BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian yang dilakukan oleh Indri Widiastuty yang berjudul register - BAB II ERMI SETIANINGSIH PBSI'15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian yang dilakukan oleh Indri Widiastuty yang berjudul register

  dalam Komunitas Waria di Cilacap Sebuah Tinjauan Sosiolinguistik

  Penelitian yang dilakukan oleh Indri Widiastuty yang berjudul register dalam

  

Komunitas Waria di Cilacap Sebuah Tinjauan Sosiolinguistik. Landasan teori pada

  penelitian Indri Widiastuty yaitu berupa fungsi bahasa, pengertian sosiolinguistik, pengertian register, leksikon. Data dan sumber data dalam penelitian Indri Widiastuty yaitu diperoleh dari tuturan waria yang diambil dari tuturan 25 waria yang merupakan anggota Ikatan Waria Cilacap (IWACI) “Cahaya Kusuma”. Perbedaan landasan teori dalam penelitian yang penulis lakukan yaitu terletak pada pengertian bahasa, ragam bahasa (kosakata, istilah, register) jenis penamaan, faktor penyebab perubahan makna dan Terminal Bulu Pitu Purwokerto. Data dalam penelitian penulis berupa 49 tuturan komunitas Terminal Bulu Pitu Purwokerto yang mengandung istilah-istilah khusus.

  Sumber data penelitian penulis yaitu penutur (informan) atau komunitas Terminal

  

Bulu Pitu Purwokerto meliputi komunitas kantor, TPR (Tempat Pemungutan

Retribusi), bus, angkot, taksi, pedagang dan loket tiket.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Yukhsan Wakhyudi yang berjudul bentuk

  register pengrajin genteng di Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen

  Penelitian yang dilakukan oleh Yukhsan Wakhyudi yang berjudul bentuk

  

register pengrajin genteng di Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen yaitu

  klasifikasi data yang berhubungan dengan pemakai register yang digunakan pengrajin

  8 genteng, mengartikan dari tiap register, mencontohkan register dalam bentuk kalimat, mencari sistem penamaan pada register, menentukan tingkat tutur yang digunakan.

  Landasan teori pada penelitian Yukhsan Wakhyudi yaitu berupa pengertian bahasa, fungsi bahasa, sistem penamaan, pengertian register, sosiosemantik, macam-macam tingkat tutur Bahasa Jawa. Data penelitian Yukhsan Wakhyudi yaitu diperoleh dari tuturan penutur asli pengrajin genteng di Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen.

  Sumber data dalam penelitian Yukhsan Wakhyudi yaitu tuturan lisan yang digunakan dalam kegiatan interaksi sosial antara pengrajin genteng sebanyak 40 dari polulasi keseluruhan 140 orang sebagai informan yang mempunyai kriteria tertentu yaitu merupakan penduduk asli didaerah Kebumen, sehat jasmani dan rohani, berusia sekitar 17-55 tahun (berdasarkan usia kerja di Indonesia), menguasai Bahasa Jawa, berprofesi sevagai pengrajin genteng di Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen.

  Perbedaan landasan teori dalam penelitian yang penulis lakukan yaitu terletak padaragam bahasa (kosakata, istilah, register), pengertian semantik, pengertian sosiolinguistik, faktor penyebab perubahan makna, pengertian komunitas dan Terminal Bulu Pitu Purwokerto. Data dalam penelitian penulis berupa 49 tuturan komunitas Terminal Bulu Pitu Purwokerto yang mengandung istilah-istilah khusus.

  Sumber data penelitian penulis yaitu penutur (informan) atau komunitas Terminal

  

Bulu Pitu Purwokerto meliputi komunitas kantor, TPR (Tempat Pemungutan

Retribusi), bus, angkot, taksi, pedagang dan loket tiket.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Aziz yang berjudul register

  pekerja pabrik kayu di Kecamata Rembang Kabupaten Purbalingga

  Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Aziz yang berjudul

register pekerja pabrik kayu di Kecamata Rembang Kabupaten Purbalingga . Landasan teori pada penelitian Muhammad Aziz yaitu pengertian bahasa, fungsi bahasa, pengertian register, pengertian sosiolinguistik, pengertian semantik, tingkat tutur Bahasa Jawa. Data pada penelitian Muhammad Aziz yaitu segala tuturan para pekerja pabrik kayu mulia mandiri di Kecamata Rembang Kabupaten Purbalingga.

  Sumber data pada penelitian Muhammad Aziz yaitu para pekerja pabrik kayu mulia

mandiri yang berjumlah 15 orang di Kecamatan Rembang Kabupaten Purbalingga.

  Perbedaan landasan teori dalam penelitian yang penulis lakukan yaitu terletak pada ragam bahasa (kosakata, istilah, register) jenis penamaan, faktor penyebab perubahan makna, pengertian komunitas dan Terminal Bulu Pitu Purwokerto. Data dalam penelitian penulis berupa 49 tuturan komunitas Terminal Bulu Pitu Purwokerto yang mengandung istilah-istilah khusus. Sumber data penelitian penulis yaitu penutur (informan) atau komunitas Terminal Bulu Pitu Purwokerto meliputi komunitas kantor, TPR (Tempat Pemungutan Retribusi), bus, angkot, taksi, pedagang dan loket tiket.

B. Bahasa 1. Pengertian Bahasa

  Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan dalam masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Chaer, 2007: 32). Kadang-kadang fungsinya yaitu memberitahukan atau memperingatkan tentang suatu fakta. Dalam hal ini pembicara mengharapkan bahwa lawan bicaranya dapat menangkap atau mengerti fungsi dari kalimat yang diucapkan pembicara tersebut. Menurut Dardjowidjojo (2003:16) bahasa adalah suatu sistem symbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota suatu masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar sesamanya.

