Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perilaku Kepatuhan Wajib Pajak dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakannya: berdasarkan theory of planned behavior T2 932012001 BAB IV
IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Demografi Objek Penelitian
Bagian ini akan membahas demografi responden
berdasarkan jenis kelamin, usia, penghasilan setahun,
dan
status
hutang
pajak
tahun
lalu.
Ringkasan
berbagai demografi tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1
berikut ini.
Tabel 4.1
Data Demografi Responden
Demografi
Kategori
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
25-33
34-42
43-51
52-58
> PTKP
< PTKP
Kurang Bayar
Nihil
Lebih Bayar
Usia
Penghasilan
Setahun
Status Hutang
Pajak Tahun
Lalu
Jumlah
Responden
109
64
20
61
71
21
173
88
52
33
Presentase
(%)
63.0
37.0
11.6
35.3
41.0
12.1
100
50.9
30.1
19.1
Sumber: Data Primer yang diolah, September 2014.
Dari tabel di atas tampak bahwa responden
terbanyak dalam penelitian ini berjenis kelamin lakilaki yakni sebanyak 63%, dimana sebagian besar
responden (41%) berada pada kisaran usia 43-51
tahun. Selanjutnya, dari 173 responden tersebut,
semuanya memiliki penghasilan setahun melebihi PTKP
yang ditentukan, yang ditunjukkan dengan presentase
sebesar 100%. Sementara itu, berdasarkan status
hutang pajak tahun lalu, responden dalam penelitian
31
ini memiliki status hutang pajak kurang bayar yaitu
sebanyak 50,9%, yang berarti lebih dari setengah
responden merupakan Wajib Pajak yang memiliki
kewajiban untuk melunasi kekurangan pembayaran
pajak terutang.
Statistik Deskriptif Objek Penelitian
Statistik deskriptif dari variabel dalam penelitian
ini dijelaskan melalui Frekuensi Jawaban Responden,
Mean (rata-rata), dan Standar Deviasi dari tiap variabel,
seperti terlihat dalam Tabel 4.2. Melalui Tabel 4.2
tersebut dapat dilihat bahwa variabel pengetahuan atas
pajak
diukur
dengan
menggunakan
sepuluh
(10)
indikator dengan menggunakan dua kategori yaitu
benar atau salah. Adapun hasil statistik deskriptif
menunjukkan bahwa nilai rata-rata pengetahuan atas
pajak secara keseluruhan adalah sebesar 7,843. Angka
ini terletak pada interval jawaban 6,7 – 10 yang berarti
para responden memiliki pengetahuan yang tinggi atas
pajak. Sedangkan nilai standar deviasi sebesar 2,651
menunjukkan
terhadap
bahwa
variabel
ini
variasi
jawaban
bervariasi,
responden
dimana
jawaban
responden menyebar ke dalam dua kategori dengan
kecenderungan yang berbeda-beda.
Diantara sepuluh indikator pengetahuan atas
pajak terlihat bahwa jumlah jawaban benar tertinggi
(sebesar 88,4%) ditunjukkan pada butir pertanyaan
empat yakni objek pajak penghasilan adalah PTKP
Wajib
Pajak,
yaitu
setap
tambahan
kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak.
Sedangkan jumlah jawaban benar terendah (65,8%) ada
pada butir pertanyaan Sembilan, yaitu PTKP untuk diri
32
setiap tambahan Wajib Pajak yang kawin sebesar Rp
2.050.000 per tahun (Lampiran 4). Wajib Pajak yang
menjadi responden penelitian ini mampu menjawab
dengan
benar
lebih
banyak
pada
pertanyaan-
pertanyaan yang konseptual seperti defenisi pajak
penghasilan,
cakupan
subjek
pajak
penghasilan
menurut
ketentuan
dan
pajak.
defenisi
Adapun
pengetahuan teknis tentang mekanisme pemenuhan
ketentuan perpajakan seperti besarnya sanksi, denda,
PTKP dan tarif pajak dijawab dengan presentase yang
lebih rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa
pengetahuan
teknis
tentang
peraturan
perpajakan masih perlu ditingkatkan lagi.
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif Variabel
No
Variabel
N
Min
Max
Mean
1
2
3
4
Pengetahuan Atas Pajak
Sikap Atas Pajak
Norma Subjektif
Kontrol Perilaku yang
Dipersepsikan
Niat Berperilaku
Perilaku Kepatuhan
Pajak
173
173
173
0
2
3
10
5
5
7,843
3,938
3,943
Standar
Deviasi
2,651
0,697
0,566
173
2
5
4,047
0,670
173
3
5
3,985
0,548
173
1
5
3,887
0,693
5
6
Sumber: Lampiran 4 hasil pengolahan data PASW Statistic, 2014
Keterangan :
0 – 3,3 = Rendah
3,4 – 6,6 = Sedang
6,7 – 10 = Tinggi
Variabel sikap atas pajak diukur dengan lima
indikator
dan
menggunakan
lima
kategori.
Data
statistik deskriptif pada tabel 4.2 untuk menunjukkan
skor rata-rata sikap atas pajak secara keseluruhan
adalah 3,938. Angka ini tergolong sedang dan terletak
33
pada interval jawaban 3,4–6,6 yang menunjukkan
bahwa responden dalam penelitian ini memiliki sikap
yang cenderung mendukung pajak adalah hal yang
positif.
Nilai
keseluruhan
rata-rata
sebesar
standar
0,697
deviasi
secara
menunjukkan
variasi
jawaban responden terhadap variabel ini relatif kecil
atau tidak bervariasi. Hal ini berarti jawaban responden
menyebar
ke
dalam
lima
kategori
dengan
kecenderungan yang sama.
Diantara
kelima
indikator
sikap
atas
pajak
terlihat bahwa responden yang cenderung memiliki
sikap mendukung pajak terbesar (sebesar 4,060) yaitu
indikator pajak adalah sumber utama penerimaan
Negara, dan indikator penundaan dan pembayaran
akan merugikan Negara. Sedangkan yang paling kecil
(sebesar 3,690) ditunjukkan pada indikator warga
Negara tidak harus patuh dalam membayar pajak
karena banyak penerimaan pajak yang disalahgunakan
(Lampiran
4).
Dengan
demikian,
berdasarkan
keseluruhan data tampak jelas bahwa dalam variabel
sikap atas pajak, responden dalam penelitian ini
cenderung memiliki sikap positif atas pajak dalam
memenuhi kewajiban perpajakan mereka.
Variabel
norma
subjektif
diukur
dengan
menggunakan empat indikator. Adapun hasil statistik
deskriptif dari variabel norma subjektif menunjukkan
bahwa
skor
rata-rata
norma
subjektif
secara
keseluruhan adalah 3,943. Hal ini dapat diartikan
bahwa norma subjektif yang dipersepsikan cenderung
dirasakan oleh responden. Hal ini menunjukkan bahwa
responden cukup setuju jika tekanan sosial dapat
34
meningkatkan
perilaku
patuh
dalam
memenuhi
kewajiban perpajakannya.
Tekanan sosial tersebut ditunjukkan dengan
adanya keluarga yang peduli terhadap perilaku patuh
dalam membayar pajak dengan rata-rata skor sebesar
3.850, teman yang menunjukkan perilaku patuh dalam
memenuhi kewajiban pajaknya dengan rata-rata skor
sebesar 4,010 dan Warga di lingkungan sekitar yang
cenderung patuh dalam dengan ratarata skor sebesar
4,485 serta menghitung, membayar dan melaporkan
pajak secara benar sesuai anjuran keluarga, teman,
maupun warga sekitar dengan skor rata-rata 3.970
(Lampiran
4),
sehingga
responden
merasa
bahwa
perilaku patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakan
mereka cukup meningkat dengan adanya perilaku
patuh dari lingkungan sekitar.
Sedangkan nilai rata-rata standar deviasi secara
keseluruhan
sebesar
0,566
menunjukkan
variasi
jawaban responden terhadap variabel ini relatif kecil
atau tidak bervariasi. Hal ini berarti jawaban responden
menyebar
ke
dalam
lima
kategori
dengan
kecenderungan yang sama. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa responden dalam penelitian ini
cenderung merasakan tekanan sosial dari lingkungan
sekitar untuk berperilaku patuh dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya.
Variabel
Kontrol
perilaku
diukur
dengan
menggunakan tujuh indikator. Berdasarkan jawaban
responden pada tabel 4.2 diketahui bahwa skor ratarata kontrol perilaku secara keseluruhan adalah 4,047.
Angka ini terletak pada interval jawaban 3.4 – 6.6, yang
35
berarti bahwa responden memiliki kontrol perilaku
yang cenderung besar. Kontrol perilaku tersebut terkait
dengan
kemudahan
kepatuhan
pajak
untuk
dalam
melakukan
memenuhi
perilaku
kewajiban
perpajakan, dimana dengan adanya kontrol perilaku,
responden dapat dengan mudah berperilaku patuh dan
memiliki kesempatan untuk dapat berperilaku patuh.
Ketersediaan sumber daya serta didukung lagi dengan
kesempatan yang dimiliki yang cenderung tinggi pada
akhirnya mempermudah responden untuk melakukan
perilaku patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakan
mereka.
Selanjutnya diantara ketujuh indikator variabel
kontrol perilaku, terlihat bahwa yang memiliki nilai
rata-rata tertinggi (sebesar 4,260) yaitu indikator yang
mencerminkan ketersediaan sumber daya, sedangkan
nilai rata-rata terendah (sebesar 3,760) ditunjukkan
oleh indikator yang mencerminkan kesempatan yang
dimiliki (Lampiran 4). Nilai rata-rata standar deviasi
secara keseluruhan sebesar 0,670 variasi jawaban
responden terhadap variabel ini relatif kecil atau tidak
bervariasi. Hal ini berarti jawaban responden menyebar
ke dalam lima kategori dengan kecenderungan yang
sama.
Dari
keseluruhan
data
statistik
deskriptif
tersebut terlihat bahwa responden dalam penelitian ini
cenderung
sehingga
memiliki
kontrol
memudahkan
perilaku
mereka
untuk
yang
besar
melakukan
perilaku patuh pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya, dimana hal tersebut terkait dengan
ketersediaan sumber daya serta kesempatan yang
dimiliki.
36
Variabel niat melakukan perilaku patuh pajak
dalam memenuhi kewajiban perpajakan diukur dengan
menggunakan
empat
indikator.
Berdasarkan
data
statistik deskriptif terlihat bahwa skor rata-rata niat
melakukan perilaku patuh pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakan secara keseluruhan adalah 3,985
yang
masuk
dalam
kategori
sedang.
Hal
ini
mencerminkan bahwa responden dalam penelitian ini
cenderung
memiliki
keinginan
untuk
melakukan
perilaku patuh pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakan, yang dinyatakan responden melalui untuk
keinginannya untuk menghitung pajak terutang secara
benar, sesuai aturan perpajakan, untuk membayar
pajak
terutang
sesuai
dengan
penghasilan
yang
diperoleh, tekadnya untuk selalu tepat waktu dalam
menyampaikan SPT, dan usahanya untuk bersikap
jujur
dan
kooperatif
dalam
memenuhi
kewajiban
perpajakan.
