BAB II STUDI KEPUSTAKAAN A. Ketrampilan Menulis 1. Pengertian Menulis - KEEFEKTIFAN STRATEGI INKUIRI DAN EKSPOSITORI DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS PENGALAMAN PRIBADI Studi Ekperimen Kuasi Terhadap Siswa Kelas VII SMP Negeri 6 Bantarkawung di Kabupa

BAB II STUDI KEPUSTAKAAN A. Ketrampilan Menulis 1. Pengertian Menulis Menulis merupakan aktifitas manusia menuangkan apa yang

  terkandung di dalam pikirannya. Dengan menulis seseorang dapat menyampaikan apa yang menjadi gagasan maupun perasaannya kepada orang lain. Dapat dikatakan bahwa menulis adalah salah satu aktivitas komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Wujudnya adalah berupa tulisan yang terdiri dari rangkaian huruf yang bermakna dengan segala kelengkapannya, seperti ejaan, dan tanda baca. Menulis juga merupakan suatu proses penyampaian gagasan, pesan, sikap, dan pendapat kepada pembaca dengan lambang bahasa yang dapat dilihat dan disepakati bersama oleh penulis dan pembaca (Akhadiyah,1997:1.3).

  Menulis adalah aktivitas berbahasa yang produktif, ekspresif, dan tidak langsung atau tidak tatap muka. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005:1219) dinyatakan bahwa: “menulis adalah melahirkan pikiran atau perasaan dengan tulisan”.

  Menulis dapat dipandang sebagai suatu proses. Sauli Takala dalam Ahmadi (1990 : 24) menyatakan, “Menulis atau mengarang adalah suatu proses menyusun, mencatat, dan mengkomunikasikan makna dalam tataran ganda, bersifat interaktif dan diarahkan untuk mencapai tujuan

  

13 tertentu dengan menggunakan suatu sistem tanda konvensional yang dapat dilihat (dibaca)”.

  Selain itu, menulis dapat juga dipandang sebagai aktivitas berkomunikasi dengan menggunakan lambang-lambang grafik. Lado dalam Tarigan (1982:27) menyatakan, “Menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang-orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu”.

  Lebih lanjut, JN Hook (dalam Ahmadi,1989:325) menyatakan bahwa menulis merupakan suatu medium yang penting bagi ekspresi diri, untuk ekspresi bahasa, dan untuk menemukan makna. Selanjutnya, Murray (dalam Ahmadi,1989:3) mengemukakan bahwa menulis adalah proses berpikir yang berkesinambungan, mencobakan, dan mengulas kembali.

  Sedangkan menurut Rubin (dalam Ahmadi,1989:128), menulis merupakan proses penuangan ide dalam bentuk tertulis. Substansi retorika menulis adalah penalaran yang baik. Ini berarti bahwa sebelum atau saat setelah menuangkan gagasan, pikiran, dan perasaan secara tertulis diperlukan keterlibatan proses berpikir.

  Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian menulis tersebut dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan proses berpikir yang mempunyai sejumlah unsur yaitu mengingat, menghubungkan, memprediksi, mengorganisasikan, membayangkan, memonitor, mereview, mengevaluasi dan menerapkan. Melalui proses berpikir tersebut akan terwujud suatu tulisan yang berkualitas.

2. Tujuan Menulis

  Secara umum dapat dinyatakan bahwa menulis bertujuan untuk mengungkapkan dan menyampaikan gagasan secara jelas dan efektif kepada pembaca. Dalam hal ini, penulis mempunyai suatu topik yang hendak dibicarakannya.

  Selain mempunyai tujuan yang bersifat umum itu, menulis juga mempunyai tujuan yang bersifat khusus. Sesuai dengan bentuk-bentuk ekspresi yang telah dikemukakan pada pembicaraan terdahulu, tujuan khusus menulis dapat dibagi menjadi empat macam, yakni :

  (1) menjelaskan atau menerangkan (2) menimbulkan citra yang sama dengan yang diamati oleh penulis tentang suatu objek (3) meninggalkan kesan tentang perubahan-perubahan sesuatu yang terjadi mulai dari awal sampai dengan akhir cerita (4) menyakinkan atau mendesak pembaca sehingga mengubah pikiran, pendapat, atau sikapnya sesuai dengan keinginan penulis.

  Dalam praktiknya tujuan-tujuan khusus itu sering bertumpang tindih, dan setiap orang mungkin menambah tujuan-tujuan lain yang belum tercakup ke dalam salah satu jenis tujuan di atas. Namun, dalam kebanyakan tulisan ada satu tujuan khusus yang dominan. Yang dominan itulah yang menjadi nama atas keseluruhan tujuan itu.

  Orang menulis mempunyai maksud dan tujuan yang bermacam- macam, misalnya memberitahukan atau mengajar, meyakinkan atau mendesak, menghibur atau menyenangkan, dan mengutarakan atau mengekspresikan perasaan atau emosi (Tarigan, 1986:23). Meskipun tujuan menulis sangat beragam. Hart dan Reinking berpendapat, tujuan umum menulis hanya dua yaitu menginformasikan (to inform) dan me- yakinkan (to persuade). Gie juga berpendapat bahwa tujuan ornag mengarang pada dasarnya ada dua tipe, akan tetapi pendapat Gie berbeda dengan pendapat Hart dan Reinking tersebut, karena menurutnya dua tipe tujuan mengarang itu adalah (1) memberi informasi, memberitahukan sesuatu, dan (2) memberi liburan, menggerak-kan hati (Gie, 1992:24).

  Secara umum seseorang yang menulis memiliki empat tujuan, yaitu: untuk menginformasikan, membujuk, mendidik dan menghibur.

  Dari empat tujuan tersebut, tujuan pertama dan utama dari menulis adalah menginformasikan segala sesuatu, baik itu fakta, data, maupun peristiwa termasuk pendapat, dan pandangan terhadap fakta, data dan peristiwa tersebut agar khalayak pembaca memperoleh pengetahuan dan pemahaman baru tentang berbagai hal yang terdapat maupun yang terjadi di muka bumi ini.