  Menurut Chaer (2007: 47) Bahasa adalah konvensional artinya semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya. Kalau tidak dipatuhi, dan menggantinya dengan lambang lain, maka komunikasi akan terhambat. Bahasanya menjadi tidak bias dipahami oleh penutur bahasa lainnya dan berarti pula dia telah keluar dari konvensi itu. Dari pendapat pakar tersebut dapat disimpulan bahwa bahasa adalah sistem tanda atau sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer dan konvensional yang digunakan untuk berkomunikas, bekerjasama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri dalam masyarakat.

2. Fungsi Bahasa

  Menurut Chaer dan Agustina (2004: 14) fungsi bahasa secara tradisional kalau ditanyakan apakah bahasa itu, akan dijawab bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti, alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau juga perasaan. Menurut Mar

  ‟at (2011: 31) fungsi bahasa adalah dalam komunikasi antar individu, setiap kalimat yang diucapkan mempunyai fungsi yang khusus. Kadang-kadang fungsinya yaitu memberitahukan atau memperingatkan tentang suatu fakta. Dalam hal ini pembicara mengharapkan bahwa lawan bicaranya dapat menangkap atau mengerti fungsi dari kalimat yang diucapkan pembicara tersebut. Dari pendapat pakar tersebut dapat disimpulan bahwa bahasa berfungsi sebagai alat untuk berinteraksi atau untuk berkomunikasi manusia dalam menyampaikan pikiran, gagasan dan juga perasaan.

C. Ragam Bahasa

  Chaer danAgustina (2004: 61-62) mengemukakan ragam (variasi) bahasa merupakan bahasa pokok dalam studi sosiolinguistik. Chaer membagi ragam (variasi) bahasa dari berbagai segi yang pertama dari segi pemakaian yaitu: ragam bahasa

  

sastra , ragam bahasa jurnalistik, ragam bahasa militer, ragam bahasa ilmiah. Kedua

  dari segi penutur yaitu: idiolek yakni variasi bahasa yang bersifat perseorangan, dialek yakni variasi bahasa yang berada pada suatu tempat/wilayah tertentu, kronolek atau dialek temporal yakni variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada zaman tertentu, sosiolek atau dialek sosial yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan golongan dan kelas sosial pada penuturnya. Ketiga dari segi keformalan yaitu:

  

ragam baku adalah variasi bahasa yang paling formal, ragam usaha atau ragam

  konsultatif, ragam akrab atau ragam intim, ragam santai atau ragam kasual. Keempat dari segi sarana yaitu: ragam lisan dan ragam tulis.

  Menurut Chaer (2011: 2) sudah menjadi kodratnya bahwa sebuah bahasa, termasuk Bahasa Indonesia, yang digunakan oleh berbagai etnis (suku bangsa) yang berbeda, serta digunakan secara luas untuk berbagai keperluan dan kegiatan, maka Bahasa Indonesia menjadi banyak ragamnya. Bahasa Indonesia yang digunakan orang di Banda Aceh, di Sumatera Barat, di Jakarta, di Yogyakarta, di Makasar, di Ambon, dan di tempat-tempat lain menjadi tidak sama. Demikian juga dengan Bahasa Indonesia yang digunakan dalam bidang kegiatan tertentu, seperti dalam bidang jurnalistik, dalam bidang kesusastraan, dalam bidang hukum, dalam bidang militer, dan dalam bidang-bidang lain, semuanya menjadi berbeda, meskipun masih bernama Bahasa Indonesia. Bahasa yang digunakan dalam bidang tertentu ini disebut ragam. Jadi, ada ragam bahasa jurnalistik, ada ragam bahasa kesusastraan, ada ragam bahasa hukum, ada ragam bahasa militer, ada ragam bahasa ilmiah, dan sebagainya.

  Dari pendapat pakar dapat disimpulan bahwa ragam (variasi) bahasa merupakan bagian dari kajian sosiolinguistik berdasarkan segi pemakaian, penutur, keformalan, dan sarana. Dalam penelitian ini ragam (variasi) bahasa komunitas Terminal Bulu Pitu Purwokerto didasarkan dari segi pemakaian dan penutur. Selain itu berdasarkan keformalan meliputi ragam baku kantor terminal, TPR (Tempat Pemungutan Retribusi) dan ragam usaha (bus, angkot, taksi, pedagang, loket tiket), serta ragam akrab/santai (sesama komunitas di terminal). Berdasarkan segi sarana, keseluruh ragam bahasa (istilah-istilah khusus) itu merupakan ragam bahasa lisan. Selanjutnya pembahasan lebih dibatasi pada kosakata, istilah dan register karena kosakata, istilah dan register itu mengarah pada judul penelitian ini. Dengan demikian perlu pemaparan perbedaan kosakata, istilah dan register.

1. Kosakata

  MenurutAdiwimarta (dalam Chaer, 2007: 6-7) pengertian kosakata adalah:

  a. Semua kata yang terdapat dalam suatu bahasa. Dalam hal ini kosakata Bahasa Indonesia , maka yang disebut kosakata Bahasa Indonesia adalah semua kata yang ada dalam Bahasa Indonesia seperti yang didaftarkan di dalam kamus-kamus bahasa Indonesia. Berapa banyak kata yang terdapat di dalam Bahasa Indonesia tidak dapat disebutkan jumlahnya dengan pasti, sebab kata-kata itu merupakan bagian dari sistem bahasa yang sangat rentan terhadap perubahan dan perkembangan sosial budaya masyarakat, sehingga jumlahnya sewaktu-waktu bisa bertambah maupun berkurang. Di samping itu, konsep tentang apakah kata itu juga menjadi masalah dalam perhitungan banyaknya kata dalam Bahasa Indonesia.bentuk luar negeri terdiri dari sebuah kata atau dua buah kata, masih bias dipersoalkan. Begitupun bentuk segitiga sama kaki apakah terdiri dari sebuah kata atau empat buah kata. Dalam kajian gramatika juga masih bisa dipersoalkan bentuk-bentuk seperti menulis, ditulis, tertulis, apakah tiga buah katayang berbeda ataukah hanya sebuah kata yang secara inflektif digunakan dalam modus kalimat yang berbeda. b. Kata-kata yang dikuasai oleh seseorang atau sekelompok orang dari lingkungan yang sama. Maka dalam hal ini kita bisa melihat bahwa kata-kata yang dikuasai oleh si A, tidak sama banyaknya dengan yang dikuasai oleh si B, atau si C. begitu juga jumlah kata yang dikuasai oleh anak SD Kelas III tidak sama yang dikuasai oleh anak SD Kelas V, atau anak SLTP Kelas II

