Panggilan menjadi bruder FIC dalam terang panggilan para murid menurut Injil Yohanes - USD Repository

PANGGILAN MENJADI BRUDER FIC
DALAM TERANG PANGGILAN PARA MURID
MENURUT INJIL YOHANES

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

OLEH :
Yohanes Krismanto
NIM: 011124002

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN
KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007


i

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada Kongregasi Para Bruder FIC,
bapak/ibu, sanak saudara saya
serta handai taulan dimanapun mereka berada.

iv

MOTTO

“Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil”

(Yohanes 3:31)

v

ABSTRAK


Judul skripsi PANGGILAN MENJADI BRUDER FIC DALAM TERANG
PANGGILAN PARA MURID MENURUT INJIL YOHANES dipilih untuk
menjawab tantangan dunia dewasa ini yang dipengaruhi oleh proses globalisasi yang
mengalir deras melanda dunia kita. Situasi semacam ini sangat mempengaruhi pola
hidup manusia juga mereka yang hidup dalam biara. Proses globalisasi yang terjadi
tidak jarang membawa perubahan yang besar bagi manusia termasuk kaum religius.
Perlu disadari bahwa perubahan yang dibawa oleh proses globalisasi sering
menimbulkan perbenturan nilai yang ada dalam masyarakat atau dalam biara. Untuk
itu dibutuhkan sikap kritis terhadap perubahan yang ada. Sikap kritis ini terbangun
dengan baik kalau para religius memiliki wawasan yang luas terhadap peraturan yang
ada dalam kongregasinya. Terutama konstitusi sebagai pedoman hidupnya. Wawasan
yang luas, mental yang kuat, serta sikap arif dan bijaksana memungkinkan para
religius dewasa dalam menghadapi arus globalisasi yang melaju begitu cepat. Tanpa
memiliki sikap arif dan bijaksana, seorang religius akan hanyut oleh derasnya arus
globalisasi yang ada sehingga mereka tidak tahan hidup dalam biara. Kalau sudah
demikian mereka dengan mudah untuk mengundurkan diri dari tarekatnya.
Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah bagaimana para bruder FIC
menyadari hidup panggilannya dengan baik sehingga mereka dapat bertekun dan setia
dalam menghayati hidup panggilannya. Untuk menjawab semua itu, skripsi ini

hendak menyajikan hasil studi pustaka berkaitan dengan panggilan menjadi bruder
FIC yang diambil dari kelima pokok sub tema konstitusi FIC serta panggilan para
murid menurut Injil Yohane. Dari kelima pokok sub tema konstitusi FIC tersebut
diambil beberapa artikel. Artikel-artikel tersebut kemudian diterangi dengan beberapa
kutipan Injil Yohanes untuk didalami para novis. Dalam pendalaman tersebut para
novis diajak untuk melibatkan empat aspek yang ada dalam dirinya yakni aspek
fisik/tubuh, mental/pikiran, emosional-sosial dan jiwa/spiritualitas. Dengan
pendalaman ini, para novis diharapkan mampu menemukan makna terdalam tentang
hidup panggilannya menjadi bruder FIC.
Hasil akhir dari uraian diatas mau menunjukkan bahwa panggilan hidup
menjadi bruder FIC merupakan pertama: pilihan bebas dari setiap pribadi. Kedua:
para bruder hidup dalam semangat Konstitusi. Hal ini menjadi sangat penting karena
Konstitusi merupakan aturan yang mutlak didalami, dipahami, dihayati, dan
dilaksanakan dalam hidup sehari-hari. Ketiga: hidup dalam semangat panggilan para
murid menurut Injil Yohanes. Bagaimanapun para murid merupakan saksi hidup
pertama dan utama yang dengan tekun dan setia mengikuti Yesus Sang Gembala
Utama sampai akhir hayatnya. Para murid mengalami suka duka kehidupan tetapi
tetap memiliki iman, harapan, dan kasih. Sebagai religius bruder FIC yang ingin
hidup radikal mengikut Yesus hendaknya juga meneladan sikap hidup Yesus dan para
murid-Nya yang dengan penuh kesungguhan menjalankan kehendak Allah.


vii

ABSTRACT

A thesis titled THE VOCATION TO BE AN FIC BROTHER IN THE
LIGHT OF THE VOCATION OF THE DISCIPLES ACCORDING TO ST.
JOHN BIBLE is chosen to answer the threat of the advanced world that is influenced
by the globalization process that flows thoroughly toward our world. This situation
influences the human lifestyle so much and them who live in a convent. The on going
of globalization process sometimes brings enormous transformation for the human
being, includes the religious. It is necessary to be realized that the transformation
brought by the globalization process often raises value conflict in the society or in the
religious life. For that reason, it is needed criticism attitude toward the existing
transformation. The criticism attitude will be formed well if the religious has broad
vision about the constitution of his congregation, especially the constitution as his life
principle. The broad vision, strong mentality, and wisdom are enabling the religious
to be matured in facing the globalization stream which flows fast. Without wisdom, a
religious will be drowned by the wave of globalization stream so that he would not
stand to live in the convent. If it happens, he will easily withdraw from his

congregation.
The important matter in this thesis is that how the FIC Brothers realize
their vocation with wholeheartedly so that they can withstand and be loyal in
internalizing their vocation. To answer that all, this thesis will present the library
research related to the vocation to be an FIC Brother which is taken from the fifth
basis of sub-theme of FIC Constitution and the Disciples vocation according to the St.
John’s Gospel. Of the fifth basis of sub-theme of FIC Constitution was taken several
articles. The articles, then, were enlightened by several quotations of the St. John’s
Gospel to be deepened by the novices. On the in-depth study, the novices were
invited to involve four aspects that are physical aspect, mental aspect, socialemotional aspect, and spirituality aspect. By the in-depth study, the novices are
expected to be able to find the deepest meaning of their vocation being an FIC
Brother.
The result of the review above shows that the vocation being an FIC Brother
is firstly unbound option of every person. Secondly, the brothers are enlightened by
the Constitution. This becomes the most important thing due to the Constitution is the
absolute regulation to be deepened, recognized, internalized, and implemented in the
daily life. Thirdly, live in the light of the disciples’ vocation according to the St.
John’s Gospel. However, the disciples who were the first and primary witnesses were
loyal to follow Jesus the Highest Shepherd until the end of their lives. The disciples
experienced the sweetness and bitterness of life but they remained having faith, hope,

and love. As religious, an FIC Brother who wants to live radically to follow Jesus is
expected to model Jesus’ life and His disciples who fulfilled the God’s will with their
wholeheartedly.

viii

PENGANTAR

Puji

syukur

kepada

Allah

Bapa

karena


kasih-Nya

penulis

dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul PANGGILAN MENJADI BRUDER FIC
DALAM

