RENCANA TERPADU PROGRAM INVESTASI INSFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2-JM) BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN BUTON TAHUN 2015-2019

  BAB

ASPEK TEKNIS

PER SEKTOR

6 Pada Bab ini menjabarkan rencana pembangunan infrastruktur bidangCipta

  

Karya yang mencakup empat sektor yaitu pengembanganpermukiman, penataan

bangunan dan lingkungan, pengembangan airminum, serta pengembangan

penyehatan lingkungan permukiman yangterdiri dari air limbah, persampahan,

dan drainase. Penjabaranperencanaan teknis untuk tiap-tiap sektor dimulai dari

pemetaan isu-isustrategis yang mempengaruhi, penjabaran kondisi eksisting

sebagaibaseline awal perencanaan, serta permasalahan dan tantangan yangharus

diantisipasi. Tahapan berikutnya adalah analisis kebutuhan danpengkajian

terhadap program-program sektoral, denganmempertimbangkan kriteria

kesiapan pelaksanaan kegiatan. Kemudiandilanjutkan dengan merumuskan

usulan program dan kegiatan yangdibutuhkan.

6.1 PENGEMBANGAN PERMUKIMAN

  6.1.1 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan a. Isu Strategis Pengembangan Permukiman

Berbagai isu strategis nasionalyang berpengaruh terhadappengembangan

permukiman saat ini adalah:

  

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkunganhunian

yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yangmempunyai prasarana,

sarana, utilitas umum, serta mempunyaipenunjang kegiatan fungsi lain di

kawasan perkotaan atau perdesaan.

Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembanganpermukiman

kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.Pengembangan permukiman

kawasan perkotaan terdiri daripengembangan kawasan permukiman baru dan

peningkatan kualitaspermukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan

kawasanperdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan,

kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.

  • Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan sertamitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
  • Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsirumahtangga kumuh perkotaan.
  • Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program DirektifPresiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.
  • Percepatan pembangunan di wilayah timur Indonesia (Provinsi NTT,Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat) untuk mengatasikesenjangan.
  • >Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.
  • Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsipenduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinanpenduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh.
  • • Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yangsudah

    dibangun.
  • Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalampengembangan kawasan permukiman.

  • • Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam

    mendukungpembangunan permukiman. Ditopang oleh belum optimalnyakapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia sertaperangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standarpelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan danpermukiman.

  

Isu-isu strategis di atas merupakan isu terkait pengembanganpermukiman yang

terangkum secara nasional. Namun, di masing-masingkabupaten/kota terdapat

isu-isu yang bersifat lokal dan spesifikyang belum tentu dijumpai di

kabupaten/kota lain. Penjabaran isu-isustrategis pengembangan permukiman

yang bersifat lokal perludijabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan.

Kondisi permukiman dan perumahan yang ada di Wilayah Kabupaten Buton saat

in masih memerlukan penataan dan pengaturan yang lebih baik. Berikut ini

gambaran isu-isu mengenai perumahan dan permukiman penduduk yang ada di

Wilayah Kabupaten Buton.

Tabel 6.1 Isu-isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Kabupaten Buton

  No. Isu Strategis Keterangan

  1. Isu Back Log Perumahan di tahun-tahun Angka backlog rumah di sebelumnya dan tahun yang berjalan Kabupaten Buton 7.648 unit rumah( RP4D 2008 ) 2.

  1. Isu kawasan kumuh yang perlu 1. Kawasan kumuh di Kel. ditangani Bombonawulu Kec. Gu.

  2. Isu Permukiman yang berada di

  2. Kawasan kumuh DAS Kali bantaransungai/kali Banabungi di Kec. Pasarwajo.

  

3. Isu Kebutuhan pengembangan Asumsi proyeksi jumlah KK dan

Perumahan di masa akan datang Ketersediaan lahan Sumber : RP4D Kabupaten Buton 2008

b. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman

  

Kondisi eksisting pengembangan permukiman di Wilayah Kabupaten Buton

dalam menyediakan kawasan permukiman yang layak huni, terlebih dahulu perlu

di ketahui peraturan perundangan yang mendukung seluruh proses tahapan

  

perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan pembangunan permukiman di

Wilayah Kabupaten Buton. Adapun peraturan tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 6.2 Perda/Peraturan Gubernur/Peraturan Walikota/Peraturan lainnya terkait

  

Pengembangan Permukiman

Perda/Peraturan Gubernur/Perwali/Peraturan lainnya No.

