GAMBARAN PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN ANAK DI PUSKESMAS JOHAN PAHLAWANKABUPATEN ACEH BARATTAHUN 2012 SKRIPSI

  

GAMBARAN PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN ANAK

DI PUSKESMAS JOHAN PAHLAWANKABUPATEN

ACEH BARATTAHUN 2012

SKRIPSI

OLEH:

ANITA

  NIM : 06C10104260

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

  

GAMBARAN PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN ANAK

DI PUSKESMAS JOHAN PAHLAWAN KABUPATEN

ACEH BARAT TAHUN 2012

SKRIPSI

OLEH:

ANITA

  

NIM : 06C10104260

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan

Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar

  

Meulaboh

  

PENGARUH PERILAKU IBU TENTANG PENCEGAHAN TERHADAP

KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI UPTD PUSKESMAS PADANG

PANJANG KECAMATAN KUALA PESISIR

KABUPATEN NAGAN RAYA

SKRIPSI

OLEH :

MUTIA ULFA

NIM. 06C10104208

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Diare merupakan defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan atau tanpa darah dan atau lendir dalam tinja (Mansjoer, 2009). Pada bayi berumur kurang dari satu bulan, dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari empat kali sehari, sedangkan untuk bayi diatas satu bulan (balita), bila frekuensi buang air besar lebih dari tiga kali (Nagiga, 2009). Hingga saat ini penyakit diare pada balita di Indonesai merupakan masalah kesehatan yang perlu penanganan yang serius, karena bisa menyebabkan dehidrasi.

  Penanganan diare yang tidak cepat dan tepat pada bayi dan balita, akan menimbulkan kematian yang disebabkan oleh karena kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan. Hasil survey kesehatan menunjukkan angka kesakitan diare di semua umur tahun 2006 adalah 374/1000 penduduk, tahun 2009 adalah 423/1000 penduduk. Kematian akibat diare pada balita adalah 75,3 per 100.000 balita. Diare merupakan penyebab kematian nomor 4 (13,2%) pada semua umur dalam kelompok penyakit menular. Proporsi diare sebagi penyebab kematian nomor 1 pada bayi postneonatal (31,4%) dan pada anak balita (25,2%) (Riskesdes, 2010)

  Pada tahun 2011, situasi derajat kesehatan Indonesia masih menunjukkan jumlah kasus diare yang tinggi. Dari 10 penyakit terbanyak yang ditangani dalam rawatan inap di tempat fasilitas kesehatan, ternyata diare menduduki posisi

  Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Aceh Tahun 2010, penyakit diare masih merupakan termasuk 10 penyakit terbesar dengan persentase 65% (34.745 kasus). Penyakit diare ini lebih tinggi dibandingkan dengan penyakit ISPA (21.324 kasus). Kemudian, pada tahun 2011 jumlah penyakit diare mengalami peningkatan yaitu sejumlah 49.517 kasus dengan persentase keberhasilan penanganan penyakit oleh tenaga kesehatan hanya 29,2%. Hal ini berarti masih tersisa 14.459 kasus yang belum sepenuhnya memperoleh pengobatan langsung dari tenaga medis maupun paramedis.

  Sampai saat ini jumlah penderita diare di UPTD Puskesmas Padang Panjang ialah 330 jiwa dengan rincian yaitu jumlah penderita diare pada usia dewasa/remaja ialah 110 jiwa dan usia balita (bayi usia 0 – 5 tahun) ialah 220 jiwa (Data MTBS, 2012). Dari sejumlah 12 puskesmas di Kabupaten Nagan Raya, Hanya Puskesmas Padang Panjang yang memiliki data jumlah penyakit diare terbanyak setelah Puskesmas Jeuram dan Puskesmas Suka Makmue (P2PL Dinkes Kab. Nagan Raya, 2012). Kemudian, dari hasil wawancara peneliti dengan Kepala Tata Usaha Puskesmas Padang Panjang bahwa belum ada suatu penelitian yang memberikan informasi bagaimana perilaku ibu terhadap pencegahan diare di lokasi penelitian ini.

  Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi faktor pendorong terjadinya diare yang terdiri dari faktor agen, penjamu, lingkungan dan perilaku. Faktor penjamu yang menyebabkan meningkatnya kerentanan terhadap diare diantaranya ialah tidak memberikan ASI selama 2 hal tersebut akan berinteraksi dengan perilaku. Apabila perilaku manusia tidak sehat maka penularan diare dengan mudah dapat terjadi. (Depkes RI, 2005).

  Peran ibu dalam mencegah balita mengalami diare menjadi suatu hal yang sangat penting karena ibu seringkali memiliki peran dan berperan utama sebagai pelaksana dan pembuat keputusan dalam pengasuhan anak.Yaitu dalam hal memberi makan, memberi perawatan kesehatan dan penyakit, memberi stimulasi mental. Dengan demikian bila ibu berperilaku baik mengenai diare, ibu sebagai pelaksana dan pembuat keputusan dalam pengasuhan, diharapkan dapat memberikan pencegahan dan pertolongan pertama pada diare dengan baik.

  1.2 Rumusan Masalah Penelitian

  Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu apakah berpengaruh perilaku ibu tentang pencegahan dengan kejadian diare pada balita di UPTD Puskesmas Padang Panjang Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya Tahun 2013?

