BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Bahasa Anak Usia Dini - BAB II YULIANA INTAN TOYIBAH PAUD'18

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Bahasa Anak Usia Dini Menurut Suryana (2016: 141) bahasa merupakan alat komunikasi utama bagi seorang anak untuk mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya. Anak-anak memiliki kemampuan dengan mengungkapkan pemikiran, perasaan,

  serta tindakan interaktif dengan lingkungannya. Kemampuan bahasa merupakan kemampuan yang terdiri dari kemampuan membaca, kemampuan penugasan kosakata, pemahaman, dan kemampuan berkomunikasi. Perkembangan potensi tersebut muncul ditandai oleh berbagai gejala seperti senang bertanya dan memberikan informasi tentang sesuatu hal, berbicara sendiri dengan atau tanpa menggunakan alat, seperti boneka. Gejala-gejala ini merupakan pertanda munculnya berbagai jenis potensi tersembunyi (hidden potency) menjadi potensi tampak (actual potency). Empat jenis bentuk bahasa yaitu, menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Kemampuan berbahasa berbeda dengan kemampuan berbicara. Bahasa merupakan suatu sistem tata bahasa yang relatif rumit, sedangkan kemempuan berbicara merupakan suatu ungkapan dalam bentuk kata- kata. Bahasa ada yang bersifat reseptif (dimengerti, diterima) maupun ekspresif (dinyatakan).

  6

1. Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini

  Menurut Yusuf (2011: 15) Perkembangan dapat diartikan sebagai “perubahan yang progresif dan kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati” (The progressive and continous change

  

in the organism from birth to death) . Pengertian lain dari perkembangan

  a dalah “perubahan-perubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya (maturation) yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah). Perkembangan terjadi secara teratur mengikuti pola atau arah tertentu setiap tahap perkembangan merupakan hasil perkembangan dari tahap sebelumnya yang merupakan prasyarat bagi perkembangan selanjutnya.

  Patnomodewo (2003: 29-30) mengatakan bahwa perkembangan bahasa terdapat 3 butir yang perlu dibahas, yaitu : a) ada perbedaan antara bahasa dan kemampuan berbicara. Bahasa biasanya dipahami sebagai sistem tata bahasa yang rumit dan bersifat semantik, sedangkan kemampuan bicara terdiri dari ungkapan dalam bentuk kata-kata. b) terdapat dua pertumbuhan bahasa yaitu bahasa yang bersifat pengertian/ reseptif (understanding) dan pernyataan/ ekspresif (producing). Bahasa pengertian (misalnya mendengarkan dan membaca) menunjukan kemampuan anak untuk memahami dan berlaku terhadap komunikasi yang ditujukan kepada anak tersebut. Bahasa ekspresif (bicara dan tulisan) menunjukan ciptaan bahasa yang dikomunikasikan kepada orang lain. c) komunikasi diri atau bicara dalam hati juga dibahas. Anak akan berbicara dengan dirinya sendiri apabila berkhayal, pada saat merencanakan menyelesaikan masalah, dan menyerasikan gerakan mereka.

  Anak-anak secara bertahap berubah dari melakukan ekspresi suara saja lalu berekspresi dengan berkomunikasi, dan dari hanya berkomunikasi dengan menggunakan gerakan dan isyarat untuk menunjukan kemauannya, berkembang menjadi komunikasi melalui ujaran yang tepat dan jelas. Hal-hal di sekitar anak akan mempunyai arti apabila anak mengenal nama diri, pengalaman-pengalaman dan situasi yang dihadapi anak akan mempunyai arti pula apabila anak mampu menggunakan kata-kata untuk menjelaskannya. Dengan menggunakan kata-kata untuk menyebut benda-benda atau mejelaskan peristiwa, akan membantu anak untuk membentuk gagasan yang dapat dikomunikasikan kepada orang lain. melalui bahasa, pendengar/ penerima berita akan mampu memahami apa yang dimaksudkan oleh pengirim berita. Anak-anak dapat mengguanakan bahasa dengan ungkapan yang lain, misalnya bermain peran, isyarat yang ekspresif, dan melalui bentuk seni (misalnya menggambar). Ungkapan tersebut dapat merupakan petunjuk bagaimana anak memandang dunia dalam kaitannya dengan orang lain.

  Izzaty (2005: 58-59) Mengatakan bahwa bahasa adalah segala bentuk komunikasi dimana pikiran dan perasaan manusia disimbolisasikan agar dapat menyampaikan arti kepada orang lain. Bahasa merupakan alat komunikasi untuk menjalin pertemanan dan belajar banyak hal di sekitarnya. Melalui komunikasi anak akan mampu membentuk dan membangun suatu pemahaman pengetahuan baru tentang berbagai hal. Hal ini menunjang kepercayaan diri anak dalam memasuki lingkungan yang baru. Wiguna dan Noorhana, (dalam Izzaty, 2005). Dengan kata lain, bahasa sangat berperan dalam perkembangan anak. Bahasa dapat memfasilitasi komunikasi interpersonal, membantu mengorganisasikan pikiran, dan membantu dalam mempelajari sesuatu. Perkembangan dari kemampuan berkomunikasi merupakan sesuatu hal yang penting dalam rangka pembelajaran bahasa.

