PELESTARIAN AMALIYAH AHL AL-SUNNAH WA AL-JȂMA’AH UNTUK MEMBENTENGI WARGA NU DARI PAHAM RADIKALISME (STUDI KASUS RANTING KENITEN PONOROGO)

  PELESTARIAN AMALIYAH AHL AL-SUNNAH WA AL- JȂMA’AH UNTUK MEMBENTENGI WARGA NU DARI PAHAM RADIKALISME (STUDI KASUS RANTING KENITEN PONOROGO) SKRIPSI OLEH ASLIKHAH FARDIANA NIM. 210314204 FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO JULI 2018

  

ABSTRAK

Fardiana, Aslikhah 2018. Pelestarian Amaliyah Ahl al-Sunnah wa al- Jamȃ’ah untuk Membentengi Warga NU dari Paham Radikalisme (Studi

  Kasus Ranting Keniten Ponorogo) . Skripsi, Jurusan Pendidikan

  Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Ponorogo. Pembimbing M. Harir Muzakki, M. HI Kata Kunci : Aswaja, Amaliyah Aswaja, Radikalisme.

  Masalah radikalisme antar umat beragama di Indonesia sudah lama mendapat perhatian yang sangat serius. Disadari bahwa mantapnya toleransi dan kerukunan hidup antar umat beragama merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam memupuk, membina dan mengembangkan kerukunan masyarakat dalam suatu lingkungan atau tempat tinggal. Komponen bagi terciptanya keharmonisan antar umat beragama adalah adanya pelestarian amaliyah Aswaja. Keberadaannya dibutuhkan sebagai mediator dalam menyelesaikan konflik- konflik yang terjadi. Amaliyah Aswaja mempunyai peranan penting dalam melestarikan amaliyah Aswaja untuk perubahan sosial dan roda kehidupan sosial keagamaan. Di Ranting Keniten Ponorogo warganya bersifat plural dalam hal keagamaannya. Sehingga menarik peneliti untuk mengetahui pelestarian amaliyah Ahl al-Sunnah wa al-Jam

  ȃ’ah untuk membentengi warga NU dari paham radikalisme. Adapun rumusan masalah sebagai berikut : (1) Amaliyah Aswaja apa saja yang ada di Ranting Keniten Ponorogo? (2) Bagaimana amaliyah Aswaja dapat membentengi warga NU dari paham radikalisme?

  Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Pengumpulan data ini diambil dengan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Adapun teknik analisis data yang digunakan teknik analisis dalam penelitian ini adalah yang diberikan oleh Miles dan Huberman yaitu, reduksi data, penyajian data dan kesimpulan.

  Dari hasil penelitian ini bisa ditarik disimpulkan sebagai berikut: (1) Pelestarian amaliyah Aswaja di Ranting Keniten Ponorogo dalam keseharian bidang agama dan sosial kemasyarakatannya baik, rukun dan mampu melestarikan amalan Aswaja dengan tradisi yang dilandaskan pada Khaira al-Ummah. Begitu juga menurut tatanan keagamaan, warga Nahdliyin saling memahami satu sama lain dan tidak memaksakan kehendak sekalipun masih terdapat paham radikalisme terselubung. (2) Amaliyah Aswaja dalam membentengi warga NU dari paham radikalisme sudah terealisasikan dengan maksimal. Masing- masing berperan dalam memahamkan ajaran Islam Aswaja, melestarikan amaliyah Aswaja, dan membentengi warga NU dari paham radikalisme dalam rangka membangun toleransi antar umat beragama guna menciptakan kedamaian dan keharmonisan di NU Ranting Keniten Ponorogo.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam istilah masyarakat Indonesia, Aswaja merupakan singkatan

  dari Ahl al-Sunnah wa al-Jam

  ā’ah. Ada tiga kata yang membentuk istilah

  tersebut, yaitu: Ahl yang mempunyai beberapa arti, yakni keluarga- keluarga pengikut dan penduduk. Al-Sunnah yang secara bahasa bermakna al-thar

  īqah wa lau ghaira mardhiyah (jalan, cara, atau perilaku

  1 walau tidak diridhai).

  Dalam istilah syari’at (fikih), sunnah berarti sesuatu yang dianjurkan untuk dilakukan, tetapi tidak wajib. Sedangkan menurut ulama Ushul Fiqh, kata sunnah berarti sesuatu khusus datang dari Nabi Muhammad Saw, bukan al-

  Qur’an dan dapat dijadikan sebagai dalil dalam menetapkan suatu hukum agama. Pada arti luas, sunnah adalah perbuatan, fatwa, dan tradisi yang diinisiasi oleh para sahabat (atsar al-

  shahabi) . Sedangkan sunnah batasan ahli kalam (para teolog) ialah

  keyakinan

  (i’tiqad) didasarkan pada dalil naql (al-Qur’an, hadis, dan qawl

  atau ucapan Shahabi). Bukan semata bersandar pada pemahaman akal

  (rasio) . Ahli politik mengungkapkan bahwa sunnah ialah jejak yang

  2

  ditinggalkan oleh Rasulullah dan para khulaf Al-

  Jama’ah, ā al-Rāsyidīn.

  berasal dari kata al- 1 jam’u artinya mengumpulkan sesuatu dengan

  Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, Khazanah Aswaja Memahami

Mengamalkan dan Mendakwahkan Ahlussunnah wal Jama’ah (Surabaya: Aswaja NU Center

PWNU Jawa Timur, 2016), 10. 2 Hasyim Asy’ari, Risalah Ahlussunnah Wa Al-Jama’ah (Jombang: Maktabah al-Turats

  mendekatkan sebagian ke sebagian lain atau mengumpulkan yang bercerai berai. Al-

  Jama’ah adalah sekelompok manusia berkumpul bersepakat

  3 dalam suatu masalah untuk mencapai suatu tujuan.

  Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa Ahl al-Sunnah wa al-

  Jam ā’ah bukanlah aliran baru yang muncul sebagai reaksi dari beberapa

  aliran yang menyimpang dari ajaran Islam murni sebagaimana telah diajarkan Rasul dan para sahabatnya. Oleh karena itu KH. M. Hasyim Asy’ari menjadi pendiri Nahdlatul Ulama dan hanya para ulama’ yang merumuskan kembali ajaran Islam tersebut setelah lahirnya beberapa faham dan aliran keagamaan yang berusaha mengaburkan ajaran Rasulullah dan para sahabatnya.

  Ahl al-Sunnah wa al-Jam ā’ah mencakup aspek akidah (tauhid),

  syari’ah (fiqih), dan tasawuf (akhlak). Dalam bidang akidah mengikuti pemikiran Abu Hasan al- Asy’ari dan imam Abu Mansur al-Maturidi. Pada bidang fiqih mengikuti salah satu dari empat mazhab yaitu imam Hanafi,

  Syafi’i, Hambali, dan Maliki. Sedangkan dalam bidang tasawuf mengikuti pendapat imam Abu al-Qasim al-Junaidi, dan imam Muhammad bin

4 Muhammad al-Ghazali.

  Ahl al-Sunnah wa al-Jam ā’ah sebagai faham yang mengikuti

  Rasulullah dan para sahabatnya, tentu memiliki karakter berbeda dengan 3 faham-faham lainnya. Empat ciri khusus Aswaja antara lain sebagai

  Ibid., Khazanah Aswaja Memahami Mengamalkan dan Mendakwahkan Ahlussunnah wal Jama’ah, 11. 4 Munawir, “Aswaja Nu Center dan Perannya sebagai Benteng Aqidah,” Shahih, 1 berikut: Pertama tasawwuth, adalah sikap tengah-tengah tidak terlalu keras

  (fundamentalis) dan terlalu bebas (liberalisme). Dengan kalimat inilah

  Islam bisa diterima disegala lapisan masyarakat. Kedua tawâzun, adalah sikap seimbang segala hal, baik dalam ibadah yang berhubungan langsung dengan Allah Swt (hablun min Allah) ataupun hubungan dengan sesama manusia (hablun min an-nâs). Termasuk juga keseimbangan di dalam menggunak an dalil akal dan dalil syara’. Hal ini sangat penting dalam upaya menyeimbangkan antara hak dan kewajiban setiap manusia dengan tuhannya, manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan makhluk lain seperti hewan, dan tumbuh-tumbuhan.

  Ketiga, i’tidâl yaitu sikap adil, jujur, dan apa adanya. Ahl al-Sunnah wa al-Jam

  ā’ah selalu menegakkan

  dan menjalankan keadilan kepada siapapun, dimanapun, dan dalam kondisi apapun dengan pertimbangan kemaslahatan. Dengan ini diharapkan terwujudnya sebuah kesejahteraan dan keadilan agar tercipta masyarakat adil dan makmur. Ciri terakhir adalah tasâmuh, berarti sikap saling menghargai dan menghormati. Dalam kehidupan Ahl al-Sunnah wa

  al-Jam ā’ah selalu bersikap menghargai dan menghormati orang atau

  kelompok lain yang berbeda pandangan. Sikap ini bukan membenarkan mereka, akan tetapi pada jalan dan aturan yang telah digariskan oleh

  5 syara’. Benar harus dikatakan benar dan salah juga harus dikatakan salah.

  Islam adalah agama yang mampu berakumulasi, dan tidak pernah 5 bermasalah dengan budaya lokal. Bahkan budaya lokal bisa di desain

  Abdul Manan, Aswaja Akidah Umat Islam Indonesia (Kediri: PP Al-Falah Ploso, 2012), ulang de ngan tampilan elegan menurut syara’. Tidak heran bila kemudian muncul acara tahlilan, yasinan, tiba’an-berzanji, bertawassul, ziarah kubur, telah dijelaskan dalam kaidah fikih hal itu dikatakan,

  “al-adah Muhakkamah ma lam yukh ālif al-Syar” (tradisi diperbolehkan selama

  tidak bertentangan dengan dasar- dasar syari’ah). Bahkan menurut imam Syafi’i yang dinukil oleh imam Baihaqi dalam kitabnya “Manaqib al-

  

Syafi’i”, bahwa bid’ah dibagi menjadi dua macam, yaitu bid’ah tercela

  yaitu bertentangan dengan al- Qur’an, sunnah, atsar, dan ijma’ ulama. Sedangkan jenis kedua bid’ah hasanah tidak bertentangan dengan dasar-

  6 dasar agama seperti yang telah dijelaskan diatas.

  Dengan demikian tidak perlu diragukan lagi atas amaliyah NU, yang telah menjadi tradisi warga Nahdliyin seperti halnya: Do’a saat hamil

  (tingkeban dan pitonan, adzan saat bayi lahir, jimat untuk anak kecil, mengiringi jenazah dengan bacaan tahlil, adzan saat menguburkan jenazah, talqin ziarah makam kerabat, sedekah makanan atas nama mayit, selamatan, shalawatan, istighasah, zikir dengan suara keras, pujian shalawat setelah adzan, rebo wekasan bulan safar, rukyah hilal, rabiul awal bulan maulid Nabi Muhammad Saw, halal bihalal, tabaruk, dan masih banyak lagi amalan-amalan Aswaja NU.