  1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum Penelitian

  Secara umum, penelitian ini bermaksud untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh perilaku ibu tentang pencegahan terhadap kejadian diare pada balita. b. Untuk mengetahui ada atau tidak pengaruh sikap ibu tentang pencegahan terhadap kejadian diare pada balita.

  c. Untuk mengetahui ada atau tidak pengaruh tindakan ibu tentang pencegahan terhadap kejadian diare pada balita.

1.4 Manfaat Penelitian

  1.4.1 Manfaat teoritis

  Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk menjawab permasalahan penyakit diare pada masyarakat terutama mengenai upaya pencegahan penyakit diare.

  1.4.2 Praktis

  a. Peneliti Menambah wawasan peneliti mengenai penyakit diare terutama mengenai upaya pencegahan diare yang dilakukan oleh ibu terhadap balitanya.

  b. Pemerintah Dapat dimanfaatkan oleh pemerintah khususnya dalam bidang peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang meliputi upaya pemberatasan penyakit menular agar dapat menjadi bahan acuan penentuan langkah kebijakan kesehatan pada masa yang akan datang.

  c. Masyarakat Sebagai bahan bacaan untuk meningkatkan wawasan masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku

2.1.1 Pengertian Perilaku

  Robert Kwick (1974) dalam buku Notoatmodjo, 2007, menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari.Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).Dilihat dari bentuk respon, maka perilaku dibedakan menjadi dua.Pertama adalah perilaku tertutup yaitu respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup.Kedua adalah perilaku terbuka yaitu respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka (Notoatmodjo, 2007).

  Dalam teori lain disebutkan bahwa, perilaku manusia adalah aktifitas yang timbul karena adanya stimulus dan respon serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan (Sunaryo, 2004).

  Becker (1979) dalam buku Notoatmodjo, 2007, mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan antara lain (Notoatmodjo, 2007) : a. Perilaku kesehatan, yaitu perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. c. Perilaku peran sakit, yaitu orang sakit mempunyai peran yang mencakup hak- hak orang sakit dan kewajiban sebagai orang sakit.

2.1.2 Domain perilaku

  Perilaku manusia menurut Benyamin Bloom (1908) dalam buku Notoatmodjo, 2007, dibagi ke dalam tiga domain, ranah atau kawasan yakni kognitif (cognitive), afektif (affective) dan psikomotor (psychomotor) (Notoatmodjo, 2007).

  Menurut Sunaryo (2004) dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil kognitif, efektif dan psikomotor yaitu : a. Cognitive domain diukur dari Pengetahuan (Knowledge)

  Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.Penginderaan terjadi melalui pencaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

  b. Affective domain diukur dari Sikap (Attitude) Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek.Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut praktek (practice) kesehatan atau dapat juga dikatakan perilaku kesehatan (overt behavior).

2.2 Pengetahuan (Knowledge)

2.2.1 Definisi Pengetahuan

  Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang cukup di dalam dominan kognitif mempunyai 6 tingkatan (Notoadmodjo, 2007) yakni :

  a. Tahu (Know) Tahu artinya sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (Recall) terhadap suatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

  b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar.

  c. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

  Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

  e. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam bentuk keseluruhan yang baru.

  Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

  f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.3 Sikap (Attitude)

2.3.1 Definisi Sikap

  Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup tersebut.Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian respon terhadap stimulus tertentu (Notoatmodjo, 2007).

  Tindakan berfungsi sebagai penerima objek.Dalam perannya, seseorang senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya melalui tindakannya.Dengan tindakan sehari-hari tersebut seseorang telah melakukan keputusan-keputusan sehubungan dengan objek atau stimulus yang dihadapi.Selain itu, tindakan dapat berfungsi sebagai pemberi pelayanan dalam memenuhi kebutuhan.Seseorang dapat bertindak positif terhadap suatu objek demi pemenuhan kebutuhannya.

  Sebaliknya bila objek tidak dapat memenuhi kebutuhannya maka ia akan berperilaku negatif (Notoatmodjo, 2007).

2.5 Ibu dan Balita

2.5.1 Ibu

  a. Definisi Indrawan (2000) menyatakan bahwa, ibu adalah orang tua perempuan seorang anak, baik melalui hubungan biologis maupun sosial.

  Umumnya, ibu memiliki peranan yang sangat penting dalam membesarkan anak. Panggilan ibu juga dapat diberikan untuk perempuan yang bukan orang tua kandung (biologis) dari seseorang yang mengisi peranan ini.

  Sebutan kata Ibu di Indonesia bisa diartikan sebagai seorang perempuan yang sudah memiliki anak. Juga bisa disematkan pada perempuan yang sudah menikah namun belum memiliki anak ataupun pada perempuan yang belum menikah namun sudah berumur matang. Sebutan ibu b. Peran Bila melihat kembali pada sifat kodrati ibu sebagai mahluk yang diberi kelebihan oleh Tuhan untuk mengandung, melahirkan dan menyusui bayinya maka kita akan menyadari bahwa tugas dan kewajiban ibu tidak akan lepas dari kewajiban merawat dan mengasuh anak-anaknya.

  Apalagi dengan adanya sifat keibuan, kelemahlembutan dan kesabaran serta ketegaran seorang wanita semakin membuktikan bahwa wanita secara kodrati memang sangat cocok untuk mengurus danmerawat keluarga.