  Perkembangan bahasa anak juga terlihat ketika anak juga mulai dapat merespon pada pertanyaan mengenai kuantitas. Adanya kemampuan berbahasa, maka anak dapat meningkatkan rasa percaya diri dalam berkomunikasi dengan sepermainan menunjukkan peningkatan pesat kemampuannya bersosialisasi dan melatih mereka untuk mengasah kemampuan atau keterampilan bahasa mereka.

  Menurut Santrock (2007:353) Bahasa adalah suatu bentuk komunikasi- entah itu lisan, tertulis atau isyarat yang berdasarkan pada suatu sistem dari simbol-simbol. Bahasa terdiri dari kata-kata yang digunakan oleh masyarakat beserta aturan-aturan untuk menyusun berbagai variasi dan mengkombinasikannya. Semua bahasa manusia memiliki beberapa karakteristik umum. Hal ini termasuk generatifis tak terbatas dan aturan-aturan organisasi. Generativitas tak terbatas adalah kemampuan menghasilkan sejumlah kalimat bermakna tanpa batas dengan menggunakan aturan-aturan dan kata-kata yang terbatas.

  Dengan mempelajari bahasa kita dapat berkomunikasi dalam konteks sosial. Untuk itu anak-anak harus belajar pragmatiks atau aturan yang tepat dalam penggunaan bahasa yang berkenaan dengan situasi sosial yang dihadapinya. Anak-anak harus dapat mengirim pesan yang ingin disampaikannya kepada orang lain supaya ia mengerti pembicaraan orang lain. Anak-anak mengembangkan kemampuan bahasa dengan melalui petunjuk khusus dan melalui observasi dan mengenal orang lain berbicara. Anak-anak tumbuh dan berkembang tidak hanya belajar bagaimana berfikir dan berperasaan yang tepat melalui pemilihan kata-kata yang sopan, namun mereka juga belajar bagaimana mengekspresikan emosi seperti marah yang tepat, sehingga tidak memberikan respon penolakan dari lingkungan. Anak mampu menerima dan mengekspresikan bahasa dengan berbagai cara.

  Menurut Yusuf (dalam Rahmawati & Kurniati, 2012) menyatakan bahwa bahasa merupakan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini, tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lambang atau simbol untuk mengungkapkan suatu pengertian, seperti dengan menggunakan lisan, tulisan, isyarat bilangan, lukisan, dan mimik muka.

  Diamond & Hopson (dalam Otto, 2015). Developmental Appropriatness (kesesuaian dengan Perkembangan) bisa diterapkan sebagai kriteria kunci didalam mengevaluasi keefektifan yang potensial pada beragam konteks perolehan bahasa pada anak. Kegiatan perkembangan bahasa yang dikembangkan secara tepat harus diintegrasikan melalui kurikulum tersebut.

  Kegiatan hands-on (kegiatan yang melibatkan partisipasi aktif dengan praktik) yang mendorong perkembangan konseptual dan perolehan kosakata itu sangat penting. Kesempatan untuk percakapan lebih sering, baik didalam kelompok kecil maupun berpasangan satu-satu, harus ada setiap harinya. Guru perlu untuk merespons upaya anak untuk berkomunikasi dengan cepat dan langsung.

  Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa perkembangan bahasa merupakan salah satu aspek dari pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini. Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi yang dapat digunakan untuk berfikir, mengekspresikan perasaan dan melalui bahasa dapat menerima pikiran dan perasaan orang lain. Perkembangan bahasa anak usia dini bertujuan supaya anak-anak mampu berkomunikasi dengan lingkungannya.

2. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini

  Menurut Hurlock (1978: 186-187) ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa anak usia dini, yaitu: a.

  Kesehatan Anak yang sehat, lebih cepat belajar berbicara ketimbang anak yang tidak sehat, karena motivasinya lebih lebih kuat untuk menjadi anggota kelompok sosial dan berkomunikasi dengan anggota kelompok tersebut.

  b.

  Kecerdasan Anak yang memiliki kecerdasan tinggi belajar berbicara lebih cepat dan memperlihatkan penguasaan bahasa yang lebih unggul ketimbang anak yang tingkat kecerdasannya rendah. c.

  Keadaan Sosial Ekonomi Anak dari kelompok yang keadaan sosial ekonominya tinggi lebih mudah belajar berbicara, mengungkapkan dirinya lebih baik, dan lebih banyak berbicara ketimbang anak dari kelompok yang keadaan sosial ekonominya lebih rendah. Penyebab utamanya adalah bahwa anak dari kelompok yang lebih tinggi, lebih banyak didorong unutk berbicara dan lebih banyak dibimbing melakukannya.

  d.

  Jenis Kelamin Di bandingkan dengan anak perempuan, anak laki-laki tertinggal dalam belajar berbicara. Pada setiap jenjang umur, kalimat anak lelaki lebih pendek dan kurang betul tata bahasanya, kosakata yang diucapkan lebih sedikit, dan pengungkapannya kurang tepat ketimbang anak perempuan.

  e.

  Keinginan Berkomunikasi Semakin kuat keinginan untuk berkomunikasi dengan orang lain semakin kuat motivasi anak untuk belajar berbicara, dan semakin bersedia menyisihkan waktu dan usaha yang diperlukan untuk belajar.

  f.

