Asuhan Keperawatan Klien Dengan Glumerul

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap
akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa ( Buku
Ajar Nefrologi Anak, edisi 2, hal.323, 2002). Terminologi glomerulonefritis yang
dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama
terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain. Glomerulonefritis
merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam
gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi
utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami
kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh
Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak
penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan
beberapa bentuk glomerulonefritis.
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara
menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala.
Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala
umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya
disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10%

menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan referensi yang dikumpulkan maka dapat dibuat rumusan masalah seperti
berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan glumerulonefritis akut?
2. Apa penyebab dari glumerulonefritis akut?
3. Bagaimana patofisiologi dari glumerulonefritis akut?
4. Bagaimana manifestasi klinik dari klien dengan glumerulonefritis akut?
5. Bagaimana penatalaksanaan glumerulonefritis akut?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang dari glumerulonefritis akut?
1

7. Apa yang dimaksud dengan glumerulonefritis kronik?
8. Apa penyebab dari gumerulonefritis kronik?
9. Bagaimana patofisiologi dari glumerulonefritis kronik?
10. Bagaimana manifestasi klinik dari klien dengan glumerulonefritis kronik?
11. Bagaimana penatalaksanaan glumerulonefritis kronik?
12. Apa saja pemeriksaan penunjang dari glumerulonefritis kronik?
13. Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan glumerulonefritis?
C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dibuatnya makalah ini diantara lain yaitu:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan glumerulonefritis akut
2. Untuk mengetahui penyebab dari glumerulonefritis akut
3. Untuk memahami bagaimana patofisiologi dari glumerulonefritis akut
4. Untuk mengetahui manifestasi klinik dari klien dengan glumerulonefritis akut
5. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari glumerulonefritis akut
6. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang dari glumerulonefritis akut
7. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan glumerulonefritis kronik
8. Untuk mengetahui penyebab dari glumerulonefritis kronik
9. Untuk memahami bagaimana patofisiologi dari glumerulonefritis kronik
10. Untuk mengetahui apa saja manifestasi klinik dari klien dengan glumerulonefritis
kronik
11. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari glumerulonefritis kronik
12. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang dari glumerulonefritis kronik
13. Untuk memahami bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan
glumerulonefritis
D. Metode Penulisan
Metode yang dipakai dalam makalah ini adalah metode pustaka yaitu, metode
yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari pustaka yang
berhubungan dengan alat, baik berupa buku maupun informasi di internet.


2

E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari 3 bab utama. Bab I berisi
tentang latar belakang dari penulisan makalah, rumusan masalah, tujuan penulisan,
metode penulisan dan sistematika penulisan makalah. Bab II merupakan bagian yang
berisi penjelasan tentang tinjauan teoritis, yang membahas materi atau pokok bahasan
dari

makalah

ini

yaitu

tentang

“Asuhan


Keperawatan

Klien

Dengan

Glumerulonefritis”. Bab III merupakan bab terakhir yang berisi tentang kesimpulan
dan saran.

3

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi Glumerulonefritis Akut
Glumerulonefritis akut adalah peradangan glumerulus secara mendadak pada
kedua ginjal. Peradangan akut glumerulus terjadi akibat pengendapan kompleks
antigen antibodi di kapiler-kapiler glomerulus. Kompleks biasanya terbentuk 7-10
hari setelah infeksi faring atau kulit oleh Streptokokkus (glumerulonefritis pasca
streptokokkus), tetapi dapat terjadi karena infeksi lain.