  Menurut Sulistyawati (2009) berpendapat bahwa, seorang bayi dengan berbagai keterbatasannya sebagai makhluk yang baru dilahirkan ke dunia, memiliki banyak kebutuhan yang harus dipenuhi agar ia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Misalnya kebutuhan akan makanan yang bergizi, pakaian, kasih sayang, perhatian, stimulasi, kesempatan untuk berkembang dan sebagainya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat terpenuhi melalui peran aktif orang-orang yang dekat dengan bayi, terutama sosok ibu, sebagai orang yang telah mengandung dan melahirkannya ke dunia. Ibu sebagai lingkungan utama dan pertama bagi bayi, akan menjadi sosok yang sangat berarti bagi bayi. Hal ini terlihat, misalnya dalam aktivitas ibu pada waktu menyusui bayinya.Seorang bayi tidak hanya dapat terpenuhi kebutuhan makan dan minumnya. Tapi juga dapat menyusu. Hal ini sangat bermanfaat bagi bayi dalam mendukung tumbuhnya rasa percaya diri, optimisme dan kemandiriannya kelak.Hal ini sangat penting bagi anak sebagai modal dasar untuk dapat mengarungi kehidupannya dengan baik di era globalisasi yang penuh tantangan dan persaingan yang ketat (Priyatno, 2011). Aktivitas menyusui bayi merupakan salah satu contoh peran ibu yang sangat berarti bagi bayi yang sekaligus menunjukkan bagaimana peran seorang ibu tidak dapat digantikan oleh orang lain. Aktivitas menyusui bayi berbeda dengan aktivitas lain yang dapat digantikan oleh orang lain seperti menggantikan popok bayi, memandikan bayi, menyuapi bayi dan sebagainya (Salmah, 2006).

2.5.2 Balita

  a. Definisi Menurut Mochtar (1998) menyatakan bahwa, balita ialah perpanjangan dari kata bawah lima tahun. Balita merupakan salah satu periode usia manusia setelah bayi sebelum anak awal. Rentang usia balita dimulai dari dua sampai dengan lima tahun atau biasa digunakan perhitungan bulan yaitu usia 24-60 bulan. Periode usia ini disebut juga sebagai usia prasekolah.

  Balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit, utamanya penyakit infeksi. Salah satu penyakit infeksi pada balita b. Tingkatan Menurut Wijono (2011) menyatakan bahwa, balita merupakan salah satu periode usia manusia setelah bayi dan sebelum anak pra sekolah.

  Balita dibedakan dari tingkatan yaitu (1) bayi, ialah anak yang berumur antara 0 – 12 bulan dimulai dari masa lahir sampai menginjak usia 1 tahun. (2) anak batita, ialah anak yang berumur antara 13 – 36 bulan atau anak yang berumur lebih dari 1 tahun sampai dengan umur 3 tahun. (3) anak balita, ialah golongan usia anak yang telah berumur lebih 3 tahun sampai menginjak umur 5 tahun.

2.6 Diare

2.6.1 Definisi

  Diare adalah sebuah penyakit dimana penderita mengalami rangsangan buang air besar yang terus menerus dan tinja atau faeces yang masih memiliki kandungan air yang berlebihan (Wikipedia, 2011).

  Menurut Indiarti (2007) menyatakan bahwa, diare dapat menyerang siapa saja mulai dari balita sampai usia dewasa. Dikatakan diare ialah apabila kotoran yang keluar lebih dari 3 kali dengan kotoran cair atau tidak berbentuk.

  Diare adalah suatu keadaan dimana tinja menjadi lunak hingga cair dan terjadi berulang-ulang (lebih dari 3 kali dalam sehari).Diare dapat terjadi pada siapa saja, baik dewasa maupun anak-anak (Nagiga, 2009).

  Menurut Mansjoer (2009),diare merupakan defekasi encer lebih dari tiga tidak mempunyai selera makan, terkadang disertai mual dan muntah-muntah, demam terjadi jika ada infeksi bakteri atau virus dalam saluran pencernaan, badan terasa kering dan selalu haus untuk keadaan yang berat.

  Menurut Nagiga (2009) mengemukakan bahwa, gejala atau tanda pada balita yang mengalami diare ialah mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tak ada, kemudian timbul diare, tinja cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah kehijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defeksi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorsi oleh usus selama diare.

2.6.2 Penyebab

  Menurut Indiarti (2007) mengemukakan bahwa, penyebab diare pada balita sangat beragam, diantaranya ialahluka pada organ pencernaan, infeksi oleh mikroorganisme, alergi makanan, keracunan makanan, kelebihan vitamin C.

  Kemudian menurut Nagiga (2009) mengemukakan bahwa, penyebab diare secara umum ialah akibat infeksi dari virus, bakteri dan parasit yang berasal dari makanan atau minuman yang tercemar atau kotor, infeksi akibat dari penyakit lain yang sedang diderita seperti radang tenggorokan dan infeksi telinga, alergi terhadap makanan atau obat-obatan tertentu.,akibat dari pemanis buatan.

  Menurut Mansjoer (2009) menjelaskan bahwa, pada umumnya diare dan paling sering terjadi di Negara beriklim tropis seperti negeri kita. Jenis bakteri tersebut ialah bakteri gram negatif yang menghasilkan hydrogen sulfide yang beracun yang dapat menginfeksi manusia melalui makanan, pori-pori dan dari kotoran yang mengandung bakteri-bakteri tersebut.