  Dorongan Semakin banyak anak didorong untuk berbiacara dengan mengajaknya bicara dan didorong menanggapinya, akan semakin awal mereka belajar berbicara dan semakin baik kualitas bicaranya. g.

  Ukuran Keluarga Anak tinggal atau anak dari keluarga kecil biasanya berbicara lebih awal dan lebih baik ketimbang anak dari keluarga besar, karena orangtua dapat menyisihkan waktu yang lebih banyak untuk mengajar anaknya berbicara.

  h.

  Urutan Kelahiran Dalam keluarga yang sama, anak pertama lebih unggul ketimbang anak yang lahir kemudian. Karena orangtua dapat menyisihkan waktunya yang lebih banyak untuk mengajar dan mendorong anak yang lahir pertama dalam belajar bebicara ketimbang untuk anak yang lahir kemudian. i.

  Metode Pelatihan Anak Anak- anak yang dilatih secara otoriter yang menekankan bahwa “anak harus dilihat dan bukan di dengar” merupakan hambatan belajar, sedangkan pelatihan yang memberikan keleluasaan dan demokratis akan mendorong anak untuk belajar. j.

  Kelahiran Kembar Anak yang lahir kembar umumnya terlambat dalam perkembangan bicaranya terutama karena mereka lebih banyak bergaul dengan saudara kembarnya dan hanya memahami logat khusus yang mereka miliki. Ini melemahkan motivasi mereka untuk belajar berbicara agar orang lain dapat memahami mereka. k.

  Hubungan Dengan Teman Sebaya Semakin banyak hubungan anak dengan teman sebayanya dan semakin besar keinginan mereka untuk diterima sebagai anggota kelompok sebaya, akan semakin kuat motivasi mereka untuk belajar berbicara. l.

  Kepribadian Anak yang dapat menyesuaiakan diri dengan baik cenderung kemampuan bicaranya lebih baik, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif, ketimbang anak yang penyesuaian dirinya jelek. Kenyataanya bicara sering kali dipandang sebagai salah satu petunjuk anak yang sehat mental.

  Menurut Yusuf (2011: 121-122) Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh faktor-faktor kesehatan, intelegensi, status sosial ekonomi, jenis kelamin, dan hubungan keluarga.

  a.

  Faktor kesehatan Kesehatan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak, terutama pada usia awal kehidupannya. Apabila pada usia dua tahun pertama, anak mengalami sakit terus menerus., maka anak tersebut cenderung akan mengalami kelambatan atau kesulitan dalam perkembangan bahasanya. Oleh karena itu untuk memelihara perkembangan bahasa anak secara normal, orangtua perlu memperhatikan kondisi kesahatan anak. Upaya yang dapat ditempuh adalah dengan cara memberikan ASI, makanan yang bergizi, memelihara kebershian tubuh anak atau secara reguler memeriksakan anak ke dokter atau ke puskesmas. b.

  Inteligensi Perkembangan bahasa anak dapat dilihat dari tingkat intelegensinya. Anak yang perkembangan bahasanya cepat, pada umumnya mempunyai intelegnsi normal atau diatas normal. Namun begitu, tidak semua anak yang mengalami kelambatan perkembangan bahasanya pada usia awal, dikategorikan sebagai anak yang bodoh c. Status sosial ekonomi keluarga

  Beberapa studi tentang hubungan antara perkembangan bahasa dengan status sosial ekonomi keluarga menunjukkan bahwa anak yang berasal dari keluarga miskin mengalami kelambatan dalam perkembangan bahasanya dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga yang lebih baik.

  d.

  Jenis kelamin Pada tahun pertama usia anak, tidak ada perbedaan dalam vokalisasi antara pria dengan wanita. Namun mulai usia dua tahun, anak wanita menunjukkan perkembangan yang lebih cepat dari anak pria e. Hubungan keluarga

  Hubungan ini dimaknai sebagai proses pengalaman berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan keluarga, terutama dengan orangtua yang mengajar, melatih dan memberikan contoh berbahasa kepada anak. hubungan yang sehat antara orangtua dengan anak (penuh perhatian dan kasih sayang dari orangtuanya) memfasilitasi perkembangan bahasa anak, sedangkan hubungan yang tidak sehat mengakibatkan anak akan mengalami kesulitan atau kelambatan dalam perkembangan bahasanya. Hubungan yang tidak sehat itu bisa berupa sikap orangtua yang keras/ kasar, kurang kasih sayang, atau kurang perhatian untuk memberikan latihan dan contoh dalam berbahasa yang baik kepada anak, maka perkambangan bahasa anak akan cenderung akan mengalami stagnasi atau kelainan seperti: gagap dalam berbicara, tidak jelas, dalam mengungkapkan kata-kata, merasa takut untuk menggunakan pendapat dan berkata yang kasar atau tidak sopan. Menurut Laila (2013), mengemukakan bahwa Lingkungan merupakan tempat dimana seorang anak tumbuh dan berkembang, sehingga lingkungan banyak berperan dalam membentuk kepribadian dan karakter seseorang. Bagi kebanyakan anak, lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang mempengaruhi perkembangan anak, setelah itu sekolah dan kemudian masyarakat. Keluarga dipandang sebagai lingkungan dini yang dibangun oleh orangtua dan orang-orang terdekat. Keluarga bagi seorang anak merupakan lembaga pendidikan non formal pertama, di mana mereka hidup, berkembang, dan matang. Dalam sebuah keluarga, seorang anak pertama kali diajarkan pada pendidikan. Melalui pendidikan dalam keluarga tersebut anak mendapatkan pengalaman, kebiasaan, ketrampilan berbagai sikap dan bermacam-macam ilmu pengetahuan.