Selanjutnya nilai rata-rata standar deviasi secara
keseluruhan sebesar 0,548 variasi jawaban responden
terhadap variabel ini relatif kecil atau tidak bervariasi.
Hal ini berarti jawaban responden menyebar ke dalam
lima
kategori
dengan
kecenderungan
yang
sama.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa responden
dalam penelitian ini memiliki niat yang cenderung
besar
untuk
melakukan
perilaku
patuh
dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya.
Variabel
perilaku
patuh
dalam
memenuhi
kewajiban perpajakan diukur dengan menggunakan
tujuh indikator.
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa skor
rata-rata perilaku patuh dalam memenuhi kewajiban
37
perpajakan secara keseluruhan adalah 3.887, yang
berarti
mayoritas
berperilaku
responden
patuh
perpajakannya.
dalam
Sedangkan
cenderung
memenuhi
nilai
sudah
kewajiban
standar
deviasi
sebesar 0,693. Hal ini berarti jawaban responden
menyebar
ke
dalam
lima
kategori
dengan
kecenderungan yang sama.
Selanjutnya diantara ketujuh indikator variabel
kontrol perilaku, terlihat bahwa yang memiliki nilai
rata-rata tertinggi (sebesar 4,260) yaitu indikator tidak
pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak
pidana jangka waktu 10 tahun, sedangkan nilai ratarata
terendah
(sebesar
3,660)
ditunjukkan
oleh
indikator keterlambatan SPT Masa yang sampaikan
tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa
pajak berikutnya (Lampiran 4). Dengan demikian,
terlihat
bahwa
menunjukkan
mayoritas
perilaku
responden
patuh
dalam
cenderung
memenuhi
kewajiban perpajakan.
HASIL PENGUJIAN
Kecocokan Model Pengukuran (Outer model)
Model pengukuran dalam PLS disebut juga outer
model. Outer model mendefenisikan bagaimana setiap
indikator berhubungan dengan konstruknya (Ghozali,
2006). Kecocokan model pengukuran ini terdiri dari uji
validitas, reliabilitas, dan signifikansi indikator dari
konstruk yang terlibat.
38
Uji Validitas
Pada metode Structural Equation Model (SEM)
sudah terdapat rumusan untuk menguji validitas dan
reliabilitas. Cara yang sering digunakan oleh peneliti di
bidang SEM untuk melakukan pengukuran melalui
analisis
faktor
menggunakan
konfirmatori
pendekatan
adalah
MTMM
dengan
(MultiTrait
MultiMethod) dengan menguji validitas konvergen dan
diskriminan (Campbell dan Fiske, dalam Latan dan
Ghozali, 2012;78). Uji validitas konvergen indikator
refleksif dengan program SmartPLS 2.0 M3 dapat
dilihat
dari
total
effects
untuk
setiap
indikator
konstruk. Rule of thumb yang biasanya digunakan
untuk menilai validitas konvergen yaitu nilai loading
factor harus lebih dari 0,7 dan nilai average variance
extracted (AVE) harus lebih besar dari 0,5. Namun
untuk penelitian tahap awal dari pengembangan skala
pengukuran, nilai loading factor 0,5-0,6 masih dianggap
cukup (Chin, 1998).
Cara menguji validitas diskriminan
dengan
indikator refleksif yaitu dengan melihat nilai cross
loading untuk setiap variabel. Nilai cross loading harus
di
atas
0,6.
Butir-butir
pernyataan
yang
tidak
memenuhi kriteria valid tersebut tidak dapat diikutkan
dalam pengujian selanjutnya (Wijanto, 2008). Dari
hasil pengujian menunjukkan bahwa terdapat beberapa
indikator
yang
belum
memenuhi
syarat
validitas
konvergen dan diskriminan yaitu PAP2, PAP3, PAP4
dan KPD4. Hal ini dapat dilihat dari nilai loading factor
dan cross loading yang lebih kecil dari 0.6 dan AVE dari
39
dua konstruk yang lebih kecil dari 0.5. Melalui uji
validitas ini maka dinyatakan bahwa indikator yang
tidak
valid
menurut
Wijanto
(2008)
tidak
dapat
dari
output
digunakan dalam pengujian selanjutnya.
Selanjutnya,
hasil
uji
validitas
SmartPLS 2.0 M3 setelah beberapa indikator tersebut
dihilangkan menunjukkan bahwa semua indikator
dinyatakan
valid
(Lampiran
5).
Hasil
pengujian
menunjukkan bahwa variabel pengetahuan atas pajak
sekarang hanya diwakili oleh tujuh indikator yang
dinilai valid (PAP1, PAP5,PAP6, PAP7, PAP8, PAP9, dan
PAP10). Variabel kontrol perilaku yang dipersepsikan
diwakili oleh enam indikator yang dinilai valid (KPD1,
KPD2, KPD3, KPD5, KPD6, dan KPD7). Sedangkan
untuk variabel sikap atas pajak, norma subjektif, niat
untuk berperilaku dan perilaku kepatuhan pajak tidak
ada perubahan dalam jumlah indikator karena semua
indikator di dalamnya dinilai valid. Selanjutnya, nilai
AVE dan Communality menunjukkan angka di atas 0.5
yang berarti bahwa lebih dari 50% variance indikator
dapat dijelaskan. Dengan demikian, syarat validitas
konvergen dan diskriminan telah terpenuhi.
Uji Reliabilitas
Tahapan
kecocokan
kedua
pengukuran
adalah
yang
pengujian
dilakukan
model
terhadap
masing-masing konstruk laten yang ada di dalam
model. Pemeriksaan terhadap konstruk laten dilakukan
terkait dengan pengukuran konstruk laten oleh variabel
manifest (indikator). Dengan kata lain, akan dilakukan
pengecekan
reliabilitas
dari
40
variabel
teramati.
Pengecekan reliabilitas dilakukan untuk membuktikan
akurasi, konsistensi dan ketepatan instrument dalam
mengukur
pengukuran
konstruk.
Dalam
reliabilitas
SmartPLS
suatu
2.0
konstruk
M3,
dengan
indikator refleksif dapat dilakukan dengan melihat nilai
composite reliability dan cronbach’s alpha harus lebih
besar dari 0.70 (Latan dan Ghozali, 2012).
Dari hasil pengukuran menunjukkan bahwa
semua variabel memiliki nilai composite reliability dan
cronbach’s
alpha
di
atas
0.70,
sehingga
dapat
dinyatakan bahwa semua variabel dalam penelitian ini
reliabel (Lampiran 5).
Signifikasi Outer Model
Setelah dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas,
maka didapatkan hasil bahwa data yang digunakan
data yang digunakan dalam penelitian ini sudah valid
dan reliabel. Tahap pengujian selanjutnya adalah
signifikansi antara konstruk eksogen dan konstruk
endogen. Signifikansi outer model dapat diketahui
setelah melakukan bootsraping. Signifikansi indikator
penyusun eksogen dapat dilihat dari nilai t-statistic.
Apabila t-value > t tabel, maka semua indikator
signifikan mengukur konstruk endogen.
Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa semua
indikator memiliki nilai t-value > t-tabel, sehingga
dapat
dinyatakan
bahwa
semua
indikator
dalam
penelitian ini signifikan mengukur konstruk eksogen
(lampiran 6 ,output outer loadings).
41
Kecocokan Model Struktural (Inner Model)
Tahapan selanjutnya dalam pengukuran SEM
adalah kecocokan model struktural yang digunakan
juga untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini.
Dalam menilai model struktural dengan PLS, dimulai
dengan menilai R-Square untuk setiap variabel laten
endogen
sebagai
kekuatan
prediksi
dari
model
struktural. Pengaruh nilai R-Square dapat digunakan
untuk menjelaskan pengaruh variabel eksogen tertentu
terhadap variabel laten endogen apakah mempunyai
pengaruh yang substantif. Nilai R-Square 0.75, 0.50
dan 0.25 menunjukkan bahwa model kuat, moderate
dan lemah yang mempresentasikan besarnya jumlah
variance konstruk yang dijelaskan oleh model.
G
ambar 4.1
Path Diagram (Algorithm)
Evaluasi model dilakukan dengan melihat nilai
signifikansi untuk mengetahui pengaruh antar variabel.
Evaluasi model struktural berkaitan dengan pengujian
hubungan
antar
variabel
42
yang
sebelumnya
dihipotesiskan.
pengaruh
Di
tahap
hubungan
akhir
antar
ini
akan
variabel
dilihat
laten
dan
signifikansinya. Pengaruh hubungan dapat dilihat dari
tanda positif (+) atau negatif (-) yang ditampilkan dari
output
SmartPLS
2.0
M3,
sedangkan
tingkat
signifikansinya dapat dilihat dari nilai t-value . Hasil
pengujian data menggunakan SmartPLS 2.0 M3 dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.3
Hasil Uji Kecocokan Model Struktural
Variabel Eksogen
Pengetahuan atas pajak
Sikap atas Pajak
Norma Subjektif
Kontrol Perilaku yang
Dipersepsikan
Niat Berperilaku Patuh
Kontrol Perilaku yang
Dipersepsikan
Variabel Endogen
Sikap atas Pajak
R Square
0,236
Niat Berperilaku Patuh
0,964
Kepatuhan Pajak
0,364
Sumber: Lampiran 6, Data output Sofware SmartPLS 2.0.M3, 2014
Dari hasil yang tampak pada tabel 4.3 diperoleh
nilai R-Square untuk variabel sikap atas pajak (PAP)
adalah 0.236, dan untuk variabel perilaku kepatuhan
pajak (PKP) adalah 0.364 yang berarti bahwa derajat
kecocokan
antar
kontruk
untuk
kedua
variabel
tersebut tergolong lemah. Hal ini berarti bahwa kontruk
endogen
sikap
atas
pajak
dapat
dijelaskan
oleh
pengetahuan atas pajak sebesar 23.6%, dan untuk
kontruk endogen perilaku kepatuhan pajak dapat
dijelaskan oleh niat berperilaku dan kontrol perilaku
yang dipersepsikan sebesar 36,4%. Sedangkan untuk
variabel
niat
berperilaku
(NB)
memiliki
derajat
kecocokan antar kontruk yang sangat kuat yaitu
43
sebesar 0,964. Hal ini berarti bahwa konstruk endogen
niat berperilaku (NB) dapat dijelaskan oleh sikap atas
pajak (SAP), norma subjektif (NS), dan kontrol perilaku
dipersepsikan (KPD) sebesar 96,4%.
