makalah masyarakat madani DEWI SAFITRI 1

makalah masyarakat madani

MAKALAH

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Tentang :

MASYARAKAT MADANI
Oleh :

DEWI SAFITRI 13202036
Dosen Pembimbing :
1. FEFRI KONI, SH.MA

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH JURUSAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
BATUSANGKAR
2013

Kata Pengantar
Puji syukur saya ucapkan atas

kehadiran Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahnya saya dapat menyelesaikan tugas

makalah Pendidikan Kewarganegaraan ini yang berjudul “Masyarakat Madani”. tugas
makalah Pendidikan kewarganegaraan ini saya susun untuk Tugas Nilai ujian akhir semester
saya pada semester ini.
Saya mengucapakan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu saya
dalam menyelesaikan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya dan sebagai penulis saya menyadari bahwa dalam pembuatan
makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saya menerima saran dan kritik yang
bersifat membangun demi perbaikan kearah yang lebih baik. Atas perhatiannya saya
mengucapkan terima kasih.
Batu Sangkar, 04 Januari 2013
Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

3

1.2 Rumusan Masalah

3

1.3 Tujuan

3

BAB II ISI

2.1 Konsep Masyarakat Madani

4

2.2 Pengertian Masyarakat Madani


5

2.3 Sejarah Masyarakat Madani

6

2.4 Karagteristik Masyarakat Madani

9

2.5 Masyarakat Madani di Indonesia

11

2.6 Ciri-Ciri Masyarakat Madani dan Kesejahteraan Umat

12

2.6 Proses Demokrasi Menuju Masyarakat Madani


14

BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan

17

3.2 Saran

17

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat Madani adalah tatanan masyarakat sipil yang mandiri dan demokratis,
masyarkat madani lahir dari proses penyemaian demokrasi, yang hubunganya diibaratkan
dengan ikan dan air. Didalam makalah ini saya akan membahas mengenai masyarakat madani
yang biasa dikenal dengan istilah masyarakat sipil (civil society), mulai dari pengertian,

sejarah pemikiran, karagter, dll.
1.2 Rumusan Masalah
Jelaskanlah pengertian masyarakat madani ?
Jelaskanlah sejarah Masyarakat madani ?
Sebutkan dan jelaskan karagteristik masyarakat madani ?
Jelaskan mengenai masyarakat madani di indonesia ?
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini agar pembaca dapat memahami apa itu masyarakat
madani serta sejarah lahirnya masyarakat madani di indonesia, dan bagaimana posisi
masyarakat madani di indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Masyarakat Madani
Konsep “masyarakat madani” merupakan penerjemahan atau pengislaman konsep
“civil society”. Orang yang pertama kali mengungkapkan istilah ini adalah Anwar Ibrahim
dan dikembangkan di Indonesia oleh Nurcholish Madjid. Pemaknaan civil society sebagai
masyarakat madani merujuk pada konsep dan bentuk masyarakat Madinah yang dibangun
Nabi


Muhammad.

Masyarakat

Madinah

dianggap

sebagai

legitimasi

historis

ketidakbersalahan pembentukan civil society dalam masyarakat muslim modern.
Makna Civil Society “Masyarakat sipil” adalah terjemahan dari civil society. Konsep
civil society lahir dan berkembang dari sejarah pergumulan masyarakat. Cicero adalah orang
Barat yang pertama kali menggunakan kata “societies civilis” dalam filsafat politiknya.
Konsep civil society pertama kali dipahami sebagai negara (state). Secara historis, istilah civil
society berakar dari pemikir Montesque, JJ. Rousseau, John Locke, dan Hubbes. Ketiga orang

ini mulai menata suatu bangunan masyarakat sipil yang mampu mencairkan otoritarian
kekuasaan monarchi-absolut dan ortodoksi gereja (Larry Diamond, 2003: 278).
Antara Masyarakat Madani dan Civil Society sebagaimana yang telah dikemukakan di
atas, masyarakat madani adalah istilah yang dilahirkan untuk menerjemahkan konsep di luar
menjadi “Islami”. Menilik dari subtansi civil society lalu membandingkannya dengan tatanan
masyarakat Madinah yang dijadikan pembenaran atas pembentukan civil society di
masyarakat Muslim modern akan ditemukan persamaan sekaligus perbedaan di antara
keduanya.
Perbedaan lain antara civil society dan masyarakat madani adalah civil society
merupakan buah modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari gerakan Renaisans;
gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sehingga civil society mempunyai
moral-transendental yang rapuh karena meninggalkan Tuhan. Sedangkan masyarakat madani

