MAKALAH FILSAFAT HUKUM BOYBAND INDONESIA

TUGAS KELOMPOK FILSAFAT HUKUM

“PENGERTIAN FILSAFAT HUKUM”

Oleh Kelompok IV :
1. Binsar Hutajulu
2. Regginaldo Sultan
3. Marusaha
4. Ronald Siahaan
5. Farriz Chandra
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER ILMU HUKUM
UNIVERSITAS JAYABAYA
JAKARTA
2018

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa, puji dan syukur penulis
panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya makalah yang berjudul
"PENGERTIAN FILSAFAT HUKUM”. Atas dukungan moral dan materil yang

diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada: dosen mata kuliah filsafat huum, yang memberikan
bimbingan, saran, ide dan kesempatan untuk membantu dalam penyelesaian
makalah ini.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar penulis dapat memperbaiki makalah ini.

Jakarta, 31 Maret 2018

Penulis

ii

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .....................................................................................
i
KATA PENGANTAR ..................................................................................

ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................

iii

BAB I

BAB II

BAB III

BAB IV

PENDAHULUAN........................................................................


1

A. Latar Belakang ........................................................................

1

B. Rumusan Masalah ...................................................................

3

C. Tujuan Penulisan ....................................................................

4

LANDASAN TEORI...................................................................

5

A. Pengertian Filsafat……………………………………………


5

B. Pengertian Hukum...................................................................

6

C. Pengertian Filsafat Hukum ....................................................

6

PEMBAHASAN...........................................................................

9

A. Pengertian FIlsafat Hukum .....................................................

9

B. Permasalahan Filsafat Hukum.................................................


12

C. Pendekatan Filsafat Hukum.....................................................

14

PENUTUP.....................................................................................

20

A. Kesimpulan .............................................................................

20

B. Saran .......................................................................................

20

DAFTAR PUSTAKA


iii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya, penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 tentang sistem pemerintahan Indonesia dijelaskan
bahwa

Negara

Indonesia

berdasarkan

atas

hukum (rechtsstaat) bukan


berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat), dalam hal ini terlihat bahwa
kata “hukum” dijadikan lawan kata “kekuasaan”. Tetapi apabila kekuasaan
adalah serba penekanan, intimidasi, tirani, kekerasan dan pemaksaan maka
secara filosofis dapat saja hukum dimanfaatkan oleh pihak tertentu yang
menguntungkan dirinya tetapi merugikan orang lain.
Hubungannya dengan hal tersbut di atas, maka sesungguhnya perlu
dipahami akan makna dari filsafat hukum. Filsafat hukum mempersoalkan
pertanyaan-pertanyaan yang bersifat dasar dari hukum. Pertanyaan-pertanyaan
tentang “hakikat hukum”, tentang “dasar-dasar bagi kekuatan mengikat dari
hukum”, merupakan contoh-contoh pertanyaan yang bersifat mendasar itu.
Atas dasar yang demikian itu, filsafat hukum bisa dihadapkan kepada ilmu
hukum positif. Sekalipun sama-sama menggarap bahan hukum, tetapi masingmasing mengambil sudut pemahaman yang berbeda sama sekali. Ilmu hukum
positif

hanya

berurusan

dengan


suatu

tata

hukum

tertentu

dan

mempertanyakan konsistensi logis asas-asas, peraturan-peraturan, bidangbidang serta sistem hukumnya sendiri.

Berbeda dengan pemahaman yang demikian itu, filsafat hukum
mengambil sebagai fenomena universal sebagai sasaran perhatiannya, untuk
kemudian dikupas dengan menggunakan standar analisa seperti tersebut di
atas.