  Berdasarkan beberapa pendapat diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa Faktor-faktor yang mempengatuhi perkembangan bahasa anak perlu diketahui dan mengingat bahwa perkembangan bahasa pada anak merupakan salah satu aspek dari beberapa tahapan perkembangan anak yang seharusnya menjadi perhatian orang tua di rumah dan guru di sekolah.

3. Pentingnya Kemampuan Bahasa Anak Usia Dini

  Menurut Otto (2015: 23) Kemampuan bahasa anak berkembang baik dalam bentuk reseptif maupun ekspresif. Mendengarkan merupakan kemampuan bahasa reseptif yang penting, karena mendengarkan diperlukan dalam “menerima bahasa”. Mendengarkan bukanlah suatu kegiatan yang pasif tetapi agar menjadi lebih efektif, dan menjadi suatu kegiatan yang aktif penuh tujuan. Di sekolah, anak-anak menghabiskan lebih banyak waktunya untuk mendengarkan gurunya dan teman sekelasnya. Kemampuan mereka untuk mendengarkan dan memahami arahan serta instruksi gurunya dan kontribusi teman sekelasnya memengaruhi apa dan seberapa banyak yang sudah dipelajari.

  Rahmawati & Kurniati (2005: 400) Masa awal kanak-kanak sangat diwarnai dengan aktivitas banyak bertanya. Misalnya ketika anak-anak diajak untuk belajar dilingkungan sekitar maka anak akan banyak sekali pertanyaan- pertanyaan, seperti: Anak : “Apa ini Bu?” Guru : “Kodok” Anak : “Kodok apa?” Guru : “Kodok sawah” Anak : “Sawah apa? Guru : “Tempat untuk menanam padi” Anak : “Tempat menanam padi? Yang mana ? dimana ?” dan seterusnya.

  Jadi seperti itu, maka dapat dilihat betapa antusisanya anak dalam mengenali suatu obyek, ia akan bertanya tanpa lelah, tanpa malu, tanpa takut, tanpa henti. Ada masanya kebiasaan ini muncul dalam tahap perkembangan anak, dan ada masanya pula berhenti dengan sendirinya. Ditaman kanak- kanak, guru bisa mengharapkan anak untuk menunjukkan kemampuan bahasanya dalam cakupan yang lebih luas. Cakupan ini menunjukkan tidak hanya pola-pola perkembangan yang khas tetapi juga cakupan pengalaman yang diperoleh dirumah dan pendidikan pra sekolah yang memengaruhi perkembangan bahasa.

  Menurut Otto (2015 : 315) pada taman kanak-kanak, kegiatan bertanya ini semakin sering digunakan untuk mendiskusikan fenomena yang lebih kompleks dan yang tidak ada di depan mereka saat diskusi itu berlangsung. Guru harus menggunakan strategi yang bisa “meluaskan kemampuan anak untuk berpikir dan merepresentasi kan.” Copple al., 1984, h. 25 (dalam Otto,

  2015). Ketika anak-anak didorong untuk merepresentasikan pengalaman konkretnya melalui berbagai bentuk komunikasi, seperti bahasa lisan, bahasa tulis, dan seni, mereka memiliki kesempatan untuk menggali pengalaman secara psikis, yang memperluas cara berpikir dan kemampuan anak meliputi mengajukan pertanyaan, menarik perhatian di sebuah situasi yang membingungkan seperti kontradiksi atau ketidak konsistenan, dan menentang anak untuk bergerak di luar pengalaman konkretnya secara tepat.

  Berdasarkan uraian diatas maka kemampuan bahasa anak usia dini sangatlah penting, karena dengan bahasa anak dapat mengkomunikasikan apa apa yang ia peroleh, mereka memiliki kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya melalui bahasanya yang mungkin orang lain tidak mengetahui ucapannya tetapi setidaknya anak sudah bisa berbahasa degan sesuai.

  Suyadi (2010:108) Adapun indikator yang dapat mengukur kemampuan bahasa anak usia dini adalah; Mampu mengenal masing-masing bunyi huruf, Senang dibacakan cerita, Mampu diajak berdialog sederhana, Mampu membuat kalimat bersajak. Sedangkan menurut Dimyati (2015) dalam buku Pembelajaran Terpadu. Ada beberapa indikator aspek perkembangan anak usia dini yang akan digunakan untuk penelitian diantaranya adalah pekembangan bahasa yang berjumlah 20 yaitu: 4.

   Indikator Hasil Belajar Siswa

Tabel 2.1 Indikator Hasil Belajar Siswa 1.

  Menyebutkan berbagai bunyi suara tertentu 2. Menirukan kembali 3-4 urutan kata 3. Menyebutkan kata-kata yang mempunyai suku kata awal yang sama. Misal; kaki-kali

  4. Melakukan 2-3 perintah secara sederhana 5.

  Mendengarkan cerita dan menceritakan kembali isi cerita secara sederhana 6. Menyebutkan nama sendiri, nama orang tua, jenis kelamin, alamat rumah secara sederhana

  7. Menceritakan pengalaman kejadian secara sederhana 8.

  Menjawab pertanyaan tentang keterangan/ informasi secara sederhana 9. Bercerita menggunakan kata ganti aku, saya 10.