  Ket No. Perihal Tahun Peraturan Peraturan Daerah Kabupaten Buton tentang 1.

  15 2008 Garis Sempadan.

  Peraturan Daerah Kabupaten buton tentang 2.

  1 2011 Peraturan Bangunan Gedung.

  Peraturan Daerah Kabupaten Buton tentang 3.

4 Kebersihan, Ketertiban, dan Keindahan. 1996

  Kawasan Perkotaan

Kondisi permukiman perkotaan di Wilayah Kabupaten Buton khususnya

Pasarwajo sebagai Ibukota Kabupaten Buton, berkaitan erat dengan pesatnya

pembangunan dan perkembangan kota yang mengarah pada kegiatan

perdagangan, hotel/penginapan dan warung/rumah makan serta sektor

jasa.Meningkatkan daya tarik bagi para penduduk di Kabupaten Buton sehingga

kebutuhan perumahan juga akan semakin meningkat. Tingginya perkembangan

kebutuhan perumahan dan permukiman di wilayah perkotaan (Ibukota

Kecamatan) membawa dampak tumbuhnya kantong-kantong permukiman

kumuh demikian juga di Wilayah Kabupaten Buton.

  

Selama ini penyediaan perumahan di Kabupaten Buton tidak hanya dilakukan

oleh pemerintah dan masyarakat sendiri, tetapi juga partisipasi para

pengembang swasta. Untuk lokasi kawasan RSH di Kabupaten Buton yang

perumahannya dibangun oleh para pengembang swasta, terdapat di Desa

WalandoKec. Gu, selain itu juga terdapat RSH Lapodi terdapat di Kota Pasarwajo

  

Kec. Pasarwajo. Selengkapnya kondisi RSH di Kabupaten Buton tersaji pada Tabel

dibawah ini :

Tabel 6.3 Data Kondisi RSH di Kabupaten Buton Tahun 2013

  No. Lokasi RSH Tahun Pemban gunan Pengelola Jumlah Unit Kondisi Prasarana CK yang ada

1 Perumahan Lapodi 2008 Developer 150 Baik ada

  2 Perumahan WalandoCity 2013 Developer

  50 Baik ada 200 Sumber : Bappeda Buton 2013 Kawasan Perdesaan Kondisi permukiman perdesaan di Kabupaten Buton,diprioritaskan pada:

  

 Peningkatan aksesbilitas ke wilayah-wilayah belakang melalui

pengembangan jaringan jalan.  Peningkatan ketersedian sarana dan prasarana produksi bagi kawasan pertanian, perkebunan dan perikanan.

 Penetapan pusat-pusat pengumpul/akumulasi bagi hasil-hasil pertanian.

 Peningkatan prasarana komunikasi antar sentra produksi.

Tabel 6.4 Data Program Perdesaan di Kabupaten Buton Tahun 2014

  

No. Program/Kegiatan Lokasi Volume/ Satuan

1 Penataan Lingkungan

  30 Desa

  Buton

  Tersebar di Kabupaten

  Buton

  6 Desa

  3 Pembangunan Sarana & Prasarana SPAM

  Tersebar di Kabupaten

  Buton

  15 Desa

  Sumber : Dinas PU Buton 2014

  Permukiman Penduduk Tersebar di Kabupaten

  2 Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat

c. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman

  

Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman pada tingkat nasional

antara lain Permasalahan pengembangan permukiman diantaranya :

  1. Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang masih terbatas.

  2. Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal, pulau kecil, daerah terpencil, dan kawasan perbatasan.

  3. Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial. Tantangan pengembangan permukiman diantaranya:

  1. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat

  

2. Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen

Cipta Karya sektor Pengembangan Permukiman.

  3. Pencapaian target MDG’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian Program- Program Pro Rakyat (Direktif Presiden)

  4. Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya

khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah

  

5. Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa pembangunan

infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.

  

6. Penguatan Sinergi RP2KP/RTBL KSK dalam Penyusunan RPI2JM bidang

Cipta Karya pada Kabupaten/Kota.

