BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Belajar - FATHIYATUL LAELA BAB II

BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Belajar Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses

  perubahaan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengertian belajar dapat di definisikan sebagai berikut :

  Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Dengan ciri- ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar, yaitu : 1) perubahan terjadi secara sadar, 2) bersifat kontinu dan fungsional, 3) bersifat positif dan aktif, 4) perubahan bersifat sementara, 5) bertujuan atau terarah, 6) perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku (Slameto, 2003: 2).

  Menurut James O. Whittaker (dalam Ahmadi dan Supriyono 2004 :127) merumuskan belajar sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Menurut Ahmadi dan Supriyono (2004 : 128) mengemukakan belajar adalah proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.

  Menurut kamus umum Bahasa Indonesia, belajar adalah berusaha (berlatih dan sebagainya) supaya mendapat sesuatu kepandaian.

  Beberapa definisi tentang belajar yang lainnya adalah sebagai berikut (Sardiman, 2000).

  a.

  Cronbach memberikan definisi, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman.

  b.

  Harlod Spears memberikan batasan, belajar adalah dilakukan dengan mengamati, membaca, menirukan, mencoba, mendengarkan,dan mengikuti petunjuk dan pengarahan.

  c.

  Geoch mengatakan, belajar adalah perubahan penampilan sebagai hasil praktik.

  Pada prinsipnya belajar adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antar siswa dengan sumber-sumber belajar, baik sumber yang didesain maupun yang dimanfaatkan. (Kunandar, 2010 : 319- 320) 2.

   Teori Belajar

  Belajar memiliki persepsi dan penekanan, penekanan tersendiri tentang hakekat belajar dan proses ke arah perubahan sebagai hasil belajar. Berikut ini adalah beberapa teori belajar diantaranya: a.

  Teori belajar menurut J. Bruner Bruner mempunyai pendapat, alangkah baiknya bila sekolah dapat menyediakan kesempatan bagi siswa untuk maju dengan cepat sesuai dengan kemampuan siswa dalam mata pelajaran tertentu. Di dalam proses belajar Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. (Slameto,2010: 11)

  Dalam belajar guru perlu memperhatikan 4 hal berikut ini: 1)

  Mengusahakan agar setiap siswa berpartisipasi aktif, minatnya perlu ditingkatkan, kemudian perlu dibimbing untuk mencapai tujuan tertentu.

  2) Menganalisis struktur materi yang akan diajarkan, dan juga perlu disajikan secara sederhana sehingga mudah dimengerti siswa.

  3) Menganalisis sequence. Guru mengajar, berarti membimbing siswa melalui urutan pertanyaan-pertanyaan dari suatu masalah, sehingga siswa memperoleh pengertian dan dapat men-transfer apa yang sedang dipelajari.

  4) Memberi reinforcement dan umpan balik (feed-beck).penguatan yang optimal terjadi pada waktu siswa mengetahui bahwa “ia menemukan jawaban”nya.

  b.

  Teori belajar menurut Psikolog Gestalt Menurut aliran ini, jiwa manusia adalah keseluruhan yang berstruktur. Satu keseluruhan bukan terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Unsur itu berada dalam keseluruhan menurut struktur yang telah tertentu dan saling berinteraksi satu sama lain.

  Teori psikologis Gastalt sangat berpengaruh terhadap tafsiran tentang belajar. Beberapa prinsip yang perlu mendapat perhatian adalah sebagai berikut: 1)

  Belajar berdasarkan keseluruhan siswa berusaha menghubungkan suatu pelajaran yang lain sebanyak mungkin.

  2) Belajar adalah suatu proses perkembangan mempelajari dan merencanakan bila siswa telah matang untuk menerima bahan pelajaran itu.

  3) Siswa sebagai organisme keseluruhan siswa belajar tak hanya inteleknya saja, tetapi juga emosional dan jasmaninya.

  4) Terjadi transfer belajar pada pokoknya yang terpenting pada penyesuaian pertama ialah memperoleh respon yang tepat.

  5) Belajar adalah reorganisasi pengalaman adalah suatu interaksi antara seseorang dengan lingkungannya.