  Salah mengkonsumsi makanan pun sering menjadi penyebab terjadinya diare. Seorang anak cenderung alergi terhadap jenis makanan tertentu bila salah satu atau kedua orang tuanya pengidap alergi terhadap makanan tersebut pula. Protein susu sapi merupakan bahan makanan terbanyak penyebab diare akibat reaksi alergi. Makanan lain penyebab timbulnya alergi ialah ikan, telur dan bahan pewarna atau pengawet (Indiarti, 2007).

  Menurut Mansjoer (2009) menyatakan bahwa, diare merupakan gejala dari luka, penyakit, alergi (fructose, lactose), memakan makanan yang asam pedas, atau bersantan secara berlebihan dan kelebihan vitamin C dan biasanya disertai sakit perut dan seringkali mual serta muntah. Ada kondisi lain yang melibatkan seperti defekasi yang melebihi 200 gram per hari.

  Hal itu terjadi ketika cairan yang tidak mencukupi diserap oleh usus besar. Sebagai bagian dari proses digestasi atau karena masukkan cairan, makanan tercampur dengan sejumlah besar air. Oleh karena itu makanan yang dicerna terdiri dari cairan sebelum mencapai usus besar. Usus besar menyerap air, meninggalkan material yang lain sebagai kotoran yang setengah padat. Bila usus besar rusak / radang penyerapan tidak terjadi dan hasilnya adalah kotoran yang berair (Nagiga, 2009). infeksi virus umum dalam beberapa hari dan paling lama satu minggu (Wikipedia, 2013).

  2.6.3 Dampak

  Menurut Nagiga (2009) berpendapat bahwa, penyakit diare yang terjadi tanpa adanya upaya kuratif dan rehabilitatif dapat mengakibatkan gejala perjalanan penyakit yang lebih serius. Diantaranya ialah seperti disentri, kolera, atau batulisme dan juga dapat menjadi indikasi sindrom kronis seperti penyakit

  

Crohn (penyakit peradangan menahun pada dinding usus dengan gejala awal yaitu

  diare menahun atau diare dalam waktu lama). Meskipun penderita apendisitis umumnya tidak mengalami diare tetapi kejadian timbulnya diare pada penderita apendisitis dapat menjadi gejala umum radang usus buntu.

  2.6.4 Upaya Pencegahan

  Menurut Indiarti (2007) berpendapat bahwa, upaya pencegahan diare bagi balita dapat dilakukan dengan cara sebagai berikutyaitu menjamin makanan terjaga kebersihan, biasakan untuk mensterilkan semua peralatan makan dan minum balita, semua anggota keluarga harus selalu mencuci tangan sebelum merawat atau melakukan kontak dengan balita, jika balita masih menyusui jagalah puting susu dengan selalu membersihkannya dengan kapas yang dicelup air hangat setiap kali akan menyusui, selalu membersihkan mainan balita secara berkala. balita. Namun adakalanya penyakit diare perlu mendapat perawatan dari medis diantaranya seperti diare pada balita, diare menengah atau berat pada anak-anak, diare yang bercampur dengan darah, diare yang terus terjadi lebih dari 2 minggu, diare yang disertai dengan penyakit umum lainnya seperti sakit perut, demam, kehilangan berat badan, dan lain-lain (Mansjoer, 2009).

2.6.5 Penanganan

  Menurut Indiarti (2007) mengemukakan cara penanganan diare pada balita ialah : a. Apabila anak masih menyusui jagalah puting susu dengan selalu membersihkannya dengan kapas yang dicelupkan air hangat setiap kali jika akan menyusui.

  b. Jika anak mengalami diare dalam kurun waktu 1 x 24 jam maka cukup diberikan oralit serta air minum yang cukup.

  c. Jika diare yang terjadi disertai disentri maka perlu diberikan obat antibiotik yang dapat diperoleh di tempat layanan kesehatan.

  d. Jika diare yang terjadi terus berlanjut dan semakin lama segera hubungi dokter karena mungkin membutuhkan obat dengan dosis lebih tinggi. Kemudian menurut Pillitteri (2002) menyatakan bahwa, cara penanganan diare pada balita ialah : a. Jika masih menyusui maka teruskan saja penyusuan. c. Ganti popok dengan sering dan cuci area tersebut dengan sabun dan air d. Segera bawa balita ke rumah sakit jika penurunan berat badannya mencapai 10%.

  e. Cegah balita yang terpapar diare dengan balita yang sehat lainnya.

  f. Cuci tangan jika telah selesai mencuci popok untuk mencegah penularan.

  g. Setelah 1 jam, orang tua harus mulai memberikan air atau larutan rehidrasi oral seperti Pedialyte dalam jumlah sedikit.

  h. Jika balita demam berikan obat penurun panas (antipiretik) Menurut Schwartz (2004) menyatakan bahwa penanganan diare pada balita ialah : a. Amati jika adanya darah yang keluar saat diare terjadi maka berikan antibiotik yang tepat dengan mengunjungi tempat layanan kesehatan.

  b. Batasi pemberian makanan yang berlemak serta bersifat asam.

  c. Jika balita mengalami alergi dengan laktose susu maka sebaiknya hentikan pemberian susu tersebut.

  d. Jika balita mengalami diare dalam jangka waktu lama maka sebaiknya periksakan ke tempat layanan kesehatan.