  Menunjukkan gerakan-gerakan 11. Menyebutkan posisi/ keterangan tempat.

  12. Menyebutkan waktu.

  13. Membuat berbagai macam coretan 14.

  Membuat gambar dan coretan/ tulisan tentang cerita mengenai gambar yang dibuatnya 15. Bercerita tentang gambar yang disediakan atau yang dibuat sendiri 16.

  Mengurutkan dan menceritakan isi gambar seri sederhana (3-4 gambar) 17. Menghubungkan gambar/ benda dengan kata 18. Membaca gambar yang memiliki kata/ kalimat sederhana 19. Menceritakan isi buku walaupun tidak samatulisan dengan yang diungkapkan

20. Menghubungkan tulisan sederhana dengan symbol yang melambangkannya.

  Adapun indikator yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 2.2 Indikator Hasil Belajar yang di pilih

  No item Indikator yang Diterapkan Meningkatkan Perkembangan Bahasa dengan

  Kegiatan Berkebun

  1. Menirukan kembali 3-4 urutan kata

  2. Melakukan 2-3 perintah secara sederhana

  Dalam penelitian ini peneliti mengadopsi dan mengembangkan indikator yang bersumber dari indikator perkembangan bahasa pada anak kelompok A berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi tahun 2004. Jumlah indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 indikator dari 20 indikator yang ada.

  4. Menceritakan pengalaman/ kejadian secara sederhana

  5. Bercerita menggunakan kata ganti aku, saya

  6. Menunjukan gerakan-gerakan. Misal: duduk, jongkok, berlari, makan, melompat, menangis, senang, sedih, dan lain-lain

  7. Menyebutkan posisi/ keterangan tempat. Misal; di luar, di dalam, di atas, di bawah, di depan, di belakang, dan lain-lain

  8. Menyebutkan waktu, misal: pagi, siang, malam

  9. Bercerita tentang gambar yang disediakan atau yang dibuat sendiri

  10. Menghubungkan gambar/ benda dengan kata

  3. Menyebutkan nama sendiri, nama orang tua, jenis kelamin, jenis kelamin, alamat rumah secara sederhana

5. Pedoman Penilaian Perkembangan Bahasa Anak yang Digunakan dalam Penelitian Adapun penelitian ini menggunakan bentuk penilaian rating scale.

  Menurut Sugiyono (2010: 141) instrumen dengan rating scale adalah harus dapat mengartikan setiap angka yang diberikan pada alternatif jawaban pada setiap aitem instrumen. Dalam proses pengamatan berlangsung peneliti memilih salah satu skor yang sesuai dengan perkembangan konsep bilangan pada peserta didik dengan cara memberi tanda ( ) pada skor yang sesuai dengan perkembangan bahasa anak. Adapun skor yang digunakan sebagai berikut: a.

  Sangat Tidak Baik = 1 b.

  Tidak Baik = 2 c.

  Baik = 3 d.

  Sangat Baik = 4

  Arti skor diatas adalah : 1 : Artinya perkembangan anak sangat tidak baik 2 : Artinya perkembangan anak tidak baik 3 : Artinya perkembangan anak baik 4 : Artinya perkembangan anak sangat baik Keterangan rubrik penilaian perkembangan bahasa: 1.

  Menirukan kembali 3-4 urutan kata a.

  STB (1) : anak belum mampu sama sekali dalam menirukan kembali 3-4 urutan kata b.

  TB (2) : anak sudah mulai mampu dalam menirukan kembali 3-4 urutan kata tetapi masih di bantu c.

  B (3) : anak mampu dalam menirukan 3-4 urutan kata d.

  SB (4) : anak mampu menirukan lebih dari 4 urutan kata tanpa di bantu 2. Melakukan 2-3 perintah secara sederhana a.

  STB (1) : anak belum mampu sama sekali dalam melakukan perintah secara sederhana b.

  TB (2) : anak sudah mulai mampu dalam melakukan 2-3 perintah secara sederhana tetapi masih dalam bantuan c.

  B (3) : anak mampu melakukan 2-3 perintah secara sederhana d.

  SB (4) : anak mampu melakukan lebih dari 3 perintah sederhana 3. Meyebutkan nama sendiri, nama orangtua, jenis kelamin, alamat rumah secara sederhana a.

  STB (1) : anak belum mampu sama sekali dalam menyebutkan nama sendiri, nama orang tua, dan lain-lain b.

  TB (2) : anak sudah mulai mampu dalam menyebutkan nama sendiri, nama orangtua, dan lain-lain tetapi masih di bantu c.

  B (3) : anak mampu menyebutkan nama sendiri, nama orangtua, dan lain- lain d.

  SB (4) : anak mampu menyebutkan nama sendiri, nama orangtua dan lain- lain dengan jelas

4. Menceritakan pengalaman/ kejadian secara sederhana a.

  STB (1) : anak belum mampu sama sekali menceritakan pengalaman/ kejadian secara sederhana b.

  TB (2) : anak sudah mulai mampu dalam menceritakan pengalaman/ kejadian secara sederhana c.

  B (3) : anak mampu menceritakan pengalaman/ kejadian secara sederhana d.

