HUBUNGAN ANTARA PENYAKIT MALARIA DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA BALITA DI PUSKESMAS WANGGAR Hubungan Antara Penyakit Malaria Dengan Kejadian Anemia Pada Balita Di Puskesmas Wanggar Kabupaten Nabire Papua.
HUBUNGAN ANTARA PENYAKIT MALARIA DENGAN KEJADIAN
ANEMIA PADA BALITA DI PUSKESMAS WANGGAR
KABUPATEN NABIRE PAPUA
NASKAH PUBLIKASI
Disusun Oleh :
SRI TA’ATI
J 310100 052
PROGRAM STUDI S1 GIZI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
(2)
(3)
HUBUNGAN ANTARA PENYAKIT MALARIA DENGAN KEJADIAN ANEMIA
PADA BALITA DI PUSKESMAS WANGGAR
KABUPATEN NABIRE PAPUA
Sri Taati
Program Studi S1 Gizi, Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Malaria disease is one of parasitic disease type that widespread arounel
the world. More than 15 million clinical malarial patients found in Indonesia with
the fatalities of 30.000. The high risk groups vulnerable to malaria infection are
young children, pregnant mother and breastfeeding mother. Malaria causes
anemia because a lot of red blood cells are destroyed by plasmodium. Serious
malarial anemia is frequently found in areas of high malarial endemic and the
disease is mostly attacking young children and pregnant mother. The research
aims to know correlation between malaria disease and anemia incidents among
young children in Puskesmas Wanggar of Nabire Regency, Papua. The research
is a descriptive-analytic one with cross-sectional design. Subject of the research
is 45 young children. Data of the research consists of primary and secondary
data. Hypothesis of the research is examined by using Fisher’s Exact Test.The
research found results showing that of 45 young children there were 55.6% of
them suffering malaria disease and the rest, 44.4% were not. Anemia was found
in 25 young children having malaria (100%), and it was also found among 14
young children (70%) who were not having malaria. Six young children (13.3%)
were not having anemia. Results of Fisher’s Exact Test indicated p value =
0.005.There is significant correlation between malaria disease and anemia
incidents among young children in Puskesmas Wanggar of Nabire Regency,
Papua.Environmental hygiene maintenance should be conducted and puddles
found around the environment should be removed by filling it with soil. Young
children with malarial symptoms should be provided with good nutrition in order to
prevent rise of mortality among them.
Key words : malaria, anemia, young children
PENDAHULUAN
Malaria dapat ditemukan di
negara-negara yang beriklim tropis
dan sub tropis. Tinjauan situasi di
Indonesia tahun 1997 s/d 2001
penyakit malaria ditemukan tersebar
hampir
di
seluruh
kepulauan
Indonesia dengan jumlah kesakitan
sekitar 70 juta orang atau 35%
penduduk Indonesia yang tinggal di
daerah resiko malaria (Depkes RI,
2008). Sebagian besar daerah di
Indonesia masih merupakan daerah
(4)
2
endemik malaria, yaitu Indonesia
bagian
Timur
seperti
Papua,
Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi,
Kalimantan dan beberapa daerah
seperti Lampung, Riau daerah di
Jawa dan Bali, walaupun endemitas
sudah sangat rendah, masih sering
dijumpai kasus malaria (Harijanto,
2011)
Malaria merupakan salah satu
masalah
kesehatan
masyarakat
karena
mempengaruhi
tingginya
angka kesakitan dan kematian.
Kelompok resiko tinggi yang rawan
terinfeksi malaria adalah balita,
anak, ibu hamil dan ibu menyusui.
Kelompok resiko tinggi yang lain
adalah penduduk yang mengunjungi
daerah endemik malaria seperti para
pengungsi,
transmigran
dan
wisatawan (Harijanto, 2011)
Malaria dapat menyebabkan
kekurangan darah karena sel-sel
darah banyak yang hancur dirusak
atau dimakan oleh plasmodium.