Pengujian Hipotesis
Signifikansi
parameter
yang
diestimasi
memberikan informasi yang sangat berguna mengenai
hubungan antara variabel-variabel penelitian. Dasar
yang digunakan dalam menguji hipotesis adalah nilai
yang terdapat pada output path coeficients dan output
Anova berikut ini:
Tabel 4.4
Path Coeficients
Hipotesis
H1
H2
H3
H4
H6
H7
Path
PAP → SAP
SAP → NB
NS → NB
KDP → NB
KDP → PKP
NB → PKP
Koefisien Jalur
-0.486
0.039
0.860
0.093
0.925
-0.370
T-Value
-6.952***
0.928
16.497***
1.772*
4.743***
-1.611
Sumber: Lampiran 6, Data output Sofware SmartPLS 2.0.M3, 2014
Keterangan : *** signifikan pada = 0,01 atau t-value = 2,58
** signifikan pada = 0,05 atau t-value = 1,96
* signifikan pada = 0,1 atau t-value = 1,64
Pengujian Hipotesis 1
Hipotesis
pertama
menyatakan
bahwa
pengetahuan atas pajak berpengaruh terhadap sikap
atas pajak.
Pada tabel 4.4 tampak bahwa pengaruh variabel
pengetahuan atas pajak (PAP) terhadap sikap atas
pajak (SAP) menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar 0.486 dengan nilai t-value sebesar -6,952. Nilai tersebut
44
signifikan pada tingkat 1% atau 2,58 dengan arahnya
negatif. Hasil tersebut berarti bahwa pengetahuan atas
pajak (PAP) memiliki hubungan negatif dan signifikan
terhadap sikap atas pajak (SAP) yang berarti sesuai
dengan hipotesis pertama, maka dapat disimpulkan
bahwa hipotesis pertama diterima.
Pengujian Hipotesis 2
Hipotesis kedua menyatakan bahwa sikap atas
pajak berpengaruh positif terhadap niat berperilaku.
Pada tabel 4.4 tampak bahwa pengaruh variabel
sikap atas pajak (SAP) terhadap niat berperilaku (NB)
menunjukkan
nilai
koefisien
jalur
sebesar
0.039
dengan nilai t-value sebesar 0,928. Nilai tersebut tidak
menunjukkan signifikansi. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa sikap atas pajak (SAP) memiliki
hubungan positif tetapi tidak signifikan terhadap niat
berperilaku (NB) yang berarti tidak sesuai dengan
hipotesis
kedua,
maka
dapat
disimpulkan
bahwa
hipotesis kedua ditolak.
Pengujian Hipotesis 3
Hipotesis
ketiga
menyatakan
bahwa
norma
subjektif berpengaruh positif terhadap niat berperilaku.
Pada tabel 4.4 tampak bahwa pengaruh variabel
norma subjektif (NS) dengan niat berperilaku (NB)
menunjukkan
nilai
koefisien
jalur
sebesar
0,860
dengan nilai t-value sebesar 16,497. Nilai tersebut
berpengaruh signifikan pada tingkatan 1% atau 2,58.
Hasil tersebut berarti bahwa norma subjektif (NS)
memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap niat
berperilaku (NB) yang berarti sesuai dengan hipotesis
45
ketiga, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis ketiga
diterima.
Pengujian Hipotesis 4
Hipotesis keempat menyatakan bahwa kontrol
perilaku berpengaruh positif terhadap niat berperilaku.
Pada tabel 4.4 tampak bahwa pengaruh variabel
kontrol perilaku dipersepsikan (KPD) dengan niat
berperilaku (NB) menunjukkan nilai koefisien jalur
sebesar 0,093 dengan nilai t-value sebesar 1,772. Nilai
tersebut berpengaruh signifikan pada tingkatan 10%
atau 1,64. Hasil ini berarti bahwa kontrol perilaku
dipersepsikan (KPD) memiliki hubungan positif dan
signifikan terhadap niat berperilaku (NB) yang berarti
sesuai
dengan
hipotesis
keempat,
maka
dapat
disimpulkan bahwa hipotesis keempat diterima.
Selanjutnya dalam penelitian ini akan dilakukan
uji signifikansi indirect effect dengan menggunakan
Sobel’s test untuk lebih memperkuat hasil pengujian
hipotesis 4 dan menjelaskan kenapa sikap sering tidak
konsisten dengan perilaku.
Pengujian Sobel’s test
Tabel 4.5
Uji signifikansi indirect effect dari variabel niat
berperilaku terhadap pengaruh kontrol perilaku
terhadap perilaku kepatuhan pajak.
Indirect Effect and Significannce Using Normal Distribution
Value
s.e
LL95CI
UL95CI
Z
Effect
-0,3450
0,1106
-0,5617
-0,1283
-3,1208
46
Sig(two)
0,0018
Berdasarkan pada tabel 4.5, tampak bahwa
pengujian signifikansi indirect effect dengan sobel’s test
diperoleh nilai Z = -3,1208 dan p = 0,0018. Karena zvalue
dalam
harga
mutlak
<
2,58
dan
tingkat
signifikansi statistik z (p-value) < 0,01, berarti indirect
effect variabel independen terhadap variabel dependen
melalui
mediator,
signifikan
pada
0,01.
Dengan
demikian hasil menunjukkan bahwa variabel mediator
yaitu niat berperilaku secara signifikan membawa
pengaruh variabel independen yaitu kontrol perilaku
terhadap perilaku kepatuhan pajak yang berkedudukan
sebagai variabel dependen. Hal ini juga memperkuat
hasil pengujian hipotesis 4.
Tabel 4.6 Uji Anova
ANOVAb
Model
1
Sum of Squares
Df
Mean Square
Regression
Residual
674.447
38.975
3
169
Total
713.422
172
224.816
.231
F
Sig.
974.833
.000
Sumber: Lampiran 7, hasil pengolahan data IBM SPSS Statistics, 2014
Pengujian Hipotesis 5
Hipotesis kelima menyatakan bahwa sikap atas
pajak, norma subjektif, kontrol perilaku berpengaruh
secara simultan terhadap niat berperilaku.
Hasil uji pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa
nilai
F
hitung
sebesar
974,83
dengan
tingkat
signifikansi 0,000. Karena probabilitas (0,000) jauh
lebih kecil dari 0,05, maka model regresi ini dapat
dipakai untuk memprediksi niat atau bisa dikatakan
bahwa sikap atas pajak, norma subjektif dan kontrol
perilaku
yang
dipersepsikan
47
berpengaruh
secara
simultan terhadap niat Wajib Pajak untuk berperilaku.
Dengan demikian hipotesis kelima diterima.
Pengujian Hipotesis 6
Hipotesis keenam menyatakan bahwa kontrol
perilaku
berpengaruh
positif
terhadap
perilaku
kepatuhan pajak.
Hasil uji tabel 4.4 menunjukkan bahwa pengaruh
kontrol perilaku dipersepsikan (KPD) dengan perilaku
kepatuhan pajak (PKP) menunjukkan nilai koefisien
jalur sebesar 0,925 dengan nilai t-value sebesar 4,743.
Nilai tersebut berpengaruh signifikan pada tingkatan
1% atau 2,58. Hasil ini berarti bahwa kontrol perilaku
dipersepsikan (KPD) memiliki hubungan positif dan
signifikan terhadap perilaku kepatuhan pajak (PKP)
yang berarti sesuai dengan hipotesis keenam, sehingga
dapat disimpulkan bahwa hipotesis keenam diterima.
Pengujian Hipotesis 7
Hipotesis
berperilaku
ketujuh
menyatakan
berpengaruh
positif
bahwa
terhadap
niat
perilaku
kepatuhan pajak.
Tabel 4.4 tampak bahwa pengaruh variabel niat
berperilaku (NB) dengan perilaku kepatuhan pajak
(PKP) menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar -0,370
dengan nilai t-value sebesar -1,611. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa niat berperilaku (NB) memiliki
hubungan
negatif
dan
tidak
signifikan
terhadap
perilaku kepatuhan pajak (PKP) yang berarti tidak
sesuai
dengan
hipotesis
ketujuh,
maka
disimpulkan bahwa hipotesis ketujuh ditolak.
48
dapat
PEMBAHASAN
Pengaruh Pengetahuan atas pajak terhadap Sikap
atas pajak
Hipotesis pertama menyatakan bahwa terdapat
pengaruh antara pengetahuan atas pajak dengan sikap
atas pajak. Dari hasil pengujian, pengetahuan
Wajib
Pajak atas pajak (PAP) menunjukkan pengaruh negatif
dan signifikan terhadap sikap Wajib Pajak atas pajak
(SAP)
yang
berarti
semakin
tinggi
pengetahuan
seseorang tentang pajak, semakin mereka memiliki
sikap yang tidak mendukung pajak. Hasil penelitian ini,
bertentangan
dengan
penelitian
sebelumnya
yang
dilakukan oleh Eriksen dan Fallan (1996) dan Endlund
(1999), yang memberikan hasil bahwa semakin tinggi
pengetahuan atas pajak, maka semakin positif sikap
atas pajak. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa
penelitian
ini
menunjukkan
hasil
yang
bertolak
belakang dengan penelitian sebelumnya.
Pengaruh pengetahuan atas pajak yang signifikan
menunjukkan bahwa pengetahuan yang tinggi atas
pajak menjamin Wajib Pajak akan memiliki sikap yang
negatif atas pajak. Hal tersebut diduga disebabkan oleh
persepsi atau keyakinan terhadap informasi-informasi
negatif yang mereka dapatkan dari berbagai sumber
sehingga pengetahuan yang mereka dapatkan dengan
persepsi atau keyakinan tersebut dapat menumbuhkan
sikap yang
tidak tepat. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan tinggi tentang pajak
justru membuat Wajib Pajak memiliki sikap tidak
mendukung pajak.
49
Pengaruh Sikap atas pajak terhadap Niat berperilaku
patuh
Hipotesis kedua menyatakan bahwa sikap atas
pajak memiliki pengaruh positif terhadap niat Wajib
Pajak untuk berperilaku patuh. Dari pengujian, sikap
atas pajak memiliki pengaruh positif namun tidak
signifikan yang ditunjukkan dengan nilai koefisien
0,039 dan nilai t-value sebesar 0,928.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin
mendukung sikap seseorang atas pajak, maka niat
orang itu untuk berperilaku patuh semakin meningkat.
Namun adanya pengaruh yang tidak signifikan dari
variabel sikap atas pajak ini menunjukkan bahwa
walaupun seseorang cenderung dipengaruhi oleh sikap
yang mendukung pajak namun hal tersebut tidak
memberikan pengaruh yang besar terhadap niat untuk
melakukan perilaku patuh pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya. Jika melihat hasil analisis
deskriptif variabel sikap atas pajak dapat dikatakan
bahwa rata-rata jawaban responden hanya masuk
dalam
kategori
menunjukkan
cukup
bahwa
berpengaruh.
rata-rata
Hal
responden
ini
cukup
memiliki sikap yang mendukung pajak.
Apabila dikaitkan dengan Theory of planned
behavior yang menjelaskan bahwa sikap merupakan
salah satu variabel yang mempengaruhi niat seseorang
untuk melakukan perilaku tertentu, maka dari hasil
pengujian hipotesis 2 tidak mendukung teori ini. Sikap
merupakan faktor di dalam individu (faktor internal)
yang
diasumsikan
mempengaruhi
niat
berperilaku
seseorang. Dengan hasil uji hipotesis 2, ini dapat
50
dijelaskan bahwa faktor internal tidak berpengaruh
signifikan terhadap niat melakukan perilaku patuh
dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Lebih lanjut
dapat dikatakan bahwa meskipun ada sedikit pengaruh
internal (sikap), namun yang juga turut menentukan
niat melakukan perilaku patuh adalah pihak luar
(faktor eksternal) yang ditunjukkan melalui pengaruh
orang-orang sekitar maupun seberapa besar kontrol
yang dimilikinya.
