MUTIARA DIEN SAFITRI BAB II

  BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN TEORI MEDIS

  1. Definisi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Bayi BBLR adalah bayi dengan berat badan kurang dari 2.500 gram tanpa memandang usia masa kehamilan (Atikah, 2010; h. 1).

  Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2.499 gram) (FKUI, 2007; h. 1051).

  Bayi berat lahir rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang beat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai 2499 gram) (Saifudin, 2007; h. 376).

  Jadi, yang dimaksud dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2.500 gram tanpa memandang masa gestasinya.

  2. Klasifikasi dan Karakteristik Ada beberapa cara dalam mengelompokkan bayi BBLR yaitu

  a. Menurut harapan hidupnya : 1) Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) berat lahir 1500-2500 gram, 2) Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) berat lahir < 1500 gram,

  3) Bayi Berat Lahir Ekstrim Rendah (BBLER) berat lahir < 1000 gram (Saifudin, 2007; h. 376).

  b. Menurut masa gestasinya 1) Prematuritas murni

  Masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi berat atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan (NKB-SMK)

  Karekteristik klinik :

  a)

Berat badan ≤ 2500 gram, panjang badan ≤ 45 cm,lingkar dada ≤ 30 cm, lingkar kepala ≤ 33 cm

  b) Umur kehamilan kurang dari 37 minggu,

  c) Kepala relatif lebih besar dari badannya,

  d) Kulit tipis, transparan,

  e) Lanugo banyak,

  f) Lemak subkutan kurang,

  g) Sering tampak peristaltik usus,

  h) Tangisnya lemah dan jarang, i) Pernapasan tidak teratur (Hanifa, 2007; h. 777). j) Refleks tonic neck lemah dan refleks morro dapat positif, reflex menghisap dan menelan belum sempurna, k) Rambut biasanya tipis, halus dan teranyam, l) Bayi lebih banyak tidur daripada bangun, m) Putting susu belum terbentuk dengan baik, n) Bila perempuan labia minora belum tertutup oleh labia mayora, dan pada bayi laki-laki skrotum belum banyak lipatan, testis kadang belum turun (FKUI, 2007; h. 1053). o) Tulang rawan telinga masih sangat lunak (Atikah, 2010; h.

  2). 2) Dismaturitas

  Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi itu. Berat bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterine dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya (KMK) (Atikah, 2012; h. 4-5).

  Karakteristik klinik :

  a)

Berat badan ≤ 2500 gram, panjang badan ≤ 45 cm,lingkar dada ≤ 30 cm, lingkar kepala ≤ 33 cm (Hanifa, 2007; h

  777).

  b) Umur bayi dapat cukup bulan, kurang atau lebih bulan, tetapi beratnya kurang dari 2500 gram, c) Gerakannya cukup aktif, tangisan cukup kuat,

  d) Kulit keriput, lemak dibawah kulit tipis,

  e) Bayi perempuan bila cukup bulan labia mayora menutupi labia minora, f) Bayi laki-laki testis mungkin telah turun, rajah telapak kaki lebih dari 1/3 bagian, g) Menghisap cukup kuat (Atikah, 2010; h. 3).

  Tabel. 2.1 . Karakteristik yang membedakan antara BBLR prematuritas murni dan dismaturitas (retardasi pertumbuhan)

  Prematur Dismatur (biasanya kecil), kurus, letargis (mengantuk) Panjang, kurus, atrofik tetapi kuat Tonus otot jelek; terhadap rotasi kepala atau gerakan pasif tungkai tidak ada Tonus otot baik Kulit tembus pandang dan mengkilap, telapak tangan dan kaki tidak mempunyai garis-garis alur serta ditutupi oleh lanuo yang halus

  Kulit kering dan pecah-pecah, kuku keras, kartilago telinga, jaringan payudara garis-garis alur pada telapak tangan dan kaki terdapat semuanya. Reflek tidak ada atau jelek; reflek menghisap tidak ada atau jelek; reflek batuk, reflek menggenggam, reflek morro jelek

  Semua reflek terdapat, bayi menghisap dengan kuat dan tampak lapar (sering terlihat ‘kelaparan’)

  Sumber : Perawatan Maternitas hal. 214 Gambar 1 Kurva yang Memperlihatkan Hubungan Antara Berat Badan dan Masa Gestasi Sumber: Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak hal. 1049

  3. Etiologi dan Faktor Predisposisi Penyebab terjadinya bayi BBLR secara umum bersifat multifaktorial, sehingga kadang mengalami kesulitan untuk melakukan tindakan pencegahan, namun penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Semakin muda usia kehamilan, semakin besar resiko jangka pendek dan jangka panjang dapat terjadi (Atikah, 2010; h. 5). Persalinan prematur dapat disebabkan oleh faktor keluarga/ orang tua yang juga pernah melahirkan prematur (Saifuddin, 2007; h. 301).

  Berikut adalah faktor predisosisi terjadinya bayi BBLR yaitu

  a. Faktor ibu 1) Penyakit

  a) Mengalami kompliksi kehamilah, seperti : (1) Hipertensi, preeklamsi dan eklamsi

  Pada plasenta ibu hamil yang menderitan hipertensi, preeklamsia/ eklamsia terdapat spasmus arteriola spiralis desidua yang menyebabkan menurunnya aliran darah ke plasenta (Hanifa, 2007; h.

  283). Hipertensi pada ibu hamil dapat disebabkan oleh faktor keturunan dan kegemukan (Hanifa, 2007; h.

  445). (2) Infeksi selama kehamilan

  Infeksi virus tertentu berhubungan dengan gangguan pertumbuhan janin (IDAI, 2010;h. 16).

  Infeksi virus, bakteri, protozoa dianggap menjadi penyebab 5 persen kasus pertumbuhan janin terhambat. Paling terkenal adalah infeksi yang disebabkan oleh rubella dan sitomegalovirus (Cunningham, 2006; h. 834).

  (a) Sitomegalovirus dikaitkan dengan sitolisis langsung dan kehilangan sel-sel fungsional (Cunningham, 2006; h. 834). (b) Rubella menyebabkan insufisiensi vaskular dengan merusak endotelium pembuluh darah kecil

  (Cunningham, 2006; h. 834). (c) Hepatitis A dan B menyebabkan pelahiran preterm, tetapi juga dapat menimbulkan efek simpang pada pertumbuhan janin (Cunningham, 2006; h. 834). Hepatitis A dan B dapat menimbulkan gangguan umum karena fungsi hati dalam mengatur nutrisi kurang sehingga dapat menimbulkan prematuritas (Manuaba, 2007; h.

