BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - RIZKI NUR ELISSA BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Situasi perekonomian negara yang tidak menentu serta ketatnya

  persaingan didunia usaha mendorong manajemen untuk bekerja lebih efektif dan efisien agar perusahaan mampu bertahan serta menjaga eksistensinya sekaligus meningkatkan kinerja manajemen untuk mendapatkan hasil yang optimal bagi perusahaan, kinerja manajemen menjadi faktor pendorong dalam menilai suatu perusahaan dan pembuat keputusan bagi investor (Santoso dan Salim, 2012).

  Laba merupakan salah satu komponen yang digunakan untuk mengukur kinerja manajemen sedangkan informasi laba bertujuan menilai kinerja manajemen, membantu mengestimasi kemampuan laba dalam jangka panjang, serta memperkirakan risiko-risiko investasi. Kemampuan dan nilai perusahaan dalam mengelola aset-asetnya dapat digambarkan dengan cara melihat bagaimana perusahaan menghasilkan laba dalam operasinya (Prayudi dan Rochmawati, 2013).

  Laba termasuk salah satu indikator penting dalam laporan keuangan. Kinerja perusahaan dalam memanfaatkan aktiva untuk menghasilkan laba dapat dilihat dari laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen.

  Manajemen akan memperlihatkan kinerja terbaik perusahaan melalui laporan keuangan yang berisi informasi keuangan dan nantinya akan berguna bagi pengguna informasi untuk pengambilan keputusan ekonomi dan bisnis.

  Investor lebih mengarah kesaham perusahaan yang stabil dibandingkan dengan saham perusahaan dengan tingkat fluktuasi laba yang tinggi. Saham perusahaan yang memberikan laba stabil menggambarkan kinerja manajemen yang baik, kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan keamanan investasi (Tuty dan Indrawati, 2007).

  Standar Akuntansi Keuangan (SAK) no. 01 paragraf 85 tahun 2012, pengungkapan unsur-unsur kinerja keuangan membantu pengguna laporan keuangan dalam memahami kinerja keuangan yang dicapai serta dalam membuat proyeksi kinerja keuangan masa depan. SAK no. 25 paragraf 8 tahun 2012, menentukan kebijakan akuntansi untuk menghasilkan laporan keuangan yang berisi informasi relevan dan andal atas transaksi peristiwa dan kondisi lain. Kebijakan tersebut tidak perlu diterapkan ketika dampak penerapannya tidak material, namun tidak tepat untuk membuat atau membiarkan ketidaktepatan penyimpangan karena untuk mencapai suatu penyajian tertentu atas posisi keuangan, kinerja keuangan, atau arus kas.

  Memberikan fleksibilitas bagi manajemen untuk memilih kebijakan akuntansi yang lebih merepresentasikan keadaan perusahaan sesungguhnya, fleksibilitas itulah yang terkadang dimanfaatkan oleh manajemen untuk melakukan manajemen laba (earnings management), oleh karena itu manajemen mempunyai kecenderungan untuk melakukan tindakan yang dapat membuat laporan keuangan menjadi baik.

  Laporan keuangan merupakan suatu cerminan dari kondisi sebuah perusahaan karena didalam laporan keuangan terdapat informasi-informasi yang dibutuhkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan. Laporan keuangan disusun oleh manajemen perusahaan sehingga dapat dikatakan bahwa laporan keuangan dapat menunjukkan kinerja manajemen dan sebagai sarana yang digunakan untuk mengevaluasi performa manajemen. Semua informasi yang terkandung dalam laporan keuangan sangat dibutuhkan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan, namun para investor dan kreditor cenderung menitikberatkan perhatiannya pada laporan laba-rugi untuk menilai kinerja manajemen perusahaan tanpa memperhatikan prosedur yang digunakan untuk memperoleh laba (Pratama, 2012).

  Standar Akuntansi Keuangan (SAK) no.1 paragraf 10 tahun 2012, laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan keuangan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas yang meliputi: aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan dan beban termasuk keuntungan serta kerugian, kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik, arus kas.

  Manajemen dalam proses penyusunan laporan keuangan dapat mempengaruhi tingkat laba yang ditampilkan adalah manajemen laba.

  Menurut Setiawati (2002), manajemen laba adalah campur tangan dalam prosess penyusunan pelaporan keuangan eksternal, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi. Manajemen laba merupakan fenomena yang sukar dihindari karena fenomena ini dampak dari penggunaan dasar akrual dalam penyusunan laporan keuangan. Manajemen timbul sebagai dampak dari penggunaan akuntansi yang merupakan salah satu alat komunikasi antara pihak-pihak yang berkepentingan dan ada pada akuntansi yang menyebabkan adanya judgement.