  Hal ini diperkuat dari hasil wawancara saya bersama bapak NU Ranting Keniten Ponorogo. Beliau menjelaskan bahwasanya, kondisi warga Ranting Keniten Ponorogo saat ini ada yang telah menganut berbagai kepercayaan Hindu Budha seperti sapto darmo. Mayoritas warga ber-Islam NU dan Islam Muhammadiyah. Ada juga para warga mengikuti Majlis Tafsir Al-

  Qur’an (MTA), KAMMI, dan wahabi, yang akhir-akhir ini banyak dijumpai dikalangan masyarakat Kelurahan Keniten. Dapat dilihat dari keseharian para warga dari yang aktif di berbagai kegiatan keislaman, seperti aktif dakwah dan mendengar tausiah lewat radio, memasukkan anaknya ke lembaga pendidikan yang bernama

  “Islamic Center”, dari segi pakaian lebih berbeda dari sebelumnya (lebih syar’i,

  laki-laki maupun perempuan, memakai cadar bagi perempuan), warga (dikalangan muda remaja) melakukan kajian buku tertentu, dan lain sebagainya. Merekalah kelompok yang mendakwahkan dirinya pengikut al-

  Qur’an dan al-Sunnah dan mengusung misi dakwah memerangi bid’ah

  7 dan syirik.

  Tokoh Nahdlatul Ulama di Kelurahan Keniten Ponorogo berupaya melestarikan amalan Aswaja NU untuk mengantisipasi masuknya paham radikal yang akan merusak pemahaman warga Nahdliyin, seperti merapatkan barisan dan mengistiqomahkan shalat berja ma’ah di masjid- masjid dan mushala, Rutinan tiap malam Selasa pon istighatsah dan pembacaan maulidul Rasul (berjanjen dalam istilah bahasa Jawa), yasinan dan tahlilan dalam bentuk anjangsana di tiap rumah warga agar terjalin silaturahmi lebih rekat, shalawatan yang diadakan oleh IPNU IPPNU R 7 anting Keniten tiap malam Jum’at anjangsana ditiap masjid dan mushala,

  Wawancara, Tokoh NU Ranting Keniten Ponorogo, Pada Tanggal 15 Januari 2018, ziarah ke para makam wali, santunan anak yatim dan dhu ’afa, tiap malam

  Ahad pengajian kitab fikih di masjid Nurul Hasan Keniten Ponorogo yang bekerja sama dengan yayasan ponpes Nurul Hikam Keniten Ponorogo.

  Radikalisme disini dapat diartikan sebagai paham Islam yang bertentangan dengan kegiatan Nahdlatul Ulama untuk memecah belah umat dengan faham Islam yang tidak ramah sosial, itu berasal dari orang muslim sendiri bukan ajaran non muslim.

  Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengambil judul “PELESTARIAN AMALIYAH AHL AL-SUNNAH WA AL-JAMȂ’AH UNTUK MEMBENTENGI WARGA NU DARI PAHAM RADIKALISME (STUDI KASUS RANTING KENITEN PONOROGO) ”.

B. Fokus Penelitian

  Mengingat luasnya cakupan pembahasan, maka peneliti memberikan fokus masalah sebagai berikut:

  1. Pelestarian amaliyah Aswaja.

  2. Amaliyah Aswaja dapat membentengi warga NU dari paham radikalisme.

  C.

  Rumusan Masalah 1.

  Amaliyah Aswaja apa saja yang ada di Ranting Keniten Ponorogo?

  2. Bagaimana amaliyah Aswaja dapat membentengi warga NU dari paham radikalisme?

D. Tujuan Penelitian

  Berangkat dari rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

  1. Untuk menjelaskan amaliyah Aswaja di Ranting Keniten Ponorogo.

  2. Untuk menjelaskan amaliyah Aswaja dapat membentengi warganya dari paham radikalisme.

E. Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara teoritis

  Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis maupun pembaca.

  Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat untuk mengembangkan pengalaman penulis mengenai upaya pelestarian amaliyah Aswaja sehingga tidak membawa ke arah paham radikalisme.

2. Secara praktis a.

  Bagi peneliti: Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai pentingnya dalam melestarikan amaliyah Aswaja untuk membentengi warga NU dari paham radikalisme. b.

  Bagi masyarakat: Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan menambah rasa memiliki serta melestarikan amaliyah Aswaja dalam kehidupan sehari-hari.

  c.

  Bagi pembaca: Sebagai bahan acuan dan untuk kepentingan studi ilmiah bahan informasi bagi peneliti lain yang hendak melakukan penelitian.

  F.

  Sistematika Pembahasan Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang urutan pembahasan skripsi ini agar menjadi sebuah kesatuan bahasa yang utuh, maka penulis akan memaparkan mengenai sistematika pembahasan sebagai berikut: BAB 1 : Pendahuluan, merupakan gambaran umum penelitian.

  Dalam bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika pembahasan.

  BAB II : Telaah hasil penelitian terdahulu, selain menelaah hasil penelitian terdahulu dalam bab ini juga berisikan kajian teori. Bab ini berfungsi untuk mengetahui kerangka acuan teori yang dipergunakan sebagai landasan melakukan penelitian yang terdiri dari pengertian Aswaja, macam- macam amaliyah Aswaja, pengertian radikalisme, ciri-ciri radikalisme, dan faktor adanya radikalisme.

  BAB III : Pada bab ini tentang metode penelitian berisi tentang pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, data dan sumber data, prosedur pengumpulan data, teknis analisis data, pengecekan keabsahan temuan dan tahapan- tahapan penelitian.

  BAB IV : Pada bab ini akan dilaporkan hasil penelitian berupa data umum meliputi: sejarah berdirinya Nahdlatul Ulama di Ranting Keniten Ponorogo, letak geografis Nahdlatul Ulama Ranting Keniten Ponorogo, tujuan Nahdlatul Ulama, visi dan misi Nahdlatul Ulama Ranting Keniten Ponorogo, sarana prasarana, dan Susunan Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama Ranting Keniten Ponorogo.

