BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendidikan Karakter - TRIYAS P. BAB II

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendidikan Karakter Menurut Wibowo (2012:36) pendidikan karakter adalah pendidikan

  yang menanamkan dan mengembangkan karakter-karakter luhur kepada anak didik, sehingga mereka memiliki karakter luhur itu, menerapkan dan mempraktikkan dalam kehidupannya, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, dan Negara. Ruang lingkup pendidikan formal yakni sekolah menjelaskan bahwa pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai

  “The deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Hal ini berarti pendidikan karakter merupakan suatu sistem

  penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah, yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran, atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakn nilai-nilai tersebut.

  Aunillah (2011:18) berpendapat bahwa pendidikan karakter merupakan sebuah sistem yang menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik, yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad, serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, maupun bangsa, sehingga akan terwujud insan

  9 kamil. Supaya lebih mudah memahami makna pendidikan karakter, maka harus mengerti makna dari karakter itu sendiri terlebih dahulu.

  Menurut Fitri (2012: 21) bahwa pendidikan karakter di tentukan oleh konsistensi perilaku seseorang yang sesuai yang diucapkan dan harus didasari atas ilmu dan pengetahuan dari sumber-sumber nilai yang dapat dipertanggungjawabkan. Seseorang dianggap memiliki karakter mulia apabila ia mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang potensi dirinya serta mampu mewujudkan potensi itu dalam sikap dan tingkah lakunya. Adapun ciri yang dapat dicermati pada seseorang yang mampu memanfaatkan potensi dirinya adalah terpupuknya sikap-sikap terpuji, seperti penuh reflektif, logis, kritis, rasional, mandiri, kreatif-inovatif, mau menghargai, bersemangat, bertanggung jawab, ramah, bersahaja, rela berkorban dan sebagainya.

  Seseorang yang memiliki karakter positif juga terlihat dari adanya kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, serta mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Berdasarkan pendapat di atas karakter dapat diartikan pula sebagai realisasi perkembangan positif dalam hal intelektual, emosional, sosial, etika dan perilaku.

  Peserta didik yang disebut berkarakter baik atau unggul adalah mereka yang selalu berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, Negara, dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya disertai dengan kesadaran, emosi, dan motivasi (perasaannnya).

  Selain itu, dalam menjalankan pendidikan karakter, semua komponen sekolah hendaknya dilibatkan di dalamnya, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu kurilkulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, serta etos kerja.

  Ruang lingkup sekolah menjelaskan pula pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik agar senantiasa positif. Oleh karena itu, guru harus memperhatikan caranya berperilaku, berbicara, ataupun menyampaikan materi, bertoleransi, serta berbagai hal terkait lainnya. Pada dasarnya tujuan pendidikan karakter adalah terbentuknya kepribadian peserta didik supaya menjadi manusia yang baik, dan hal itu sama sekali tidak terikat dengan angka dan nilai.

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan pendidikan yang menanamkan dan mengembangkan nilai luhur dan karakter anak, sehingga anak dapat menerapkan dan mempraktikkan dalam kehidupannya baik dalam lingkungan keluraga, masyarakat maupun sebagai warga negara. Pendidikan karakter ini merupakan pendidikan tentang nilai-nilai luhur yang ditanamkan kepada anak didik yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan yang diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga diharapkan anak nantinya mampu hidup harmonis dalam lingkungannya.

2. Ruang Lingkup Pendidikan Karakter

  Menurut Wibowo (2012:46-47) bahwa pada hakekatnya perilaku seseorang yang berkarakter merupakan perwujudan fungsi totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, dan psikomotorik) dan fungsi totalitas sosial-kultural dalam konteks interaksi (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat.

  Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural dapat dikelompokkan dalam: (1) olah hati (spiritual dan

  

emotional development ); (2) olah pikir (intellectual development); (3) olah

  raga dan kinestetik (physical and kinesthetic development); (4) olah rasa dan karsa (affective and creativity development). Proses itu secara holistik dan koheren saling keterkaitan dan saling melengkapi. Hal ini bahwa totalitas psikologis dan sosio-kultural dapat dikelompokkan sebagaimana yang digambarkan dalam bagan berikut:

  Ruang Lingkup Pendidikan Karakter Cerdas, kritis,

  Beriman dan inovatif, ingin bertakwa, jujur, tahu, berpikir amanah, adil, terbuka, bertanggungjawab, produktif, berempati, berani berorientasi mengambil resiko, ipteks, dan pantang menyerah,