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian
dari Hidayat & Nugroho (2010); Jayanto (2011); dan
Rohmawati (2013) yang menunjukkan sikap tidak
berpengaruh terhadap niat berperilaku.
Pengaruh Norma subjektif terhadap Niat berperilaku
patuh
Hipotesis
ketiga
menyatakan
bahwa
norma
subjektif memiliki pengaruh positif terhadap niat Wajib
Pajak untuk berperilaku patuh. Dari pengujian, maka
hasilnya mendukung hipotesis ini, yang berarti bahwa
semakin besar tekanan sosial dari lingkungan Wajib
Pajak untuk patuh pajak, semakin besar pula niat
Wajib Pajak untuk berperilaku patuh.
Adanya hubungan positif dari norma subjektif
untuk berperilaku patuh terhadap niat berperilaku
untuk berperilaku ini, membuktikan secara empiris
bahwa Wajib Pajak cenderung merasakan adanya
tekanan
sosial
dari
lingkungan
sekitarnya
yang
mendorong mereka untuk memiliki niat berperilaku
patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Hal
ini
juga
dikarenakan
adanya
51
dimensi
kultur
masyarakat
timur
masyarakat
timur,
yang
kental.
seseorang
Dalam
akan
kultur
cenderung
mengikuti dan menganut nilai-nilai atau pendapat dari
orang-orang
yang
ada
dilingkungan
sekitranya
(Hofstede, 1991).
Apabila dikaitkan dengan Theory of Planned
behavior yang mengemukakan bahwa norma subjektif
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi niat
berperilaku, maka maka hasil pengujian hipotesis 3
mendukung teori tersebut. Hasil pengujian ini juga
sesuai dengan penemuan Mustikasari (2007); Zaini
(2010); dan Suherman (2012), yang menunjukkan
bahwa norma subjektif berpengaruh positif terhadap
niat berperilaku.
Pengaruh
Kontrol
perilaku
yang
dipersepsikan
terhadap Niat berperilaku patuh.
Hipotesis keempat menyatakan bahwa kontrol
perilaku memiliki pengaruh positif terhadap niat Wajib
Pajak untuk berperilaku patuh. Dari pengujiannya,
maka hasilnya mendukung hipotesis ini, yang berarti
bahwa semakin besar persepsi atas kontrol perilaku
yang dimiliki seseorang, maka akan meningkatkan niat
orang itu untuk melakukan perilaku patuh dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya.
Kontrol
perilaku
mengacu
kepada
persepsi
seseorang terhadap kemudahan atau kesulitan untuk
melakukan perilaku yang diinginkan, terkait dengan
keyakinan akan tersedia atau tidaknya sumber daya
dan kesempatan yang diperlukan untuk mewujudkan
perilaku tertentu (Ajzen 1991). Dari hasil analisis
52
deskriptif statistik menunjukkan bahwa responden
cenderung
memiliki
kontrol
perilaku
yang
besar,
dimana hal ini dipengaruhi oleh keterserdiaan sumber
daya yang dimiliki dengan kesempatan yang ada. Selain
itu, didukung lagi oleh sikap mereka yang positif atas
pajak dan tekanan sosial dari lingkungan sekitar yang
tinggi, membuat mereka semakin memiliki niat yang
besar
untuk
memenuhi
melakukan
kewajiban
perilaku
patuh
perpajakannya
dan
dalam
hal
ini
terbukti dalam pengujian hipotesis 4.
Selanjutnya hasil penelitian ini juga diperkuat
dengan
hasil
pengujian
Sobel
test
statistic
yang
menunjukkan bahwa variabel intervening yaitu niat
berperilaku
patuh
secara
signifikan
membawa
pengaruh variabel independen yaitu kontrol perilaku
terhadap perilaku kepatuhan pajak yang berkedudukan
sebagai variabel dependen. Hal ini membuktikan secara
empiris bahwa Wajib Pajak memiliki kontrol perilaku
yang besar untuk berperilaku patuh, akan mendorong
mereka untuk berniat berperilaku patuh yang pada
gilirannya
meningkatkan
berperilaku
patuh
dalam
kemungkinan
memenuhi
mereka
kewajiban
perpajakannya.
Hasil penelitian mendukung theory of planned
behavior
Ajzen
(1991),
Bobek
&
Hatfield
(2003),
Ernawati (2011), serta Pangestu & Rusmana (2012)
yang
menunjukkan
bahwa
kontrol
berpengaruh positif terhadap niat berperilaku.
53
perilaku
Pengaruh
Sikap
atas
pajak,
Norma
subyektif,
Kontrol perilaku yang dipersepsikan terhadap niat
berperilaku patuh.
Hipotesis kelima menyatakan bahwa terdapat
pengaruh signifikan antara variabel sikap atas pajak
(SAP),
norma
dipersepsikan
berperilaku.
subjektif
(KPD)
Dari
(NS),
dengan
kontrol
variabel
pengujiannya,
perilaku
niat
maka
untuk
hasilnya
mendukung hipotesis ini, yang berarti bahwa sikap
atas pajak, norma subyektif, kontrol perilaku secara
silmutan mempengaruhi niat untuk berperilaku patuh.
Secara
konseptual
ketiga
determinan
mempengaruhi niat berperilaku secara partial, namun
ketiga determinan juga memiliki kaitan satu dengan
lainnya (Ajzen, 2005). Kaitan ini disebabkan oleh
kesamaan
informasi
mempengaruhi
yang
keyakinan
diterima
yang
(beliefs)
yang
dapat
dimiliki
individu tersebut. Contoh kaitan antar determinan
adalah sikap seseorang dalam menentukan niat dan
perilaku juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya
dan kenyakinannya atas kontrol perilaku.
Peran lingkungan sosial atau orang-orang sekitar
(subjective norms) dapat membuat sikap seseorang
berbeda dengan niat dan perilakunya. Azwar (2005)
menjelaskan bahwa kondisi lingkungan dan situasi
memiliki
pengaruh
terhadap
Selanjutnya
Kurt
Lewin
menjelaskan
perilaku
sikap
dalam
adalah
seseorang.
Azwar
fungsi
(2005)
karakteristik
individu (meliputi: sikap, nilai, motif) dan lingkungan.
Keduanya
saling
berinteraksi
dalam
menentukan
perilaku, bahkan pengaruh lingkungan dapat lebih
54
besar
daripada
Senada,
karakteristik
Robbins
(2008)
individu
seseorang.
menjelaskan
bahwa
berbedanya sikap seseorang dengan perilaku yang
ditampilkannya dipengaruhi oleh tekanan sosial.
Selanjutnya, yang turut membuat berbedanya
sikap seseorang dengan perilaku yang ditampilkan
yaitu efikasi diri (self-efficacy). self-efficacy adalah
bagian dari perceived behavioral control (Ajzen, 2002).
Self-efficacy dijelaskan oleh Badura (1997) sebagai
keyakinan individu terhadap kemampuan mereka yang
akan mempengaruhi cara individu tersebut dalam
bereaksi terhadap situasi dan kondisi tertentu. Danang
(2013) yang menyatakan bahwa sikap seseorang untuk
menampilkan perilaku juga dipengaruhi oleh efikasi
diri. Hal senada juga dikemukan oleh Wijaya (2007)
bahwa
sikap
ditampilkan
seseorang
sangat
dengan
perilaku
bergantung
pada
yang
tingkat
kemampuannya untuk melakukan perilaku tersebut.
Hasil
penelitian
ini
mendukung
penelitian
yang
dilakukan oleh Taurusia (2011), Fausiah et al. (2013)
serta Anggelina dan Japarianto (2014).
Pengaruh
Kontrol
Perilaku
yang
Dipersepsikan
terhadap Perilaku kepatuhan pajak.
Hipotesis keenam menyatakan bahwa terdapat
pengaruh
positif
dipersepsikan
antara
(KPD)
variabel
dengan
kontrol
variabel
perilaku
perilaku
kepatuhan pajak. Dari pengujiannya, maka hasilnya
mendukung hipotesis ini, yang berarti bahwa semakin
besar kontrol perilaku yang dipersepsikan untuk patuh,
55
maka semakin besar pula perilaku patuh pajak yang
ditampilkan.
Seseorang yang memiliki kontrol perilaku yang
besar serta didukung dengan sikap yang positif dan
norma
subjektif
akan
memunculkan
niat
untuk
berperilaku patuh dan diikuti dengan perilaku patuh
dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Hal ini juga
dipengaruhi oleh kondisi pengendalian yang nyata di
lapangan (actual behavioral control). Kondisi nyata yang
memungkinkan Wajib Pajak untuk berperilaku patuh
akan memberikan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk
berperilaku patuh. Sehingga dapat dikatakan bahwa
kontrol
perilaku
secara
langsung
mempengaruhi
perilaku patuh Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajaknnya.
Penemuan ini sejalan dengan hasil temuan dari
Andrianto (2010), Laksono (2011), dan Hardaya (2013)
yang membuktikan bahwa kontrol perilaku memiliki
hubungan positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak.
Pengaruh Niat berperilaku patuh terhadap Perilaku
kepatuhan pajak.
Hipotesis ketujuh menyatakan bahwa terdapat
pengaruh positif antara variabel niat berperilaku (NB)
dengan
variabel
pengujiannya,
perilaku
maka
kepatuhan
hasilnya
tidak
pajak.
Dari
menunjukkan
dukungan terhadap hipotesis ini, artinya variabel niat
berperilaku tidak memiliki hubungan positif terhadap
perilaku kepatuhan pajak.
Hasil penelitian ini berbeda dengan pandangan
studi
teoritis
dan
empiris
56
dari
hasil
penelitian
sebelumnya yang telah dilakukan oleh Bobek & Hatfield
(2003), Ajzen (2005), Mustikasari (2007), dan Hidayat &
Nugroho (2010) yang menyatakan bahwa semakin besar
niat Wajib Pajak untuk berperilaku patuh dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya, semakin besar
pula keberhasilan prediksi perilaku tersebut. Tidak
sesuainya
hasil
penelitian
ini
dengan
penelitian
terdahulu, menunjukkan bahwa semakin besar niat
Wajib Pajak untuk berperilaku patuh tidak menjamin
bahwa
mereka
akan
berperilaku
patuh
dalam
memenuhi kewajiban perpajakanya. Hal ini diduga
dipengaruhi oleh keyakinan akan kemampuan untuk
melakukannya atau juga disebut sebagai keyakinan
sendiri (self efficacy) (Ajzen 2002). Pendapat yang
hampir sama dari Bandura (1997) yakni individualindividual akan cenderung puas dengan perilaku yang
mereka rasa mampu melakukannya dan cenderung
tidak
mereka
menyukainya
tidak
disimpulkan
untuk
perilaku-perilaku
menguasainya.
bahwa
seseorang
Sehingga
akan
yang
dapat
menampilkan
suatu perilaku ketika mereka merasa mampu untuk
melakukannya.