Glumerulonefritis akut lebih sering terjadi pada laki-laki (2:1), walaupun dapat
terjadi pada semua usia, tetapi biasanya berkembang pada anak-anak dan sering pada
usia 6-10 tahun.
B. Etiologi
Faktor penyebab yang mendasari sindro, ini secara luas dapat dibagi menjadi
kelompok infeksi dan non-infeksi.
1. Infeksi
Infeksi streptokokus terjadi sekitar 5-10% pada orang dengan radang tenggorokan
dan 25% pada mereka dengan infeksi kulit. Penyebab nonstreptokokkus, meliputi
bakteri, virus, dan parasit.
2. Non-infeksi
Penyakit sistemik multisistem, seperti pada lupus eritematosus sistemik (SLE),
vaskulitis, sindrom Goodpasture, granulomatosis Wegener.
Kondisi penyebab lainnya adalah pada sindrom Guaillain-Barre.
C. Patofisiologi
Secara patofisiologi, pada glumerulonefritis akut akan terjadi dua perubahan yaitu
perubahan struktural dan perubahan fungsional.
1. Perubahan Struktural
a. Proliferasi Selular
Hal ini menyebabkan peningkatan jumlah sel di glumerulus karena proliferasi

endotel, mesangial dan epitel sel. Proliferasi tersebut dapat bersifat
4

endokapiler (dalam batas-batas dari kapiler glumerulus) atau esktrakapiler
(dalam ruang bowman yang melibatkan sel-sel epitel). Dalam proliferasi
ektrakapiler, proliferasi sel epitel parietal mengarah pada pembentukan
tertentu dari glumerulonefritis progesif cepat.
b. Proliferasi Leukosit
Hal ini ditunjukan dengan adanya neutrofil dan monosit dalam lumen kapiler
glumerulus dan sering menyertai proliferasi selular.
c. Penebalan Membran Basal Glomerulus
Perkembangan ini muncul sebagai penebalan dinding kapiler baik disisi
endotel atau epitel membran dasar.
d. Hialinisasi atau Sklerosis.
Kondisi ini menunjukan cedera irreversibel.
Perubahan struktural ini diperantai oleh reaksi antigen antibodi, agregat
molekul (kompleks) dibentuk dan beredar ke seluruh tubuh. Beberapa dari kompleks
terperangkap di glomerulus, suatu bagian penyaring di ginjal dan mencetuskan respon
peradangan.
Reaksi peradangan di glomerulus menyebabkan pengaktifan komplemen

sehingga terjadi peningkatan aliran darah dan peningkatan permeabilitas kapiler
glomerulus serta filtrasi glomerulus. Protein-protein plasma dan sel darah merah
bocor melalui glomerulus. Akhirnya membran glomerulus rusak sehingga terjadi
pembengkakan dan edema di ruang intertisium Bowman. Hal ini menyebabkan
kolapsnya setiap glomerulus di daerah tersebut. Akhirnya peningkatan cairan
intertisium akan melawan filtrasi glomerulus lebih lanjut.
2. Perubahan Fungsional
Perubahan fungsional meliputi proteinuria, hematuria, penurunan GFR, serta
sedimen urine aktif dengan sel darah merah. Penurunan GFR dan retensi air akan
memberikan manifestasi terjadinya ekspansi volume intravaskuler, edema, dan
hipertensi sitemik.
Respon perubahan secara struktural dan fungsional memberikan berbagai
masalah keperawatan pada pasien yang mengalami glumerulonefritis akut.

5

D. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang biasa terjadi pada klien dengan glumerulonefritis akut
adalah nyeri pada pinggang atau kostovertebra, miksi berdarah, wajah atau kaki
bengkak, pusing dan badan cepat lelah.