TERANG

PENGGILAN

PARA

MURID

MENURUT

INJIL


YOHANES.
Skripsi ini diilhami oleh situasi kongregasi para bruder FIC selama beberapa
tahun terakhir ini dimana ada beberapa bruder yang meninggalkan hidup
panggilannya sebagai bruder FIC. Bertitik tolak dari situasi tersebut panulis mencoba
mencari cara untuk membantu sesama dalam menghayati hidup panggilannya sebagai
Bruder FIC sehingga mereka dapat tekun dan setia hidup sebagai bruder FIC.
Pergulatan hidup yang terus menerus menjadikan penulis sadar bahwa panggilan
menjadi bruder FIC perlu diusahakan terus dari hari ke hari. Ada banyak sumber dan
cara yang digunakan untuk membantu penghayatan hidup panggilan sebagai bruder
FIC. Namun dalam skripsi ini penulis mengambil Konstitusi serta beberapa prikop
Injil Yohanes sebagai dasar untuk membantu mengusahakan panghayatan hidup
panggilan sebagai Bruder FIC.
Usaha untuk menghayati hidup panggilan ini perlu diberikan sejak dini
terutama saat calon menjalani pendidikan di Novisiat Kanonik. Dengan cara ini para
novis diharapkan nantinya mampu menghayati hidupnya sebagai religius secara benar
dan ada dalam terang panggilan para murid Yohanes. Hal inilah yang dapat dijadikan
teladan dan diusahakan terus menerus bagi para Bruder FIC.

ix


Skripsi ini terwujud bukan semata-mata upaya penulis, melainkan karena
bimbingan dan bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis menghaturkan terima
kasih kepada:
1. Rm Dr. A. Hari Kustono Pr. Selaku dosen pembimbing utama yang telah
memberikan perhatian, meluangkan waktu dan membimbing penulis dengan
penuh kesabaran, membuka wawasan dan memberi masukan serta pertimbangan
sehingga penulis semakin termotivasi dalam menuangkan gagasan dari awal
hingga akhir penulisan skripsi ini.
2. Bapak Drs. Y. a. Ch. Mardiraharjo selaku dosen penguji yang selalu
mengingatkan, memberi sapaan yang halus, memberi masukan dalam pembuatan
program katekese serta mendorong untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak. Yoseph Kristianto SFK selaku dosen wali yang dengan penuh kesabaran
memberikan dukungan serta pengertian dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Segenap staf Dosen Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan membimbing penulis
selama belajar hingga selesainya skripsi ini.
5. Segenap Staf Sekretariat dan Perpustakaan Prodi IPPAK, dan seluruh karyawan
bagian lain yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam penulisan skripsi
ini.

6. Kongregasi Para Bruder FIC yang telah memberi kesempatan kepada penulis
untuk studi secara khusus mempelajari Ilmu Kateketik Prodi IPPAK-JIP
Universitas sanata Dharma.

x

7. Para Bruder FIC Komunitas Sedayu dan Yogyakarta yang telah mendukung serta
memberi semangat yang tulus selama penyelesaian Skripsi ini.
8. Almarhum Bapak saya yang dipanggil Tuhan tanggal 4 Juni 2006 yang lalu, Ibu
yang tercinta, kakak-kakak dan adik-adikku, yang selalu memberi dukungan
melalui doa-doa selama penulis menempuh studi di Yogyakarta.
9. Sahabat-sahabat mahasiswa khususnya angkatan 2001/2002 yang turut berperan
dalam menempa pribadi dan memurnikan motivasi penulis untuk setia menjadi
religius FIC sekaligus katekis di zaman yang penuh tantangan ini.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang selama ini dengan
tulus telah memberikan bantuan hingga selesainya skripsi ini.
Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman sehingga
penyusunan

skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis


mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi perbaikan skripsi ini. Akhir
kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak yang berkepentingan.

Tanggal, 2 Maret 2007
Penulis.

Yohanes Krismanto

xi

DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL………………………….………………………………….…..

i

PERSETUJUAN PEMBIMBING…..….………………………….……

ii

PENGESAHAN………….……...…………………….…………..…...

iii

PERSEMBAHAN…………………………………...…………………

iv

MOTTO………………………………………………………….….…

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………….…..……..

vi

ABSTRAK…………………………………………………..…..….….

vii

ABSTRACT …………………………………………………...….…..

viii

PENGANTAR..…………………………............………………..……

ix

DAFTAR ISI……………………………………………………..….…

xii

DAFTAR SINGKATAN……..…………………………………..……

xv

BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………

1

A. Latar Belakang………………………………….…….………

1

B. Perumusan Masalah ………………….………………………

5

C. Tujuan Penulisan.….…………………………………………

5

D. Manfaat Penulisan…………………. ……………..….……...

6

E. Metode penulisan………………………….………….………

6

F. Sistematika Penulisan…………………….….………….……

7

xii

BAB II. PANGGILAN MENJADI BRUDER FIC………………….…

10

A. Demi Kerajaan Allah.………………………………………...

11

B. Tugas Kerasulan ……………………………………….….…

14

C. Persekutuan Para Bruder……………………………….…….

20

1. Dasar Hidup Persekutuan………………………….……..

20

2. Kesatuan dalam Keanekaragaman………………….…….

22

3. Organisasi dan Peraturan dalam Hidup Bersama…….…..

22

4. Kepemimpinan dalam Persekutan………………….…….

23

D. Ditopang oleh Allah....………………………………….….…

24

E. Pembaktian Diri ...……………………………………..….….

30

1. Kaul Ketaatan…………..……………………………..…

31

2. Kaul Kemiskinan ………..………………………….……

32

3. Kaul Kemurnian ………..………………………...………

34

BAB III. PANGGILAN PARA MURID YESUS MENURUT INJIL
YOHANES……..…………………..…….…

37

A. Murid-murid Yesus yang Pertama (Yoh. 1:35-51)…………...

38

B. Dia Makin Besar, Aku Makin Kecil (Yoh. 3:22-26)…………

41

C. Yesus Gembala yang Baik (Yoh. 10:1-18)….………….…….

43

D. Pengakuan Petrus (Yoh. 6:67-71)..………….…..…….……...

48

E. Gembalakanlah Domba-domba-Ku (Yoh. 21:15-19)…………

51

xiii

BAB IV. PROGRAM PENDALAMAN HIDUP BERDASARKAN
KELIMA POKOK SUB TEMA KONSTITUSI FIC DAN
BEBERAPA KUTIPAN INJIL YOHANES….……….....…
A.

54

Pokok-pokok Pikiran Yang Mendasari Program……………..

54

1. Pengertian…………………………………………………

54

2. Keadaan Awal Peserta Program………………………..…

55

3. Tujuan………………………………………………….…

56

4. Proses………………………….….…….…………………

58

5. Tempat……………………….….…………………..……

64

B. Matrix Program Pendalaman Hidup Berdasarkan Kelima Pokok
Sub Tema Konstitusi FIC dan Beberapa kutipan Injil Yohanes.........

65

C. Contoh-contoh Persiapan Pertemuan . .…………………………….

71

1. Persiapan Pertemuan I…………………… …………………….

71

2. Pertemuan Pendalaman II……………………………………….

84

3. Pertemuan Pendalaman III……………………….….……...…..

97

BAB V : KESIMPULAN DAN PENUTUP …………………..……..