lahir dari dalam buaian dan asuhan petunjuk Tuhan. Dari alasan ini Maarif mendefinisikan
masyarakat madani sebagai sebuah masyarakat yang terbuka, egalitar, dan toleran atas
landasan nilai-nilai etik-moral transendental yang bersumber dari wahyu Allah (A. Syafii
Maarif, 2004: 84).
Masyarakat madani merupakan konsep yang berwayuh wajah: memiliki banyak arti
atau sering diartikan dengan makna yang beda-beda. Bila merujuk kepada Bahasa Inggris, ia
berasal dari kata civil society atau masyarakat sipil, sebuah kontraposisi dari masyarakat

militer. Menurut Blakeley dan Suggate (1997), masyarakat madani sering digunakan untuk
menjelaskan “the sphere of voluntary activity which takes place outside of government and
the market.” Merujuk pada Bahmueller (1997). [1]

2.2 Pengertian Masyarakat Madani
Sejarah masyarakat madani atau masyarakat sipil lahir pertama kalinya dalam perjalanan
politik masyarakat sipil di barat. Istilah masyarakat sipil luas dengan istiliah Civil Society.
Yang didefenisikan oleh para ahli bahwasanya karagter dari masyarakat sipil sebagai
komonitas sosial dan politik pada umumnya memiliki peran dan fungsi yang berbeda dengan
lembaga negara.
Istilah “Masyarakat Madanii” dimunculkan pertama kalinya di kawasan asia tenggara
oleh Cendikiawan Malaysia yang bernama Anwar Ibrahim. Masyarakat madani berbeda
dengan masyarakat civil barat yang beriorientasi penuh pada kebebasan individu, menurut
mantan perdana mentri malaysia itu Masyarakat Madani adalah sistem sosial yang tumbuh
berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dan
mayarakat yang berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintahan yang berdasarkan
undang-undang dan bukan nafsu keinginan individu. Ia juga mngatakan masyarakat madani
memiliki ciri-ciri yang khas yaitu kemajemukan kebudayaan (Multicultural), Hubungan
timbal balik (Reprocity) dan sikap yang saling memahami dan menghargai. Anwar
Menjelaskan watak masyarakat madani yang ia maksud adalah guiding ideas, dalam

melaksanakan ide-ide yang mendasari keberadaanya yaitu prinsip moral, keahlian, kesamaan,
musyawarah dan demokratis.
Dawam Rahardjo juga mengemukakan defenisi masyaraakat madani adalah proses
penciptaan peradaban yang mengacu pada nilai-nilai kebijakan bersama. Menurutnya
masyarakat madani adalah warga negara bekerja samaa membangun ikatan sosial, jaringan
produktif, solidaritas kemanusiaan yang bersifat non negara. Ia juga mengemukakan dasar

utama masyarakat madani adalah persatuan dan integrasi nasional yang didasarkan pada
suatu pedoman hidup, menghindarkan diri dari konflik permusuhan yang menyebabkan
perpecahan dan hidup dalam suatu persaudaraan.
Sejalan dengan iitu, Azyumardi Azra juga mengemukakan bahwa masyarakat madani
lebih dari sekedar gerakan prodemokrasi yang mengacu pada pembentukan masyarakat
bekwalitas dan ber-tamaddun (Civility). Menurut tokoh cendikiawan muslim indonesia
Norcholish Madjid istilah masyarakat madani mengandung makna toleransi kesediaan priadi
untuk menerima berbagai macam pandangan politik dan tingkah laku sosial.[2]
2.3 Sejarah Singkat Masyarakat Madani
Sejarah Civil Society Tidak terlepas dari filsuf yunani Aris Toteles (384-322 SM) yang
mengandung konsep Civil Society sebagai sistem kenegaraan atau identik dengan negara itu
sendiri. Pada masa sekarang konsep Civil Society dikenal dengan Istilah Koinonia Politeke
yaitu sebuah koonitas politik tempat warga negara dapat terlibat lansung dalam peraturan