Suatu

hal


yang

menarik

adalah,

bahwa

“ilmu

hukum”

atau“jurisprudence” juga mempermasalahkan hukum dalam kerangka yang
tidak berbeda dengan filsafat hukum. Ilmu hukum dan filsafat hukum adalah
nama-nama untuk satu bidang ilmu yang mempelajari hukum secara sama.
Pemikiran tentang Filsafat hukum dewasa ini sangat diperlukan untuk
menelusuri seberapa jauh penerapan arti hukum dipraktekkan dalam hidup
sehari-hari, juga untuk menunjukkan ketidaksesuaian antara teori dan praktek
hukum. Manusia memanipulasi kenyataan hukum yang baik menjadi tidak

bermakna karena ditafsirkan dengan keliru, sengaja dikelirukan, dan
disalahtafsirkan untuk mencapai kepentingan tertentu. Banyaknya kasus
hukum yang tidak terselesaikan karena ditarik ke masalah politik. Kebenaran
hukum dan keadilan dimanipulasi dengan cara yang sistematik sehingga
peradilan tidak menemukan keadaan yang sebenarnya.1
Kebijaksanaan pemerintah tidak mampu membawa hukum menjadi
“panglima” dalam menentukan keadilan, sebab hukum dikebiri oleh
sekelompok orang yang mampu membelinya atau orang yang memiliki
kekuasaan yang lebih tinggi. Dalam beberapa dekade terakhir, fenomena
pelecehan terhadap hukum semakin marak. Tindakan pengadilan seringkali
tidak bijak karena tidak memberi kepuasan pada masyarakat. Hakim tidak lagi
memberikan putusan adil pada setiap pengadilan yang berjalan karena tidak
1

Kencana, Syafiie Inu, 2004, Pegantar Filsafat. Penerbit PT Refika Aditama, Bandung.

melalui prosedur yang benar. Perkara diputuskan dengan undang-undang yang
telah dipesan dengan kerjasama antara pembuat Undang-undang dengan
pelaku kejahatan yang kecerdasannya mampu membelokkan makna peraturan
hukum dan pendapat hakim sehingga berkembanglah mafia peradilan. Fungsi

hukum tidak bermakna lagi, karena adanya kebebasan tafsiran tanpa batas
yang dimotori oleh kekuatan politik yang dikemas dengan tujuan tertentu.
Hukum hanya menjadi sandaran politik untuk mencapai tujuan, padahal
politik sulit ditemukan arahnya.
Perlunya kita mengetahui filsafat hukum karena relevan untuk
membangun kondisi hukum yang sebenarnya, sebab tugas filsafat hukum
adalah menjelaskan nilai dasar hukum secara filosofis yang mampu
memformulasikan cita-cita keadilan, ketertiban di dalam kehidupan yang
relevan dengan pernyataan-kenyataan hukum yang berlaku, bahkan merubah
secara radikal dengan tekanan hasrat manusia melalui paradigma hukum baru
guna memenuhi perkembangan hukum pada suatu masa dan tempat tertentu.
Olehnya itu, dari ilustrasi latar belakang di atas penulis tertarik megambil
judul makalah mengenai Pengertian Filsafat Hukum.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dipaparkan maka
rumusan masalahnya adalah :
1. Bagaimana Pengertian Filsafat Hukum Menurut Para Ahli?
2. Apa Saja Permasalahan Yang dikaji Dalam Filsafat Hukum?

3. Bagaimana Cakupan dan Pendekatan dari Filsafat Hukum itu
sendiri?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dilakukan untuk memperoleh Pengertian dari Filsafat
Hukum, untuk mengetahui Permasalahan dalam Filsafat Hukum, dan untuk
mengetahui Pendekatan dalam Filsafat Hukum.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Landasan Teori
1. Pengertian Filsafat
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu Philosophia. Philo
yang berarti cinta dan Sophia yang berarti kebijaksanaan. Dengan
demikian