  6) Belajar harus dengan instight adalah suatu proses belajar dimana sesorang melihat pengertian dan hubungan-hubungan tertentu dalam unsur yang mengandung suatu problem.

  7) Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan dan tujuan siswa.

  8) Belajar berlangsung terus-menerus siswa memperoleh pengetahuan tak hanya di sekolah tetapi juga di luar sekolah.

  c.

  Teori belajar menurut R. Gagne Terhadap masalah belajar, Gagne memberikan dua definisi, yaitu: 1)

  Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku.

  2) Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi.

  d.

  Teori belajar menurut Piagnet Pendapat Piagnet mengenai perkembangan proses belejar pada anak-anak adalah sebgai berikut:

1) Anak mempunyai stuktur mental yang berbeda dengan orang dewasa.

  Mereka bukan merupakan orang dewasa dalam bentuk kecil, mereka mempunyai cara yang khas untuk menghayati dunia sekitarnya. Maka memerlukan pelayanan tersendiri dalam belajar.

  2) Perkembangan mental pada anak melaluai tahap-tahap tertentu, menurut suatu urutan yang sama bagi semua anak, tetapi jangka waktu untuk berlatih dari satu tahap ke tahap yang lain tidaklah selalu sama pada setiap anak.

  3) Perkembangan mental anak dipengeruhi oleh 4 faktor yaitu: 1) kemasakan,2) pengalaman,3) interaksi sosial, 4) equilibration (proses dari tiga factor di atas bersama-sama untuk membangun dan memperbaiki struktur mental).

  4) Ada 3 tahap perkembangan, yaitu:

  a) Berfikir secara intuitif ± 4 tahun

  b) Beroperasi secara konkret ± 7 tahun

  c) Beroperasi formal ± 11 tahun 3.

   Aktivitas Belajar a. Pengertian Aktivitas belajar

  Menurut Sardiman (2007:95) aktivitas adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku atau melakukan kegiatan. Kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan anak selaku siswa dalam lingkungan sekolah secara khusus yaitu aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar.

  Aktivitas belajar merupakan serentetan kegiatan yang dapat menunjang tercapainya tujuan dari belajar yang dilakukan seseorang dalam proses belajar mengajar, guru perlu menimbulkan aktivitas siswa dalam berpikir maupun berbuat. Penerimaan pelajaran jika dengan aktivitas siswa sendiri, kesan itu tidak akan terlalu begitu saja, tetapi dipikirkan, diolah kemudian di keluarkan lagi dalam bentuk yang berbeda. Siswa akan bertanya, mengajukan perintah, melaksanakan tugas, membuat grafik, diagram, intansi, dari pelajaran yang di sajikan oleh guru. (Slameto, 2010:36)

  Menurut kunandar (2008: 277) aktivitas siswa adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masing-masing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin.

  Menurut Usaman (2010:20) aktivitas belajar siswa sangat diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga siswalah yang seharusnya banyak aktif, sebab siswa sebagai subyek didik adalah yang merencanakan, dan ia sendiri yang melaksanakan.

  Sebagai subyek didik yang dalam satu komunitas belajar di kelas, tentu seluruh siswa akan melakukan berbagai aktivitas belajar. Aktivitas belajar yang dilakukan para siswa merupakan bagian dari cara mereka belajar. Namun terkadang aktivitas yang dilakukan siswa belum tentu mendukung kegiatan belajar yang sedang mereka lakukan.

  Untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif dengan melibatkan siswa sebagai subyek belajar, guru memiliki peran yang sangat vital. Sebab, guru adalah fasilitator kegiatan belajar siswa yang menciptakan segala suasana belajar siswanya.

b. Prinsip-prinsip aktivitas belajar

  Prinsip-prinsip aktivitas dalam belajar dalam hal ini akan dilihat dari sudut pandang perkembangan konsep jiwa menurut ilmu jiwa. Dengan melihat unsur kejiwaan seseorang subjek belajar/ subjek didik, dapatlah diketahui bagaimana prinsip aktivitas yang terjadi dalam belajar.