  

Sebagaimana isu strategis, di masing-masing kabupaten/kota terdapat

permasalahan dan tantangan pengembangan yang bersifat lokal dan spesifik

serta belum tentu djumpai di kabupaten/kota lain. Penjabaran permasalahan dan

tantangan pengembangan permukiman yang bersifat lokal perlu dijabarkan

sebagai informasi awal dalam perencanaan.Tujuannya adalah untuk

mengidentifikasi permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman di

Kabupaten/Kota yang bersangkutan serta merumuskan alternatif pemecahan dan

rekomendasi dari permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman

yang ada di wilayah Kabupaten/Kota bersangkutan.

Kabupaten Buton dengan potensi sumberdaya yang terus melakukan

pembangunan dengan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi yang terus

  

meningkat, telah mengundang migrasi dan pertambahan penduduk. Dengan

motif perbaikan ekonomi, migrasi penduduk terus meningkat sementara sarana

dan prasarana wilayah tidak signifikan perkembangannya dengan pertambahan

penduduk. Akibatnya tumbuh rumah-rumah yang sederhana yang terbatas

ketersediaan sarana dan prasarana pemukimannya seperti air bersih, sanitasi,

drainase dan pengelolaan sampah dan limbah.

  

Adapun permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang ada di

Kabupaten Buton dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 6.5 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan

  

Pengembangan Permukiman di Kabupaten Buton

  No Aspek Pengem- Permasalahan Tantangan Alternatif bangan Permu- yang dihadapi Pengembangan Solusi kiman

   1. Aspek Teknis Permasalahan Lokasi   Adanya Perda No. 1 Diarahkan untuk

  Permukiman yang tidak sesuai Tahun 2014 Tentang Pembangunan dengan RTRW; Rencana Tata Ruang kepadatan rendah

   Sarana dan prasarana Wilayah Kabupaten disertai upaya untuk Buton mempertahankan fungsi lingkungan permukiman resapan air, di tetapkan perkotaan yang menurun di Kota Pasarwajo. kualitasnya.

   2. Aspek Belum adanya Dinas / Badan/  

  Terbatasnya lahan Pembentukan Dinas Kelembagaan

  Lembaga Teknis pada SOPD murah untuk yang menangani yang secara khusus pembangunan perumahan dan menangani pembangunan dan perumahan dan permukiman

   Pengembangan perumahan permukiman karena Peningkatan Kapasitas dan Permukiman; harga lahan yang SDM dan Pelaku

   tidak terkontrol Lemahnya pelaksanaan Pembangunan koordinasi antar instansi Perumahan dan terkait;

  Permukiman

    Belum terbangunnya sistem Peningkatan Kerjasama informasi manajemen dengan pihak lain yang perumahan permukiman yang terkait terpadu dan terintegrasi;

   Pengembangan kualitas SDM yang masih terbatas terutama di bidang Perumahan dan Permukiman;

   3. Aspek Dana alokasi untuk sektor Mencari sumber-sumber Kecilnya minat

  Pembiayaan perumahan yang masih sedikit. pembiayaan perumahan investor dari dunia usaha/swasta. menanamkan modal di Kabupaten Buton karena terbatasnya wilayah administrasi.

  4. Aspek Peran Kurangnya Pemahaman Peningkatan jumlah Mendorong peran KSM Serta Rumah SehatDi Masyarakat penduduk baik secara (Kelompok Swadaya Masyarakat alamiah maupun karena Masarakat) dalam hal urbanisasi akan penyediaan perumahan dan semakin menuntut permukiman khususnya perluasan pelayanan perumahan swadaya

   5. Aspek

  1. Permasalahan permukiman yg Pertumbuhan

  1. Kawasan Permukiman Lingkungan tinggal di bantaran sungai/kali; yang sudah terlanjur penduduk di Permukiman wilayah bagian terbangun di sepanjang

  2. Permasalahan permukiman kumuh; sungai/kali harus kawasan di sekitar

  Lambusango yang melaksankan perbaikan

  3. Permasalahan permukiman yg tinggal di kawasan lindung lingkungan dgn menjaga akan mendesak

  (lambusango); kebersihan bantaran kawasan hutan sungai. lindung;