  Adapun data khusus meliputi: Pelestarian amaliyah Aswaja di Ranting Keniten Ponorogo, dan pemahaman amaliyah Aswaja dalam membentengi warga Nahdliyin dari paham radikalisme di Ranting Keniten Ponorogo.

  BAB V : Pada bab ini akan dipaparkan tentang, analisis data tentang: Pelestarian amaliyah Aswaja di Ranting Keniten Ponorogo, membentengi warga NU dari paham radikalisme di Ranting Keniten Ponorogo, dan membentengi warga NU dari paham radikalisme di

  Ranting Keniten Ponorogo.

  BAB VI : Berisi tentang kesimpulan dan saran. Berfungsi mempermudah para pembaca dalam memahami intisari penelitian dari karya tulis ini. Sekaligus saran bagi peneliti agar bisa memperbaiki segala kekurangan didalam melakukan penelitian. Sehingga bisa lebih baik dalam mengadakan penelitian berikutnya.

BAB II TELAAH HASIL PENELITIAN TERDAHULU DAN KAJIAN TEORI A. Telaah Hasil Penelitian Terdahulu Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis terhadap penelitian

  sebelumnya yang ada kaitannya dengan variabel yang diteliti diantaranya: Pertama, penelitian yang dilakukan Munawir, Institut Agama Islam

  Darussalam (IAID) Banyuwangi tahun 2016 dengan judul

  “Aswaja NU Center d an Perannya Sebagai Benteng Aqidah”. Dengan hasil penelitian

  mampu memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat muslim dalam membantu tentang pemahaman aqidah yang benar sesuai ajaran Rasulullah Saw yang disebut Ahl al-Sunnah wa al-Jam

  ā’ah dengan cara

  memberikan motivasi dalam membangun pendidikan yang lebih berkualitas dan berakhlaq, memberikan ceramah di mushola dan masjid,

  8 mengadakan pelatihan tentang Aswaja.

  Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Gondo Utomo, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya tahun 2016 dengan judul

  “Merancang Strategi Komunikasi Melawan Radikalisme Agama”. Dengan

  hasil penelitian pandangan, ajakan, bahkan gerakan radikal yang mengatasnamakan agama Islam kini kian semakin marak. Dalam berbagai bentuknya, radikalisme atas nama agama tersebut lantas memunculkan 8 tindakan bom bunuh diri berbalut jihad, anjuran kebencian atas orang lain,

  Munawir, “Aswaja Nu Center dan Perannya Sebagai Benteng Aqidah,” Shahih, 1 dan penyebarluasan pandangan tentang kewajiban memperjuangkan agama

  9 yang saat ini terus dilakukan berbagai pihak.

  Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Arsam, STAIN Purwokerto tahun 2013 dengan judul

  “NU (Nahdlatul Ulama) dan Wacana Radikalisme Agama (Analisis terhadap Majalah Risalah Tahun 2011- 2012)”. Dengan hasil penelitian NU melalui risalah sangat tertarik

  mengangkat wacana radikalisme agama, mengkritik gerakan yang dilakukan dengan cara kekerasan dan memberikan wacana solusi untuk mengatasi masalah radikalisme agama.. dari sekian wacana yang dibangun Nahdlatul Ulama melalui risalah serta kontribusinya berasal dari pengurus PBNU, maka mengarah pada ideologi Aswaja yang humanis, transedental lebih mengedepankan sikap moderat, tasamuh, tasawuf, toleran, dan amar ma’ruf nahi munkar dalam kehidupan beragama, bermasyarakat,

  10 berbangsa, dan bernegara.

  Dari paparan tiga penelitian diatas, perbedaan yang mendasar dalam penelitian ini adalah penulis akan membahas tentang alasan tokoh Nahdlatul Ulama (NU) melestarikan amaliyah Aswaja serta bagaimana upayanya membentengi warga NU dari paham radikalisme di ranting Keniten Ponorogo.

9 Gondo Utomo,

  “Merancang Strategi Komunikasi Melawan Radikalisme Agama, ”Komunikasi Islam, 1 (Juni 2016), 1. 10 Arsam, “NU (Nahdlatul Ulama) dan Wacana Radikalisme Agama (Analisis terhadap

B. Kajian Teori 1. Pengertian Aswaja

  Ahl al-Sunnah wa al-J amā’ah disingkat menjadi “Aswaja”

  karena satu golongan yang dijamin masuk surga oleh Nabi, maka sangat wajar kalau setiap orang atau golongan mengklaim diri dan kelompoknya bahwa mereka termasuk golongan Ahl al-Sunnah wa al-

11 Yang dimaksud dengan 72 golongan dan siapa pula Ahl al-

  J amā’ah.

  Sunnah wa al-J amā’ah (Aswaja), dalam kitab “Bughyatu al- Mustarsyidīn” dijelaskan bahwa 72 golongan itu ialah: 1.

  Kaum Syiah, adalah kaum yang terlalu melebihkan dan memuja Sayyidina Ali Ra. Mereka tidak mengakui khalifah Abu Bakar, Umar dan Usman Radiallahu anhum. Kelompok syiah ini pecah menjadi 22 golongan.

2. Khawarij, yaitu kaum yang sangat benci kepada khalifah Sayyidina

  Ali bahkan ada yang mengkafirkannya. Golongan ini beranggapan bahwa orang yang berbuat dosa besar adalah kafir. Kaum khawarij ini pecah menjadi 20 aliran.

  3. Kaum Mu’tazilah, yaitu golongan yang berpaham bahwa Allah tidak memiliki sifat, manusia ditentukan engan pekerjaannya sendiri, tuhan tidak bisa dilihat dengan mata kepala di surga. Orang yang melakukan dosa besar diletakkan diantara dua tempat

  (manzilatain), tidak di surga dan tidak pula di neraka. Isra

  ’ Mi’raj 11 A. Busyairi Harits, Islam NU Pengawal Tradisi Sunni Indonesia (Khalista: Surabaya, terjadi hanya ruhnya saja. Kaum Mu’tazilah pecah menjadi 20 golongan aliran.