  Secara umum hakikat keterampilan berbahasa memang berorientasi pada pelatihan penggunaan bahasa dan pada siswa sebagai subyek belajar. Tujuan primer pembelajaran keterampilan berbahasa Indonesia adalah peningkatan kemampuan siswa dalam penggunaan bahasa Indonesia untuk berbagai tujuan, keperluan dan keadaan (Budinuryanta dkk, 1997:1.4-1.7). Hal tersebut sesuai dengan salah satu rambu-rambu pemelajaran bahasa Indonesia yang menyatakan bahwa belajar bahasa pada hakikatnya belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tertulis.

3. Jenis Tulisan

  Dari berbagai tujuan menulis, dapatlah dikatakan bahwa bentuk- bentuk atau jenis tulisan akan mengarah pada jenis tulisan yang bersifat menginformasikan, membujuk, mendidik dan menghibur. Jenis-jenis tulisan seperti itu dalam du-nia tulis menulis lebih dikenal dengan narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi dan persuasi (Akhadiah, dkk, 1989:14-5).

  a.

  Narasi adalah jenis tulisan/wacana yang menceritakan proses kejadian suatu peristiwa. Sasarannya adalah memberikan gambaran yang sejelas-jelasnya kepada pembaca mengenai fase, langkah, urutan atau rangkaian terjadinya sesuatu hal. Ben-tuk tulisan ini dapat ditemukan misalnya pada karya prosa atau drama, biografi atau otobiografi, laporan peristiwa, serta resep atau cara membuat dan melakukan sesuatu. b.

  Deskripsi (pemeran) adalah jenis tulisan yang melukiskan atau menggambar-kan sesuatu berdasarkan kesan – kesan dari pengamatan, pengalaman, dan perasaan penulisnya. Sasarannya adalah menciptakan atau memungkinkan terjadinya imajinasi (daya khayal) pembaca, sehingga dia seolah-olah melihat, mengalami dan merasakan sendiri apa yang dialami penulisnya.

  c.

  Eksposisi atau pemaparan adalah jenis tulisan yang dimaksudkan untuk menerangkan, menyampaikan, atau menguraikan sesuatu hal yang dapat memperluas atau menambah pengetahuan dan pandangan pembacanya. Sasarannya adalah menginformasikan sesuatu tanpa ada maksud mempengaruhi pikiran, perasaan dan sikap pembacanya. Fakta dan ilustrasi yang disampaikan penulis sekedar memperjelas apa yang disampaikannya.

  d.

  Argumentasi adalah jenis tulisan yang dimaksudkan untuk meyakinkan pembaca mengenai kebenaran yang disampaikan oleh penulisnya. Karena tujuannya meyakinkan pendapat atau pemikiran pembaca, maka penulis akan menyajikan secara logis, kritis dan sistematis disertai bukti-bukti yang ada untuk memperkuat keobjektifan dan kebenaran yang disampaikannya, sehingga dapat menghapus konflik dan keraguan pembaca terhadap pendapat penulis. Contoh karangan seperti ini adalah hasil penilaian, pembelaan dan timbangan buku. e.

  Persuasi adalah jenis tulisan yang ditujukan untuk mempengaruhi sikap dan pendapat pembaca mengenai sesuatu hal yang disampaikan penulisnya. Berbeda dengan argumentasi yang pendekatannya bersifat rasional dan diarahkan untuk mencapai suatu pembenaran, persuasi lebih menggunakan pendekatan emosional. Seperti argumentasi, persuasi juga menggunakan bukti-bukti atau fakta. Hanya saja, dalam persuasi bukti-bukti itu digunakan seperlunya atau kadang-kadang dimanipulasi untuk menimbulkan kepercayaan pada diri pembaca, bahwa apa yang disampaikan penulis itu benar.

  Dari uraian di atas dapatlah dikatakan apapun wujud sebuah tulisan, di dalamnya akan terdapat fakta, emosi, sikap dan isi pikiran seorang penulis. Hal tersebut juga dibenarkan oleh Hadiyanto (2001:9-10) yang menyatakan bahwa apapun juga motivasinya, tulis menulis selalu selalu berhubungan dengan usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh seorang penulis untuk mengungkapkan fakta-fakta, perasaan, sikap dan isi pikirannya secara jelas dan efektif, kepada pembaca. Selanjutnya dikatakan bahwa menulis akan berbeda dengan mengarang. Menulis buah karnya berupa tulisan non-fiksi, sedangkan mengarang buah karyanya berupa tulisan fiksi seperti cerpen, cerbung atau novel, yang umumnya dihasilkan oleh para sastrawan.

  Klasifikasi yang berbeda dibuat oleh Adelstein dan Piva. Mereka membuat klasifikasi tulisan berdasarkan nada (voice). Berdasarkan nada, terdapat enam jenis tulisan yakni (1) tulisan bernada akrab, (2) tulisan bernada informatif, (3) tulisan bernada menjelaskan, (4) tulisan bernada argumentatif, (5) tulisan bernada mengkritik, dan (6) tulisan bernada otoritatif (Tarigan, 1986:28-29).

4. Hakikat Pembelajaran Keterampilan Menulis

  Mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia mempunyai fungsi yang sejalan dengan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa rasional dan bahasa negara. Ada lima fungsi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, yaitu sebagai sarana (1) pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa, (2) peningkatan pengetahuan dan kete-rampilan berbahasa Indonesia dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya, (3) peningkatan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (4) penyebarluasan pe-makaian bahasa Indonesia yang baik untuk berbagai keperluan menyangkut berbagai masalah, (5) pengembangan penalaran (Depdikbud, 2003:76).