  4. Permasalahan permukiman

   yang berada di lahan yang

  2. Dilakukan dengan Pertumbuhan mudah longsor dan curam. konsep land penduduk di konsolidation dan urban

  5. Permasalahan permukiman yg wilayah kawasan tinggal di pesisir pantai yang renewal pada pesisir yang akan rawan abrasi; permukiman padat dan mendesak kawasan kumuh; lindung mangrove;

  6. Permasalahan permukiman yg tinggal di pesisir pantai

  3. Program Relokasi pada mangrove; kawasan permukiman yang terdapat pada kawasan lindung agar dikembalikan fungsinya sebagai kawasan yang dapat mengatur siklus air dan memberi perlindungan setempat..

6.1.2 Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman

  

Analisis kebutuhan merupakan tahapan selanjutnya dari identifikasi kondisi

eksisting. Analisis kebutuhan mengaitkan kondisi eksisting dengan target

kebutuhan yang harus dicapai. Terdapat arahan kebijakan yang menjadi acuan

penetapan target pembangunan bidang Cipta Karya khususnya sektor

pengembangan permukiman baik di tingkat Pusat maupun di tingkat

kabupaten/kota. Di tingkat Pusat acuan kebijakan meliputi RPJMN 2010-2014,

MDGs 2015 (pengurangan proporsi rumah tangga kumuh tahun 2020), Standar

Pelayanan Minimal (SPM) untuk pengurangan luasan kawasan kumuh tahun 2014

sebesar 10%, arahan MP3EI dan MP3KI, percepatan pembangunan Papua dan

Papua Barat, arahan Direktif Presiden untuk program pro-rakyat, serta Renstra

Ditjen Cipta Karya 2010-2014. Sedangkan di tingkat kabupaten/kota meliputi

target RPJMD, RTRW Kabupaten/Kota, maupun Renstra SKPD. Acuan kebijakan

tersebut hendaknya menjadi dasar pada tahapan analisis kebutuhan

pengembangan permukiman.

Tabel 6.6 Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman

  2

  

2) pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program PISEW

(RISE), 3) desa tertinggal dengan program PPIP dan RIS PNPM. Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP dan RTBL KSK ataupun review bilamana diperlukan.

  Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari:

1) pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan potensial

(Agropolitan dan Minapolitan), rawan bencana, serta perbatasan dan pulau kecil,

  Rusunawa, serta 2) peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH.

  Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari :

1) pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk pembangunan

  55 Sumber : Hasil Analisis 2014

  54

  53

  52

  51

  Kawasan

  8. Kebutuhan Pengembangan Permukiman Baru

  7. Kebutuhan RSH Unit 78,804 82,053 85,490 89,127 92,978

  2

  1

  

Kabupaten ButonUntuk 5 Tahun

No. Uraian Unit Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017 Ket. Proyeksi

  1

  1

  6. Kebutuhan Rusunawa TB

  Ha 116,669 100,002 83,335 66,668 50,001

  5. Sasaran Penurunan Kawasan Kumuh

  85

  84

  82

  81

  79

  4. Proyeksi Persebaran penduduk miskin Jiwa/Km2

  3. Proyeksi Persebaran Penduduk Jiwa/Km2 1040 1060 1081 1103 1125

  2. Kepadatan Penduduk Jiwa/Km2 106 1060 1081 1103 1125

  1. Jumlah Penduduk Jiwa 263,176 313,746 319,990 326,358 332,852

6.1.3 Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman

  Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan

  • Infrastruktur kawasan permukiman kumuh
  • Infrastruktur permukiman RSH
  • Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan • Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial (Agropolitan/Minapolitan)
  • Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana
  • Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil
  • Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW)
  • Infrastruktur perdesaan PPIP
  • Infrastruktur perdesaan RIS PNPM Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)

    Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang

    terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut :

  1. Umum

   Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.

  

Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra.

   Kesiapan lahan (sudah tersedia).

   Sudah tersedia DED.

   Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP, RTBL KSK, Masterplan. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)

   Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga

   sistem bisa berfungsi.

   Ada unit pelaksana kegiatan.

   Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.