dapat

dikatakan

Philosophia

adalah

cinta

akan

kebijaksanaan. Jika seseorang cinta akan kebijaksanaan maka segala
pikiran, perkataan, dan tingkah lakunya akan selalu berorientasi pada
kebijaksanaan yaitu kebijaksanaan yang menuju kepada kebenaran dan
keadilan.
Pengertian filsafat apabila diperluas maka akan bermakna
berusaha menemukan. Maksudnya adalah menemukan kebenaran jika
dikaitkan dengan hukum. Herodotus memberikan arti kata itu
sedemikian rupa, sehingga kata philosophia bermakna sangat dalam
yaitu berusahan mencari dan menemukan bukan karena ketrampilan
yang dimiliki melainkan melalui perenungan yang dalam.
Banyak pengertian-pengertian atau definisi-definisi tentang
filsafat yang telah dikemukakan oleh para filsuf. Menurut MerriamWebster (dalam Soeparmo, 1984), secara harafiah filsafat berarti cinta
kebijaksanaan. Maksud sebenarnya adalah pengetahuan tentang
kenyataan-kenyataan yang paling umum dan kaidah-kaidah realitas
serta hakekat manusia dalam segala aspek perilakunya seperti: logika,
etika, estetika dan teori pengetahuan. Dengan demikian, seorang filsuf
adalah pecinta atau pencari kebijaksanaan.

2. Pengertian Hukum
Pengertian hukum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia atau
KBBI adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap
mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah.2 Definisi
hukum sangat bervariasi tergantung dari sudut pandang para ahli
hukum melihatnya seperti yang dikemukakan beberapa ahli. Menurut
J. Van Kan mendefinisikan hukum sebagai keseluruhan ketentuanketentuan kehidupan yang bersifat memaksa, yang melindungi
kepentingan-kepentingan orang dalam masyarakat. Sementara itu
hukum menurut Hans Kelsen adalah terdiri dari norma-norma
bagaimana orang harus berperilaku.
Pendapat Hans Kelsen didukung oleh ahli hukum Indonesia yaitu
Wirjono Prodjodikoro yang menyatakan hukum adalah serangkaian
peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota suatu
masayarakat, sedangkan tujuan dari hukum adalah menjamin
keselamatan, kebahagiaan, dan tata tertib dalam masyarakat. Definisidefinisi hukum

tersebut menunjukkan betapa luasanya pengertian

hukum itu.

3. Pengertian Filsafat Hukum
Filsafat Hukum bertolak dari renungan manusia yang cerdas,
sebagai subjek hukum. Dunia hukum hanya ada dalam dunia manusia.
Filsafat hukum tidak lepas dari manusia selaku subjek hukum maupun
2

http://kbbi.web.id/hukum diakses pada tanggal 28 Maret 2018.

subjek filsafat sebab manusia membutuhkan hukum, dan hanya
manusilah yang mampu berfilsafat. Kepoloporan manusia ini menjadi
jalan untuk mencari keadilan dan kebenaran sesuai dengan peraturan
yang berlaku, dan mengukur apakah sesuatu itu adil, benar, dan sah.3
Istilah filsafat hukum memiliki sinonim dengan legal philosophy,
philosophy of law, atau rechts filsofie. Pengertian filsafat hukum pun
ada berbagai pendapat. Ada yang mengatakan bahwa filsafat hukum
adalah ilmu, ada yang mengatakan filsafat teoretis, ada yang
berpendapat sebagai filsafat trepan dan filsafat praktis, ada yang
menatakan sebagai subspecies dari filsafat etika, dan lain sebagainya.4
Perlu dipahami bahwa pengertian hukum yang akan
dikemukankan berangkat dari pemahaman akan makna dari filsafat
hukum. Olehnya untuk menguraikan pengertian filsafat hukum,
terlebih dahulu perlu mengetahui dimana letak filsafat hukum dalam
filsafat. Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa hukum terkait
dengan tingkah laku atau perilaku manusia untuk mengatur agar tidak
terjadi kekacauan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa filsafat
hukum adalah sub dari cabang filsafat manusia. Filsafat hukum
berupaya untuk mencari dan menemukan hukum secara hakiki dengan
arif dan bijaksana.
Pengertian filsafat hukum sangat bervariasi diberbagai Negara
sejalan dengan sejarah dan bahasa mereka. Pada masa Hindia Belanda
3
4

Huijbers, Theo, 1993, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Astim Riyanto, 2003, Filsafat Hukum, Penerbit Yapemdo, Bandung, hlm 19.