  c. Kata-kata atau istilah yang digunakan dalam statu bidang kegiatan atau ilmu pengetahuan. Misalnya, kata-kata yang digunakan dalam bidang olahraga , bidang ekonomi, bidang hukum, dan bidang musik. Dalam perpustakaan kita ada buku berjudul Leksikon Pembelajaran Bahasa (Parera, 1990) dan Leksikon

  Kesusastraan (Eneste, 1990).

  Setelah dipaparkan pengertian kosakata (kata) selanjutnya dipaparkan tentang jenis kosakata (kata). Kosakata (kata) dibedakan menjadi kosakata (kata) umum dan kosakata (kata) khusus. Kosakata (kata) umum adalah kata yang luas ruang lingkupnya dan dapat mencakup banyak hal, sedangkan kosakata (kata) khusus ialah kata yang sempit/terbatas ruang lingkupnya. Kosakata (kata) umumitu kurang sanggup memberikan gambaran yang jelas. Makin umum, makin kabur gambarannya dalam angan-angan atau pikiran, bahkan dapat menimbulkan perbedaan tafsiran. Sebaliknya, kata khusus yang tertentu makna dan pemakaiannya, lebih nyata/jelas mengesan dalam angan-angan/pikiran (Soedjito, 1988: 41).

2. Istilah

  Dalam buku Pedoman Umum Pembentukan Istilah (Depdiknas, 2012: 66) istilah adalah kata atau frasa. Dipakai sebagai nama atau lambang yang dengan cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Istilah dibedakan menjadi dua yaitu istilah umum dan istilah khusus. Istilah umum adalah istilah yang berasal dari bidang tertentu, yang dipakai secara luas, menjadi unsur kosakata umum. Istilah khusus adalah istilah yang maknanya terbatas pada bidang tertentu saja.

3. Register

  Register dapat didefinisikan sebagai ragam bahasa berdasarkan pemakaiannya (Halliday dan Hasan, 1994: 56). Dengan demikian register dapat diartikan sebagai bahasa yang dipakai pada saat tertentu, situasi tertentu, tergantung apa yang sedang dikerjakan dan bagaimana sifat kegiatannya. Register ini dapat dimiliki oleh setiap komunitas yang memiliki profesi yang sama. Adanya register ini dimaksudkan untuk mempermudah mereka mengungkapkan atau menyampaikan maksud dari tuturan kata-katanya. Register merupakan bahasa yang dibuat dan diciptakan oleh kelompok sosial tertentu yang berfungsi untuk berkomunikasi. Register ini biasanya dipakai oleh komunitas tertentu, namun sewaktu-waktu komunitas lain pun dapat mengetahui arti dari kata-kata khusus yang merupakan ungkapan dari mereka dalam melakukan komunitas dengan kelompoknya.

  Dapat diketahui bersama bahwa masyarakat terdiri dari berbagai macam kelompok masyarakat yang dilatarbelakangi oleh status sosial, pendidikan, usia dan jenis kelamin yang berbeda. Sebagai contoh ada kelompok pedagang, petani, nelayan, guru, pelajar dan supir. Kelompok tersebut memiliki kosakata sendiri untuk mengungkapkan maksudnya. Setelah mengetahui pengertian dari register, penulis menyimpulkan bahwa register merupakan sebagai ragam bahasa berdasarkan pemakaiannya yang diciptakan/digunakan oleh kelompok sosial tertentu yang memiliki profesi yang sama untuk mempermudah berkomunikasi mengungkapkan atau menyampaikan maksud dari tuturan.

D. Pengertian Semantik

  Menurut Chaer (2013: 2) kata semantik dalam Bahasa Indonesia (Inggris:

  semantics ) berasal dari bahasa Yunani sema

  kata benda yang berarti „tanda atau lambang‟. Kata kerjanya adalah samaino yang berarti „menandai atau melambangkan‟. Tanda atau lambang di sini sebagai padanan kata sema itu adalah tanda linguistik seperti yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure (dalam Chaer, 2013: 2) yaitu yang terdiri dari (1) komponen yang mengartikan, yang berwujud bentuk-bentuk bunyi bahasa dan (2) komponen yang diartikan atau makna dari komponen yang pertama itu. Kedua komponen itu adalah merupakan tanda atau lambang. Tanda atau lambang tersebut merupakan sesuatu yang berada di luar bahasa yang lazim disebut referen atau hal yang ditunjuk.

  Menurut pendapat Palmer (dalam Aminudin, 2008: 15) semantik yang semula berasal dari bahasa yunani, mengandung makna to signifity atau memaknai. Istilah teknis, semantik mengandung pengertian studi tentang makna. Makna menjadi bagian dari bahasa, maka semantik merupakan bagian dari linguistik. Seperti halnya bunyi dan tata bahasa, komponen makna dalam hal ini juga menduduki tingkat pertama, tata bahasa pada tingkat kedua, maka komponen makna menduduki tingkat paling akhir.

  Hubungan ketiga komponen itu sesuai dengan kenyataan bahwa, bahasa pada awalnya merupakan bunyi-bunyi abstrak yang mengacu pada adanya lambang-lambang tertentu. Lambang-lambang merupakan seperangkat lambang yang memilki bentuk dan hubungan itu mengasosiasikan adanya makna tertentu.

