Perencanaan Partisipatif dan Pembangunan (1)

0

TUGAS PRAKTIKUM 6
PERENCANAAN WILAYAH PARTISIPATIF
(TSL 565)

PERENCANAAN PARTISIPATIF
DAN PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN
BERBASIS MASYARAKAT

OLEH :
ELY TRIWULAN DANI
NRP. A 156140041

ILMU PERENCANAAN WILAYAH
SEKOLAH PASCASARJANA, INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

1

PERENCANAAN PARTISIPATIF DAN PEMBANGUNAN KAWASAN

PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT
Oleh Ely Triwulan Dani

A. Pendahuluan
Sampai saat ini pembangunan yang berfokus pada rakyat semakin intens
dilakukan. Seiring pembangunan tersebut, kapasitas pemerintah dan masyarakat
dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan perlu selalu ditingkatkan dan
dikembangkan terutama di masyarakat agar pembangunan dapat dilaksanakan
secara partisipatif (Rustiadi et al., 2011:127). Perencanaan Pembangunan Daerah
dimaksudkan untuk melakukan perubahan yang lebih baik bagi suatu komunitas
masyarakat, pemerintah dan lingkungannya dalam wilayah/daerah tertentu dengan
memanfaatkan/mendayagunakan sumberdaya yang ada dan harus berorientasi
secara menyeluruh, lengkap, dan berpegang pada azas prioritas (Riyadi dan
Bratakusumah, (2004:7).
Pembangunan diarahkan untuk mewujudkan perubahan-perubahan dan
pembaharuan dalam kehidupan masyarakat secara menyeluruh, aspek-aspek yang
terkait di dalamnya dilaksanakan secara sinergis dalam proses pembangunan.
Perencanaan Pembangunan Daerah membentuk tiga hal pokok yaitu perencanaan
komunitas, menyangkut daerah dan sumber daya di dalamnya, dengan pendekatan
sosial budaya dalam pembangunan atau pengembangan wilayah (Riyadi dan

Bratakusumah, 2004:8).
Pengembangan wilayah dalam proses dan tujuannya sangat mengutamakan
pendekatan masyarakat dan sosial budaya. Pengembangan wilayah dapat dilakukan
dengan melakukan pengembangan masyarakat terlebih dahulu atau keduanya
dilaksanakan secara beriringan. Hal tersebut dapat diterapkan dalam upaya
pembangunan kawasan perdesaan berbasis masyarakat.

2

B. Integrasi Kerangka Teoritis Perencanaan Wilayah Partisipatif
Pembangunan kerakyatan mempunyai konsep utama dengan pendekatan
yang memperhatikan inisiatif kreatif dari rakyat sebagai sumberdaya pembangunan
yang utama dengan tujuan untuk mensejahterakan masyarakat secara material dan
spiritual. Paradigma pembangunan konvensional berpusat pada produksi
(Production centered development) meskipun dinyatakan tujuan akhir yang
diharapkan adalah keuntungan untuk rakyat. Paradigma pembangunan yang
berpusat pada produksi rupanya didorong oleh model-model ilmu ekonomi sistem
terbuka yang konvensional, yang memandang orang dan lingkungan sebagai
variabel luar.
Paradigma konvensional tersebut telah melahirkan pembangunan yang berketidakadilan, seperti disebutkan Mahbub Ul Haq (1983) bahwa ada tujuh dosa

pembangunan, diantaranya: permainan angka; pengendalian-pengendalian yang
berlebihan; penanaman modal khayal; mode-mode pembangunan; perencanaan dan
pelaksanaan dipisahkan; sumberdaya manusia diabaikan; dan pertumbuhan tanpa
keadilan. Sehingga seiring dengan semakin berkembangnya konsep-konsep
pemikiran di masyarakat mengakibatkan terjadinya sebuah pergeseran paradigma
pembangunan yang berpusat pada rakyat (People centered development), dimana
dalam paradigma ini manusia dan lingkungan menjadi variabel endogen yang
utama, yaitu sebagai titik tolak bagi perencanaan pembangunan.
Pergeseran

paradigma

membuat

pemikiran

baru

terkait


dalam

pembangunan, yaitu sebuah perencanaan wilayah partisipatif. Pelaksanaan
perencanaan ini membutuhkan peran dari semua stakeholder dalam sebuah proses
pembangunan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi.
Selanjutnya seiring dengan partisipasi aktif dari semua pihak, hal yang penting juga
adalah adanya pemberdayaan, yang mempunyai hubungan timbal balik dengan
partisipasi.
Perencanaan partisipatif bertujuan melaksanakan pembangunan yang
berkelanjutan yang membangun aspek ekonomi dan lingkungan, serta mampu
menempatkan faktor sosial dan kelembagaan dalam kerangka politis dan program