Malaria
juga
menyebabkan
Splenomegali
yaitu
pembesaran
limpa yang merupakan gejala khas
malaria klinik. Anemia terjadi
terutama karena pecahnya sel darah
merah yang terinfeksi, plasmodium
falsifarum
menginfeksi
seluruh
stadium sel darah merah hingga
anemia dapat terjadi pada infeksi
akut dan kronis. Anemia merupakan
keadaan
menurunnya
kadar
hemoglobin,
hemotokrit
dan
pecahnya sel darah merah di bawah
nilai normal yang dijumlah untuk
perorangan
(Depkes, 2007).
Penyakit
malaria
di
Puskesmas Wanggar Nabire Papua
menempati urutan ke 2 setelah
ISPA untuk pasien rawat jalan yaitu
1968 penderita dan berdasarkan
hasil laporan umum tahun 2011
Puskesmas
Wanggar
jumlah
kunjungan pasien malaria di Poli
umum rata-rata 197 orang perbulan
dengan jumlah balita yang malaria
sebanyak 43 ( 20,9%). Tahun 2012
terjadi peningkatan sebanyak rata
rata 217 penderita perbulan dengan
jumlah balita yang malaria sebanyak
49 (19,6%), terjadi peningkatan
sebanyak 7,92 %. Peningkatan
kejadian malaria di Puskesmas
Wanggar masih cukup tinggi maka
penulis
tertarik
untuk
meneliti
apakah
ada
hubungan
antara
penyakit malaria dengan kejadian
anemia pada balita di Puskesmas
Wanggar Kabupaten Nabire Papua.
METODE PENELITIAN
Jenis
penelitian
ini
(5)
secara
cross
sectional
(potong
lintang). Subjek yang diteliti adalah
45 balita. Data penelitian penyakit
malaria
di
dukung
melalui
pemeriksaan
laboratorium
menggunakan mikroskop, dan data
kejadian
anemia
menggunakan
pemeriksaan alat haemoque. Uji
hubungan menggunakan uji Fisher’s
exact Test. Pelaksanaan penelitian
dilakukan pada bulan Agustus -
September 2013 yang bertempat di
Puskesmas Wanggar Kabupaten
Nabire Papua.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.Gambaran Umum dan Lokasi
Penelitian
1. Gambaran Umum
Kecamatan
Wanggar
merupakan salah satu kecamatan di
Kabupaten Nabire yang terletak
pada titik koordinat 135
0BT 3
0LS.
Luas wilayah Kecamatan Wanggar
adalah 987,18 Km
2dengan panjang
garis pantai 122,1 Km atau 4,36%
dari
luas
Kabupaten
Nabire.
Kecamatan Wanggar secara umum
beriklim tropis basah dengan jumlah
curah hujan cukup tinggi.
2. Jumlah Penduduk
Tabel 1.
Distribusi Penduduk Berdasarkan
Jumlah Desa Di Kecamatan
Wanggar Tahun 2012
Desa
N
(%)
Wiraska
W Sari
Kaladiri I
W Makmur
B Mulia
1.870
1.338
988
971
1.519
27,96
20,01
14,77
14,52
22,71
Jumlah
6.686
100
(Data Kecamatan Wanggar, 2012)
Jumlah
penduduk
daerah
penelitian tertinggi di Desa Wiraska
yaitu 1.870 jiwa (27,96%), jumlah
penduduk terendah terdapat di desa
Wanggar Makmur yaitu 971 jiwa
( 14,52%)
3. Jumlah Balita
Tabel 2
Distribusi Penduduk Berdasarkan
Jumlah Balita per Desa di
Kecamatan Wanggar Tahun 2012
Desa
N
(%)
Wiraska
W Sari
Kaladiri I
W Makmur
Bumi Mulia
194
132
92
102
163
28,40
19,32
13,46
14,93
23,86
Jumlah
683
100
( Data Puskesmas, 2012)
Jumlah balita terbanyak di
Desa Wiraska yaitu 194 balita
(28,40%) dan yang paling terendah
di Desa Kaladiri I sebanyak 92 balita
( 13,46%).
(6)
4
4. Sarana Kesehatan
Tabel 3
Jumlah Sarana Kesehatan di
wilayah Puskesmas Wanggar
Kecamatan Wanggar Tahun
2012.