ekonomi-politik dalam mengambil keputusan. Istilah Koinonia Politeke dikeukakan Aris
Toteles untuk menggambarkan sebuah masyarakat politis dan etis dimana warga negara
didalamnya berkedudukan sama didepan hukum. Yang kemudian mengalami perubahan
dengan pengertain Civil Society yaitu masyarakat sipil diluar dan penyeimbang warga negara.
Seorang negarawan Romawi bernama Marcus Tullius Cicero (106-43 SM) memiliki
pandangan yang berbeda dengan Aris Toteles. Ia mengistilahkan Masyarakat Sipil dengan
societies cvilies yaitu sebuah komonitas yang mendominasi komonitas yang lain dengan
radisi politik kota sebagai komponen utamanya. Istilah ini lebih menekankan pada konsep
negara kota (City-state) yaitu menggambarkan kerajaan, kota, dan bentuk korporasi lainya
yang menjelma menjadi entitas dan teorganisir.
Kemudian Rumusan Civil Society dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1588-1679 M)
dan Jhon Locke (1632-1704) yang memandang perkembangan civil society sebagai lanjutan
dari evaluasi masyarakat yang berlansung secara alamiah. Menurut Hobbes entitas negara
civil society mempunyai peranan untuk meredam konflik dalam masyarakat sehingga ia harus
memiliki kekuasaan mutlak untuk mengontrol dan mengawasi secara ketat pola-pla interaksi
setiap warga negara.
Namun Menurut Jhon Locke, Kehadiran civil society untuk melindungi kebebasan dan
hak milik warga negara. Mengingat sifatnya seperti itu civil society tidak absolut dan tidak
membatasi perananya pada wilayah yang tidak dapat dikelola warga negara untuk
memperoleh haknya secara adil dan profesional.


Pada tahun 1767 Adam ferguson mengkontektualisasikan civil society dengan konteks
sosial dan politik di skotlandia dengan perkembangan kapitalisme yang berdampak pada
krisis sosial. Berbeda dengan pndangan sebelumnya ia lebih menekankan visi etis pada civil
society dalam kehidupan sosial. Menurutnya ketimpangan sosial akibat kapitalisme harus
dihilangkan. Ia yakin bahwa publik secara alamiah memiliki spirit solidaritas sosial dan
sntimen moral yang menghalangi munculnya kembali despotisme. Kekhawatiran ia semakin
menguatnya sistem individualistis dan berkurangnya tanggung jawab sosial mayarakat
mewarnai paandangan tenag civil society waktu itu.
Pada 29 januari 1737- 8 juni 1809 aktivis politik Asal Inggris-Amerika yang bernama
Thomas Paine civil society sebagai suatu yang berlawanan dengan lembaga negara bahkan ia
dianggap sebagai antitetis negara. Berdasarkan paradigma ini peran negara sudah saatnya
untuk dibatasi. menurut paradigma ini negara tidak lain hanyalah keniscayaan buruk belaka.
Konsep negara yang absah menurut pemikiran ini adalah perwujudan dari delegasi kekuasaan
yang diberikan oleh masyarakat demi terciptanya kesejahteraan bersama. Dengan demikian
menurutnya civil society adalah ruang dimana warga negara dapat mengembangkan
kepribadian dan memberi peluang bagi pemuasan kepentinganya secara bebas dan tanpa
paksaan.[3]
Kemudian pada tahun 1770-1831 G.W.F. Hegel, Karl Max (1818-1883), dan Antonio
Gramsci (1891-1837) mengembangkan Istilah civil society ialah elemen ideologis keelas
dominan. Pemahaman ini merupakan reaksi atas pandangan paine yang memisahkan civil
society dari negara. Berbeda dengan pandangan paine, Hegel Memandang civil society
sebagai kelompok subordinatif terhadap negara. Menurut Ryaas Rasyid seorang pakar politik
indonesia, menurutnya pandangan ini erat kaitanya dengan perkembangan sosial masyarakat
borjuasi eropa yang ditandai dengan pelepasan diri dari cengkraman dominasi negara.
Selanjutnya hegel menjelaskan bahwa struktur sosial civil society terdaat tiga entitas
sosial : keluarga, masyarakat sipil, dan negara. Keluarga merupakan ruang sosialisasi pribadi
anggota masyarakat yang bercirikan keharmonisan. Sedangkan masyarakat sipil merupakan
tempat berlansungya percaturan sebagai kepentingan pribadi dan golongan terutama
kepentingan ekonomi. Menurutnya negara merupaka ide universa yang bertugas melindungi
kepentingan politik warganya dan mempunyai hak penuh untuk intervensi terhadap civil
society.
Berbeda dengan hegel, karl max memandang civil society sebagai masyarakat borjuis.
Dalam konteks hubungan produksi kapitalis. Keberadaan civil society merupakan kendala