3

investasi untuk mendorong pembangunan yang dilakukan dengan bentuk
pengembangan dan pendampingan (Cernea, 1993). Keberhasilan pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan sangat bergantung kepada keberlanjutan kelembagaan
dengan pendekatan perencanaan partsipatif yang melibatkan stakeholders dengan
strategi-strategi tertentu. Ketiga komponen tersebut merupakan sebuah proses yang
saling bersinergi satu sama lain, semakin aktif salah satu komponen bergerak, maka

komponen lain akan ikut bergerak.
Kelembagaan lokal dalam kaitannya dengan pengembangan kelembagaan
tidak terlepas dari kegiatan pembinaan kelembagaan (institutional development)
yang merupakan proses perbaikan kemampuan lembaga guna mengefektifkan
penggunaan sumberdaya manusia dengan keuangan yang tersedia (Israel, 1990)
dengan memperhatikan konsep efisiensi dan efektifitas dalam sistem manajemen
pengembangan. Kelembagaan lokal senantiasa berevolusi menyesuaikan diri ke
bentuk dan tingkat yang sejalan dengan proses dan tingkat evolusi sosial
masyarakat dan lingkungannya. Kelembagaan yang tidak mampu beradaptasi
terhadap perubahan lingkungannya akan kehilangan peranannya dan akhirnya mati
digantikan oleh kelembagaan baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Proses pembangunan memerlukan sebuah kelembagaan lokal dan kapital
sosial yang kuat. Kelembagaan lokal ini berupa jaringan kerja yang saling
terintegrasi satu sama lain, memiliki aturan dan saling mendukung antara sesama
unsur yang terkait di dalamnya dengan pranata nilai dan norma yang disepakati
bersama untuk mencapai tujuan semua pihak yang saling menguntungkan bagi
lembaga yang bekerjasama maupun pihak-pihak di luar kelembagaan tersebut pada
tingkatan lokal (lokalitas, komunitas dan kelompok). Sedangkan kapital sosial
sebagai sistem hasil dari organisasi sosial dan ekonomi yang menekankan
kepercayaan (trust), jaringan (network), dan kelembagaan (institution).

Saat ini kemampuan dan kapasitas yang dimiliki masyarakat mulai
berkembang dan berperan dalam mengawasi jalannya pembangunan. Pembangunan
dan pengembangan wilayah semakin bergeliat di semua wilayah, namun yang tidak
boleh dilupakan adalah kondisi masyarakatnya. Maka fokus utama dalam

4

pelaksanaan pengembangan wilayah adalah mengembangkan masyarakat, atau juga
keduanya dapat dilakukan secara simultan/beriringan.
Perencanaan partisipatif dalam kerangka pengembangan masyarakat dan
pembangunan adalah mendorong pembangunan yang berangkat dari bawah dengan
mengakomodir keinginan masyarakat, menciptakan keterlibatan masyarakat dalam
bentuk interaksi dan komunikasi, meningkatkan kapasitas kelembagaan dan
penguatan manajemen organisasi yang baik, sehingga diharapkan

mampu

meningkatkan kesejahteraan sosial, ekonomi, dan budaya, dalam konteks
pembangunan berkelanjutan dengan berfokus pada masyarakat. Gambaran konsep
Perencanaan Wilayah Partisipatif secara terintegrasi disajikan pada Gambar 1.


Gambar 1. Bagan Alir Integrasi Konsep Perencanaan Wilayah Partisipatif
(Disarikan dari bahan perkuliahan Perencanaan Wilayah Partisipatif dalam Nasdian, 2015)