Sarana Kesehatan
N
Puskesmas
1
Puskesmas Pembantu
4
Puskesmas Keliling
1
Polindes
4
Posyandu
7
( Data Puskesmas Wanggar, 2012)
Puskesmas Wanggar memiliki
wilayah kerja meliputi 5 desa dan
secara
administratif
bertanggung
jawab kepada Camat Wanggar dan
secara teknis bertanggung jawab
kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten
Nabire.
Minat
masyarakat memanfaatkan fasilitas
pelayanan cukup besar karena dari
keseluruhan penduduk pada saat
keluarga
yang
sakit
berupaya
mendapatkan pelayanan secepatnya
melalui puskesmas atau rumah sakit
umum apabila belum sembuh.
B. Karekteristik Subjek Penelitian
1. Jenis Kelamin
Tabel 4
Distribusi Sampel Menurut Jenis
Kelamin
Jenis
Kelamin
N
(%)
Laki laki
27
60.0
Perempuan
18
40.0
Total
45
100.0
Tabel 4. menunjukkan bahwa
sampel penelitian sebagian besar
adalah laki laki 60% .
2. Distribusi Sampel Menurut Umur
Tabel 5
Distribusi Sampel Menurut umur
Umur (Bulan) N
(%)
1-12
9
20,0
13-24
15
33,3
25-36
11
2,.4
37-48
5
11,1
49-60
5
11,1
Total
45
100,0
Tabel 5 menunjukkan bahwa
kelompok umur balita yang memiliki
jumlah terbanyak yaitu 13-24 bulan
sebanyak 33,3%.
C. Data Karakteristik Orang Tua
1. Pekerjaan Ibu
Tabel 6
Distribusi Pekerjaan Ibu
Pekerjaan
N
%
Ibu Rumah tangga
14
31,1
Petani
23
51.1
Swasta
3
6.7
PNS
5
11.1
Total
45
100.0
Berdasarkan Tabel 6 diketahui
pekerjaan
ibu
sebagian
besar
sebagai petani yaitu 51,1%. Petani
lebih sering beraktifitas di luar
rumah, sebagian besar dilakukan
pada pagi hari dan pulang pada sore
hari dan hal ini menjadi potensial
(7)
terhadap risiko terkena malaria
karena
terjadi
kontak
dengan
nyamuk malaria, yang potensial
terjadinya penularan malaria melalui
gigitan
nyamuk
vektor
malaria
terhadap balita (DepKes RI, 2003).
2. Tingkat Pendidikan Ibu
Tabel 7
Distribusi Sampel Menurut Tingkat
Pendidikan Ibu
Pendidikan
N
(%)
Tidak sekolah
6
13,3
SD
11
24,4
SMP
16
35,6
SMA
8
17,8
PT
4
8,9
Total
45
100.0
Berdasarkan Tabel 7 diketahui
bahwa
tingkat
pendidikan
ibu
sebagian besar adalah pendidikan
dasar (TS, SD dan SMP) sebesar
73.3%. Atmarita dan Tatang (2004)
menyatakan tingkat pendidikan ibu
balita akan sangat mempengaruhi
tingkat pengetahuan dan perilaku ibu
balita dalam memelihara kesehatan
balita. Pendidikan yang tinggi dapat
memperbaiki
perilaku
kesehatan
serta
membantu
mencegah
penyakit. Tingkat pendidikan yang
baik akan berpengaruh terhadap
perilaku ibu yang mengarah kepada
tindakan
pencegahan
penularan
malaria.
3. Kejadian Malaria Pada Balita
Tabel 8.