digunakan Wijsbegeerte van het Recht.5 Secara substansial antara
filsafat hukum dan teori hukum itu saling berkaitan tetapi juga
berbeda. Filsafat hukum memiliki ruang lingkup yang lebih luas
karena didalan filsafat hukum memuat teori hukum. Sedangkan teori
hukum hanya bersifat memberikan penjelasan tentang sebuah
fenomena hukum atau fakta hukum.
Filsafat hukum merupakan langkah awal sampai akhir dari
penggalian mutiara hukum, menelisik sampai ke dasar masalah yang
menyebabkan bagaimana suatu tindakan dan kejadian akan diatur oleh
hukum. Filsafat hukum mempertanyakan dan merefleksikan setiap
peristiwa yang menghubungkan sikap tindakan manusia agar mampu
menjaga ketertiban yang dicitak-citakan. Senyatanya, filsafat hukum
tidak begitu terlalu diperhatikan oleh penyelenggara Negara, pembuat
dan pelaksana atau penegak hukum. Padahal hal ini sangat diperlukan
agar produk-produk hukum itu dapat memperoleh resistensi dari
masyarakat.

BAB III
PEMBAHASAN
B. Pengertian Filsafat Hukum

5

Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, 2001, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Penerbit Citra Aditya
Bhakti, Bandung, hlm 2.

Semenjak kita duduk di bangku pendidikan lanjutan serta Perguruan
Tinggi kita sering mendengar tentang filsafat, apakah sebenarnya filsafat
itu? Seseorang yang berfilsafat diumpamakan seorang yang berpijak
dibumi sedang tengadah ke bintang-bintang, dia ingin mengetahui hakikat
keberadaan dirinya, ia berfikir dengan sifat menyeluruh (tidak puas jika
mengenal sesuatu hanya dari segi pandang yang semata-mata terlihat oleh
indrawi saja). Ia juga berfikir dengan sifat (tidak lagi percaya begitu saja
bahwa sesuatu itu benar). Ia juga berfikir dengan sifat spekulatif (dalam
analisis maupun pembuktiannya dapat memisahkan spekulasi mana yang
dapat diandalkan dan mana yang tidak), dan tugas utama filsafat adalah
menetapkan dasar-dasar yang dapat diandalkan.
Kemudian lebih mengerucut lagi adalah Filsafat hukum, yaitu ilmu
yang mempelajari hukum secara filosofi, yang dikaji secara luas,
mendalam sampai kepada inti atau dasarnya yang disebut dengan hakikat.
Dan tujuan mempelajari filsafat hukum untuk memperluas cakrawala
pandang sehingga dapat memahami dan mengkaji dengan kritis atas
hukum dan diharapkan akan menumbuhkan sifat kritis sehingga mampu
menilai dan menerapkan kaidah-kaidah hukum. Filsafat hukum ini
berpengaruh terhadap pembentukan kaidah hukum sebagai hukum in
abstracto.
Olehnya itu untuk mengupas pengertian filsafat hukum, terlebih
dahulu kita harus mengetahui di mana letak filsafat hukum dalam filsafat.
Sebagaimana telah diketahui bahwa hukum terkait dengan tingkah

laku/perilaku manusia, terutama untuk mengatur perilaku manusia agar
tidak terjadi kekacauan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
filsafat hukum adalah sub dari cabang filsafat manusia. yang disebut
dengan etika atau filsafat tingkah laku.
Ahrens pernah membicarakan, bahwa filsafat hukum adalah ilmu
yang mengambil sumber dan menjabarkan asas tertinggi dan/atau cita
hukum

dari

manusia

dan

kemanusiaan,

untuk

selanjutnya

dikembangkan dan diterapkan pada dasar kehidupan manusia.6 Berikut
pengertian filsafat menurut para ahli :
a. Menurut Soetikno filsafat hukum adalah mencari hakikat dari
hukum, dia ingin mengetahui apa yang ada dibelakang
hukum, mencari apa yang tersembunyi didalam hukum, dia
menyelidiki kaidah-kaidah hukum sebagai pertimbangan nilai.
b. Menurut Satjipto Raharjo filsafat hukum mempelajari
pertanyaan-pertanyaan dasar dari hukum. Pernyataan tentang
hakekat hukum, tentang dasar bagi kekuatan mengikat dari
hukum, merupakan contoh-contoh pertanyaan yang bersifat
mendasar itu.
c. Menurut Apeldoorn , filsafat hukum ialah pengetahuan yang
berusaha menjawab apakah hukum itu ?ia menghendaki agar
kita berpikir masak-masak , menanggapi dan bertanya-tanya
tentang “hukum”(Apeldoorn ,1951:331-332). Dalam edisi
6

Ahrens, 1989, De Rechtsphilosophie oder das Narurrecht auf philosophis antropologischer
grunslage, hlm 5.

baru yang ditulis DHM Meuwissen , hal tersebut telah direvisi
secara total . Misalnya , dikatakan bahwa filsafat hukum
memang berusaha mencari hakekat hukum, walau sebenarnya
hanya melihat hukum sebagai bagian dari kenyataan . Apa hal
itu tak bisa dijawab oleh ilmu hukum ?Dapat tapi tak akan
mendapat jawaban yang menangkan SEBEB ilmu hukum
hanya melihat gejala-gejala hukum belaka dan melihat
“hukum” yang dapat dilihat dengan panca indera, tidak
melihat dunia hukum yang tidak dapat dilihat dengan panca
indera (tersembunyi), hanya melihat hukum sepanjang telah
menjadi perbuatan manusia . Dimana ilmu hukum berakhir ,
disanalah filsafat hukum memulai . Ia menjawab pertanyaan –
pertanyaan yang tidak terjawab oleh ilmu hukum.
Menurut Soejono Koesoemo Sisworo, penegakan hukum oleh Hakim
melalui penemuan hukum itu termasuk obyek pokok dari telaah filsafat
hukum. Disamping masalah lainnya seperti hakekat pengertian hukum,
cita/tujuan hukum dan berlakunya hukum. Sedangkan menurut Lili
Rasyidi, obyek pembahasan filsafat hukum masa kini memang tidak
terbatas pada masalah tujuan hukum melainkan juga setiap masalah
mendasar yang muncul dalam masyarakat dan memerlukan pemecahan.
Masalah itu antara lain hubungan hukum dengan kekuasaan, hubungan
hukum dengan nilai-nilai sosial budaya, apa sebab orang menaati hukum,
dan lain sebagainya. Sedangkan menurut Theo Huybers, unsur yang

menonjol dalam telaah filsafat hukum antara lain tentang arti hukum
kaitannya dengan hukum alam serta prinsip etika, kaitan hukum dengan
pribadi

manusia

dan

masyarakat,

pembentukan

hukum,

serta perkembangan rasa keadilan dalam Hak Asasi manusia.7
C. Permasalah Filsafat Hukum
Permasalahan dalam penerapan filsafat hukum meliputi keadilan,
HAM, dan hukum sebagai sarana pembaharuan masayarakat. Keadilan
merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak dibicarakan
sepanjang perjalanan sejarah filsafat hukum. Hakikat hukum adalah
membawa aturan yang ada dalam masyarakat. Hukum terkait dengan
keadilan, oleh karena keadilan hanya bisa dipahami jika diposisikan
sebagai keadaan yang hendak diwujudkan oleh hukum. Upaya untuk
mewujudkan ini merupakan proses dinamis yang memakan waktu.
Upaya ini didominasi oleh kekuatan-kekuatan yang bertarung dalam
kerangka umum untuk mengaktualisasikannya, sehingga keadilan dapat
diangap sebagai sebuah gagasan, sebagaimana yang dilakukan oleh Plato
dan Hegel yang mengasumsikan bahwa pengetahuan dan pemahaman
tentangnya hanya bisa didapatkan secara parsial dan melalui upaya
filosofis yang sulit.
Manusia sebagai subjek hukum memiliki hak dan kewajiban seperti
yang diamanat dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
diatur secara spesifik dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia. Hak-hak yang ada pada manusia merupakan
7

Ibid

prinsip-prinsip yang menyangkut hukum dalam arti subjektif. Hal ini
secara umum diterima oleh karenanya hak-hak itu berkaitan dengan
manusia yang karena harkat dan martabatnya menuntut untuk dihargai dan
dihormati.
Pengakuan atas harkat dan martabat manusia ini telah menghasilkan
suatu dokumen yang bersejarah tentang hak-hak asasi manusia yakni
Declaration of Human Rights. Hak-hak manusia disebut sebagai hak asasi
karena dianggap sebagai fundamen yang diatasnya seluruh organisasi
hidup bersama harus dibangun. Hak-hak asasi manusia akan menjadi
masalah jika pengakuan hak tersebut dipandang tidak sebagai bagian
humanisasi hidup yang telah mulai digalang sejak manusia sadar tentang
tempatnya dan tugasnya didunia ini.
Hak-hak asasi manusia dibagi menjadi dua jenis yaitu hak
fundamental yang melekat pada pribadi manusia sebagai individu adalah
hak atas hidup dan perkembangan hidup. Seperti hak atas kebebasan
beragama, hak atas nama baik, dan lain sebagainya. Kedua yaitu hak-hak
yang melekat pada manusia sebagai makhluk social dibagi menjadi hak
ekonomis, sosial dan kultural. Diantara hak asasi manusia yang sering
dikaitkan dalam filsafat hukum adalah hak milik. Masalah terakhir dalam
cakupan filsafat hukum adalah tentang peranan hukum sebagai sarana
pembaharuan masyarakat.
Filsafat hukum diharapkan dapat menjadi sarana pembaharuan
masyarakat karena filsafat hukum mengajarkan orang untuk berpikir

secara prediktif. Maksudnya adalah memprediksi, mengkaji apa yang akan
terjadi didepan dengan dasar dari gejala-gejala yang terjadi pada saat ini.
Selain itu filsafat hukum juga digunakan sebagai pandangan hidup
manusia untuk membantu dan mengarahkan manusia dalam aktivitasaktivitas kehidupan manusia, yang berperan sebagai kompas dalam
kehidupan manusia sebagai masyarakat. Hal ini dikarenakan Filsafat
merupakan induk semua cabang ilmu .
D. Pendekatan Filsafat Hukum
1. Pendekatan Historis
a. Sejarah Filsafat Zaman Yunani Kuno
Berbicara sejarah tidak akan terlepas dari dimensi waktu,
karena waktu yang sangat menentukan terjadinya sejarah, yaitu
dimensi waktu yang terdiri waktu pada masa lampau, sekarang,
dan masa depan. Hal ini berlaku juga pada saat membicarakan
sejarah perkembangan filsafat hukum yang diawali dengan zaman
Yunani (Kuno). Pada zaman Yunani hiduplah kaum bijak yang
disebut atau dikenal dengan sebutan kaum Sofis. Kaum sofis inilah
yang berperan dalam perkembangan sejarah filsaft hukum pada
zaman Yunani. Tokoh-tokoh penting yang hidup pada zaman ini,
antara lain: Anaximander, Herakleitos, Parmenides, Socrates,
Plato, dan Aristoteles.8

8

Darji Darmodiharjo, 1995, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat
Hukum Indonesia, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 70-71.

Socrates berpendapat bahwa hukum dari penguasa (hukum
negara) harus ditaati, terlepas dari hukum itu memiliki kebenaran
objektif atau tidak. Ia tidak menginginkan terjadinya anarkisme,
yakni ketidakpercayaan terhadap hukum. Ini terbukti dari
kesediaannya untuk dihukum mati, sekalipun ia meyakini bahwa
hukum negara itu salah. Dalam mempertahankan pendapatnya,
Socrates menyatakan bahwa untuk dapat memahami kebenaran
objektif orang harus memiliki pengetahuan (theoria). Pendapat ini
dikembangkan oleh Plato murid dari Socrates.
Plato berpendapat bahwa penguasa tidak memiliki theoria
sehingga tidak dapat memahami hukum yang ideal bagi rakyatnya,
sehingga hukum ditafsirkan menurut selera dan kepentingan
penguasa. Oleh karena itu, Plato menyarankan agar dalam setiap
undang-undang

dicantumkan

dasar

(landasan)

filosofisnya.

Tujuannya tidak lain agar penguasa tidak menafsirkan hukum
sesuai kepentingannya sendiri. Pemikiran Plato inilah yang
menjadi cerminan bayangan dari hukum dan negara yang ideal.
Aristoteles, murid dari Plato tidak sependapat dengan Plato.
Aristoteles berpendapat bahwa hakikat dari sesuatu ada pada benda
itu sendiri. Pemikiran Aristoteles sudah membawa kepada hukum
yang realistis. Menurut Aristoteles, manusia tidak dapat hidup
sendiri karena manusia adalah mahkluk yang bermasyarakat (zoon

politikon). Oleh karena itu, perlu ketaatan terhadap hukum yang
dibuat penguasa politik.
Hukum yang harus ditaati dibagi menjadi dua, yakni hukum
alam dan hukum positif. Dari gagasan Aristoteles ini, pengertian
hukum alam dan hukum positif muncul, kedua hukum tersebut
memiliki pengertian yang berbeda. Menurut Aristoteles, hukum
alam ditanggapi sebagai suatu hukum yang selalu berlaku dan di
mana-mana, karena hubungannya dengan aturan alam, sehingga
hukum tidak pernah berubah, lenyap dan berlaku dengan
sendirinya.
Pada zaman Yunani (Kuno) muncul masa Hellenisme, yaitu
puncak keemasan kebudayaan Yunani yang dipelopori oleh aliran
Epikurisme (berasal dari nama filsuf Epikuros) dan Stoisisme
(berasal dari kata Stoa yang dicetuskan oleh Zeno). Kedua aliran
ini menekankan filsafatnya pada bidang etika. Meskipun demikian,
dari Epikurisme muncul konsep penting tentang undang-undang
(hukum posistif) yang mengakomodasi kepentingan individu
sebagai perjanjian antar individu, sehingga pemikiran dari
penganut Epikurisme merupakan embrio dari teori perjanjian
masyarakat.
b. Sejarah Filsafat Hukum Zaman Pertengahan
Perkembangan sejarah filsafat hukum pada zaman pertengahan
dimulai sejak runtuhnya kekuasaan kekaisaran Romawi pada abad

ke-5 SM (masa gelap/the dark ages) yang ditandai dengan kejayaan
agama

Kristen

di

Eropa

(masa

scholastic),9

dan

mulai

berkembangnya agama Islam. Sebelum ada zaman pertengahan
terdapat suatu fase yang disebut dengan Masa Gelap, terjadi pada
saat Kekaisaran Romawi runtuh dihancurkan oleh suku-suku
Germania, sehingga tidak ada satupun peninggalan peradaban
bangsa Romawi yang tersisa, sehingga masa ini dikenal sebagai
masa gelap.
Tokoh-tokoh filsafat hukum yang hidup di zaman ini, antara
lain Augustinus (354-430) dan Thomas Aquino/Thomas Aquinas
(1225-1275). Dalam perkembangannya, pemikiran para filsuf di
zaman pertengahan tidak terlepas dari pengaruh filsuf pada zaman
Yunani, misalnya saja Augustinus mendapat pengaruh dari Plato
tentang hubungan antara ide-ide abadi dengan benda-benda duniawi.
Tentu saja pemikiran Augustinus bersumber dari Tuhan atau Budi
Allah yang diketemukan dalam jiwa manusia. Sedangkan Thomas
Aquinas sebagai seorang rohaniwan Katolik telah meletakkan
perbedaan secara tegas antara hukum-hukum yang berasal dari
wahyu Tuhan (Lex Aeterna), hukum yang dijangkau akal budi
manusia (Lex Divina), hukum yang berdasarkan akal budi manusia
(Lex Naturalis), dan hukum positif (Lex Positivis).10 Pembagian
hukum atas keempat jenis hukum yang dilakukan oleh Thomas
9

10

Lili Rasjidi, 1990, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, hal. 13.
Theo Huijbers, Op. Cit., hal. 39.

Aquinas nantinya akan dibahas dalam pelbagai aliran filsafat hukum
pada bagian lain dari tulisan ini.
c. Sejarah Filsafat Hukum Pada Zaman Modern
Pada zaman ini para filsuf telah meletakkan dasar bagi hukum
yang mandiri, yang terlepas sama sekali dari hukum abadi yang
berasal dari Tuhan. Tokoh-tokoh yang berperan sangat penting
pada abad pertengahan ini, antara lain: William Occam (12901350), Rene Descartes (1596-1650), Thomas Hobbes (1588-1679),
John Locke (1632-1704), George Berkeley (1685-1753), David
Hume (1711-1776), Francis Bacon (1561-1626), Samuel Pufendorf
(1632-1694),

Thomasius

(1655-1728),

Wolf

(1679-1754),

Montesquieu (1689-1755), J.J. Rousseau (1712-1778), dan
Immanuel Kant (1724-1804).
Zaman modern ini juga disebut Renaissance. Terlepasnya
alam pikiran manusia dari ikatan-ikatan keagamaan menandai
lahirnya zaman ini. Tentu saja zaman Renaissance membawa
dampak perubahan yang tajam dalam segi kehidupan manusia,
perkembangan teknologi yang sangat pesat, berdirinya negaranegara baru, ditemukannya dunia-dunia baru, lahirnya segala
macam ilmu baru, dan sebagainya.
Demikian juga terhadap dunia pemikiran hukum, rasio
manusia tidak lagi dapat dilihat sebagai penjelmaan dari rasio
Tuhan, sehingga rasio manusia sama sekali terlepas dari ketertiban

ketuhanan. Rasio manusia ini dipandang sebagai satu-satunya
sumber hukum. Pandangan ini jelas dikumandangkan oleh para
penganut hukum alam yang rasionalistis dan para penganut faham
positivisme hukum.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah Bagaimana Pengertian Filsafat Hukum
Menurut Para Ahli, Apa Saja Permasalahan Yang dikaji Dalam Filsafat
Hukum dan Bagaimana Cakupan dan Pendekatan dari Filsafat Hukum itu

sendiri, maka pada hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa Pengertian
filsafat hukum beragam adanya tetapi substansi dari filsafat itu sendiri
dimaknai sama yaitu mempelajari pertanyaan dasar dari hukum dan
pernyataan tentang hakikat hukum. Permasalahan dalam FIlsafat Hukum
mencakup keadilan, HAM, dan hukum sebagai sarana pembaharuan dalam
masyarakat. Pendekatan tentang filsafat hukum dilakukan dengan cara
pendekatan historis dari zaman Yunani kuno hingga zaman modern.

B. Saran
Dari hasil pembahasa tersebut maka, penulis dapat memberikan saran
yaitu kepada para penyelenggara Negara, penegak hukm haruslah memahami
konsep dari hukum dengan memahami konsep mendalam dari filsafat hukum
itu sendiri sebab Filsafat memberi penjelasan atau jawaban substansial dan
radikal atas masalah tersebut. oleh karena itu filsafat ilmu dapat dipandang
sebagai upaya menjembatani jurang pemisah antara filsafat dengan ilmu,
sehingga ilmu tidak menganggap rendah pada filsafat, dan filsafat tidak
memandang ilmu sebagai suatu pemahaman atas alam secara dangkal.

DAFTAR PUSTAKA

Kencana, Syafiie Inu, 2004, Pegantar Filsafat. Penerbit PT Refika Aditama,
Bandung.
Huijbers, Theo, 1993, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Penerbit
Kanisius, Yogyakarta.
Astim Riyanto, 2003, Filsafat Hukum, Yapemdo, Bandung.
Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, 2001, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra
Aditya Bhakti, Bandung.
Ahrens, 1989, De Rechtsphilosophie oder das Narurrecht auf philosophis
antropologischer grunslage.
Darji Darmodiharjo, 1995, Pokok-pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana
FIlsafat Hukum Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Lili Rasjidi, 1990, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Theo Huijbers, Op. Cit.