  425). (d) Listeriosis, tuberkulosis telah dilaporkan menyebabkan hambatan pertumbuhan janin

  (Cunningham, 2006; h. 834). (e) Sifilis menyebabkan plasenta hampir selalu bertambah berat dan ukurannya akibat edema dan peradangan perivaskular (Cunningham, 2006; h. 834).

  (3) Anemia dan gangguan gizi Anemia dapat mengakibatkan kematian janin dalam kandungan, cacat bawaan, BBLR (Maria, 2010; h. 99).

  b) Menderita penyakit seperti (1) Penyakit ginjal kronis

  Penyakit ginjal dapat disertai oleh hambatan pertumbuhan janin (Cunningham, 2006; h. 834).

  (2) TORCH Bayi-bayi yang menderita infeksi rubella congenital dan sitomegalovirus (CMV) umumnya terjadi gangguan pertumbuhan janin, tidak tergantung pada umur kehamilan saat mereka dilahirkan (IDAI, 2010; h.

  16). 2) Umur

  Angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia ibu dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun dan multigravida yang jarak kelahirannya terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun) (Atikah, 2010; h. 5).

  BBLR dapat disebabkan oleh pernikahan usia muda, karena terjadi kompetisi makanan antara janin dan ibu hamil yang justru masih dalam masa pertumbuhan (Maria, 2010; h. 106).

  3) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya (Atikah, 2010; h. 5).

  Resiko hambatan pertumbuhan meningkat pada kehamilan berikutnya (Cunningham, 2006; h. 841).

  4) Keadaan sosial ekonomi

  a) Kejadian BBLR yang tinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi yang rendah (Mitayani, 2009; h. 173).

  b) Mengerjakan aktivitas fisik beberapa jam tanpa istirahat (Atikah, 2010; h. 5).

  c) Keadaan gizi yang kurang baik Ibu dengan berat badan kurang sering kali melahirkan bayi yang berukuran lebih kecil dari pada yang dilahirkan ibu dengan berat normal atau berlebihan (IDAI, 2010; h. 16).

  Kondisi anak saat lahir sangat bergatung pada mutu gizi sewaktu mengandung. Kekurangan gizi sewaktu dalam kandungan dapat menyebabkan BBLR (Maria, 2010; h. 1053). 5) Pengawasan antenatal yang kurang

  Pengawasan antenatal yang kurang merupakan penyebab terjadinya BBLR (FKUI, 2007; h. 1052). Riwayat dasar kunjungan ulang dibuat untuk mendeteksi tiap gejala atau keluhan atau ketidaknyamanan yang mungkin dialami ibu hamil sejak kunjungan terakhirnya. Ibu hamil ditanyakan gerak janin, keluhan-keluhan dan dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui pertumbuhan janin di dalam kandungan (Fraser, 2009; h.272).

  6) Sebab lain Ibu hamil dengan ketergantungan rokok, alkohol, dan obat lainnya dapat menimbulkan gangguan sirkulasi retro- plasenter sehingga dapat mengakibatkan BBLR (Manuaba, 2007; h. 425).

  a) Ibu perokok Rokok mengandung ribuan zat kimia dan beracun, antara lain karbonmonoksida (CO), sianida, dan nikotin yang mengakibatkan janin kekurangan oksigen dan kukurangan asupan makanan yang bergizi (Suwignyo, 2010; h. 5).

  b) Ibu peminum alkohol Alkohol mempunyai pengaruh yang buruk pada kandungan dan masuk ke janin melalui aliran darah

  (Suwignyo, 2010; h. 5).

  b. Faktor janin 1) Kehamilan ganda/ kembar (gemelli)

  Merupakan keadaan klinis yang menyebabkan aliran darah plasenta menjadi buruk, sehingga terjadi penurunan aliran darah uteroplasenta sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin (IDAI, 2010; h. 16).

  Keluarga tertentu mempunyai kecenderungan untuk melahirkan bayi kembar (Hanifa, 2007; h. 387)

  2) Hidramnion umumnya akan mengakibatkan lahir bayi BBLR (FKUI, 2007; h. 1052).

  3) Kelainan kogenital yang berat Bayi yang menderita kelainan kongenital yang berat seringkali mengalami retardasi pertumbuhan sehingga berat badan lahirnya rendah (FKUI, 2007; h. 1050). 4) Kelainan kromosom janin

  Trisomi 21 dan 16 dapat mengganggu tumbuh kembang muskulus arterioli sehingga menimbulkan gangguan sirkulasi darah retero plasenter dan menyebabkan BBLR (Manuaba, 2007; h. 425).

  Gangguan pertumbuhan janin umumnya ringan pada janin trisomi 21. Setelah trimester pertama, panjang semua tulang panjang pada janin dengan trisomi 21 lebih pendek dari janin normal (Cunningham,2006; h. 834).

  Bercak-bercak trisomi 16 di plasenta menyebabkan insufisiensi plasenta yang mungkin menyebabkan banyak kasus gangguan pertumbuhan janin (Cunningham,2006; h. 834). 5) Ketuban pecah dini

  Persalinan prematur merupakan salah satu komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini (Saifudin, 2008; h.678). Ketuban pecah dini dapat menyebabkan terjadinya BBLR dikarenakan apabila ketuban pecah pada umur kehamilan yang masih preterm yang diharuskan untuk diakhiri persalinannya kemungkinan besar dapat melahirkan bayi dengan BBLR. ( Sarwono, 2008 : h. 678).

  Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intreuterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks (Saifuddin, 2007; h. 218)

  c. Faktor plasenta Keadaan yang mempengaruhi pertumbuhan janin ditinjau dari faktor plasenta ialah besar dan berat plasenta, tempat melekat plasenta pada uterus, tempat insersi tali pusat, kelainan plasenta misalnya tumor, infark, kelainan umbilicus (FKUI, 2007; h. 1051).

  Plasenta previa dapat mengganggu pertumbuhan, walaupun biasanya tidak jauh lebih kecil dari janin normal (Cunningham, 2006; h. 835).

  Plasenta yang tumbuh dan berkembang kurang subur dapat menyebabkan kelahiran prematur, dan BBLR (Syafrudin, 2009; h. 6).

  d. Faktor lingkungan (bertempat tinggal di dataran tinggi) Janin dari wanita yang tinggal di dataran tinggi biasanya mempunyai berat badan lebih rendah daripada mereka yang dilahirkan oleh ibu yang tinggal di dataran rendah, hal ini disebabkan karena jika terpajan pada lingkungan yang hipoksis secara kronis janin akan mengalami penurunan berat badan yang signifikan (Cunningham, 2006; h. 835).