  4. Kaum Murjiah , golongan yang berpendapat bahwa orang yang berbuat maksiat tidak dapat memberi manfaat kalau sudah beriman.

  Sebaliknya kebajikan tidak akan memberi manfaat kalau dirinya kafir. Kelompok ini pecah menjadi 5 golongan.

  5. Kaum Najariah, yaitu golongan yang memfatwakan bahwa perbuatan manusia adalah makhluk. Tuhan tidak mempunyai sifat.

  Kaum ini pecah menjadi 3 golongan.

  6. Kaum Jabariah, kaum yang memfatwakan bahwa manusia majbur, artinya tidak berdaya sedikitpun. Kasab dan ikhtiar manusia tidak

  12 ada. Golongan ini tidak ada perpecahan. Hanya satu aliran.

  7. Kaum Musyabbibah, yaitu golongan yang beranggapan bahwa tuhan serupa dengan manusia, misalnya Allah mempunyai tangan seperti manusia, duduk dikursi, dan sebagainya. Golongan ini hanya satu aliran saja.

  Dari tujuh golongan tersebut dengan perpecahan yang ada di dalamnya semua dapat dijumlah menjadi 72 golongan, seperti yang diungkapkan Rasulullah dalam hadits terdahulu. Dan ditambah satu yakni kaum Ahl al-Sunnah wa al-J

  amā’ah. Dengan demikian

  sempurnalah bilangan 73 umat Nabi Muhammad yang terpecah belah tersebut. Yang terakhir inilah dijamin masuk surga oleh Rasulullah

13 Saw. Rasulullah Saw bersabda yang digolongkan Ahl al-Sunnah wa

  al-J amā’ah adalah:

  “Sesungguhnya bani Israil pecah menjadi 72 aliran, dan umatku akan berpecah menjadi 73 aliran. Semuanya masuk neraka kecuali satu aliran.” Para sahabat bertanya, “Siapakah satu aliran itu ya

  Rasulallah?” beliau menjawab, “Golongan yang satu adalah orang- orang yang berpegang pada semua perbuatan yang telah aku lakukan, serta perbuatan yang dikerjakan oleh sahabatku

  ”. (HR. Turmudzi dan

14 Baihaqi).

  Menurut hadits ini, Ahl al-Sunnah wa al-J

  amā’ah (Aswaja)

  ialah golongan orang yang berpegang teguh kepada perbuatan sahabatnya. KH. Ahmad Shiddiq mengatakan : pada hakikatnya Ahl

  al-Sunnah wa al-J amā’ah adalah ajaran islam yang murni

  sebagaimana yang diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah Saw bersama para sahabatnya. Kelompok Ahl al-Sunnah wa al-J

  amā’ah

  sering juga disebut sunni. Kaumnya disebut sunniyun atau asy’ariyah dikatkan dengan pendirinya bernama imam Abu Hasan Ali Al- Asy’ari. Golongan ini muncul pada abad ke 3 hijriah.

  Ahl al-Sunnah wa al-J amā’ah menurut bahasa dengan makna

  perkata adalah terdiri dari kata; Ahl berarti keluarga, golongan, atau pengikut. al-Sunnah, yaitu segala sesuatu yang telah diajarkan oleh Rasulullah Saw. Sedangkan kata al- 13 Jamā’ah berarti sesuatu yang

  Ibid., 13 telah disepakati oleh Rasulullah dan para sahabat beliau pada masa khulafā al-rāsyidīn (Abu Bakar al-Shiddiq ra, Umar bin Khattab ra, Usman bin Afan ra, danAli bin Abi Thalib ra).

  Ahl al-Sunnah wa al-J amā’ah merupakan akumulasi

  pemikiran keagamaan dalam berbagai bidang yang dihasilkan oleh para ulama untuk menjawab persoalan yang muncul pada zaman tertentu yang dipahami dari berbagai statemen

  fi’liyah, qauliyah, dan

  restu Rasulullah Saw, baik tersirat maupun tersurat serta praktek para sahabat Nabi Saw. Karenanya proses terbentuknya Ahl al-Sunnah wa

  al-J amā’ah sebagai suatu paham (setelah kurun ketiga) memerlukan

  jangka waktu. Seperti diketahui, pemikiran keagamaan dalam berbagai bidang, ilmu tauhid, fiqh, dan tasawuf terbentuk tidak dalam satu masa, tetapi muncul bertahap dalam waktu yang berbeda. Sebagaimana diterangkan diatas Ahl al-Sunnah wa al-J

  amā’ah

  terdiri dari tiga kata, Ahl, al-Sunnah, dan al-J

  amā’ah. Ketiganya

  15 merupakan satu kesatuan bukan sesuatu yang terpisah.

  Penjelasannya sebagai berikut: 1.

  Ahl, mengandung beberapa makna. Diantaranya bermakna keluarga, kerabat, dan penduduk yang memeluk aliran atau pengikut suatu mazhab. Dalam al-Q ur’an ada tiga makna Ahl, yaitu: a.

  Ahl, berarti keluarga sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an:

  

   



   Artinya:"Ya Tuhanku, Sesungguhnya anakku termasuk

keluargaku (QS. Hud: 45).

  Demikian pula dalam ayat lain:

  

  

Artinya: Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan

shalat (QS. Thaha: 132).

  b.

  Ahl, berarti penduduk, seperti dalam firman Allah:

                    Artinya: Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya (QS.

  Al- A’raf: 96).

  c.

