BAB I PENDAHULUAN - BAB I ALVIN LAZUARDI NUR HES'17

  

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gambaran Umum Bank Syariah Di Indonesia, bank syariah yang pertama didirikan pada tahun 1992

  adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI). Walaupun perkembanganya agak terlambat bila dibandingkan dengan Negara-negara muslim lainnya, perbankan syariah di Indonesia akan terus berkembang. Bila pada periode tahun 2005, jumlah bank syariah di Indonesia telah bertambah menjadi 20 unit Bank S yari’ah yaitu 3 bank umum syariah dan 17 unit usaha syariah. Sementara itu, jumlah bank pengkreditan rakyat Syari’ah (BPRS) hingga akhir tahun 2004 bertambah menjadi 88 buah.

  Industri perbankan syariah diprediksi masih akan berkembang dengan tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi. Jika pada posisi November 2004, volume usaha perbankan syariah telah mencapai 14,0 Triliun rupiah, dengan tingkat pertumbuhan yang terjadi pada tahun 2004 sebesar 88,6% volume usaha perbankan syari’ah di akhir tahun 2005 diperkirakan akan mencapai pangsa sekitar 24 triliun rupiah. Dengan volume tersebut, diperkirakan industri perbankan syariah akan mencapai pangsa sebesar 1,8 % dari industri perbankan nasional dibandingkan sebesar 1,1% pada akhir tahun 2004. Pertumbuhan volume usaha perbankan syariah tersebut ditopang oleh rencana pembukaan unit usaha syari’ah yang baru dan pembukaan jaringan kantor yang lebih luas. Dana pihak ketiga (DPK) diperkirakan akan mencapai jumlah sekitar 20 triliun rupiah dengan jumlah pembiayaan sekitar 21 triliun rupiah di akhir tahun 2005 (Karim, 2011: 34).

  Perkembangan baru dalam dunia perbankan di Indonesia menunjukkan prospek yang lebih baik sejak ditetapkannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan. Penyempurnaan landasan hukum beroperasinya perbankan syariah nasional merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Hal ini ditandai dengan penyempurnaan peraturan perbankan syariah dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1998 tentang perbankan dinyatakan dengan jelas mengenai penggolongan kegiatan usaha bank menjadi dua jenis, yakni bank yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dan bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Berdasarkan Undang-undang ini dimungkinkan bagi bank konvensional membuka kantor cabang syariah yang merupakan tonggak penting dimulainya awal sistem perbankan di Indonesia, yaitu sebuah bank yang dapat beroperasi dengan dua sistem yang berbeda (dual banking

system ), namun dapat melengkapi pelayanan yang baik pada masyarakat.

Penyempurnaan tentang Undang-undang tersebut tidak berhenti disitu, dengan adanya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 yang mengatur secara terpisah tentang perbankan syariah telah memberikan angin segar bagi perbankan yang beroperasi dengan sistem syariah untuk terus melaju dalam dunia perbankan di Indonesia.

  Lembaga keuangan syariah merupakan lembaga keuangan yang tidak hanya mengedepankan profit oriented saja, melainkan suatu lembaga keuangan yang juga mengedepankan kemaslahatan masyarakat sesuai dengan tuntutan syariah yang menjadi landasan dari semua lembaga keuangan syariah. Salah satu aplikasinya adalah menerapkan pelayanan (service) yang berbasis moral dan spiritual.

  Bank syariah merupakan lembaga intermediasi dan penyedia jasa keuangan yang bekerja berdasarkan etika dan sistem Islam, khususnya yang bebas dari bunga (riba), bebas dari kegiatan spekulatif dan perjudian (maysir), bebas dari hal-hal yang tidakjelas(gharar), berprinsip keadilan, dan hanya membiayai kegiatan usaha yang halal yang kesemuanya merupakan prinsip-prinsip perbankan syariah.Bank syariah sering dipersamakan dengan bank tanpa bunga.Bank tanpa bunga merupakan konsep yang lebih sempit dari bank syari’ah, dimana sejumlah instrumen atau operasinya bebas dari bunga. Bank syari’ah selain menghindari bunga,juga secara aktif ikut berpartisipasi dalam mencapai sasaran dan tujuan dari ekonomi Islam yang berorientasi pada kesejahteraan sosial. d alam memberikan pelayanan lembaga keuangan syari’ah sudah semakin lengkap sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan pasar. Dari produk penghimpunan dana (funding), pembiayaan (loan) sampai dengan produk tambahanberupa jasa (service). Salah satu dari produk pembiayaan yang telah dikeluarkan oleh lembaga keuang an syari’ah adalah produk. Pembiayaan dengan akad murabahah yang dikeluarkan oleh seluruh bank syariah termasuk Bank Muamalat. Pembiayaan dengan akad

  

murabahah sudah banyak diterapkan di perbankan syariah sebagai upaya

  untuk memenuhi kebutuhan permodalan masyarakat. Kajian penerapan prinsip syariah dalam operasi perbankan syariah merupakan agenda penting bagi perbankan nasional. Bank Indonesia telah mengkaji standarisasi akad produk perbankan syariah, diawali dari akad mudharabah, musyarakah dan

  

murabahah , yang ditujukan untuk mengidentifikasi penerapan prinsip

  syariah dan kemungkinan variasinya dalam praktek, di sisi lainmasyarakat telah memiliki persepsi bahwa bank syariah berbeda, lebih tinggi kualitas moralnya, etika dan bisnisnya dibandingkan dengan bank konvensional (Karim, 2011: 35).