  1. Olah Rasa reflektif. rela berkorban, dan berjiwa patriotik

  2. Olah Pikir

  3. Olah Raga

  4. Olah rasa/Karsa Bersih dan sehat, Ramah, saling menghargai, disiplin, sportif, toleran, peduli, suka tangguh, handal, menolong, gotong royong, berdaya tahan, nasionalis, kosmopolit, bersahabat, mengutamakan kooperati, kepentingan umum, determinative, bangga menggunakan bahasa dan produk

  Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja

Gambar 2.1 Desain Internalisasi Pendidikan Karakter

3. Rasa Ingin Tahu

  Rasa ingin tahu adalah salah satu nilai karakter yang perlu ditingkatkan mengingat untuk generasi muda bangsa ini sekarang nilai rasa ingin tahunya terhadap suatu masalah semakin menurun. Menurut Wibowo (2012: 43) rasa ingin tahu merupakan sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan di dengar. Rasa ingin tahu ini muncul karena adanya suatu motivasi dalam diri inidividu. Motivasi itu sendiri berarti kekuatan (power motivation), daya pendorong (driving force), atau alat pembangun kesediaan dan keinginan yang kuat dalam diri individu untuk belajar secara aktif, kreatif, efektif dan inovatif, dan menyenangkan dalam rangka perubahan perilaku, baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. (Hanafiah dan Suhana, 2010: 26).

  Melalui motivasi yang ada dalam diri individu maka seseorang akan terdorong untuk melakukan sesuatu, muncul rasa ingin tahu dalam dirinya dan mau berpikir secara kritis, mandiri, kreatif dan inovatif. Motivasi juga dapat berfungsi sebagai alat pendorong terjadinya perilaku belajar pada individu, motivasi mampu memberikan direksi terhadap pencapaian tujuan yang ingin dicapai, sehingga hal yang dilakukannya menjadi lebih bermakna.

  Menurut Berlyne (Reio, 1997:6) menyatakan bahwa Curiosity A

  

state of increased arousal response, promoted by a stimulus high in

uncertainty and lacking in information,resulting in exploratory behavior

  and the search for information. Pernyataan tersebut berarti bahwa rasa

  ingin tahu itu keadaan meningkatnya semangat yang timbul karena stimulus yang tak tentu dan kurangnya informasi karena usaha mencari sebuah informasi.

  Seseorang individu yang memiliki motivasi tinggi dalam diri, maka seseorang itu akan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi pula dalam menyikapi suatu masalah. Kegiatan pembelajaran akan membuat seseorang untuk dapat berpikir kritis, logis, kreatif dan inovatif dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi itu tidak terlepas dari motivasi yang kuat dalam diri individu tersebut.

  “The most effective learning takes place when there is a maximum of mental activity. Maximum mental activity is best attained through strong Motivation”. (Skinner, 2004: 450).

  Berdasarkan pendapat Skinner di atas tertera jelas bahwa, di dalam setiap kegiatan pembelajaran yang paling efektif terjadi ketika ada aktivitas mental secara maksimal. Aktivitas mental maksimum yang terbaik dicapai melalui Motivasi yang kuat. Berarti bahwa motivasi akan dapat membawa seseorang individu bertindak secara maksimal dalam pembelajaran demi tercapinya suatu tujuan yang inginkan. Motivasi yang kuat sangat berpengaruh besar dalam setiap melakukan aktivitas apapun.

  Melalui rasa ingin tahu dan motivasi yang tinggi dalam diri individu akan muncul kreativitas yang selanjutnya membawa seseorang individu berpikir. Menurut Mustari (2011: 85) berpikir adalah suatu gejala mental yang bisa menghubungkan hal-hal yang kita ketahui. Hal ini merupakan proses dialektis. Artinya, selama kita berpikir, dalam pikiran itu terjadi tanya-jawab, untuk bisa meletakkan hubungan-hubungan antara pengetahuan kita dengan tepat. Setelah mampu berpikir kritis, mengembangkan kemampuan rasa ingin tahunya, selanjutnya mampu untuk merealisasikannya kedalam tindakan yang logis dan mampu menciptakan hal-hal baru/inovatif.

  Menurut Gallagher (Rachmawati dan Kurniati, 2010: 13) mengatakan bahwa

  “Creativity is a mental Process by which an individual creates new ideas or products, or recombines exising ideas and product, in fashion that is novel to him or her”. Berdasarkan pendapat Gallagher

  bahwa kreativitas digambarkan sebagai suatu proses mental yang dilakukan oleh individu berupa gagasan ataupun produk baru, atau mengkombinasikan antara keduanya yang pada akhirnya akan melekat didalam dirinya. Pribadi yang kreatif adalah pribadi yang mampu melibatkan diri dalam proses kreatif dan dengan dukungan serta dorongan dari lingkungan, akan dapat menghasilkan produk kreatif.