57
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Demografi Objek Penelitian
Bagian ini akan membahas demografi responden
berdasarkan jenis kelamin, usia, penghasilan setahun,
dan
status
hutang
pajak
tahun
lalu.
Ringkasan
berbagai demografi tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1
berikut ini.
Tabel 4.1
Data Demografi Responden
Demografi
Kategori
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
25-33
34-42
43-51
52-58
> PTKP
< PTKP
Kurang Bayar
Nihil
Lebih Bayar
Usia
Penghasilan
Setahun
Status Hutang
Pajak Tahun
Lalu
Jumlah
Responden
109
64
20
61
71
21
173
88
52
33
Presentase
(%)
63.0
37.0
11.6
35.3
41.0
12.1
100
50.9
30.1
19.1
Sumber: Data Primer yang diolah, September 2014.
Dari tabel di atas tampak bahwa responden
terbanyak dalam penelitian ini berjenis kelamin lakilaki yakni sebanyak 63%, dimana sebagian besar
responden (41%) berada pada kisaran usia 43-51
tahun. Selanjutnya, dari 173 responden tersebut,
semuanya memiliki penghasilan setahun melebihi PTKP
yang ditentukan, yang ditunjukkan dengan presentase
sebesar 100%. Sementara itu, berdasarkan status
hutang pajak tahun lalu, responden dalam penelitian
31
ini memiliki status hutang pajak kurang bayar yaitu
sebanyak 50,9%, yang berarti lebih dari setengah
responden merupakan Wajib Pajak yang memiliki
kewajiban untuk melunasi kekurangan pembayaran
pajak terutang.
Statistik Deskriptif Objek Penelitian
Statistik deskriptif dari variabel dalam penelitian
ini dijelaskan melalui Frekuensi Jawaban Responden,
Mean (rata-rata), dan Standar Deviasi dari tiap variabel,
seperti terlihat dalam Tabel 4.2. Melalui Tabel 4.2
tersebut dapat dilihat bahwa variabel pengetahuan atas
pajak
diukur
dengan
menggunakan
sepuluh
(10)
indikator dengan menggunakan dua kategori yaitu
benar atau salah. Adapun hasil statistik deskriptif
menunjukkan bahwa nilai rata-rata pengetahuan atas
pajak secara keseluruhan adalah sebesar 7,843. Angka
ini terletak pada interval jawaban 6,7 – 10 yang berarti
para responden memiliki pengetahuan yang tinggi atas
pajak. Sedangkan nilai standar deviasi sebesar 2,651
menunjukkan
terhadap
bahwa
variabel
ini
variasi
jawaban
bervariasi,
responden
dimana
jawaban
responden menyebar ke dalam dua kategori dengan
kecenderungan yang berbeda-beda.
Diantara sepuluh indikator pengetahuan atas
pajak terlihat bahwa jumlah jawaban benar tertinggi
(sebesar 88,4%) ditunjukkan pada butir pertanyaan
empat yakni objek pajak penghasilan adalah PTKP
Wajib
Pajak,
yaitu
setap
tambahan
kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak.
Sedangkan jumlah jawaban benar terendah (65,8%) ada
pada butir pertanyaan Sembilan, yaitu PTKP untuk diri
32
setiap tambahan Wajib Pajak yang kawin sebesar Rp
2.050.000 per tahun (Lampiran 4). Wajib Pajak yang
menjadi responden penelitian ini mampu menjawab
dengan
benar
lebih
banyak
pada
pertanyaan-
pertanyaan yang konseptual seperti defenisi pajak
penghasilan,
cakupan
subjek
pajak
penghasilan
menurut
ketentuan
dan
pajak.
defenisi
Adapun
pengetahuan teknis tentang mekanisme pemenuhan
ketentuan perpajakan seperti besarnya sanksi, denda,
PTKP dan tarif pajak dijawab dengan presentase yang
lebih rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa
pengetahuan
teknis
tentang
peraturan
perpajakan masih perlu ditingkatkan lagi.
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif Variabel
No
Variabel
N
Min
Max
Mean
1
2
3
4
Pengetahuan Atas Pajak
Sikap Atas Pajak
Norma Subjektif
Kontrol Perilaku yang
Dipersepsikan
Niat Berperilaku
Perilaku Kepatuhan
Pajak
173
173
173
0
2
3
10
5
5
7,843
3,938
3,943
Standar
Deviasi
2,651
0,697
0,566
173
2
5
4,047
0,670
173
3
5
3,985
0,548
173
1
5
3,887
0,693
5
6
Sumber: Lampiran 4 hasil pengolahan data PASW Statistic, 2014
Keterangan :
0 – 3,3 = Rendah
3,4 – 6,6 = Sedang
6,7 – 10 = Tinggi
Variabel sikap atas pajak diukur dengan lima
indikator
dan
menggunakan
lima
kategori.
Data
statistik deskriptif pada tabel 4.2 untuk menunjukkan
skor rata-rata sikap atas pajak secara keseluruhan
adalah 3,938. Angka ini tergolong sedang dan terletak
33
pada interval jawaban 3,4–6,6 yang menunjukkan
bahwa responden dalam penelitian ini memiliki sikap
yang cenderung mendukung pajak adalah hal yang
positif.
Nilai
keseluruhan
rata-rata
sebesar
standar
0,697
deviasi
secara
menunjukkan
variasi
jawaban responden terhadap variabel ini relatif kecil
atau tidak bervariasi. Hal ini berarti jawaban responden
menyebar
ke
dalam
lima
kategori
dengan
kecenderungan yang sama.
Diantara
kelima
indikator
sikap
atas
pajak
terlihat bahwa responden yang cenderung memiliki
sikap mendukung pajak terbesar (sebesar 4,060) yaitu
indikator pajak adalah sumber utama penerimaan
Negara, dan indikator penundaan dan pembayaran
akan merugikan Negara. Sedangkan yang paling kecil
(sebesar 3,690) ditunjukkan pada indikator warga
Negara tidak harus patuh dalam membayar pajak
karena banyak penerimaan pajak yang disalahgunakan
(Lampiran
4).
Dengan
demikian,
berdasarkan
keseluruhan data tampak jelas bahwa dalam variabel
sikap atas pajak, responden dalam penelitian ini
cenderung memiliki sikap positif atas pajak dalam
memenuhi kewajiban perpajakan mereka.
Variabel
norma
subjektif
diukur
dengan
menggunakan empat indikator. Adapun hasil statistik
deskriptif dari variabel norma subjektif menunjukkan
bahwa
skor
rata-rata
norma
subjektif
secara
keseluruhan adalah 3,943. Hal ini dapat diartikan
bahwa norma subjektif yang dipersepsikan cenderung
dirasakan oleh responden. Hal ini menunjukkan bahwa
responden cukup setuju jika tekanan sosial dapat
34
meningkatkan
perilaku
patuh
dalam
memenuhi
kewajiban perpajakannya.
Tekanan sosial tersebut ditunjukkan dengan
adanya keluarga yang peduli terhadap perilaku patuh
dalam membayar pajak dengan rata-rata skor sebesar
3.850, teman yang menunjukkan perilaku patuh dalam
memenuhi kewajiban pajaknya dengan rata-rata skor
sebesar 4,010 dan Warga di lingkungan sekitar yang
cenderung patuh dalam dengan ratarata skor sebesar
4,485 serta menghitung, membayar dan melaporkan
pajak secara benar sesuai anjuran keluarga, teman,
maupun warga sekitar dengan skor rata-rata 3.970
(Lampiran
4),
sehingga
responden
merasa
bahwa
perilaku patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakan
mereka cukup meningkat dengan adanya perilaku
patuh dari lingkungan sekitar.
Sedangkan nilai rata-rata standar deviasi secara
keseluruhan
sebesar
0,566
menunjukkan
variasi
jawaban responden terhadap variabel ini relatif kecil
atau tidak bervariasi. Hal ini berarti jawaban responden
menyebar
ke
dalam
lima
kategori
dengan
kecenderungan yang sama. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa responden dalam penelitian ini
cenderung merasakan tekanan sosial dari lingkungan
sekitar untuk berperilaku patuh dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya.
Variabel
Kontrol
perilaku
diukur
dengan
menggunakan tujuh indikator. Berdasarkan jawaban
responden pada tabel 4.2 diketahui bahwa skor ratarata kontrol perilaku secara keseluruhan adalah 4,047.
Angka ini terletak pada interval jawaban 3.4 – 6.6, yang
35
berarti bahwa responden memiliki kontrol perilaku
yang cenderung besar. Kontrol perilaku tersebut terkait
dengan
kemudahan
kepatuhan
pajak
untuk
dalam
melakukan
memenuhi
perilaku
kewajiban
perpajakan, dimana dengan adanya kontrol perilaku,
responden dapat dengan mudah berperilaku patuh dan
memiliki kesempatan untuk dapat berperilaku patuh.
Ketersediaan sumber daya serta didukung lagi dengan
kesempatan yang dimiliki yang cenderung tinggi pada
akhirnya mempermudah responden untuk melakukan
perilaku patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakan
mereka.
Selanjutnya diantara ketujuh indikator variabel
kontrol perilaku, terlihat bahwa yang memiliki nilai
rata-rata tertinggi (sebesar 4,260) yaitu indikator yang
mencerminkan ketersediaan sumber daya, sedangkan
nilai rata-rata terendah (sebesar 3,760) ditunjukkan
oleh indikator yang mencerminkan kesempatan yang
dimiliki (Lampiran 4). Nilai rata-rata standar deviasi
secara keseluruhan sebesar 0,670 variasi jawaban
responden terhadap variabel ini relatif kecil atau tidak
bervariasi. Hal ini berarti jawaban responden menyebar
ke dalam lima kategori dengan kecenderungan yang
sama.
Dari
keseluruhan
data
statistik
deskriptif
tersebut terlihat bahwa responden dalam penelitian ini
cenderung
sehingga
memiliki
kontrol
memudahkan
perilaku
mereka
untuk
yang
besar
melakukan
perilaku patuh pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya, dimana hal tersebut terkait dengan
ketersediaan sumber daya serta kesempatan yang
dimiliki.
36
Variabel niat melakukan perilaku patuh pajak
dalam memenuhi kewajiban perpajakan diukur dengan
menggunakan
empat
indikator.
Berdasarkan
data
statistik deskriptif terlihat bahwa skor rata-rata niat
melakukan perilaku patuh pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakan secara keseluruhan adalah 3,985
yang
masuk
dalam
kategori
sedang.
Hal
ini
mencerminkan bahwa responden dalam penelitian ini
cenderung
memiliki
keinginan
untuk
melakukan
perilaku patuh pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakan, yang dinyatakan responden melalui untuk
keinginannya untuk menghitung pajak terutang secara
benar, sesuai aturan perpajakan, untuk membayar
pajak
terutang
sesuai
dengan
penghasilan
yang
diperoleh, tekadnya untuk selalu tepat waktu dalam
menyampaikan SPT, dan usahanya untuk bersikap
jujur
dan
kooperatif
dalam
memenuhi
kewajiban
perpajakan.
