BAB II TINJAUAN PUSTAKA - R. Hirmawan Suryo Prabowo BAB II
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diare
1. Definisi
Hingga kini diare menjadi pembunuh anak-anak tingkat I dan merupakan salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia dengan insidensi 400 per 1000 penduduk (DepKes RI, 1988). Lebih dari separo (60-70%) penderita diare adalah anak berusia di bawah 5 tahun, dengan kejadian 2-3 episode tiap anak per tahun. Hampir setiap tahun di dunia, 1 juta bayi dan anak balita meninggal karena diare. Diare menyebabkan dehidrasi atau kekurangan cairan dalam tubuh dan malnutrisi atau kekurangan gizi. Dibandingkan dengan orang dewasa, anak-anak lebih banyak meninggal akibat diare, karena mereka lebih cepat mengalami dehidrasi. Dapat dipastikan 1 diantara 200 anak yang terkena diare akan meninggal (DepKes RI, 2003). Definisi diare adalah suatu keadaan dimana frekuensi defekasi melebihi frekuensi normal dengan konsistensi feses yang encer (DepKes RI, 1991).
2. Etiologi
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu:
a. Faktor Infeksi 1) Infeksi enteral, yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral meliputi:
1.1 Infeksi Bakteri : Escherichia coli, Salmonela typhi, Shigella
dysentriae, Shigella flexneri, Vibrio cholera, Staphyllococcus sp, Streptococcus sp, Vibrio eltor, Vibrio parahemolyticus, Clostridium perfringens, Campilobacter jejuni, Coccidiosis.
1.2 Infeksi Virus : Rotavirus, Adenovirus, Enterovirus.
3
1.3 Infestasi Parasit : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Strongyloides), Protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia
lambia, Trichomonas hominis ), Jamur (Candida albicans).
2) Infeksi parenteral, yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti Otitis Media Akut (peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah), Tonsilofaringitis (peradangan yang terjadi pada dinding faring), Bronkopneumonia (infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru yang disebabkan oleh pneumococci), Ensefalitis (infeksi jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur atau virus). Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
b. Faktor Malabsorbsi (Gangguan absorbsi) 1) Malabsorbsi karbohidrat 2) Malabsorbsi lemak 3) Malabsorbsi protein
c. Faktor Makanan: makanan basi, makanan beracun, alergi terhadap makanan.
d. Faktor Psikologis: rasa takut dan cemas, walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar (DepKes RI, 1985).
3. Patogenesis
Mekanisme dasar yang merupakan penyebab timbulnya penyakit diare ialah: a. Gangguan Osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. b. Gangguan Sekresi Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
c. Gangguan Motilitas Usus Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
3.1 Patogenesis Diare Akut Diare akut terjadi karena:
a. Masuknya mikroorganisme yang masih hidup ke dalam usus halus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung.
b. Mikroorganisme tersebut berkembang biak di dalam usus halus.
c. Mikroorganisme membentuk toksin.
d. Akibat toksin tersebut sehingga terjadi rangsangan pada mukosa usus dan terjadi hiperperistaltik serta sekresi cairan untuk membuang mikroorganisme tersebut, sehingga menimbulkan diare (Mansjoer, 2001).
3.2 Patogenesis Diare Kronis Patogenesis diare kronis lebih kompleks dan faktor-faktor yang menimbulkannya ialah infeksi bakteri, parasit, malabsorbsi dan malnutrisi.
3.3 Patofisiologi Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi:
a. Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan asam-basa (asidosis metabolik, hipokalemia)
b. Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan (pemasukan makanan berkurang, pengeluaran bertambah) c. Hipoglikemia (kekurangan kadar gula dalam darah)
d. Gangguan sirkulasi darah
4. Klasifikasi Diare
Berdasarkan lama penyakitnya, diare dibedakan menjadi 2 yaitu:
a. Diare Akut Diare akut merupakan diare yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat dalam beberapa jam atau hari (Hendarwanto, 1996).