110

A. Kesimpulan…………………………………………………..….….

110

B. Penutup…………………………………………………..…………

114

DAFTAR PUSTAKA………………………………………….………

115

xiv

DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Singkatan seluruh Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci
Perjanjian Baru: dengan pengantar dan catatan singkat. (Dipersembahkan
kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama
Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1999/2000, hal.
8.

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
DV

: Dei Verbum, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatkan II tentang Wahyu Ilahi
18 November 1965.

KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), diundangkan oleh Paus
Yohanes Paulus II tanggal 25 Januari 1983.
LG

: Lumen gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja
tanggal 21 November 1964.

PC

: Perfectae Caritatis, Dekrit Konsili Vatikan II tentang pembaharuan dan
penyesuaian hidup religius tanggal 28 Oktober 1965.

C. Singkatan Lain
Art

: Artikel.

Bdk

: Bandingkan

FIC

: Fratrum Immaculatae Conceptionis.

IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik.
Konst

: Konstitusi.

KS

: Kitab Suci

KWI

: Konferensi Wali Gereja Indonesia.

LBI

: Lembaga Biblika Indonesia.

Pert.

: Pertemuan

USD

: Universitas Sanata Dharma.

xv

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menjadi seorang religius adalah kebebasan setiap orang. Tak terkecuali para
bruder FIC. Mereka menanggapi panggilan sebagai religius FIC atas pilihan
bebasnya. Artinya bahwa mereka menjadi bruder FIC atas kehendaknya sendiri dan
bukan paksaan dari orang lain. Maka tidak mengherankan kalau di kemudian hari, dia
melepaskan yang menjadi pilihan bebasnya tersebut. Hal ini terjadi karena dalam
hidupnya dia mengalami pasang surut dalam menanggapi panggilan. Memang ada
yang bertahan sampai akhir hidupnya dan tetap sebagai religius, namun ada pula yang
dengan pilihan bebasnya sendiri mengundurkan diri dari tarekat yang telah
dimasukinya.
Melihat kenyataan tersebut muncul pertanyaan; apakah orang yang sudah
menjadi religius dan akhirnya keluar berarti tidak dipanggil dan dipilih oleh Tuhan?
Pada dasarnya Tuhan memanggil dan memilih orang-orang untuk bekerja di kebun
anggur-Nya. Dalam Injil Yohanes Yesus bersabda, “Bukan kamu yang memilih Aku,
tetapi Akulah yang memilih kamu” (Yoh, 15:16). Dari sabda tersebut menjadi jelas
dan tegas bahwa menjadi pengikut Yesus (secara khusus menjadi religius) hanya
karena telah dipilih oleh Tuhan. Dalam hal ini, manusia seolah-olah bersikap pasif
dan hanya mengandalkan gerak Roh Tuhan sendiri. Padahal sejatinya tidaklah
demikian. Karena dari pihak manusia juga dituntut dengan rendah hati untuk selalu
memohon dan meminta dengan tiada hentinya kepada Tuhan, baik dalam doa pribadi,
doa bersama maupun melalui devosi kepada para kudus yang senantiasa

2

mengandalkan hidupnya kepada Yesus Sang Guru Sejati. Dalam Kitab Suci
dikatakan: “Mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya”
(Yoh, 15:7). Meskipun demikian orang harus sadar bahwa orang yang dipanggil
tersebut semata-mata karena kemurahan hati Tuhan. Kalau Tuhan menghendaki dan
memilih orang tersebut maka dia tidak dapat menolaknya. Para murid Yesus yang
pertama (Mat, 4:18-22; Mrk, 1:16-20; Luk, 5:1-11) pun tidak mampu menolak ajakan
Yesus ketika Yesus mengajak mereka: “Mari ikutlah Aku dan kamu akan kujadikan
penjala manusia” (Mat, 4:19; Mrk, 1:17). ketidakmampuan para murid menolak
ajakan Yesus karena mereka terpesona akan pribadi Yesus yang sungguh bijaksana.
Selain itu para murid sadar bahwa Yesus yang mereka ikuti adalah seorang pribadi
yang mampu memberi hidup kepada manusia. (Ladjar, 1983:28).
Hal senada juga dialami oleh para murid Yohanes. Ketika Yohanes
menunjukkan bahwa Yesus adalah Anak Domba Allah, para murid

Yohanes

langsung mengikuti Yesus, walaupun Yesus berkata: “Apa yang kamu cari? …Mari
dan kamu akan melihatnya.” (Yoh, 1:38:39). Tanpa banyak bicara para murid
Yohanes langsung mengikuti Yesus dan tinggal berasama-Nya.
Sudah sejak awal bahwa para pengikut Yesus hidup dalam kebersamaan.
Perintah Yesus: “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi seperti Aku
telah mengasihi kamu” (Yoh, 15:12). Perintah tersebut menjadi dasar bagi para
pengikut Yesus untuk hidup dalam persekutuan dan hidup saling mengasihi. Hidup
dalam persekutuan yang demikian inilah yang menjadi ciri khas bagi para pengikut
Kristus. “Adapun orang-orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan
tidak seorangpun berkata, bahwa sesuatu dari hidupnya adalah miliknya sendiri,

3

tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama (Kis, 4:32). Adapun dampak
dari hidup persekutuan yang mendalam ini adalah bahwa mereka memperoleh kasih
karunia yang melimpah-limpah dan diantara mereka tidak ada yang berkekurangan
(ay. 33-34). Mereka sungguh membangun hidup persekutuan yang erat satu dengan
yang lain. Mereka sehati dan sejiwa dalam menanggung hidup. Ungkapan di atas
didukung oleh Broeckx dalam bukunya yang berjudul: Rambu-rambu Hidup
Membiara: “Karena itu religius harus mampu memberi bukti yang hidup bahwa
mereka hidup sehati dan sejiwa dalam Kristus” (Broeckx, 1981:31).
Cara hidup bersekutu yang baik, saling mengembangkan, saling mendukung
seperti yang diharapkan di atas juga diperjuangkan oleh para Bruder FIC. Dalam
salah satu Konstitusi FIC dikatakan demikian: “Membentuk persekutuan berarti
saling mendampingi dalam suka dan duka; bersedia saling mengerti dan memahami,
saling menghargai, mendorong, memberikan inspirasi, dan terus-menerus siap sedia
saling mengampuni” (Konst FIC, art. 37).
Selain hidup persekutuan, hal lain yang perlu dikembangkan dalam hidup
bakti adalah tentang ketekunan, kesetiaan dan ketotalan hidup. Maria dan Yesus
memberikan teladan hidup yang konkret dalam menjalankan kehendak Allah. Maria
menanggapi panggilan Allah dengan keterbukaan yang penuh: “Sesungguhnya aku
ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataan-Mu (Luk, 1:38). Kesetiaan dan
ke-total-an Maria tampak nyata ketika ia mendampingi putranya sampai di kaki salib
(Yoh, 19:25-27). Bagaimanapun Maria adalah alat pilihan Allah. Paus Yohanes
Paulus II mengatakan demikian: “Allah Bapa memilih Maria untuk pengutusan
istimewa dalam sejarah penyelamatan, menjadi ibu sang juru selamat yang ditunggu-