  4. Komplikasi

  a. Komplikasi prematuritas murni 1) Hipotermi

  Dalam kandungan, bayi berada dalam suhu lingkungan yang normal dan stabil yaitu 36 ⁰C sampai 37⁰C. segera setelah lahir sebaiknya bayi dihadapkan pada suhu lingkungan yang lebih rendah. Perbedaan suhu ini memberi pengaruh pada kehilangan panas tubuh bayi. Selain itu hipotermi dapat terjadi karena kemampuan untuk mempertahankan panas dan kesanggupan menambah produksi panas sangat terbatas karena pertumbuhan otot – otot belum memadai, lemak subkutan yang sedikit, belum matangnya system saraf pengatur suhu tubuh, luas permukaan tubuh relative lebih besar dibanding dengan berat badan sehingga mudah kehilangan panas. 2) Syndrom gawat nafas

  Kesukaran nafas pada bayi prematur dapat disebabkan belum sempurnanya pembentukan membran hialin surfaktan paru yang merupakan suatu zat yang dapat menurunkan tegangan dinding alveoli paru. Pertumbuhan surfaktan paru mencapai maksimum pada minggu ke 35 kehamilan.

  Defisiensi surfaktan menyebabkan gangguan kemampuan paru untuk mempertahankan stabilitasnya, alveolus akan kembali kolaps pada akhir ekspirasi sehingga untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan tekanan negativ intratoraks yang lebih besar yang disertai usaha inspirasi yang kuat.

  3) Hipoglikemi Penyelidikan kadar gula darah pada 12 jam pertama menunjukan bahwa hipoglikemi dapat terjadi sebanyak 50 % pada bayi matur. Glukosa merupakan sumber utama energy selama masa janin. Kecepatan glukosa yang diambil janin tergantung dari kadar gula darah ibu karena terputusnya hubungan plasenta dan janin yang menyebabkan terhentinya pemberian glukosa. Bayi aterm dapat mempertahankan kadar gula darah 50 – 60 mg/dl.

  4) Infeksi Pemindahan substansi kekebalan dari ibu ke janin terjadi pada minggu terakhir kehamilan. Bayi prematur mudah terjadi infeksi karena imunitas humoral dan seluler masih kurang hingga bayi mudah menderita infeksi. Selain itu, karena kulit dan selaput lendir membran tidak memiliki perlindungan seperti bayi cukup bulan.

  5) Hiperbillirubinemia Hal ini dapat tejadi karena belum maturnya fungsi hepar.

  Kurangnya enzim glukorinil transferase sehingga konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk belum sempurna, dan kadar albumin darah yang berperan dalam transportasi bilirubin dari janin ke hepar kurang. Kadar bilirubin yang normal pada bayi prematur 10 mg/dL. Hiperbilirubinemia pada prematur bila tidak segera ditangani dapat menjadi kern ikterus yang akan menimbulkan gejala sisa yang permanen ( Asrining, 2003; h.

  42-45 ).

  b. Komplikasi dismaturitas 1) Sindrom aspirasi mekonium

  Kesulitan pernafasan yang sering ditemukan pada bayi dismatur ialah sindrom aspirasi mekonium. Keadaan hipoksia intrauterin akan mengakibatkan janin mengadakan “gasping” dalam uterus. Selain itu mekonium akan dilepaskan ke dalam likuor amnion seperti yang sering terjadi pada “subacute fetal distress”. Akibatnya cairan yang mengandung mekonium yang lengket itu masuk ke dalam paru janin karena inhalasi. Pada saat lahir bayi akan menderita gangguan pernafasan yang sangat menyerupai sindrom gangguan pernafasan idiopatik. Pengobatannya sama dengan pengobatan sindrom gangguan pernafasan idiopatik ditambah dengan pemberian antibiotika.

  2) Hipoglikemia Keadaan ini terutama pada bayi laki-laki. Penyebabnya belum jelas, tetapi mungkin sekali disebabkan oleh persediaan glikogen yang sangat kurang pada bayi dismaturitas. Gejala klinisnya tidak khas, kemudian dapat terjadi “jitteriness”

  (tampak seperti kaget), “twitching”, serangan apnu, sianosis, pucat, tidak mau minum, lemas, apatis dan kejang (“fit”).

  Diagnosis dapat dibuat dengan melakukan pemeriksaan gula darah. Bayi cukup bulan dinyatakan menderita hipoglikemia bila kadar gula darahnya kurang dari 30 mg%, sedangkan bayi BBLR bila kadar gula darahnya 20% 4 ral/kg BB, kemudian disusul dengan pemberian infus glukosa 10%.

  3) Hiperbilirubinemia Bayi dismatur lebih sering mendapat bayi bilirubinemia dibandingkan dengan bayi yang sesuai dengan masa gestasi.

  Hal ini mungkin disebabkan gangguan pertumbuhan hati. Menurut Greenwald hati bayi dismatur beratnya kurang dibanding dengan bayi biasa (FKUI, 2007; h. 1056-1057)

  4) Hipotermia Terjadi karena luas permukaan tubuh relatif lebih besar dibanding dengan berat badan sehingga mudah kehilangan panas ( Asrining, 2003; h. 42).

  5. Diagnosa Untuk menegakkan diagnosa dalam kasus BBLR dapat diketahui dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

  a. Anamnesis Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamnesis untuk mencari etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap BBLR; 1) Umur ibu (Atikah, 2010; h. 5) 2) Riwayat HPHT (Atikah, 2010; h. 4) 3) Riwayat persalinan sebelumnya (Atikah, 2010; h. 5) 4) Penyakit yang diderita selama hamil a) Hipertensi, preeklamsi dan eklamsi (Hanifa, 2007; h. 283).

  b) Infeksi selama kehamilan (Cunningham, 2006; h. 834).

  c) Anemia dan gangguan gizi (Maria, 2010; h. 99) d) Penyakit ginjal kronis (Cunningham, 2006; h. 834).

  e) TORCH (IDAI, 2010; h. 16) 5) Kenaikan BB selama hamil (IDAI, 2010; h. 16) 6) Ibu perokok dan peminum alkohol (Suwignyo, 2010; h. 5).

  b. Pemeriksaan fisik Hal-hal yang dapat dijumpai pada saat pemeriksaan fisik bayi BBLR antara lain :

  1) Berat lahir < 2500 gram 2) Untuk BBLR prematuritas murni

  a) Kepala relatif lebih besar dari badannya, b) Kulit tipis, transparan,

  c) Lanugo banyak,

  d) Lemak subkutan kurang,

  e) Sering tampak peristaltik usus,

  f) Tangisnya lemah dan jarang, g) Pernapasan tidak teratur (Hanifa, 2007; h. 777).

  h) Refleks tonic neck lemah dan refleks morro dapat positif, reflex menghisap dan menelan belum sempurna, i) Rambut biasanya tipis, halus dan teranyam, j) Putting susu belum terbentuk dengan baik, k) Bila perempuan labia minora belum tertutup oleh labia mayora, dan pada bayi laki-laki skrotum belum banyak lipatan, testis kadang belum turun (FKUI, 2007; h. 1053). l) Tulang rawan telinga masih sangat lunak (Atikah, 2010; h.