besar bagi upaya pembebasan manusia dari penindasan kelas pemiik modal. Oleh karena itu
civil society harus dilenyapkan demi terwujudnya tatanan masyarakat tanpa kelas.
Berbeda dengan max. Antonio Gramsci tidak memandang masyarakat sipil dalam konteks
relasi produksi tetapi lebih pada sisi idiologis. Gramsci meletakan masyaraakat madani pada
struktur berdampingan degan negara yang disebut sebagai Political society. Menurutnya civil
society merupakan tempat perebutan posisi hegemoni untuk membentuk konsensus dalam
masyarakat. Ia memberiakan pandangan penting kepada kaum cendikiawan sebagai aktor
dalam proses utama perubahan sosial dan politik.
Selanjutnya wacana civil society sebagai reaksi terhadap mazhab hegelian dikembangkan
oleh Alexis de Tocqueville (1805-1859 M) yang bersumber dari pengalamanya mengamati
budaya demokrasi america. Menurutnya Tocqueville kekuatan politik dalam masyarakat sipil
merupakan kekuatan utama yang menjadikan demokrasi amerika mempunyai daya tahan
yang kuat. Berkaca pada budaya amerika yang berciri Plural, Mandiri, dan kedewasaan
berpolitik warga negara manapun mampu mengimbangi dan mengontrol kekuatan negara.
Berbeda dengan hegelian, pemikiran Tocqueville lebih menempatkan masyarakat sipil
sebagai suatu yang tidak apriori maupun tersubordinasi lembaga negara. Sebaliknya civil
society bersifat otnom dan memiliki kepastian politik cukip tinggi sehingga mampu
menjadikan kekuatan penyeimbang terhadap kecenderungan intervensi negara atas warga
negara.
Dari sekian banyak pandangan mengenai civil society, Mazhab Gramscian dan
Tocquevillian telah menjadi inspirasi gerakan prodemokrasi di eropa timur dan eropa tengah
pada dasawarsa 80-an. Pengalaman kawasan ini hidup dibawah dominasi negara terbukti
telah melumpuhkan kehidupan masyarakat sipil.
Tidak hanya di eropa timur dan eropa tengah , muzhab pemikiran civil society tocquelville
juga dikembangkan oleh cendikiawan muslim indonesia Dawam Rahardjo dengan konsep
masyarakat madaninya, rahardjo mengilustrasikan bahwa peranan pasar sangat menenukan
unsur-unsur dalam masyarakat madani sedangkan menurut Wutnow dalam hubungan anrata
unsur-unsur pokok masyarakat madani faktor Valuntary sangat menentukan pola interaksi
antara negara dan pasar.

Didalam tatanan pemerintahan yang demokratis komponen
rakyat disebut masyarakat madani (Civil Society) yang harus memperoleh peranan utama.

Dalam sistem demokrasi kekuasaan tidak hanya ditangan penguasa melainkan ditangan
rakyat. Jadi peran sektor swasta sangat mendukung terciptanya proses keseimbangan
kekuasaan dalam koridor pemerintahan yang baik, seketika peran swasta bisa berada diatas
ini terjadi jika pembuatan kebijakan publik berkolusi dan tergoda untuk memberikan akses
yang longgar pada konglomerat ataupun usahawan.