4

tunggu” (Yohanes 1999:27). Hal senada juga tampak dalam diri Yesus. Dia sungguh
setia dan total dalam menjalankan tugas perutusan Bapa. Ketaatan dan ketotalan
hidup Yesus tampak nyata dari kelahiran hingga wafat-Nya di kayu salib (Yoh,
19:28-30; Mat, 27:45-50; Mrk, 15:33-37; Luk, 23:44-46).
Dengan tugas perutusan tersebut, para Bruder FIC dimampukan untuk berani
berkata bersama Petrus: “Tuhan kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu
adalah perkataan yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah
yang kudus dari Allah” (Yoh, 67-69). Dengan demikian mereka semakin mampu
untuk mempertahankan hidup panggilannya sebagai bruder FIC. Hal ini terjadi
karena yang hidup di dalam dirinya adalah Yesus. “Dialah jalan kebenaran dan hidup.
Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh,
14:6).
Berdasarkan perikop yang ada dalam Injil Yohanes: Yoh, 1:1-18. Yoh, 20:1923. Yoh, 21:15-19. Yoh, 15: 9-17. Yoh, 17:6-23. Yoh, 15:1-8. Yoh, 17:6-23. Yoh,
15:1-8. Yoh, 1: 35-42, para bruder FIC diharapkan mampu menjadi bruder yang
hidup berdasarkan terang panggilan para murid Tuhan sendiri, yakni menjadi murid
Yesus yang tegar dan teguh dalam menghadapi tantangan yang ada di masa depan.
Dengan begitu mereka pun menjadi setia dalam menanggapi panggilan-Nya serta
mampu menempatkan Yesus dalam hidupnya. Dengan begitu ia bersama dengan
Paulus dapat berkata: “Aku hidup bukan lagi aku sendiri yang hidup melainkan
Krsitus yang hidup di dalam aku” (Gal, 2:20).

5

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan diantaranya:
1. Apa yang dikatakan oleh Konstitusi FIC untuk menghayati hidup panggilan
sebagai Bruder FIC?
2. Inspirasi pokok manakah yang kita peroleh dari Injil Yohanes berkenaan
dengan menjadi murid Yesus?
3. Bagaimana usaha membantu para novis FIC untuk membentuk diri menjadi
murid Yesus sekaligus bruder FIC?

C. Tujuan Penulisan
Uraian skripsi ini berkisar tentang Panggilan Menjadi Bruder FIC dalam
Terang Panggilan Para Murid Menurut Injil Yohanes. Adapun tujuan skripsi ini
adalah:
1. Membantu para novis FIC sebagai calon Bruder FIC untuk menyadari
panggilannya menjadi bruder FIC dalam terang panggilan para murid menurut
Injil Yohanes.
2. Menguraikan hidup panggilan menjadi bruder FIC dalam terang panggilan
para murid menurut Injil Yohanes bagi para novis FIC agar hidup
panggilannya semakin berkembang dan setia sebagai orang yang dipanggil
oleh Tuhan.
3. Memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata 1 (S1) pada
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik,

6

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma (IPPAKUSD).
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diharapkan dari tulisan ini antara lain:
1. Memberi masukan kepada para novis FIC dalam usaha menghayati hidup
panggilan sebagai calon bruder FIC yang bersumber dari Konstitusi FIC.
2. Mengajak para novis FIC untuk menghayati hidup panggilannya sebagai
calon bruder FIC dengan menimba kekuatan dari panggilan para murid
menurut Injil Yohanes.
3. Membantu para novis FIC dalam mengolah hidup panggilannya sebagai calon
bruder FIC Berdasarkan beberapa artikel Konstitusi FIC serta beberapa
perikop dari Injil Yohanes.

E. Metode Penulisan
Metode penulisan skripsi ini ditulis dengan menggunakan metode
deskriptif-analitis, yaitu metode yang menggambarkan secara aktual mengenai usaha
para novis FIC dalam menghayati hidup panggilan menjadi calon bruder FIC dalam
terang panggilan para murid menurut Injil Yohanes.
Adapun usaha untuk membantu para novis FIC dalam menghayati hidup
panggilan menjadi calon bruder FIC dalam Terang Panggilan Para Murid Menurut
Injil Yohanes melalui pendalaman hidup bersama dengan menggunakan pengalaman
hidup peserta (Katekese Umat). Hal ini menjadi pilihan dasar karena cara tersebut
diharapkan mampu mendewasakan, memperdalam iman, menambah wawasan bagi

7

para novis serta mengembangkan dimensi hidup yang ada dalam diri calon bruder
FIC.
Begitu pentingnya pendalaman tersebut maka proses pendalaman perlu
dilakukan secara rutin dan berkesinambungan oleh para Novis dengan begitu mereka
menjadi semakin menghayati hidup panggilannya sebagai calon Bruder FIC dalam
terang panggilan para murid menurut Injil Yohanes.

F. Sitematika Penulisan
Judul skripsi yang di pilih adalah: Panggilan Menjadi Bruder FIC dalam
Terang Panggilan Para Murid Menurut Injil Yohanes. Untuk mempermudah
memahami judul tersebut, akan diuraikan secara rinci menjadi lima bab. Adapun
urutan-urutannya sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan pendahuluan yang meliputi: Latar Belakang Penulisan,
Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penulisan, dan
Sistematika Penulisan

BAB II : PENGGILAN MENJADI BRUDER FIC
Bab II ini di bagi menjadi lima pokok bagian tentang spiritualitas FIC yang
terdapat pada Bagian Pertama. Kelima

pokok bagian tersebut mengacu pada

Konstitusi FIC dengan judul: Demi Kerajaan Allah, Tugas Kerasulan, Persekutuan
Para Bruder, Ditopang Oleh Allah, Pembaktian Diri.

8

BAB III : PANGGILAN PARA MURID MENURUT INJIL YOHANES
Pada bab III ini, diuraikan pesan firman dari Kitab Suci yang mendukung
kelima pokok sub tema yang tertuang dalam Konstitusi FIC. Adapun perikop yang
mendukung kelima pokok sub tema tersebut antara lain; Murid-murid Yesus yang
pertama (Yoh, 1:35-51). Dia Makin Besar, Aku Makin Kecil (Yoh, 3:22-36). Yesus
Gembala yang Baik (Yoh, 10:22-36). Pengakuan Petrus (Yoh, 6:67-71).
Gembalakanlah Domba-dombaku (Yoh, 21:15-19).

BAB IV : PROGRAM PENDALAMAN HIDUP PARA NOVIS BRUDER FIC
BERDASARKAN

KELIMA

POKOK

SUB

TEMA

DALAM

KONSTITUSI FIC DAN BEBERAPA KUTIPAN INJIL YOHANES

1. Demi Kerajaan Allah
-

Menjadi manusia seutuhnya yang berkembang kearah Yesus (Konst FIC, art.
1,2,3,4). Yoh. 1:1-18.

-

Dipanggil untuk mewartakan Kerajaan Allah. (Konst FIC, art. 5, 6). Yoh.
20:19-23.