  Sedangkan menurut Pateda (2010: 7) pengertian semantik adalah subdisiplin linguistik yang membicarakan makna. Dengan kata lain semantik berobjekkan makna.

  Leech (dalam Djajasudarman, 2004: 4) mengemukakan bahwa semantik merupakan bidang yang sangat luas karena melibatkan unsur-unsur struktur dan fungsi bahasa, yang berkaitan erat dengan psikologi, filsafat, antropologi serta sosiologi. Antropologi berkepentingan di bidang semantik antara lain, karena anlisis makna di dalam bahasa dapat menyajikan klasifikasi budaya pemakai bahasa secara praktis. Filsafat berhubungan erat dengan semantik karena persoalan makna tertentu yang dapat dijelaskan secara filosofis (misalnya makna ungkapan dan peribahasa). Psikologi berhubungan erat dengan semantik, karena psikologi memanfaatkan gejala kejiwaan yang ditampilkan manusia secara verbal dan nonverbal. Sosiologi memiliki kepentingan dengan semantik, karena ungkapan atau ekspresi tertentu dapat menandai kelompok sosial atau identitas.

  Setelah mengetahui pengertian semantik dari beberapa ahli penulis menyimpulkan pengertian semantik adalah ilmu yang mempelajari makna (arti).

  Semantik menelaah lambang atau tanda-tanda yang melambangkan makna, serta hubungan makna yang satu dengan yang lain. Ilmu semantic merupakan bidang ilmu yang sangat luas. Semantik juga berkaitan erat dengan ilmu psikologi, filsafat, antropologi serta sosiologi. Semantik berhubungan dengan filsafat buktinya adalah makna ungkapan dan peribahasa.

E. Pengertian sosiolinguistik

  Sosiolinguistik merupakan ilmu intradisiplin antara sosiologi dan linguistik, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari masyarakat. Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa. Dua bidang ilmu empiris ini mempunyai kaitan sangat erat. Pengertian sosiolinguistik menurut (Chaer dan Agustina, 2004: 4) adalah cabang ilmu linguistic yang bersifat interdispliner dengan ilmu sosiologi, sedangkan objek penelitian hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor sosial di dalam suatu masyarakat tutur. Sosiollinguistik adalah cabang ilmu yang mempelajari hubungan dan saling pengaruh antara perilaku bahasa dan perilaku sosial (Kridalaksana, 2011: 225).

  Dari pengertian-pengertian sosiolinguistik di atas maka dapat disimpulkan bahwa, sosiolinguistik merupakan cabang ilmu intradisipliner antara sosiologi dengan linguistik. Sosiologi merupakan bidang ilmu yang mempelajari masyarakat. Linguistik merupakan bidang ilmu yang mempelajari bahasa yang ada di dalam masyarakat.

F. Jenis Penamaan

  Dalam kehidupan seringkali manusia, sukar memberi nama-nama atau label- label terhadap benda-benda atau peristiwa-peristiwa yang ada di sekelilingnya karena terlalu banyaknya dan sangat beragamnya benda-benda atau peristiwa-peristiwa tersebuat. Oleh karena itu, lahirlah nama kelompok dari benda atau hal yang berjenis- jenis itu, misalnya nama binatang, nama tumbuh-tumbuhan, nama buah-buahan, dan sebagainya. Yang dinamai rumput, misalnya, adalah sejenis tumbuhan rendah, yang meliputi berates mungkin beribu-ribu spice. Mungkin manusia tahu nama pohon seperti durian, salak, mangga, atau pisang: tetapi pergilah ke hutan atau ke kebun raya, pasti masih lebih banyak jenis pohon yang namanya tidak anda kenal.

  Dalam buku Pedoman Umum Pembentukan Istilah (Depdiknas, 2012: 67) nama adalah kata atau frasa yang berdasarkan kesepakatan menjadi tanda pengenal benda, orang, hewan, tumbuhan, tempat, atau hal. Tata nama adalah perangkat peraturan penamaan dalam bidang ilmu tertentu, seperti kimia dan biologi, beserta kumpulan nama yang dihasilkannya. Pemberian nama adalah soal konvensi atau perjanjian belaka diantara sesama suatu anggota masyarakat bahasa. Dengan demikian penamaan merupakan proses pelambangan sebuah konsep untuk mengacu kepada sesuatu referen yang berada di luar bahasa (Aristoteles dalam Chaer, 1995: 44). Kita dapat menelusuri sebab-sebab atau peristiwa-peristiwa yang melatarbelakangi terjadinya penamaan atau penyebuatan terhadap sejumlah kata yang ada dalam leksikon Bahasa Indonesia. Chaer membagi jenis penamaan menjadi Sembilan jenis yaitu: 1.

   Peniruan Bunyi

  Dalam Bahasa Indonesia ada sejumlah kata terbentuk sebagai hasil peniruan bunyi. Nama-nama benda atau hal tersebut dibentuk berdasarkan bunyi dari benda tersebut atau suara yang ditimbulkan oleh benda tersebut. Binatang sejenis reptil kecil yang melata di dinding disebut cecak karena bunyinya “cak, cak, cak”. Begitu juga dengan tokek karena bunyinya “tokek, tokek”. Meong nama untuk kucing. Gukguk nama untuk anjing, menurut bahasa kanak-kanak dalah karena bunyinya begitu. Kata- kata yang dibentuk berdasarkan tiruan bunyi ini disebut kata peniru bunyi atau onomatope (Chaer, 2013: 44).