  Piaget (Mulyasa, 2010: 59), menyatakan bahwa

  “The principal goal of education is to create man who are capable of doing new things, not simply of repeating what other generations have done

  • – man who are creative, inventive, and discoverers”. Berdasarkan pernyataan tersebut,

  bahwa pada prinsipnya pendidikan berhasil dengan baik maka sejumlah orang kreatif akan lahir karena tugas utama pendidikan adalah menciptakan orang-orang yang mampu melakukan sesuatu yang baru, tidak hanya mengulang apa yang telah dikerjakan oleh generasi lain. Kreativitas ini akan memunculkan rasa ingin tahu, mampu membuat seseorang berpikir kritis untuk menciptakan hal-hal yang baru yang belum pernah ada sebelumnya/inovatif. Sikap berpikir kritis menjadikan seseorang individu terbiasa berpikir logis sehingga tidak mudah dipermainkan sekaligus memiliki keteguhan dalam memegang suatu prinsip dan keyakinan.

  Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kreativitas merupakan suatu proses mental individu yang melahirkan gagasan, proses, metode ataupun produk baru yang efektif yang bersifat imajinatif, estetis, fleksibel, integrasi, suksesi, diskontinuitas, dan diferensiasi yang berdaya guna dalam berbagai bidang untuk pemecahan suatu masalah. (Rachmawati dan Kurniati, 2010:14). Rasa ingin tahu juga dapat menumbuhkan kemandirian dalam diri individu yang berarti bahwa individu tersebut memiliki sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas tugas atau masalah yang dihadapinya.

  Hadi dan Permata (2010: 15-17) menyatakan bahwa untuk merangsang rasa ingin tahu dapat dengan cara: a. Tertarik pada sesuatu

  Ada dua cara untuk menilai suatu fenomena sebagai sesuatu yang menarik. Pertama, lihat secara mendetail, melihat detail berfungsi untuk mendapatkan data tambahan. Kedua, kaitkan suatu fenomena atau kejadian satu sama lain. Bila ada persoalan yang menurut kita janggal, maka doronglah diri kita agar kita berhasrat untuk mengetahuinya.

  b. Membutuhkan pengetahuan Seseorang menyadari bahwa ilmu pengetahuan dapat membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Rasa ingin tahu yang ditindaklanjuti dengan upaya mencari jawaban atas pertanyaan, merupakan hakikat dari rasa butuh akan ilmu pengetahuan. Cara ini akan memuaskan diri sendiri.

  c. Peduli pada lingkungan sekitar Kembangkan kepedulian atas masyarakat dengan tidak bersikap egois. Sikap ini akan meningkatkan rasa ingin tahu. Jika kita peduli pada permasalahan di lingkungan sekitar kita, kita akan berusaha membantu mencari solusi permasalahan.

  Berdasarkan uraian dan definisi di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa rasa ingin tahu erat kaitannya dengan motivasi dan daya pikir yang kreatif dan kritis. Rasa ingin tahu dan didukung motivasi yang tinggi akan membawa seseorang untuk bisa menggali daya pikirnya sehingga dapat membawa seseorang itu lebih mampu berpikir kritis dan lebih kreatif.

  Menurut Hasan dkk (Fitri, 2012: 39), ada dua jenis indikator keberhasilan program pendidikan karakter. Pertama , indikator untuk sekolah dan kelas. Kedua, indikator untuk mata pelajaran. Indikator sekolah dan kelas adalah penanda yang digunakan oleh kepala sekolah, guru, dan personalia sekolah dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi sekolah sebagai lembaga pelaksana pendidikan budaya dan karakter bangsa. Indikator ini berkenaan juga dengan kegiatan sekolah yang diprogramkan dan kegiatan sehari-hari.

  Indikator mata pelajaran menggambarkan perilaku afektif seorang peserta didik berkenaan dengan mata pelajaran tertentu. Indikator ini dirumuskan dalam bentuk perilaku peserta didik di kelas dan sekolah, yang diamati melalui pengamatan guru ketika seorang peserta didik melakukan suatu tindakan di sekolah, tanya jawab dengan peserta didik, jawaban yang diberikan peserta didik terhadap tugas atau pertanyaan guru, dan tulisan peserta didik dalam laporan atau pekerjaan rumah (PR).

  Perilaku yang dikembangkan dalam indikator pendidikan karakter bersifat progresif. Artinya, perilaku tersebut berkembang semakin kompleks antara satu jenjang kelas ke jenjang kelas di atasnya, dan bahkan dalam jenjang kelas yang sama. Indikator ini berfungsi bagi guru sebagai kriteria untuk memberikan pertimbangan tentang perilaku untuk nilai tertentu telah menjadi perilaku yang dimiliki peserta didik.