  2). 3) Untuk BBLR dismaturitas

  a) Umur bayi dapat cukup bulan, kurang atau lebih bulan, tetapi beratnya kurang dari 2500 gram b) Gerakannya cukup aktif, tangisan cukup kuat

  c) Kulit keriput, lemak dibawah kulit tipis

  d) Bayi perempuan bila cukup bulan labia mayora menutupi labia minora e) Bayi laki-laki testis mungkin telah turun, rajah telapak kaki lebih dari 1/3 bagian f) Menghisap cukup kuat (Atikah, 2010; h. 3).

  6. Penatalaksanaan

  a. Mempertahankan suhu tubuh bayi Bayi prematur akan cepat mengalami kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah, dan permukaan badan relative luas. Oleh karena itu,bayi prematur harus di rawat di dalam inkubator sehingga panas badannya mendekati dalam rahim. Bila belum memiliki inkubator,bayi prematur dapat dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi air panas atau menggunakan metode kanguru yaitu perawatan bayi baru lahir seperti bayi kanguru dalam kantung ibunya.

  Bayi dengan berat badan lahir rendah, dirawat dalam inkubator. Inkubator yang modern di lengkapi dengan alat pengatur suhu dan kelembaban agar bayi dapat mempertahankan suhu tubuhnya yang normal. Alat oksigen yang dapat di atur,serta kelengkapan lain untuk mengurangi kontaminasi bila inkubator dibersihkan. Kemampuan bayi BBLR dan bayi sakit untuk hidup lebih besar bila mereka dirawat pada atau mendekati suhu lingkungan yang netral. Suhu ini ditetapkan dengan mengatur suhu permukaan yang terpapar radiasi, kelembaban relative, dan aliran udara sehingga produksi panas (yang diukur dengan konsumsi oksigen) sesedikit mungkin dan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan dalam batas normal.

  Suhu inkubator yang optimum diperlukan agar panas yang hilang dan konsumsi oksigen terjadi minimal sehingga bayi telanjang pun dapat mempertahankan suhu tubuhnya 36.5º - 37ºC. Tingginya suhu lingkungan ini tergantung dari besar dan kematangan bayi. Dalam keadaan tertentu bayi yang sangat prematur tidak hanya memerlukan inkubator untuk mengatur suhu tubuhnya tetapi juga memerlukan pleksiglas penahan panas atau topi maupun pakaian.

  Prosedur perawatan dapat dilakukkan melalui “jendela” atau “lengan baju”. Sebelum memasukkan bayi ke dalam inkubator, inkubator terlebih dulu dihangatkan, sampai sekitar 29.4ºC,untuk bayi dengan berat 1,7 kg dan 32.2ºC untuk bayi yang lebih kecil. Bayi dirawat dengan keaadaan telanjang, hal ini memungkinkan pernafasan yang adekuat, bayi dapat bergerak tanpa dibatasi pakaian, observasi terhadap pernafasan lebih mudah. Mempertahankan kelembaban nisbi 40 – 60% diperlukan dalam membantu stabilisasi suhu tubuh yaitu dengan cara sebagai berikut :

  a) Mengurangi kehilangan panas pada suhu lingkungan yang rendah, b) Mencegah kekeringan dan iritasi pada selaput lender jalan nafas terutama pada pemberian oksigen dan selama pemasangan inkubasi endotrakea atau nasotrakea,

  c) Mengencerkan sekresi yang kental serta mengurangi kehilangan cairan insensible dari paru.

  Bayi yang berumur beberapa hari atau minggu harus dikeluarkan dari inkubator apabila keadaan bayi dalam ruangan biasa tidak mengalami perubahan suhu, warna kulit, aktivitas, atau akibat buruknya (Atikah, 2010; h. 31-33).

  b. Pemberian nutrisi BBLR ASI (Air Susu Ibu) merupakan plihan pertama jika bayi mampu menghisap. ASI merupakan makanan yang paling utama, sehingga ASI adalah pilihan yang harus didahulukan untuk diberikan. ASI juga dapat dikeluarkan dan diberikan pada bayi yang tidak cukup menghisap. Bila faktor menghisapnya kurang maka ASI juga dapat diperas dan diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan memasang sonde ke lambung. Permulaan cairan yang diberikan sekitar 200cc/ kgBB/ hari. Jika ASI tidak ada atau tidak mencukupi khususnya pada bayi BBLR dapat pula digunakan susu formula yang komposisinya mirip ASI atau susu formula khusus bayi BBLR.

  Cara pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti tindakan pencegahan, khususnya untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan masuknya makanan ke dalam usus. Pada bayi dalam inkubator dengan kontak yang minimal, tempat tidur atau kasur inkubator harus diangkat dan bayi dibalik pada sisi kanannya, sedangkan pada bayi lebih besar dapat diberi makan dalam posisi dipangku.

  Untuk bayi dengan masa gestasi 34 minggu dapat disusukan langsung kepada ibunya karena refleks menghisap dan menelannya sudah cukup baik. Untuk bayi dengan masa gestasi belum 37 minggu selain asi perlu ditambahkan dengan Human

  

Milk Fortifier atau susu formula untuk bayi kurang bulan. Untuk

  bayi dengan masa gestasi > 32-34 minggu refleks menelan sudah cukup baik tetapi refleks hisapnya belum sehingga asi perlu diperah dan diberikan dengan sendok/ cangkir/ pipet. Untuk bayi dengan masa getasi <32 minggu asi perah diberikan dengan sonde lambung karena refleks hisap dan menelan belum baik (IDAI, 2010; h. 383).