  SB (4) : anak mampu menceritakan pengalaman/ kejadian secara sederhana dan berani menceritakan di depan kelas

  5. Bercerita menggunakan kata ganti aku, saya a.

  STB (1) : anak belum mampu sama sekali dalam bercerita menggunakan kata ganti aku, saya b.

  TB (2) : anak sudah mulai mampu dalam bercerita menggunakan kata ganti aku, saya c.

  B (3) : anak mampu bercerita menggunakan kata ganti aku, saya d.

  SB (4) : anak mampu bercerita menggunakan kata ganti aku, saya lebih ekspresif

  6. Menunjukkan gerakan-gerakan.

  a.

  STB (1) : anak belum mampu sama sekali dalam menunjukkan gerakan- gerakan b.

  TB (2) : anak sudah mulai mampu menunjukkan gerakan-gerakan c. B (3) : anak mampu menunjukkan gerakan-gerakan d.

  SB (4) : anak mampu menunjukkan gerakan-gerakan seperti duduk, jongkok, berlsri, makan, melompat, menangis, senang, sedih lebih aktif dan ekspresif 7. Menyebutkan posisi/ keterangan tempat.

  a.

  STB (1) : anak belum mampu sama sekali dalam meyebutkan posisi/ keterangan b.

  TB (2) : anak sudah mulai mampu dalam menyebutkan posisi/ keterangan c. B (3) : anak mampu menyebutkan posisi/ keterangan d.

  SB (4) : anak mampu menyebutkan posisi/ keterangan tempat misal di luar, di dalam, di atas, di bawah, di depan, di belakang, dan lain-lain

  8. Menyebutkan waktu a.

  STB (1) : anak belum mampu sama sekali dalam menyebutkan waktu b.

  TB (2) : anak sudah mulai mampu dalam menyebutkan waktu c. B (3) : anak mampu menyebutkan waktu d.

  SB (4) : anak mampu menyebutkann waktu misal pagi, siang, dan malam 9. Bercerita tentang gambar yang disediakan atau yang dibuat sendiri a.

  STB (1) : anak belum mampu sama sekali untuk bercerita tentang gambar yang di sediakan atau yang dibuat sendiri b.

  TB (2) : anak sudah mulai mampu bercerita tentang gambar yang disediakan atau yang dibuat sendiri c.

  B (3) : anak mampu bercerita tentang gambar yang di sediakan atau yang di buat sendiri d.

  SB (4) : anak mampu bercerita tentang gambar atau yang di sediakan dan bercerita sesuai dengan pengalaman anak

  10. Menghubungkan gambar/ benda dengan kata a.

  STB (1) : anak belum mampu sama sekali dalam menghubungkan gambar dengan kata b.

  TB (2) : anak sudah mulai mampu menghubungkan gambar dengan kata c. B (3) : anak mampu menghubungkan gambar dengan kata d.

  SB (4) : anak mampu menghubungkan gambar dengan kata dan bisa membantu temannya

B. Kegiatan Berkebun

  Menurut Sutrisno& Harjono (2005: 118) Kegiatan yang dilakukan di Taman Kanak-kanak yaitu kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan, situasi dan sumber-sumber belajar yang tersedia. Pada kegiatan pembelajaran di sekolah salah satunya bisa dengan melakukan kegiatan berkebun.

  Menurut Herdianing & Syarief (2014) Berkebun merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi anak, dengan berkebun anak akan mengenal hal baru secara tidak langsung diajarkan mengenai kejaiban ilmu seperti siklus hidup tanaman dan bagaimana intervensi manusia dapat mematahkan atau membuat lingkungan. Anak-anak akan mendapat pengalaman bagi dirinya sendiri tentang keajaiban hidup melalui benih, dan bagaimana dirinya turut berperan di dalamnya. Kegiatan berkebun memberi kesempatan pada anak untuk melatih perkembangan bahasanya. Setiap masa pertumbuhan anak memiliki karakteristik yang berbeda-beda, hal ini mempengaruhi penyesuaian kegiatan dan peralatan berkebun sesuai dengan kebutuhan anak. berbeda dengan kebutuhan berkebun orang dewasa, berkebun dengan anak harus dibuat menyenangkan mungkin dengan alternatif kegiatan yang tidak membuatnya cepat jenuh dan bosan.

  Menurut Sutrisno & Harjono (2005: 89) Kegiatan berkebun memberikan kesempatan kepada anak untuk mengeksplorasi dan mengamati lingkungan sekitar serta diberi kebebasan untuk dijadikan sarana untuk belajar sambil bermain. Dengan belajar sambil bermain, maka kegiatan yang dilakukan oleh anak akan tidak terasa menjenuhkan sehingga anak dapat menemukan dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan pemahamannya tentang alam sekitar. Berdasarkan pengetahuan dan pemahamannya ini anak dapat melakukan kegiatan belajar secara menyenangkan. Dalam kegiatan berkebun anak dapat meneritakan pengalamannya berkebun dan dapat juga diberi kesempatan untuk bercakap-cakap tentang kebun. Jadi kegiatan berkebun ini dapat mengembangkan perkembanagan bahasa anak.

  Menurut Otto (2015: 319) kegiatan eksplorasi menyediakan kesempatan bagi anak taman kanak-kanak untuk terlibat dalam pembelajaran informal dengan ukuran kemampuan dan motivasinya sendiri. Kegiatan ini secara umum melibatkan partisipasi aktif dengan praktik dan eksperiensal. Kegiatan eksploratori di kelas taman kanak-kanak meliputi kegiatan pusat pembelajaran, kegiatan di luar kelas, dan meja pasir/ air. Pusat kegiatan di tingkat taman kanak-kanak mungkin mengakomodasi lebih dari satu anak karena sebagian besar anak bisa berhasil berinteraksi dengan satu atau dua anak lainnya. Pusat pembelajaran ini harus diatur untuk mendorong terjadinya percakapan.

  Menurut Ratnasari (2014) Salah satu kegiatan dari metode eksplorasi ialah berkebun. Beetlestone (dalam Ratnasari, 2014) menyatakan bahwa kegiatan berkebun dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk melakukan aktivitas fisik, pelepasan energi fisik serta lebih menonjolkan gerakan-gerakan fisik. Hal itu juga didukung dengan pendapat Wells & Nancy (dalam Ratnasari, 2014) yaitu melakukan school gardens dapat meningkatkan aktivitas fisik anak.

  Menurut Otto (2015: 325-326), ada kegiatan yang dapat memperluas dalam perkembangan bahasa di taman kanak-kanak yaitu kegiatan eksploratori, pada kegiatan eksploratori ini mencakup beberapa kegiatan lainnya lagi seperti kegiatan di luar kelas. Anak taman kanak-kanak memerlukan untuk olahraga yang bersemangat untuk memperkuat perkembangan fisiknya, namun demikian kegiatan di luar kelas juga menyediakan kesempatan-kesempatan untuk perkembangan bahasa. Bahasa reseptif dan ekspresif di dorong dalam kegiatan sederhana dengan sedikit aturan dan juga aturan dalam menggunakan peralatan dan saling bergantian, misalnya dengan berkebun karena dengan seperti itu maka akan banyak sekali percakapan-percakapan anak yang diutarakan. Kegiatan ini juga memberikan kesempatan untuk percakapan yang lebih lama antara anak dan guru, dan mendorong anak untuk mengamati kondisi cuaca seperti bentuk awan dan angin yang berhembus, juga pepohonan, bunga, burung dan elemen alam lain di sekitar ataupun berkebun pun juga membatu membantu anak menggunakan bahasa untuk menggambarkan apa yang mereka amati.

  Menurut Sujiono (2013) bermain eksplorasi mempengaruhi perkembangan anak melalui empat cara yang berbeda yaitu; a) eksplorasi memberikan kesempatan pada setiap anak untuk menemukan hal baru, b) eksplorasi merangsang rasa ingin tahu anak, c) eksplorasi membantu anak mengembangkan keterampilannya, d) eksplorasi mendorong anak untuk mempelajari keterampilan baru. Adapun cara untuk mendorong anak untuk bermain dengan cara, menunjukkan pada anak bahwa dunia ini sangat berharga untuk dieksplorasi atau dijelajahi, kemudian ikuti apa yang dilakukan anak dan guru hanya mengawasi serta mendampingi saja, selanjutnya guru dapat menunujukkan cara bereksplorasi agar anak lebih termotivasi.

  Menurut Rahmawati & Kurniati (2012: 55-58). Ide kreatif sering kali muncul dari eksplorasi atau penjelajahan individu terhadap sesuatu. Eksplorasi dapat memberikan kesempatan bagi anak untuk melihat, memahami, merasakan, dan pada akhirnya membuat sesuatu yang menarik perhatian mereka. Kegiatan seperti ini dilakukan dengan cara mengamati dunia sekitar sesuai dengan kenyataan yang ada secara langsung. Kegiatan eksplorasi adalah penjelajahan lapangan dengan tujuan memperoleh pengetahuan lebih banyak, terutama sumber alam yang terdapat di tempat itu. Eksplorasi dapat pula dikatakan sebagai kegiatan untuk memperoleh pengalaman baru dan situasi yang baru (KBBI; 254). Eksplorasi merupakan jenis kegiatan permaianan yang dilakukan dengan cara menjelajahi atau mengunjungi suatu tempat untuk mempelajari hal tertentu sambil mencari kesenangan atau sebagai hiburan dan permainan. Tujuan kegiatan eksplorasi di taman kanak- kanak adalah belajar mengelaborasi dan menggunakan kemampuan analisis sederhana dalam mengenal suatu obyek. Anak dilatih untuk mengamati benda dengan seksama, memerhatikan setiap bagiannya yang unik, serta mengenal cara hidup atau cara kerja obyek tersebut.

  Kegiatan eksplorasi akan memberikan kesempatan pada anak untuk memahami dan memanfaatkan olah jelajahnya berupa: a.

  Wawasan informasi yang lebih luas dan lebih nyata b. Menumbuhkan rasa keingintahuan anak tentang sesuatu telah ataupun baru diketahuinya c.

  Memperjelas konsep dan keterampilan yang telah dimilikinya d. Memperoleh pemahaman penuh tentang kehidupan manusia dengan berbagai situasi dan kondisi yang ada e.

  Memperoleh pengetahuan tentang bagaimana memahami lingkungan yang ada disekitar serta bagaimana memanfaatkannya Menurut Herdianing & Syarief (2014) Hal itu didukung dengan penelitian bahwa kegiatan berkebun dapat dijadikan sarana untuk bermain yang dapat mengembangkan kecerdasan naturalistik serta memupuk rasa tanggung jawab dan melatih kesabaran anak.