  Ahl, berarti orang-orang yang memiliki sesuatu disiplin ilmu (ahli sejarah atau ahli kimia). Allah berfirman:

  

  

   

  Artinya: Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui (mengerti)

  (QS. al-Nahl: 43).

  2. Al-Sunnah a.

  Al-Sunnah adalah wahyu Allah (bukan al-Qur’an) atau suatu perkara yang dibawa oleh Rasulullah Saw selain al-Q ur’an.

  b.

  Al-Sunnah berarti perkara yang diperbuat oleh Nabi Saw yang diucapkan dan ditetapkannya. Ini mengandung semua yang dibawa oleh Nabi secara umum.

  c.

  Al-Sunnah ialah setiap perintah yang bukan wajib apabila dilaksanakan akan mendapatkan pahala dan apabila tidak dilaksanakan tidak mendapat apa-apa. Ini juga disebut mandub.

  3. Al- Jamā’ah a.

  Al- Jamā’ah adalah orang atau kelompok yang berpegang pada sunnahku dan sunnah sahabat-sahabatku.

  16 b.

  Al- Jamā’ah ialah kumpulan terbesar (al-Sawadu al-azham).

  Menurut pengertian istilah yang dimaksud dengan Ahl al-

  Sunnah wa al-J amā’ah (Aswaja) ialah orang-orang yang selalu

  berpedoman pada sunnah Nabi Muhammad Saw dan amal perbuatan para sahabatnya dalam masalah akidah keagamaan, amal-amal lahiriah serta akhlak hati.

  Ahl al-Sunnah wa al-J amā’ah bukanlah suatu paham yang

  baru bangkit sebagai reaksi dari munculnya beberapa aliran yang menyimpang dari ajaran Rasulullah Saw yang murni. Seperti Syiah, Khawarij, Mu’tazilah, dan sebagainya. Ahl al-Sunnah wa al-Jamā’ah sudah ada sebelum ajaran-ajaran yang menyimpang tersebut muncul. Aliran-aliran itulah yang merupakan gangguan terhadap kemurnian al-Sunnah wa al-J

  amā’ah. Setelah gangguan itu

  membadai dan berkecamuk dirasakan, maka perlunya predikat Ahl al-

  Sunnah wa al-J amā’ah dipopulerkan oleh kaum muslimin yang tetap

  setia menegakkan al-Sunnah wa al-J

  amā’ah, mempertahankannya

  dari segala macam gangguan yang ditimbulkan oleh aliran-aliran yang mengganggu itu. Mengajak seluruh pemeluk Islam untuk kembali kepada al-Sunnah wa al-J amā’ah .

  Sebagai kenyataan, perkembangan Ahl al-Sunnah wa al-

  J amā’ah terdapat dua versi, secara umum dan khusus. Secara umum

  keberadaannya sebagai perlawanan terhadap golongan Syiah secara keseluruhan kecuali kelompok syiah al-Rafidah (syiah yang tidak mengikuti ajaran imam Zaid bin Ali). Sedangkan Aswaja secara khusus keberadaannya dihajatkan untuk melawan bid’ah dan Ahl

  17 al-A hwa’ (kaum yang menurutkan hawa nafsu).

  Menurut Muhammad bin Husain bin Hasan, sunnah disini diartikan jalan yang lurus dalam agama. yaitu apa yang terjadi pada diri Rasululah Saw, khulaf

  ā al-rāsyidīn, baik perkataan dengan i’tikad, perbuatan-perbuatan maupun perkataan-perkataan mereka. Sedangkan Jamā’ah adalah perkumpulan yang merupakan kebalikan dari perpecahan. Ahl al-Sunnah wa al-J

  amā’ah ialah

  sekelompok pengikut sunnah dengan berpegang teguh pada sunah, petunjuk Nabi Saw, mengikuti jejak, dan thariqatnya daik dalam i’tikad, perkataan maupun perbuatan.

  Ahl al-Sunnah wa al-J amā’ah adalah kelompok orang yang

  mewajibkan dirinya bersepakat dan bersekutu dengan kebenaran serta memiliki komitmen yang sama dalam hal jihad, sunah, maupun kesetiaan mengikuti langkah Nabi dan sahabatnya. Mereka tidak berbuat bid’ah, menuruti hawa nafsu dan perpecahan.

  Adapun sebagian ciri-ciri Ahl al-Sunnah wa al-J

  amā’ah

  (Aswaja) dapat dikemukakan sebagai berikut: 1.

  Sangat fanatik terhadap Rasulullah Saw. Senantiasa mengajarkan hadis dan perbuatan Nabi kepada orang lain. Selalu memuliakan dan mengagungkan Nabi, sebab Nabilah yang mampu membedakan antara yang hak dan batil.

  2. Menjadikan al-Qur’an dan sunnah sebagai iman, rujukan atas persoalan agama. Adapun yang terjadi pada dirinya baik berupa pandangan, gerak hati, maupun pikirannya selalu dikembalikan kepada Allah manakala semua pandangan akalnya terdapat kesesuaian dengan al- qur’an dan sunnah. Sebaliknya bila terjadi pertentangan, mereka tetap memenangkan keduanya. Karena yakin bahwa al-Q ur’an dan al-Sunnah selalu berada dalam kebenaran hakiki, sedangkan pandangan manusia kadang-kadang benar

  18 kadang salah.

  3. Berpegang teguh atas kebenaran sunah Nabi, tidak kepada ungkapan-ungkapan lain diluar sunnah. Semua pendapat dan pandangannya dinisbatkan kepada al-

  Qur’an dan hadis, berbeda dengan ahli bid’ah yang mendasarkan pendapatnya dengan pendapat orang lain. Bahkan terkadang berdasarkan sebuah ungkapan atau makalah saja.