  Hakikat pembelajaran keterampilan berbahasa memang berorientasi pada pelatihan penggunaan bahasa dan pada siswa sebagai subyek belajar. Tujuan primer pembelajaran keterampilan berbahasa Indonesia adalah peningkatan kemampuan siswa dalam penggunaan baha- sa Indonesia untuk berbagai tujuan, keperluan dan keadaan (Budinuryanto dkk, 1998:141). Hal tersebut sesuai dengan salah satu rambu pembelajaran bahasa Indonesia yang menyatakan bahwa belajar pada hakikatnya adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tertulis. Hal itu dikemukakan di dalam kurikulum (Depdikbud, 1993:21).

  Orientasi pada pelatihan penggunaan bahasa diandai oleh adanya kegiatan yang secara langsung melatih siswa berbahasa yang mendominasi sebagaian besar waktu belajar. Sedikitnya, dua pertiga dari waktu belajar digunakan berlatih berbahasa (Budinuryanto dkk, 1998:105).

  Dalam kegiatan menulis, siswa perlu disadarkan bahwa ada berbagai kemungkinan cara penataan atau penyusunan kata. Oleh karena itu, penting sekali siswa mendapat kesempatan saling membaca hasil tulisan sesama teman. Dalam kegiatan menulis termasuk kegiatan menemukan kesalahan dalam menulis (dalam berbagai bidang: ejaan, tanda baca, kelengkapan dan kejelasan kalimat, pemilihan kata) dan cara memperbaikinya (Purwo, 1997:7-8).

  Kegiatan yang mendukung peningkatan keterampilan menulis adalah kegiatan banyak membaca (Purwo, 1997:7-8). Semi (1990:8) berpendapat penulis yang baik adalah pembaca yang baik. Kemampuan membaca dan menyimak memberi tiga keuntungan bagi kemampuan menulis, yaitu (1) dapat memperoleh ide, yaitu memperkaya ide dari berbagai sumber informasi, (2) dapat mengetahui selera pembaca, (3) dapat belajar menulis dengan jalan pintas. Orang tidak mungkin menjadi penulis yang baik bila sebelumnya tidak memiliki kemampuan membaca dan menyimak yang baik. Selain itu, kegiatan menulis sama sekali tidak dipisahkan dengan kegiatan membaca dan menyimak (Semi, 1990:8-9).

  Kegiatan menulis dapat dipadukan dengan kegiatan membaca, misalnya melanjutkan isi teks yang belum selesai, merangkai sejumlah kalimat yang belum tertata secara urut dan runtut sehingga menjadi paragraf yang baik atau menata kembali urutan paragraf.

  Akhadiah dkk (1989:2-3) berpendapat proses menulis terdiri dari tiga tahap yaitu tahap prapenulisan, penulisan, dan revisi. Ketiga tahap tersebut menunjukkan kegiatan utama yang berbeda. Akan tetapi, dalam praktiknya, ketiga tahap penulisan itu tidak dapat dipisahkan secara jelas, dan sering bertumpang tindih.

  Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang kedua setelah berbicara dalam komponen pembelajaran penggunaan. Pembelajaran menulis merupakan pembelajaran keterampilan penggunaan bahasa Indonesia dalam bentuk tertulis. Keterampilan ini merupakan hasil dari keterampilan menyimak, berbicara dan membaca.

  Dalam pembelajaran menulis perlu diperhatikan prinsip-prinsip pembelajarannya yang meliputi: (1) menulis tidak dapat dipisahkan dari membaca. Pada jenjang pendidikan dasar pembelajaran menulis dan membaca terjadi serempak, (2) pembelajaran menulis adalah pembelajaran disiplin berpikir dan disiplin berbahasa, (3) pembelajaran menulis adalah pembelajaran tata tulis atau ejaan bahasa Indonesia, dan (4) pembelajaran menulis berlangsung secara berjenjang bermula dari menyalin sampai dengan menulis ilmiah.

5. Metode Pembelajaran Keterampilan Menulis

  Metode pembelajaran bahasa, khususnya menulis telah mengalami perkem-bangan yang pesat. Dengan hadirnya metode humanistik, pembelajaran bahasa semakin mendekati harapan. Dalam pembelajaran menulis kini muncul empat metode yang bagus untuk kegiatan tersebut. Keempat metode itu adalah (1) community Language Learning, yakni belajar bahasa secara berkelompok. (2) Metode Suggestopedy, yaitu pembelajaran diciptakan dengan suasana yang alami (3) Metode Total Physical Response, yaitu pembelajaran dengan mendengar pesan lisan guru dan kemudian meresponnya. (4) metode The Silent Way, yakni guru banyak diam dalam memberikan instruksi (Kormen, 1997:6-7).

  Penyelenggaraan pembelajaran bahasa senantiasa dipengaruhi oleh pendekatan tertentu dalam ilmu bahasa. Terkadang seluruh penyelenggaraan pembelajarannya bahkan dirancang atas dasar pendekatan yang digunakan sebagai acuan pokok itu. Pendekatan itu akan mempengaruhi penentuan tujuan pembelajaran, metode pembelajaran, dan bahan pembelajaran dan sebagainya (Djiwandono, 1997:7).

  Beberapa pendekatan yang berpengaruh besar dalam pembelajaran bahasa adalah pendekatan struktural, pendekatan kognitif dan pendekatan komunikatif. Pendekatan struktural menitikberatkan pembelajaran bahasa pada pengetahuan atau kaidah tata bahasa.

  Pembelajaran materi pelajaran berupa butir-butir gramatikal (tata bahasa) yang disusun berdasarkan tahapan-tahapan. Pendekatan ini memberi kesempatan kepada siswa untuk berlatih menggunakan bahasa (Muchlisoh dkk, 1992:7). Beberapa metode pembelajaran bahasa yang lahir berlatar belakang pendekatan struktural misalnya metode langsung (direct method) yang juga dikenal dengan berbagai nama yaitu New Method, reform method, natural method, oral method, metode berlitz (Berlitz Method) metode membaca (Reading method), metode pembelajaran.

  Metode pembelajaran bahasa yang berhubungan dengan pembelajaran keterampilan menulis di sekolah dasar dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yakni metode menulis permulaan dan metode menulis lanjutan.