   2. Khusus Rusunawa

   Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA

   Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh  Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan PSD lainnya

   Ada calon penghuni

RIS PNPM

   Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.

   Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.

   Tingkat kemiskinan desa >25%.

   Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan BOP minimal 5% dari BLM.

  PPIP

   Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI

   Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program Cipta Karya lainnya

   Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik

   Tingkat kemiskinan desa >25% PISEW

   Berbasis pengembangan wilayah

   Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i) transportasi, (ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi) kesehatan

   Mendukung komoditas unggulan kawasan

Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang harus

diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti

untuk penanganan kawasan kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No. 1/2011

tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri

(1) ketidakteraturan dankepadatan bangunan yang tinggi, (2) ketidaklengkapan

prasarana, sarana, dan utilitas umum, (3) penurunan kualitas rumah, perumahan,

dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum, serta (4)

pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan

rencana tata ruang wilayah.

Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini diacu

oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut:

1. Vitalitas Non Ekonomi

  a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota.

  b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat didalamnya.

  c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai, mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.

2. Vitalitas Ekonomi Kawasan

  a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota, apakah apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis.

  b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk dapat menangani kawasan kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas bisnis dan perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau fungsi lainnya.

  c. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk kawasan permukiman kumuh.

3. Status Kepemilikan Tanah a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman.

b. Status sertifikat tanah yang ada.

  

4. Keadaan Prasarana dan Sarana: Kondisi Jalan, Drainase, Air bersih, dan Air

limbah.

  5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota

  a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan penanganannya.

  b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan) kawasan dan lainnya.

Kegiatan pengembangan permukiman Kabupaten Buton sesuai Renstra dari

SKPD Terkait terdiri

  • – dari : 1.

   Program Pengembangan Perumahan

  a. Fasilitasi dan stimulasi Perumahan Masyarakat

  b. Pengembangan PSU Kawasan Perumahan

  c. Pengelolaan Rusunawa

  d. Survey dan Pendataan Perumahan

  e. Penyusunan Rencana dan Strategi Pembangunan Perumahan

  f. Kerjasama Lembaga Bidang Perumahan

g. Pembangunan Rusunawa

  h. Pembangunan Rusunami i. Bantuan Stimulan Pembangunan Rumah j. Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan Perumahan k. Pengawasan Pembangunan Perumahan l. Penanganan Lingkungan Perumahan Kumuh Berbasis Kawasan (PLP2K-BK) m. Pembangunan Stimulan Prasarana, Sarana dan Utilitas Perumahan dan Permukiman

2. Program Lingkungan Sehat Perumahan

  a. Pembangunan Sarana dan Prasarana Lingkungan

  b. Pembangunan Sarana dan Prasarana Kawasan dan Lingkungan Siap Bangun (KASIBA

  • – LISIBA)

  c. Penyediaan Sarana Sanitasi Dasar di Kawasan Kumuh

  d. Pembangunan Sarana Air Bersih di Kawasan Kumuh

  e. Penyusunan Pedoman Pengawasan Lingkungan Sehat Perumahan

  f. Penyusunan Raperda Tentang Kawasan Hunian Berimbang

  g. Penataan Kawasan Kumuh

  h. Peningkatan Peran Serta masyarakat dalam Pelestarian Lingkungan Permukiman i. Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar Terutama Bagi Masyarakat Miskin

3. Program Penataan Lingkungan Permukiman

a. Penyehatan Lingkungan Permukiman

  Kriteria Kesiapan Daerah Kabupaten Buton

Dalam pengembangan permukiman di Kabupaten Buton, kriteria kesiapan

daerah yang sudah ada dan yang akan dilaksanakan meliputi:

  1. Dokumen RTRW Kabupaten Buton Tahun 2011 – 2031;

  2. Dokumen RP4D Kabupaten Buton Tahun 2008;

  3. Dokumen SPPIP Kabupaten Buton Tahun 2013;

  4. Dokumen RPJMD Kabupaten Buton Tahun 2013

  • – 2017

  5. Kesiapan Instansi Pengelola Rusunawa yakni Dinas Tata Ruang dan Perumahan Kabupaten Buton;

6.1.4 Usulan dan Program Kegiatan

  a. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi kesenjangan antara kondisi eksisting dengan kebutuhan maka perlu disusun usulan program dan kegiatan. Namun usulan program dan kegiatan terbatasi oleh waktu dan kemampuan pendanaan pemerintah Kabupaten Buton. Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima tahun dalam RPI2JM dibutuhkan suatu

kriteria untuk menentukan prioritasi dari tahun pertama hingga kelima.