  Menurut sardiman (2007: 97-100) prinsip aktivitas belajar dari sudut pandang jiwa ini secara garis besar dibagi menjadi dua pandangan yakni : 1)

  Menurut ilmu jiwa lama Johm Locke dengan konsep Tabularas, mengibaratkan jiwa (psyche) seseorang bagaikan kertas putih yang tidak bertulis. Dalam hal ini terserah kepada guru, mau dibawa kemana, mau diapakan siswa itu, karena guru adalah memberi dan mengatur isinya, dengan demikian aktivitas didominasi oleh guru, sedangkan anak didik bersifat pasif dan menerima begitu saja. Selanjutnya Harbet memberikan rumusan bahwa jiwa adalah keseluruhan tanggapan yang secara mekanis dikuasi oleh hokum-hukum asosiasi.

  Mengombinasikan dua konsep yang baik dikemukakan John Locke dan Herbat, jelas dalam proses belajar mengajar guru akan senantiasa mendominasi kegiatan. Siswa terlalu pasif, sedangkan guru aktif dan segala inisiatif datang dari guru.

  2) Menurut pandangan ilmu jiwa modern

  Aliran ilmu jiwa yang tergolong modern akan menerjemahkan jiwa manusia sebagai sesuatu yang dinamis, memiliki potensi dan energi sendiri.

  Oleh karena itu, secra alami anak didik itu juga bias menjadi aktif, karena adanya motivasi dan didorong oleh macam-macam kebutuhan. Tugas pendidik adalah membimbing dan menyediakan kondisi agar anak didik dapat mengembangkan bakat dan potensinya. Dalam hal ini anaklah yang beraktivitas, berbuat dan harus aktif sendiri.

c. Jenis-jenis aktivitas dalam belajar

  Paul B. Diedrich membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan siswa yang antara lain dapat digolongkan sebagai berikut : (Sardiman, 2007:101)

  1) Visual activites, yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca, memperhatikan gambar demostrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.

  2) Oral activites, seperti : menyatakan, merumuskan, bertanya, member saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.

  3) Listening activites, sebagai contoh mendengarkan : uraian, percakapan, diskusi, music pidato.

  4) Wreating activites, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.

  5) Drawing activites, misalnya : menggambar, membuat grafik, peta, diagram.

  6) Motor activites, yang termasuk di dalamnya antara lain : melakukan percobaan, membuat kontruksi, model mereparasi, bermaian, berkebun, berternak.

  7) Mental activites sebagai contoh misalnya : menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.

  8) Emotional activities, seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.

d. Nilai aktivitas dalam pengajaran

  Nilai aktivitas dalam pembelajaran terdiri atas beberapa asas, menurut Hamalik (2003 : 175 – 176) menyebutkan bahwa penggunaan asas aktivitas besar nilainya bagi pengajaran para peserta didik karena : 1)

  Para peserta didik mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri.

  2) Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi peserta didik secara integral.

  3) Memupuk kerjasama yang harmonis dikalangan peserta didik. 4) Para peserta didik bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri. 5)

  Memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar menjadi demokratis.

  6) Mempererat hubungan sekolah dan masyarakat dan hubungan antara orang tua dan guru.

  7) Pengajaran disekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas kehidupan dalam masyarakat.

4. Hasil Belajar

  Menurut Sanjaya (2009:3) hasil belajar berkaitan dengan perubahan perilaku yang diperoleh sebagai pengaruh dari proses belajar. Menurut Hamalik

  (2003:30) hasil belajar adalah perubahan tingkah laku pada orang dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan dari belum mampu kearah mampu. Hasil belajar akan tampak pada beberapa aspek antara lain: pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap. Seseorang yang telah melakukan perbuatan belajar maka akan terlihat terjadinya perubahan dalam salah satu beberapa aspek tingkah laku sebagai akibat dari hasil belajar.

  Menurut Winkel (1986: 53) hasil belajar adalah suatu aktifitas mental atau psikis yang langsung interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan- perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap.