2. Penyebutan Bagian

  Dalam bidang kesusastraan ada istilah pars pro toto yaitu gaya bahasa yang menyebutkan sebagian dari suatu benda atau hal, padahal yang dimaksud adalah keseluruhannya. Kata kepala dalam kalimat setiap kepala menerima seribu rupiah, bukanlah dalam arti “kepala” itu saja, melainkan seluruh orangnya sebagai satu keutuhan. Penamaan sesuatu benda atau konsep berdasarkan bagian dari benda itu biasanya berdasarkan ciri yang khas atau yang menonjol dari benda itu dan yang sudah diketahui umum. P ada tahun enam puluhan kalau ada orang mengatakan “ ingin memb eli rumah tetapi tidak ada Sudirmannya” maka dengan kata Sudirman yang dimaksudkan adalah uang karena pada waktu itu uang bergambar almarhum Jendral Sudirman. Sekarang mungkin dikatakan orang tidak ada Soekarno-Hattanya sebab uang kertas sekarang bergambar Soekarno-Hatta (lembaran seratus ribu) (Chaer, 2013: 45).

  3. Penyebutan Sifat Khas

  Gejala ini merupakan peristiwa semantik karena dalam peristiwa itu terjadi transposisi makna dalam pemakaian yakni perubahan dari kata sifat menjadi kata benda. Di sini terjadi perkembangan yaitu berupa ciri makna yang disebut dengan kata sifat itu mendesak kata bendanya karena sifatnya yang amat menonjol itu, sehingga akhirnya kata sifat itulah yang menjadi nama bendanya. Orang yang sangat kikir lazim disebu si kikir atau si bakhil. Anak yang tidak dapat tumbuh menjadi besar, tetap saja kecil, di sebut si kerdil. Orang yang kulitnya hitam disebut si hitam, dan yang kepalanya botak disebut si botak (Chaer, 2013: 46).

  4. Penemu dan Pembuat

  Banyak nama benda dalam kosakata bahasa Indonesia yang dibuat berdasarkan nama penemunya, nama pabrik pembuatnya, atau nama dalam peristiwa sejarah.

  Nama-nama benda yang demikian disebut dengan istilah appelativa. Nama-nama benda yang berasal dari nama orang, misalnya kondom yaitu sejenis alat kontrasepsi yang dibuat oleh Dr. Condom. Mujahir atau mujair yaitu nama sejenis ikan air tawar yang mula-mula ditemukan dan diternakkan oleh seorang petani yang bernama Mujair di Kediri, Jawa Timur. Volt nama satuan kekuatan aliran listrik yang diturunkan dari nama penciptanya yaitu Volta (1745-1787) seorang sarjana fisika bangsa Itali (Chaer, 2013: 47).

  5. Tempat Asal

  Sejumlah nama benda dapat ditelusuri berasal dari nama tempat asal benda tersebut. Kata magnit bersal drai nama tempat Magnesia. Kata kenari yaitu nama sejenis burung, berasal dari nama Pulau Kenari di Afrika. Kata sarden, atau ikan

  

sarden , berasal dari nama Pulau Sardinia di Itali. Kata klonyo berasal dari au de

Cologne artinya air dari kuelen, yaitu nama kota di Jerman Barat (Chaer, 2013: 48).

  6. Bahan Ada sejumlah benda yang namanya diambil dari nama bahan pokok benda itu.

  Misalnya karung yang dibuat dari goni yaitu sejenis serat tumbuh-tumbuhan yang dalam bahasa latin disebut Chorcorus Capsularia, disebut juga goni atau guni. Jadi, kalau dikatakan membeli beras dua goni, maksudnya membeli beras dua karung. Kaca adalah nama bahan. Barang-barang yang yang dibuat dari kaca disebut juga kaca seperti kaca mata, kaca jendela, kaca spion dan kaca mobil. Begitu juga kata perak dan kaleng yang pada mulanya adalah nama bahan maka kemudian semua barang yang dibuat dari kedua benda itu disebut dengan nama bahan itu juga, seperti perak

bakar, uang perakan, kaleng susu, kaleng minyak dan kue kalengan (Chaer, 2013: 49).

  7. Keserupaan

  Dalam praktek berbahasa banyak kata yang diguanakan secara metaforis, artinya kata itu diguanakan dalam suatu ajaran yang maknanya dipersamakan atau diperbandingkan dengan makna leksikal dari kata itu. Kata kaki pada frase kaki meja,

  

kaki gunung, dan kaki kursi . Di sini kata kaki mempunyai kesamaan makna dengan

  salah satu cir i makna dari kata kaki itu yaitu “alat penopang berdirinya tubuh” pada frase kaki meja dan kaki kursi

  , dan ciri “terletak pada bagian bawah” pada frase kaki

  

gunung . Kata kepala pada kepala kantor, kepala surat dan kepala meja. Di sini juga

  kata kepala memiliki kesamaan makna dengan salah satu komponen makna leksikal dari kata kepala itu, yaitu

  “bagian yang sangat penting pada manusia” (Chaer, 2013: 50).

  8. Pemendekan

  Dalam perkembangan bahasa terakhir ini banyak kata-kata dalam Bahasa Indonesia yang terbentuk sebagai hasil penggabungan unsur-unsur huruf awal atau suku kata dari beberapa kata yang digabungkan menjadi satu. Kata-kata yang terbentuk sebagai hasil penyingkatan ini lazimnyadisebut akronim. Kata-kata yang berupa akronim ini kita dapati hampir dalam semua bidang kegiatan. Abri yang merupakan akronim dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Koni yang merupakan akronim dari Komite Olahraga Nasional Indonesia. Selanjutnya ada contoh rudal yang merupakan akronim dari peluru kendali. (Chaer, 2013: 51).