Distribusi Sampel Menurut Kejadian
Malaria Pada Balita
Kejadian Malaria
N
(%)
Malaria
25
55,6
Tidak malaria
20
44,4
Total
45
100,0
Berdasarkan Tabel 8 diketahui
di Puskesmas Wanggar Kabupaten
Nabire ada 55,6% balita terkena
penyakit
malaria
dan
sisanya
44,4%
tidak
terkena
penyakit
malaria. Hasil dari anamnesa
responden apakah ada anggota
keluarga yang menderita penyakit
malaria sebanyak 26 responden
mengatakan ada anggota keluarga
yang menderita malaria. Selain itu
banyaknya kejadian malaria dapat
disebabkan karena iklim tropis
dengan suhu dan curah hujan yang
tinggi yang berperan penting dalam
penularan penyakit malaria. Air
hujan
yang
menimbulkan
genangan air, merupakan tempat
yang
ideal
untuk
perindukan
nyamuk malaria. Selain itu hujan
yang diselingi oleh panas akan
memperbesar
kemungkinan
prosentase berkembang biaknya
nyamuk
Anopheles
(Prabowo,
(8)
6
4. Kejadian Anemia
Dalam
menentukan
ada
tidaknya anemia maka dilakukan
pengukuran kadar hemoglobin (Hb)
pada 45 anak balita di Puskesmas
Wanggar. Hasil yang ditemukan
yaitu kadar Hb anak balita bervariasi
dari 4 gr% sampai 11,4 gr%.
Tabel 9
Distribusi Kejadian Anemia
Kejadian
Anemia
N
(%)
Anemia
39 86,67
Tidak Anemia
6 13,33
Total
45 100,0
Berdasarkan Tabel 9 diketahui
di Puskesmas Wanggar Kabupaten
Nabire bahwa 86,67% balita terkena
anemia dan 13,3% balita tidak
terkena
anemia.
Hasil
dari
anamnese responden 22 balita
pernah sakit malaria sebelumnya
dalam 1 bulan terakhir, serta minum
obat malaria dalam 1 bulan terakhir
sebanyak 23 balita. Hal ini dapat
menyebabkan kerusakan erytrosit
yang dapat menyebabkan anemia.
Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian
dari Handayani,dkk (2008) Anemia
defisiensi
besi
terjadi
akibat
cadangan zat besi dalam tubuh
kurang. Cadangan zat besi yang
kurang
mengakibatkan
proses
erytropoiesis terganggu, sehingga
pembentukan
haemoglobin
juga
terganggu. Timbulnya anemia pada
balita
selain
disebabkan
oleh
penyakit
malaria
juga
karena
dipengaruhi oleh status gizi pada
balita (Limanto, 2010). Hal ini
didukung dengan hasil penelitan di
Puskesmas Wanggar bahwa masih
ada 70% balita terkena anemia
walaupun tidak terkena penyakit
malaria.
C. Hubungan
Antara
Penyakit
Malaria
Dengan
Kejadian
Anemia Pada Balita
Tabel 10
Hubungan Penyakit Malaria dengan Kejadian Anemia pada Balita
Kejadian
Malaria
Anemia
Tidak
Anemia
Total
p
RE
CI
N
%
N
%
N
%
Malaria
25
100
0
0
25
100
0,005
*1.072-1.903
Tidak
Malaria
14
70
6
30
20
100
1,429
Total
49
86,7
6
13,3
45
100
* Fisher’s Exact Test
Tabel 10 menunjukkan bahwa
dari 45 sampel terdapat 25 (55,55%)
balita menderita malaria dan 20
(44,44%) balita tidak malaria. Dari
25 balita yang menderita malaria
semua terkena anemia, sedangkan
(9)
dari 20 balita yang tidak terkena
malaria
sebanyak
14
(70%)
menderita anemia dan 6 (30 %)
balita tidak mengalami anemia.
Hasil uji statistik dengan Uji Fisher’s
Exact Test menunjukkan p = 0,005 <
0,05 yang berarti ada hubungan
yang bermakna antara penyakit
malaria dengan kejadian anemia
pada balita. Hasil perhitungan Risk
Estimate (RE) diperoleh RE sebesar
1,429 yang menunjukkan bahwa
balita
yang
menderita
malaria
mempunyai resiko anemia 1,429 kali
lebih besar dari pada balita yang
tidak mengalami malaria. Penelitian
yang
dilakukan
Rosa
(2011),
membuktikan bahwa parasit pada
malaria
juga
mempengaruhi
perubahan pada hematologi, ini
dapat terlihat dengan adanya gejala
anemia yaitu pucat, mudah, lelah,
dan badan terasa lemah. Hasil
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Armedy
(2010),
bahwa
infeksi
Plasmodium
Falsiparum
menyebabkan perubahan bentuk
eritrosit
yang
memicu
eritrifagositosis
di
limpa,
menginduksi respon imun untuk
meningkatkan opsonisasi fagositosis
melalui aktivasi sistim imun, yang
dapat
menyebabkan
penurunan
kadar hemoglobin.