E. Penatalaksanaan Medis
Tujuan terapi adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut dan
menurunkan resiko komplikasi. Risiko komplikasi yang mungkin ada meliputi
hipertensi ensefalopati, gagal jantung kongestif, dan edema pulmoner. Hipertensi
ensefalopati dianggap sebagai kondisi darurat medis dan terapi diarahkan untuk
mengurangi tekanan darah tanpa mengganggu fungsi renal. Untuk mencapai tujuan
terapi, maka penatalaksanaan tersebut meliputi:
1. Pemberian antimikroba derivat penisilin untuk mengobati infeksi streptokokkus.
2. Diuretik dan antihipertensi untuk mengontrol hipertensi.
3. Terapi cairan, jika pasien dirawat di rumah sakit, maka intake dan output diatur
secara cermat dan dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi kehilangan cairan
dan berat badan harian.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan urinalisis ditemukan adanya hematuria mikroskopik dan
makroskopik. Urin tampak berwarna kola akibat sel darah merah dan butiran atau
sedimen protein (lempengan sel darah merah menunjukan adanya cedera glomerular).
Proteinuria, terutama albumin juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas
membran glomerulus.
Kadar BUN dan kreatinin meningkat seriring dengan menurunnya urine
output. Pasien dapat anemik akibat hilangnya sel darah merah ke dalam urine dan

perubahan mekanisme hematopoietik tubuh.
G. Definisi Glomerulusnefritis Kronik
Kondisi peradangan yang lama dari sel-sel glomerulus. Kelainan ini dapat
terjadi akibat glomerulonefritis akut akut yang tidak membaik atau timbul secara
spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah cedera dan
peradangan glomerulus subklinis yang disertai oleh hematuria dan proteinuria ringan.

6

H. Etiologi
Penyebab yang sering adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik. Kedua
penyakit ini berkaitan dengan adanya cedera glomerulus yang bermakna dan
berulang. Hasil akhir dari peradangan tersebut adalah pembentukan jaringan parut dan
menurunnya fungsi glomerulus. Kerusakan glomerulus sering diikuti oleh atrofi
tubulus.
I. Patofisiologi
Setelah kejadian berulangnya infeksi ini, ukuran ginjal sedikit berkurang
sekitar seperlima dari ukuran normal dan terdiri atas jaringan fibrosa yang luas.
Korteks mengecil menjadi lapisan yang tebalnya 1 sampai 2 mm ata kurang. Berkas
jaringan parut merusak sisa korteks menyebabkan permukaan ginjal kasar dan

irreguler. Sejumlah glomeruli dan tubulusnya berubah menjadi jaringan parut serta
cabang-cabang arteri renal menebal. Perubahan ini terjadi dalam rangka untuk
menjaga GFR dari nefron yang tersisa sehingga menimbulkan konsekuensi
kehilangan fungsional nefron. Perubahan ini pada akhirnya akan menyebabkan kodisi
glumerulosklerosis dan kehilangan nefron lebih lanjut.
Pada penyakit ginjal dini, penurunan substansial dalam GFR dapat
mengakibatkan hanya sedikit peningkatan dalam kadar serum kreatinin. Azotemia
(peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum) terlihat ketika GFR menurun hingga
kurang dari 60-70 Ml/menit. Selain peningkatan BUN dan kadar kreatinin, beberapa
kondisi lain juga memperberat kondisi klinik, meliputi penurunan produksi
eritopoietin sehingga mengakibatkan anemia, penurunan produksi vitamin D sehingga
terjadi hipokalsemia, hiperparatidoisme, hiperfosfatemia, an osteodistrofi ginjal,
pengurangan ion hidrogen, kalium, natrium dan sekresi air mengakibatkan kondisi
asidosis, hiperkalemia, hipertensi dan edema, serta disfungsi trombosit yang
menyebabkan peningkatan kecenderungan terjadinya perdarahan.
Akumulasi produk ureum memengaruhi hampir semua sistem organ.
Azotemia terjadi dengan tanda dan gejala uremia. Uremia terjadi pada GFR sekitar 10
Ml/menit yang kemudian berlanjut pada kondisi gagal ginjal terminal. Respons
perubahan secara struktural dan fungsional memberikan berbagai masalah
keperawatan pada pasien yang mengalami glomerulonefritis kronik.

