrik Metode Tahanan Jenis (Studi Kasus di Desa Karangsambung, Kecamatan Karangsambung, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.

0 0 1

Penentuan Kedudukan Lapisan Pasir Menggunakan Geolistrik Metode Tahanan Jenis untuk Menduga Volume Pasir (Studi Kasus Sungai Luk Ulo Desa Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah).

1 4 1

IDENTIFIKASI AKUIFER DI SEKITAR KAWASAN KARST GOMBONG SELATAN KECAMATAN BUAYAN KABUPATEN KEBUMEN DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER.

0 0 9

1 KARAKTERISTIK TAHANAN JENIS DAN INTERPRETASI SATUAN BATUAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN PENGUKURAN GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER

0 2 8

KAJIAN AWAL PENDUGAAN AKUIFER AIR TANAH DI KAMPUS ITERA DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER

0 0 7

APLIKASI METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS UNTUK IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR DI DAERAH NGLAJO, KECAMATAN CEPU KABUPATEN BLORA, JAWA TENGAH

0 0 32

STUDI SEBARAN MINERAL MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER SCHLUMBERGER DI KECAMATAN PUJANANTING KABUPATEN BARRU

0 0 119