Secara teori penyebab anemia
pada malaria adalah akibat dari
interaksi kompleks antara parasit,
inang dan lingkungan. Patogenesis
lebih ditekankan pada terjadinya
peningkatan permeabilitas pembuluh
darah
dari
pada
koagulasi
intravaskuler. Oleh karena skizogoni
menyebabkan kerusakan eritrosit
maka akan terjadi anemia. Beratnya
anemia tidak sebanding dengan
parasitemia menunjukkan adanya
kelainan
eritrosit
selain
yang
mengandung parasit. Hal ini diduga
akibat adanya toksin malaria yang
menyebabkan
gangguan
fungsi
eritrosit dan sebagian eritrosit pecah
melalui
limpa
sehingga
parasit
keluar.
Faktor
lain
yang
menyebabkan
terjadinya
anemia
mungkin
karena
terbentuknya
antibodi terhadap eritrosit
( Gandahusada, 2006 ).
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Kejadian malaria di Puskesmas
Wanggar
Kabupaten
Nabire
Papua yaitu sebesar 55,6%.
2. Kejadian anemia di Puskesmas
Wanggar
Kabupaten
Nabire
Papua yaitu sebesar 86,7%
3. Ada hubungan antara penyakit
(10)
8
di
Puskesmas
Wanggar
Kabupaten Nabire Papua (p =
0,005)
B. Saran
1. Bagi
Petugas
Kesehatan
di
Puskesmas Wanggar.
Melakukan upaya penyuluhan
secara intensif guna memberikan
pemahaman pada masyarakat di
wilayah
Puskesmas
Wanggar
tentang
cara
mencegah
dan
menanggulangi malaria yaitu dengan
menata
lingkungan
dan
membiasakan perilaku hidup bersih
dan sehat.
2.
Bagi Masyarakat Wanggar
a. Dapat memahami bagaimana
terjadinya transmisi penularan
malaria
sehingga
dapat
mencegah sedini mungkin dari
aktifitas yang dapat beresiko
menimbulkan penyakit malaria.
b. Pentingnya
diperhatikan
kebersihan di lingkungan sekitar
rumah terutama genangan air
untuk
mencegah
peridukan
nyamuk
dengan
cara
membersihkan rumput rumput,
serta menutup genangan air
disekitar rumah.
c. Perlu mengenali gejala malaria
pada balita untuk mencegah
adanya kenaikan mortalitas
pada balita yang terjangkit
penyakit malaria.
d. Pemberian
makanan
yang
bergizi pada anak.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini hanya terbatas
pada hubungan penyakit malaria
terhadap kejadian anemia maka
perlunya tambahan variabel lain
seperti
penyakit
kecacingan,
perdarahan, jenis malaria, lamanya
penyakit,
pernah
menderita
penyakit
sebelumnya,
pernah
meminum obat malaria dan status
gizi balita yang mungkin menjadi
penyebab anemia, serta melihat
faktor lain yang mempengaruhi
anemia.
DAFTAR PUSTAKA
Armedy, 2010. Hubungan kadar
hemoglobin dengan respon
sitokin proinflamasi
dan
anti inflamasi pada penderita
infeksi plasmodium falsifarum
di Timika Papua tahun 2010.
Tesis.
Jakarta
:
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Indonesia
Atmarita dan Tatang, S., 2005.
Analisis
Situasi
Gizi
Dan
Kesehatan
Masyarakat
(online),
(11)
ngnas03/depkes.pdf. diakses
14
september 2013)
DepKes
RI.
2003
.
Modul
Manajemen Malaria, Gebrak
Malaria. Jakarta.
DepKes
RI,
2007.
Penyebab,
Penyabaran, dan Penularan
Malaria. Jakarta.
DepKes,
RI.2008.
Pedoman
penatalaksanaan Kasus Malaria
di Indonesia.
Jakarata
Gandahusada,S., 2006. Parasitologi
Kedokteran,
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Indonesia . Jakarta
Handayani.,
Wiwik
dan
Andi
Sulistyo.