J. Manifestasi Klinik
7

Adanya kehilangan berat badan dan kekuatan tubuh, peningkatan iritabilitas,
peningkatan berkemih dimalam hari (nokturia), sakit kepala, pusing, dan gangguan
pencernaan umumnya terjadi.
K. Penatalaksanaan
Tujuan dari penanganan medis adalah menurunkan risiko dan penurunan progesif
fungsi ginjal. Penatalaksanaan tersebut meliputi hal-hal berikut:
1. Diet Rendah Natrium dan Pembatasan Cairan
Protein dengan nilai biologis yang tinggi (produk susu, telur, daging) diberikan
untuk mendukung status nutrisi yang baik pada klien. Kalori yang adekuat juga
penting untuk menyediakan protein bagi pertumbuhan dan perbaikan jaringan.
2. Antimikroba
Infeksi traktus urinarius harus ditangani dengan tepat untuk mencegah kerusakan
renal lebih lanjut.
3. Diuretik
Untuk menurunkan edema dan hipertensi.
4. Dialisis
Umumnya dialisis dipertimbangkan diawal terapi untuk menjaga agar kondisi
fisik klien tetap optimal; mencegah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dan
mengurangi risiko komplikasi gagal ginjal.
L. Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisis. Didapatkan proteinuria, endapan urinarius (hasil sekresi protein oleh
tubulus yang rusak), hematuria.
2. Hiperkalemia. Akibat penurunan ekskresi, masukan dari makanan dan medikasi,
asidosis dan katabolisme.
3. Asidosis meatbolik. Akibat sekresi asam oleh ginjal dan ketidakmampuan untuk
regenerasi bikarbonat.
4. Hipoalbuminemia. Disertai edema akibat kehilangan protein melalui membran
glomerulus yang rusak.
5. Serum kalsium menigkat (kalsium terikat pada fosfor untuk mengompensasi
peningkatan kadar serum fosfor)
6. Hipermagnesemia. Akibat penurunan ekskresi dan ingesti antasid yang
mengandung magnesium.
8

7. Rontgen dada. Menunjukkan pembesaran jantung dan edema pulmoner.
8. Elektrokardiogram. Mungkin normal namun dapat juga menunjukan adanya
hipertensi disertai hipertrofi ventrikel kiri dan gangguan elektrolit, seperti
hiperkalemia dan puncak gelombang T yang tinggi.

M. Asuhan Keperawatan Klien dengan Glumerulonefritis
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji apakah klien pernah menderita penyakit diabetes mellitus dan hipertensi
sebelumnya. Pening untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan
dimasa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumetasikan,
c. Psikokultural
Adanya kelemahan fisik, miksi darah, serta wajah dan kaki bengkak akan
memberikan dampak rasa cemas dan koping yang maladaptif pada klien.
d. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat
kesadaran biasanya compos mentis tetapi akan berubah apabila sistem saraf
pusat mengalami gangguan sekunder dari penurunan perfusi jaringan otak dan
kerusakan hantaran saraf sekunder dari abnormalitas eletrolit dan uremia. Pada
TTV, sering didapatkan adanya perubahan, pada fase awal sering didapatkan
suhu tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan,
frekuensi meningkat sesuai dengan peningkatan suhu tubuh. Tekanan darah
terjadi dari hipertensi ringan sampai berat.
B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas walau
secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada masa akut. Pada masa
lanjut sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas yang
merupakan respons terhadap edema pulmoner dan adanya sindrom uremia.
9

B2(Blood)
Salah satu tanda khas glomerulonefritis adalah peningkatan tekanan darah
sekunder dari retensi natrium dan air yang memberikan dampak pada fungsi
sistem kardiovaskular di mana akan terjadi penurunan perfusi jaringan akibat
tingginya beban sirkulasi.Pada kondisi azotemia berat, pada auskultasi perawat
akan menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi
perikardinal sekunder dari sindrom uremik.
B3(Brain)
Didapatkan edema wajah terutama periorbital, konjungtiva anemis, sklera
tidak ikterik, dan mukosa mulut tidak mengalami peradangan. Status
neurologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya azotemia
pada sistem saraf pusat. Pasien berisiko kejang sekunder gangguan elektrolit.
B4(Bladder)
Inspeksi. Terdapat edema pada ekstremitas dan wajah. Perubahan warna urine
output seperti warna urine berwarna kola dari proteinuri, silinderuri, dan
hematuri. Palpasi. Didapatkan adanya nyeri tekan ringan pada area
kostovebra. Perkusi. Perkusi pada sudut kostovetebra memberikan stimulus
nyeri ringan lokal disertai suatu penjalaran nyeri ke pinggangdan perut.
B5(Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.