  Pada umumnya BBLR sudah harus diberi minum dalam waktu 2 jam sesudah lahir. Bila mungkin berikan ASI yang dipompa dan segar. Untuk BBLR prematur yang sehat volume susu yang diberikan adalah :

  Umur 1 hari 60 ml/ kg Umur 2 hari 90 ml/ kg Umur 3 hari 120 ml/ kg Umur 4 hari 150 ml/ kg Umur 10 hari 180 ml/ kg Umur 14 hari 200 ml/ kg Untuk beberapa hari terutama bayi kecil masa kehamilan mungkin lebih dari 200 m/ kg dan mungkin telah mencapai 250 ml/ kg/ hari.

  Untuk bayi BBLR yang baru sembuh dari penyakit berat : Hari pertama 20 ml/ kg Hari kedua 40 ml/ kg

  Hari ketiga 60 ml/ kg Hari keempat 80 ml/ kg Hari kelima 100 ml/ kg Hari keenam 120 ml/ kg Hari ketujuh 150 ml/ kg dan seterusnya menurut jumlah cairan yang diatas.

  Pada bayi dengan berat diatas 1500 g dapat dimulai dengan 3 ml/ kg/ setiap 2 jam, pada bayi dengan berat kurang dari 1500 g dimulai dengan 1-2 ml/ kgBB/ setiap 2 jam dan setiap kali bayi akan diberi minum cairan lambung harus dikeluarkan.

  Pemberian minum berikutnya dapat ditambah 1- 20 ml setiap kali minum. Berikutnya mungkin dapat diberi minum setiap 3 jam. Bila cairan lambung yang diisap lebih dari 2 ml, maka jumlah susu yang akan diberikan harus dikurangi dengan jumlah cairan yang dikeluarkan sebelumnya (FKUI, 2007; h/ 1162).

  Pada bayi BBLR yang lebih kecil, kurang giat yang menghisap dan sianosis ketika minum melalui botol atau menetek pada ibunya, makanan diberikan melalui Naso Gastric Tube (NGT). Jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan kebutuhan dan berat badan bayi BBLR. Pemberian makanan interval tiap jam dilakukan pada bayi dengan berat badan lebih rendah.

  Alat pencernaan bayi prematur masih belum sempurna, lambung kecil, enzim pencernaan belum matang. Sedangkan kebutuhan protein 3 sampai 5 gr/ kgBB dan kalori 110gr/ kgBB, sehingga pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului dengan menghisap cairan lambung. Refleks menghisap masih lemah, sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi dengan frekuensi yang lebih sering (Atikah, 2010; h. 33).

  Infus diberikan untuk memasukkan cairan dan obat-obatan dila diperlukan. Bayi-bayi kecil biasanya belum mampu menghisap dengan baik, karena itu pemberian minumnya berupa ASI atau susu formula khusus untuk BBLR bila ASI belum keluar dilakukan melalui pipa lambung dan diberikan secara bertahap sampai jumlah kebutuhannya terpenuhi (Atikah, 2010; h.56).

  c. Pencegahan Infeksi Infeksi adalah masuknya bibit penyakit atau kuman kedalam tubuh, khususnya mikroba. Bayi BBLR sangat mudah mendapat infeksi. Infeksi terutama disebabkan oleh infeksi nosokomial. Rentan terhadap infeksi ini disebabkan oleh kadar immunoglobulin, efek sitoksik limfosit juga masih rendah, aktifitas bakterisidal neotrofil, efek sitotoksik limfosit juga masih rendah dan fungsi imun belum berpengalaman.

  Fungsi perawatan disini adalah member perlindungan terhadap bayi BBLR dari bahaya infeksi. Oleh karena itu, bayi BBLR tidak boleh kontak dengan penderita infeksi dalam bentuk apapun. Bayi prematur mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang,dan pembentukan antiodi belum sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif dapat dilakukan sejak pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi persalinan prematuritas/ BBLR (Atikah, 2010; h. 33).

  d. Penimbangan Berat badan Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan harus dilakukan dengan ketat (Atikah, 2010; h. 33).

  e. Pemberian oksigen Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi preterm BBLR, akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan.

  Konsentrasi O2 yang diberikan sekitar 30-35 % dengan menggunakan head box, konsentrasi O2 yang tinggi dalam masa yang panjang akan menyebabkan kerusakan pada jaringan retina bayi yang dapat menimbulkan kebutaan (Atikah, 2010; h. 35).

  Pemberian alat bantu pernafasan juga dilakukan bila tedapat indikasi. Untuk indikasi ringan, bayi hanya akan diberi oksigen. Sebaliknya jika berat dapat sampai diberi ventilator atau alat bantu pernafasan (Atikah, 2010; h. 56).

  f. Konseling ibu dan keluarga 1) Menjelaskan pada ibu bahwa pada bayi BBLR sering tidak memperlihatkan tanda-tanda gangguan secara jelas, sehingga belum bisa dibawa pulang (Atikah, 2010; h. 55). 2) Untuk perawatan di rumah diberikan konseing cara memberi

  ASI yang benar, cara memberi ASI dengan benar, cara memandikan, merawat tali pusat, mengganti popok, memberi ASI dan pandamping ASI (PASI) (Atikah, 2010; h. 55).

  Data perkembangan menggunakan pendokumentasian secara SOAP, meliputi : S (Subjektif) : Apa yang dikatakan oleh ibu pasien O (Objektif) :Apa yang dilihat dan dirasakan bidan sewaktu melakukan pemirksaan A (Assesment) : Kesimpulan apa yang dibuat dari data- data subjektif atau objektif tersebut P (planning) :Rencana dari tindakan yang akan dilakukan (Priharjo, 2006; h. 14).

Tabel 2.2 Bagan Penanganan BBLR

  KRITERIA Berat lahir bayi <2500 gram KATEGORI Bayi berat lahir sangat Bayi berat lahir rendah rendah (BBLSR) (BBLR) PENILAIAN

  Berat Lahir < 1500 gram Berat Lahir 1500- 2500 gram PENANGANAN Puskesmas

  a. Mengeringkan secepatnya dengan handuk hangat

  b. Mengganti kain yang basah dengan yang kering

dan hangat secepatnya

Memprtahankan tetap hangat

  c. Memberikan lingkungan hangat dengan cara kontak kulit ke kulit dan/ membungkus BBLSR dengan kain hangat

  d. Memberi lampu 60 watt, dengan jarak minimal 60 cm dari bayi e. Menutup kepala bayi dengan topi

  f. Memberi oksigen Memsatikan tali pusat dalam keadaan bersih a. Menetesi ASI. Bila a. Memberi ASI. dapat menelan. Bila Bila tidak dapat tidak dapat menelan, menghisap, bisa langsung merujuk. menelan langsung

  b. Merujuk ke Rumah dari puting Sakit

  b. Bila tidak dapat menelan, langsung merujuk. Rumah Sakit

  

a. Sama dengan diatas

  b. Memberi minum dengan sonde/ menetesi ASI

  c. Bila tidak mungkin, infuse dekstrose 10 % + Bicarbonas Natricus 1,5 % = 4 : 1 d. Antibiotika

  e. Bila tidak dapat menghisap puting susu/ tidak dapat menelan langsung/ sesak/ biru/ tanda- tanda hipotermi berat, menerangkan kemungkinan bayi akan meninggal

  Sumber : Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal hal.