  Fitri (2012:41), berpendapat bahwa indikator keberhasilan rasa ingin tahu diantaranya: a. Sistem pembelajaran diarahkan untuk mengeksplorasi rasa keingintahuan siswa. b. Sekolah memberikan fasilitas, baik melalui media cetak maupun elektronik, agar siswa dapat mencari informasi yang baru.

  Menurut Wibowo (2012:102) indikator keberhasilan rasa ingin tahu antara lain: a. Menciptakan suasana belajar yang mengundang rasa ingin tahu;

  b. Eksplorasi lingkungan secara terprogram, baik dalam pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya; c. Tersedia media komunikasi atau informasi (media cetak atau media elektronik) untuk lebih berekspresi.

  Berdasarkan indikator di atas dapat disimpulkan bahwa keberhasilan dari karakter rasa ingin tahu antara lain:

Tabel 2.1 Indikator Keberhasilan Sekolah dan Kelas Rasa Ingin Tahu:

  Nilai Indikator Sekolah Indikator Kelas

Rasa Ingin Tahu  Menyediakan media  Menciptakan suasana kelas

komunikasi atau informasi yang mengundang rasa ingin

(media cetak atau media tahu.

elektronik) untuk berekspresi bagi warga sekolah.  Menfasilitasi warga sekolah  Eksplorasi lingkungan untuk bereksplorasi dalam secara terprogram . pendidikan, ilmu pengetahuan, teknnologi, dan budaya  Menciptakan situasi yang  Tersedia media komunikasi menumbuhkan daya berpikir atau informasi (media cetak dan bertindak kreatif. atau media elektronik).

   Menciptakan situasi sekolah  Menciptakan situasi belajar yang membangun yang bisa menumbuhkan kemandirian peserta didik. daya pikir dan bertindak kreatif.

   Pemberian tugas yang menantang munculnya karya-karya bari/ide baru baik yang otentik maupun modifikasi.

   Menciptakan suasana kelas yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja mandiri.

4. Sikap Toleransi

  Menurut Wibowo (2012: 43), toleransi merupakan sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan yang ada dalam kehidupan masyarakat baik perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. Seseorang dalam melakukan tindakan selalu berusaha menghormati dan menghargai orang lain. Seseorang yang memiliki sikap toleransi baik berarti seseorang dapat saling menghormati, bertenggang rasa mau saling membantu dan peduli dengan orang lain. Kepedulian merupakan sikap yang tidak bisa tumbuh dengan sendirinya. Sebab, diperlukan latihan, pengenalan, dan penanaman yang intens, sehingga nilai-nilai kepedulian tersebut akan tumbuh dan berakar kuat pada diri seseorang.

  Sikap toleransi dan kepedulian ini akan menghantarkan seseorang individu mau menghargai, menghormati, mau membantu dan berbagi tidak hanya pada keluarga, namun dengan masyarakat sekitarnya. Peduli itu sendiri dapat dikatakan sebagai suatu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain, mau berbagi untuk masyarakat yang membutuhkannya. (Fitri, 2012: 43).

  Toleransi akan mengajarkan seseorang tahu cara berkomunikasi yang baik dengan orang lain. Seorang individu yang memiliki toleransi yang tinggi kepada sesamanya, biasanya orang yang mampu berkomunikasi baik dengan orang lain. Komunikasi dalam hal ini adalah melakukan interaksi dengan orang lain, bertindak dan bersikap dengan ramah, sopan dan baik sesuai aturan nilai dan norma yang ada, serta mampu berbicara dengan bahasa yang santun.

  Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang santun sebagai salah satu ciri bahwa dalam berinteraksi dengan orang lain ia dapat menghargai orang yang diajak berkomunikasi/berinteraksi. Menurut Mustari (2011: 157) Sikap santun adalah sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang.

  Bersikap santun kepada orang lain ketika berperilaku dan bertindak itu sudah menunjukkan bahwa seseorang ini sudah mampu bertoleransi dengan baik terhadap orang lain. Hidup bertoleransi dalam masyarakat akan menciptakan kehidupan yang harmonis. Kehidupan yang harmonis ini akan membawa seseorang hidup damai dan tenang, karena selalu mampu membawa diri, bersikap toleransi/menghargai dan menghormati ketika bergaul dan berinteraksi dengan orang lain.

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kunci utama ketika menghargai orang lain atau bertoleransi adalah komunikasi yang baik dengan orang lain sehingga dalam bersikap, bertutur kata, bertindak atau berperilaku tidak membuat orang lain merasa tersakiti. Ketika seseorang mampu dan mau bertoleransi dan menghargai orang lain pasti orang lain juga mau menghargai dan menghormati.