  Kurikulum tidak menyajikan secara khusus dan menyarankan pemakaian metode tertentu. Hal ini mengandung maksud agar guru dapat memilih metode yang dianggap tepat, sesuai dengan tujuan, bahan, dan keadaan siswa (Depdikbud, 2003: 27). Meskipun demikian, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan beberapa buku petunjuk yang menginformasikan berbagai metode pembelajaran bahasa yang dapat digunakan.

6. Tahapan Menulis

  Kegiatan menulis meliputi serangkaian aktivitas yang berkesinambungan. Sebagaimana dikemukakan Tompkins (1994:126) rangkaian kegiatan atau tahapan menulis yaitu pra-penulisan, pemburaman, perbaikan, penyuntingan, dan pempublikasi. Sedangkan menurut Britton (dalam Tompkins, 1994:8) rangkaian aktivitas itu meliputi konsepsi (conception), inkubasi (incubation), dan produksi (production).

  Rangkaian aktivitas dalam proses menulis ini tidak bersifat mutlak dan konstan, tetapi bersifat fleksibel dan luwes. Lebih lanjut, diyatakan babwa rangkaian aktivitas tersebut tidak dilaksanakan secara linier, tetapi bersifat rekursif-simultan. Artinya secara simultan penulis senantiasa dapat melakukan pemaduan antar-tahap yakni dengan cara pada satu tahapan menulis dilakukan, penulis dapat kembali pads tahapan sebelumnya.

  Tahapan-tahapan dalam menulis sebagaimana dikemukakan Arief (2006:22-23) sebagai berikut.

  a.

  Tahap pra-menulis meliputi memilih tema, memilih topik/subtopik, mengumpulkan dan mengorgnisasikan bahan, menentukan tujuan tulisan, menentukan sasaran tulisan, menentukan bentuk/jenis tulisan, b. Tahap pengedrapan/pemburaman meliputi menentukan komposisi topik dan subtopik, menentukan ide pokok dan pengembang, menyusun kerangka tulisan, mengembangkan kalimat utama dan pengembang, mengembangkan paragraf pembuka, paragraf isi, dan paragraf penutup. c.

  Tahap perevisian/perbaikan meliputi mencermati kembali hasil tulisan, menandai bagian yang kurang tepat, merubah bagian yang kurang tepat sesuai dengan kerangka, bentuk serta tujuan tulisan, membandingkan hasil perbaikan dengan draft/buram awal.

  d.

  Tahap penyuntingan/pengeditan meliputi meneliti kembali keutuhan dan kepaduan tulisan, menandai kesalahan teknis kebahasaan, menghilangkan atau menambah bagian dalam tulisan, dan membetulkan kesalahan teknis kebahasaan.

  e.

  Tahap penyajian/pemublikasian meliputi mengkreasikan unsur-unsur formal tulisan, jenis, bentuk, dan ukuran huruf (besar-kecil), mengembangkan media publikasi tulisan jenis dan bentuk sarana (audio, visual, audio visual).

7. Penilaian Keterampilan Menulis

  Penilaian adalah suatu proses untuk mengetahui apakah proses dan hasil program kegiatan telah sesuai dengan tujua atau kriteria yang telah ditetapkan. Penilaian dapat dilakukan secara tepat jika kita tersedia data yang berkaitan dengan objek penilaian. Untuk memperoleh data tersebut diperlukan alat penilaian yang berupa peng-ukuran. Penilaian dan pengukuran merupakan dua kegiatan yang saling berkaitan.

  Keberhasilan merupakan harapan setiap orang. Demikian juga bagi guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Keberhasilan tersebut akan dapat diketahui dengan melakukan penilaian atau evaluasi (Pujiati dan Rahmina,1997:1.1).

  Penilaian merupakan salah satu subsisten yang penting dalam sistem pendidikan. Penilaian termasuk komponen penting dalam sistem pendidikan karena mencerminkan perkembangan atau kemajuan pendidikan dari satu waktu ke waktu lain. Selain itu, melalui penilaian dapat dibandingkan tingkat pencapaian prestasi hasil belajar antara satu sekolah dengan sekolah atau wilayah lainnya.

  Menurut Depdikbud penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar siswa yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Pada dasarnya, yang dinilai adalah program, yaitu suatu kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya, lengkap dengan rincian tujuan dari kegiatan tersebut.

  Penilaian proses dan hasil belajar bertujuan untuk menentukan ketercapaian tujua pendidikan dan atau tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam kurikulum, garis-garis besar program pembelajaran, atau dalam perangkat perencanaan kegiatan pembelajaran lainnya (Depdikbud, 2003:2).

  Penilaian merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan oleh guru sebagai bagian dari system pengajaran yang direncanakan dan diimplementasikan di kelas. Komponen-komponen pokok penilaian meliputi pengumpulan informasi, interpretasi terhadap informasi yang telah dikumpulkan, dan pengambilan keputusan. Ketiga komponen itu kait mengait dan sebelum melakukannya guru harus menentukan atau merumuskan tujuan penilaian.

  Tujuan dan fungsi penilaian khususnya penilaian hasil belajar dapat bermacam, yang antara lain adalah: (1) mengetahui ketercapaian tujuan pembelajaran, (2) mengetahui kinerja berbahasa siswa, (3) mendiagnosis kesulitan belajar siswa, (4)memberikan umpan balik (feedback) terhadap peningkatan mutu program mutu program pembelajaran, (5) menjadi alat pendorong dalam meningkatkan kemampuan siswa, (6) menjadi bahan pertimbangan dalam penentuan jurusan, kenaikan kelas, atau kelulusan, (7) menjadi alat penjamin, pengawasan, dan pengendalian mutu pendidikan. Lebih dari itu, penilaian hasil belajar yang dilakukan secara sistematis merupakan bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada masyarakat.

  Alata penilaian yang baik harus memiliki kriteria atau ciri-ciri terpercaya (reliable), tepat (valid), dan praktis (Nuraini dalam Supriyadi dkk, 1992:375). Dikatakan terpercaya (reliable) apabila hasil penelitian dengan alat itu pada siswa yang sama beberapa kali pada siswa yang sama dalam beberapa kali penilaian hasilnya hampir sama, dengan tingkat kesalahan kurang dari 5% (Pujiarti dan Rahmina, 1997:8.7).