B6(Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari edema
tungkai atau edema wajah terutama pada periorbital, anemia, dan penurunan
pefusi perifer dan hipertensi.

10

2. Diagnosis Keperawatan
a. Aktual/risiko kelebihan volume cairan b.d. penurunan volume urine,
retensicairan dan natrium, peningkatan aldosteron sekunder dari penurunan
GFR.
b. Risiko tinggi kejang b.d. kerusakan hantaran saraf sekunder dari abnormalitas
elektrolit dan uremia.
3. Intervensi Keperawatan
a. Aktual/risiko kelebihan volume cairan b.d. penurunan volume urine, retensi
cairan dan natrium, peningkatan aldosteron sekunder dari penurunan GFR.
Tujuan:
Agar tidak terjadi kelebihan volume cairan sistemik.
Kriteria Hasil:
Klien tidak sesak nafas, edema ekstremitas berkurang, pitting edema (-),
produksi urine >600mL/hari.
INTERVENSI
- Kaji adanya edema ekstremitas

RASIONAL
- Curiga gagal kongestif/kelebihan
volume cairan.

- Kaji tekanan darah

- Sebagai salah satu cara untuk
mengetahui

peningkatan

jumlah

cairan yang dapat diketahui dengan
meningkatkan beban kerja jantung
yang

dapat

diketahui

dari

meningkatnya tekanan darah.
- Kaji distensi vena jugularis

- Peningkatan

cairan

dapat

membebani fungsi ventrikel kanan
yang

dapat

pemeriksaan

dipantau

melalaui

tekanan

vena

jugularis.
- Ukur intake dan output

- Penurunan

curah

jantung,

mengakibatkan gangguan perfusi
ginjal,

retensi

natrium/air,

penurunan urine output.
11

dan

- Timbang berat badan

- Perubahan
badan

tiba-tiba

dari

berat

menunjukan

adanya

gangguan keseimbangan cairan
- Berikan oksigen tambahan dengan
kanula

nasal/masker

sesuai

dengan indikasi

- Meningkatkan

sediaan

oksigen

untuk kebutuhan miokard untuk
melawan

efek

hipoksia

atau

iskemia.
- Kolaborasi:
 Natrium meningkatkan retensi
 Berikan diet tanpa garam

cairan

dan

meningkatkna

volume plasma yang berdampak
terhadap peningkatkan beban
kerja

jantung

dan

akan

meningkatkan
demandmiokardium.


Berikan diet rendah protein
tinggi kalori

 Diet

rendah

protein

untuk

menurunkan insufisiensi renal
dan retensi nitrogen yang akan
meningkatkan BUN. Diet tinggi
kalori untuk cadangan energi
dan mengurangi katabolisme
protein.
 Diuretik



Berikan

diuretik,

furosemide,

contoh:

sprinolakton,

hidronolakton.

menurunkan

bertujuan

untuk

volume

plasma

dan menurunkan retensi cairan
dijaringan

sehingga

menurunkan risiko terjadinya
edema paru.
 Hipokalemia dapat membatasi
 Pantau

data

laboratorium

keefektifan terapi

elektrolit kalium
b. Risiko tinggi kejang b.d. kerusakan hantaran saraf sekunder dari abnormalitas
elektrolit dan uremia.
12

Tujuan:
Perawatan risiko kejang berulang tidak terjadi.
Kriteria Hasil:
Pasien tidak mengalami kejang.
INTERVENSI
- Kaji dan catat faktor-faktor yang