2. Tugas Kerasulan
-

Menjalankan tugas kegembalaan bersama Yesus dalam kongregasi dengan
penuh sukacita. (Konst FIC, art. 15,16,17,18,19). Yoh, 21:15-19.

9

3. Persekutuan Para Bruder
-

Cinta kasih

ala Yesus, dasar hidup komunitas yang menciptakan damai

sejahtera (shalom). (Konst FIC, art. 35-37). Yoh, 15:9-17.

4. Ditopang oleh Allah
-

Kehadiran dan cinta kasih Kristus yang nyata menopang panggilan kita
sebagai religius. (Konst FIC, art. 54, 55, 56). Yoh, 17:6-23; Yoh, 15:1-8.

5. Pembaktian Diri
-

Hidup Bersama Yesus dan para murid yang pertama melakukan kehendak
Bapa dalam semangat Injil. (Konst FIC, art. 76, 77,78). Yoh, 1: 35-42.

BAB V : KESIMPULAN DAN PENUTUP
Pada Bab V ini penulis memberikan kesimpulan dari seluruh materi yang
disampaikan serta kata penutup yang berisi tentang harapan dan saran yang kiranya
berguna bagi pengembangan diri penulis skripsi ini.

10

BAB II
PANGGILAN MENJADI BRUDER FIC

Panggilan menjadi Bruder FIC merupakan bentuk panggilan hidup dalam
persekutuan. Sebagai panggilan hidup dalam persekutuan para bruder memiliki
aturan-aturan hidup yang musti disepakati bersama. Dalam Konstitusi dikatakan,
“Aturan-aturan hidup yang hendaknya disepakati dalam hidup bersama antara lain:
Konstitusi, Statuta Kongregasi, Statuta Provinsi, dan peraturan-peraturan yang
berlaku bagi setiap komunitas” (Konst FIC, art. 13). Ada empat bagian besar yang
ada dalam Konstitusi yakni: Hidup Dalam Kongregasi, Pertumbuhan Dalam
Kongregasi, Kepemimpinan dan Pengelolaan, dan Peraturan Akhir. Dari keempat
bagian tersebut hanya satu bagian yang dipilih yakni pada bagian pertama: Hidup
dalam Kongregasi.
Hal ini menjadi penting karena Konstitusi merupakan ‘undang-undang dasar’
yang harus ditaati bersama oleh setiap anggota Kongregasi. Untuk itu, setiap anggota
Kongregasi dituntut untuk memahami, mengerti, dan mengamalkan isi yang tersurat
maupun yang tersirat dalam Konstitusi FIC tersebut. Dalam Konstitusi FIC ada
beberapa bagian. Namun yang di bahas secara rinci dalam tugas akhir ini adalah pada
Bagian pokok I. Pada bagian pokok I ini terkandung beberapa sub Tema yakni: Demi
Kerajaan Allah, Tugas Kerasulan, Persekutuan Para Bruder, Ditopang Oleh Allah,
Pembaktian Diri. Setiap sub tema memiliki beberapa artikel yang harus dibaca,
direfleksikan, dipahami, dimengerti serta diamalkan dalam hidup sebari-hari. Sub
tema dan artikel yang dibahas diuraikan di bawah ini.

11

A. Demi Kerajaan Allah
Berbicara tentang kerajaan Allah tidak bisa lepas dari warta yang disampaikan
Yesus Kristus yang mewartakan kerajaan Allah itu sendiri. Dialah yang pertama kali
mewartakan Kerajaan Allah. Artinya bahwa Allah sungguh meraja dalam diri setiap
orang. Warta tentang Kerajaan Allah sungguh tampak dalam Injil Sinoptik. Di sana
sering terdengar ungkapan sebagai berikut, “Kerajaan Allah itu seumpama…”(Mat,
13:24). Kemudian, “Waktunya telah genap, Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah
dan percayalah kepada Injil” (Mrk, 1:15). Ajakan Yesus untuk bertobat mempunyai
arti penting bagi perkembangan pribadi, sebab dalam sabda tersebut Yesus mengajak
seseorang untuk meninggalkan cara hidup lama dan mengenakan cara hidup yang
baru bagi Allah, (Zannoni, 2004: 69).
Dalam Injil Yohanes dibahasakan demikian, “Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya jika seorang tak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan
Allah” (Yoh, 3:3). Kelahiran baru melambangkan pertobatan yang mendalam dan
akhirnya dimampukan untuk berkembang ke arah Yesus sendiri.
Dengan meninggalkan cara hidup yang lama dan mengenakan cara hidup
yang baru bagi Allah, seseorang diharapkan dapat menjadi pribadi yang dekat dengan
Yesus. Seorang pribadi yang berjuang seperti Yesus yang selalu mewartakan
Kerajaan Allah. Bagi Yesus Kerajaan Allah segala-galanya, pusat kegiatan,
pewartaan dan keprihatinan-Nya (Putranto, 1997.11). Kedekatan seseorang dengan
Yesus ini pulalah yang menjadikan orang tersebut mengalami kebahagiaan yang
terdalam dan sempurna. Hal tersebut juga menjadi harapan bagi para Bruder FIC.
Dalam Konstitusi ditekankan demikian: “…kita ingin membuat hidup kita sebaik

12

mungkin. Seperti setiap manusia, kita mengingini kebahagiaan yang terdalam dan
paling sempurna” (Konst FIC, art. 1). Untuk mencapai kepribadian yang utuh dan
mendapatkan kebahagiaan yang sempurna memerlukan waktu yang tidak sedikit.
Perlu proses! Pengalaman jatuh bangun dalam menghadapi tantangan, kesulitan hidup
serta pengolahan hidup yang mendalam menjadikan seseorang semakin dewasa dan
bahagia dalam memaknai hidupnya.
Warta mengenai Kerajaan Allah yang masih perlu diperhatikan adalah tentang
motivasi Yesus dan para murid-Nya mewartakan Kerajaan Allah. Yesus dan para
murid-Nya mempunyai motivasi khusus dan jelas ketika mewartakan Kerajaan Allah.
Adapun motivasi khusus dan jelas tersebut adalah bahwa mereka membaktikan
seluruh hidup dan karyanya hanya bagi Allah. Bagi Yesus, Allah merupakan fokus
yang utama. Oleh karena itu menjalin dengan Allah secara lebih intim bagi-Nya
merupakan sesuatu yang mutlak (Lidi, 2005:17).
Yesus mengajak mereka yang sungguh ingin mengarahkan hidupnya melulu
hanya untuk Allah. Ia bersabda: “Ada orang yang tidak dapat kawin karena dia
memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian
oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya
sendiri oleh karena Kerajaan Sorga” (Mat, 19:12).
Yesus dan para murid telah memberi teladan hidup yang konkret bagi para
pengikut-Nya. Seluruh hidup-Nya sungguh dibaktikan bagi Allah dan sesama. Bagi
mereka, pilihan hidup untuk membaktikan diri pada Allah bukan untuk memandang
rendah nilai hidup perkawinan atau berkeluarga. Hal ini disebabkan karena Yesus dan
para murid sungguh sadar bahwa nilai yang tertinggi dalam hidup mereka adalah