5

C. Pembangunan Kawasan Perdesaan Berbasis Masyarakat
Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan pemerintahan di daerah khususnya
kabupaten/kota dilaksanakan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan
prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia, yang disebut sebagai Otonomi Daerah. Pelaksanaan otonomi
daerah semakin berkembang, ada yang sudah berjalan dengan baik namun ada yang
belum dijalankan secara maksimal. Pemerintah pusat semakin memperhatikan dan
menekankan pembangunan masyarakat desa melalui otonomi pemerintahan desa.
Penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa harus mampu
mengakomodasi aspirasi masyarakat, mewujudkan peran aktif masyarakat untuk
turut serta bertanggungjawab terhadap perkembangan kehidupan bersama sebagai
sesama warga desa. Dalam konteks pengembangan wilayah, pengembangan
perdesaan seharusnya memegang posisi terpenting yang diformulasikan negeranegara Dunia Ketiga seperti Indonesia karena sebagian besar penduduknya tinggal

di perdesaan, maka tidak mungkin fasilitasi self-sustain tanpa fokus perdesaan
(Rustiadi et al., 2011).
Pengembangan perdesaan dikaitkan dengan pengembangan wilayah dalam
pendekatan perencanan partisipatif dan pengembangan masyarakat seperti
digambarkan dengan Permendagri No. 51 Tahun 2007 tentang Pembangunan
Kawasan Perdesaan Berbasis Masyarakat. Pengembangan wilayah memerlukan
pendekatan perencaanan partisipatif yang disinergikan dengan aspek pembangunan
lainnya. Permendagri No. 51 Tahun 2007 menyebutkan bahwa pengembangan
kawasan perdesaan dilatarbelakangi dari fenomena pergeseran paradigma
pembangunan yang ditandai bahwa dalam rangka mendorong pertumbuhan
ekonomi yang selaras dengan pelestarian lingkungan hidup dan konservasi sumber
daya alam dengan memperhatikan kepentingan antar kawasan dan kepentingan
umum dalam kawasan perdesaan, dan kepentingan umum dalam kawasan
perdesaan secara partisipatif, produktif dan berkelanjutan dengan berbasis
pemberdayaan masyarakat. Konsep tersebut sejalan dengan perencanaan

6

partisipatif dan hubungannya dengan paradigma people centered development,
pembangunan berkelanjutan dan upaya pemberdayaan masyarakat.

Tulisan ini membahas dan menganalisa lebih lanjut pelaksanaan
pembangunan kawasan perdesaan di provinsi Bali dan Kabupaten Jembrana.
Dimana kedua contoh studi tersebut rencana tata ruang sudah ada dan diperdakan.
Gambaran lokasi wilayah studi disajikan pada Gambar 2. Provinsi Bali terbagi
menjadi 1 (satu) kota dan 8 (delapan) kabupaten. Secara berurutan sebagai berikut:
Kota Denpasar, kab. Klungkung, Kab. Badung, kab. Gianyar, kab. Bangli, kab.
Karang Asem, kab. Buleleng, kab, Tabanan dan kab. Jembrana.

Gambar 2. Wilayah Studi Analisa Rencana Tata Ruang Wilayah (Provinsi Bali)

Rencana tata ruang wilayah di Provinsi Bali tergolong unik dan berbeda
dengan provinsi maupun kabupaten/kota lainnya di Indonesia, yaitu sangat kental
diwarnai kebudayaan Bali, dijiwai oleh agama Hindu dan falsafah Tri Hita Karana.
Hal tersebut dikarenakan sebagian besar agama yang dianut di Bali adalah agama
Hindu, yang budaya dan tradisinya masih dilestarikan bahkan menjadi daya Tarik
sendiri bagi para wisatawan domestik maupun mancanegara, dan yang terkenal di
Bali adalah sistem menejemen pertaniannya yang juga terjaga sampai saat ini yaitu
subak. Analisa lebih dalam mengenai perencanaan pembangunan kawasan
pedesaan berbasis masyarakat di Bali dibandingkan dengan beberapa peraturan
terkait perencanaan wilayah akan dibahas pada sub bab berikutnya.


7

D. Analisa Peraturan Perundangan terkait Perencanaan Wilayah
Peraturan perundangan terkait perencanaan wilayah yang akan dianalisa
pada pembahasan antara lain:
1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang.
2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Pengelenggaraan Penataan Ruang.
3) Peraturan Menteri Dalam negeri Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2007
tentang Pengembangan Kawasan Perdesaan Berbasis Masyarakat.
4) Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009 – 2029.
5) Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana Nomor 11 Tahun 2012 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jembrana Tahun 2012 – 2032.

Analisa perbandingan peraturan perundangan diuraikan pada Tabel 1
(Matrik Hasil Analisis Peraturan Perundangan terkait Perencanaan Wilayah).
Semua indikator (partisipasi, pemberdayaan, modal sosial, kelembagaan

berkelanjutan,

pembangunan

berkelanjutan,

pengembangan

masyarakat,

pengembangan wilayah/kaw. Perdesaan, kebijakan insentif kelembagaan) telah
diakomodasi dalam semua peraturan perundangan yang dianalisa, sesuai dengan
keperluan masing-masing. Namun dalam Permendagri 51/2007 semua indikator
dibahas secara rinci dan

menyeluruh sehingga memberi ruang lebih untuk

pengembangan kawasan perdesaan berbasis masyarakat.

8

Tabel 1. Matrik Hasil Analisis Peraturan Perundangan terkait Perencanaan Wilayah
No
1

Aspek
Partisipasi
Masyarakat

UU 26/2007

PP 15/ 2010

Permendagri 51/2007

Pasal 55 ayat (4) dan (5)
Pengawasan Pemerintah &
Pemda melibatkan peran
masyarakat (menyampaikan
laporan dan/atau
pengaduan)

Pasal 5 ayat (2)
Pemerintah, pemda prov &
pemda kab/kota mendorong
peran masyarakat dalam
penyusunan dan penetapan
standar dan kriteria teknis
sebagai operasionalisasi
perpu dan pedoman penataan
ruang.

Pasal 2, 3 dan 4
Pembangunan kawasan
perdesaan berbasis masyarakat
(PKPBM) dilakukan berdasarkan
prinsip: adil, partisipatif, holistic,
keseimbangan, keanekaragaman,
keterkaitan ekologis, sinergis,
keberpihakan ekonomi rakyat,
transparan dan akuntabel

Pasal 6 huruf c
Pasal 7 ayat (4)
Pasal 20, 25, 27, 32, 35
Peningkatan peran
masyarakat dalam pembinaan
penataan ruang, beserta para
pemangku kepentingan

Pasal 8
Masyarakat desa menyusun
RDTR Desa yang diselaraskan
dengan RTRWP dan RTRWK/K

Pasal 18 huruf c
Penyelenggaraan tata ruang
untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat

Pasal 2, 3 dan 4
Prinsip PKPBM

Pasal 61
Bentuk partisipasi: menaati
tata ruang, memanfaatkan
ruang sesuai ketentuan,
memberikan akses untuk
kawasan milik umum.
Pasal 65 ayat (1) dan (2)
Penyelenggaraan penataan
ruang dilakukan pemerintah
dengan peran masyarakat
(penyusunan, pemanfaatan
dan pengendalian
pemanfaatan ruang)
2

Pemberdayaan
Masyarakat

Pasal 48 Ayat (1) huruf a
Penataan ruang perdesaan
diarahkan untuk
pemberdayaan masyarakat.

Perda Prov. Bali 16/2009
Pasal 134
Peran masyarakat dalam
pengawasan
Pasal 138, 140
Peran masyarakat dalam
proses perencanaan tata
ruang, pemanfaatan dan
pengendalian pemanfaatan
ruang

Menimbang huruf a
visi pembangunan Kabupaten
Jembrana untuk mewujudkan
Jembrana yang Jagadhita
berlandaskan Tri Hita Karana
membutuhkan penataan ruang
wilayah secara terpadu yang
hijau, lestari, aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan
berlandaskan kebudayaan Bali
(hal tsb mewarnai isi RTR Kab.)
Pasal 103
Peran masyarakat dalam
penataan ruang dilakukan
melalui partisipasi dalam
penyusunan, pemanfaatan dan
pengendalian pemanfaatan
ruang

Pasal 26 s/d 33
Perencanaan, penetapan,
pelaksanaan,
pemanfaatan&pemeliharaan,
pengendalian&pengawasan
dalam PKPBM

Pasal 10
Penataan ruang desa partisipatif
dilakukan untuk pemberdayaan
masyarakat

Perda Kab. Jembrana 11/2012

Pasal 3 huruf e
Pemanfaatan SDA secara
berkelanjutan bagi
peningkatan kesejahteraan
masy.
Pasal 19 ayat (5) huruf b
Pengelolaan system
perdesaan melalui

Pasal 9 huruf b
Mengembangkan partispasi
masyarakat dan konsep-konsep
kearifan lokal dan budaya Bali
dalam pelestarian lingkungan

9

No

Aspek

UU 26/2007

PP 15/ 2010

Permendagri 51/2007
Pasal 14
Penetapan dan Pengembangan
Pusat Pertumbuhan Terpadu
Antar Desa (PPTAD)

Perda Prov. Bali 16/2009

Perda Kab. Jembrana 11/2012

pemberdayaan masy. kaw.
perdesaan

Pasal 16
Penguatan kapasitas masyarakat,
kelembagaan&kemitraan
3

Modal Sosial /
Kapital Sosial

Pasal 6 ayat (1) huruf b
Penyelenggaraan penataan
ruang memperhatikan
potensi SDA, SDM dan SD
buatan; kondisi eko, sos,
bud, pol, huk, hankam, LH,
serta IPTEK
Pasal 48 ayat (1) huruf d
Penataan ruang perdesaan
untuk pelestarian warisan
budaya lokal

4

Kelembagaan
Berkelanjutan

Pasal 1 ayat (10)
Peningkatan kinerja
penataan ruang oleh
pemerintah, pemda &
masyarakat dengan
pembinaan penataan ruang

Pasal 49
Kriteria kaw. strategis dari
sudut kepentingan sosial &
budaya

Pasal 13
Pengembangan PPTAD untuk
pemberdayaan ekonomi rakyat
berbasis potensi komunitas &
desa

Menimbang huruf a
RTRW berlandaskan budaya,
dijiwai Agama Hindu sesuai
falsafah Tri Hita Karana (Hal
tsb mewarnai isi RTW Prov.
Bali)

Pasal 14
Pengembangan PPTAD dengan
penguatan akses masyarakat
terhadap modal

Pasal 56 ayat (3)
Kawasan strategis dari sudut
kepentingan sosial budaya

Pasal 19 s/d 23
Tentang kemitraan antar desa
dengan forum PKPBM
Pasal 6
Pasal 14, 15, 17
Pembinaan penataan ruang:
Penguatan kapasitas
peningkatan
kelembagaan
kualitas&efektifitas,
kapasitas&kemandirian
stakeholder, peran masyarakat
dan kualitas struktur dan pola
ruang

Pasal 11 huruf f
Menguatkan eksistensi desa
pakraman, subak dan organisasi
kemasyarakatan lainnya dalam
memantapkan kearifan lokal
sebagai pondasi
pengembangan pariwisata
berbasis ekowisata;

Pasal 134 dan 136
Pengawasan penataan ruang
diantaranya kinerja
pengaturan, pembinaan dan
pelaksanaan

Pasal 9 huruf e
Menggunakan irigasi lokal
(subak) dalam rangka LP2B,
ketahanan pangan, pelestarian
lingkungan dan budaya
Pasal 10
Mengembangkan kelembagaan
usaha ekonomi petani

10

No

Aspek

UU 26/2007

PP 15/ 2010

Permendagri 51/2007

Perda Prov. Bali 16/2009

Pasal 13
Pembinaan penataan ruang
kepada pemda prov, pemda
kab/kota dan masyarakat

Perda Kab. Jembrana 11/2012
Pasal 47 huruf e
Penguatan system
kelembagaan kelompok tani
yang terintegrasi dengan subak
abian

Pasal 58 ayat (2)
Peningkatan kinerja fungsi &
manfaat penyelenggaraan
penataan ruang disusun
standarnya
5

Pembangunan
Berkelanjutan

Pasal 19 huruf c dan e
Penyusunan RTRWN
memperhatikan: pemerataan
pembangunan &
pertumbuhan serta stabilitas
ekonomi; daya dukung &
daya tampung lingkungan
hidup

Pasal 25 ayat (2) huruf d
Perumusan konsepsi rencana
memperhatikan: pemerataan
pembangunan & pertumbuhan
serta stabilitas ekonomi; daya
dukung & daya tampung
lingkungan hidup.

Pasal 2 dan 3
Prinsip keseimbangan

Menimbang huruf a
Pemanfaatan ruang secara
berkelanjutan (Hal tsb
mendasari isi RTW Prov. Bali)

Pasal 6 huruf c
Peningkatan peran
masyarakat dalam pembinaan
penataan ruang

Pasal 13
Pengembangan PPTAD untuk
pemberdayaan ekonomi rakyat
berbasis potensi komunitas &
desa

Pasal 138 huruf a
Masyarakat perlu mengetahui
secara terbuka & mendapat
penjelasan teknis RTR

Pasal 48 ayat (1) huruf c
Penataan ruang kawasan
perdesaan untuk konservasi
sumber daya alam
6

Pengembangan
masyarakat

Pasal 13
Pembinaan penataan ruang
kepada pemda prov, pemda
kab/kota dan masyarakat,
melalui koordinasi;
sosialisasi; bimbingan,
supervisi & konsultasi; diklat;
litbang; pengembangan