  9. Penamaan baru

  Dewasa ini banyak kata atau istilah baru yang dibentuk untuk menggantikan kata atau istilah lama yang sudah ada. Kata-kata baru, atau sebutan baru, karena dianggap kurang tepat, tidak rasional, kurang halus, atau kurang ilmiah. Kata

  

pariwisata untuk mengganti turisme. Gelandangan menjadi tuna wisma. Kuli dan

buruh diganti dengan karyawan (Chaer, 2013: 51). Sedangkan Kridalaksana (2009:

  165-173) mengklasifikasikan bentuk kependekan menjadi tiga yaitu singkatan, akronim dan penggalan.

a. Singkatan

  Menurut Kridalaksana (2009: 165) pemendekan mempunyai nama lain abreviasi, sedang hasil prosesnya disebut kependekan. Abreviasi adalah proses penanggalan satu atau beberapa bagian leksem atau kombinasi leksem sehingga jadilah bentuk baru yang berstatus kata. Pemendekan dibedakan menjadi tiga yaitu singkatan, akronim dan penggalan. Singkatan adalah salah satu hasil pemendekan yang berupa huruf atau gabungan huruf, baik yang dieja huruf demi huruf. Singkatan terjadi karena proses-proses berikut: 1) pengekalan huruf pertama tiap komponen, 2) pengekalan huruf pertama dengan pelepasan konjungsi, preposisi, reduplikasi dan preposisi, artikulasi dan kata, 3) pengekalan huruf pertama dengan bilangan, bila berulang, 4) pengekalan dua huruf pertama dari kata, 5) pengekalan tiga huruf pertama dari sebuah kata, 6) pengekalan empat huruf pertama dari suatu kata, 7) pengekalan huruf pertama dan huruf terakhir kata, 8) pengekalan huruf pertama dan huruf ketiga,

  9) pengekalan huruf pertama dan terakhir dari suku kata pertama dan huruf pertama dari suku kata kedua, 10) pengekalan huruf pertama kata pertama dan huruf pertama kata kedua dari gabungan kata, 11) pengekalan huruf pertama dan diftong terakhir dari kata, 12) pengekalan dua huruf pertama dari kata pertama dan huruf pertama kata kedua dalam suatu gabungan kata, 13) pengekalan huruf pertama suku kata pertama dan huruf pertama dan terakhir suku kata kedua dari suatu kata, 14) pengekalan huruf pertama dari tiap suku kata, 15) pengekalan huruf pertama dan huruf keempat dari suatu kata, 16) pengekalan huruf yang tidak beraturan.

a. Akronim

  Akronim adalah proses pemendekan yang menggabungkan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai sebuah kata yang sedikit banyak memenuhi kaidah fonotaktik Indonesia. Sub-klasifikasi kontraksi lebih sukar ditentukan daripada sub-klasifikasi singkatan, penggalan, atau lambang huruf karena kaedahnya sukar diramalkan. Dengan akronim juga sulit dibedakan. Sebagai pegangan dapat ditentukan bahwa bila seluruh kependekan itu dilafalkan sebagai kata wajar, kependekan itu merupakan akronim. Di sinilah letak tumpang tindih kontraksi dan akronim. Secara garis besar kontraksi mempunyai sub-klasifikasi sebagai berikut: 1) pengekalan suku pertama dari tiap komponen, 2) pengekalan suku pertama komponen pertama dan pengekalan kata seutuhnya,

  3) pengekalan suku kata terakhir dari tiap komponen, 4) pengekalan suku pertama dari komponen pertama dan kedua serta huruf pertama dari komponen selanjutnya, 5) pengekalan suku pertama tiap komponen dengan pelepasan konjungsi, 6) pengekalan huruf pertama tiap komponen, 7) pengekalan huruf pertama tiap komponen frase dan pengekalan dua huruf pertama komponen terakhir, 8) pengekalan dua huruf pertama tiap komponen, 9) pengekalan tiga huruf pertama tiap komponen, 10) pengekalan dua hurufpertama komponen pertama dan tiga huruf pertama komponen kedua disertai pelesapan konjungsi, 11) pengekalan dua huruf pertama kmponen pertama dan ketiga serta pengekalan tiga huruf pertama komponen kedua, 12) pengekalan tiga uruf pertama komponen pertama dan ketiga serta pengekalan hurufpertama komponen kedua, 13) pengekalan tiga huruf pertama tiap komponen serta pelepasan konjungsi, 14) pengekalan dua huruf pertama komponen pertama dan tiga huruf komponen kedua, 15) pengekalan empat huruf pertama tiap komponen disertai pelesapan konjungsi, 16) pengekalan berbagai huruf dan suku kata yang sukar dirumuskan.

b. Penggalan

  Menurut Kridalaksana (2009: 172) pemendekan mempunyai nama lain abreviasi, sedang hasil prosesnya disebut kependekan. Abreviasi adalah proses penanggalan satu atau beberapa bagian leksem atau kombinasi leksem sehingga jadilah bentuk baru yang berstatus kata. Pemendekan dibedakan menjadi tiga yaitu singkatan, akronim dan penggalan. Penggalan adalah prose pemendekan yang mengekalkan salah satu bagian dari leksem. Penggalan mempunyai beberapa sub- klasifikasi sebagai berikut: 1) penggalan suku kata pertama dari suatu kata, 2) penggalan suku terakhir suatu kata, 3) pengekalan tiga huruf pertama dari suatu kata, 4) pengekalan empat huruf pertama dari suatu kata, 5) pengekalan kata terakhir dari suatu frase, 6) pelepasan sebagian kata.

G. Faktor Penyebab Perubahan Makna 1. Perkembangan dalam Ilmu dan Teknologi

  Perkembangan dalam bidang ilmu dan kemajuan dalam bidang teknologi dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna sebuah kata. Di sini sebuah kata yang tadinya mengandung konsep makna mengenai sesuatu yang sederhana, tetap digunakan walaupun konsep makna yang dikandung telah berubah sebagai akibat dari pandangan baru, atau teori baru dalam satu bidang ilmu atau sebagai akibat dalam perkembangan teknologi. Perubahan makna kata sastra dan makna „tulisan‟ sampai pada makna „karya imaginatif‟ adalah salah satu contoh perkembangan bidang keilmuan. Pandangan-pandangan baru atau teori baru mengenai sastra menyebabkan makna kata sastra itu berubah. Pandangan baru atau teori barulah yang menyebabkan kata sastra yang tadinya bermakna buku yang baik isinya dan baik bahasanya „menjadi berarti‟ karya yang bersifat imaginative kreatif (Chaer, 2013: 131).