RASIONAL
- Penting artinya untuk mengamati

menurunkan kalsium dari sirkulasi

hipokalsemia pada pasien berisiko.
Perawat

harus

kewaspadaan

bersiap
kejang

untuk
bila

hipokalsemia hebat.
- Kaji stimulus kejang

- Beberapa stimulus kejang pada
tetanus adalah rangsang cahaya dan
peningkatan suhu tubuh

- Hindari konsumsi alkohol dan
kafein yang tinggi

- Alkohol dan kafein dalam dosis
yang

tinggi

menghambat

penyerapan kalsium dan perokok
kretek sedang akan meningkatkan
ekskresi kalsium urine
- Kolaborasi pemberian terapi
 Garam, kalsium parenteral



Garam

kalsium

termasuk

parenteral

kalsium

glukonak,

kalsium klorida, dan kalsium
gluseptat.

Meskipun

kalsium

klorida menghasilkan kalsium
berionisasi

yang

secara

signifikan

lebih

tinggi

dibanding

jumlah

akuimolar

kalsium glukonak, cairan ini
tidak sering digunakan karena
cairan tersebut lebih mengiritasi
dan

dapat

peluruhan

menyebabkan
jaringan

dibiarkan menginfiltrasi.
13

jika





Vitamin D

Terapi

vitamin

D

dapat

digunakan untuk meningkatkan
absorpsi ion kalsium dari traktus
GI


Tingkatkan intake diet kalsium



Tingkatkan diet kalsium sampai
setidaknya 1000-1500 mg/hari
pada

orang

dewasa

sangat

dianjurkan (produk dari susu;
sayuran berdaun hijau; salmon
kaleng; sadin; oyster segar)


Monitor

pemerikasaan

EKG



Menilai keberhasilan intervensi

dan laboratorium serta kalsium
serum

4. Evaluasi
a. Pola nafas kembali efektif
b. Kelbihan volume cairan dapat diturunkan atau tidak terjadi
c. Tidak terjadi kejang atau dapat menurunkan stimulus kejang
d. Terjadi penurunan skala nyeri
e. Terjadi peningkatan asupan nutrisi
f. Terpenuhinya aktifitas sehari-hari
g. Terjadinya penurunan tingkat kecemasan

14

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Glumerulonefritis akut adalah peradangan glumerulus secara mendadak pada
kedua ginjal. Peradangan akut glumerulus terjadi akibat pengendapan kompleks
antigen antibodi di kapiler-kapiler glomerulus. Kompleks biasanya terbentuk 7-10
hari setelah infeksi faring atau kulit oleh Streptokokkus (glumerulonefritis pasca
streptokokkus), tetapi dapat terjadi karena infeksi lain. Faktor penyebab yang
mendasari sindro, ini secara luas dapat dibagi menjadi kelompok infeksi dan noninfeksi.
Tanda dan gejala yang biasa terjadi pada klien dengan glumerulonefritis akut
adalah nyeri pada pinggang atau kostovertebra, miksi berdarah, wajah atau kaki
bengkak, pusing dan badan cepat lelah. Untuk mencapai tujuan terapi, maka
penatalaksanaan tersebut meliputi: Pemberian antimikroba derivat penisilin untuk
mengobati infeksi streptokokkus, Diuretik dan antihipertensi untuk mengontrol
hipertensi, Terapi cairan, jika pasien dirawat di rumah sakit, maka intake dan output
diatur secara cermat dan dicatat, Cairan diberikan untuk mengatasi kehilangan cairan
dan berat badan harian.

B. Saran
Sarannya agar mahasiswa mengetahui dan memahmi tentang glumerulonefritis,
Perawat agar bisa menangani pasien yang mengalami peradangan glomerulus secara
mendadak dengan mengetahui tanda dan gejalanya, Untuk lebih mendalami atau
mempelajari diagnosa pada glumerulonefritis tersebut. Dan juga agar bermanfaat bagi
pembaca untuk mempelajari glumerulonefritis lebih mendalam.

15