2.7 Kerangka Teoritis

  Asumsi peneliti dalam memilih judul penelitian ini ialah berlandaskan

  Notoatmodjo, 2007

  • Agen

  Kejadian Diare

  • Penjamu - Lingkungan - perilaku

Gambar 2.1 Kerangka Teoritis

2.8 Kerangka Konsep Penelitian

  Dari uraian landasan teori di atas, maka dapat disusun kerangka konsep penelitian ini dalam bentuk suatu paradigma penelitian. Paradigma penelitian merupakan pola fikir yang menunjukkan hubungan antar variabel yang akan diteliti (Sugiyono, 2005).

  Berdasarkan uraian pemikiran pola fikir tersebut maka dapat disusun variabel yang dibagi dalam bentuk variabel independen (bebas) dan variabel dependen (terikat) seperti skema berikut ini :

  Variabel Independen Variabel Dependen Pengetahuan Sikap Kejadian Diare Tindakan

  

Skema 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Hipotesis merupakan pernyataan sementara yang perlu diuji kebenarannya (Sabri, 2006). Hipotesis variabel independen yang akan diuji terhadap variabel dependen adalah sebagai berikut : Ada atau tidak pengaruh antara pengetahuan ibu tentang pencegahan diare terhadap kejadian diare pada balita.

  1. Ada pengaruh antara pengetahuan ibu tentang pencegahan diare terhadap kejadian diare pada balita.

  2. Ada pengaruh antara sikap ibu tentang pencegahan diare terhadap kejadian diare pada balita.

  3. Ada pengaruh antara tindakan ibu tentang pencegahan diare terhadap kejadian diare pada balita.

BAB III METODE PENELITIAN

  3.1 JenisPenelitian

  Jenis penelitian ini ialah penelitian survey analitik (analytical survey

  

research) yaitu suatu penelitian yang diarahkan untuk menjelaskan suatu keadaan

  atau situasi, yang dalam penelitian ini lebih difokuskan pada bagaimana pengaruh perilaku ibu tentang pencegahan diare pada balita dengan kejadian diare. Menurut Notoatmodjo (2007), survey analitik adalah survey atau penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi.

  3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

  3.2.1 Lokasi Penelitian

  Penelitian ini telah dilaksanakan di wilayah kerja UPTD Puskesmas Padang Panjang Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya.

  3.2.2 Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 12 – 25 September 2013.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

  Dalam penelitian ini objek yang merupakan populasi ialah seluruh responden yang bertempat tinggal di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Padang

3.3.2 Sampel

  Dalam penelitian ini sampel yang digunakan sebagai perwakilan dari populasi dapat ditentukan berdasarkan jumlah ibu yang bertempat tinggal di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Padang Panjang. Oleh sebab itu, jenis sampling yang digunakan ialah Probability Sampling dengan teknik pengambilan sampel yang digunakan random sampling (sampel acak). Teknik random sampel yang digunakan ialah pengambilan sampel secara acak sistematis (Systematic

  

Sampling) . Sebelum penentuan pengambilan sampel acak sistematis ini, terlebih

  dahulu menentukan jumlah sampel dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2007) yaitu : n =

  ( )

  n = ; n = 57,8 ≈58 jiwa

  ( . . )

  Ket : N = Besar Populasi, n = Besar Sampel, d = Tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan 0,1 (Notoatmodjo, 2007).

3.4 Metode Pengumpulan Data

  Jenis data yang dikumpulkan menurut sifat data adalah data kuantitatif (Riduwan, 2002) seperti misalnya umur dan data kualitatif yaitu status pekerjaan dan tingkat pendidikan serta perilaku ibu baik dalam domain kognitif, afektif dan psikomotorik. Menurut cara memperoleh data, data yang dikumpulkan yaitu data

  3.4.1 Data primer

  Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden yang meliputi :

  1. Karakteristik responden yaitu umur, status pekerjaan dan tingkat pendidikan.

  2. Variabel penelitian yaitu perilaku responden dan kejadian diare pada balita.

  3.4.2 Data sekunder

  Data sekunder ialah data yang dikumpulkan yang bersumber dari dokumen, bahan bacaan serta hasil penelitian yang didokumentasikan baik pada instansi tempat penelitian maupun perpustakaan-perpustakaan umum.

  Pengumpulan data ini menggunakan alat ukur kuesioner dan chek list. Kuesioner yang digunakan adalah jenis kuesioner tertutup atau berstruktur dimana kuesioner tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga responden hanya tinggal memilih atau menjawab pada jawaban yang sudah ada. Checklist yang digunakan ialah chek list tertutup dengan pilihan setuju atau tidak setuju pada lembar pernyataan sikap dan pilihan diare atau tidak diare pada lembar pernyataan status kejadian diare pada balita. Jumlah soal dengan menggunakan alat ukur angket dan chek list pada variabel perilaku ialah 20 soal yang terdiri dari 10 pertanyaan pengetahuan tentang pencegahan diare, 5 pernyataan sikap tentang pencegahan diare dan 5 pertanyaan tindakan tentang pencegahan diare serta lembar hasil

3.5 Defenisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel

  2. Baik : Ordinal

  2. Tidak ada pencegahan : Ordinal

  : Aktifitas ibu dalam melakukan upaya pencegahan diare pada balita : Wawancara : Kuesioner : 1. Ada pencegahan

  3. Variabel : Tindakan Defenisi Cara ukur Alatukur Hasilukur Skala Ukur

  2. Positif : Ordinal

  : Persepsi ibu mengenai upaya pencegahan diare pada balita : Wawancara : Kuesioner : 1. Negatif