13

Kerajaan Allah. Kerajaan Allah menjadi “satu-satunya yang perlu” bagi mereka.
Sebagai “satu-satunya yang perlu” Kerajaan Allah itu perlu diusahakan. Adapun
Kerajaan Allah dapat diumpamakan sebagai “harta terpendam” dan “mutiara yang
berharga” (Mat, 13:44-46). Untuk mendapatkan harta dan mutiara yang terpendam,
orang perlu bekerja keras untuk mendapatkan apa yang dicarinya. Maka tidak
mengherankan kalau mereka dengan rela hati menjual seluruh kekayaan yang ada di
dalam dirinya demi mendapatkan harta dan mutiara yang terpendam tersebut.
Sebagai orang yang sudah dibaptis, dan yang percaya kepada Yesus para
bruder FIC juga diajak untuk mengamini bahwa Yesus adalah wahyu Allah sendiri.
“…kita percaya bahwa Ia telah mewahyukan diri-Nya. Dalam Yesus dari Nazaret,
kita melihat citra Allah yang hidup…” (Konst FIC, art. 3). Dalam Dokumen Konsili
Vatikan II sendiri dikatakan demikian:
“Dalam kebaikan dan kebijaksanaan-Nya Allah berkenan mewahyukan diriNya dan menyatakan rahasia kehendak-Nya…. Maka dengan wahyu ini
Allah yang tidak kelihatan karena cinta kasih-Nya menyapa manusia
sebagai sahabat-sahabat-Nya, menyapa manusia sebagai sahabat dan
bergaul dengan mereka, guna mengundang dan menerima mereka ke dalam
persekutuan-Nya…..Melalui wahyu ini kebenaran yang paling mendalam,
baik tentang Allah maupun tentang keselamatan manusia, menjadi jelas bagi
kita di dalam Kristus yang sekaligus menjadi perantara dan kepenuhan
seluruh wahyu” (DV, Pasal 2).
Para bruder FIC diajak untuk memperkembangkan hidupnya ke arah Yesus,
semakin menyerupai Yesus sebagai pribadi yang mempesona dirinya.
“…Yesus mewahyukan kepada kita citra manusia yang memenuhi
kehendak Allah secara sempurna. Oleh karena itu, menjadi manusia yang
baik, menjadi manusia yang lebih baik berarti berkembang kearah Yesus,
semakin menyerupai Yesus; menimba kehidupan dari hidup-Nya;
menjadikan Kabar Gembira Kerajaan Allah pesan bagi kita sendiri” (Konst
FIC, art. 4).

14

Untuk dapat mewartakan Kerajaan Allah seseorang musti menyadari bahwa
Kerajaan Allah itu dekat dan ada diantara kita. Kerajaan Allah adalah sesuatu yang
pribadi, dan Kerajaan Allah hadir disebabkan karena ketidakberdayaan kita (Zannoni,
2004: 75).
Pastor Ludovicus Rutten sebagai pencetus berdirinya Kongregasi FIC juga
sungguh merasakan bahwa Kerajaan Allah perlu dihadirkan pada masa itu. Situasi
sulit yang dialami oleh umat pada masa itu mendorongnya untuk memperhatikan
anak-anak terlantar dengan cara mendidik dan mendampingi anak-anak. Demikian
juga Br. Bernardus Hoecken. Sebagai bruder pertama dalam Kongregasi, ia selalu
menekankan agar jangan pernah meninggalkan orang miskin (Konst FIC, art. 8).
Secara singkat dapat katakan bahwa apa yang menjadi keprihatinan Yesus
juga menjadi keprihatinan para Bruder FIC. Dengan demikian Kerajaan Allah yang
diwartakan oleh Yesus juga menjadi perhatian para Bruder FIC.

B. Tugas Kerasulan
Sudah sejak awal, kehadiran kongregasi para Bruder FIC bertujuan untuk
menjalankan tugas kerasulan. Dalam artikel-artikel Konstitusi pada bagian pokok
mengenai tugas kerasulan sungguh ditekankan agar para bruder terlibat aktif dalam
tugas kerasulan ditengah umat (masyarakat). Kerasulan yang dimaksud di sini adalah
ikut ambil bagian dalam karya Yesus. Yesus hadir ke dalam dunia untuk berkeliling
sambil mewartakan kabar baik kepada semua orang terutama bagi mereka yang
tersingkir. Tugas kerasulan pertama-tama diteladankan oleh pendiri Kongregasi FIC
yakni Pastor Ludovicus Rutten. “Mula-mula ia merasul diantara 3 anak, 30 anak, 50

15

anak 200 sampai 300 anak” (Kape, 1990:15-16). Jumlah anak yang didampingi oleh
Pastor Rutten terus berkembang, sehingga ia memutuskan untuk mencari kaum muda
yang sungguh mantap dan mau terlibat dalam karya baru untuk mendampingi anakanak muda yang tersingkirkan.
Pemuda pertama yang menanggapi ajakan Rutten berasal dari ‘sHertogenbosch dan pada bulan September 1839 ia pergi ke St. Truiden untuk
mendapatkan pendidikan dasar menjadi calon bruder di tempat pendidikan calon
Bruder Karitas. Kiranya pastor Rutten kurang beruntung pada calon bruder pertama
ini. Sebab pada bulan Desember 1839 pemuda tersebut dipanggil oleh Tuhan.
Untunglah bahwa sepeninggal pemuda dari s-Hertgenbosch, datang calon kedua
yakni seorang pemuda yang berumur 29 tahun, putra seorang tukang kayu dari kota
Tilburg yang bernama Jacques Hoecken (Ubachs, 2001:28). Pemuda inilah yang
akan menjadi Bruder FIC pertama dalam Kongregasi FIC. Dikemudian hari beliau
akan disebut Br. Bernardus (Kape, 1990:25). Karya kerasulan yang dirintis oleh para
pendiri menjadi suatu tradisi dan tetap dipelihara dengan baik hingga saat ini. Hal itu
terjadi karena Konstitusi menghendaki demikian “…dalam semangat pendiri, kita sebagai Kongregasi - memutuskan bahwa tugas kerasulan kita terutama dalam bidang
pendidikan, pengajaran, dan pembinaan” (Konst FIC, art. 16).
Adapun sasaran utama yang perlu mendapatkan pendidikan adalah mereka
yang kecil, lemah, miskin, tersingkir, yang cacat, terlupakan, serta mereka yang
kurang mengalami cinta kasih. Diyakini oleh pendiri bahwa melalui kerja keras dan
doa yang cukup dalam melayani memperhatikan mereka, karya kerasulan yang