  Alat penelitian disebut tepat (valid) apabila mampu mengukur apa yang seharusnya diukur, dengan kata lain, alat ukur tersebut memenuhi fungsinya sebagai alat ukur. (Pujiarti dan Rahmina, 1997:8.4). Dengan kata lain alat ukur tersebut mampu memenuhi fungsinya sebagai alat ukur.

  Menurut Pujiati dan Rahmina (1997:8.4) ada tiga jenis ketepatan atau validitas, yaitu (1) validitas isi (content validity), (2) validitas kriteria terkait (criterian related validity), (3) dan validitas konstruk (construct validity). Amran Halim dkk. (1974:31-34 dan Nuraeni dalam Supriyadi dkk. (1992:56) menyebut ada validitas isi, validitas empiris (empirical

  validity ) dan validitas bentuk (face validity).

  Validitas isi maksudnya ialah validitas yang menunjukkan suatu alat ukur mampu mengukur hal-hal yang mewakili keseluruhan isi yang harus diukur (Pujiati dan Rahmina, 1997:8.4), atau mampu mengukur bidang aspek keterampilan yang hendak diukur (Nuraeni dalam Supriyadi dkk. 1992:375). Validitas kriteria terkait (ada yang menyebut dengan istilah validitas empiris atau validitas pragmatis) adalah validitas alat ukur ditinjau dari hubungan alat ukur yang sedang disusun dengan alat ukur lain yang dianggap sebagai kriteria. Apabila kriterianya tersebut pada waktu yag bersamaan disebut validitas konkuren, sedangkan apabila kriterianya terdapat pada waktu yang akan datang maka disebut validitas prediktif (Pujiati dan Rahmina, 197:8.6). Validitas konstruk adalah validitas yang didasarkan pada konsep, logika atau konstruk suatu teori (Pujiati dan Rahmina, 1997:8.6). Validitas bentuk adalah validitas berdasarkan perwajahan dari susunan soal (Nuraeni dalam Supriyadi dkk., 1992:376). Selain harus terpercaya (reliable) dan valid, alat ukur yang baik juga harus praktis, objektif dan baku. Praktis maksudnya mudah digunakan, hemat dalam biaya dan mudah diadministrasikan. Objektif artinya pemberian skor tidak terpengaruh oleh siapa yang melakukannya dan siapa yang diberi skor. Baku berarti petunjuk mengerjakan soal, cara memberi skor, cara menerjemahkan hasil pengukuran menjadi bilangan, dan cara menafsikan pengukuran menggunakan bentuk yang baku atau dianggap baku (Pujiati dan Rahmina, 1997:8.11-8.12).

  Penyelenggaraan pembelajaran bahasa selalu dipengaruhi oleh pendekatan tertentu dalam ilmu bahasa. Penggunaan pendekatan tertentu akan mempengaruhi penentuan tujuan pembelajaran, metode pembelajaran, dan pengembangan alat evaluasi yang akan digunakan (Djiwandono, 1997:7).

8. Pengalaman pribadi sebagai bentuk tulisan deskripsi

  Seiring dengan adanya tujuan rnenulis memunculkan lima jenis wacana dalam sistem retorika, yaitu narasi, deskripsi, eksposisi, persuasi, dan argumentasi. Narasi bertitik tolak untuk menceritakan peristiwa, deskripsi bertolak melukiskan kesan dan hasil observasi, eksposisi mengarah pada pemaparan suatu masalah, persuasi berorientasi untuk membujuk, dan argumentasi berangkat dari keinginan mempertahankan gagasan.

  Deskripsi adalah pemaparan atau penggambaran dengan kata-kata suatu benda, tempat, suasana, dan keadaan (Marahimin, 2001:45). Seorang penulls deskripsi mengharapkan pernbacanya, melalui tulisannya, dapat `melihat' apa yang dilihatnya, dapat `mendengar' apa yang didengamya, `mencium' apa yang diciumnya, ‘mencicipi' apa yang dimakannya, `merasakan' apa yang dirasakannya, serta sampai pada 'kesimpulan' yang sama dengannya. Dari sini dapat disimpulkan bahwa deskripsi merupakan hasil dari observasi melalui panca indera yang disampaikan melalui kata- kata.

  Ada berbagai cara untuk menuliskan deskripsi, dan perbedaan- perbedaannya timbul karena pada dasamya tidak ada dua orang manusia yang mempunyai pengamatan yang sama, dan tujuan pengamatannya juga berbeda-beda. Bentuk deskripsi dibedakan atas dua macam, yaitu deskripsi ekspositoris dan deskripsi impresionitis (Marahimin, 2001:47).

  Deskripsi ekspositoris merupakan deskripsi yang sangat logis, yang isinya pada umumnya merupakan daftar rincian yang disusun menurut sistem dari urutan-urutan logis objek yang diamatinya. Deskripsi ini juga sering dikatakan sebagai deskripsi dengan pengembangan ruang atau spasi. Adapun deskripsi impresionistis, sering juga disebut dengan deskripsi simulatif, merupakan deskripsi untuk menggambarkan impresi penulisnya atau untuk menstimulir pembacanya.Berbeda dengan deskripsi ekspositoris yang sangat terikat pada objek atau proses yang dideskripsi- kan, deskripsi impresionitis mpresionitis lebih menekankan impresi atau kesan penulisnya.

  Ketika dalam deskripsi ekspositoris dipakai urutan-ururtan logika atau urutan-urutan peristiwa objek yang dideskripsikan, maka dalam deskripsi impresionitis urutan-urutan yang dipakai adalah menurut kuat lemahnya kesan penulis terhadap bagian-bagian objek tersebut. Dalam prakteknya, seorang penulis dapat mengkombinasikan dua cara deskripsi di atas.