  Kegiatan berkebun dapat dilakukan dengan menanam tumbuhan, hal ini bisa dilakukan dengan cara individu maupun kelompok, misalnya anak bekerja sama dengan temannya maka dengan kegiatan tersebut pasti anak akan banyak berbicara atau banyak percakapan yang mereka lakukan.

  Berdasarkan uraian di atas, kegiatan berkebun merupakan salah satu cara untuk mengembangkan bahasa anak, karena bahasa dapat diperoleh dari cara ia sedang melakukan kegiatan berkebun, dengan cara tersebut maka akan banyak kosa kata kosa kata yang anak ucapkan.

C. Penelitian yang Relevan

  Menurut Tiara Ratnasari dalam karya ilmiahnya yang berjudul Pengaruh Penerapan Kegiatan Berkebun Terhadap Perkembangan Fisik Motorik Anak.

  Sumber Surakarta Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Juli 2016. Menjelaskan bahwa Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan kegiatan berkebun terhadap fisik motorik anak. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif quasi eksperimen dengan desain time series, sampel penelitian ini adalah 29 anak usia 5-6 tahun di TK Bhakti 03 Karangpandan. Validitas instrumen menggunakan content validity. Teknik pengumpulan data melalui tes untuk mengukur perkembangan fisik motorik anak. Uji normalitas dan homogenitas menggunakan Shapiro Wilk dan levene texe for equity of variance. Analisis data pada penelitian ini menggunakan statistik parametrik setelah data dinyatakan normal dan homogen dengan taraf signifikansi > 0,00. Uji hipotesis menggunakan paired simple t-test dengan SPSS 15 for windows.

  Hasil analisis data membuktikan bahwa, pretest pertama hingga posttest keempat menunjukkan adanya peningkatan kestabilan nilai rata-rata kelas.

  Nilai rata-rata pretest pertama 22,00, nilai rata-rata pretest kedua 22,41, nilai rata-rata pretest ketiga 22,51, nilai rata-rata pretest keempat 22,51, nilai postest pertama 26,72, nilai posttest kedua 26, 96, nilai posttest ketiga 26,93, nilai postest keempat 26,93. Pembuktian selanjutnya terlihat pada taraf signifikan antara sebelum treatment dan sesudah treatment yang menunjukkan nilai 0,000 (p<0,05).

D. Ringkasan dan Kerangka Berpikir

  Bahasa merupakan salah satu aspek dari pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini. Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi yang dapat digunakan untuk berfikir, mengekspresikan perasaan dan melalui bahasa dapat menerima pikiran dan perasaan orang lain. Perkembangan bahasa anak usia dini bertujuan supaya anak-anak mampu berkomunikasi dengan lingkungannya.

  Bahasa merupakan alat yang penting dalam berkomunikasi. Melalui bahasa seseorang dapat mengembangkan kemampuan sosialnya, begitu juga dengan anak, ketika anak dapat mengembangkan bahasanya ia dapat mengungkapkan perasaannya sehingga pikirannya dapat ditangkap oleh orang lain.

  Kegiatan yang dilakukan di Taman Kanak-kanak yaitu kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan, situasi dan sumber-sumber belajar yang tersedia. Pada kegiatan pembelajaran di sekolah salah satunya bisa dengan melakukan kegiatan berkebun. Kegiatan berkebun memberikan kesempatan kepada anak untuk mengeksplorasi dan mengamati lingkungan sekitar serta diberi kebebasan untuk dijadikan sarana untuk belajar sambil bermain. Dengan belajar sambil bermain, maka kegiatan yang dilakukan oleh anak akan tidak terasa menjenuhkan sehingga anak dapat menemukan dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan pemahamannya tentang alam sekitar. Berdasarkan pengetahuan dan pemahamannya ini anak dapat melakukan kegiatan belajar secara menyenangkan.Dalam kegiatan berkebun anak dapat meneritakan pengalamannya berkebun dan dapat juga diberi kesempatan untuk bercakap-cakap tentang kebun. Jadi kegiatan berkebun ini dapat mengembangkan perkembanagan bahasa anak.

  Dalam hal di atas, peneliti mengambil media berupa kegiatan berkebun sebagai kegiatan pembelajaran dalam perkembangan bahasa anak. Peneliti membuat bagan kerangka berfikir dalam penelitian ini :

  1. Pelaksanaan pretest Kondisi awal peserta didik kelompok A

  2. Melakukan treatment TK Darul Quran Al dengan kegiatan berkebun

  Karim

  3. Pelaksanaan postest Adanya keefektifan terhadap

  Kondisi akhir kegiatan berkebun dalam perkembangan bahasa anak kelas

  A TK Darul Quran Al Karim

Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berfikir

E. HIPOTESIS

  Dalam penulisan ini, penulis mencoba membuat suatu kesimpulan sementara yang masih harus dibuktikan kebenarannya, maka penulis membuat hipotesisnya sebagai berikut: Ha : Adanya efektivitas kegiatan berkebun terhadap perkembangan bahasa anak usia dini Ho : Tidak adanya efektivitas kegiatan berkebun terhadap perkembangan bahasa anak usia dini