Pasal 9 s.d. Pasal 17
Pembinaan penataan ruang
(sama dg pasal 13 UUPR)

Pasal 5
Tujuan penataan ruang salah
satunya adalah keberlanjutan

11

No

Aspek

UU 26/2007

PP 15/ 2010

sistem
informasi&komunikasi;
penyebarluasan informasi;
serta pengembangan
kesadaran&tanggung jawab
masyarakat

Permendagri 51/2007

Perda Prov. Bali 16/2009

Perda Kab. Jembrana 11/2012

Pasal 19 s/d 23
Tentang kemitraan antar desa
dengan forum PKPBM

7

Pengembangan
Wilayah
(kawasan
perdesaan)

Pasal 49
Rencana tata ruang
kawasan perdesaan

Pasal 75 ayat (2) huruf d
Pasal 97 ayat (1) huruf d
Pasal 105, 110, 115 huruf d,
Pengembangan kawasan
perdesaan

Pasal 12 dan 13
Penetapan dan Pengembangan
Pusat Pertumbuhan Terpadu
Antar Desa (PPTAD)

Pasal 19
Rencana pengembangan dan
kriteria sistem perdesaan

Pasal 11 huruf b
memantapkan dan
mengembangkan sebaran desadesa wisata dan daya tarik
wisata dengan daya tarik
keindahan alam, aktivitas
budaya lokal, pertanian,
spiritual, industri kecil,
petualangan dan olahraga dan
lainnya yang berbasis ekowisata

8

Kebijakan
Insentif
kelembagaan

Pasal 35 dan 38 ayat (2)
Pengendalian pemanfaatan
ruang dengan memberikan
insentif kepada masyarakat,
swasta dan/atau pemda

Pasal 148, 169, 170, 171,
172, 173, 174, 175
Pemberian insentif dalam
rangka pengendalian
pemanfaatan ruang

Pasal 39
Pendanaan PKPBM (APBN,
APBD Prov, APBD Kab, APB
Desa dan sumber lain)

Pasal 127
Pemberian insentif

Pasal 98
Pemberian insentif

12

DAFTAR PUSTAKA
[Bappeda Bali] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Bali. 2009.
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009 - 2029. Bali: Pemerintah
Daerah Provinsi Bali.
[Bappeda Bali] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Jembrana.
2012. Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana Nomor 11 Tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jembrana Tahun 2012 2032. Bali: Pemerintah Daerah Kabupaten Jembrana.
[Kemendagri] Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. 2007. Peraturan
Menteri Dalam negeri Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2007 tentang
Pengembangan Kawasan Perdesaan Berbasis Masyarakat. Jakarta:
Pemerintah Republik Indonesia.
[Kemen PU] Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Penataan Ruang.
2007. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.
[Kemen PU] Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Penataan Ruang.
2010. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010
tentang Pengelenggaraan Penataan Ruang. Jakarta: Pemerintah Republik
Indonesia.
Cernea, Michael M. 1993. The Sociologist’s Approach to Sustainable Development
in making Development Sustainable : From Concept to Action.
Environmentally Sustainable Development Occasional, Paper series No. 2
The World Bank, Washington DC.
Dani, Ely Triwulan. 2015. Tugas Praktikum 1, Tugas Praktikum 2, Tugas
Praktikum 3, Tugas Praktikum 4, Tugas Praktikum 5. Mata Kuliah Perencanaan
Wilayah Partisipatif (TSL 565). Bogor: Sekolah Pascasarjana-IPB.
Israel, Arturo. 1990. Pengembangan Kelembagaan: Pengalaman Proyek-Proyek
Bank Dunia. Jakarta: LP3ES (Halaman 11-60).
Nasdian, Fredian Tonny. 2015. Bahan Kuliah Perencanaan Partisipatif. (PB 01,
PB 02, PB, 03, PB, 04 dan PB 05). Bogor: Sekolah Pascasarjana-IPB.
Riyadi, Bratakusumah, Deddy Supriady. 2004. Perencanaan Pembangunan
Daerah Strategi Menggali Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah.
Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.
Rustiadi, Ernan, Saefulhakim, Sunsun, Panuju, Dyah R.. 2011. Perencanaan
Pengembangan Wilayah. Edisi Kedua. Bogor: Laboratorium Perencanaan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB.
Ul Haq, Mahbub. 1983. Tirai Kemiskinan. Tantangan-tantangan untuk Dunia
Ketiga. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.