  4. Keberadaan mereka meskipun berbeda negara, zaman, dan tempat tinggal, tetap satu tulisan atau hasil karangannya mulai dari awal sampai akhir, apakah itu berhubungan dengan i’tikad, keyakinan, atau yang lain. Tidak terlihat perbedaan dan perpecahan antara sesama sunni. Mereka selalu mendasarkan pendapatnya kepada ulama salaf al-shalih berdasarkan firman allah berikut ini:

             

    Artinya: Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? kalau kiranya al-Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya

  (QS. Al- Nisa’:82).

  5. Mereka selalu berada ditengah manakala terjadi perselisihan atau perpecahan, sebagaimana islam berada ditengah-tengah

  

19

diantara berbagai agama.

  Ahl al-Sunnah wa al-J amā’ah terdiri dari tiga kata yang

  masing-masing memiliki pengertian sendiri-sendiri. Adapun penjabarannya sebagai berikut:

  Ahl adalah kata Arab yang makna asalnya adalah keluarga. Kata

  ini kemudian mengalami perluasan makna ketika dipakai untuk menunjuk keluarga atau kumpulan yang lebih besar, seperti bani, kelompok, organisasi, maupun golongan. Makna terapan semacam ini akhirnya kata ahl bisa diartikan juga golongan, kelompok, aliran, pengikut, dan madzhab. Ahl adalah qabilah yang mempunyai kerabat. Dalam hal ini orang yang berpegangan pada Ahl al-madhab.

  Al-Sunnah memiliki beberapa makna menurut al-Sayyed

  Murtadza al-Zubaidi yaitu jalan menuju Allah atau amalan Rasulullah, ketika lafad sunnah dinisbatkan dengan syara’ mempunyai beberapa makna. Diantaranya adalah perjalanan sejarah kehidupan Rasulullah. Apa yang dilakukan Rasulullah atau yang ditempuh oleh Nabi Saw, baik dalam bentuk ucapan Nabi, perbuatan Nabi, dan

  (ketetapan Nabi). Dalam istilah fiqh yaitu suatu perbuatan

  taqrir

  dikerjakan apat pahala, jika ditinggal tidak apa-apa. Dalam istilah ushul fiqh yaitu sesuatu yang dinukil dari Nabi Saw secara khusus yang bukan nash al- Qur’an. Diantara ulama yang mengartikan demikian adalah al-Syatibi dalam al-Muw

  āfaqat. Para ulama tauhid

  dan ilmu kalam khususnya yang menguasai sejarah Islam mengartikan

  al-Sunnah sebagai kelompok yang bukan ahli bid’ah.

  Al- Jamā’ah berasal dari bahasa Arab yang mempunyai

  kesamaan arti dengan kata al-

  Ijtima’. Sedangkan makna aslinya

  adalah perkumpulan atau persatuan tiga orang atau lebih. Menurut istilah syara’ mempunyai beberapa makna diantaranya menghubungkan antara salat imam dengan salat makmum, atau perkumpulan manusia untuk mengangkat pemimpin yang dibai’at oleh

  20 Ahl al-Halli wa al-

‘Aqdi (ulama dan pemimpin).

  Menurut K.H Hasyim Asy’ari, Ahl al-Sunnah wa al-

  Jamā’ah adalah ulama dalam bidang tafsir al-Qur’an, sunnah

  rasul, dan fiqh yang tunduk pada tradisi Rasul dan

  khulafā al- rāsyidīn. Beliau menyatakan sampai sekarang ulama tersebut

  termasuk mereka yang mengikuti madzhab Maliki, Hanafi, S yafi’i, dan Hambali. Doktrin ini diterapkan dalam NU yang menyatakan sebagai pengikut, penjaga, dan penyebar faham Ahl al-

  Sunnah wa al- Jamā’ah. NU menerima doktrin ini dengan sepenuh

  hati karena sesuai dengan tujuan-tujuan NU, khususnya yang berkaitan dengan membangun hubungan ulama Indonesia yaitu mengikuti salah satu empat madzhab Sunni dan menjaga kurikulum pesantren agar sesuai dengan prinsip-prinsip Ahl al-Sunnah wa al-

  Jamā’ah yang berarti mengikuti ajaran Nabi Muhammad dan

  21 kesepakatan ulama.

  Sebagian berpendapat bahwa Ahl al-Sunnah wa al-J

  amā’ah

  merupakan istilah yang muncul pasca kenabian. Sekalipum kata “Sunnah” dan “Jama’ah” sudah lazim dipakai dalam tulisan-tulisan Arab, namun tampaknya hal tersebut bukan sebagai sebuah mazhab keyakinan. Misalnya terlihat dalam surat-surat al-

  Ma’mun kepada gubernurnya Ishaq ibn Ibrahim pada tahun 218 H, sebelum Al- Asy’ari lahir, tercantum kutipan kalimat

  “Wa nasabu anfusahum ila al- S unnah” (mereka mempertalikan diri dengan sunnah), dan kalimat “Ahlul haq wad din wa al- Jamā’ah” (ahli kebenaran, agama, dan

  jama’ah).

  Said Aqil Siradj menyebutkan bahwa Ahl al-Sunnah wa al-

  Jamā’ah tidak dikenal di zaman Nabi Muhammad Saw maupun masa

  pemerintahan

  khulafā’ al-rāsyidīn, bahkan tidak dikenal di zaman

  pemerintahan Bani Umayyah. Menurutnya terma Ahl al-Sunnah wa

  al- Jamā’ah merupakan diksi baru atau sekurang-kurangnya tidak

  pernah digunakan sebelumnya dimasa Nabi dan pada periode

  22 sahabat.

  Ahl al-Sunnah wa al- Jamā’ah dalam dinamika keagamaan 21 Nusantara dan terutama di pulau Jawa, merujuk pada praktek 22 Lathifatul Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama (Yogyakarta: LkiS, 2000), 60.