  Menurut Pujiningsih (2011), manajemen laba muncul karena adanya konflik keagenan yang muncul ketika terjadinya pemisahan antara kepemilikan dengan pengelolaan perusahaan. Dengan pemisahan ini, pemilik perusahaan memberikan kewenangan pada pengelola untuk mengurus jalannya perusahaan seperti mengelola dana dan mengambil keputusan perusahaan lainnya atas nama pemilik. Kewenangan yang dimiliki ini, mungkin saja pengelola tidak bertindak yang terbaik untuk kepentingan pemilik, karena adanya perbedaan kepentingan. Keleluasaan dalam pengelolaan perusahaan dapat menimbulkan penyalagunaan wewenang. Manajemen sebagai pengelola perusahaan akan memaksimalkan laba perusahaan yang mengarah pada proses memaksimalkan kepentingannya atas biaya pemilik perusahaan. Hal ini mungkin terjadi karena pengelola mempunyai informasi yang tidak dimiliki oleh pemilik perusahaan (asymmetric information).

  Menurut Sulistyanto (2008), ada beberapa pola manajemen laba yang dikumpulkan oleh dari berbagai sumber, meliputi: a. Penaikan Laba (Income Increasing)

  Merupakan upaya perusahaan mengatur agar laba periode berjalan menjadi lebih tinggi daripada laba sesungguhnya. Upaya ini dilakukan dengan mempermainkan pendapatan periode berjalan menjadi lebih rendah dari biaya sesungguhnya.

  b. Penurunan Laba (Income Decreasing) Merupakan upaya perusahaan mengatur laba agar periode berjalan menjadi lebih rendah daripada laba sesungguhnya. Upaya ini dilakukan dengan mempermainkan pendapatan periode berjalan menjadi lebih rendah daripada pendapatan sesungguhnya atau biaya periode berjalan menjadi lebih tinggi dari biaya sesungguhnya.

  c. Perataan Laba (Income Smoothing) Merupakan upaya perusahaan mengatur agar labanya relatif sama selama beberapa periode. Upaya ini dilakukan dengan mempermainkan pendapatan dan biaya periode berjalan menjadi lebih tinggi atau lebih rendah daripada pendapatan atau biaya sesungguhnya.

  Menurut Cahyani (2012), pengertian perataan laba yang dilakukan oleh manajemen merupakan suatu upaya yang disengaja dalam rangka memperkecil fluktuasi pada tingkat laba yang menurut perusahaan dianggap normal. Dalam hal ini perataan laba menunjukkan suatu usaha manajemen perusahaan untuk mengurangi batas-batas yang diijinkan dalam praktik akuntansi dan prinsip manajemen yang wajar. Income smoothing atau perataan laba merupakan salah satu pola yang dilakukan manajemen dalam memanipulasi laba, yaitu dengan cara menaikturunkan laba sesuai dengan fluktuasi.

  Menurut Suwito dan Herawaty (2005), perataan laba dapat melalui beberapa dimensi, yaitu perataan laba melalui kejadian atau pengakuan suatu peristiwa, perataan laba melalui alokasi selama satu periode tertentu, perataan laba melalui klasifikasi dilakukannya tindakan perataan laba biasanya untuk mengurangi pajak, meningkatkan kepercayaan investor yang beranggapan laba stabil akan mengurangi kebijakan deviden yang stabil dan menjaga hubungan antara manajer dengan pekerja untuk mengurangi gejolak kenaikan laba dalam pelaporan laba yang cukup tajam.

  Menurut Sugiarto (2003), pentingnya informasi laba ini disadari oleh manajemen, sehingga manajemen cenderung melakukan disfungtional

  

behaviour (perilaku tidak semestinya), yaitu dengan melakukan perataan laba

  untuk mengatasi berbagai konflik yang timbul antara manajemen dengan berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan. Disfungtional tersebut dipengaruhi oleh adanya asimetri informasi (information

  behaviour asymetry) dalam teori keagenan (agency theory).