16

dijalankan para bruder semakin diberkati oleh Tuhan. Bruder Bernardus sendiri
mengatakan demikian:
“Kongregasi sungguh hendak memberi perhatian kepada orang yang
berkekurangan, dengan mengutamakan pendidikan anak-anak miskin dan
terlantar, maka tidak cukuplah bila para bruder bekerja keras dengan
kamauan yang baik saja serta dengan cita-cita luhur dan semangat suci”
(Kape, 1990:43).
Sebagai Kongregasi yang bersifat internasional (Konst FIC, art. 6) para
Bruder FIC diajak untuk berperan serta dalam pembangunan dunia yang lebih layak
bagi manusia di luar tanah airnya sendiri (Konst FIC, art. 17). Untuk itu dibutuhkan
sikap kesiapsediaan yang besar dan tanpa pamrih (Konst FIC, art. 22). Kesiapsediaan
yang besar untuk membangun dunia baru diluar negaranya (daerah misi) nyata dalam
semangat para Bruder di Maastricht. Paling tidak ada 113 Bruder yang mendaftarkan
diri untuk merasul didaerah Misi dari 350 bruder yang ada pada waktu itu (Linden,
1981:3).
Para Bruder tersebut menunjukkan bahwa mereka selalu siap untuk
menjalankan tugas kerasulan dimana dunia membutuhkan. Keberanian yang besar
serta sikap tanpa pamrih untuk merasul sangat dibutuhkan dalam karya kerasulan,
sebab dengan sikap tersebut mereka akan mampu menjalankan tugas kerasulan
dengan baik. Sikap dasar lain yang perlu mendapatkan perhatian mendalam dan perlu
terus diperkambangkan adalah sikap berani, mau menyangkal diri, ugahari, serta
menghargai kemampuan diri.
Sikap-sikap di atas menjadikan seseorang berani untuk menjalankan karya
kerasulannya secara lebih serius dan total. Itulah tuntutan religius yang sudah
membaktikan diri melalui trikaulnya. Mereka yang sudah berkaul diharapkan mampu

17

untuk melawan keinginan serta kesenangannya sendiri. Dengan demikian, mereka
diharapkan mampu bekerja bersama dengan orang lain; juga kalau bekerja di luar
kongregasi kita, apa lagi sebagai bawahan (Konst. FIC. Art. 24). Dalam menjalankan
tugas kerasulan, para bruder perlu menyadari bahwa yang dikerjakan dalam karya
kerasulan bukanlah karyanya sendiri, melainkan karya bersama. Oleh sebab itu
dukungan persekutuan dalam kongregasi menjadi sangat penting. Terlebih dalam
menentukan jenis karya kerasulan. Hal ini juga memerlukan pertimbangan yang
mantap serta memperhatikan tanda-tanda zaman dan dalam iman terbuka terhadap
dorongan Roh Kudus (Konst. FIC. Art. 27). Apa yang tertuang dalam Konstitusi FIC
dapat juga disebut dengan misi hidup bersama dalam Kongregasi (Primadiana dan
Samosir 2003: 275).
Suatu karya kerasulan yang ditangani dengan pertimbangan yang baik,
menyertakan Roh Kudus serta melihat gerak zaman, maka karya yang dilaksanakan
akan menjadi semakin efektif. Terlebih lagi dalam menjalankan karya tersebut ada
kerjasama yang baik dengan semua pihak. Dalam bukunya yang berjudul: Tarekat
dan pihak-pihak yang lain, Rm. Piet Go menganjurkan demikian: “Kerjasama dengan
semua pihak dapat dilakukan dengan sesama terekat, para mantan anggotanya serta
mitra yang lain” (Piet, 2005:72-78).
Kerjasama yang baik dengan semua pihak akan memunculkan adanya suatu
sinergi yang terpadu antara yang satu dengan yang lain. Kenyataan tersebut mampu
membuat suatu karya yang dirasa tidak sempurna dapat menjadi sempurna karena
satu dengan yang lain saling melengkapi. Kekurangsempurnaan atau kelemahan yang
dimiliki oleh seorang pribadi mendapatkan pemenuhan dari pribadi yang memiliki

18

kelebihan. Inilah yang disebut dengan; “Ada berbagai macam karunia, tetapi satu
Roh. Ada bermacam-macam pelayanan tetapi satu Tuhan” (1 Kor, 12:4-5). Disadari
atau tidak bahwa dalam menjalankan karya kerasulan sering terjadi ketidakcocokan
antara pribadi yang satu dengan yang lain. Maka tidak tertutup kemungkinan bahwa
tugas kerasulan yang kita jalani membawa kekecewaan. Kekecewaan muncul
disebabkan oleh kelemahan atau kekurangan yang ada dalam diri kita sendiri maupun
karena keterbatasan sesama yang ada dalam persekutuan kita (Konst FIC, art. 28).
Jika keadaan tersebut hidup terus dalam persekutuan kita, kehidupan rohani
kita dapat mengalami stagnasi. Lain halnya kalau kekecewaan yang ada dalam
persekutuan dapat diolah secara mandalam secara pribadi maka kekecewaan yang ada
dapat menjadikan diri menjadi pribadi yang dewasa. Pribadi yang mampu menerima
keadaan orang lain sebagaimana adanya serta berani memberi pengampunan kepada
mereka yang telah membuat dirinya kecewa.
Pengolahan hidup yang mendalam menjadikan perbedaan menjadi ladang
subur untuk dapat berkembang bersama, karena yang terjadi bukan mengandalkan
kekuatannya sendiri melainkan kekuatan Kristus. Kristuslah yang menjadi andalan
dirinya serta yang menjadi titik tolak perwartaanya. “Sebab bukan diri kami yang
kami beritakan, melainkan Yesus Kristus sebagai Tuhan, dan diri kami sebagai
hambamu karena kehendak Yesus” (2 Kor, 4:5). Kesadaran diri bahwa Tuhan selalu
hadir dalam hati kita membuat kita semakin mencintai keadaan kita sebagai pribadi
yang luhur dan berharga. Maka sedapat mungkin kita pun akan mengatur segala
sesuatu yang berkaitan dengan hidup kita. “…tanggung jawab kerasulan kita akan
manjadi lebih mendalam, jika disediakan waktu yang cukup untuk berefleksi dan

19

berdoa, untuk berkontak sungguh-sungguh dengan sesama, untuk berpartisipasi
dalam kehidupan persekutuan, dan untuk beristirahat, serta berekreasi” (Konst FIC,.
art. 29).
Bagaimanapun tugas kerasulan penting dalam hidup religius. Walaupun
begitu, keharmonisan hidup baik secara pribadi maupun bersama perlu diperhatikan.
Termasuk juga penghargaan kepada masing-masing pribadi yang ada dalam
kongregasi. Sebab pribadi yang ada dalam kongregasi terutama mereka yang lemah,
sakit, lanjut usia atau karena alasan lain, tetaplah bernilai dalam hidup kita. Mereka
merupakan bagian dari hidup kita (Konst FIC, art. 30).
Dalam menjalankan tugas kerasulan, para bruder hendaknya selalu ingat
bahwa kerasulan tanpa pendalaman hidup yang mendalam tidak berdayaguna. Tidak
efektif. Maka kerasulan yang dijalankan hendaknya dilandasi oleh penghayatan
triprasetia. “Triprasetia dan kerasulan kita tidak terpisahkan satu dari yang lain.
Penghayatan triprasetia memperkaya semangat kerasulan kita, dan sekaligus kita
boleh berharap, bahwa kegiatan kerasulan kita akan memperdalam penghayatan
triprasetia kita” (Konst FIC, art. 31). Demikian halnya hubungan antara kerasulan dan
persekutuan (Konst FIC, art. 32). Dalam artikel lain dikatakan bahwa “Kehidupan
doa kita ditandai oleh motivasi kerasulan kita dan motivasi kerasulan kita diperkaya
oleh doa kita” (Konst FIC, art. 33).
Semua itu hendaknya dijalankan secara selaras sehingga kerasulan yang
dijalankan menjadi sesuatu yang berharga dan mendalam. Kerasulan yang dijalankan
hendaknya tidak hanya tampak pada bagian luar saja tetapi sungguh menguratmengakar di dasar lubuk hati kita. Dengan begitu kita percaya bahwa, “Kerasulan