2008.
Asuhan
Keperawatan
pada
Klien
dengan
Gangguan
Sistim
Hematology.
Salemba
Medika. Jakarta
Harijanto,P., 2011 Tata Laksana
Malaria
untuk
Indonesia
Jakarta : Buletin, Kementrian
Kesehatan RI.
Limanto,2010.
Hubungan
antara
status gizi dengan malaria
falsifarum berat di ruang
rawat inap anak RS St
Elisabet Lela Sikka Flores
NTT.Tesis. Jakarta: Fakultas
Kesehatan
Masyarakat
Universitas Hasanudin.
Prabowo,
A.
2007.
Malaria,
Mencegah
dan
Mengatasinya.
Jakarta:
Puspa Swara.
Rosa
,Y.
2011.
Hubungan
Kepadatan Parasit dengan
Manifestasi
Klinis
pada
Malaria
Plasmodium
falsifarum dan plasmodium
Vivak
.
Media
Litbang
(1)
4. Sarana Kesehatan Tabel 3
Jumlah Sarana Kesehatan di wilayah Puskesmas Wanggar
Kecamatan Wanggar Tahun 2012.
Sarana Kesehatan N
Puskesmas 1
Puskesmas Pembantu 4 Puskesmas Keliling 1
Polindes 4
Posyandu 7
( Data Puskesmas Wanggar, 2012)
Puskesmas Wanggar memiliki wilayah kerja meliputi 5 desa dan secara administratif bertanggung jawab kepada Camat Wanggar dan secara teknis bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Nabire. Minat masyarakat memanfaatkan fasilitas pelayanan cukup besar karena dari keseluruhan penduduk pada saat keluarga yang sakit berupaya mendapatkan pelayanan secepatnya melalui puskesmas atau rumah sakit umum apabila belum sembuh.
B. Karekteristik Subjek Penelitian 1. Jenis Kelamin
Tabel 4
Distribusi Sampel Menurut Jenis Kelamin
Jenis
Kelamin N (%) Laki laki 27 60.0 Perempuan 18 40.0
Total 45 100.0
Tabel 4. menunjukkan bahwa sampel penelitian sebagian besar adalah laki laki 60% .
2. Distribusi Sampel Menurut Umur Tabel 5
Distribusi Sampel Menurut umur Umur (Bulan) N (%)
1-12 9 20,0
13-24 15 33,3
25-36 11 2,.4
37-48 5 11,1
49-60 5 11,1
Total 45 100,0
Tabel 5 menunjukkan bahwa kelompok umur balita yang memiliki jumlah terbanyak yaitu 13-24 bulan sebanyak 33,3%.
C. Data Karakteristik Orang Tua 1. Pekerjaan Ibu
Tabel 6
Distribusi Pekerjaan Ibu
Pekerjaan N %
Ibu Rumah tangga 14 31,1
Petani 23 51.1
Swasta 3 6.7
PNS 5 11.1
Total 45 100.0
Berdasarkan Tabel 6 diketahui pekerjaan ibu sebagian besar sebagai petani yaitu 51,1%. Petani lebih sering beraktifitas di luar rumah, sebagian besar dilakukan pada pagi hari dan pulang pada sore hari dan hal ini menjadi potensial
(2)
terhadap risiko terkena malaria karena terjadi kontak dengan nyamuk malaria, yang potensial terjadinya penularan malaria melalui gigitan nyamuk vektor malaria terhadap balita (DepKes RI, 2003). 2. Tingkat Pendidikan Ibu
Tabel 7
Distribusi Sampel Menurut Tingkat Pendidikan Ibu
Pendidikan N (%) Tidak sekolah 6 13,3
SD 11 24,4
SMP 16 35,6
SMA 8 17,8
PT 4 8,9
Total 45 100.0
Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa tingkat pendidikan ibu sebagian besar adalah pendidikan dasar (TS, SD dan SMP) sebesar 73.3%. Atmarita dan Tatang (2004) menyatakan tingkat pendidikan ibu balita akan sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan dan perilaku ibu balita dalam memelihara kesehatan balita. Pendidikan yang tinggi dapat memperbaiki perilaku kesehatan serta membantu mencegah penyakit. Tingkat pendidikan yang baik akan berpengaruh terhadap perilaku ibu yang mengarah kepada tindakan pencegahan penularan malaria.