  378

  7. Pencegahan terjadinya BBLR Ada beberapa usaha untuk dapat menurunkan prevalensi bayi

  BBLR di masyarakat, yaitu dengan melakukan beberapa upaya sebagai berikut : a. Mendorong perawatan kesehatan pada remaja putri,

  b. Mengusahakan semua ibu hamil mendapatkan perawatan antenatal yang komprehensif, c. Memperbaiki status gizi ibu hamil, dengan mengkonsumsi makanan yang lebih sering atau lebih banyak, dan lebih diutamakan makanan yang mengandung nutrient yang memadahi,

  d. Menghentikan kebiasaan merokok, menggunakan obat-obatan terlarang dan alkohol pada ibu hamil, e. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Apabila kenaikan berat badannya kurang dari 1 (satu) kg per bulan, sebaiknya segera berkonsultasi dengan ahli, f. Mengkonsumsi tablat zat besi secara teratur sebanyak 1 tablet per hari. Melakukan minimal sebanyak 90 tablet. Meminta tablet zat besi saat berkonsultasi dengan ahli,

  g. Melaporkan, memantau dan merujuk ibu hamil yang diduga beresiko, tertutama faktor resiko yang mengarah maelahirkan bayi BBLR ke institusi pelayanan kesehatan yang lebih mampu,

  h. Melakukan penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, tanda-tanda bahaya selama kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang dikandung baik, i. Menganjurkan lebih banyak beristitahat bila kehamilan mendekati aterm atau istirahat baring bila terjadi keadaan yang menyimpang dari kehamilan normal, j. Membantu ibu merencanakan persalinannya pada kurun waktu reproduksi sehat (20- 34 tahun), k. Menganjurkan ibu untuk mengurangi kegiatan yang melelahkan secara fisik semasa kehamilan, istirahat yang cukup dan tidut lebih awal dari biasanya, l. Melakukan konseling pada suami istri umtuk mengusahakan menjaga jarak antar kehamilan paling sedikit 2 (dua) tahun, m. Meningkatkan penerimaan gerakan Keluarga Berencana (KB), dengan mendorong penggunaan kontrasepsi yang modern dan sesuai untuk menjarangkan kehamilan, n. Meningkatkan gizi masyarakat sehingga dapat mencegah terjadinya persalinan dengan BBLR, o. Memberikan pengarahan kepada ibu hamil dan keluarganya untuk mengenali tanda-tanda bahaya selama kehamilan dan mendapatkan pengobatan terhadap masalah-masalah selama kehamilan, p. Memberikan program stimulasi pada BBLR lebih meningkatkan tingkat perkembangan anak, q. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar

mereka dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama kehamilan (Atikah, 2010; h.49-50).

  B. TINJAUAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang dugunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengkajian analisa data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (PP IBI, 2006; h. 136).

  Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan/ masalah dalam bidang kesehatan ibu masa hamil, masa persalinan, nifas, bayi setelah lahir serta keluarga berencana (PP IBI, 2006; h. 136).

  Dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini penulis menggunakan manajemen kebidanan yaitu 7 langkah Varney meliputi : pengkajian, interpretasi data, diagnosa potensial, identifikasi akan tindakan segera atau kolaborasi dan konsultasi, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi.

  1. Pengkajian Yaitu pengumpulan data tentang status kesehatan klien dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis (PP IBI, 2006; h.136). a. Data Subjektif Yaitu data yang didapatkan dari pasien atau orang lain yang menjadi saksi dalam kasus ini (Sayuti, 2009; h.54).

  b. Data Objektif Yaitu data yang dapat diperiksa oleh medik dengan menggunakan (Sayuti, 2009; h.55).

  2. Interpretasi Data Diagnosa kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah dikumpulkan (PP IBI, 2006; h.136).

  3. Diagnose Potensial Mengantisipasi masalah atau diagnosis yang akan tejadi lainnya, yang dapat menjadi tujuan yang diharapkan, karena telah ada masalah atau diagnosis yang teridentifikasi (Varney, 2007; h. 26).

  4. Identifikasi akan tindakan segera atau kolaborasi dan konsultasi Kolaborasi adalah bidan dan dokter bersama-sama mengatur perawatan kesehatan wanita atau bayi baru lahir yang mangalami komplikasi medis, ginekologis, atau obstetrik.

  Konsultasi adalah nasehat atau pendapat seorang dokter atau anggota lain tim perawatan kesehatan dicari sementara bidan memegang tanggung jawab utama perawatan kesehatan wanita (Varney, 2007; h.25).

  5. Perencanaan Rencana asuhan kebidadan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan (IPI IBI, 2006;h.137).

  6. Pelaksanaan Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasatkan rencana dan perkembangan keadaan klien : tindakan kebidanan dilanjutkan dengan evaluasi keadaan klien (IPI IBI, 2006;h.137).

  7. Evaluasi Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan terus menerus seiring dengan tindakan kebidanan yang dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang telah dirumuskan (IPI IBI, 2006;h.138).

  PENERAPAN ASUHAN KEBIDANAN

  1. Pengkajian

  a. Data Subjektif 1) Identitas bayi

  a) Nama Harus jelas dan lengkap : nama depan, nama tengah

  (bila ada), nama keluarga, dan nama panggilan akrabnya (Latief, 2009; h.5).

  b) Umur Umur pasien sebaiknya didapat dari tanggal lahir, yang dapat ditanyakan ataupun dilihat dari KMS. Apabila tanggal lahir tidak diketahui pasti, maka ia dapat diperkirakan dengan menghubungkannya dengan suatu peristiwa yang umum diketahui misalnya hari raya. Usia anak diperlukan untuk menginterpretasi apakah data pemeriksaan klinis anak tersebut normal sesuai dengan umurnya (Latief, 2009; h. 5).