  2. Perkembangan Sosial dan Budaya

  Perkembangan dalam bidang sosial kemasyarakatan dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna. Di sini sama dengan yang terjadisebagai akibat perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi, sebuah kata yang pada mulanya bermakna

  „A‟, lalu berubah menjadi bermakna „B‟ atau „C‟ Jadi, bentuk katanya tetap sama tetapi konsep makna yang dikandungnya sudah berubah. Kata saudara dalam bahasa Sanskerta bermakna „seperut‟ atau „satu kandungan‟. Kini kata saudara, walaupun masih juga digun akan dalam arti „orang yang lahir dari kandungan yang sama‟ seperti dalam kalimat Saya mempunyai seorang saudara di sana, tetapi digunakanjuga untuk menyebut atau menyapa siapa saja yang dianggap sederajat atau berstatus sosial yang sama, contohnya dalam kalimat Surat Saudara sudah saya

  terima, atau kalimat Di mana Saudara dilahirkan? (Chaer, 2013: 132).

  3. Perbedaan Bidang Pemakaian

  Setiap bidang kehidupan atau kegiatan memiliki kosakata tersendiri yang hanya dikenal dan digunakan dengan makna tertentu dalam bidang tersebut.

  Umpamanya dalam bidang pertanian ada kata-kata benih, menuai, panen, menggarap,

  

membajak, menabur, menanam, pupuk dan hama. Dalam bidang pendidikan formal di

  sekolah ada kata-kata murid, guru, ujian, menyalin, menyontek, membaca, dan

  

menghapal. Dalam bidang agama Islam ada kata-kata seperti iman, imam, khotib,

azan, halal, haram, subuh, puasa, zakat, dan fitrah, sedangkan dalam bidang pelayaran ada kata-kata seperti sauh, berlabuh, haluan, buritan, nakhoda, palka,

  

pelabuhan, dan juru mudi. Kata-kata yang menjadi kosakata dalam bidang-bidang

  tertentu itu dalam kehidupan dan pemakaian sehari-hari dapat terbantu dari bidangnya, dan digunakan dalam bidang lain atau menjadi kosakata umum. Oleh karena itu, kata- kata tersebut menjadi memiliki makna baru atau makna lain di samping makna aslinya (makna yang berlaku dalam bidangnya). Kata menggarap yang berasal dari bidang pertanian dengan segala macam derivasinya, seperti tampak dalam frase menggarap

  

sawah,tanah garapan, dan petani penggarap, kini banyak juga digunakan dalam

  bidang- bidang lain dengan makna „mengerjakan‟ seperti tambah digunakan dalam frase menggrarap skripsi, menggarap usul para anggota, menggarap generasi muda, dan menggarap nakah drama (Chaer, 2013: 133).

4. Adanya Asosiasi

  Kata-kata yang digunakan di luar bidangnya, seperti dibicarakan di atas masih ada hubungannya atau pertautan maknanya dengan makna yang digunakan pada bidang asalnya. Umpamanya kata mencatut yang berasal dari bidang atau lingkungan perbengkelan dan pertukangan mempunyai makna bekerja dengan menggunakan catut. Dengan menggunakan catut ini maka pekerjaan yangdilakukan, misalnya mencabut paku, menjadi dapat dilakukan dengan mudah. Oleh karena itu, kalau digunakan dalam frase seperti mencatut karcis akan memilki makna „memperoleh keuntungan den gan mudah melalui jual beli karcis‟. Agak berbeda dengan perubahan makna yang terjadi sebagai akibat penggunaan dalam bidang yang lain, di sini makna baru yang muncul adalah berkaitan dengan hal atau peristiwa lain yang berkenaan dengan kata teresbut. Umpamanya kata amplop yang bersal dari bidang administrasi atau surat- menyurat, makna asalnya adalah „sampul surat‟. Ke dalam amplop itu selain biasa dimasukkan surat tetapi bias pula dimasukkan benda lain, misalnya uang. Oleh karena itu dalam kalimat beri saja amplop maka urusan pasti bereskata amplop di situ bermakna „uang‟ sebab amplop yang dimaksud bukan berarti surat atau tidak berisi apa-apa melainkan berisi uang sebagai sogokan. Asosiasi antara amplop dengan

  

uang ini adalah berkenaan dengan wadah Jadi menyebut wadahnya yaitu amplop

  tetapi yang dimaksud adalah isinya, yaitu uang, contoh lain kalau kita masuk ke rumah makan dan setelah menghabiskan secangkir kopi, lalu mengatakan meminta

  

secangkir lagi maka pemilik atau pelayan rumah makan itusudah mengerti apa yang

  kita maksud. Dia tidak akan memberikan satu cangkir kosong melainkan satu cangkir yang sudah berisi kopi yang diseduh dengan air panas diberi gula dan sebagainya (Chaer, 2013: 135).

5. Pertukaran Tanggapan Indra

  Alat indra kita yang lima sebenarnya sudah mempunyai tugas-tugas tertentu untuk menangkap gejala-gejala yang terjadi di dunia ini. Umpamanya rasa pahit, setir, dan manisharus ditangkap oleh alat perasa pada kulit. Gejala yang berkenaan dengan cahaya seperti terang, gelap, dan remang-remang harus ditanggap dengan alat indra mata. Sedangkan yang berkenaan dengan bau harus ditangkap dengan alat indra penciuman, yaitu hidung. Namun, dalam penggunaan bahasa banyak terjadi kasus pertukaran tanggapan antara alat indra yang satu dengan indra yang lain. Rasa pedas, misalnya yang seharusnya ditanggap dengan alat indra perasa pada lidah, tertukar menjadi ditanggap oleh alat indra pendengaran seperti tampak dalam ujaran kata-

  

katanya cukup pedas . Kasar yang harus ditanggap dengan alat indra perasa pada kulit, ditanggap oleh alat indra penglihatan mata, seperti dalam kalimat tingkah lakunya kasar (Chaer, 2013: 136).