  Perkembangan Bank Syariah di Kabupaten Banyumas merupakan suatu perwujudan permintaan masyarakat yang membutuhkan suatu sistem perbankan alternatif yang menyediakan jasa perbankan/keuangan yang sehat dan memenuhi prinsip-prinsip syariah didirikan. Bank syariah haruslah melihat kondisi aktual masyarakat banyumas yang dijadikan sasaran dan tujuan yang hendak dicapai. Berdasarkan proses identifikasi kondisi masyarakat saat ini yaitu, masyarakat yang memiliki pemahaman rendah terhadap ekonomi islam dan memiliki pemahaman parsial dan terkotak- kotak atas ajaran islam. Karena itu yang menjadi sasaran komunikasi pemasaran adalah membangun kesadaran dan kepedulian. Hal ini dapat dicapai dengan cara menggugah perhatian dan membangun pengetahuan.

  Apabila masyarakat telah memiliki kecenderungan dan percaya atas pemberlakuan syariat islam dalam aspek perbankan, tahapan selanjutnya adalah mendorong keinginan mereka untuk berhubungan langsung/ bertransaksi dengan bank syariah dan menggunakan produk serta jasa yang ditawarkan. Strategi juga dibarengi dengan membangun kesiapan bank melalui membangun infrastruktur, pengembangan komitmen untuk menciptakan nilai tambah, dan memberikan pelayanan optimal akses 29 januari 2017).

  Berdasarkan data tahun 2009, menyebutkan, angka pertumbuhan di eks-karesidenan Banyumas yang menjadi wilayah pengawasan BI Purwokerto, menunjukan data menggembirakan. Contohnya, dalam hal aset. Dudi menyebutkan, bila soal aset perbankan syariah pada akhir tahun 2008 tercatat hanya Rp.258,89 miliar, maka pada akhir tahun 2009 mengalami pertumbuhan hingga dua kali lipatnya menjadi Rp.342,69 miliar (hhtp://www.bi.go.id diakses 29 januari 2017).

  Perkembangan Bank Muamalat di Banyumas terbilang signifikan mengingat sejak berdirinya tanggal 2004 meskipun pada saat itu sedang maraknya era globalisasi yang merajalela, kalangan masyarakat enggan untuk menggunakan produk konvensional, pada saat itu Bank Muamalat hadir untuk memberikan angin segar bagi kalangan masyarakat Banyumas, masyarakat merasa sangat antusias walaupun saat itu masyarakat masih awam dengan bank syariah namun seiring perkembangan zaman masyarakat terbiasa menggunakan produk- produk syar’i di Bank Muamalat Purwokerto. Di wilayah Banyumas sendiri pada tahun 2005 hingga 2012 Kantor Cabang (KC) Muamalat telah membuka banyak kantor cabang di Banyumas ( wawancara, 26 Januari 2017).

  Pengetahuan Masyarakat tentang Jenis-jenis Pembiayaan Murabahah dapat dapat dilakukan dengan dua cara yaitu murabahah berdasarkan pesanan dan murabahah berdasarkan tanpa pesanan, Murabahah tanpa pesanan maksudnya ada yang pesan atau tidak, ada yang beli atau tidak, bank syari’ah menyediakan barang dagangannya. Penyedia barang pada

  

murabahah ini tidak terpengaruh atau terkait langsung dengan ada tidaknya

  pesanan atau pembeli. Murabahah tanpa pesanan tidak peduli ada yang pesan atau tidak, ada yang beli atau tidak, bank syariah selalu menyediakan barang dagangannya. Murabahah Berdasarkan Pesanan maksudnya adalah bank syariah baru akan melakukan transakasi murabahah apabila ada nasabah yang memesan barang sehingga penyediaan barang baru dilakukan jika ada pesanan. Kedua belah pihak akan mengakhiri penjualan setelah kepemilikan aset pindah ke nasabah. Ketentuan dalam accounting and

  

auditing organization for islamic financial institution dan mengutip

  pandangan Adiwarman Karim dalam murabahah si penjual boleh meminta pembayaran, yakni uang tanda jadi ketika terjadi ijab qabul. Hal ini menunjukkan bukti keseriusan pembeli.