  Fitri (2012: 40), indikator keberhasilan pada karakter sikap toleransi diantaranya: a. Memperlakukan orang lain dengan cara yang sama dan tidak membeda- bedakan agama, suku, ras, dan golongan.

  b. Menghargai perbedaan yang ada tanpa melecehkan kelompok yang lain.

  c. Saling membantu antar sesama dalam kebaikan.

  d. Bekerja dengan baik dalam kelompok yang berbeda.

  Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa ada beberapa indikator keberhasilan sikap toleransi diantaranya:

Tabel 2.2 Indikator Keberhasilan Sekolah dan Kelas Sikap Toleransi:

  Nilai Indikator Sekolah Indikator Kelas Sikap Toleransi

   Menghargai dan memberikan perlakuan yang sama terhadap seluruh warga sekolah tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, status sosial, status ekonomi, dan kemampuan khas.

   Memberikan perlakuan yang sama terhadap stakeholder tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, status sosial, dan status ekonomi.

   Menciptakan suasana sekolah yang memudahkan terjadinya interaksi antarwarga sekolah.  Berkomunikasi dengan bahasa yang santun.  Melakukan aksi sosial.menyediakan fasilitas untuk menyumbang.  Memfasilitasi kegiatan yang mampu menumbuhkan sikap toleransi dan bersifat sosial.

   Memberikan pelayanan yang sama terhadap seluruh warga kelas tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, status sosial, dan status ekonomi.

   Memberikan pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus.  Bekerja dalam kelompok yang berbeda.  Pengaturan kelas yang memudahkan terjadinya interaksi pesrta didik.

   Pembelajaran yang dialogis (pembelajaran yang menekankan interaksi aktif antara guru dan peserta didik).

   Berempati kepada sesama teman kelas.  Melakukan aksi sosial/membantu orang lain yang membutuhkan.  Membangun kerukunan dan sikap toleransi warga kelas

5. Pembelajaran Kooperatif

  Proses pembelajaran pada hakikatnya adalah mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Pembelajaran kooperatif merupakan gabungan teknik instruksional dan filsafat mengajar yang mengembangkan kerjasama antar peserta didik untuk memaksimalkan pembelajaran peserta didik sendiri dan belajar dari temannya. Pembelajaran kooperatif bukanlah suatu konsep yang baru. Selama ini, para guru sering menggunakan strategi kerja kelompok dalam pembelajarannya. Namun, pada strategi pembelajaran ini pembagian kelompok peserta didik masih kurang heterogen, tidak memperhatikan tingkat kepandaian, atau latar belakang peserta didik.

  Keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Cooperatif Learning ini juga memandang bahwa keberhasilan dalam belajar bukan semata-mata harus diperoleh dari guru, melainkan bisa juga dari pihak lain yang terlibat dalam pembelajaran itu, yaitu teman sebaya.

  Jones and Jones (Borich, 2011: 194) menyatakan:

  Cooperatif Learning is away to make the classroom a place learners want to be. They believe classrooms that emphasize cooperative learning motivate all children to engage in learning activities and that whole-group instruction, in which student compete with one

another for limited reward, frustrated, inattentive, or disruptive.

  Menurut Suprijono (2010: 54) bahwa pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.

  Borich (2011: 362) berpendapat bahwa

  “Cooperative Learning Is important in helping learners acquire from the Curriculum the basic cooperative attitudes and values they need to think independently inside and outsi de your classroom”. Berdasarkan pendapat Borich tersebut dapat

  ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif ini sangat penting membantu pembelajar/peserta didik untuk lebih berpikir mandiri, baik didalam maupun diluar kelas. Melalui pembelajaran kooperatif peserta didik dapat bekerja sama, mampu berpikir kritis dan mandiri ketika proses pembelajaran, serta dapat bertoleransi dengan peserta didik yang lain dalam kelompoknya. Pembelajaran kooperatif diharapkan dapat membuat peserta didik menjadi mandiri baik ketika di kelas maupun ketika sudah diluar jam sekolah. Kemandirian ini akan menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam diri individu dan tanggung jawab terhadap kelompoknya ketika bekerjasama.

  Solihatin dan Raharjo (2008: 4), pada dasarnya Cooperative

  Learning mengandung pengertian bahwa suatu sikap atau perilaku

  bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri daru dua orang atau lebih dan keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Cooperative Learning juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok.

  Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok- kelompok kecil yang terdiri dari 5 sampai 6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan , jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar. (Trianto, 2011: 56).

  a. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Menurut Trianto (2011:66-67) terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif yaitu: 1) Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

  Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

  2) Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

  3) Mengorganisir siswa ke dalam kelompok kooperatif Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien. 4) Membimbing kelompok bekerja dan belajar

  Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

  5) Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

  6) Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

  Menurut Lie (2010: 47) menyebut Cooperatif Learning dengan istilah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas terstruktur. Cooperatif Learning hanya berjalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok atau suatu tim yang di dalamnya siswa bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok pada umunya 4-5 orang saja.

  Roger, dkk (Huda, 2012: 29) menyatakan cooperative learning is

  group learning activity organized in such a way that learningis based on the socially structured change of information between learners in group in which each learner is held accountable for his

  or her own learning and is motivated to increase the learning of others.

  Berdasarkan pernyataan di atas bahwa pembelajaran koopratif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain.

  Dapat disimpulkan, pembelajaran kooperatif bergantung pada efektivitas kelompok-kelompok siswa tersebut. dalam pembelajaran, guru harus mampu membentuk kelompok-kelompok kooperatif dengan berhati-hati agar semua anggotanya dapat bekerja bersama-sama untuk memaksimalkan pembelajarannya sendiri dan kelompoknya.

  Pembelajaran kooperatif ini berrarti mengacu pada metode pembelajaran yakni siswa bekerja sama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar. Pembelajaran kooperatif umumnya melibatkan kelompok yang terdiri 4 siswa dengan kemampuan yang berbeda dan ada pula yang menggunakan kelompok dengan ukuran yang berbeda-beda. (Huda, 2012: 32).

  Menurut Slavin (2010: 8), Cooperative Learning adalah Suatu model pembelajaran yang siswanya belajar dan bekerja dalam kelompok- kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Cooperatif Learning merupakan model pembelajaran yang berbentuk kelompok terdiri dari 4 sampai 6 orang yang mengutamakan kerjasama antar kelompok dan bersifat heterogen. Keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktifitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok. Pembelajaran seperti yang dituliskan oleh Suprijono (2010: 65), yaitu:

Tabel 2.3 Fase/Tahapan Umum Model Pembelajaran Kooperatif

  No. Fase Perilaku Guru

  

1. Menyampaikan tujuan dan Menjelaskan tujuan pembelajaran

mempersiapkan peserta didik dan mempersiapkan peserta didik siap belajar

  

2. Menyajikan Informasi Mempresentasikan informasi kepada

peserta didik secara verbal

  

3. Mengorganisir peserta didik ke Memberikan penjelasan kepada

dalam tim-tim belajar peserta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien

  

4. Membantu kerja tim dan belajar Membantu tim-tim belajar selama

peserta didik mengerjakan tugasnya

  

5. Mengevaluasi Menguji pengetahuan peserta didik

mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok- kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

  

6. Memberikan pengakuan atau Mempersiapkan cara untuk

penghargaan mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok 6.

   Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together a. Pengertian Model Pembelajaran

  Istilah model berarti dapat diartikan sebagai bentuk representasi akurat sebagai proses actual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. Menurut Suprijono (2010: 46) model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial, dan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai hasil belajar. Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide. Selain itu juga model pembelajaran sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.

b. Pengertian Numbered Heads Together (NHT)

  Salah satu model pembelajaran koopertif yang dapat meningkatkan rasa ingin tahu siswa dalam proses pembelajaran adalah tipe Numbered Heads Together (NHT). Numbered Heads Together (NHT) adalah suatu metode pembelajaran kooperatif yang di awali dengan Numbering. Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil. Pembagian kelompok ini, harus mempertimbangkan jumlah konsep yang dipelajari. Setelah terbagi ke dalam kelompok-kelompok kecil, tiap-tiap orang dalam tiap-tiap kelompok di beri nomor sesuai jumlah anggota. (Suprijono, 2010: 92).

  Model NHT merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri atas empat tahap yang digunakan untuk mereview fakta-fakta dan informasi dasar yang berfungsi untuk mengatur interaksi siswa. Model pembelajaran ini juga dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang tingkat kesulitannya terbatas. Melalui cara tersebut akan menjamin keterlibatan total semua siswa dan merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan rasa ingin tahu serta sikap toleransi individu dalam diskusi kelompok. Model pembelajaran NHT memberi kesempatan kepada siswa untuk membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.

  Menurut Kagan (Savage, 1996: 207) meneyatakan bahwa :

  Numbered Heads Together this approach introduces pupils to the idea of group scoring and individual accountability. We begin by organizing pupils into groups of four or five, and we give each pupil a number. We then present a question or problem to the entire class. Each group must discuss the question or problem. We tell pupils that they must make sure that every member of the group knows the answer. After an allocated period of time, we call a number, and the pupils in each group with that number raise their hands. If they are able to give the correct response, their team gets a point.