Selanjutnya nilai rata-rata standar deviasi secara
keseluruhan sebesar 0,548 variasi jawaban responden
terhadap variabel ini relatif kecil atau tidak bervariasi.
Hal ini berarti jawaban responden menyebar ke dalam
lima
kategori
dengan
kecenderungan
yang
sama.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa responden
dalam penelitian ini memiliki niat yang cenderung
besar
untuk
melakukan
perilaku
patuh
dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya.
Variabel
perilaku
patuh
dalam
memenuhi
kewajiban perpajakan diukur dengan menggunakan
tujuh indikator.
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa skor
rata-rata perilaku patuh dalam memenuhi kewajiban
37
perpajakan secara keseluruhan adalah 3.887, yang
berarti
mayoritas
berperilaku
responden
patuh
perpajakannya.
dalam
Sedangkan
cenderung
memenuhi
nilai
sudah
kewajiban
standar
deviasi
sebesar 0,693. Hal ini berarti jawaban responden
menyebar
ke
dalam
lima
kategori
dengan
kecenderungan yang sama.
Selanjutnya diantara ketujuh indikator variabel
kontrol perilaku, terlihat bahwa yang memiliki nilai
rata-rata tertinggi (sebesar 4,260) yaitu indikator tidak
pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak
pidana jangka waktu 10 tahun, sedangkan nilai ratarata
terendah
(sebesar
3,660)
ditunjukkan
oleh
indikator keterlambatan SPT Masa yang sampaikan
tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa
pajak berikutnya (Lampiran 4). Dengan demikian,
terlihat
bahwa
menunjukkan
mayoritas
perilaku
responden
patuh
dalam
cenderung
memenuhi
kewajiban perpajakan.
HASIL PENGUJIAN
Kecocokan Model Pengukuran (Outer model)
Model pengukuran dalam PLS disebut juga outer
model. Outer model mendefenisikan bagaimana setiap
indikator berhubungan dengan konstruknya (Ghozali,
2006). Kecocokan model pengukuran ini terdiri dari uji
validitas, reliabilitas, dan signifikansi indikator dari
konstruk yang terlibat.
38
Uji Validitas
Pada metode Structural Equation Model (SEM)
sudah terdapat rumusan untuk menguji validitas dan
reliabilitas. Cara yang sering digunakan oleh peneliti di
bidang SEM untuk melakukan pengukuran melalui
analisis
faktor
menggunakan
konfirmatori
pendekatan
adalah
MTMM
dengan
(MultiTrait
MultiMethod) dengan menguji validitas konvergen dan
diskriminan (Campbell dan Fiske, dalam Latan dan
Ghozali, 2012;78). Uji validitas konvergen indikator
refleksif dengan program SmartPLS 2.0 M3 dapat
dilihat
dari
total
effects
untuk
setiap
indikator
konstruk. Rule of thumb yang biasanya digunakan
untuk menilai validitas konvergen yaitu nilai loading
factor harus lebih dari 0,7 dan nilai average variance
extracted (AVE) harus lebih besar dari 0,5. Namun
untuk penelitian tahap awal dari pengembangan skala
pengukuran, nilai loading factor 0,5-0,6 masih dianggap
cukup (Chin, 1998).
Cara menguji validitas diskriminan
dengan
indikator refleksif yaitu dengan melihat nilai cross
loading untuk setiap variabel. Nilai cross loading harus
di
atas
0,6.
Butir-butir
pernyataan
yang
tidak
memenuhi kriteria valid tersebut tidak dapat diikutkan
dalam pengujian selanjutnya (Wijanto, 2008). Dari
hasil pengujian menunjukkan bahwa terdapat beberapa
indikator
yang
belum
memenuhi
syarat
validitas
konvergen dan diskriminan yaitu PAP2, PAP3, PAP4
dan KPD4. Hal ini dapat dilihat dari nilai loading factor
dan cross loading yang lebih kecil dari 0.6 dan AVE dari
39
dua konstruk yang lebih kecil dari 0.5. Melalui uji
validitas ini maka dinyatakan bahwa indikator yang
tidak
valid
menurut
Wijanto
(2008)
tidak
dapat
dari
output
digunakan dalam pengujian selanjutnya.
Selanjutnya,
hasil
uji
validitas
SmartPLS 2.0 M3 setelah beberapa indikator tersebut
dihilangkan menunjukkan bahwa semua indikator
dinyatakan
valid
(Lampiran
5).
Hasil
pengujian
menunjukkan bahwa variabel pengetahuan atas pajak
sekarang hanya diwakili oleh tujuh indikator yang
dinilai valid (PAP1, PAP5,PAP6, PAP7, PAP8, PAP9, dan
PAP10). Variabel kontrol perilaku yang dipersepsikan
diwakili oleh enam indikator yang dinilai valid (KPD1,
KPD2, KPD3, KPD5, KPD6, dan KPD7). Sedangkan
untuk variabel sikap atas pajak, norma subjektif, niat
untuk berperilaku dan perilaku kepatuhan pajak tidak
ada perubahan dalam jumlah indikator karena semua
indikator di dalamnya dinilai valid. Selanjutnya, nilai
AVE dan Communality menunjukkan angka di atas 0.5
yang berarti bahwa lebih dari 50% variance indikator
dapat dijelaskan. Dengan demikian, syarat validitas
konvergen dan diskriminan telah terpenuhi.
Uji Reliabilitas
Tahapan
kecocokan
kedua
pengukuran
adalah
yang
pengujian
dilakukan
model
terhadap
masing-masing konstruk laten yang ada di dalam
model. Pemeriksaan terhadap konstruk laten dilakukan
terkait dengan pengukuran konstruk laten oleh variabel
manifest (indikator). Dengan kata lain, akan dilakukan
pengecekan
reliabilitas
dari
40
variabel
teramati.
Pengecekan reliabilitas dilakukan untuk membuktikan
akurasi, konsistensi dan ketepatan instrument dalam
mengukur
pengukuran
konstruk.
Dalam
reliabilitas
SmartPLS
suatu
2.0
konstruk
M3,
dengan
indikator refleksif dapat dilakukan dengan melihat nilai
composite reliability dan cronbach’s alpha harus lebih
besar dari 0.70 (Latan dan Ghozali, 2012).
Dari hasil pengukuran menunjukkan bahwa
semua variabel memiliki nilai composite reliability dan
cronbach’s
alpha
di
atas
0.70,
sehingga
dapat
dinyatakan bahwa semua variabel dalam penelitian ini
reliabel (Lampiran 5).
Signifikasi Outer Model
Setelah dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas,
maka didapatkan hasil bahwa data yang digunakan
data yang digunakan dalam penelitian ini sudah valid
dan reliabel. Tahap pengujian selanjutnya adalah
signifikansi antara konstruk eksogen dan konstruk
endogen. Signifikansi outer model dapat diketahui
setelah melakukan bootsraping. Signifikansi indikator
penyusun eksogen dapat dilihat dari nilai t-statistic.
Apabila t-value > t tabel, maka semua indikator
signifikan mengukur konstruk endogen.
Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa semua
indikator memiliki nilai t-value > t-tabel, sehingga
dapat
dinyatakan
bahwa
semua
indikator
dalam
penelitian ini signifikan mengukur konstruk eksogen
(lampiran 6 ,output outer loadings).
41
Kecocokan Model Struktural (Inner Model)
Tahapan selanjutnya dalam pengukuran SEM
adalah kecocokan model struktural yang digunakan
juga untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini.
Dalam menilai model struktural dengan PLS, dimulai
dengan menilai R-Square untuk setiap variabel laten
endogen
sebagai
kekuatan
prediksi
dari
model
struktural. Pengaruh nilai R-Square dapat digunakan
untuk menjelaskan pengaruh variabel eksogen tertentu
terhadap variabel laten endogen apakah mempunyai
pengaruh yang substantif. Nilai R-Square 0.75, 0.50
dan 0.25 menunjukkan bahwa model kuat, moderate
dan lemah yang mempresentasikan besarnya jumlah
variance konstruk yang dijelaskan oleh model.
G
ambar 4.1
Path Diagram (Algorithm)
Evaluasi model dilakukan dengan melihat nilai
signifikansi untuk mengetahui pengaruh antar variabel.
Evaluasi model struktural berkaitan dengan pengujian
hubungan
antar
variabel
42
yang
sebelumnya
dihipotesiskan.
pengaruh
Di
tahap
hubungan
akhir
antar
ini
akan
variabel
dilihat
laten
dan
signifikansinya. Pengaruh hubungan dapat dilihat dari
tanda positif (+) atau negatif (-) yang ditampilkan dari
output
SmartPLS
2.0
M3,
sedangkan
tingkat
signifikansinya dapat dilihat dari nilai t-value . Hasil
pengujian data menggunakan SmartPLS 2.0 M3 dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.3
Hasil Uji Kecocokan Model Struktural
Variabel Eksogen
Pengetahuan atas pajak
Sikap atas Pajak
Norma Subjektif
Kontrol Perilaku yang
Dipersepsikan
Niat Berperilaku Patuh
Kontrol Perilaku yang
Dipersepsikan
Variabel Endogen
Sikap atas Pajak
R Square
0,236
Niat Berperilaku Patuh
0,964
Kepatuhan Pajak
0,364
Sumber: Lampiran 6, Data output Sofware SmartPLS 2.0.M3, 2014
Dari hasil yang tampak pada tabel 4.3 diperoleh
nilai R-Square untuk variabel sikap atas pajak (PAP)
adalah 0.236, dan untuk variabel perilaku kepatuhan
pajak (PKP) adalah 0.364 yang berarti bahwa derajat
kecocokan
antar
kontruk
untuk
kedua
variabel
tersebut tergolong lemah. Hal ini berarti bahwa kontruk
endogen
sikap
atas
pajak
dapat
dijelaskan
oleh
pengetahuan atas pajak sebesar 23.6%, dan untuk
kontruk endogen perilaku kepatuhan pajak dapat
dijelaskan oleh niat berperilaku dan kontrol perilaku
yang dipersepsikan sebesar 36,4%. Sedangkan untuk
variabel
niat
berperilaku
(NB)
memiliki
derajat
kecocokan antar kontruk yang sangat kuat yaitu
43
sebesar 0,964. Hal ini berarti bahwa konstruk endogen
niat berperilaku (NB) dapat dijelaskan oleh sikap atas
pajak (SAP), norma subjektif (NS), dan kontrol perilaku
dipersepsikan (KPD) sebesar 96,4%.
Pengujian Hipotesis
Signifikansi
parameter
yang
diestimasi
memberikan informasi yang sangat berguna mengenai
hubungan antara variabel-variabel penelitian. Dasar
yang digunakan dalam menguji hipotesis adalah nilai
yang terdapat pada output path coeficients dan output
Anova berikut ini:
Tabel 4.4
Path Coeficients
Hipotesis
H1
H2
H3
H4
H6
H7
Path
PAP → SAP
SAP → NB
NS → NB
KDP → NB
KDP → PKP
NB → PKP
Koefisien Jalur
-0.486
0.039
0.860
0.093
0.925
-0.370
T-Value
-6.952***
0.928
16.497***
1.772*
4.743***
-1.611
Sumber: Lampiran 6, Data output Sofware SmartPLS 2.0.M3, 2014
Keterangan : *** signifikan pada = 0,01 atau t-value = 2,58
** signifikan pada = 0,05 atau t-value = 1,96
* signifikan pada = 0,1 atau t-value = 1,64
Pengujian Hipotesis 1
Hipotesis
pertama
menyatakan
bahwa
pengetahuan atas pajak berpengaruh terhadap sikap
atas pajak.
Pada tabel 4.4 tampak bahwa pengaruh variabel
pengetahuan atas pajak (PAP) terhadap sikap atas
pajak (SAP) menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar 0.486 dengan nilai t-value sebesar -6,952. Nilai tersebut
44
signifikan pada tingkat 1% atau 2,58 dengan arahnya
negatif. Hasil tersebut berarti bahwa pengetahuan atas
pajak (PAP) memiliki hubungan negatif dan signifikan
terhadap sikap atas pajak (SAP) yang berarti sesuai
dengan hipotesis pertama, maka dapat disimpulkan
bahwa hipotesis pertama diterima.
Pengujian Hipotesis 2
Hipotesis kedua menyatakan bahwa sikap atas
pajak berpengaruh positif terhadap niat berperilaku.
Pada tabel 4.4 tampak bahwa pengaruh variabel
sikap atas pajak (SAP) terhadap niat berperilaku (NB)
menunjukkan
nilai
koefisien
jalur
sebesar
0.039
dengan nilai t-value sebesar 0,928. Nilai tersebut tidak
menunjukkan signifikansi. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa sikap atas pajak (SAP) memiliki
hubungan positif tetapi tidak signifikan terhadap niat
berperilaku (NB) yang berarti tidak sesuai dengan
hipotesis
kedua,
maka
dapat
disimpulkan
bahwa
hipotesis kedua ditolak.
Pengujian Hipotesis 3
Hipotesis
ketiga
menyatakan
bahwa
norma
subjektif berpengaruh positif terhadap niat berperilaku.
Pada tabel 4.4 tampak bahwa pengaruh variabel
norma subjektif (NS) dengan niat berperilaku (NB)
menunjukkan
nilai
koefisien
jalur
sebesar
0,860
dengan nilai t-value sebesar 16,497. Nilai tersebut
berpengaruh signifikan pada tingkatan 1% atau 2,58.
Hasil tersebut berarti bahwa norma subjektif (NS)
memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap niat
berperilaku (NB) yang berarti sesuai dengan hipotesis
45
ketiga, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis ketiga
diterima.
Pengujian Hipotesis 4
Hipotesis keempat menyatakan bahwa kontrol
perilaku berpengaruh positif terhadap niat berperilaku.
Pada tabel 4.4 tampak bahwa pengaruh variabel
kontrol perilaku dipersepsikan (KPD) dengan niat
berperilaku (NB) menunjukkan nilai koefisien jalur
sebesar 0,093 dengan nilai t-value sebesar 1,772. Nilai
tersebut berpengaruh signifikan pada tingkatan 10%
atau 1,64. Hasil ini berarti bahwa kontrol perilaku
dipersepsikan (KPD) memiliki hubungan positif dan
signifikan terhadap niat berperilaku (NB) yang berarti
sesuai
dengan
hipotesis
keempat,
maka
dapat
disimpulkan bahwa hipotesis keempat diterima.
Selanjutnya dalam penelitian ini akan dilakukan
uji signifikansi indirect effect dengan menggunakan
Sobel’s test untuk lebih memperkuat hasil pengujian
hipotesis 4 dan menjelaskan kenapa sikap sering tidak
konsisten dengan perilaku.
Pengujian Sobel’s test
Tabel 4.5
Uji signifikansi indirect effect dari variabel niat
berperilaku terhadap pengaruh kontrol perilaku
terhadap perilaku kepatuhan pajak.
Indirect Effect and Significannce Using Normal Distribution
Value
s.e
LL95CI
UL95CI
Z
Effect
-0,3450
0,1106
-0,5617
-0,1283
-3,1208
46
Sig(two)
0,0018
Berdasarkan pada tabel 4.5, tampak bahwa
pengujian signifikansi indirect effect dengan sobel’s test
diperoleh nilai Z = -3,1208 dan p = 0,0018. Karena zvalue
dalam
harga
mutlak
<
2,58
dan
tingkat
signifikansi statistik z (p-value) < 0,01, berarti indirect
effect variabel independen terhadap variabel dependen
melalui
mediator,
signifikan
pada
0,01.
Dengan
demikian hasil menunjukkan bahwa variabel mediator
yaitu niat berperilaku secara signifikan membawa
pengaruh variabel independen yaitu kontrol perilaku
terhadap perilaku kepatuhan pajak yang berkedudukan
sebagai variabel dependen. Hal ini juga memperkuat
hasil pengujian hipotesis 4.
Tabel 4.6 Uji Anova
ANOVAb
Model
1
Sum of Squares
Df
Mean Square
Regression
Residual
674.447
38.975
3
169
Total
713.422
172
224.816
.231
F
Sig.
974.833
.000
Sumber: Lampiran 7, hasil pengolahan data IBM SPSS Statistics, 2014
Pengujian Hipotesis 5
Hipotesis kelima menyatakan bahwa sikap atas
pajak, norma subjektif, kontrol perilaku berpengaruh
secara simultan terhadap niat berperilaku.
Hasil uji pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa
nilai
F
hitung
sebesar
974,83
dengan
tingkat
signifikansi 0,000. Karena probabilitas (0,000) jauh
lebih kecil dari 0,05, maka model regresi ini dapat
dipakai untuk memprediksi niat atau bisa dikatakan
bahwa sikap atas pajak, norma subjektif dan kontrol
perilaku
yang
dipersepsikan
47
berpengaruh
secara
simultan terhadap niat Wajib Pajak untuk berperilaku.
Dengan demikian hipotesis kelima diterima.
Pengujian Hipotesis 6
Hipotesis keenam menyatakan bahwa kontrol
perilaku
berpengaruh
positif
terhadap
perilaku
kepatuhan pajak.
Hasil uji tabel 4.4 menunjukkan bahwa pengaruh
kontrol perilaku dipersepsikan (KPD) dengan perilaku
kepatuhan pajak (PKP) menunjukkan nilai koefisien
jalur sebesar 0,925 dengan nilai t-value sebesar 4,743.
Nilai tersebut berpengaruh signifikan pada tingkatan
1% atau 2,58. Hasil ini berarti bahwa kontrol perilaku
dipersepsikan (KPD) memiliki hubungan positif dan
signifikan terhadap perilaku kepatuhan pajak (PKP)
yang berarti sesuai dengan hipotesis keenam, sehingga
dapat disimpulkan bahwa hipotesis keenam diterima.
Pengujian Hipotesis 7
Hipotesis
berperilaku
ketujuh
menyatakan
berpengaruh
positif
bahwa
terhadap
niat
perilaku
kepatuhan pajak.
Tabel 4.4 tampak bahwa pengaruh variabel niat
berperilaku (NB) dengan perilaku kepatuhan pajak
(PKP) menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar -0,370
dengan nilai t-value sebesar -1,611. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa niat berperilaku (NB) memiliki
hubungan
negatif
dan
tidak
signifikan
terhadap
perilaku kepatuhan pajak (PKP) yang berarti tidak
sesuai
dengan
hipotesis
ketujuh,
maka
disimpulkan bahwa hipotesis ketujuh ditolak.
48
dapat
PEMBAHASAN
Pengaruh Pengetahuan atas pajak terhadap Sikap
atas pajak
Hipotesis pertama menyatakan bahwa terdapat
pengaruh antara pengetahuan atas pajak dengan sikap
atas pajak. Dari hasil pengujian, pengetahuan
Wajib
Pajak atas pajak (PAP) menunjukkan pengaruh negatif
dan signifikan terhadap sikap Wajib Pajak atas pajak
(SAP)
yang
berarti
semakin
tinggi
pengetahuan
seseorang tentang pajak, semakin mereka memiliki
sikap yang tidak mendukung pajak. Hasil penelitian ini,
bertentangan
dengan
penelitian
sebelumnya
yang
dilakukan oleh Eriksen dan Fallan (1996) dan Endlund
(1999), yang memberikan hasil bahwa semakin tinggi
pengetahuan atas pajak, maka semakin positif sikap
atas pajak. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa
penelitian
ini
menunjukkan
hasil
yang
bertolak
belakang dengan penelitian sebelumnya.
Pengaruh pengetahuan atas pajak yang signifikan
menunjukkan bahwa pengetahuan yang tinggi atas
pajak menjamin Wajib Pajak akan memiliki sikap yang
negatif atas pajak. Hal tersebut diduga disebabkan oleh
persepsi atau keyakinan terhadap informasi-informasi
negatif yang mereka dapatkan dari berbagai sumber
sehingga pengetahuan yang mereka dapatkan dengan
persepsi atau keyakinan tersebut dapat menumbuhkan
sikap yang
tidak tepat. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan tinggi tentang pajak
justru membuat Wajib Pajak memiliki sikap tidak
mendukung pajak.
49
Pengaruh Sikap atas pajak terhadap Niat berperilaku
patuh
Hipotesis kedua menyatakan bahwa sikap atas
pajak memiliki pengaruh positif terhadap niat Wajib
Pajak untuk berperilaku patuh. Dari pengujian, sikap
atas pajak memiliki pengaruh positif namun tidak
signifikan yang ditunjukkan dengan nilai koefisien
0,039 dan nilai t-value sebesar 0,928.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin
mendukung sikap seseorang atas pajak, maka niat
orang itu untuk berperilaku patuh semakin meningkat.
Namun adanya pengaruh yang tidak signifikan dari
variabel sikap atas pajak ini menunjukkan bahwa
walaupun seseorang cenderung dipengaruhi oleh sikap
yang mendukung pajak namun hal tersebut tidak
memberikan pengaruh yang besar terhadap niat untuk
melakukan perilaku patuh pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya. Jika melihat hasil analisis
deskriptif variabel sikap atas pajak dapat dikatakan
bahwa rata-rata jawaban responden hanya masuk
dalam
kategori
menunjukkan
cukup
bahwa
berpengaruh.
rata-rata
Hal
responden
ini
cukup
memiliki sikap yang mendukung pajak.
Apabila dikaitkan dengan Theory of planned
behavior yang menjelaskan bahwa sikap merupakan
salah satu variabel yang mempengaruhi niat seseorang
untuk melakukan perilaku tertentu, maka dari hasil
pengujian hipotesis 2 tidak mendukung teori ini. Sikap
merupakan faktor di dalam individu (faktor internal)
yang
diasumsikan
mempengaruhi
niat
berperilaku
seseorang. Dengan hasil uji hipotesis 2, ini dapat
50
dijelaskan bahwa faktor internal tidak berpengaruh
signifikan terhadap niat melakukan perilaku patuh
dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Lebih lanjut
dapat dikatakan bahwa meskipun ada sedikit pengaruh
internal (sikap), namun yang juga turut menentukan
niat melakukan perilaku patuh adalah pihak luar
(faktor eksternal) yang ditunjukkan melalui pengaruh
orang-orang sekitar maupun seberapa besar kontrol
yang dimilikinya.