  2) Identitas Orang Tua

  a) Nama Nama ayah, ibu, atau wali pasien harus dituliskan dengan jalas agar tidak keliru dengan orang lain, mengingat banyak sekali nama yang sama. Bila ada, title yang bersangkutan harus disertakan (Latief, 2009;h.6).

  b) Umur Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah pada kehamilan pada usia <20 tahun atau lebih besar dari 35 tahun

  ( Atikah, 2010; h. 5).

  c) Agama Data tentang agama digunakan untuk menetapkan identitas; disamping itu perilaku seseorang tentang kesehatan dan penyakit sering berhubungan dengan agama (Latief, 2005; h. 6).

  d) Pendidikan Informasi tentang pendidikan orang tua dapat menggambarkan keakuratan data dan berperan juga dalam pendekatan selanjutnya, misalnya dalam pemeriksaan penunjang dan penentuan tata laksana selanjutnya ( Latief, 2005; h. 6).

  e) Pekerjaan Kejadian BBLR yang tinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi yang rendah (Mitayani, 2009; h. 173).

  Mengerjakan aktifitas fisik beberapa jam tanpa istirahat (Atikah, 2010; h. 5).

  f) Alamat Tempat tinggal pasien harus dituliskan dengan jelas dan lengkap, dengan nomor rumah, nama jalan, RT, RW, kelurahan dan kecamatannya, serta apabila ada nomor teleponnya. Kejelasan alamat keluarga ini amat diperlukan agar sewaktu-waktu dapat dihubungi. Disamping itu setelah pasien pulang mungkin diperlukan kunjungan rumah. Daerah tempat tinggal pasien mempunyai arti epidemiologis (Latief, 2009; h. 6).

  Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah bertempat tinggal di dataran tinggi. Janin dari wanita yang tinggal di dataran tinggi biasanya mempunyai berat badan lebih rendah daripada mereka yang dilahirkan oleh ibu yang tinggal di dataran rendah, hal ini disebabkan karena jika terpajan pada lingkungan yang hipoksis secara kronis janin akan mengalami penurunan berat badan yang signifikan (Cunningham, 2006; h. 835).

  3) Keluhan utama Keluhan ditanyakan untuk mendukung data diagnosa dan mengetahui apa yang terjadi pada pasien. a) Keluhan yang dapat ditemukan pada prematuritas murni adalah : (1)

  Berat badan ≤ 2500 gram, panjang badan ≤ 45 cm, lingkar dada < 30 cm, lingkar kepala < 33 cm, (2) Umur kehamilan kurang dari 37 minggu, (3) Tangisnya lemah dan jarang (Hanifa, 2007; h. 777).

  b) Keluhan yang dapat ditemukan pada dismatur adalah : (1)

Berat Badan ≤ 2500 gram, Panjang badan ≤ 45cm

  Lingkar dada < 30 cm, Lingkar kepala <33 cm (Hanifa, 2007;h.777).

  (2) Umur bayi dapat cukup, kurang atau lebih bulan, tetapi baratnya kurang dari 2500 gram (Atikah, 2010; h.3).

  (3) Gerakannya cukup aktif, tangis cukup kuat (Atikah, 2010; h.3)

  4) Riwayat Kesehatan

  a) Riwayat kesehatan ibu dahulu (1) Hipertensi, preeklamsi dan eklamsi (Hanifa, 2007; h. 283).

  (2) Infeksi selama kehamilan (Cunningham, 2006; h. 834). (3) Anemia dan gangguan gizi (Maria, 2010; h. 99). (4) Penyakit ginjal kronis (Cunningham, 2006; h. 834). (5) TORCH (IDAI, 2010; h. 16).

  Karena penyakit-penyakit itulah yang mempengaruhi terjadinya BBLR. b) Riwayat Kesehatan Sekarang Masa gestasi saat dilahirkan dan berat badan lahir perlu diketahui untuk mengetahui apakah sesuai dengan masa kehamilan atau kecil untuk masa kehamilan (Atikah, 2010; h. 4)

  c) Riwayat kesehatan keluarga (1) Hipertensi (Hanifa, 2007; h. 445).

  (2) Riwayat melahirkan prematur (Saifuddin, 2007; h. 301). (3) Keturunan kembar (Hanifa, 2007; h. 387). 5) Riwayat obstetric ibu

  a) Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu (1) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek ( kurang dari 1 tahun) merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya BBLR ( Atikah, 2010; h.5). (2) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya merupakan factor yang mempengaruhi terjadinya BBLR ( Atikah, 2010; h.5).

  b) Riwayat kehamilan sekarang (1) HPHT, diperlukan untuk menentukan taksiran persalinan, ditentukan ditentukan hari pertama haid terakhir dan untuk mengetahui pertumbuhan janinnya sesuai dengan umur kehamilan pasien atau tidaknya. (Mitayani, 2010: h.3).

  (2) Pengawasan atenatal yang kurang merupakan penyebab terjadinya BBLR (FKUI, 2007; h.1052). Riwayat dasar kunjungan ulang dibuat untuk mendeteksi tiap gelaja atau keluhan atau ketidaknyamanan yang mungkin dialami ibu hamil sejak kunjungan terakhirnya. Ibu hamil ditanyakan gerak janin, keluhan-keluhan dan dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui pertumbuhan janin di dalam kandungan (Fraser, 2009; h.272).

  (3) Nutrisi selama hamil Kondisi anak setelah lahir bergantung pada mutu gizi yang dikonsumsi ibunya sewaktu mengandung. Angka kejadian BBLR salah satunya disebabkan karena kurangnya gizi sewaktu dalam kandungan (Maria, 2010; h.106). (4) Aktifitas

  Mengerjakan aktivitas fisik beberapa jam tanpa istirahat merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya BBLR (Atikah, 2010; h.5).

  c) Riwayat persalinan sekarang Persalinan prematur merupakan salah satu komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini (Saifudin,

  2008; h.678). Ketuban pecah dini dapat menyebabkan terjadinya BBLR dikarenakan apabila ketuban pecah pada umur kehamilan yang masih preterm yang diharuskan untuk diakhiri persalinannya kemungkinan besar dapat melahirkan bayi dengan BBLR. ( Sarwono, 2008 : h. 678). d) Riwayat imunisasi bayi Bayi dengan BBLR belum bisa dilakukan imunisasi karena kadar igG gamma globulin yang rendah, sehingga belum sanggup membentuk antibody (Hanifa, 2007; h. 776). 6) Pola kebutuhan sehari-hari

  a) Pola intake nutrisi (1) Mortalitas usus yang berkurang menyebabkan distensi adomen.

  (2) Volume lambung yang berkurang sehingga waktu pengosongannya bertambah.