  2. Variabel : Sikap Defenisi Cara ukur Alatukur Hasilukur Skala Ukur

Tabel 3.1 : Defenisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel

  No. Variabel Dependen

  1. Variabel : Pengetahuan Defenisi Cara ukur Alatukur Hasilukur Skala Ukur

  

Variabel Independen

  2. Tidak Diare : Ordinal

  : Observasi : LembarChek list : 1. Diare

  : Suatu keadaan pada balita dengan status menderita penyakit diare atau tidak menderita diare sesuai dengan pemeriksaan tenaga medis

  1. Variabel : Kejadian Diare Defenisi Cara ukur Alatukur Hasilukur Skala Ukur

  : Wawasan yang dimiliki oleh ibu tentang pencegahan diare pada balita : Wawancara : Kuesioner : 1. Kurang

3.6 Aspek Pengukuran

3.6.1 Perilaku

  3.6.1.1 Pengetahuan

  Sebelum menentukan kategori baik dan kurang pada angket variable pengetahuan terlebih dahulu ditentukan kriteria yang dijadikan patokan penilaian pengetahuan menurut Arikunto (2006), yaitu :

  1. Skor jawabanyang benar adalah 1

  2. Skor jawabanyang salah adalah 0 Untuk penilaian skor kategori baik atau kurang tentang pengetahuan mengenai pencegahan diare ialah dengan menggunakan rumus median sebagai nilai tengah pengamatan kategori. Maka dengan menggunakan rumus diperoleh hasil :

  Median = = = 5,5 ≈6 Kesimpulan : a. Nilai tingkat kategori pengetahuan yang baik ialah > 6

  b. Nilai tingkat kategori pengetahuan yang kurang ialah ≤6

  3.6.1.2 Sikap

  Untuk skor penilaian sikap merujuk pada ketentuan penilaian sikap menurut Hidayat (2008) yaitudengan menyatakan bentuk pernyataan positif atau pernyataan negatif. Sebelum menyatakan bentuk pernyataan sikap dalam penelitian ini peneliti menggunakan ketentuan nilai menurut skala likert dengan a. Sangat Setuju (SS) diberikan skor 4

  b. Setuju (S) diberikan skor 3

  c. Tidak Setuju diberikan skor 2

  d. Sangat Tidak Setuju diberikan skor 1 Kemudian dengan menggunakan rumus median maka dapat ditentukan nilai tengah observasi pada lembar chek list sikap mengenai nilai sikap positif dan negatif. Rumus median adalah sebagai berikut :

  Median = = = 10,5 ≈11 Kesimpulan : Nilai Sikap Positif jika nilai yang diperoleh ialah > 11

  Nilai Sikap Negatif jika nilai yang diperoleh ialah ≤11

3.6.1.3 Tindakan

  Untuk penilaian skor kategori ada pencegahan atau tidak ada pencegahan diare pada ibu ialah jika ibu ada melaksanakan tindakan pencegahan diare diberikan skor 1 dan ibu yang tidak melaksanakan tindakan pencegahan diare diberikan skor 0. Dengan menggunakan rumus median sebagai nilai tengah pengamatan kategori. Maka diperoleh hasil :

  Median = = = 3 Kesimpulan : Nilai Tindakan ibu yang ada pencegahan diare ialah > 3

  Nilai Tindakan ibu yang tidak ada pencegahan diare ialah ≤3

3.6.2 Kejadian Diare Pada Balita

  Kemudian untuk hasil pengukuran hanya dilakukan dengan melakukan pengamatan secara langsung pada hasil diagnosa tenaga medis di tempat penelitian. Dengan itu maka dapat ditentukan nilai untuk hasil diagnosa status kejadian diare pada balita sebagai berikut :

  1. Nilai 1 untuk kategori Tidak Diare, yaitu jika balita tidak menderita diare.

  2. Nilai 0 untuk kategori Diare, yaitu jika balita menderita diare.

3.7 Teknik Analisa Data

  Teknik analisa data dapat diakumulasikan dalam analisis data univariat dan bivariat.

  3.7.1 Analisis Univariat

  Analisa univariat digunakan untuk melihat distribusi, frekuensi dari setiap variabel yang diteliti baik variabel bebas maupun variabel terikat.

  3.7.2 Analisis Bivariat

  Analisa bivariat digunakan untuk menguji hipotesis dengan menentukan hubungan variabel bebas dengan variabel terikat melalui uji statistik chi-square (

  2

  χ ) untuk memperoleh hubungan yang bermakna pada variabel penelitian dengan menggunakan rumus:

  Keterangan : χ

  2

  0,05)

  α

  3. Derajat Kepercayaan = 95% (

  tabel, artinya ada pengaruh antara variabel yang diteliti dengan perilaku ibu tentang pencegahan dengan kejadian diare pada balita di UPTD Puskesmas Padang Panjang Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya

  2

  hitung < dari χ

  2. Ho, diterima apabila χ

  2

  tabel, artinya tidak ada pengaruh antara variabel yang diteliti dengan perilaku ibu tentang pencegahan dengan kejadian diare pada balita di UPTD Puskesmas Padang Panjang Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya

  

2

  hitung > dari χ

  2

  1. Ho, ditolak apabila χ

  Adapun ketentuan yang dipakai adalah:

  = Chi-Square O = Nilai Pengamatan E = Nilai Yang Diharapkan

  4. Derajat Kebebasan (DK) = (K-1) (B-1)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

  4.1. Gambaran Umum

  4.1.1. Keadaan Geografis

  Puskesmas Padang Panyang terletak di desa Padang Panjang kecamatan

  2 Kuala Pesisir kabupaten Nagan Raya, dengan luas wilayah 15 KM x 7KM ) atau

  10.500 Hektar. Adapun batas-batas wilayah kerja Puskesmas padang Panyang adalah :

  1. Sebelah utara berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Padang Rubek

  2. Sebelah selatan berbatas dengan wilayah kerja Puskesmas Simpang Jaya

  3. Sebelah timur berbatas dengan wilayah kerja Puskesmas Ujong Patihah

  4. Sebelah barat berbatas dengan lauatan Hindia Secara geografis wilayah kerja puskesmas padang panjang merupakan daerah tropis dan daerah pesisir.

  4.1.2. Keadaan penduduk

  Jumlah penduduk dalam wilayah kerja puskesmas padang panjang kecamatan kuala pesisir kabupaten nagan raya sebanyak 11.059 jiwa terdiri dari 4.379 KK dan 12 Desa.

  4.1.3. Visi dan Misi puskesmas Padang Panyang kecamatan Kuala Pesisir

4.1.3.1.Visi

4.1.3.2.Misi

  1. Mengerakkan pembangunan berwawasan kesehatan dengan menggalakkan revitalisasi posyandu

  2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat diwilayah kerja Pusekesmas Padang Panjang.

  3. Meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkuan pelayanan kesehatan diselenggarakan di puskesmas Padang Panjang.

  4. Meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat beserta lingkungan dalam upaya mencegah dan menyembuhkan penyakit serta pemulihan kesehatan perorangan, keluarga, da masyarakat dalam wilayah puskesmas Padang Panjang

  5. Meningkatkan disiplin apatarur Pemerintah

  6. Melaksanakan pelayanan kesehatan bernuansa Islami (senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun).

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Analisis Univariat

  Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan dari tanggal 12 – 25 September 2013, mengenai pengaruh perilaku ibu tentang pencegahan terhadap kejadian diare pada balita di UPTD puskesmas Padang panjang kecamatan Kuala Pesisir kabupaten Nagan Raya, maka diperoleh hasil penelitian sebagai berikut :

Tabel 4.1 :Data Distribusi pengetahuan pengaruh prilaku ibu tentang pencegahan terhadap kejadian diare pada balita di UPTD

  Puskesmas Padang Panjang Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya tahun 2013.

  No Pengetahuan Frekuensi %

  1 Kurang 25 43,1

  2 Baik 33 56,9 58 100 Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari 58 orang responden tingkat pengetahuan yang tidak baik adalah 25(43,1%) dan tingkat pengetahuan yang baik adalah 33 (56,9%).

Tabel 4.2 : Data Distribusi sikap pengaruh prilaku ibu tentang pencegahan terhadap kejadian diare pada balita di UPTD Puskesmas

  Padang Panjang Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya tahun 2013.

  No Sikap Frekuensi %

  1 Negatif 25 43,1

  2 Positif 33 56,9 58 100 Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari 58 orang responden didapatkan sikap yang negatif adalah 25 (43,1%) dan sikap yang positif adalah 33 (56,9%).

Tabel 4.3 : Data Distribusi tindakan pengaruh perilaku ibu tentang pencegahan terhadap kejadian diare pada balita di UPTD

  Puskesmas Padang Panjang Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya tahun 2013.

  No Tindakan Frekuensi %

  1 Tidak ada pencegahan 22 37,9

  2 Ada pencegahan 36 62,1 58 100 Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari 58 orang responden diperoleh tindakan yang tidak ada pencegahan adalah 22 (37,9%) dan tindakan yag ada pencegahan sebanyak 36 (62,1%).

Tabel 4.4 : Data Distribusi kejadian diare.

  No Kejadian Diare Frekuensi %

  1 Diare 31 53,4

  2 Tidak diare 27 46,6 58 100 Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari 58 orang responden diperoleh yang terkena diare sebanyak 31 (53,4%) dan tidak ada diare sebanyak 27

  (46,6%).

4.2.2 Analisa Bivariat

Tabel 4.5 :Pengetahuan pengaruh perilaku ibu tentang pencegahan terhadap diare pada balita di UPTD Puskesmas Padang Panjang

  Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya tahun 2013.

  No Kejadian Diare Total Pengetahuan

  Diare Tidak Diare N % N % N %

  1 Baik 13 41,9 18 58,1 31 100

  2 Kurang 18 66,7 9 33,3 27 100 Total 31 53,4 27 46,6 58 100

  Df = 1, p 0,105 > 0,05 Dari tabel 4.5 dapat kita simpulkan bahwa 31 reponden di UPTD puskesmas

  Padang panjang kecamatan Kuala Pesisir kabupaten Nagan Raya yang memiliki tingkat pengetahuan baik terdapat 13 responden (41,9%) yang ada kejadian Diare dan 18 responden (58,1%) yang tidak ada kejadian diare. Selanjutnya dari 27 reponden di UPTD puskesmas Padang panjang kecamatan Kuala Pesisir kabupaten Nagan Raya yang memiliki tingkat pengetahuan kurang terdapat 18 responden (66,7%) yang ada kejadian diare dan 9 responden (33,3%) yang tidak ada kejadian diare.

