BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Didik Arifin BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensi 1. Pengertian Hipertensi Menurut World Health Organization (WHO), batas tekanan darah

  yang masih dianggap normal adalah kurang dari 130/85 mmHg. Bila tekanan darah sudah lebih dari 140/90 mmHg dinyatakan hipertensi (batasan tersebut untuk orang dewasa diatas 18 tahun) (Adib, 2009).

  Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan istirahat (Depkes, 2010).

  Menurut Bustan (2007), hipertensi merupakan faktor resiko dari berbagai penyakit seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung.

  Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah peningkatan tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg dan dapat mengakibatkan terjadinya stroke atau penyakit jantung koroner.

2. Klasifikasi Hipertensi

  Berdasarkan konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia tahun 2007, menggunakan klasifikasi WHO dan JNC 7 sebagai klasifikasi hipertensi yang digunakan di Indonesia.

  Klasifikasi hipertensi menurut WHO dan JNC 7 terdapat pada tabel 2.1 dan tabel 2.2.

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi menurut WHO

  Kategori Tekanan Darah Sistolik (mmHg) Tekanan Darah Diastolik (mmHg)

  Optimal 120

  80 Normal 130

  85 Tingkat 1 (HT Ringan) 140-159 90-99 Tingkat 2

  (HT Sedang) 160-179 100-109

  10 Tingkat 3 180 110 (HT Berat) Tingkat 4 210 120 (HT Maligna) (Sumber: Arif M, 2009).

Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi menurut The joint National comittee 7

  Kategori Tekana Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik (mmHg) (mmHg) Normal 120

  80 Pre Hipertensi 120-139 80-89 Hipertensi tahap 1 140-159 90-99 Hipertensi tahap 2 160 100

  (Sumber: Kuswardhani, 2007).

  Klasifikasi hipertensi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi hipertensi menurut World Health Organization (WHO).

3. Jenis Hipertensi

  Menurut Sustrani (2006), hipertensi dibagi menjadi 2 jenis yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer ialah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya, namun dipengaruhi oleh faktor keturunan (gen), umur, jenis kelamin, pola makan, obesitas, perilaku merokok, kurangnya berolahraga, dan stress. Sedangkan hipertensi sekunder ialah hipertensi yang diketahui penyebabnya yaitu karena adanya penyakit lain seperti penyakit jantung, diabetes, gagal ginjal.

  Menurut Bustan (2007) jenis hipertensi dapat juga dibedakan menurut gangguan tekanan darah yaitu hipertensi sistolik dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik saja, umumnya ditemukan pada usia lanjut. Sedangkan hipertensi diastolik yaitu peningkatan tekanan darah diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik, biasanya terjadi pada anak-anak atau dewasa muda.

  Mahalul Azam (2005) Hipertensi menurut gejala, hipertensi benigna yaitu keadaan hipertensi yang tidak menimbulkan gejala-gejala, biasanya ditemukan pada saat penderita di chek up. Sedangkan hipertensi maligna adalah keadaan hipertensi yang membahayakan, biasanya disertai dengan keadaan kegawatan yang merupakan akibat komplikasi organ-organ seperti otak, jantung, dan ginjal.

  Dari uraian tentang jenis hipertensi diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi dapat menimpa siapa saja dari anak-anak sampai lansia dan bisa dipengaruhi oleh faktor umur, aktivitas fisik, diet (pola makan).

4. Gejala Hipertensi

  Kebanyakan orang dengan tekanan darah tinggi tidak memiliki tanda atau gejala, meskipun tekanan darah mencapai level tinggi yang membahayakan kesehatan. Tetapi beberapa orang dengan hipertensi tahap awal ada yang mengalami pusing, sakit kepala, kelelahan, wajah kemerahan bahkan sampai mimisan. Tanda dan gejala ini biasanya tidak muncul sampai hipertensi mencapai tahap yang berat bahkan tingkat yang mengancam nyawa (Marliana, 2007).

  Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa meskipun penderita hipertensi ada yang tidak mengalami tanda dan gejala hipertensi, tetapi kita harus tetap waspada. Jika seseorang mengalami pusing atau sakit kepala sebaiknya memeriksakan ke dokter.

5. Patofisiologi Hipertensi

  Menurut Yusuf (2008), Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer. Didalam tubuh, terdapat sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut. Sistem tersebut ada yang bereaksi ketika terjadi perubahan tekanan darah dan ada juga yang bereaksi lebih lama. Sistem yang cepat tersebut antara lain refleks kardiovaskular melalui baroreseptor, refleks kemoreseptor, respon iskemia susunan saraf pusat, dan refleks yang berasal dari atrium, arteri pulmonalis, dan otot polos. Sistem lain yang kurang cepat merespon perubahan tekanan darah melibatkan respon ginjal dengan pengaturan hormon angiotensin dan vasopresor.

  Kejadian hipertensi dimulai dengan adanya atherosklerosis yang merupakan bentuk dari arteriosklerosis (pengerasan arteri). Atherosklerosis ditandai oleh penimbunan lemak yang progresif pada dinding arteri sehingga mengurangi volume aliran darah ke jantung, karena sel-sel otot arteri tertimbun lemak yang kemudian membentuk plak, maka terjadi penyempitan pada arteri dan penurunan elastisitas arteri sehingga tidak dapat mengatur tekanan darah kemudian mengakibatkan hipertensi. Kekakuan arteri dan kelambanan aliran darah menyebabkan beban jantung bertambah berat yang dimanifestasikan dalam bentuk hipertrofi ventrikel kiri (HVK) dan gangguan fungsi diastolik karena gangguan relaksasi ventrikel kiri sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan darah dalam sistem sirkulasi. Hull, (1996; dalam Panggabean 2006, Bustan 2007).

  Dari uraian patofisiologi hipertensi diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi dimulai adanya pengerasan arteri. Pada dinding arteri terdapat penimbunan lemak yang mengakibatkan berkurangnya volume aliran darah ke jantung. Dari penimbunan itu membentuk plak yang kemudian terjadi penyempitan dan penurunan elastisitas arteri sehingga tekanan darah tidak dapat diatur yang artinya beban jantung bertambah berat dan terjadi gangguan diastolik yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah.

6. Komplikasi Hipertensi

  Komplikasi hipertensi menurut Sustrani (2006) adalah:

  a. Penyakit Jantung koroner Ketika usia bertambah lanjut, seluruh pembuluh darah ditubuh akan semakin mengeras, terutama di jantung, otak dan ginjal.

  b. Payah Jantung Payah Jantung (Congestive Heart Failure) adalah kondisi dimana jantung tidak mampu lagi memompa darah yang dibutuhkan tubuh.

  Kondisi ini terjadi karena kerusakan otot jantung.

  c. Stroke Hipertensi adalah faktor penyebab utama terjadinya stroke, karena tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pembuluh darah yang sudah lemah menjadi pecah. Bila hal ini terjadi pada pembuluh darah di otak, maka terjadi perdarahan otak yang dapat berakibat kematian. Stroke juga dapat terjadi akibat sumbatan dari gumpalan darah yang berhenti dipembuluh yang sudah menyempit.

  Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti orang bingung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakan misalnya wajah, mulut, lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas (Santoso, 2006).

  d. Kerusakan pada ginjal Hipertensi dapat menyempitkan dan menebalkan aliran darah yang menuju ginjal, yang berfungsi sebagai penyaring kotoran tubuh. Dengan adanya gangguan tersebut, ginjal menyaring lebih sedikit cairan dan membuangnya kembali kedarah. Gagal ginjal dapat terjadi dan diperlukan cangkok ginjal baru.

  e. Gangguan pada Mata Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di mata, Sehingga mengakibatkan mata menjadi kabur atau kebutaan.

B. Pencegahan Hipertensi

  1. Pencegahan hipertensi menurut Marliana (2007) yaitu :

  a. Tidak merokok karena nikotin dalam rokok dapat mengakibatkan jantung berdenyut lebih cepat dan menyempitkan pembuluh darah kecil yang menyebabkan jantung terpaksa memompa lebih kuat untuk memenuhi keperluan tubuh kita. b. Mengurangi konsumsi garam karena garam berlebih dalam darah dapat menyebabkan lebih banyak air disimpan dan mengakibatkan tekanan darah menjadi tinggi.

  c. Mengurangi lemak, lemak yang berlebihan akan terkumpul disekeliling pembuluh darah dan menjadikannya tebal dan kaku.

  d. mempertahankan berat badan ideal.

  e. Olahraga secara teratur.

  f. Menghindari konsumsi alkohol

  g. Mengkonsumsi makanan sehat, rendah lemak kaya vitamin dan mineral alami.

  2. Pencegahan hipertensi menurut Bustan (2007) ada 3 yaitu:

  a. Prepatogenesis Pada tahap prepatogenesis level pencegahan dapat berupa promotif

  (mempromosi kesehatan), proteksi spesifik (mengurangi garam sebagai salah satu faktor resiko) dengan intervensi pencegahan yaitu meningkatkan derajat kesehatan gizi dan perilaku hidup sehat, serta menghindari faktor resiko.

  b. Pathogenesis Pathogenesis dalam tahap ini dibagi dalam 2 level pencegahan yaitu diagnosa awal dan pengobatan yang tepat. Pengobatan yang tepat artinya segera mendapatkan pengobatan yang komprehensif pada awal keluhan.

  Intervensi pencegahan pathogenesis meliputi pemeriksaan fisik tekanan darah.

  c. Post Pathogenesis Pada tahap post pathogenesis level pencegahan dengan upaya rehabilitasi yaitu perbaikan dampak lanjut hipertensi yang tidak bisa diobati.

C. Penatalaksanaan

  1. Penatalaksanan hipertensi menurut Junaidi (2010) dibagi menjadi 2 yaitu:

  a. Penatalaksanaan Non Farmakologis Merupakan pengobatan tanpa menggunakan obat-obatan yang diterapkan untuk hipertensi. Pengobatan dengan cara ini penurunan tekanan darah diupayakan melalui merubah kebiasaan yang dapat mengakibatkan terjadinya hipertensi antara lain: 1) Penderita hipertensi yang obesitas dianjurkan untuk mengurangi berat badan sampai batas ideal dengan cara diit yang diatur porsi makannya.

  2) Mengurangi penggunaan garam sampai kurang dari 2-3 gram natrium per hari.

  3) Membatasi konsumsi alkohol dan kopi. 4) Melakukan olahraga secara teratur. 5) Berhenti merokok. 6) Managemen stress agar tidak terlalu mempengaruhi pikiran. b. Penatalaksanaan Farmakologis Pengobatan yang didasarkan pada obat-obatan medis. Pengobatan ini dilakukan pada hipertensi dengan tekanan sistolik 140 mmHg, dan tekanan darah diastolik 90 mmHg. Perlu diingat pengobatan farmakologis merupakan pengobatan jangka panjang bahkan mungkin sampai seumur hidup.

  2. Beberapa obat yang digunakan dalam penanganan hipertensi dengan farmakologis (Sanif, 2009).

  a. Diuretik 1) Aldosteron Antagonis

  Obat ini akan memblokir reseptor aldosteron di jantung, ginjal, otak, dinding pembuluh darah. Obat ini akan mengakibatkan sering kencing, berkeringat yang akan membawa lebih banyak garam dan air keluar dari tubuh, Sehingga volume darah berkurang dan berakibat turunnya tekanan darah. Contoh obat dari aldosteron antara lain: aldactone, carpiatone, letonal, spirolactone).