Gambar hubungan kerja tiga komponen Good Governance (Mifthah Thoha, 2000)
2.4 Karagteristik Masyarakat Madani
Munculnya masyarakat madani disebabkan unsur-unsur sosial dalam tatanan masyarakat.
Unsur tersebut merupakan kesatuan yang saling mengikat dan menjadikan karagter khas
masyarkat madani. Unsur pokok yang harus dimiliki masyarakat madani yaitu : republik yang
bebas, demokrasi, toleransi, kemajemukan, dan keadilan sosial.
1. Wilayah Publik Yang Bebas
Merupakan sarana untuk mengemukakan pendapat warga negara, yang mana
didalamnya semua warga negara memiliki posisi dan hak yang sama untuk melakukan
transaksi sosial dan politik tanpa rasatakut dan terancam oleh kekuatan-kekuatan civil
society.
2. Demokrasi
Demokrasi adalah persyaratan mutlak lainya bagi keberadaan civil society yang murni.
Tanpa demokrasi, masyarakat sipil tidak akan terwujud yang mana demokrasi adalah suatu
tatanan politik sosial yang bersumber dan dilakukan, oleh, dari, dan untuk warga negara
3. Toleransi
Merupakan sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan pendapat. Menurut
Nurcholish Madjid toleransi adalah persoalan ajaran dan kewajiban melaksanakan ajaran itu.
Jika toleransi menghasilkan tata cara pergaulan yang menyenangkan antara kelompok yang
berbeda-beda maka hasil itu dipahami sebagai hikmah atau manfaat dari ajaran yang benar.

Toleransi bukan hanya tuntutan sosial masyarakat majemuk saja , tapi juga menjadi bagian
terpenting pelaksanaan ajaran moral.
4. Kemajemukan
Disebut juga pluralisme yang tidak hanya dipahami seagai sebatas sikap harus
mengakui dan memahami kenyataan sosial yang beragam, tetapi harus disertai dengan sikap
ttulus untuk menerima kenyataan pandangan sebagai suatu yang alamiah dan rahmat tuhan
yang bernilai positif bagi kehidupan masyarakat.
5. Keadilan Sosial
Keadilan sosial adalah adanya keseimbangan dan pembagian yang propersional atas
hak dan kewajiban warga negara yang mencakup segala aspek kehidupan ekonomi, politik,
pengetahuan, dan pelengkapan. Dengan pengertian lain keadilan sosial adalah hilangnya
monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan yang dilakukan oleh kelompok atau
golongan tertentu.
2.5 Masyarakat Madani di Indonesia
Indonesia memiliki tradisi kuat civil society, jauh sebelum bangsa indonesia berdiri,
masyarakat sipil telah berkembang pesat yang diwakili oleh kiprah beragam organisasi sosial
keagamaan dan penggerakan nasional dalam merebut kemerdekaan. Selain berperan sebagai
organisasi peejuang penegak HAM dan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial. Organisasi
berbasis islam seperti syariakat islam (SI), Nahdatul Ulama (NU), dan muhammdadiyah telah
menunjukan kiprahnya sebagai komponen civil society yang penting dalam perkembangan
masyarakata sipil indonesia.
Terdapat strategi yang ditawarkan kalangan ahli tentang bagaimana seharusnya
bangunan masyarakat madani yang bisa tterwujud di indonessia :
1.

Pandangan integrasi nasional dan politik. Menyatakan bahwa sistem demokrasi tidak
mungkin berlansung dalam kenyataan hidup sehari-hari dalam masyarakat sebelum memiliki
kesadaran berbangsa dan bernegara yang kuat. Bagi pengikut pandangan ini praktik
demokrasi ala barat hanya akan berakibat konflik antara sesama warga bangsa.

2.

Pandangan Reformasi Sistem Politik Demokrasi merupakan pandangan yang menekankan
bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah terlalu bergantung pada kepentingan
ekonomi. Pembangunan institusi demokratis lebih diutamakan oleh warga negara dibanding
pembangunan ekonomi.

3.

Paradigma pembangunan masyarakat madani sebagai basis utama pembangunan
demokrasi. Ini merupakan alternatif diantara dua pandangan yang pertama yang dianggap

gagal dalam pembangunan demokrasi. Pandangan ini lebih menekankan proses pendidikan
dan penyadaran poitik warga negara, khusus kalangan kelas menengah. Hal itu mengingatkan
demokrasi membutuhkan topangan kultural sselain mendukung struktural.
Bersandar dari tiga paradigma diatas pengembangan demokrasi masyarakat madani
selayaknya tidak hanya tergantung pada salah satu pandangan tersebut. Sebaliknya untuk
mewujudkan masyarakat madani yang seimbang dengan kekuatan negara dibutuhkan
gabungan strategi dan paradigma. Tiga paradigma diatas dapat dijadikan acuan dalam
pengembangan demokrasi dimasa transisi sekarang melalui :
1. Memperluas golongan menengah melalui pemberian kesempatan bagi kelas menegah untuk
berkembang menjadi kelompok masyaraat madani yang mandiri secara politik dan ekonomi.
2.