20

dapat merupakan model perubahan spiritual jika sikap yang jitu serta nilai-nilai dan
tujuan-tujuan kristiani yang menyelarasi dituntut” (Hijweege dan Steggerda, 1994:
31).
Kemampuan untuk menyelaraskan antara hidup kerasulan dengan hidup doa,
dalam kehidupan komunitas serta penghayatan triprasetia, menjadikan hidup kita
semakin berkembang. Dengan demikian, kita yakin bahwa kerasulan yang kita
jalankan menjadi subur dan menghasilkan buah melimpah. “Semakin mendalam
hidup kita dan semakin mencari Allah yang mahakasih, maka segala sesuatau dalam
hidup kita pun akan semakin harmonis, bertemu, dan manyatu … dan dalam Dia
segala sesuatu akan bergabung dalam kasih.” (Konst FIC, art. 34).

C. Persekutuan Para Bruder
1. Dasar hidup persekutan
Dasar hidup persekutuan para bruder tidak lepas dari kehidupan jemaat
perdana. Kehidupan yang dijiwai oleh Roh Yesus memungkinkan mereka mampu
hidup sehati sejiwa (Kis, 4:32). Mereka hidup bukan untuk diri mereka sendiri
melainkan juga memperhatikan orang-orang yang ada disekitarnya. Dampaknya
adalah bahwa banyak jemaat yang hidupnya berkekurangan. (Kis, 4:34). Apa yang
dilakukan oleh jemaat pertama ini mau mewujudnyatakan perintah Yesus yakni
saling

melayani.

Membantu

mereka

yang

sungguh-sungguh

membutuhkan

pertolongan.
Kehadiran para bruder yang hidup dalam persekutuan dipanggil untuk bersatu
dan bersetia kawan serta mewartakan Yesus yang seorang kepada yang lain. (Konst.

21

FIC, art. 35). Dengan demikian kehadirannya dapat membahagiakan orang lain
(Konst FIC, art. 36). Kebahagiaan ini menjadi semakin mendalam kalau dalam hidup
persekutuan itu sendiri dibangun sikap yang hangat dalam hidup bersama. hal
tersebut sesuai dengan rumusan Konstitusi FIC yang berbunyi: “Membentuk
persekutuan berarti mendampingi dalam suka dan duka; bersedia saling mengerti dan
memahami, saling menghargai, mendorong, memberikan inspirasi, dan terus menerus
siap sedia saling mengampuni (art. 37).
Sebagai ciptaan yang tak sempurna, para bruder dapat saja berbuat salah
kepada bruder yang lain. Keadaan semacam ini sungguh dapat melukai dan
mengecewakan satu dengan yang lain. Walaupun begitu, perlu disadari bahwa
suasana yang demikian dapat juga memperkembangkan pribadi ke tingkat kehidupan
rohani yang lebih mendalam serta mempersatukan persaudaraan kita (Konst FIC, art..
38). Karena itu dibutuhkan kehendak yang kuat dari dalam diri setiap bruder agar apa
yang menjadi harapan bersama menjadi nyata.
Keterbukaan hati untuk menerima masukan dari sesama melalui pembicaraan,
kontak timbal balik, dan musyawarah secara terbuka sangat diperlukan dalam
kesatuan, pembangunan dan berfungsinya kongregasi kita (Konst FIC, art. 41).
Pembicaraan di atas dapat juga berlaku pada saat resmi maupun tidak resmi. Sebab
dalam banyak kesempatan pembicaraan yang tidak resmi dapat juga memberi arti
yang besar dalam kehidupan bersama (Konst FIC, art. 42).

22

2. Kesatuan dalam keanekaragaman
Tidak dapat dipungkiri bahwa Kongregasi FIC sebagai Kongregasi
internasional. Artinya bahwa keanekaragaraman dalam Kongregasi mau tidak mau
ada. Namun keanekaragaman yang ada bukan sebagai halangan untuk terjadinya
kesatuan. Kesatuan dalam keanekaragaman dalam persekutuan tampak nyata dalam
buku yang berjudul: Seluruh Hidupku Bagi Allah dan Sesama. Dalam buku tersebut
dapat dilihat secara jelas bahwa masing-masing provinsi baik itu Belanda, Indonesia,
Ghana, Chili, Malawai mengalami kesulitan dalam menjalani hidup bersama namun
demikian semua tetap berusaha untuk mencapai satu tujuan yakni adanya kesatuan
untuk semua. (Hijweege dan Steggerda, 1994:34).
Kesulitan dalam membangun hidup persekutuan dapat diakibatkan oleh
banyak faktor. Kesulitan tersebut biasanya diakibatkan oleh latar belakang hidup
masing-masing bruder. Walaupun begitu, kehidupan sebagai bruder dalam
persekutuan harus terus diperjuangkan. Konsitutsi sendiri meyakini bahwa
keanekaragaman ini memiliki pengaruh yang dapat memperdalam dan memperkaya
jika dilaksanakan secara tepat. Keanekaragaman yang ada tidak perlu merusakkan
kesatuan kita. “Kita dapat terus-menerus membentuk suatu persekutuan yang kuat
dan tetap dapat dikenal sebagai saudara (bruder) seorang terhadap yang lain sebagai
anggota Kongregasi (Konst FIC, art. 43).

3. Organisasi dan Peraturan dalam Hidup Persekutuan
Dalam kehidupan bersama, manusia membutuhkan organisasi. Di dalam
organisasi inilah pegangan untuk hidup bersama dibuat. Hal ini dimaksudkan agar
tata kehidupan bersama menjadi lebih teratur dan berjalan dengan baik. Sebagai

23

Kongregasi,

kitapun

membutuhkan

peraturan-peraturan

yang

muncul

dari

persekutuan kita sendiri demi kesejahteraan persekutuan kita (Konst FIC, art. 47).
Adapun peraturan yang dibuat ini bukanlah bersifat mutlak. Karena itu peraturan
yang ada dapat saja diubah jika persekutuan sungguh menghendakinya.
Peraturan yang ada dalam Kongregasi di ditetapkan sebagai peraturan yang
mengikat kehidupan bersama. Perturan tersebut adalah Konstitusi. Berdasarkan
Konstitusi dibuatlah Statuta Kongregasi dan Statuta Provinsi. Ketiga peraturan
tersebut

merupakan

Hukum

Kongregasi.

Karenanya,

Hukum

sungguh

mengungkapkan semangat y