  2) Thiazide Merupakan diuretik pada tahap awal, namun jangka panjang dapat melebarkan dinding pembuluh darah. Efek sampingnya yaitu impotensi, beberapa contoh obat thiazide antara lain: Chlorthalidone (hygroton), chlorthiazide (diuril), H.C.T (hyrochlorthyazide), Triamterene (maxzide).

  b. Beta Blocker

  Penyekat reseptor adrenergik mengurangi tekanan darah melalui penurunan curah jantung, karena reduksi kecepatan detak jantung dan kontraktilitas mekanisme lain yang diajukan mengenai bagaimana beta blocker mengurangi tekanan darah efek pada sistem darah pusat dan inhibisi pelepasan renin. Beta blocker terutama efektif pada pasien hipertensi dengan takikardi, dan hipotensi. Mereka dikuatkan oleh pemberian dengan diuretik. Beberapa contoh antihipertensi golongan Bete blocker adalah Amlodipine, Cardivask, felodipine, Nicardipine.

  3. Cara alami menurunkan tekanan darah (tanpa obat), menurut Kuntaraf (2009) yaitu:

  a. Biasakan berjalan kaki Pasien hipertensi yang membiasakan diri berjalan dapat menurunkan tekanan darahnya dengan cepat 6-8 mmHg. Berjalan akan membuat jantung lebih banyak menggunakan oksigen dengan lebih efisien, Sehingga tidak berupaya keras memompa darah. Melakukan latihan sedikitnya 30 menit setiap hari, mencobalah meningkatkan kecepatan atau jaraknya sehingga membuat badan tetap langsing.

  b. Tarik napas panjang Pernapasan yang lambat dan melakukan meditasi seperti yoga dapat mengurangi stress. Melakukan latihan pernapasan selama 5 menit di pagi dan malam hari. Menarik napas dalam-dalam. Membuang napas dan melepaskan semua ketegangan.

  c. Pilih produk kaya kalium

  Kandungan kalium yang banyak terdapat dalam buah dan sayuran merupakan bagian penting dalam program penurunun tekanan darah, Usahakan untuk mendapatkan asupan kalium 2.000-4.000 mg per hari. Sumber kalium terdapat pada ubi jalar, tomat, jus jeruk, pisang, melon, kentang, kacang merah.

  d. Batasi konsumsi garam Orang yang memiliki riwayat keluarga dengan tekanan darah tinggi lebih besar kemungkinannya memiliki tekanan darah tinggi, terutama yang sensitif terhadap garam atau sodium. Karena tidak ada cara untuk mengetahui apakah seseorang sensitif terhadap sodium, maka setiap orang harus mengurangi asupan sodiumnya. Batas penggunaan garam adalah 1.500 mg per hari, Sedangkan setengah sendok teh garam mengandung sekitar 1.200 mg sodium. Untuk cara mengatur makanan dapat ditumis untuk memperbaiki rasa, membubuhkan garam saat diatas meja makan dapat dilakukan untuk menghindari penggunaan garam yang berlebihan. Dianjurkan untuk selalu menggunakan garam beryodium dan penggunaan garam jangan lebih dari 1 sendok teh per hari

  e. Kurangi lembur Bekerja lebih dari 41 jam setiap minggu akan meningkatkan risiko hipertensi sebesar 15%. Sebab kerja lembur membuat tubuh jarang berolahraga dan makan sehat. Mengusahakan menyelesaikan pekerjaan pada jam yang tepat sehingga dapat berolahraga dan dapat memasak makanan yang sehat. f. Makan bayam Bayam merupakan sumber magnesium yang sangat baik. Tidak hanya melindungi anda dari penyakit jantung, tetapi juga dapat mengurangi tekanan darah. Selain itu, kandungan folat dalam bayam dapat melindungi tubuh dari homosistein yang membuat bahan kimia berbahaya. Penelitian telah menunjukkan bahwa tingkat tinggi asam amino (homosistein) dapat menyebabkan serangan jantung dan stroke.

  4. Cara mengatur menu makanan yaitu: Mengatur menu makanan sangat dianjurkan bagi penderita hipertensi untuk menghindari meningkatnya tekanan darah. Makanan yang harus dihindari atau dibatasi adalah:

  a. Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi misalnya otak, minyak kelapa, gajih.

  b. Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium seperti biskuit, keripik dan makanan kering yang asin.

  c. Makanan dan minuman dalam kaleng misalnya sarden, sosis, soft drink.

  d. Makanan yang diawetkan seperti dendeng, asinan sayur dan buah, abon, ikan asin, udang kering, telur asin.

  e. Sumber protein yang tinggi kolesterol seperti daging merah, kuning telur, kulit ayam, dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian, tape.

  Gaya hidup seperti ini tidak baik untuk tubuh dan kesehatan, tubuh kita menjadi rusak karena makanan yang tidak sehat sehingga tubuh menjadi lemah dan rentan terhadap penyakit (Depkes RI, 2008).

D. Faktor Resiko

  Elsanti (2009), mengelompokan menjadi 2 yaitu faktor resiko yang dapat dikontrol dan tidak dapat dikontrol.

  1. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol.

  a. Umur Menurut Hurlock (2007) membagi masa dewasa menjadi 3 bagian yaitu :

  1). Masa dewasa awal yaitu dimulai pada usia 21-40 tahun. Seseorang yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukanya didalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainya. 2). Masa dewasa madya yaitu dimulai pada usia 41-60 tahun. Masa tersebut pada akhirnya akan ditandai oleh perubahan mental dan jasmani.

  Pada usia 60 tahun biasanya terjadi penurunan kekuatan fisik dan daya ingatan 3). Masa tua ( lansia ) yaitu dimulai pada usia 61- sampai keatas. Periode penutupan dalam rentang hidup seseorang ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik, psikologis yang semakin menurun

  Kenaikan umur seseorang sebanding dengan kenaikan tekanan darah. Penambahan usia menyebabkan semakin hilang daya elastisitas dari pembuluh darah yang mengakibatkan arteri dan aorta kehilangan daya untuk menyesuaikan diri dengan aliran darah. Oleh karena itu orang yang lebih tua akan lebih cenderung terkena penyakit hipertensi daripada orang yang berumur lebih muda (Wolff, 2008).

  Tekanan darah cenderung rendah pada usia remaja dan mulai meningkat pada masa dewasa awal. Kemudian meningkat lebih nyata selama masa pertumbuhan dan pematangan fisik diusia dewasa akhir sampai usia tua, dikarenakan sistem sirkulasi darah akan terganggu, karena pembuluh darah sering mengalami penyumbatan dinding pembuluh darah menjadi keras dan tebal serta berkurangnya elastisitasnya pembuluh darah sehingga menyebabkan tekanan darah menjadi tinggi (Guyton, 2007).

  Menurut Susilo (2011), seiring dengan bertambahnya usia kepekaan orang bertambah tehadap hipertensi. Individu yang berumur lebih dari 60 tahun mempunyai tekanan darah yang lebih besar dari orang lain sebesar 50-60%.

  b. Jenis Kelamin Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi daripada wanita. Perbedaan resiko hipertensi pada gender ini dipengaruhi oleh faktor psikologis, faktor perilaku, dan pekerjaan (Basha, 2004 dalam Rundengan, 2006).

  Pada dasarnya tidak ada perbedaan prevalensi antara wanita dan laki-laki tetapi wanita setelah menopause menjadi lebih berpotensi terserang penyakit hipertensi. Karena wanita yang belum menopause dilindungi oleh hormon esterogen yang berperan aktif dalam peningkatan kadar High Density Esterogen (HDL). HDL merupakan faktor yang penting dalam melindungi terjadinya arterosklerosis. Pada wanita yang sudah mencapai umur 45 tahun ke atas maka sedikit demi sedikit hormon esterogen akan mengalami penyusutan baik kuantitas maupun kualitasnya sehingga berdampak pada banyaknya kasus hipertensi pada wanita (Elsanti, 2009).

  2. Faktor resiko yang dapat dikontrol.

  a. Kegemukan (obesitas) Obesitas merupakan salah satu ciri khas penderita hipertensi.

  Walaupun belum diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi dan obesitas, namun terbukti bahwa pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dari pada penderita hipertensi dengan berat badan normal. Pada orang yang terlalu gemuk, tekanan darahnya cenderung tinggi karena seluruh organ tubuh dipacu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan energi yang lebih besar jantung pun bekerja ekstra karena banyaknya timbunan lemak yang menyebabkan kadar lemak darah juga tinggi, sehingga tekanan darah menjadi tinggi. Obesitas dapat meningkatkan kejadian hipertensi primer, hal ini disebabkan lemak menimbulkan sumbatan pada pembuluh darah sehingga dapat meningkatkan tekanan darah (Anggraini dkk, 2009).

  Menurut Sustrani (2006), cara mudah untuk mengetahui termasuk obesitas atau tidak yaitu dengan mengukur Indeks Masa Tubuh ( IMT), Rumus IMT =

  Adapun kategori penilaian berat badan menurut IMT adalah: 1) IMT 20 kg/m2 = Berat badan kurang.

  2) IMT 20-24 kg/m2 = Normal atau sehat. 3) IMT 25-29 kg/m2 = gemuk atau kelebihan berat badan. 4) IMT 30 kg/m2 = sangat gemuk atau obesitas.

  b. Aktivitas fisik Aktivitas fisik adalah intensitas kegiatan jasmani yang dilakukan sehari-hari, yang meliputi bidang kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan, perjalanan, dan kegiatan diwaktu senggang. Jenis aktivitas fisik meliputi aktivitas berat, yaitu aktivitas yang menggunakan tenaga fisik dan membuat nafas lebih cepat dari biasanya, yang dilakukan minimal 10 menit setiap harinya. Aktivitas sedang, yaitu aktivitas yang menggunakan tenaga fisik yang sedang dan membuat nafas sedikit lebih cepat dari biasanya. Serta aktivitas ringan yaitu aktivitas yang sedikit menggunakan tenaga fisik yang dilakukan minimal 10 menit setiap harinya (Purwanti, 2005).

  Melakukan aktivitas fisik untuk menjaga kesehatan tubuh, salah satunya berolahraga. Olahraga adalah suatu bentuk aktifitas fisik yang terencana dan terstruktur yang melibatkan gerakan tubuh berulang- ulang dan ditujukan untuk meningkatkan kebugaran tubuh. Prinsip berolahraga yaitu mengacu pada FITT singkatan dari frekuensi (seberapa sering berolahraga), intensitas (seberapa berat aktifitas fisik dilakukan), time (waktu), type (jenis olahraga). Aktivitas fisik secara teratur minimal 30 menit. Aktivitas sedang pada setidaknya 5 hari perminggu atau 20 menit, aktivitas fisik berat setidaknya 3 hari perminggu atau 10 menit. Ini dapat melancarkan aliran darah karena pembuluh darah menjadi lebar (vasodilatasi) dan membakar lemak (Setiawan, 2008).

  Aktivitas fisik sangat mengganggu stabilitas tekanan darah. Pada orang yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras usaha otot jantung dalam memompa darah, makin besar pula tekanan yang dibebankan pada dinding arteri sehingga meningkatkan tahanan perifer yang menyebabkan kenaikan tekanan darah. Kurangnya aktivitas fisik juga dapat meningkatkan resiko kelebihan berat badan yang akan menyebabkan resiko hipertensi meningkat (Elsanti, 2009).

  Seseorang yang kurang melakukan aktivitas fisik menyebabkan tubuh kurang menggunakan energi yang tersimpan didalam tubuh. Oleh karena itu, jika asupan energi berlebihan tanpa diimbangi dengan aktivitas fisik yang sesuai maka secara berkelanjutan dapat mengakibatkan meningkatnya tekanan darah. Cara yang paling mudah untuk meningkatkan pengeluaran energi yaitu melakukan latihan fisik atau gerak tubuh (Adisapoetra, 2010).

  Menurut Respati (2007) menyatakan aktivitas fisik bermanfaat bagi tubuh karena kebiasaan tubuh bergerak dalam intensitas sedang dalam kegiatan sehari-hari dan pada waktu bekerja membuat tubuh lebih sehat, proses perkembangan lebih baik. Sebaliknya apabila tubuh tidak di biasakan untuk bergerak, maka akan mudah sakit, terjadi gangguan perkembangan dan proses penuaan yang lebih cepat.

  c. Diet (Pola makan) Kejadian hipertensi dimulai dengan adanya atherosklerosis yang merupakan bentuk dari arteriosklerosis (pengerasan arteri).

  

Atherosklerosis ditandai oleh penimbunan lemak yang progresif pada

  dinding arteri sehingga mengurangi volume aliran darah ke jantung, karena sel-sel otot arteri tertimbun lemak yang kemudian membentuk plak, maka terjadi penyempitan pada arteri dan penurunan elastisitas arteri sehingga tidak dapat mengatur tekanan darah kemudian mengakibatkan hipertensi.

  Makanan yang dimakan dapat berpengaruh terhadap kestabilan tekanan darah. Kandungan zat gizi seperti lemak dan sodium memiliki kaitan erat dengan munculnya hipertensi. Pelaksanaan diet yang teratur dapat menormalkan hipertensi, yaitu dengan mengurangi makanan dengan tinggi garam, makanan yang berlemak, mengonsumsi makanan yang tinggi serat (Julianti, 2008).

  Pola makan adalah cara seseorang atau sekelompok orang yang memilih dan mengkonsumsi makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, budaya dan sosial sebagai bagian yang mempengaruhi pola makan. Pola makan individu meliputi bahan makanan pokok, lauk pauk, sayur dan buah-buahan (Nurporida, 2004).

  Makanan yang berkontribusi meningkatkan resiko hipertensi adalah makan-makanan seperti lobster (udang besar), otak, jeroan, keju, gorengan dan santan kental. Makanan ini dapat meningkatkan resiko hipertensi karena ini mengandung kadar kolesterol tinggi yang dapat meningkatkan tekanan darah. Kolesterol adalah zat kimia yang termasuk golongan lipid. Kadar kolesterol tinggi dalam darah dapat menyebabkan penyakit jantung (Kuntaraf, 2009).

  Konsumsi garam yang tinggi mengakibatkan seseorang mengalami peningkatan tekanan darah seiring dengan bertambahnya usia. Jika kadar garam dalam tubuh tinggi, maka otomatis tubuh akan berusaha menetralkan dengan air melalui dua proses mekanisme.

  Pertama, kadar garam yang tinggi akan merangsang pusat haus diotak, sehingga seseorang akan minum air dengan kadar lebih banyak. Kedua, kadar garam yang tinggi juga menyebabkan pelepasan hormon antidiuretik, yaitu hormon yang menyebabkan ginjal menyerap kembali sebagian besar air yang telah disaring, sebelum dikeluarkan menjadi air kemih. Sehingga menjadikan sejumlah besar air masuk kembali kedalam pembuluh darah. Kedua mekanisme diatas menyebabkan volume darah didalam tubuh bertambah. Hindari pemakaian garam yang berlebihan atau makanan yang diasinkan tetapi bukan berati menghentikan pemakaian garam, sebaiknya konsumsi garam tidak lebih dari 3 gram sehari (Marliana, 2007).

  Kandungan garam yang tinggi dalam tubuh dapat menganggu kerja ginjal. Garam harus dikeluarkan dari tubuh oleh ginjal, tetapi karena natrium sifatnya mengikat banyak air, maka makin tinggi garam membuat volume darah meningkat. Volume darah semakin tinggisedangkan lebar pembuluh darah tetap, maka aliranya jadi deras, yang artinya tekanan darah menjadi semakin meningkat, ini juga dapat meningkatkan risiko hipertensi (Ferdy, 2011).

Tabel 2.3 Pendekatan Diet Untuk Menghentikan Hipertensi.

  Kelompok Frekuensi Ukuran hidangan Jenis makanan makanan makan per hari Produk 2-3 ½ mangkuk nasi, 1 Semua roti padi- potong roti. gandum. padian

Sayur- 2-3 ½ mangkuk sayuran Kangkung,bayam,

sayuran matang, buncis,brokoli, kentang.

  Buah- 1-2 6 ons jus buah, 1 Pisang,alpukat, buahan buah ukuran sedang. jeruk,kurma, mangga, melon.

  (Sumber: Kuntaraf, 2009).

  d. Perilaku Merokok Rokok mempunyai pengaruh langsung yang membahayakan jantung. Apabila pembuluh darah yang ada pada jantung dalam keadaan tegang karena tekanan darah tinggi, maka rokok dapat memperburuk keadaan tersebut. Merokok dapat merusak pembuluh darah, menyebabkan arteri menyempit dan lapisan menjadi tebal dan kasar. Nikotin, CO dalam asap rokok terbukti merusak dinding pembuluh endotel (dinding dalam pembuluh darah), mempermudah penggumpalan darah sehingga dapat merusak pembuluh darah perifer. Keadaan paru-paru dan jantung mereka yang merokok tidak dapat bekerja secara efisien (Soeharto, 2007).

  Nikotin dapat meningkatkan denyut jantung, yang akan meningkatkan tekanan darah arteri pada jangka waktu yang pendek, selama dan setelah merokok (Black & Hawks, 2005).

  Merokok tidak terlalu meningkatkan prevalensi hipertensi karena ketika seseorang berhenti merokok tekanan darah hanya menurun sedikit saja karena mantan perokok akan menjadi lebih gemuk dibandingkan ketika dia merokok. Akan tetapi, kematian karena hipertensi banyak terjadi pada kelompok perokok dan peningkatan insiden hipertensi maligna pada kelompok perokok dibandingkan kelompok bukan perokok (Siburian, 2004).

E. Kerangka Teori

  Kerangka teori mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat hipertensi. Menurut Elsanti (2009), ada 2 faktor yaitu faktor resiko yang tidak dapat dikontrol dan faktor resiko yang dapat dikontrol. Seperti pada gambar 2.1.

  Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol:

  1. Umur Tekanan darah tinggi

  2. Jenis kelamin ( hipertensi )

  Faktor resiko yang dapat dikontrol:

  1. Kegemukkan (obesitas)

  2. Aktivitas Fisik (Sumber: Elsanti, 2009).

  3. Diet (Pola Makan)

  4. Perilaku Merokok

Gambar 2.1 kerangka teori faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat hipertensi.

  F. Kerangka Konsep

  Kerangka konsep mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat hipertensi, Seperti pada gambar 2.2.

  Variabel Dependent

  Variabel Independent Umur

  Tingkat Aktivitas Fisik Hipertensi Diet (Pola Makan)

  Variabel yang akan diteliti

Gambar 2.2 Kerangka konsep faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat hipertensi pada pasien yang berobat di puskesmas.

  G. Hipotesis

  1. Ada hubungan antara umur dengan tingkat hipertensi pada pasien yang berobat di Puskesmas I Wangon.

  2. Ada hubungan antara aktivitas fisik dengan tingkat hipertensi pada pasien yang berobat di Puskesmas I Wangon

  3. Ada hubungan antara diet (pola makan) dengan tingkat hipertensi pada pasien yang berobat di Puskesmas I Wangon.