  Ide tentang jual beli murabahah yang berbentuk pesanan tampaknya berakar pada dua alasan berikut: pertama, mencari pengalaman satu pihak yang berkontrak pemesan pembelian meminta pihak lain yakni pembeli untuk membeli sebuah aset, pemesan pembelian meminta pihak lain yakni pembeli untuk membeli sebuah aset, pemesan dalam hal ini berjanji untuk mengganti pembeli aset tersebut dan memberinya keuntungan. Pemesan memilih sistem pembelian ini, yang biasanya alasan kebutuhan yang mendesak terhadap aset tersebut. Kedua, mencari pembiayaan.Dalam operasi perbankan syariah, motif pemenuhan pengadaan aset atau modal kerja merupakan alasan utama yang mendorong datang ke bank. Pada gilirannya, pembiayaan yang diberikan akan membantu memperlancar arus kas (cash flow) yang bersangkutan. Cara menjual secara kredit sebenarnya bukan bagian dari syarat sistem murabahah atau murabahah kepada pemesan pembelian. Meskipun demikian, transaksi secara angsuran ini mendominasi praktik pelaksanaan kedua jenis murabahah tersebut, hal ini karena memang seseorang tidak akan datang ke bank kecuali untuk mendapat kredit dan membayar secara angsur.

  Beberapa bank syariah menggunakan istilah arboun sebagai kata lain dari uang muka. Dalam yurisprudensi islam, arboun adalah jumlah uang yang dibayar di muka kepada penjual. Ringkasnya, arboun adalah uang muka untuk sebuah pembelian. Bila pembeli memutuskan untuk tetap membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga. Bila ia batal membeli, uang muka tersebut hangus dan menjadi milik penjual. Dengan demikian, seluruh uang arboun akan menjadi milik pembeli (penerima pesanan) yang telah membelikan barang pesanan tersebut. Adapun uang muka akan diperhitungkan sesuai besar kerugian aktual pembeli. Bila uang muka melebihi kerugian, pembeli (penerima pesanan) harus mengembalikan kelebihan itu kepada pemesan ( Syafi’i, 2001: 103).

  Namun dibalik itu semua timbul pertanyaan, apakah bank-bank syariah sudah pantas menyandang title “Syariah “ yang selalu mereka pakai untuk menarik nasabah? Apakah produk murabahah pada bank syari’ah sudah benar-benar mengikuti kaidah syariah dan aturan-aturan Islam?

  Keraguan muncul di kalangan masyarakat yang sudah sadar akan besarnya dosa riba akan tetapi bingung karena tidak ada fasilitas ataupun tempat yang bisa menjauhkan dari riba dimana bank- bank syari’ah yang ada, tidak bisa menjelaskan dan bertanggung jawab bahwa sistemnya sudah benar-benar syar

  ’i. Tanggapan atau sikap masyarakat terhadap bank syariah cukup beragam, baik mengenai pelayanannya, kemudahan untuk memperoleh akses pendanaan, maupun mengenai produk-produk yang ditawarkan, oleh karena itu, perkembangan bank syariah perlu mendapat perhatian dari pihak yang berkaitan. Masyarakat adalah suatu elemen terpenting dalam dunia perbankan, hal ini dikarenakan masyarakatlah yang akan menjadi nasabah di bank syariah. Oleh karena itu, mengetahui sikap masyarakat menjadi kunci pertama dalam membuka jalan kemajuan bank syariah dan sekaligus sebagai bahan pertimbangan investasi di dunia perbankan syariah (Jurnal Bisnis dan Manajemen, 2007: 189-204). Masyarakat Banyumas memandang produk Murabahah yaitu terbagi menjadi 3 golongan dalam bentuk persenan (%), yaitu: Masyarakat Banyumas yang masih memandang setengah syar’i (Doubtfull), yaitu 50%, yang memandang kurang/ kemungkinan kecil syar’i (Lawfullyaitu 30%, kemudian yang memadang bahwa produk Murabahah benar-benar tidak syar’i yaitu 20% (Unlawfull), Dengan ini bahwasanya Masyarakat Banyumas masih belum percaya (ragu-ragu) terhadap produk Murabahah itu sepenuhnya Syar’i atau tidak (Mintaraga Eman Surya dan Ida Nurlaeli, 2011: 45).

  Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengada kan penelitian yang berjudul “Studi Kesyar’ian Produk Murabahah

  Di Bank Muamalat Purwokerto ”.

B. Rumusan Masalah

  Berpijak pada latar belakang masalah di atas, ada beberapa pokok permasalahan yang akan dikembangkan pangkal penyelesaiannya, sehingga dapat di rumuskan sebagai berikut:

  1. Bagaimana Pelaksanaan produk Murabahah pada Bank Muamalat Cabang Purwokerto?

  2. Bagaimana Kesyari’an Produk Murabahah di Bank Muamalat Cabang

  Purwokerto? C.

Tujuan dan Manfaat Penulisan

  Dalam penulisan skripsi ini ada beberapa tujuan dan manfaat yang ingin dicapai oleh penulis.

  1. Tujuan penelitian adalah :

  a. Untuk mengetahui Pelaksanaan produk murabahah pada Bank Muamalat Cabang Purwokerto.

  b. Untuk mengetahui bagaimana Kesyar’ian produk Murabahah di Bank Muamalat Cabang Purwokerto.

  2. Manfaat Penelitian adalah : a. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah, lembaga keagamaan, lembaga keuangan syari’ah dan masyarakat umum tentang Produk

  murabahah dilihat dari kajian teoritis hukum Islam.

  b. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat agar menjadi nasabah yang memilih produk murabahah di bank muamalat. .