  Huda (2012: 130) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) merupakan varian dari diskusi kelompok, yang teknis pelaksanaannya hampir sama dengan diskusi kelompok, dalam tipe ini lebih menekankan pada akuntabilitas atau rasa tanggung jawab individu dalam kegiatan diskusi kelompok. Karena setiap individu bertanggung jawab terhadap tugas individu sesuai nomor kepalanya dan jaga harus bertanggung jawab terhadap kerjasama dengan kelompoknya untuk memilih dan membuat suatu keputusan.

  Pembelajaran kooperatif tipe NHT ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, akan mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama, serta dapat digunakan dalam semua mata pelajaran. (Lie, 2010: 59).

  Menurut Trianto (2011: 82) model pembelajaran koopertif tipe

  Numbered Heads Together (NHT) merupakan jenis pembelajaran

  kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternative terhadap struktur kelas tradisional. Numbered

  Heads Together (NHT) pertama kali dikembangkan oleh Spenser

  Kagen untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Numbered Heads Together (NHT) dapat digunakan semua mata pelajaran dan tingkatan kelas termasuk untuk mata pelajaran IPS di kelas IV.

  Berdasarkan beberapa pengertian di atas peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) merupakan model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dalam kelompoknya, membagikan ide-idenya dan memutuskan jawaban yang paling tepat atas masalah yang diberikan guru, siswa juga dapat memiliki rasa tanggung jawab terhadap dirinya untuk menyelesaikan tugasnya serta memiliki tanggung jawab pula terhadap kelompoknya.

  Siswa memiliki kemandirian untuk berpikir, mampu berinteraksi dan bertindak dalam kelompoknya serta berani maju ketika guru memanggil salah satu nomor untuk menyampaikan hasil kerja sama dalam kelompoknya didepan temn-teman kelompoknya.

  c.

  

Langkah-langkah model kooperatif tipe Numdered Heads Together

Numbered Heads Together (NHT) memberikan kesempatan

  kepada siswa untuk saling Sharing ide-ide dan mempertimngakan jawaban yang paling tepat. Hal ini dapat memacu meningkatkan semangat kerjasama siswa dalam kelompok. Trianto (2011: 82-83) berpendapat bahwa prosedur langkah-langkah dalam pembelajaran

  Numbered Heads Together (NHT) adalah sebagai berikut:

  1) Penomoran Guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1-5.

  2) Mengajukan Pertanyaan Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya/bentuk arahan. Masing-masing kelompok mengerjakannya. 3) Berpikir bersama

  Siswa menyatukan pendapatnya, berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap paling benar dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya/kelompok mengetahui jawaban tersebut. 4) Menjawab

  Guru memanggil siswa dengan nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas. Jadi siswa mempresentasikan jawaban hasil diskusi kelompok mereka.

  Lie (2010:60), berpendapat prosedur dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran tipe

  Numbered Heads Together (NHT) ada beberapa tahap yakni:

  1) Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok. Masing-masing siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.

  2) Guru memberikan tugas/pertanyaan dan masing-masing kelompok mengerjakannya.

  3) Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut.

  4) Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan/mempresentasikan jawaban hasil diskusi/ kerjasama kelompok mereka.

  Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaannya, langkah-langkah model NHT dapat dikembangkan sebagai berikut:

  Pendahuluan

  1) Menginformasikan materi yang akan dibahas/mengaitkan materi yang akan dibahas dengan materi yang lalu.

  2) Mengkomunikasikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai secara rinci menjelaskan model pembelajaran yang akan dilaksanakan.

  3) Memotivasi siswa agar timbul rasa ingin tahu tentang konsep yang akan dipelajari.

  Kegiatan Inti

  Langkah ke-1 : Penomoran Kegiatan ini diawali dengan membagi siswa ke dalam kelompok yang beranggotakan 5-6 orang siswa dan setiap anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 6. Langkah ke-2 : Mengajukan Pertanyaan 1) Mejelaskan materi secara sederhana 2) Mengajukan pertanyaan Langkah ke-3 : Berpikir Bersama 1) Siswa memikirkan pertanyaan yang diajukan oleh guru.

  2) Menyatukan pendapat dengan jalan mengerjakan lembar kerja kelompok dan memastikan bahwa tiap anggota kelompoknya sudah mengetahui jawabannya. Langkah ke-4 : Pemberian Jawaban (a) Guru memanggil salah satu nomor dari salah satu anggota kelompok secara acak.