Diare akut umumnya disebabkan oleh infeksi virus atau kuman, atau dapat pula akibat efek samping obat atau gejala dari gangguan saluran cerna. Umumnya gangguan ini bersifat dapat sembuh dengan sendirinya dan bila tanpa komplikasi tidak perlu ditangani dengan obat kecuali rehidrasi oral bila ada bahaya kekurangan cairan (dehidrasi) (Tan&Raharja, 2002).
b. Diare Kronis (persisten) Diare kronis merupakan diare yang berlangsung selama 14 hari/lebih dan kejadiannya lebih kompleks. Faktor yang menimbulkan diare ini antara lain gangguan bakteri dan jamur, malabsorbsi kalori, dan malabsorbsi lemak (Widjaja, 2002)
5. Manifestasi Klinik
a. Gejala Gejala klinis dari diare antara lain:
1) Mula-mula anak cengeng, gelisah, suhu badan meninggi, anorexia (nafsu makan berkurang). 2) Tinja menjadi cair dan mungkin disertai lender dan atau darah. 3) Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan sesudah diare. 4) Bila penderita sudah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka timbul dehidrasi (DepKes RI, 1985). b. Tanda Hasil pemeriksaan laboratorium:
1) Pemeriksaan tinja a) Makroskopis dan mikroskopis.
b) pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas laksmus dan tablet clinitest , bila diduga terdapat intoleransi gula.
c) Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi. 2) Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah, dengan menentukan pH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan analisa gas darah menurut ASTRUP (bila memungkinkan).
3) Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal. 4) Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang). 5) Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik (DepKes RI, 1985).
6. Penatalaksanaan di Puskesmas
Pengobatan diare lebih mengutamakan pemberian cairan, kalori dan elektrolit yang bisa berupa larutan oralit (garam diare) guna mencegah terjadinya dehidrasi berat, sedangkan antibiotik atau obat lain hanya diberikan bila ada indikasi yang jelas (Mansjoer, 2001). Antispasmodik atau spasmolitik merupakan golongan obat yang memiliki sifat relaksan otot polos, seperti papaverin, ekstrak belladonna, opium dan loperamid. Antispasmodik atau spasmolitik pada diare digunakan sebagai pengobatan tambahan untuk mengurangi spasme usus (DepKes RI, 2000).
a. Rehidrasi Oralit untuk menggantikan cairan yang hilang dari tubuh dan untuk mencegah dehidrasi akibat diare.
Komposisi oralit: Glukosa anhidrat 4 g Natrium klorida 0,7 g Natrium sitrat dihidrat 0,58 g Kalium klorida 0,3 g Serbuk dilarutkan dalam 200 ml atau 1 (satu) gelas air matang hangat.
Takaran pemakaian oralit pada diare dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 1. Takaran pemakaian oralit pada diare
Umur <1 th 1-4 th 5-12 th >12 th
Tidak ada dehidrasi Setiap kali BAB beri oralitTerapi A = mencegah 100 ml 200 ml 300 ml 400 ml dehidrasi (0,5 gelas) (1 gelas) (1,5 gelas) (2 gelas) Dengan dehidrasi 3 jam pertama beri oralit Terapi B = mengatasi 300 ml 600 ml 1,2 liter 2,4 liter dehidrasi (1,5 gelas) (3 gelas) (6 gelas) (12 gelas) Selanjutnya setiap BAB beri oralit
100 ml 200 ml 300 ml 400 ml (0,5 gelas) (1 gelas) (1,5 gelas) (2 gelas) Sumber: DepKes RI, 2000
b. Penggolongan Obat Antidiare Kelompok obat yang sering kali digunakan pada diare adalah:
1. Kemoterapeutika untuk terapi kausal, yakni memberantas bakteri penyebab diare, seperti antibiotika, sulfonamida, kinolon dan furazolon.
2. Obstipansia untuk terapi simptomatis, yang dapat menghentikan diare dengan beberapa cara yaitu: a) Zat-zat penekan peristaltik sehingga memberikan banyak waktu untuk resorpsi air dan elektrilit oleh mukosa usus, seperti derivat- derivat petidin (difenoksilat dan loperamida) dan antikolinergika (atropin dan ekstrak beladona) b) Adstringensia digunakan untuk menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak (tanin), tannalbumin, garam-garam bismut dan aluminium.
c) Adsorbensia digunakan untuk adsorpsi (menyerap) zat-zat beracun (toksin) yang dihasilkan oleh bakteri, seperti carbo adsorbens, kaolin dan pektin.
3. Spasmolitik merupakan zat-zat yang dapat melepaskan kejang- kejang otot yang seringkali menyebabkan nyeri perut pada diare, antara lain papaverin dan oksifenium (Tan dan Rahardja, 2002).
B. Antibiotik
Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau membunuh mikroba jenis lain. Definisi ini harus diperluas karena zat yang bersifat antibiotik ini dapat pula dibentuk oleh beberapa hewan dan tanaman tinggi. Disamping itu berdasarkan antibiotik alam, dapat pula dibuat antibiotik baru secara sintesis parsial yang sebagian mempunyai sifat yang lebih baik. Sejak ditemukannya penisilin oleh Alexander Fleming sampai saat ini sudah beribu-ribu antibiotik yang ditemukan, dan hanya sebagian kecil yang dapat dipakai untuk maksud terapeutik (Mutschler, 1991). Pemberian antibiotik merupakan terapi kausal yakni memberantas bakteri penyebab diare. Antibiotik sangat efektif memusnahkan bakteri/kuman, mengurangi diare dan mempersingkat lamanya keluhan.
1. Daftar Obat dan Dosis Daftar obat dan dosis berdasarkan penyebab diare dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2. Daftar obat dan dosis antibiotik berdasarkan penyebab diare Penyebab Obat Dosis/hari Jangka Waktu
Kolera eltor Escherichia coli Salmonelosis Amubiasis Shigelosis Giardiasis Kandidosis Virus
Tetrasiklin Kotrimoksazol Kloramfenikol Tidak memerlukan terapi Ampisilin Kotrimoksazol Siprofloksazin Metronidazol Tinidazol Soeridazol Tetrasiklin Ampisilin Kloramfenikol Kuinakrin Klorokuin Metronidazol Mikostatin Simptomatik dan suportif
4 x 500 mg 2 x 3 tablet (awal) 2 x 2 tablet 4 x 500 mg 4 x 1 gram 4 x 500 mg
2 x 500 mg 4 x 500 mg 1 x 2 gram 1 x 2 gram
4 x 500 mg 4 x 1 gram 4 x 500 mg 3 x 100 mg 3 x 100 mg 3 x 250 mg
3 x 500.000 unit 3 hari 6 hari 7 hari 10-14 hari 10-14 hari 3 hari 3 hari 3 hari 3 hari 10 hari 5 hari 5 hari 7 hari 5 hari 7 hari 10 hari
Sumber: Mansjoer, 2001
2. Prinsip Penggunaan Antibiotik Prinsip penggunaan antibiotik didasarkan pada dua pertimbangan utama (DepKes RI, 2000) a) Penyebab Infeksi
Pemberian antibiotik yang paling ideal adalah berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologis dan uji kepekaan kuman. Namun dalam praktek sehari-hari, tidak mungkin melakukan pemeriksaan mikrobiologis untuk setiap pasien yang dicurigai menderita suatu infeksi. Disamping itu, untuk infeksi berat yang memerlukan penanganan segera, pemberian antibiotik dapat segera dimulai setelah pengambilan sampel bahan biologik untuk biakan dan pemeriksaan kepekaan kuman.
b) Faktor Pasien Diantara faktor pasien yang perlu diperhatikan dalam pemberian antibiotik antara lain fungsi ginjal, fungsi hati, riwayat alergi, daya tahan terhadap infeksi, daya tahan terhadap obat, beratnya infeksi, usia, untuk wanita apakah sedang hamil atau menyusui.
C. Puskesmas
1. Definisi
Menurut Departemen Kesehatan RI (1991), puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok (Effendy, 1998).
a. Wilayah Kerja Puskesmas Wilayah kerja puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan. Kebutuhan puskesmas disesuaikan menurut kepadatan penduduk. Untuk perluasan jangkauan pelayanan kesehatan maka puskesmas perlu ditunjang dengan pelayanan kesehatan yang lebih sederhana disebut Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling.
b. Satuan Penunjang 1) Puskesmas Pembantu.
Puskesmas pembantu adalah unit pelayanan kesehatan yang sederhana dan berfungsi menunjang dan membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan puskesmas dalam ruang lingkup wilayah yang lebih kecil.
2) Puskesmas Keliling.
Puskesmas keliling merupakan unit pelayanan kesehatan keliling yang dilengkapi dengan kendaraan bermotor dan peralatan kesehatan, peralatan komunikasi serta sejumlah tenaga yang berasal dari puskesmas.
Puskesmas keliling berfungsi menunjang dan membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan puskesmas dalam wilayah kerjanya yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan.
c. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Susunan organisasi puskesmas terdiri dari:
1) Kepala Puskesmas dengan kriteria dokter atau sarjana kesehatan, mempunyai tugas memimpin, mengawasi dan mengkoordinasikan kegiatan puskesmas yang dapat dilakukan dalam jabatan struktural dan jabatan fungsional. 2) Urusan Tata Usaha Puskesmas yang mempunyai tugas di bidang kepegawaian, keuangan, perlengkapan dan surat menyurat serta pencatatan dan pelaporan. 3) Unsur pelaksana terdiri dari :
3.1 Unit I : melaksanakan kegiatan kesejahteraan ibu dan anak, keluarga berencana dan perbaikan gizi.
3.2 Unit II : melaksanakan kegiatan pencegahan dan pemberantasan penyakit, khususnya imunisasi, kesehatan lingkungan dan laboratorium sederhana.