Mereformasikan sistem politik demokratis melalui pemberdayaan lembaga-lembaga
demokrasi yang ada berjalan sesuai prinsip-prinsip demokrasi.

3.

Penyelenggaraan pendidikan politik (pendidikan demokrasi) bagi warga negara secara
keseluruhan.
Menurut Rahardjo masyarakat madani indonesia masih merupakan sisitem-siste yang
dihasilkan oleh sister politik represif. Ciri kritisnya lebih menonjol dibandingkan ciri
struktifnya. Menurutnya lebih banyak melakukan protes daripada mengajukan solus, lebih
banyak menuntut daripada memberi sumbangan terhadap pemecahan masalah.
Mahasiswa merupakan salah satu komponen strategis bangsa indonesia dalam
pembanguunan demokrasi dan masyarakat madani. Peran startegis mahasiswa dalam proses
perjuangan demokrasi menumbangkan rezim otorier seharusnya ditindak lanjuti dengan
keterlibatan mahasiswa dalam proses demokrasi bangsa dan pembangunan masyarakat
demokrasi madani indonesia. Karenaa mahasiswa merupakan bagian dari kelas menengah, ia
memiliki tanggung jawab terhadap nasib masa depan demokrasi dan masyarakat madani
indonesia.
Sikap demokratis diekspressikan melalui peran aktif mahasiswa dalam proses
pendemokrasian masyarakat melalui cara analogis, santun, dan bermartabat. Adapun sikap
kritis mahasiswa dapat dilakukan dengan mengaamati, mengkritik, mengontrol pelaksanaan
kebijakan pemerintah atau lembaga publik terkait, khususnya pada kebijakan yang
menyangkut dengan masa depan bangsa.
2.6 Ciri-Ciri Masyarakat Madani dan Kesejahteraan Umat
Masyarakat madani memiliki ciri-ciri dan karakteristik sebagai berikut :

a.

Free public sphere (ruang publik yang bebas)
Ruang publik yang diartikan sebagai wilayah dimana masyarakat sebagai warga negara
memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik, warga negara berhak melakukan
kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul serta
memublikasikan pendapat, berserikat, berkumpul serta memublikasikan informasi kepada
publik.

b.

Demokratisasi
Menurut Neera Candoke, masyarakat sosial berkaitan dengan wacana kritik rasional
masyarakat yang secara ekspisit mensyaratkan tumbuhnya demokrasi., dalam kerangka ini
hanya negara demokratis yang mampu menjamin masyarakat madani.

c.

Toleransi
Toleransi adalah kesediaan individu untuk menerima pandangan-pandangan politik
dan sikap sosial yang berbeda. Toleransi merupakan sikap yang dikembangkan dalam
masyarakat madani untuk menunjukan sikap saling menghargai dan menghormati pendapat
serta aktivitas yang dilakukan oleh orang atau kelompok masyarakat yang lain yang berbeda.

d.

Pluralisme
Pluralisme adalah sikap mengakui dan menerima kenyataan disertai sikap tulus bahwa
masyarakat itu majemuk. Kemajemukan itu bernilai positif dan merupakan rahmat tuhan.

e.

Keadilan Sosial (Social justice)
Keadilan yang dimaksud adalah keseimbangan dan pembagian yang proporsional
antara hak dan kewajiban setiap warga dan negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan.

f.

Partisipasi Sosial
Partisipasi sosial yang benar-benar bersih dari rekayasa merupakan awal yang baik
bagi terciptanya masyarakat madani. Partisipasi sosial yang bersih dapat terjadi apabila
tersedia iklim yang memunkinkan otonomi individu terjaga.

g. Supermasi hukum
Penghargaan terhadap supermasi hukum merupakan jaminan terciptanya keadilan,
keadilan harus diposisikan secara netral, artinya tidak ada pengecualian untuk memperoleh
kebenaran di atas hukum.
h.

Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam masyarakat
melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.

i.

Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam
masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.

j.

Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan
program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.

k.

Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena

keanggotaan

organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukan-masukan terhadap keputusankeputusan pemerintah.
l.

Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-individu mengakui
keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.

m. Adanya pemisahan kekuasaan
n. Adanya tanggung jawab dari pelaksana kegiatan atau pemerintahan.
Civil Society atau masyarakat Madani tersusun atas berbagai organisasi kemasyarakatan,
yang mempunyai cirri-ciri:
1. Lahir secara mandiri
2. Keanggotannya bersifat sukarela,atau atas kesadaran masingmasing anggota
3. Mencukupi kebutuhannya sendiri (swadaya) sehingga bergantung pada bantuan Negara atau
pemerintah
4.

Bebas atau mandiri dari kekuasaan Negara, sehingga berani mengontrol penggunaan
kekuasaan Negara

5.

Tunduk pada aturan hukum yang berlaku atau seperangkat nilai/norma yang diyakini
bersama
2.7 Proses Demokratis Menuju Masyarakt Madani
Hubungan antara masyarakat madani dengan demokrasi (demokratisasi) menurut M.
Dawam Rahadjo, bagaikan dua sisi mata uang. Keduanya bersifat ko-eksistensi atau saling
mendukung. Hanya dalam masyarakat madani yang kuatlah demokrasi dapat ditegakkan
dengan baik dan hanya dalam suasana demokratislah masyarakat madani dapat berkembang
secara wajar. Nurcholish Madjid memberikan penjelasan mengenai keterkaitan antara
masyarakat madani dengan demokratisasi. Menurutnya, masyarakat madani merupakan
tempat tumbuhnya demokrasi. Pemilu merupakan simbol bagi pelaksanaan demokrasi.
Masyarakat madani merupakan elemen yang signifikan dalam membangun demokrasi.
Salah satu syarat penting bagi demokrasi adalah terciptanya partisipasi masyarakat dalam
proses-proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh negara atau pemerintahan.
Masyarakat madani mensyaratkan adanya civic engagement yaitu keterlibatan warga negara

dalam asosiasi-asosiasi sosial. Civic engagement ini memungkinkan tumbuhnya sikap
terbuka, percaya, dan toleran antara satu dengan lainnya. Masyarakat madani dan demokrasi
menurut Ernest Gellner merupakan dua kata kunci yang tidak dapat dipisahkan. Demokrasi
dapat

dianggap

sebagai

hasil

dinamika

masyarakat

yang

menghendaki

adanya

partisipasi.Proses demokratisasi menuju masyarakat madani merupakan faktor pendrong bgi
negara untuk selalu mengusahakan perbaikn terus menerus dan menjaga agar tidak terjadi
kemeosotan demi kesejahteraan rakyat.
Proses menuju masyarakat madani pada dasarnya tidaklah mudah, harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
1.

Kualitas sumber daya manusia yang tinggi yang tercermin antara lain dari kemampuan
tenaga-tenaga profesionalnya untuk memenuhi kebutuhan pembangunan serta penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi.

2.

Memiliki

kemampuan

memenuhi

kebutuhan

pokok

sendiri

(mampu

mengatasi

ketergantungan) agar tidak menimbulkan kerawanan, terutama bidang ekonomi .
3.

Semakin mantap mengandalkan sumber-sumber pembiayaan dalam negeri (berbasis
kerakyatan) yang berarti ketergantungan kepada sumber pembangunan dari luar negeri
semakin kecil atau tidak ada sama sekali.

4.

Secara umum telah memiliki kemampuan ekonomi, sistem politik, sosial budaya dan
pertahanan keamanan yang dinamis, tangguh serta berwawasan global.
Dalam rangka menuju masyarakat madani (civil society), melalui beberapa proses dan
tahapan-tahapan yang konkret dan terencana dengan matang, serta adanya upaya untuk
mewujudkan dengan sungguh-sungguh. Langkah pertama yang perlu diwujudkan adalah
adanya pemerintahan yang baik (good governance). Pemerintahan yang baik dalam rangka
menuju kepada masyarakat madani adalah berorientasi kepada dua hal, sebagai berikut :[4]

1. Orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional, yaitu mengacu pada
de- mokratisasi dengan elemen: legitimasi, akuntabilitas, otonomi, devolusi (pendelegasian
wewenang) kekuasaan kepada daerah, dan adanya mekanisme kontrol oleh masyarakat.
2. Pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efisien melakukan upaya
pencapaian tujuan nasional. Hal ini tergantung pada sejauh mana pemerintah memiliki
kompetensi, struktur dan mekanisme politik serta administrasi yang berfungsi secara efektif
dan efisien.
Dalam kehidupan demokrasi, agar masyarakat dapat hidup secara madani harus
mempunyai tiga syarat, yaitu sebagai berikut :
1. Ketertiban dalam pengambilan suatu keputusan yang menyangkut kepentingan bersama.

2. Adanya kontrol masyarakat dalam jalannya proses pemerintahan.
3. Adanya kemerdekaan memilih pemimpinnya.
Ketiga hal tersebut merupakan sarana untuk mewujudkan kehidupan yang demokratis, yaitu
kehidupan yang dalam pemerintahannya bersumber dari, oleh, dan untuk rakyat itu sendiri.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masyarakat madani merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral
yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat akan
berupa pemikiran seni, pelaksanaan pemerintahan yang berdasarkan undang-undang dan
bukan nafsu atau keinginan individu.
Untuk mewujudkan masyarakat madani dan agar terciptanya kesejahteraan umat maka
kita sebagai generasi penerus supaya dapat membuat suatu perubahan yang signifikan. Selain
itu, kita juga harus dapat menyesuaikan diri dengan apa yang sedang terjadi di masyarakat
sekarang ini. Agar di dalam kehidupan bermasyarakat kita tidak ketinggalan berita. Adapun

beberapa kesimpulan yang dapat saya ambil dari pembahasan materi yang ada di bab II ialah
bahwa di dalam mewujudkan masyarakat madani dan kesejahteraan umat haruslah berpacu.
Selain memahami apa itu masyarakat madani kita juga harus melihat pada potensi
manusia yang ada di masyarakat, khususnya di Indonesia. Potensi yang ada di dalam diri
manusia sangat mendukung kita untuk mewujudkan masyarakat madani. Karena semakin
besar potensi yang dimiliki oleh seseorang dalam membangun agama Islam maka akan
semakin baik pula hasilnya. Begitu pula sebaliknya, apabila seseorang memiliki potensi yang
kurang di dalam membangun agamanya maka hasilnya pun tidak akan memuaskan. Oleh
karena itu, marilah kita berlomba-lomba dalam meningkatkan potensi diri melalui latihanlatihan spiritual dan praktek-praktek di masyarakat.

3.2 Saran
Melalui makalah ini saya berharap semoga pembahasan mengenai Masyarakat Madani,
sedikit banyaknya dapat dipahami oleh pembaca, selain itu Saya sebagai penulis mohon
ma’af apabila masih terdapat kesalahan-kesalahan dalam penyusunan makalah ini, untuk itu
saya mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca, untuk kesempurnaan dari makalah saya
ini.

DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi. 1999. Menuju Masyarakat Madani. Cetakan ke-1. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya
Budiman, Arief.1990. State And Civil Society. Clayton : Monash Paper Southeast Asi No.22
Culla, Adi Suryadi. 1999. Masyarakat Madani Pemikiran : Teori dan Relevasinya Dengan Citacita Reformasi. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Deden, M. Ridwan, dan Nurjulianti, Dewi (penyuting). 1999 Pembangunan Masyarakat Madani
dan Tantangan Demokratisasi di Indonesia. Cetakan Ke-1, Jakarta : LP3ES
Suito, Deny. Forum Ilmiah pada acara Festival Istiqlal, 26 September 1995 : Jakarta
Masykuri Abdillah, Endang Rudiatin. 2007. Dari Civil Society Ke Civil Religion. MUI: Jakarta.

[1] Masykuri Abdillah, Endang Rudiatin. 2007. Dari Civil Society Ke Civil Religion. MUI: Jakarta.

Azra, Azyumardi. 1999. Menuju Masyarakat Madani. Cetakan ke-1. Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya
[3] Azra, Azyumardi. 1999. Menuju Masyarakat Madani. Cetakan ke-1. Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya
[2]

[4] Budiman, Arief.1990. State And Civil Society. Clayton : Monash Paper Southeast Asi No.22

Diposting oleh dewi safitri di 18.18