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian
dari Hidayat & Nugroho (2010); Jayanto (2011); dan
Rohmawati (2013) yang menunjukkan sikap tidak
berpengaruh terhadap niat berperilaku.
Pengaruh Norma subjektif terhadap Niat berperilaku
patuh
Hipotesis
ketiga
menyatakan
bahwa
norma
subjektif memiliki pengaruh positif terhadap niat Wajib
Pajak untuk berperilaku patuh. Dari pengujian, maka
hasilnya mendukung hipotesis ini, yang berarti bahwa
semakin besar tekanan sosial dari lingkungan Wajib
Pajak untuk patuh pajak, semakin besar pula niat
Wajib Pajak untuk berperilaku patuh.
Adanya hubungan positif dari norma subjektif
untuk berperilaku patuh terhadap niat berperilaku
untuk berperilaku ini, membuktikan secara empiris
bahwa Wajib Pajak cenderung merasakan adanya
tekanan
sosial
dari
lingkungan
sekitarnya
yang
mendorong mereka untuk memiliki niat berperilaku
patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Hal
ini
juga
dikarenakan
adanya
51
dimensi
kultur
masyarakat
timur
masyarakat
timur,
yang
kental.
seseorang
Dalam
akan
kultur
cenderung
mengikuti dan menganut nilai-nilai atau pendapat dari
orang-orang
yang
ada
dilingkungan
sekitranya
(Hofstede, 1991).
Apabila dikaitkan dengan Theory of Planned
behavior yang mengemukakan bahwa norma subjektif
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi niat
berperilaku, maka maka hasil pengujian hipotesis 3
mendukung teori tersebut. Hasil pengujian ini juga
sesuai dengan penemuan Mustikasari (2007); Zaini
(2010); dan Suherman (2012), yang menunjukkan
bahwa norma subjektif berpengaruh positif terhadap
niat berperilaku.
Pengaruh
Kontrol
perilaku
yang
dipersepsikan
terhadap Niat berperilaku patuh.
Hipotesis keempat menyatakan bahwa kontrol
perilaku memiliki pengaruh positif terhadap niat Wajib
Pajak untuk berperilaku patuh. Dari pengujiannya,
maka hasilnya mendukung hipotesis ini, yang berarti
bahwa semakin besar persepsi atas kontrol perilaku
yang dimiliki seseorang, maka akan meningkatkan niat
orang itu untuk melakukan perilaku patuh dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya.
Kontrol
perilaku
mengacu
kepada
persepsi
seseorang terhadap kemudahan atau kesulitan untuk
melakukan perilaku yang diinginkan, terkait dengan
keyakinan akan tersedia atau tidaknya sumber daya
dan kesempatan yang diperlukan untuk mewujudkan
perilaku tertentu (Ajzen 1991). Dari hasil analisis
52
deskriptif statistik menunjukkan bahwa responden
cenderung
memiliki
kontrol
perilaku
yang
besar,
dimana hal ini dipengaruhi oleh keterserdiaan sumber
daya yang dimiliki dengan kesempatan yang ada. Selain
itu, didukung lagi oleh sikap mereka yang positif atas
pajak dan tekanan sosial dari lingkungan sekitar yang
tinggi, membuat mereka semakin memiliki niat yang
besar
untuk
memenuhi
melakukan
kewajiban
perilaku
patuh
perpajakannya
dan
dalam
hal
ini
terbukti dalam pengujian hipotesis 4.
Selanjutnya hasil penelitian ini juga diperkuat
dengan
hasil
pengujian
Sobel
test
statistic
yang
menunjukkan bahwa variabel intervening yaitu niat
berperilaku
patuh
secara
signifikan
membawa
pengaruh variabel independen yaitu kontrol perilaku
terhadap perilaku kepatuhan pajak yang berkedudukan
sebagai variabel dependen. Hal ini membuktikan secara
empiris bahwa Wajib Pajak memiliki kontrol perilaku
yang besar untuk berperilaku patuh, akan mendorong
mereka untuk berniat berperilaku patuh yang pada
gilirannya
meningkatkan
berperilaku
patuh
dalam
kemungkinan
memenuhi
mereka
kewajiban
perpajakannya.
Hasil penelitian mendukung theory of planned
behavior
Ajzen
(1991),
Bobek
&
Hatfield
(2003),
Ernawati (2011), serta Pangestu & Rusmana (2012)
yang
menunjukkan
bahwa
kontrol
berpengaruh positif terhadap niat berperilaku.
53
perilaku
Pengaruh
Sikap
atas
pajak,
Norma
subyektif,
Kontrol perilaku yang dipersepsikan terhadap niat
berperilaku patuh.
Hipotesis kelima menyatakan bahwa terdapat
pengaruh signifikan antara variabel sikap atas pajak
(SAP),
norma
dipersepsikan
berperilaku.
subjektif
(KPD)
Dari
(NS),
dengan
kontrol
variabel
pengujiannya,
perilaku
niat
maka
untuk
hasilnya
mendukung hipotesis ini, yang berarti bahwa sikap
atas pajak, norma subyektif, kontrol perilaku secara
silmutan mempengaruhi niat untuk berperilaku patuh.
Secara
konseptual
ketiga
determinan
mempengaruhi niat berperilaku secara partial, namun
ketiga determinan juga memiliki kaitan satu dengan
lainnya (Ajzen, 2005). Kaitan ini disebabkan oleh
kesamaan
informasi
mempengaruhi
yang
keyakinan
diterima
yang
(beliefs)
yang
dapat
dimiliki
individu tersebut. Contoh kaitan antar determinan
adalah sikap seseorang dalam menentukan niat dan
perilaku juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya
dan kenyakinannya atas kontrol perilaku.
Peran lingkungan sosial atau orang-orang sekitar
(subjective norms) dapat membuat sikap seseorang
berbeda dengan niat dan perilakunya. Azwar (2005)
menjelaskan bahwa kondisi lingkungan dan situasi
memiliki
pengaruh
terhadap
Selanjutnya
Kurt
Lewin
menjelaskan
perilaku
sikap
dalam
adalah
seseorang.
Azwar
fungsi
(2005)
karakteristik
individu (meliputi: sikap, nilai, motif) dan lingkungan.
Keduanya
saling
berinteraksi
dalam
menentukan
perilaku, bahkan pengaruh lingkungan dapat lebih
54
besar
daripada
Senada,
karakteristik
Robbins
(2008)
individu
seseorang.
menjelaskan
bahwa
berbedanya sikap seseorang dengan perilaku yang
ditampilkannya dipengaruhi oleh tekanan sosial.
Selanjutnya, yang turut membuat berbedanya
sikap seseorang dengan perilaku yang ditampilkan
yaitu efikasi diri (self-efficacy). self-efficacy adalah
bagian dari perceived behavioral control (Ajzen, 2002).
Self-efficacy dijelaskan oleh Badura (1997) sebagai
keyakinan individu terhadap kemampuan mereka yang
akan mempengaruhi cara individu tersebut dalam
bereaksi terhadap situasi dan kondisi tertentu. Danang
(2013) yang menyatakan bahwa sikap seseorang untuk
menampilkan perilaku juga dipengaruhi oleh efikasi
diri. Hal senada juga dikemukan oleh Wijaya (2007)
bahwa
sikap
ditampilkan
seseorang
sangat
dengan
perilaku
bergantung
pada
yang
tingkat
kemampuannya untuk melakukan perilaku tersebut.
Hasil
penelitian
ini
mendukung
penelitian
yang
dilakukan oleh Taurusia (2011), Fausiah et al. (2013)
serta Anggelina dan Japarianto (2014).
Pengaruh
Kontrol
Perilaku
yang
Dipersepsikan
terhadap Perilaku kepatuhan pajak.
Hipotesis keenam menyatakan bahwa terdapat
pengaruh
positif
dipersepsikan
antara
(KPD)
variabel
dengan
kontrol
variabel
perilaku
perilaku
kepatuhan pajak. Dari pengujiannya, maka hasilnya
mendukung hipotesis ini, yang berarti bahwa semakin
besar kontrol perilaku yang dipersepsikan untuk patuh,
55
maka semakin besar pula perilaku patuh pajak yang
ditampilkan.
Seseorang yang memiliki kontrol perilaku yang
besar serta didukung dengan sikap yang positif dan
norma
subjektif
akan
memunculkan
niat
untuk
berperilaku patuh dan diikuti dengan perilaku patuh
dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Hal ini juga
dipengaruhi oleh kondisi pengendalian yang nyata di
lapangan (actual behavioral control). Kondisi nyata yang
memungkinkan Wajib Pajak untuk berperilaku patuh
akan memberikan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk
berperilaku patuh. Sehingga dapat dikatakan bahwa
kontrol
perilaku
secara
langsung
mempengaruhi
perilaku patuh Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajaknnya.
Penemuan ini sejalan dengan hasil temuan dari
Andrianto (2010), Laksono (2011), dan Hardaya (2013)
yang membuktikan bahwa kontrol perilaku memiliki
hubungan positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak.
Pengaruh Niat berperilaku patuh terhadap Perilaku
kepatuhan pajak.
Hipotesis ketujuh menyatakan bahwa terdapat
pengaruh positif antara variabel niat berperilaku (NB)
dengan
variabel
pengujiannya,
perilaku
maka
kepatuhan
hasilnya
tidak
pajak.
Dari
menunjukkan
dukungan terhadap hipotesis ini, artinya variabel niat
berperilaku tidak memiliki hubungan positif terhadap
perilaku kepatuhan pajak.
Hasil penelitian ini berbeda dengan pandangan
studi
teoritis
dan
empiris
56
dari
hasil
penelitian
sebelumnya yang telah dilakukan oleh Bobek & Hatfield
(2003), Ajzen (2005), Mustikasari (2007), dan Hidayat &
Nugroho (2010) yang menyatakan bahwa semakin besar
niat Wajib Pajak untuk berperilaku patuh dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya, semakin besar
pula keberhasilan prediksi perilaku tersebut. Tidak
sesuainya
hasil
penelitian
ini
dengan
penelitian
terdahulu, menunjukkan bahwa semakin besar niat
Wajib Pajak untuk berperilaku patuh tidak menjamin
bahwa
mereka
akan
berperilaku
patuh
dalam
memenuhi kewajiban perpajakanya. Hal ini diduga
dipengaruhi oleh keyakinan akan kemampuan untuk
melakukannya atau juga disebut sebagai keyakinan
sendiri (self efficacy) (Ajzen 2002). Pendapat yang
hampir sama dari Bandura (1997) yakni individualindividual akan cenderung puas dengan perilaku yang
mereka rasa mampu melakukannya dan cenderung
tidak
mereka
menyukainya
tidak
disimpulkan
untuk
perilaku-perilaku
menguasainya.
bahwa
seseorang
Sehingga
akan
yang
dapat
menampilkan
suatu perilaku ketika mereka merasa mampu untuk
melakukannya.
57