B. Strategi Pembelajaran Inkuiri 1. Konsep dan Prinsip Strategi Pembelajaran Inkuiri a. Konsep Strategi Pembelajaran Inkuiri

  Menurut Hamruni (2012:88-90), strategi pembelajaran inkuiri (SPI) adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa. Strategi pembelajaran ini sering juga dinamakan strategi heuristic, yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu heuriskein yang berarti saya menemukan.

  Strategi pembelajaran inkuiri (SPI) berangkat dari asumsi bahwa sejak manusia lahir ke dunia, manusia memiliki dorongan untuk menemukan sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentang keadaan alam disekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak ia lahir ke dunia. Sejak kecil manusia memiliki keinginan untuk mengenal segala sesuatu melalui indra pengecapan, pendengaran, penglihatan, dan indra-indra lainnya. Hingga dewasa keingintahuan manusia secara terus menerus berkembang dengan menggunakan otak dan pikirannya. Pengetahuan yang dimiliki manusia akan bermakna (meaningfull) manakala didasari oleh keingintahuan itu. Dalam rangka itulah strategi inkuiri dikembangkan.

  Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama strategi pembelajaran inkuiri. Pertama, strategi inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya strategi inkuiri menempatkan siswa sebagai subyek belajar.

  Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.

  Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Dengan demikian, strategi pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa.

  Aktivitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa. Oleh sebab itu kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri.

  Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Dengan demikian, dalam strategi pembelajaran inkuiri siswa tak hanya dituntut agar menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya. Manusia yang hanya menguasai pelajaran belum tentu dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara optimal; namun sebaliknya, siswa akan dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya manakala ia bisa menguasai materi pelajaran.

  Seperti yang dapat disimak dari proses pembelajaran, tujuan utama pembelajaran melalai strategi inkuiri adalah menolong siswa untuk dapat mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan berpikir dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar rasa ingin tahu mereka.

  Strategi pembelajaran inkuiri merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada siswa (student centered approach). Dikatakan demikian, sebab dalam strategi ini siswa memegang peran yang sangat dominan dalam proses pembelajaran.

  b.

  Prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran Inkuiri Adapun prinsip-prinsip dalam menggunakan strategi inkuiri adalah:

  1) Berorientasi pada Pengembangan Intelektual. Tujuan utama dari pembelajaran inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir.

  Dengan demikian, pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar.

  2) Prinsip Interaksi. Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi antara siswa dengan lingkungan.

  Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri. 3)

  Prinsip Bertanya. Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan pembelajaran ini adalah guru sebagai penanya.

  Sebab, kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir. Dalam hal ini, kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah inkuiri sangat diperlukan. Di samping itu, pada pembelajaran ini juga perlu dikembangkan sikap kritis siswa dengan selalu bertanya dan mempertanyakan berbagai fenomena yang sedang dipelajarinya.

  4) Prinsip Belajar untuk Berpikir. Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir (learning

  how to think ), yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak.

  Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal.

  5) Prinsip Keterbukaan. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukannya.

2. Prosedur Pelaksanaan Strategi Inkuiri Prosedur pelaksanaan strategi inkuiri adalah sebagai berikut.

  a.

  Orientasi Orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru mengondisikan agar siswa siap melaksanakan proses pembelajaran. Berbeda dengan tahapan preparation dalam strategi pembelajaran ekspositori (SPE) sebagai langkah untuk mengondisikan agar siswa siap menerima pelajaran, pada langkah orientasi dalam SPI, guru merangsang dan mengajak siswa berpikir memecahkan masalah. Keberhasilan orientasi tergantung pada kemauan siswa untuk beraktivitas menggunakan kemampuannya dalam memecahkan masalah tanpa kemauan dan kemampuan itu tidak akan mungkin proses pembelajran akan beralan dengan lancar.

  b.

  Merumuskan Masalah Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk berpikir memecahkan teka-teki. Prosesn pencarian awaban itulah yang sangat penting dalam strategi inkuiri, oleh sebab itu melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengmbangkan mental melalui proses berpikir.

  c.

  Mengajukan Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Kemampuan atau potensi individu untuk berpikir pada dasarnya sudah dimiliki sejak individu itu lahir. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji. d.

  Mengumpulkan Data Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring infirmasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajuakan. Dalam strategi pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengmbangan intelektual. Oleh sebab itu tugas dan peran guru tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan.

  e.

  Menguji Hipotesis Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Yang terpenting dalam menguji hipotesis adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan. Artinya kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapiharus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.

  f.

  Merumuskan Kesimpulan Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Oleh karena itu, untuk mencapai kesimpulan yang akurat hendaknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.

  Adapun tahapan pembelajaran dengan strategi inkuiri dapat dikemukakan sebagai berikut. a.

  Tahapan pertama : 1) menyajikan masalah 2) menjelaskan prosedur inkuiri 3) menyajikan sistuasi yang bertentangan atau berbeda.

  b.

  Tahapan kedua : 1) mengumpulkan dan mengkaji bahan 2) memeriksa hakikat objek dan kondisi yang dihadapi Memeriksa hat-hat yang terjadi pada objek c. Tahap ketiga :

  1) mengkaji data dan eksperimental 2) mengisolasi variabel yang sesuai 3) merumuskan hipotesis dan mengujinya d.

  Tahap keempat : 1) mengorganisasikan dan merumuskon kesimpulan 2) menarik kesimpulan e.

  Tahap kelima : 1) menganalisis proses inkuiri 2) menganalisis prosedur inkuiri dan mengembangkan prosedur yang lebih efektif Sehubungan dengan pelaksanaan pembelajaran di kelas yang perlu dipertimbangkan, yakni (1) interaksi antara guru dan siswa, dan (2) pesan guru. Interaksi antara guru dan siswa mengarah pada prosedur kerja sama antara guru-siswa, siswa¬siswa, dan siswa-guru. Pesan guru dalam penerapan strategi ini adalah sebagai: (a) fasilitator yang menciptakan kondisi belajar kondusif, (b) motivator yang senantiasa mendorong siswa untuk aktif dalam belajar, dan (c) informan yang menyediakan berbagai keperluan informasi bagi siswa.