3.3 Unit III : melaksanakan kegiatan kesehatan gigi dan mulut, kesehatan tenaga kerja dan manula.
3.4 Unit IV : melaksanakan kegiatan perawatan kesehatan masyarakat, kesehatan sekolah dan olahraga, kesehatan jiwa, kesehatan mata dan kesehatan khusus lainnya.
3.5 Unit V : melaksanakan kegiatan pembinaan dan pengembangan upaya kesehatan masyarakat dan penyuluhan kesehatan masyarakat, kesehatan remaja dan dana sehat.
3.6 Unit VI : melaksanakan kegiatan pengobatan rawat jalan dan rawat inap.
3.7 Unit VII : Pelaksanaan program kefarmasian.
Dalam melaksanakan tugasnya puskesmas wajib menetapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik dalam lingkungan puskesmas maupun dalam satuan organisasi di luar puskesmas sesuai dengan tugasnya masing-masing (Effendy, 1998).
d. Program Puskesmas Program Puskesmas merupakan wujud dari pelaksanaan fungsi puskesmas (DepKes RI, 2003).
Program Puskesmas meliputi: 1) Program pokok yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan sebagian besar masyarakat akan kesehatan dan mempunyai kemampuan yang tinggi dalam mengatasi permasalahan kesehatan nasional yang berkaitan dengan morbiditas, tidak tebal kecatatan dan mortilitas.
Program pokok puskesmas tersebut adalah promosi kesehatan, komunikasi ibu dan anak, perbaikan gizi, pemberantasan penyakit menular, pengobatan dan pemulihan kesehatan. 2) Program penunjang misalnya loket pendaftaran, apotek, gudang obat, administrasi, sopir dan kebersihan. 3) Program pengembangan terdiri dari laboratorium.
2. Standar Terapi STANDAR TERAPI UNTUK PUSKESMAS
DISENTRI AMUBA Anamnesis : 1. Sakit perut
2. BAB encer ada lendir dan bercak-bercak darah segar Pemeriksaan : Nyeri tekan abdomen positif (+) Penatalaksanaan : 1. Metronidazol 3 x 500-700 mg (5-10 hari)
2. Parasetamol 3 x 1 tablet (bila perlu) DISENTRI BACILER
Anamnesis : 1. Sakit perut
2. BAB encer, frekuensinya sering disertai dengan lendir dan bercak-bercak darah segar Pemeriksaan : Nyeri tekan abdomen positif (+) Penatalaksanaan : 1. Kotrimoksazol 2 x 2 tablet dewasa (5 hari)
2. Parasetamol 3 x 1 tablet (bila perlu) DIARE NON SPESIFIK
Anamnesis : 1. BAB encer lebih dari 5 kali
2. Perut kadang-kadang sakit, kadang-kadang demam Pemeriksaan : 1. Badan tampak lemas, mata cekung
2. Turgor menurun Penatalaksanaan : 1. Oralit
2. B6 3 x 1
3. Parasetamol 3 x 1 (bila demam)
4. Ekstrak Beladona (Anonim, 2002)
D. Rekam Medik
Rekam medik adalah bukti tertulis tentang proses pelayanan yang diberikan oleh dokter kepada pasien untuk menyembuhkan penyakit pasien. Bukti tertulis pelayanan dilakukan setelah pemeriksaan, tindakan pengobatan sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Tujuan rekam medik adalah menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di Puskesmas (Muhtar, 1998).
Rekam medik mempunyai 2 bagian yang perlu diperhatikan yaitu bagian pertama adalah tentang INDIVIDU yaitu informasi tentang kondisi kesehatan dan penyakit pasien yang bersangkutan dan sering disebut
PATIENT RECORD , bagian kedua adalah tentang MANAJEMEN yaitu suatu informasi tentang pertanggung jawaban apakah dari segi manajemen maupun keuangan dari kondisi kesehatan dan penyakit pasien yang bersangkutan. Secara umum, informasi yang tercantum dalam rekam medik seorang pasien harus meliputi:
1. Siapa (Who) pasien tersebut dan Siapa (Who) yang memberikan pelayanan kesehatan/medis.
2. Apa (What), Kapan (When), Kenapa (Why) dan Bagaimana (How) pelayanan kesehatan/medis diberikan.
3. Hasil akhir atau dampak (Outcome) dari pelayanan kesehatan dan pengobatan (Gondodiputro, 2007).