  Hasil analisi statistik dengan mengggunakan uji chi-square pada derajat kemaknaan 95% (α = 0,05) pengaruh pengetahuan perilaku ibu tentang pencegahan terhadap kejadian diare pada balita menunjukkan nilai p 0,105 > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan tidak ada pengaruh perilaku ibu tentang pencegahan terhadap kejadian diare pada balita.

Tabel 4.6 :Pengaruh Sikap dengan perilaku ibu tentang pencegahan terhadap kejadian diare pada balita di UPTD Puskesmas

  Padang Panjang Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya tahun 2013.

  No Kejadian Diare Total Sikap

  Diare Tidak Diare N % N % N %

  1 Postif 13 39,4 20 60,6 33 100

  2 Negatif 18 72,0 7 28,0 25 100 Total 31 53,4 27 46,6 58 100

  Df = 1, p 0,028 < 0,05 Dari tabel 4.6 dapat kita simpulkan bahwa 33 reponden di UPTD puskesmas

  Padang panjang kecamatan Kuala Pesisir kabupaten Nagan Raya yang memiliki sikap positif terdapat 13 responden (39,4%) yang ada kejadian Diare dan 20 responden (60,6%) yang tidak ada kejadian diare. Selanjutnya dari 25 reponden di UPTD puskesmas Padang panjang kecamatan Kuala Pesisir kabupaten Nagan Raya yang memiliki sikap negatif terdapat 18 responden 72,0%) yang ada kejadian diare dan 7 responden (28,0%) yang yang tidak ada kejadian diare.

  Hasil analisi statistik dengan mengggunakan uji chi-square pada derajat kemaknaan 95% (α = 0,05) pengaruh sikap perilaku ibu tentang pencegahan terhadap kejadian diare pada balita menunjukkan nilai p 0,028 < 0,05, dapat disimpulkan bahwa sikap ada pengaruh perilaku ibu tentang pencegahan terhadap kejadian diare pada balita.

Tabel 4.7 :Tindakan prilaku pengaruh ibu tentang pencegahan terhadap kejadian diare pada balita di UPTD Puskesmas Padang Panjang

  Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya tahun 2013.

  No Kejadian Diare Total Tindakan

  Diare Tidak Diare N % N % N %

  1 Ada pencegahan 16 72,7 6 27,3 22 100

  2 Tidak ada pencegahan 15 41,7 21 58,3 36 100 Total 31 65,5 27 46,6 58 100

  Df = 1, p 0,042 < 0,05 Dari tabel 4.7 dapat kita simpulkan bahwa 22 reponden di UPTD puskesmas

  Padang panjang kecamatan Kuala Pesisir kabupaten Nagan Raya yang tindakan pencegahan terdapat 16 responden (72,7%) yang ada kejadian Diare dan 6 responden (27,3%) yang tidak ada kejadian diare. Selanjutnya dari 36 reponden di UPTD puskesmas Padang panjang kecamatan Kuala Pesisir kabupaten Nagan Raya yang tindakan tidak ada pencegahan terdapat 15 responden (41,7%) yang ada kejadian diare dan 21 responden (58,3%) yang tidak ada kejadian diare.

  Hasil analisi statistik dengan mengggunakan uji chi-square pada derajat kemaknaan 95% (α = 0,05) pengaruh tindakan dengan perilaku ibu tentang pencegahan terhadap kejadian diare pada balita menunjukkan nilai p 0,042 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa tindakan ada pengaruh perilaku ibu tentang pencegahan terhadap kejadian diare pada balita.

4.3 Pembahasan

  

4.3.1 Pengaruh Pengetahuan perilaku ibu tentang pencegahan terhadap

kejadian diare pada balita di UPTD Puskesmas Padang Panjang

Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya tahun 2013.

  Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, hal ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran , rasa dan raba. Sebahagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga, merupakan domain untuk terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). Tingkat pengetahuan sangat mempengaruhi perilaku ibu dalam pencegahan kejadian diare, karena tanpa pengetahuan yang baik ibu tidak tahu bagaimana cara dalam pencegahan kejadian diare.

  Dari 58 responden di UPTD puskesmas Padang Panjang kecamatan Kuala Pesisir kabupaten Nagan Raya, responden tingkat pengetahuan yang tidak baik adalah 25 (43,1%) dan tingkat pengetahuan yang baik adalah 33 (56,9%).

  Berdasarkan hasil penelitian dengan analisa bivariat mengggunakan uji chi-

  

square pada derajat kemaknaan 95% (α = 0,05) pengaruh pengetahuan perilaku

  ibu tentang pencegahan terhadap kejadian diare pada balita menunjukkan nilai p 0,105 > 0,05, dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh pengetahuan ibu tentang pencegahan diare terhadap kejadian diare pada balita.

  

4.3.2 Pengaruh sikap perilaku ibu tentang pencegahan terhadap kejadian

diare pada balita di UPTD puskesmas Padang panjang kecamatan Kuala Pesisir kabupaten Nagan Raya tahun 2013

  Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup tersebut.Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian respon terhadap stimulus tertentu (Notoatmodjo, 2007).

  Dari 58 responden di UPTD puskesmas Padang Panjang kecamatan Kuala Pesisir kabupaten Nagan Raya, responden yang sikap negatif adalah 25 (43,1%) dan sikap yang positif adalah 33 (56,9%).

  Berdasarkan hasil penelitian dengan analisa bivariat mengggunakan uji