  Harahap (2001), teori efficiency market hypothesis menyebutkan bahwa laporan keuangan dapat mempengaruhi pasar modal, hal ini menunjukkan betapa pentingnya peranan laporan, oleh karena pentingnya laporan keuangan sehingga menimbulkan kecenderungan manajemen melakukan hal-hal yang mengubah laporan laba rugi untuk kepentingan pribadinya, seperti mempertahankan jabatan atau mendapatkan bonus tinggi. Biasanya laba yang stabil tidak banyak fluktuasi atau variance dari satu periode ke periode lain dinilai sebagai prestasi baik, upaya menstabilkan laba ini disebut income

  smoothing .

  Salah satu faktor yang mempengaruhi praktik perataan laba adalah profitabilitas. Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Profitabilitas merupakan ukuran penting yang sering kali dijadikan dasar investor dalam menilai sehat tidaknya perusahaan, yang selanjutnya dapat mempengaruhi keputusan untuk menjual atau membeli saham suatu perusahaan. Profitabilitas juga sering kali digunakan kreditor untuk memutuskan pinjaman mereka kepada suatu perusahaan (Butar dan Sudarsi, 2012).

  Faktor lain yang berpengaruh terhadap praktik perataan laba adalah risiko keuangan. Risiko keuangan diproksikan financial leverage yaitu perbandingan antara utang dan aset yang menunjukkan berapa bagian aset yang digunakan untuk menjamin utang. Ukuran ini berhubungan dengan keberadaan dan ketat tidaknya suatu persetujuan utang. Perusahaan yang mempunyai rasio leverage tinggi akibat besarnya jumlah utang dibandingkan dengan aset yang dimiliki perusahaan (Widyaningdyah, 2001). Risiko keuangan berpengaruh terhadap perataan laba hal ini menandakan bahwa semakin tinggi risiko keuangan maka perusahaan akan cenderung untuk melakukan praktik perataan laba, karena perusahaan berusaha untuk menghindari pelanggaran kontrak perjanjian utang, yaitu perusahaan berusaha untuk menjaga nilai leverage agar tidak berada diatas 1 yaitu dengan menjaga nilai profitabilitas agar tetap stabil (Cahyani, 2012).

  Nilai perusahaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi praktik perataan laba, secara umum nilai perusahaan merupakan pandangan investor terhadap perusahaan yang berkaitan dengan harga saham. Herawati (2008), perusahaan yang memiliki harga saham besar biasanya disebut perusahaan besar dan akan mendapat lebih banyak perhatian dari berbagai pihak seperti analis, investor maupun pemerintah. Selain faktor profitabilitas, risiko keuangan, dan nilai perusahaan, variabel lain yang mempengaruhi praktik perataan laba adalah kepemilikan institusional.

  Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham perusahaan oleh pihak institusi seperti lembaga keuangan, perusahaan asuransi, perusahaan investasi, dll. Menurut Butar dan Sudarsi (2012), kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap perataan laba. Hal ini berarti besar kecilnya kepemilikan institusional berpengaruh terhadap perataan laba. Sedangkan menurut Imansari (2015), kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga dapat mengurangi praktik perataan laba. Presentase saham tertentu yang dimiliki oleh institusi dapat mempengaruhi proses penyusunan laporan keuangan yang tidak menutup kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai kepentingan pihak manajemen.

  Faktor lain yang dapat mempengaruhi perataan laba adalah ukuran perusahaan. Ukuran perusahaan merupakan skala besar kecilnya perusahaan, suatu perusahaan besar yang sudah mapan akan memiliki akses yang mudah menuju pasar modal. Kemudahan tersebut cukup berarti untuk fleksibelitas dan kemampuannya untuk memperoleh dana yang lebih besar, sehingga perusahaan mampu memiliki resiko pembayaran deviden yang lebih tinggi dari pada perusahaan kecil. Semakin besar ukuran sebuah perusahaan, maka publik cenderung akan menyoroti perusahaan tersebut, karena perusahaan yang mendapatkan sorotan dari pemerintah pasti akan terbebani oleh biaya politik teutama dalam hal pemungutan pajak dari pemerintah, dimana biasanya perusahaan enggan membayar pajak yang tinggi. Selain itu perusahaan besar juga akan dibebani dengan tanggungjawab sosial yang berguna untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat dari laba yang dihasilkan (Santoso dan Salim, 2012).