  b. Usulan Pembiayaan Pembangunan Permukiman Pembiayaan usulan program terdiri-dari pembiayaan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, Swadaya masyarakat, dan pihak swasta. Dana dari Pemerintah Kabupaten merupakan dana pendamping atau dana sharing yang diwajibkan oleh Pemerintah Pusat.

Adapun secara detail sumber pendanaan program kegiatan/proyek

pengembangan permukiman dapat dilihat pada Matriks Rencana Program

Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Buton Tahun

2014

  • – 2018 bidang Pengembangan Permukiman.

  6. 2 PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN

  6.2.1 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan

a. Isu Strategis

  

Untuk dapat merumuskan isu strategis bidang PBL, maka dapat melihat dari

agenda Nasional dan Internasional yang mempengaruhi sektor PBL. Untuk

agenda Nasional, salah satunya adalah Program PNPM Mandiri, yaitu Program

Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan

yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program

  • – program penanggulangan

    kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Agenda Nasional lainnya adalah

    Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan

    Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL yang mengamanatkan terlayaninya

    masyarakat dalam pengurusan IMB di Kab/Kota dan tersedianya pedoman harga

    Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) di Kab/Kota.

    Agenda Internasional yang terkait diantaranya adalah pencapaian MDG’s 2015,

    khususnya tujuan 7 yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup. Target

    MDG’s yang terkait bidang cipta karya adalah target 7C, yaitu menurunkan

    hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak

    dan sanitasi layak pada 2015, serta target 7D, yaitu mencapai peningkatan yang

    signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun

    2020.

    Agenda Internasional lainnya adalah isu pemanasan global (Global Warming).

    Pemanasan Global yang disebabkan bertambahnya karbondioksida CO2 sebagai

  

akibat konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu

permukaan bumi hingga 6,4 C antara tahun 1990 dan 2100, serta meningkatnya

tinggi muka laut di seluruh dunia hingga mencapai 10-25 cm selama abad ke-20.

Kondisi ini memberikan dampak bagi kawasan-kawasan yang berada di pesisir

pantai, yaitu menculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran serta dampak

sosial lainnya.

  

Agenda habitat juga merupakan salah satu agenda Internasional yang juga

mempengaruhi isu strategis sektor PBL. Konferensi Habitat I yang telah

diselenggarakan di Vancouver, Canada pada 31 Mei

  • – 11 Juni 1976, sebagai dasar

    terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB yang

    mengurusi permasalahan perumahan dan permukiman serta pembangunan

    perkotaan. Konferensi Habitat II yang dilaksanakan di Istanbul, Turki pada 3
  • – 14

    Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu “ Adequate Shelter for All” dan

  Sustainable Human Settlements Development in an Urbanizing World ”, sebagai

kerangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi

masyarakat.

  Dari agenda

  • – agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional bidang PBL dapat dirumuskan sebagai berikut :

1) Penataan Lingkungan Permukiman

  a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;

  

b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;

  c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan; d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal;

  e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan standar pelayanan minimal; f. Pelibatan Pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan.

2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

  a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan); b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di kab/kota; c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan berkelanjutan; d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara;

e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah Negara.

3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

  

Isu Strategis ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti RTR, skenario

pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasarkan skala prioritas dan

manfaat dari rencana tindak yang meliputi a) Revitalisasi, b) RTH, c) Bangunan

Tradisional/bersejarah dan d) Penanggulangan kebakaran, bagi pencapaian

terwujudnya pembangunan lingkungan permukiman yang layak huni, berjati diri,

produktif dan berkelanjutan.

  a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau sekitar 11,96 % dari total penduduk Indonesia; b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing in cash sesuai MOU PAKET;

c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan.

  Seperti halnya kota-kota lain di Indonesia tentunya isu

  • –isu strategis sektor

    enataan bangunan dan lingkungan pasti ada, begitu pula di Kabupaten Buton.

    Adapun gambaran isu strategis sektor PBL dapat dilihat pada tabel berikut :

  1. Penataan Lingkungan Permukiman

  1. Masih kurangnya penerapan dan pengawasan aturan garis SEMPADAN Jalan dan Sungai.

  No. Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis Sektor PBL di Kabupaten Buton

  3. Pemanfaatan garis sempadan sungai dan pantai untuk kegiatan perumahan, niaga dan budidaya pertanian yang berkembang secara cepat dan tidak tertata

  2. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

  1. Masih kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung.

  2. Masih banyak bangunan gedung yang pengembangannya belum berdasarkan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.

  3. Masih banyak bangunan gedung yang belum dilengkapi sarana dan prasarana bagi penyandang cacat.

  4. Kabupaten Buton belum memiliki atau belum membentuk lembaga institusi dan Tim Ahli Bangunan Gedung yang bertugas dalam pembinaan penataan bangunan dan lingkungan.

Tabel 6.7 Isu Strategis Sektor PBL di Kabupaten Buton

  2. Kepadatan bangunan dan ketinggian bangunan pada kawasan pusat perdagangan tidak sesuai dengan RTRW Kabupaten Buton

3. Pemberdayaan Komunitas

  1. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam perencanaan, dalam Penanggulangan implementasi dan pengendalian pembangunan Kemiskinan

  2. Rendahnya daya organisir diri masyarakat dalam pemecahan masalah dan pemenuhan kebutuhan spesifik lokal

  3. Rendahnya kesadaran kritis masyarakat terhadap masalah dan kebutuhan lokal

b. Kondisi Eksisting

  

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 06/PRT/M/2007 Penataan

bangunan dan lingkungan adalah kegiatan pembangunan untuk merencanakan,

melaksanakan, memperbaiki, mengembangkan atau melestarikan bangunan dan

lingkungan/kawasan tertentu sesuai dengan prinsip pemanfaatan ruang dan

pengendalian bangunan gedung dan lingkungan secara optimal, yang terdiri atas

proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan

pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran bangunan gedung dan lingkungan.

Hasil dari proses perencanaan penataan bangunan dan lingkungan yaitu

dokumen RTBL yang memuat panduan-panduan dalam penataan bangunan dan

lingkungan.

Kondisi penataan bangunan dan lingkungan di Kabupaten Buton untuk saat ini

belum mengacu pada RTBL yang ada. Kabupaten Buton terbagi menjadi

beberapa zona kawasan seperti kawasan perumahan, kawasan pendidikan,

kawasan Pusat Kota dan komersil.

c. Permasalahan dan Tantangan

  

Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa

permasalahan dan tantangan yang dihadapi, antara lain :

a. Penataan Lingkungan Permukiman

   Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran;

   Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih melibatkan Pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman;

   Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan

ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;

   Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan permukiman yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM.

   Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien;

   Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;

   Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;

  d. Kapasitas Kelembagaan Daerah

   Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan hijau terbuka, sarana olahraga.

  c. Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau

   Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.

   Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan;

  b. Penyelenggaraan bangunan Gedung dan Rumah Negara

   Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan;

   Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian;

   Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan gedung termasuk daerah-daerah rawan bencana;

   Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kenyamanan dan kemudahan);

   Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota Metropolitan, besar, sedang, kecil di seluruh Indonesia;

   Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan dan Rumah Negara;

   Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan. Adapun permasalahan dan tantangan sektor PBL yang ada di Kabupaten Buton antara lain : Tabel 6.8

  

Identifikasi Permasalahan dan Tantangan

Penataan bangunan dan Lingkungan No. Aspek Penataan Bangunan dan Lingkungan Permasalahan yang dihadapi Tantangan Pengembangan Alternatif Solusi

I. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman

   Jalan lingkungan permukiman yang rusak

   Adanya

  Perlu di perketat pemberian ijin untuk membangun rumah, agar sesuai dengan rencana peruntukan lahan yang diatur dalam RTRW.

   Komitmen terhadap kesepakatan internasional MDG s , bahwa pada tahun 2015, 200 Kabupaten/Kota bebas kumuh, dan pada tahun 2020 semua Kabupaten/Kota bebas kumuh.