3. Pembelajaran Deskripsi Melalui Strategi Inkuiri

  Berkaitan dengan implementasi strategi inkuri dalam pembelajaran menulis pengalaman pribadi di sekolah menengah pertama, maka langkah- langkah yang diternpuh guru melipui, lima tahap sebagai berikut.

a. Merumuskan Masalah

  Pada awalnya guru menjelaskan arah dan tujuan pembelajaran yang dilakukan bersama. Guru memperkenalkan substansi pembelajaran melalui teks wacana tulisan pengalaman pribadi yang dibagikan oleh guru ataupun yang telah dibawa oleh siswa. Melalui pengantar guru tersebut mulai muncul kesadaran siswa tentang sesuatu yang akan dipelajari. Kesadaran tersebut terekam dalam benak siswa dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan.

  Pada saat inilah muncul permasalahan dan upaya/motivasi siswa untuk mecahkan permasalahan tersebut melalui belajar.

  Kemudian guru mengajukan pertanyan lanjutan, misalnya mengapa kalian ingin mengetahui masalah-masalah itu? Terdiri dari atau dapat diklasifikasikan termasuk dalam kategori masalah apa? Bagaimana cara pemecahannya? Sebagai akhir tahap ini, guru meminta dan mengarahkan siswa untuk mencermati kembali masalah- masalah yang sudah ditulis. Hal ini penting untuk proses belajar pada tahap selanjutnya.

  b. Menetapkan Jawaban Sementara

  Pada tahap ini siswa diberi motivasi untuk memberi penjelasan atau jawaban terhadap masalah-masalah tentang pengalaman pribadi. Siswa diberi tugas baik indivudual maupun kelompok untuk memberi jawaban atau pernecahan masalah tersebut.

  Untuk membantu siswa merumuskan hipotesis atau jawaban sementara, guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan lanjutan.

  c. Pengumpulan Data

  Pengumpulan data oleh siswa berkaitan dengan meneruskan atau meninggalkan jawaban sementara. Guru perlu menginfomasikan kepada siswa untuk menggunakan berbagai media belajar sebagai sumber belajar. Kegiatan siswa dapat dilakukan secara individual maupun kelompok. Selama tahap ini untuk mengetahui kemajuan belajar siswa, guru meminta secara berkala siswa melaporkan basil pengumpulan informasinya.

  d. Mengkaji Jawaban

  Untuk mengkaji hasil kerja siswa menyelesaikan masalah- masalah yang berkaitan dengan pengalaman pribadi, guru membimbing siswa untuk saling menukar basil pekerjaan. Masing- masing siswa mengoreksi berbagai aspek hasil kerja siswa lainnya sesuai dengan rambu-rambu yang dikemukakan guru. Jawaban- jawaban yang telah sesuai (disertai bukti-bukti yang kuat) diberikan penguatan, sedangkan yang tidak diberikan catatan perbaikannya.

e. Menarik Kesimpulan

  Para siswa dengan bimbingan guru mencoba untuk mengkombinasikan saran yang dituliskan dengan tujuan masing- masing memecahkan masalah. Berkaitan dengan pengalaman pribadi, maka masalah-masalah yang dimaksud adalah struktur. judul isi, struktur kebahasaan (kosakata, ejaan, tanda baca, unsur serapan, kalimat, paragraf, kelengkapan isi).

  Siswa dipandu guru untuk menarik generalisasi mikro, yakni berkaitan dengan pengalaman pribadi yang dimiliki secara individual dan generalisasi makro, kesimpulan ahir tentang berbagai aspek tulisan pribadi mulai dari perencanaan, penyusunan, sampai penilaian.

4. Keunggulan dan Kelemahan Strategi Inkuiri

  Pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang banyak dianjurkan, karena memiliki beberapa keunggulan, di antaranya: a.

  Pembelajaran ini merupakan pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui pembelajaran ini dianggap jauh lebih bermakna. b.

  Pembelajaran ini dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajarmereka.

  c.

  Pembelajaran ini merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.

  d.

  Keuntungan lain adalah dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.

  Di samping memiliki keunggulan, pembelajaran ini juga mempunyai kelemahan, di antaranya: a.

  Sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.

  b.

  Sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar.

  c.

  Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.

  Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, maka strategi ini tampaknya akan sulit diimplementasikan.

C. Strategi Pembelajaran Ekspositori 1. Konsep dan Prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran Ekspositori a. Konsep Strategi Pembelajaran Ekspositori

  Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Dalam strategi ini materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru. Strategi ini merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru ( teacher centered ). Fokus utama strategi ekspositori ini adalah kemampuan akademik ( academic achievement ). Terdapat beberapa karakteristik strategi ekspositori . Pertama, dilakukan dengan cara menyampaikan materi secara verbal, artinya bertutur secara lisan.

  Kedua, biasanya materi pelajaran yang disampaikan adalah materi yang sudah jadi, seperti data, fakta dan konsep.

  b.

  

Prinsip-prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran Ekspositori

  1) Berorientasi pada tujuan, sebelum strategi ini diterapkan terlebih dahulu guru harus merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas dan terukur. Tujuan pembelajaran harus dirumuskan dalam bentuk tingkah laku yang dapat diukur atau berorientasi pada kompetensi yang harus dicapai oleh siswa.

  2) Prinsip komunikasi, pesan yang disampaikan (materi pelajaran) yang akan disampaikan diorganisir dan disusun sesuai dengan tujuan tertentu yang ingin dicapai. Dalam proses komunikasi guru berfungsi sebagai sumber pesan dan siswa berfungsi sebagai penerima pesan.

  3) Prinsip kesiapan, kesiapan adalah hukum belajar dimana inti dari hukum belajar adalah setiap individu akan merespon dengan cepat dari setiap stimulus manakala dalam dirinya sudah ada kesiapan, dan sebaliknya.