  Didi n Wahyudin, “Pendidikan Aswaja sebagai Upaya Menangkal Radikalisme” (2 keagamaan muslim yang memegang teguh pada salah satu madzhab populer (Maliki, Syafi’i, Hanafi, dan Hanbali). Catatan penting lainnya adalah bahwa Ahl al-Sunnah wa al-

  Jamā’ah juga merujuk

  kepada seseorang, kelompok, organisasi, atau gerakan yang begitu afirmatif terhadap budaya setempat. Dalam konteks Nusantara dan terutama Jawa, misalnya berbagai artikulasi kebudayaan yang sebelumnya tumbuh dan berkembang tetap dipertahankan oleh Ahl al-

  Sunnah wa al- Jamā’ah. Bahkan tradisi keagamaan yang datang dari

  luar dirinya, Syī’ah misalnya juga diadopsi dan diafarmasi menjadi bagian dari artikulasi keagamaan di kalangan komunitas Ahl al-

23 Sunnah wa al- Jamā’ah.

  Ahl al-Sunnah wa al- Jamā’ah adalah ajaran Islam yang murni

  sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah Saw dan diamalkan oleh beliau bersama para sahabatnya. Oleh karena itu dapat dipastikan bahwa karakter Ahl al-Sunnah wa al-

  Jamā’ah serambutpun tidak

  bergeser dari karakter agama Islam sendiri. Karakter Ahl al-Sunnah

  wa al-

Jamā’ah adalah karakter agama Islam sendiri.

  Ada tiga kata istilah yang diambil dari al- Qur’an dalam menggambarkan karakter agama Islam, yaitu: al-tawassuth yang berarti pertengahan, al-

  I’tidal artinya tegak lurus, tidak condong ke

  kanan-kann dan tidak condong ke kiri-kiri, dan al-taw

  āzun

23 Achmad Muhibbin Zuhri,

  Pemikiran KH. M. Hasyim Asy’ari tentang Ahl al-Sunnah wa mempunyai arti keseimbangan, tidak berat sebelah, tidak kelebihan suatu unsur atau kekurangan suatu unsur yang lain.

  Manifestasi prinsip dan karakter al-tawassuth ini tampak pada segala bidang ajaran agama Islam yang harus dipertahankan, dipelihara, dan dikembangkan sebaik-baiknya. Terutama oleh kaum

  Ahl al-Sunnah wa al- Jamā’ah, pengikut al-Sunnah wa al-Jamā’ah.

  Diantaranya: 1.

  Bidang Aqidah Keseimbangan antara penggunaan dalil aqli dengan dalil naqli, tidak tergesa menjatuhkan vonis musyrik, kufur, atas mereka karena satu dan hal yang belum dapat memurnikan tauhuid.

  2. Bidang Syari’ah Berpegang pada al-

  Qur’an dan al-Hadis dengan menggunakan metode dan sistem yang dapat dipertanggung jawabkan. Pada masalah yang dhanniyat dapat ditoleransi adanya perbedaan pendapat selama masih tidak bertentangan dengan prinsip agama.

  3. Bidang Akhlak Tidak mencegah bahkan menganjurkan usaha memperdalam penghayatan ajaran Islam dengan riyadhlah dan

  mujadalah menurut Kaifiyah yang tidak bertentangan dengan prinsip hukum dan ajaran Islam, mencegah ekstrim dan dan sikap menjerumuskan orang kepada penyelewengan ak idah dan syari’ah.

  4. Bidang Pergaulan antar Golongan Saling mengerti dan menghormati, serta permusuhan terhadap suatu golongan hanya boleh dilakukan terhadap golongan yang nyata memusuhi agama Islam dan umat Islam.

  5. Bidang Kehidupan Bernegara dan Berdakwah Pemerintah yang sah harus ditempatkan pada kedudukan yang terhormat dan ditaati selama tidak menyeleweng, juga negara Nasional wajib dipelihara dan dipertahankan eksistensinya. Berdakwah dilakukan dengan sasaran tujuan yang jelas, keterangan yang jelas, dan mengajak masyarakat untuk berbuat menciptakan keadaan yang lebih

  24 baik terutama ajaran agama.

2. Amaliyah Aswaja

  Budaya, tardisi NU adalah amaliyah-amaliyah yang dilakukan orang-orang Nahdlatul Ulama, sebuah organisasi keagamaan terbesar di Indonesia. Terbentuknya budaya dan tradisi NU tidak bisa lepas dari peran para wali sanga penyebar Islam di Indonesia, khususnya pulau Jawa, mereka menyampaikan dakwahnya dengan metode bi al- hikmah wa al mauidzoh hasanah, santun, dan damai jauh dari cara- cara kekerasan. Mereka tidak membentur budaya dan tradisi, tetapi dengan kearifan dan kealimanmereka akan syari’at Islam. Mereka jadikan budaya dan tradisi sebagai media dakwah, budaya yang tidak sesuai syari’at Islam dirubah sedikt demi sedikit, hasilnya mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Diantara amaliyah Aswaja adalah sebagai berikut:

  1) Dzikir setelah Shalat Fardhu

  Bersumber dari Tsaun Radiyallahu anhu, ia berkata,

  “Setiap kali selesai shalat, Rasulallah Saw membaca istighfar sebanyak tiga kali lalu berdo’a: Allahumma antassalam, waminkassalam, ta bārakta ya dzal jalāliwal ikrām (ya Allah engkau maha pemberi keselamatan, dari engkaulah keselamatan, engkau maha memberkahi, wahai tuhan pemilik segenap kebesaran serta kemuliaan)” (HR. Muslimin).

  Bersumber dari al- Mughrirah bin Syu’bah sesungguhnya