   Banyaknya rumah – rumah warga yang berada di kawasan yang bukan peruntukan untuk permukiman

  5. Aspek Lingkungan Permukiman

   Dilibatkannya masyarakat secara aktif dalam proses perencanaan dan penetapan prioritas pembangunan diwilayahnya.

   Adanya Pengetahuan dan sumber daya yang dimiliki masyarakat

   Belum mantapnya kelembagaan komunitas untuk meningkatkan peran masyarakat dan swasta.

  4. Aspek Peran Serta Masyarakat/ Swasta

   Mengalokasikan anggaran APBN untuk kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman.

  Kebijakan dan Strategi nasional pembangunan perkim (KSNPP) yang salah satu sasaranya yaitu peningkatan kualitas lingkungan permukiman

   Masih rendahnya pengalokasian anggaran dari pemerintah untuk kegiatan penataan lingkungan permukiman.

   Adanya Perda No. 1 Tahun 2014 tentang Peraturan

  1. Aspek Teknis  Banyaknya drainase depan ruko yang tertutup

   Mengikutsertakan staf aparatur untuk mengikuti pelatihan tentang Penataan Lingkungan permukiman.

  36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UUBG, bahwa semua Bangunan Gedung harus layak fungsi pada tahun 2010.

  Undang-Undang No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Pemerintah No.

   Amanat

  Rendahnya SDM aparatur yang membidangi persoalan bangunan gedung

   Masih

  2. Aspek Kelembagaan

   Drainase depan ruko jangan seluruhnya ditutup, di beri ruang agar sewaktu-waktu dapat dibersihkan.

  Bangunan gedung di Kabupaten Buton

  3. Aspek Pembiayaan

II. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

  1. Aspek Teknis  Bangunan  Undang-Undang Perlu didukung oleh Banyaknya Amanat

  Gedung Negara yang No.28 Tahun 2002 tentang sarana dan prasarana belum memenuhi Bangunan Gedung dan jalan yang memadai ke persyaratan keselamatan, Peraturan Pemerintah No. 36 lokasi Bangunan keamanan dan Tahun 2005 tentang Gedung. kenyamanan. Peraturan Pelaksanaan

  UUBG, bahwa semua Bangunan Gedung harus layak fungsi pada tahun 2010.

  2. Aspek  banyaknya aset  Undang-Undang  Manajemen Masih Amanat Pelatihan

  Kelembagaaan negara yang tidak No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan gedung dan teradministrasikan dengan Bangunan Gedung dan Aset Negara untuk baik. Peraturan Pemerintah No. 36 meningkatkan kinerja

   Tahun 2005 tentang pengelolaan Penyelenggaran Bangunan Gedung dan Rumah Peraturan Pelaksanaan administrasi negara.

  Negara kurang tertib dan UUBG, bahwa semua efisien. Bangunan Gedung harus layak fungsi pada tahun 2010.

  3. Aspek  pendapatan  Rendahnya Pelayanan Pengurusan

  Pembiayaan masyarakat sehingga sulit

  IMB bagi masyarakat untuk mengurus Perijinan berpenghasilan rendah bangunan. di mudahkan.

  4. Aspek Peran  mantapnya  bagi Belum

  Pelatihan Serta kelembagaan komunitas masyarakat tentang Masy/Swasta untuk meningkatkan peran bagaimana sebaiknya masyarakat. membangun bangunan Gedung yang memenuhi persyaratan keamanan dan keselamatan.

  5. Aspek ditegakkannya 

   Kurang

  Penciptaan Lingkungan aturan keselamatan, keseimbangan tata Permukiman keamanan dan guna lahan yang kenyamanan Bangunan berorientasi pada

  Gedung termasuk pada pemakai bangunan daerah-daerah rawan dan ramah pejalan bencana. kaki;

   bangunan setiap gedung yang didirikan tidak boleh melebihi ketentuan maksimal kepadatan dan ketinggian yang ditetapkan dalam RTRW Kota/Kabupaten, RGTRKP dan RTBL.

III. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

  1. Aspek Teknis

  2. Aspek  dilibatkannya  Perpres No. 15  Tidak Adanya Pembentukan