3. Kejadian Malaria Pada Balita
Tabel 8.
Distribusi Sampel Menurut Kejadian Malaria Pada Balita
Kejadian Malaria N (%) Malaria 25 55,6 Tidak malaria 20 44,4
Total 45 100,0
Berdasarkan Tabel 8 diketahui di Puskesmas Wanggar Kabupaten Nabire ada 55,6% balita terkena penyakit malaria dan sisanya 44,4% tidak terkena penyakit malaria. Hasil dari anamnesa responden apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit malaria sebanyak 26 responden mengatakan ada anggota keluarga yang menderita malaria. Selain itu banyaknya kejadian malaria dapat disebabkan karena iklim tropis dengan suhu dan curah hujan yang tinggi yang berperan penting dalam penularan penyakit malaria. Air hujan yang menimbulkan genangan air, merupakan tempat yang ideal untuk perindukan nyamuk malaria. Selain itu hujan yang diselingi oleh panas akan memperbesar kemungkinan prosentase berkembang biaknya nyamuk Anopheles (Prabowo, 2007).
(3)
4. Kejadian Anemia
Dalam menentukan ada tidaknya anemia maka dilakukan pengukuran kadar hemoglobin (Hb) pada 45 anak balita di Puskesmas Wanggar. Hasil yang ditemukan yaitu kadar Hb anak balita bervariasi dari 4 gr% sampai 11,4 gr%.
Tabel 9
Distribusi Kejadian Anemia Kejadian
Anemia
N (%)
Anemia 39 86,67
Tidak Anemia 6 13,33
Total 45 100,0
Berdasarkan Tabel 9 diketahui di Puskesmas Wanggar Kabupaten Nabire bahwa 86,67% balita terkena anemia dan 13,3% balita tidak terkena anemia. Hasil dari anamnese responden 22 balita pernah sakit malaria sebelumnya dalam 1 bulan terakhir, serta minum obat malaria dalam 1 bulan terakhir sebanyak 23 balita. Hal ini dapat
menyebabkan kerusakan erytrosit yang dapat menyebabkan anemia. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian dari Handayani,dkk (2008) Anemia defisiensi besi terjadi akibat cadangan zat besi dalam tubuh kurang. Cadangan zat besi yang kurang mengakibatkan proses erytropoiesis terganggu, sehingga pembentukan haemoglobin juga terganggu. Timbulnya anemia pada balita selain disebabkan oleh penyakit malaria juga karena dipengaruhi oleh status gizi pada balita (Limanto, 2010). Hal ini didukung dengan hasil penelitan di Puskesmas Wanggar bahwa masih ada 70% balita terkena anemia walaupun tidak terkena penyakit malaria.
C. Hubungan Antara Penyakit Malaria Dengan Kejadian Anemia Pada Balita
Tabel 10
Hubungan Penyakit Malaria dengan Kejadian Anemia pada Balita
Kejadian Malaria
Anemia Tidak Anemia
Total p RE CI
N % N % N %
Malaria 25 100 0 0 25 100
0,005* 1.072-1.903 Tidak
Malaria
14 70 6 30 20 100 1,429
Total 49 86,7 6 13,3 45 100 * Fisher’s Exact Test
Tabel 10 menunjukkan bahwa dari 45 sampel terdapat 25 (55,55%) balita menderita malaria dan 20
(44,44%) balita tidak malaria. Dari 25 balita yang menderita malaria semua terkena anemia, sedangkan
(4)
dari 20 balita yang tidak terkena malaria sebanyak 14 (70%) menderita anemia dan 6 (30 %) balita tidak mengalami anemia. Hasil uji statistik dengan Uji Fisher’s Exact Test menunjukkan p = 0,005 < 0,05 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara penyakit malaria dengan kejadian anemia pada balita. Hasil perhitungan Risk Estimate (RE) diperoleh RE sebesar 1,429 yang menunjukkan bahwa balita yang menderita malaria mempunyai resiko anemia 1,429 kali lebih besar dari pada balita yang tidak mengalami malaria. Penelitian yang dilakukan Rosa (2011), membuktikan bahwa parasit pada malaria juga mempengaruhi perubahan pada hematologi, ini dapat terlihat dengan adanya gejala anemia yaitu pucat, mudah, lelah, dan badan terasa lemah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Armedy (2010), bahwa infeksi
Plasmodium Falsiparum
menyebabkan perubahan bentuk eritrosit yang memicu eritrifagositosis di limpa, menginduksi respon imun untuk meningkatkan opsonisasi fagositosis melalui aktivasi sistim imun, yang dapat menyebabkan penurunan kadar hemoglobin.
Secara teori penyebab anemia pada malaria adalah akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah dari pada koagulasi intravaskuler. Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemia tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit
( Gandahusada, 2006 ).
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
1. Kejadian malaria di Puskesmas Wanggar Kabupaten Nabire Papua yaitu sebesar 55,6%. 2. Kejadian anemia di Puskesmas
Wanggar Kabupaten Nabire Papua yaitu sebesar 86,7% 3. Ada hubungan antara penyakit
(5)
di Puskesmas Wanggar Kabupaten Nabire Papua (p = 0,005)
B. Saran
1. Bagi Petugas Kesehatan di Puskesmas Wanggar.
Melakukan upaya penyuluhan secara intensif guna memberikan pemahaman pada masyarakat di wilayah Puskesmas Wanggar tentang cara mencegah dan menanggulangi malaria yaitu dengan menata lingkungan dan membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat.
2. Bagi Masyarakat Wanggar a. Dapat memahami bagaimana
terjadinya transmisi penularan malaria sehingga dapat mencegah sedini mungkin dari aktifitas yang dapat beresiko menimbulkan penyakit malaria. b. Pentingnya diperhatikan
kebersihan di lingkungan sekitar rumah terutama genangan air untuk mencegah peridukan nyamuk dengan cara membersihkan rumput rumput, serta menutup genangan air disekitar rumah.
c. Perlu mengenali gejala malaria pada balita untuk mencegah adanya kenaikan mortalitas
pada balita yang terjangkit penyakit malaria.
d. Pemberian makanan yang bergizi pada anak.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini hanya terbatas pada hubungan penyakit malaria terhadap kejadian anemia maka perlunya tambahan variabel lain seperti penyakit kecacingan, perdarahan, jenis malaria, lamanya penyakit, pernah menderita penyakit sebelumnya, pernah meminum obat malaria dan status gizi balita yang mungkin menjadi penyebab anemia, serta melihat faktor lain yang mempengaruhi anemia.
DAFTAR PUSTAKA
Armedy, 2010. Hubungan kadar hemoglobin dengan respon sitokin proinflamasi dan anti inflamasi pada penderita infeksi plasmodium falsifarum di Timika Papua tahun 2010. Tesis. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Atmarita dan Tatang, S., 2005. Analisis Situasi Gizi Dan Kesehatan Masyarakat (online),
(6)
ngnas03/depkes.pdf. diakses 14 september 2013)
DepKes RI. 2003 . Modul Manajemen Malaria, Gebrak Malaria. Jakarta.
DepKes RI, 2007. Penyebab, Penyabaran, dan Penularan Malaria. Jakarta.
DepKes, RI.2008. Pedoman penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Jakarata
Gandahusada,S., 2006. Parasitologi Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia . Jakarta
Handayani., Wiwik dan Andi Sulistyo. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistim Hematology. Salemba Medika. Jakarta
Harijanto,P., 2011 Tata Laksana Malaria untuk Indonesia Jakarta : Buletin, Kementrian Kesehatan RI.
Limanto,2010. Hubungan antara status gizi dengan malaria falsifarum berat di ruang rawat inap anak RS St Elisabet Lela Sikka Flores NTT.Tesis. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanudin.
Prabowo, A. 2007. Malaria,
Mencegah dan
Mengatasinya. Jakarta: Puspa Swara.
Rosa ,Y. 2011. Hubungan Kepadatan Parasit dengan Manifestasi Klinis pada Malaria Plasmodium falsifarum dan plasmodium Vivak . Media Litbang Kesehatan