  Penelitian yang dilakukan oleh Cahyani (2012) dengan hasil penelitian profitabilitas, risiko keuangan, nilai perusahaan, struktur kepemilikan berpengaruh pada praktik perataan laba sedangkan ukuran perusahaan dan jenis industri tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba. Penelitian yang dilakukan Santoso dan Salim (2012) tentang pengaruh profitabilitas,

  financial leverage , dividen, ukuran perusahaan, kepemilikan institusional dan

  kelompok usaha terhadap perataan laba menyimpulkan bahwa variabel profitabilitas usaha dan kelompok usaha tidak berpengaruh terhadap perataan laba, variabel financial leverage dan dividen berpengaruh negatif terhadap perataan laba, sedangkan variabel ukuran perusahaan dan kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap perataan laba. Penelitian yang dilakukan Imansari (2015) tentang pengaruh profitabilitas, ukuran perusahaan, kepemilikan institusional dan leverage terhadap perataan laba menyimpulkan profitabilitas, ukuran perusahaan, kepemilikan institusional dan leverage berpengaruh terhadap perataan laba. Penelitian ini mengacu pada penelitian Prayudi dan Rochmawati (2013) yang meneliti tentang pengaruh profitabilitas, risiko keuangan, nilai perusahaan, dan struktur kepemilikan terhadap praktik perataan laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2011 dengan hasil penelitian profitabilitas, risiko keuangan, kepemilikan manajerial dan kepemilikan publik tidak berpengaruh signifikan terhadap perataan laba, nilai perusahaan berpengaruh signifikan terhadap perataan laba, sedangkan secara simultan profitabilitas, risiko keuangan, nilai perusahaan, kepemilikan manajerial dan kepemilikian publik berpengaruh signifikan terhadap perataan laba.

  Uraian diatas menunjukkan bahwa hasil penelitian mengenai praktik perataan laba masih beragam sehingga peneliti termotivasi untuk menguji kembali mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap praktik perataan laba. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pertama terletak pada variabel penelitian, variabel yang digunakan oleh penelitian sebelumnya yaitu profitabilitas, risiko keuangan, nilai perusahaan, kepemilikan manjerial, dan kepemilikan publik. Sedangkan pada penelitian ini profitabilitas, risiko keuangan, nilai perusahaan, kepemilikan institusional dan ukuran perusahaan. Kedua, terletak pada sampel penelitian, pada penelitian ini menggunakan sampel perusahaan sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan periode 2013-2015, sedangkan penelitian Prayudi dan Rochmawati (2013) menggunakan sampel penelitian perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dengan periode 2008- 2011.

  Alasan pemilihan perusahaan sektor industri barang konsumsi sebagai objek penelitian karena perusahaan bersifat stabil, hampir tidak terpengaruh oleh fluktuasi perekonomian melainkan perusahaan tersebut tetap eksis dan bertahan karena permintaan akan produk yang dihasilkan tetap stabil walaupun ada suatu penurunan tidak ada pengaruhnya terhadap aktivitas perusahaan dalam menghasilkan laba yang optimal. Alasan meggunakan periode 2013-2015 dalam penelitian ini karena untuk menemukan hasil penelitian terbaru serta pada penelitian terdahulu periode tersebut belum diteliti dan kriteria sampel yang diteliti pada penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hasil yang akan diperoleh nantinya dapat mendekati atau berbeda hasil dengan penelitian sebelumnya.

B. Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan masalah yang akan dianalisis, yaitu :

  1. Apakah profitabilitas berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba ?

  2. Apakah risiko keuangan berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba ?

  3. Apakah nilai perusahaan berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba ?

  4. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba ?

  5. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat diketahui tujuan penelitian ini, adalah untuk: a. Menguji pengaruh positif profitabilitas terhadap praktik perataan laba.

  b. Menguji pengaruh positif risiko keuangan terhadap praktik perataan laba.

  c. Menguji pengaruh positif nilai perusahaan terhadap praktik perataan laba.

  d. Menguji pengaruh positif kepemilikan institusional terhadap praktik perataan laba.

  e. Menguji pengaruh positif ukuran perusahaan terhadap praktik perataan laba.

2. Manfaat Penelitian

  Berdasarkan tujuan penelitian tersebut maka diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak antara lain: a. Peneliti

  Penelitian ini dapat menambah wawasan penulis karena penulis mendapat gambaran langsung mengenai perataan laba dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

  b. Perusahaan Memberi wawasan bagi manajemen agar dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam praktik perataan laba dalam laporan tahunan perusahaan.

  c. Lingkungan Pendidikan 1). Menambah wawasan keilmuan mengenai konsep akuntansi dalam praktik perataan laba.

  2). Memberikan informasi dan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama penelitian yang berkaitan dengan akuntansi keuangan. 3). Menambah referensi bagi penelitian selanjutnya.