  Menurut Bloom (dalam sudjana 2001: 22-23) hasil belajar dapat di bagi manjadi 3 ranah yaitu: a.

  Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni: pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, sintentesis dan evaluasi b. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yaitu: penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi.

  c.

  Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.

  Hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai dengan menggunakan kriteria tertentu. Hasil belajar pada hakikatnya merupakan kompetensi-kompetensi yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasan berfikir dan bertindak. Kompetensi tersebut dapat dikenali melalui sejumlah hasil belajar dan indikatornya yang dapat diukur dan diamati (Rusman.2011: 276-277).

  Menurut S. Nasution (dalam kunandar 2008:276) berpendapat hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan, tetapi juga membentuk kecakapan dan penghanyatan dalam diri pribadi individu yang belajar. Menurut Nana Sudjana (dalam kunandar 2008: 276) hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukur, yaitu berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan.

  Menurut Cullen (2003) dalam Fathul Hilman (2004). Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertutama dari mata pelajaran yang berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Untuk melihat hasil belajar dilakukan suatu penilaian terhadap siswa yang bertujuan untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai suatu materi atau belum. Penialian merupakan upaya sistematis yang dikembangkan oleh suatu institusi pendidikan yang ditujukan untuk menjamin tercapainya kualitas proses pendidikan serta kualitas kemampuan peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah dicapai. (Kunandar 2008: 277).

  Hasil belajar dapat dilihat dari hasil nilai tes berupa pre-tes dan post-test. Pre-test dilakukan sebelum materi pembelajaran sedangkan pos-test dilakukan pada setiap selesai pembelajaran. Dalam penelitian tindakan kelas ini, yang dimaksud hasil belajar siswa adalah hasil nilai tes yang diperoleh siswa dalam mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial.

5. Model Pembelajaran Cooperative Learning a. Pembelajaran cooperative learning

  Istilah cooperative learning dalam pengrtian bahasa Indonesia dikenal dengan nama pembelajaran kooperatif. Menurut Johnson dan Johnson (1994)

  

cooperative learning adalah mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam

  suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelommpok tersebut. (Isjoni, 2009:15)

  Anita lie (2000) menyebutkan cooperative learning dengan istilah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam dalam tugas-tugas yang tersetruktur.

  Slavin menyatakan cooperative learning adalah suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. (Solihatin dan Raharjo, 2007)

  Djahiri menyatakan cooperative learning sebagai pembelajaran kelompok kooperatif yang menuntut diterapkannya pendekatan belajar yang siswa sentries, humanistic, dan demokratis yang sesuaikan dengan kemampuan siswa dan lingkungan belajarnya. Dengan demikian, maka pembelajaran kooperatif mampu membelanjarakan diri dan kehidupan siswa baik di kelas atau sekoalah. Lingkungan belajarnya juga membina dan meningkatkan serta mengembangkan potensi diri siswa sekaligus memberikan pelatihan hidup senyatanya, jadi cooperative learning dapat dirumuskan sebagai kegiatan pembelajaran kelompok yang terarah, terpadu, efektif- efisiean, kearah mencari atau mengkaji sesuatu melalui proses kerjasama dan saling membantu sehingga tercapai proses dan hasil belajar yang produktif.

  (Isjoni, 2009:19) Unsur-unsur dasar dalam cooperative learning menurut Lungdren antara lain sebagai berikut:

  1) Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam/ berenang bersama”.

  2) Para siswa harus memiliki tanggungjawab terhadap siswa/peserta didik lain dalam berkelompoknya, selain tanggungjawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.

  3) Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.

  4) Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggungjawab diantara para anggota kelompok.

  5) Para siswa diberi satu evaluasi/ penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.

  6) Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerjasama selama belajar.

  7) Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditanggani kelompok kooperatif. (Isjoni, 2009: 13-14)

b. Pembelajaran Snowball Throwing 1) Pengertian Snowball Throwing

  Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tipe dan model pembelajaran, salah satunya adalah model snowball throwing. Model snowball

  throwing merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang bermuara

  pada pembelajaran aktif yang dalam pelaksanaannya banyak melibatkan siswa.