  6. Perbedaan Tanggapan

  Setiap unsur leksikal atau kata sebenarnya secara sinkronis telah mempunyai makna leksikal yang tetap. Namun karena pandangan hidup dan dan ukuran dalam norma kehidupan di dalam masyarakat maka banyak kata yang menjadi memiliki nilai rasa yang „rendah‟, kurang menyenangkan. Di samping itu ada juga yang menjadi memilki nilai rasa yang „tinggi‟, atau yang mengenakkan. Kata-kata yang nilainya merosot menjadi rendah ini lazim disebut peyoratif, sedangkan yang nilainya naik menjadi tinggi disebut amelioratif. Kata bini dewasa ini dianggap peyoratif, sedangkan kata istri dianggap peyoratif, kata laki dianggap peyoratif berbeda dengan suami yang dianggap ameliorative (Chaer, 2013: 137).

  7. Adanya Penyingkatan

  Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata atau ungkapan yang karena sering digunakan maka kemudian tanpa diucapkan atau dituliskan secara keseluruhan orang sudah mengerti maksudnya. Oleh karena itu maka kemudian orang lebih banyak menggunakan singkatannya saja dari pada menggunakan bentuk utuhnya, contohnya kalau dikatakan ayahnya meninggal tentu maksudnya adalah meninggal dunia. Jadi,

  

meninggal adalah bentuk singkat dari ungkapan meninggal dunia. Begitu juga dengan

  kata berpulang tentu maksudnya adalah berpulang ke rahmatullah, contoh lain kalau dikatakan ke Surabaya dengan garuda tentu maksudnya adalah „naik pesawat terbang dari perusahan penerbangan garuda‟. Di beberapa sekolah di Jakarta kata perpus sudah lazim digunakan untuk menyebut perpustakaan, dan kata lab untuk menggantikan laboratorium.

  Kalau disimak sebetulnya dalam kasus penyingkatan ini bukanlah peristiwa perubahan makna yang terjadi sebab makna atau konsep itu tetap yang terjadi adalah perubahan bentuk kata. Kata yang semula berbentuk utuh (panjang) disingkat menjadi bentuk tidak utuh (pendek). Malah gejala penyingkatan ini bias terjadi pula pada bentuk-bentuk yang sudah dipendekan seperti AMD adalah kependekan dari Abri

  

Masuk Desa ; dan Abri itu sendiri adalah kependekan dari Angkatan Bersenjata

Republik Indonesia (Chaer, 2013: 138).

  8. Proses Gramatikal

  Proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi (penggabungan kata) akan menyebabkan pula terjadinya perubahan makna. Dalam hal ini yang terjadi sebenarnya bukan perubahan makna, sebab kata itu sudah berubah sebagai hasil proses gramatikal. Dalam bagian pendahuluan sudah dibicarakan kalau bentuk berubah maka makna pun akan berubah atau berbeda. Jadi, tidaklah dapat dikatakan kalau dalam hal ini telah terjadi perubahan makna, sebab yang terjadi adalah proses gramatikal, dan proses gramatikal itu telah „melahirkan‟ makna-makna gramatikal (Chaer, 2013: 139).

  9. Pengembangan Istilah

  Salah satu upaya dalam pengembangan atau pembentukan istilah baru adalah dengan memanfaatkan kosakata Bahasa Indonesia yang ada dengan jalan memberi makna baru, entah dengan menyempitkan makna kata tersebut, meluaskan, maupun memberi arti baru sama sekali. K ata papan yang semula bermakna „lempengan kayu‟ (besi, dan sebagainya) tipis, kini diangkat menjadi istilah untuk makna „perumahan‟.

  Kata sandang yang semula bermakna „selendang‟ kini diangkat menjadi istilah untuk makna „pakaian‟ dan kata teras yang semula bermakna „inti kayu‟ atau „saripati kayu‟ kini diangkat menjadi unsur pembentuk istilah untuk makna „utama‟ atau „pimpinan‟.

  Maka itu pejabat teras berarti pejabat utama atau

  „pejabat yang merupakan pimpinan‟ (Chaer, 2013: 131-139) (Chaer, 2013: 139).

H. Pengertian Komunitas

  Menurut Depdiknas (2007: 586) komunitas adalah kelompok organisme (orang dsb) yang hidup dan saling berinteraksi di daerah tertentu; masyarakat; paguyuban.

  Dengan demikian komunitas merupakan sekelompok orang yang mempunyai pekarjaan atau kegiatan yang sama. Orang yang saling peduli satu sama lain lebih sari yang seharusnya, dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi yang erat antara para anggotanya komunitas tersebut karena adanya kesamaan. Komunitas mengacu pada kesatuan hidup sosial yang ditandai dengan interaksi sosial yang lebih jelas dikenali dan disadari oleh anggota-anggotanya. Komunitas biasanya didirikan oleh sekelompok orang berdasarkan visi dan misi.

I. Terminal Purwokerto “Bulu Pitu”

  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2007: 1184) terminal adalah perhentian penghabisan (bus, kereta api, dsb). Di terminal juga terdapat kantor untuk mengatur ketertiban di dalam Terminal. Untuk mengatur masuk keluarnya kendaran di Terminal terdapat TPR (Tempat Pemungutan Retribusi). Di terminal juga tempat berkumpulnya alat transportasi.Alat transportasi yang ada di dalam Terminal seperti bus, angkot, taksi.Selain alat transportasi di Terminal juga terdapat para pedagang baik pedagang dan loket tiket.