  4) Prinsip berkelanjutan, proses pembelajaran ekspositori harus dapat mendorong siswa untuk mau mempelajari materi pelajaran lebih lanjut. Pembelajaran bukan hanya berlangsung pada saat itu, akan tetapi juga untuk waktu selanjutnya.

2. Prosedur Pelaksanaan Strategi Pembelajaran Ekspositori a.

  Rumuskan tujuan yang ingin dicapai Tujuan yang ingin dicapai sebaiknya dirumuskan dalam bentuk perubahan tingkah laku yang spesifik yang berorientasi pada hasil belajar. Malalui tujuan yang jelas selain dapat membimbing siswa dala menyimak materi pelajaran juga akan diketahui efektivitas dan efisiensi penggunaan stratergi ini. b.

  Kuasai materi pelajaran dengan baik Penguasaan materi yang sempurna akan membuat kepercayaan diri guru meningkat, sehingga guru akan mudah mengelola kelas, ia akan bebas bergerak, berani menatap siswa, tidak takut dengan perilaku – perilaku siswa yang dapat menggangu jalannya proses pembelajaran.

  c.

  Kenali medan dan berbagai hal yang dapat mempengaruhi proses penyampaian Pengenalan medan yang baik memungkinkan guru dapat mengantisipasi berbagai kemungkinan yang dapat mengganggu proses penyajian materi pelajaran. Yang perlu dikenali adalah pertama, latar belakang audiens atau siswa yang akan menerima materi pelajaran, misalnya kemampuan dasar atau pengalaman belajar siswa sesuai dengan materi yang akan disampaikan, minat dan gaya belajar siswa. Kedua, kondisi ruangan, baik menyangkut luar dan besarnya ruangan, pencahayaan, posisi tempat duduk, maupun kelengkapan ruangan itu sendiri. Ada beberapa langkah dalam penerapan strategi ekspositori, yaitu : 1).

  Persiapan (preparation), tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan persiapan adalah : a) membangkitkan gairah belajar siswa b) membangkitkan motivasi dan minat siswa untuk belajar c) merangsang dan menggugah rasa ingin tahu siswa d) menciptakan suasana dan iklim pembelajaran yang terbuka

  2).

  Beberapa hal yang harus dilakukan dalam langkah persiapan di antaranya adalah : a). memberikan sugesti pada siswa b). menyampaikan tujuan belajar yang akan dicapai c). mengingatkan siswa pada pengetahuan yang telah dimiliki

  Penyajian (presentation), yang harus dipikirkan oleh setiap guru adalah bagaimana agar materi pelajaran dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah : 1). penggunaan bahasa 2). intonasi suara 3). menjaga kontak mata dengan siswa 4). menggunakan canda yang menyegarkan

  Korelasi (correlation), adalah langkah menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa atau dengan hal – hal lain yang memungkinkan siswa dapat menangkap keterkaitannya dalam struktur pengetahuan yang telah dimilikinya.

  Menyimpulkan (generalization), menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti dari materi pelajaran yang telah disajikan.

  Menyimpulkan berarti pula memberikan keyakinan kepada siswa tentang kebenaran suatu paparan sehingga siswa tidak merasa ragu lagi akan penjelasan guru.

  Menerapkan (aplication), langkah aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan siswa setelah mereka menyimak penjelasan guru. Teknik biasa dilakukan adalah dengan membuat tugas yang relevan dengan materi yang telah disajikan dan dengan memberikan tes yang sesuai dengan materi pelajaran yang telah disajikan.

3. Keunggulan dan Kelemahan Strategi Pembelajaran Ekspositori a.

  Keunggulan 1)

  Guru bisa mengontrol urutan dan keluasan materi pelajaran, sehingga ia dapat mengetahui sampai sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang disampaikan. 2)

  Sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara itu waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas. 3)

  Siswa dapat mendengar melalui penuturan tentang suatu materi pelajaran sekaligus siswa dapat melihat atau mengobservasi (melalui demonstrasi).

4) Bisa digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar.

  b.

  Kelemahan 1)

  Hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik.

  2) Tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan, perbedaan pengetahuan, minat, bakat, serta perbedaan gaya belajar.

  3) Strategi ini banyak diberikan melalui ceramah sehingga akan sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam bersosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berfikir kritis.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Metode Latihan Bervariasi Terhadap Kemampuan Menulis Huruf Tegak Bersambung Siswa Kelas II MIN Ciputat

2 9 161

Keterampilan Menulis Paragraf Persuasi pada Siswa Kelas X.2 SMA Negeri 1 Cibitung

0 6 88

Pengaruh Metode Simulasi Terhadap Keterampilan Menulis Cerita Pendek Siswa Kelas VII MTs. Negeri Jakarta Selatan

1 6 89

Pembelajaran Menulis Kreatif Puisi Siswa Kelas VII SMP Negeri 19 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013

0 14 87

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW II DALAM MENULIS PUISI PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 3 PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2012-2013 (Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Pringsewu Tahun Pelajaran 2012-2013)

0 14 106

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PENGALAMAN PRIBADI MELALUI STRATEGI INKUIRI PADA SISWA KELAS VII B SMP NEGERI 2 BANDAR SEMESTER 2 TAHUN PELAJARAN 2016/2017

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Menarche 1. Pengertian - Hubungan Obesitas terhadap Usia Menarche pada Siswi Kelas VII di SMP Negeri 1 Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang

0 0 14

KEMAMPUAN SISWA KELAS VII SMP NEGERI 22 SIGI MENULIS PENGALAMAN PRIBADI DALAM BUKU HARIAN

0 0 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Puisi 2.1.1 Pengertian Puisi - Pengembangan Modul Pembelajaran Menulis Puisi Berbasis Experiential Learning Untuk Siswa Kelas VIII SMP - Repository Unja

0 0 14

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Deskripsi Teori 1. Menulis Teks Deskripsi a. Pengertian Menulis Teks Deskripsi - PENERAPAN MODEL SINEKTIK BERORIENTASI BERPIKIR KREATIF DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS DESKRIPSI SISWA SMP - repo unpas

0 0 42