  Model pembelajaran Snowball Throwing merupakan model pembelajaran yang melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang lain dan menyampaikan pesan tersebut ke pada temannya dalam suatu kelompok. Dalam membuat pertanyaan tidak seperti model pembelajaran berkirim salam dan soal yang pertanyaan langsung di berikan kepada teman lain. Lemparan pertanyaan tidak menggunakan tongkat seperti model pembelajaran Talking Stik akan tetapi menggunakan kertas berisi pertanyaan yang diremas menjadi sebuah bola kertas lalu di lempar-lemparkan kepada siswa lain.

  Snowball artinya bola salju, sedangkan throwing artinya melempar. Snowball throwing secara keseluruhan dapat melempar bola salju. Model

  pembelajaran Snowball throwing adalah suatu model pembelajaran yang diawali dengan pembentukan kelompok yang diwakili ketua kelompok untuk mendapat tugas dari guru kemudian masing-masing siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh.

  2)

Langkah-langkah metode pembelajaran Snowball throwing adalah

sebagai berikut:

a) Guru menyampaikan materi yang akan disajikan.

  b) Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi.

  c) Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya

  d) Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kerja untuk menulis pertanyaa apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok.

  e) Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama ± 5 menit.

  f) Setelah siswa mendapat satu bola persatu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian

  g) Guru memberikan kesimpilan

  h) Evalusi i)

  Penutup. (Asmani. 2011: 47-48)

3) Kelebihan dan kelemahan

  Model pembelajaran snowball throwing ini memilki kelebihan dan kekurangan, diantaranya: a) Kelebihan pembelajaran dengan model Snowball Throwing

  (1) Melatih kesiapan siswa dalam merumuskan pertanyaan dengan bersumber pada materi yang diajarkan serta saling memberikan pengetahuan.

  (2) Siswa lebih memahami dan mengerti secara mendalam tentang materi pelajaran yang dipelajari. Hal ini disebabkan karena siswa mendapat penjelasan dari teman sebaya yang secara khusus disiapkan oleh guru serta mengerahkan penglihatan, pendengaran, menulis dan berbicara mengenai materi yang didiskusikan dalam kelompok.

  (3) Dapat membangkitkan keberanian siswa dalam mengemukakan pertanyaan kepada teman lain maupun guru.

  (4) Melatih siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh temannya dengan baik.

  (5) Merangsang siswa mengemukakan pertanyaan sesuai dengan topik yang sedang dibicarakan dalam pelajaran tersebut.

  (6) Dapat mengurangi rasa takut siswa dalam bertanya kepada teman maupun guru.

  (7) Siswa akan lebih mengerti makna kerjasama dalam menemukan pemecahan suatu masalah.

  (8) Siswa akan memahami makna tanggung jawab. (9)

  Siswa akan lebih bisa menerima keragaman atau heterogenitas suku, sosial, budaya, bakat dan intelegensia.

  (10) Siswa akan terus termotivasi untuk meningkatkan kemampuannya. b) Kelemahan pembelajaran model Snowball Trowing

  (1) Terciptanya suasana kelas yang kurang kondusif

  (2) Adanya siswa yang bergantung pada siswa lain.

  c.

  

Aktivitas belajar siswa dalam model Snowball Throwing dengan hasil

belajar

  Secara prinsip belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku, oleh sebab itu aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar – mengajar. (Sardiman : 1986 : 95 – 96).

  Jarolimek dan Parker (1993) sejumlah aktivitas dalam pembelajaran di kelas yang melibatkan siswa agar mereka memiliki kepekaan. Aktivitas kelas yang melibatkan siswa ini pada gilirannya akan memberi kontribusi terhadap pencapaian tujuan pembelajaran, yaitu : menarik perhatian siswa, mengembangkan sejumlah kemampuan berpikir, memberikan arah dan tujuan belajar, memberi kesempatan berpikir, bekerja dan meniali, serta kemampuan lain yang dapat melatih kepekaan. (Sapriya, 2009: 179)

  Pada hakekatnya setiap anak menyukai benda mainan atau benda model suatu bangunan. Dalam model snowball throwing aktivitas pembelajaran yang melibatkan siswa yaitu dimana siswa membentuk kelompok yang diwakili ketua kelompok untuk mendapat tugas dari guru kemudian masing-masing siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh. Aktivitas yang melibatkan aspek motorik seperti ini sangat mengembangkan kreativitas anak-anak. Aktivitas ini memberi kesempatan yang luas untuk berkreasi, berpikir, berbuat sesuai dengan keinginannya dan bekerja menggunakan alat yang ada.

  Model snowball throwing memiliki manfaat yaitu: siswa dapat mengenal cara membuat soal, dapat menjawab pertanyaan dari teman lain, dapat belajar sambil bermaian yaitu dengan melempar bola yang terbuat dari kertas dan berisi pertanyaan sehingga memberi kesan yang menyenangkan. Sehingga aktivitas belajar peserta didik dapat meningkat dalam proses belajar dan hasil belajar peserta didik meningkat.

6. Pengertian IPS a. Pengertian IPS

  Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu- ilmu sosial seperti : sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Ilmu pengetahuan sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang- cabang ilmu-ilmu sosial (sosiologi, sejarah geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya) IPS atau studi sosial itu merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu-ilmu sosial. (BSNP, 2006: 3)

  Menurut Sapriya (2009 : 12) IPS ditingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah bertujuan untuk mempersiapkan para peserta didik warga Negara yang menguasai pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), sikap dan nilai (attitudes and values) yang dapat digunakan sebagai kemampuan mengambil keputusan dan berperstasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga Negara yang baik.

b. Karekteristik mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial

  Karakteristik mata pelajaran IPS SMP/MTs antara lain: 1)

  Ilmi pengetahuan sosial merupakan gabungan dari unsure-unsur geografi, sejarah, ekonomi, hukum dan politik, kewarganegaraan, sosiologi, bahkan juga bidang humaniora, pendidikan dan agama (Numan Soemantri, 2001 dalam BNSP: 2006)

  2) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS berasal dari struktur keilmuan geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi, yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik (tema) tertentu.

  3) Standar Kompetensi Dasar IPS juga menyangkut berbagai masalah sosial yang dirumuskan dengan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner.

  4) Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar menyangkut pariwisata dan perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab akibat, kewilayahan, adaptasi dan penggolongan lingkuangan, struktur, proses dan masalah sosial serta upaya-upaya perjuangan hidup agar survive seperti pemenuhan kebutuhan, kekuasan, keadilan dan jaminan keamanan (Daldjoeni,1981)

  5) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS menggunakan tiga dimnsi dalam menguji dan memahami kehidupan manusia secara keseluruhan.

  Menurut Solihatin (2007 : 15) pada dasarnya tujuan dari pendidikan IPS adalah untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar sesuai dengan bakat, minat, kempuan lingkungannya serta berbagai bekal bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.

  Tujuan utama Ilmu Pengetahuan sosial ialah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang meninpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. (BSNP, 2006: 5) c.

   Materi pelajaran mendeskripsikan kondisi Geografi dan Penduduk

  Mendeskripsikan kondisi geografi dan penduduk merupakan kompetensi dasar yang terdapat dalam silabus kelas VII semester 2 dengan indikator, yaitu 1) mendeskripsikan kondisi geografi suatu wilayah pada peta, 2) mendeskripsikan kondisi penduduk suatu wilayah, 3) menganalisis kaitan antara kondisi geografi dengan keadaan penduduk.

  Dalam kompetensi dasar tentang “mendeskripsikan kondisi geografi dan penduduk” terdapat materi pembelajaran yang terdiri dari: 1)

  Kondisi geografis, merupakan materi pembelajaran yang menjelaskan tentang kondisi geografi atau kondisi fisik geografi suatu wilayah khususnya kondisi geografis Indonesia. 2)

  Adaptasi terhadap kondisi geografi merupakan materi pembelajaran yang memberi penjelasan kepada siswa tentang pengertian adaptasi, macam-macam adaptasi mahluk hidup terhadap kondisi georafi. Seperti adaptasi fisiografis, adaptasi morfologis, adaptasi budaya, adaptasi bahan makanan, adaptasi psikologis. 3)

  Topologi wilayah merupakan materi pembelajaran yang mencakup wilayah sebagai bentuk permukaan bumi yang berkaiatan erat dengan letak (letak astronomis, letak geografis), luas keseluruhan wilayah indonesia dan luas pulau-pulau di indonesia, dan batas.

  4) Kondisi penduduk merupakan materi pembelajaran yang memberi informasi kepada siswa tentang kondisi penduduk. materi di dalamnya meliputi : kondisi fisik yang mempengaruhi pola hidup penduduk, ekonomi, kebudayaan penduduk dalam kehidupan sehari-hari, pertumbuhan penduduk dan kepadatan penduduk.

B. Penelitian Relevan

  Penelitian yang telah dilakukan oleh Hidayatunrohman pada tahun 2010/2011 yang berjudul” peningkatan aktivitas dan prestasi belajar IPS melalui pembelajaran kooperatif model Snowball throwing pada materi perjuangan mempertahankan kemerdekaan di kelas V SD Negeri Karangmangu”. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa penerapan model Snowball Throwing dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran.

  Penelitian Supriyanto (2010) dengan judul “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Melalui Model Snowball Throwing di SMP Negeri 3 Kalibaagor Bayumas. Diperoleh peningkatan belajar siswa dengan rata-rata kelas 77,2 pada siklus I dan 81,5 pada siklus II. Sedangkan untuk ketuntasan siswa meningkat menjadi 86,1 % pada siklus I dan 94,4 % pada siklus II.

  Penelitian Suci (2012) dengan judul peningkatan partisipasi dan prestasi belajar IPS materi perjuangan melawan penjajahan melalui pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing di kelas V SD Negeri Sambang Wetan. Berdasarkan hasil penelitian prestasi belajar siklus I diperoleh rata-rata nilai 75,46 dengan ketuntasan belajar 68,75% dan siklus II diperoleh rata-rata nilai 80,31 dengan ketuntasan belajar 87,5%. Hasil pengamatan partisipasi siswa siklus I diperoleh nilai rata-rata sebesar 73,43% dan siklus II sebesar 86,97%.

C. Kerangka Pikir

  Berdasarkan kajian teori maka kerangka berpikir, suatu proses pembelajaran merupakan interaksi antara siswa dengan guru dan sumber belajar yang ada dalam suatu lingkungan belajar. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menimbulkan aktivitas dan hasil belajar siswa yang maksimal terhadap materi yang diterima. Selain itu proses belajar mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa.

  Keberhasilan pembelajaran tidak lepas dari peran guru sebagai pengajar dan pendidik. Dalam proses pembelajaran guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional. Model pembelajaran ini dirasakan oleh siswa kurang diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa terkesan pasif.

  Berdasarkan hal tersebut dibutuhkan suatu model pembelajaran sebagai sarana untuk mendorong aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar yang dapat meningkatkan hasil belajar. Salah satu model pembelajaran Snowball

  

Throwing yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dan

memberikan informasi kepada orang lain.

  Melalui model pembelajaran Snowball throwing siswa dilibatkan secara langsung baik aspek fisik, emosional dan intelektualnya. Dengan penggunaan model Snowball throwing menyebabkan siswa tersebut dapat melakukan berbagai kegiatan. Kegiatan model Snowball throwing ini yaitu : 1) peserta didik dapat mengenal cara membuata soal, 2) peserta didik dapat menjawab pertanyaan dari teman lain, 3) peserta didik dapat belajar sambil bermaian yaitu dengan melempar bola yang terbuat dari kertas dan berisi pertanyaan sehingga memberi kesan yang menyenangkan.

D. Hipotesis

  Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan menggunakan model Snowball Throwing pada siswa kelas

  VII di SMP Muhammadiyah dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar peserta didik. Dengan kompetensi dasar “mendeskripsikan kondisi geografi dan penduduk”.