  (3) Mudah terjadi aspirasi regurgitasi isi lambung ke esophagus karena kerja dari sfingter kardioesofagus yang belum sempurna (Hanifa, 2007; h.776). (4) Untuk bayi dengan masa gestasi > 34 minggu dapat disusukan langsung kepada ibunya karena refleks menghisap dan menelannya sudah cukup baik. Untuk bayi dengan masa gestasi belum 37 minggu selain asi perlu ditambahkan dengan Human Milk Fortifier atau susu formula untuk bayi kurang bulan. Untuk bayi dengan masa gestasi >32-34 minggu reflek menelan sudah cukup baik tetapi refleks hisapnya belum sehingga asi perlu diperah dan diberikan dengan sendok/ cangkir/ pipiet. Untuk bayi dengan masa gestasi <32 minggu asi perah diberikan dengan sonde lambung karena refleks hisap dan menelan belum baik (IDAI, 2010; h.383).

  Pada umumnya BBLR sudah harus diberi minum dalam waktu 2 jam sesudah lahir. Bila mungkin berikan ASI yang dipompa dan segar. Untuk BBLR prematur yang sehat volume susu yang diberikan adalah : Umur 1 hari 60 ml/ kg Umur 2 hari 90 ml/ kg Umur 3 hari 120 ml/ kg Umur 4 hari 150 ml/ kg Umur 10 hari 180 ml/ kg Umur 14 hari 200 ml/ kg

  Untuk beberapa hari terutama bayi kecil masa kehamilan mungkin lebih dari 200 m/ kg dan mungkin telah mencapai 250 ml/ kg/ hari.

  Untuk bayi BBLR yang baru sembuh dari penyakit berat : Hari pertama 20 ml/ kg Hari kedua 40 ml/ kg Hari ketiga 60 ml/ kg Hari keempat 80 ml/ kg Hari kelima 100 ml/ kg Hari keenam 120 ml/ kg Hari ketujuh 150 ml/ kg dan seterusnya menurut jumlah cairan yang diatas.

  Pada bayi dengan berat diatas 1500 g dapat dimulai dengan 3ml/ kg/ setiap 2 jam, pada bayi dengan berat kurang dari 1500 g dimulai dengan 1-2 ml/ kgBB/ setiap 2 jam dan setiap kali bayi akan diberi minum cairan lambung harus dikeluarkan. Pemberian minum berikutnya dapat ditambah 1- 20 ml setiap kali minum. Berikutnya mungkin dapat diberi minum setiap 3 jam. Bila cairan lambung yang diisap lebih dari 2 ml, maka jumlah susu yang akan diberikan harus dikurangi dengan jumlah cairan yang dikeluarkan sebelumnya (FKUI, 2007; h/ 1162) b) Pola eliminasi

  Produksi urine sedikit, karena ginjal yang imatur secara fisik maupun fungsinya (Hanifa, 2007; h.776).

  Pengeluaran mekonium biasanya terjadi dalam waktu 12 jam dan berkemih terjadi setelah 8 jam kelahiran (Asrining, 2003; h. 47).

  c) Pola aktivitas (1) Pada prematuritas murni aktivitas dan tangisnya lemah (Atikah, 2010; h. 2).

  (2) Pada bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK) gerakannya cukup aktif dan tangisnya cukup kuat (Atikah, 2010; h. 3) d) Pola istirahat

  Gangguan yang dapat terjadi pada BBLR salah satunya adalah hipotermi yang menyebabkan bayi mengantuk dan sukar dibangunkan (Atikah, 2010; h. 10). Pada bayi BBLR dengan prematuritas murni bayi lebih banyak tidur daripada bangun (FKUI, 2007; h. 1055). e) Personal hygiene Penanganan yang dilakukan pada BBLR untuk mencegah infeksi yaitu menjaga tali pusat dalam keadaan bersih (Saifudin, 2007; h. 378).

  Bayi BBLR belum boleh dimandikan karena mudah sekali mengalami hipotermi, sehingga suhu tubuhnya harus dipertahankan dengan ketat (Saifudin, 2007; h. 377) dan ditunda sampai bayi lebih kuat dan dapat menghisap ASI dengan baik (Saifudin, 2007; h. 373).

  f) Lingkungan yang berpengaruh (bertempat tinggal di dataran tinggi) (Cunningham, 2006; h. 835).

  b. Data obyektif 1) Keadaan umum

  BBLR menunjukkan belum sempurnanya fungsi organ tubuh dengan keadaannya lemah (Atikah, 2010; h. 2).

  2) Tingkat kesadaran Pada BBLR dapat tejadi gangguan yaitu hipotermi yang menyebabkan bayi mengantuk dan sukar dibangunkan (Atikah,

  2010; h. 10) 3) Tanda-tanda vital

  Gambaran klinis bayi BBLR adalah a) Pernapasan 40-60 kali/ menit (Asrining, 2003; h. 46).

  Bila frekunsi nafas > 60 x/ menit dan disertai dengan sianosis sentral dan tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi maka terjadi gangguan nafas berat. Bila frekuensi nafas < 30 dengan atau tanpa disertai dengn gejala lain dari gangguan nafas maka terjadi gangguan nafas sedang (IDAI, 2010; h. 129).

  b) Nadi/ bunyi jantung 120-160 kali/ menit (Asrining, 2003; h. 46).

  Bradikardi terjadi bila denyut jantung janin kurang dari 110 x/ menit, takhkardi terjadi bila denyut jantung janin lebih dari 160x/ menit (Saifuddin, 2007; h. 332) .

  c) Suhu Bayi preterm dan bayi-bayi kecil lainnya mempunyai resiko untuk terjadinya gangguan termoregulasi. Hipotermi pada BBLR adalah suhu dibawah 36,5°C, yang terbagi atas: hipotermi ringan yaitu suhu antara 36-36,5°C, hipotermi sedang yaitu 32-36°C, dan hipotermi berat yaitu suhu tubuh 32°C (IDAI, 2010; h. 89-90). Suhu meninggi dapat ditemukan pada dehidrasi, gangguan srebral, infeksi, atau kenaikan suhu lingkungan. Infeksi/ sepsis pada BBL dapat saja tidak disertai dengan kenaikan suhu tubuh, bahkan sering terjadi hipotermi (IDAI, 2010; h. 75). 4) Antropometri

  Gambaran klinis bayi BBLR adalah

  a) Berat badan ≤ 2500 gram

  b) Panjang badan ≤ 45 cm

  c) Lingkar dada ≤ 30 cm

  5) Pemeriksaan fisik

  a) Kepala Kepala relatir lebih besar dari badannya (Hanifa, 2007;

  h. 777). Rambut biasanya tipis, halus dan teranyam (FKUI, 2007; h. 1053).