  (b) Siswa yang disebut nomornya mengacungkan tangannya. (c) Mencoba menjawab untuk seluruh kelas dan ditanggapi oleh kelompok lain.

  (d) Jawaban dari hasil diskusi kelas sudah dianggap betul, siswa diberi kesempatan untuk mencatat dan apabila masih salah, guru akan mengarahkan. (e) Guru memberi penghargaan pada siswa yang menjawab betul.

  Tipe Numbered Heads Together (NHT) ini dapat divariasiakan. Teknik kepala bernomor/NHT ini juga bisa digunakan untuk mengubah komposisi kelompok dengan lebih efisien. Pada saat-saat tertentu, siswa bisa diminta keluar dari kelompok yang biasanya dan bergabung dengan siswa-siswa lain yang bernomor sama dari kelompok lain. Cara ini bisa digunakan untuk mengurangi kebosanan/kejenuhan jika guru mengelompokkan siswa secara permanen.

  Menurut Savage dalam bukunya yang berjudul Effective Teaching

  in Elementary Social Studies juga menjelaskan mengenai keuntungan

  model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) sebagai berikut:

  

The advantage of this approach is that all the group members

must share and must listen if they want their group to do well.

This is really a form of a tutorial group and helps a large number

of pupils review and discuss important questions in a minimum

amount of time. (Savage, 1996: 207).

  Terdapat kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) seperti tertera dalam tabel berikut ini:

Tabel 2.4 Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran kooperatif tipe NHT

  

Kelebihan Kekurangan

  • - Memberikan kesempatan kepada - Siswa yang tertutup akan sulit

    siswa untuk saling sharing ide-ide untuk berinteraksi dengan

    dan mempertimbangkan jawaban sesama teman dalam

    yang paling tepat. kelompoknya.
  • Meningkatkan semangat kerjasama

    siswa. - Guru harus menyiapkan tugas

  • - Memudahkan siswa belajar dan meteri yang akan dipakai

    melaksanakan tanggung jawab saat pembelajaran dan itu hal

    individunya sebagai anggota yang tidak mudah. kelompok.

  • Dapat diterapkan untuk semua mata - Kemungkinan nomor yang pelajaran. sudah dipanggil, dapat dipanggil lagi oleh guru.
  • Dapat belajar untuk bisa berinterksi dengan teman lainnya. - Kemungkinan terjadinya kegaduhan jika guru tidak dapat - Setiap siswa dalam belajar menjadi mengelola kelas dengan baik.

  siap semua.

  • Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

7. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) a. Pengertian IPS

  Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di tingkat SD/MI/SDLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi geografi, sejarah, dan ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga masyarakat yang menghargai nilai-nilai sosial, bertanggung jawab, mencintai lingkungan alam dan menjadi warga dunia yang cinta damai.

  Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Mata pelajaran IPS ini dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.

  Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif dan terpadu dalam proses pembelajaran memenuhi kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Melalui pendekatan tersebut, diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.

  Menurut Mulyasa (2009: 125), untuk mengacu kepada tujuan pembelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS) yang tercantum di dalam Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan, maka pembelajaran IPS dilakukan agar peserta didik dapat mencapai kompetensi-kometensi yang sudah ditetapkan. Trianto (2010: 171) IPS adalah integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti, sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Savage (1996:10) dalam bukunya yang berjudul Effective

  Teaching in Elementary Social Studies , bahwa: social studies programs is drawn from many fields, programs today continue to place particularly heavy emphases on information drawn from history and such social science disciplines as geography, political science, economics, sociology, anthropology, psychology, archaelogy and law.

  Berdasarkan pernyataan di atas berarti bahwa IPS adalah disiplin ilmu yang membahas tentang kehidupan sosial, dan IPS itu terdiri dari geografi, ilmu politik, ekonomi, sosiologi, antropologi, psikologi, arkeologi dan hukum. Menurut peneliti IPS adalah mata pelajaran yang mengkaji ilmu-ilmu sosial yang mengajarkan siswa untuk dapat hidup berinteraksi di masyarakat, peduli terhadap lingkungannya, menjunjung tinggi nilai-nilai sosial yang ada, dapat bertanggung jawab, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan pengetahuannya, keterampilan, dan nilai yang memungkinkan mereka menjadi warga negara yang berpartisipasi aktif dalam masyarakat.

b. Tujuan Pendidikan IPS

  Menurut Solihatin dan Raharjo (2008:15) tujuan dari pendidikan

  IPS adalah untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya, serta berbagai bekal bagi siswa untuk melanjutkan penididikan ke jenjang yang lebih tinggi. Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat.