Makalah pendidikan karakter dan anti kor

DAFTAR PUSTAKA
BAB I.......................................................................................................... 2
PENDAHULUAN......................................................................................... 2
A. Latar Belakang Masalah................................................................2
B. Rumusan Masalah..........................................................................3
C. Tujuan.............................................................................................. 4
D. Manfaat........................................................................................... 4
BAB II......................................................................................................... 5
PEMBAHASAN........................................................................................... 5
A. Pengertian Korupsi........................................................................5
B. Ciri-Ciri Korupsi.............................................................................. 5
C. Faktor Penyebab Korupsi.............................................................6
D. Jenis-Jenis Korupsi.........................................................................8
E. Pengertian Tindak Pidana Korupsi..............................................9
F. Pelaku Tindak Pidana Korupsi...................................................10
G. Sejarah Perkembangan Tindak Pidana Korupsi......................11
H. Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi...................................13
I.

Dampak Korupsi...........................................................................18


BAB III...................................................................................................... 20
PENUTUP................................................................................................. 20
A.

Kesimpulan...................................................................................... 20

B.

Saran............................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 21

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Korupsi

merupakan


tindakan

seseorang

yang

menyalahgunakan kepercayaan dalam suatu masalah atau
organisasi untuk mendapatkan keuntungan. Korupsi merupakan
suatu kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang telah
tumbuh seiring dengan perkembangan peradaban manusia.
Menurut

Pengertian

Undang-Undang

No.31

Tahun


1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengartikan
bahwa Korupsi adalah Setiap orang yang dikategorikan melawan
hukum,

melakukan

perbuatan

memperkaya

diri

sendiri,

menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan


kewenangan

maupun

kesempatan

atau

sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.”
Tindak pidana korupsi di Indonesia hingga saat ini menjadi
salah satu penyebab terpuruknya sistem perekonomian bangsa
yang dibuktikan dengan semakin meluasnya tindak pidana
korupsidalam masyarakat dengan melihat perkembangannya
yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya tindak
pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa sisi negatif,
tidak

hanya


terhadap

denganmerugikan
melanggar

kehidupan

kondisi

hak-hak

perekonomian

keuangan

sosial

dan

negara,


nasional

namun

ekonomipada

juga

kehidupan

berbangsa dan bernegara pada umumnya. Hal ini disebabkan

2

karena korupsi di Indonesia terjadi secara sistematik dan meluas
dengan

kurangnya


pertanggungjawaban

pidana

yang

seharusnya dilakukan oleh pelaku tindak pidana terkait.
Tindak

pidana

merugikan

korupsi

keuangan

dalam

negara


jumlah

sehingga

besar

dapat

berpotensi

mengganggu

sumber daya pembangunan dan membahayakan stabilitas politik
suatu negara. Korupsi juga dapat diindikasikan sebagai alasan
timbulnya bahaya terhadap keamanan umat manusia, karena
telah merambah ke dunia pendidikan, kesehatan, penyediaan
sandang

pangan


rakyat,

keagamaan,

dan

fungsi-fungsi

pelayanan sosial lain. Dalam penyuapan di dunia perdagangan,
baik 2 yang bersifat domestik maupun transnasional, korupsi
jelas-

jelas

telah

merusak

mental


pejabat.Demi

mengejar

kekayaan, para pejabat negara tidak takut melanggar hukum
negara.Kasus-kasus tindak pidana korupsi sulit diungkap karena
para pelakunya terkait dengan wewenang atau kekuasaannya
yang dimiliki.
Untuk

menyelesaikan

penyelesaian

yang

permasalahan

sifatnya


khusus

dan

ini
luar

diperlukan
biasa

pula

dikarenakan tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang
luar biasa “ Extra ordinary crime “, juga dilakukan dengan
sistematis.

Penyelesaian

dipisahkan

dari

merupakan

titik

hukum

adanya

sistem

sentral

di

Indonesia

pembuktian,

pemeriksaan

persidangan.

3

tidak

dapat

pembuktian

perkara

dalam

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas,
terdapat beberapa permasalahan yang penting untuk dibahas,
yaitu :
1. Apa sajakah yang termasuk dalam praktik tindak pidana
korupsi ?
2. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pelaku tindak
pidana korupsi?
3. Apasajakah yang termasuk undang-undang tindak pidana
korupsi?
4. Bagaimanakah

sanksi

pidana

pelaku

pemberi

parcel

sebagai bentuk gratifkasi menurut Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999?
C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai sarana pengetahuan
umum tentang tindak pidana korupsi bagi pembaca agar dapat
mengetahui apa yang harus dilakukan bila menemukan suatu
tindak pidana korupsi yang terjadi pada masyarakat disekitar
kita.
D. Manfaat
Manfaat dari makalah ini yaitu, antara lain:
1. Kegunaan

teoritis

yaitu

mengkaji

Undang-Undang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam menghadapi
masalah korupsi

yang

marak

terjadi

di

Indonesia

dan

menambah pengetahuan para pembaca mengenai masalah
korupsi.

4

2. Kegunaan praktis yaitu dapat memberikan manfaat bagi
pembaca, khususnya bagi masyarakat pada umumnya agar
ikut serta dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Selain
itu untuk bahan kajian dan referensi mengenai adanya
penerapan pidana tambahan terhadap PNS pelaku tindak
pidana korupsi.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Korupsi
Kata

korupsi

berasal

latin “corruptio” atau corruptus.

dari

Menurut

bahasa
para

ahli

bahasa, corruptio berasal dari kata corrumpere, suatu kata dari
Bahasa

Latin

yang

lebih

tua.

menurunkan

Kata

tersebut

kemudian

istilah corruption,

corrups (Inggris), corruption (Perancis), corruptie/korruptie (Bela
nda) dan korupsi (Indonesia).

5

Korupsi adalah menggunakan kewenangan publik untuk
mendapatkan keuntungan atau manfaat indifdu. Ada pula
yang menyebut korupsi adalah mengambil bagian yang bukan
menjadi haknya. Defnisi lain, korupsi adalah mengambil
secara tidak jujur perbendaharaan milik publik atau barang
yang diadakan dari pajak yang dibayarkan masyarakat untuk
kepentingan memperkaya dirinya sendiri. Korupsi juga berarti
tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi suatu
jabatan secara sengaja untuk memperoleh keuntungan berupa
status kekayaan atau uang untuk perorangan, keluarga dekat
atau kelompok sendiri.
B. Ciri-Ciri Korupsi
Menurut Evi Hartanti SH dalam bukunya menyebutkan bahwa
ciri-ciri korupsi adalah sebagai berikut:
1. Suatu pengkhianatan terhadap kepercayaan. Seseorang
yang

di

berikan

menyalahgunakan

amanah

seperti

wewenangnya

pemimpin

untuk

yang

kepentingan

pribadi, golongan, taua kelompoknya.
2. Penipuan terhadap badan pemerintah, lembaga swasta,
atau masyarakat umumnya. Usaha untuk memperoleh
keuntungan dengan mengatasnamakan suatu lembaga
tertentu seperti penipuan memperoleh hadian undian dari
suatu

perusahaan,

padahal

perusahaan

yang

sesungguhnya tidak menyelenggarakan undian.
3. Dengan sengaja melalaikan kepentingan umum untuk
kepentingan khusus. Contohnya, mengalihkan anggaran
keuangan yang semestinya untuk kegiatan sosial ternyata
di gunakan untuk kegiatan kampanye partai politik.

6

4. Di lakukn dengan rahasia, kecuali dalam keadaan dimana
orang-orang

yang

berkuasa

atau

bawahannya

menganggapnya tidak perlu. Korupsi biasanya di lakukan
tersembunyi untuk menghilangkan jejak penyimpangan
yang di lakukannya.
5. Melibatkan lebih dari satu orang atau pihak. Beberapa jenis
korupsi melibatkan adanya pemberi dan penerima
6. Adanya kewajiban dan keuntungan bersama, dalam bentuk
uang atau yang lain. Pemberi dan penerima suappada
dasarnya bertujuan mengambil keuntungan bersama.
7. Terpusatnya

kegiatan

korupsi

pada

mereka

yang

mengkehendaki keputusan yang pasti dan mereka yang
dapat memengaruhinya. Pemberian suap pada kasus
melibatkan

petinggi

Mahlkamah

Konstitusi

bertujuan

memengaruhi keputusnnya.
8. Adanya usaha untuk menutupi perbuatan korup dalam
bentuk pengesahan hokum. Adanya upaya melemahkan
lembaga pemberantasan korupsi melalui produk hokum
yang di hasilkan suatu Negara atas inisiatif oknum-oknum
tertentu di pemerintahan.
C. Faktor Penyebab Korupsi
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi, baik
berasal dari dalam diri pelaku atau dari luar pelaku. Faktor
penyebab korupsi antara lain :
1. Faktor Politik
Politik merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi.
Hal ini dapat dilihat ketika terjadi instabilitas politik,
kepentingan politis para pemegang kekuasaan, bahkan
7

ketika meraih dan mempertahankan kekuasaan. Perilaku
korup seperti menyuap, politik uang merupakan fenomena
yang sering terjadi. Menurut Susanto korupsi pada level
pemerintahan adalah dari sisi penerimaan, pemerasan
uang suap, pemberian perlindungan, pencurian barangbarang publik untuk kepentingan pribadi, tergolong korupsi
yang disebabkan oleh konstlelasi politik.
2. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi juga merupakan salah satu penyebab
terjadinya

korupsi.

Hal

ini

dapat

dijelaskan

dari

pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi kebutuhan.
Selain rendahnya gaji atau pendapatan, banyak aspek
ekonomi lain yang menjadi penyebab terjadinya korupsi, di
antaranya adalah kekuasaan pemerintah yang dibarengi
dengan faktor kesempatan bagi pegawai pemerintah untuk
memenuhi kekayaan mereka dan kroninya. Terkait faktor
ekonomi

dan

terjadinya

korupsi,

banyak

pendapat

menyatakan bahwa kemiskinan merupakan akar masalah
korupsi.pernyataan tidak benar sepenuhnya, sebab banyak
korupsi yang dilakukan oleh pemimpin Asia dan Afrika, dan
mereka tidak tergolong orang miskin. Dengan demikian
korupsi bukan disebabkan oleh kemiskinan, tapi justru
sebaliknya, kemiskinan disebakan oleh korupsi.

3. Faktor Organisasi
Organisasi dalam hal ini adalah organisasi yang luas,
termasuk

sistem

pengorganisasian

lingkungan

masyarakat. Organisai yang menjadi korban korupsi atau
dimana korupsi terjadi biasanya memberi andil terjadinya

8

korupsi karena membuka peluang atau kesempatan untuk
melakukan korupsi.
Aspek-aspek
organisasi

terjadinya

meliputi:

(a)

korupsi

dari

sudut

kurang

adanya

pandang

teladan

dari

pemimpin (b) tidak adanya kultur organisasi yang benar,
(c) sistem akuntabilitas dalam instansi kurang memadai,
(d)

manajemen

cenderung

menutupi

didalam

organisasinya.
D. Jenis-Jenis Korupsi
Beberapa ahli mengidentifkasi jenis korupsi, di antaranya
Syed Hussein Alatas yang mengemukakan bahwa berdasarkan
tipenya korupsi di kelompokkan menjadi tujuh jenis korupsi
sebagai berikut:
1. Korupsi

transaktif (transactive

corruption)

yaitu

menunjukan kepada adanya kesepakatan timbal balik
antara

pihak

pemberi

dan

pihak

penerima,

demikeutungan kedua belah pihak dan dengan aktif di
usahakan tercapainya keuntungan ini oleh keduaduanya.
2. Korupsi yang memeras (extortive corruption) adalah
jenis korupsi di mana pihak pemberi di paksa untuk
menyuap

guna

mencegah

kerugian

yang

sedang

mengancam dirinya, kepentingannya atau orang-orang
dan hal-hal yang di hargainya.
3. Korupsi investif (investive corruption) adalah pemberian
barang atau jasa tanpa ada pertalian langsung dari

9

keungan

tertentu,

selain

keuntungan

yang

di

bayangkan akan di peroleh di masa yang akan dating.
4. Korupsi

perkerabatan (nepotistic

corruption)

adalah

penunjukan yang tidak sah terhadap teman atau sanak
saudara untuk memegang jabatan dalam pemerintahan,
atau

tindakan

yang

memberikan

perlakuan

yang

mengutamakan dalam bentuk uang atau bentuk-bentuk
lain, kepada mereka, secara bertentangan dengan
norma dan peraturan yang berlaku.
5. Korupsi defnitive (defnisife corruption) adalah perilaku
korban korupsi dengan pemerasan, korupsinya adalah
dalam rangka mempertahankan diri.
6. Korupsi otogenik (autogenic corruption) yaitu korupsi
yang di laksanakan oleh seorang diri.
7. Korupsi dukungan (supportive corruption) yaitu korupsi
tidak secara langsung menyangkut uang atau imbalan
langsung dalam bentuk lain.
E. Pengertian Tindak Pidana Korupsi
Pengertian tindak pidana korupsi dalam arti luas yaitu
perbuatan seseorang yang merugikan keuangan negara dan
yang membuat aparat pemerintah tidak efektif, efsien, bersih
dan berwibawa. Pengertian Tindak Pidana Korupsi juga dapat
ditemukan pada Kamus Umum Bahasa Indonesia: “Korupsi
adalah

perbuatan

yang

buruk

seperti

penggelapan

uang,

penerimaan uang sogok dan sebagainya”.
Tindak pidana korupsi merupakan bentuk penyimpangan dari
kekuasaan atau pengaruh yang melekat pada seseorang aparat
pemerintahan yang mempunyai kedudukan tertentu sehingga
10

dengan kedudukan pejabat dapat melakukan tindak pidana
korupsi. tindak pidana korupsi merupakan kejahatan merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara, maka percobaan
untuk melakukan kejahatan korupsi dijadikan delik selesai dan
diancam dengan hukuman yang sama dengan ancaman bagi
pidana itu sendiri yang telah selesai dilakukan.
Dari sudut pandang hukum, kejahatan tindak pidana korupsi
mencakup unsur-unsur sebagai. berikut : a. Penyalahgunaan
kewenangan, kesempatan, dan sarana b. memperkaya diri
sendiri, orang lain, atau korporasi c. merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara.
Ini adalah sebagian kecil contoh-contoh tindak pidana korupsi
yang sering terjadi, dan ada juga beberapa prilaku atau tindakan
korupsi lainnya: a. Memberi atau menerima hadiah (Penyuapan)
b. penggelapan dan pemerasan dalam jabatan c. ikut serta
dalam penggelapan dana pengadaan barang d. menerima
grativikasi.
F. Pelaku Tindak Pidana Korupsi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pelaku adalah orang
yang melakukan suatu perbuatan. Jadi dapat disimpulkan bahwa
Pelaku Tindak Pidana adalah orang yang melakukan perbuatan
atau rangkaian perbuatan yang dapat dikenakan hukuman
pidana. 26 Menurut KUHP, macam pelaku yang dapat dipidana
terdapat pada pasal 55 dan 56 KUHP, yang berbunyi sebagai
berikut:
1. Pasal 55 KUHP Dipidana sebagai pembuat sesuatu
perbuatan pidana: a. Mereka yang melakukan, yang
menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan
11

perbuatan. b. Mereka yang dengan memberi atau
menjanjikan

sesuatu,

dengan

menyalahgunakan

kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman
atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan,
sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang
lain

supaya

penganjur,

melakukan

hanya

perbuatan.

perbuatan

yang

c.

Terhadap

sengaja

yang

dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibatakibatnya.
2. Pasal 56 KUHP. Dipidana sebagai pembantu sesuatu
kejahatan : Mereka yang dengan sengaja memberi
bantuan pada waktu kejahatan dilakukan.Mereka yang
dengan sengaja memberi kesempatan, sarana, atau
keterangan untuk melakukan kejahatan.
Pada ketentuan Pasal 55 KUHP disebutkan perbuatan pidana,
jadi baik kejahatan maupun pelanggaran yang di hukum sebagai
orang yang melakukan disini dapat dibagi atas 4 macam, yaitu :
1. Pleger Orang ini ialah seorang yang sendirian telah
mewujudkan segala elemen dari peristiwa pidana. 27
2. Doen plegen Disini sedikitnya ada dua orang, doen
plegen dan pleger. Jadi bukan orang itu sendiri yang
melakukan peristiwa pidana, akan tetapi ia menyuruh
orang lain, meskipun demikian ia dipandang dan
dihukum

sebagai

orang

yang

melakukan

sendiri

peristiwa pidana.
3. Medpleger Turut melakukan dalam arti kata bersamasama melakukan, sedikitdikitnya harus ada dua orang,

12

ialah pleger dan medpleger. Disini diminta, bahwa
kedua orang tersebut semuanya melakukan perbuatan
pelaksanaan, jadi melakukan elemen dari peristiwa
pidana itu. Tidak boleh hanya melakukan perbuatan
persiapan saja, sebab jika demikian, maka orang yang
menolong itu tidak masuk medpleger, akan tetapi
dihukum sebagai medeplichtige.
4. Uitlokker

Orang

itu

harus

sengaja

membujuk

melakukan orang lain, sedang membujuknya harus
memakai salah satu dari jalan seperti yang disebutkan
dalam Pasal 55 ayat (2), artinya tidak boleh memakai
jalan lain.
G. Sejarah Perkembangan Tindak Pidana Korupsi
Pada Zaman Kerajaan Pada zaman kerajaan praktek korupsi
hanya terjadi pada perebutan kekuasaan dimana hal ini juga
dilakukan untuk memperkaya diri dan keluarga serta untuk
memperluas wilayah kekuasaannya. Pada era Indonesia Merdeka
dan pada era setelah Indonesia merdeka. Didalam era tersebut
yang masih di bawah pimpinan presiden Ir.Soekarno terlihat jelas
bahwa telah dua kali di bentuk Badan Pemberantas Korupsi yaitu
Paran dan Operasi Budhi. Kedua badan tersebut dibentuk untuk
mengawasi praktek-praktek korupsi yang terjadi pada era
tersebut dimana salah satunya dengan cara mengisi formulir
yang zaman sekarang dikenal dengan daftar kekayaan pejabat
negara. Sedangkan Operasi Budhi sendiri kebanyakan bergerak
di perusahaanperusahaan negara yang dimana dianggap rawan
akan praktek korupsi.

13

Pada Era Orde Baru Pada masa orde baru sendiri juga terlihat
akan adanya praktek-praktek korupsi dengan dibentuknya suatu
badan khusus yang menangani akan hal ini, yaitu komite empat
dan juga Opstib (Operasi tertib).
Pada Era Reformasi Di dalam orde reformasi praktek korupsi
telah menjalar kemana-mana seperti virus yang menjangkit
seluruh elemen penyelenggara negara. Pada orde tersebut
pimpinan Negara Indonesia adalah Presiden BJ Habibie. Pada
waktu kepemimpinannya Presiden membuat suatu rumusan
undang-undang yaitu Undang-undang No.28 tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN dan
juga pembentukan berbagai komisi atau badan baru seperti
KPKPN,KPPU, atau lembaga Ombudsman. Serta dilanjutkan juga
oleh

30

presiden

selanjutnya

yaitu

Presiden

berikutnya,

Abdurrahman Wahid membentuk Tim Gabungan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK).
Pada Era Demokrasi Beralih ke zaman sekarang, yaitu
Demokrasi adanya badan yang mengurus tentang Tindak Pidana
Korusi yang dimana telah kita ketahui yaitu KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) dimana KPK di bantu oleh lembagalembaga

hukum

yang

ada

di

Indonesia

dalam

misi

pemberantasan Korupsi. KPK adalah lembaga independen yang
berdiri sendiri dan bebas dari pengaruh kekuasaan apapun.
Tugas dan wewenang KPK telah terurai jelas di dalam Undangundang No.30 tahun 2002.

14

H. Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi
1. Undang- Undang Nomor 24 (PRP) Tahun 1960 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dari

permulaan

dapat

diketahui

bahwa

peraturan

penguasa perang pusat tentang pemberanasan korupsi itu
bersifat darurat, bersifat temporer, yang berlandaskan
undang- undang keadaan bahaya. Semula, ia berbentul
peraturan

pemerintah

pengganti

undang-

undang,

kemudian disahkan menjadi undang- undang. Karena
bentuknya

adalah

peraturan

pemerintah

pengganti

undang- undang, yang dengan undang- undang Nomor 1
tahun 1961 dijadikan undang- undang, maka tidak perlu
dibahas di DPR.
Sebagaimana dikemukakan pembuat undang- undang
memandang tidak perlu lagi ada peraturan tentang
perbuatan korupsi bukan pidanan karena bagaimanapun,
dalam hal- hal seperti itu terbuka kemungkinan bagi
pemerintah untuk menggugat perdata melalui Pasal 1365
BW terhadap pelaku perbuatan seperti itu.
Telah dikemukakan jugan bahwa perumusan delik yang
ada dalam peraturan penguasa perang pusat tersebut
diambil alih sepenuhnya oleh undang- undag Nomor 24
(PRP) 1960 ini dengan sedikit perubahan. Pada Pasal 1
ayat (1) sub a dan sub b hanya kata “ perbuatan” diganti
dengan “tindakan” karena undang – undang ini memakai
istilah “tindak pidana Korupsi” bukan perbuatan korupsi
pidana.

15

Pada sub c hanya ditambah saja Pasal 415, 416, 417,
423, 425, dan 435 KUHP. Memang ini menjadi kekurangan
peraturan penguasa perang pusat karena penggelapan
oleh pegawai negeri benar merupakan bentuk inti korupsi
disamping masalah suap menyuap (pasal 209, 210, 418,
419, dan 420 KUHP) begitu pula dengan Pasal 423 dan
425 KUHP merupakan bentuk extortion yang disebut
knevelarij.
Perumusan- perumusan Undang- Undang Nomor 24
(Prp) tahun 1960 perlu dikaji, bukan saja sebagai suatu
sejarah,

tetapi

juga

berhubungan

dengan

adanya

ketentuan peralihan dalam undang- undang No.3 Tahun
1971 sehingga berlaku undang- undang pada saat tindak
pidana dilakukan.
2. Undang-

Undang

No.

3

Tahun

1971

Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jika kita tinjau yurisprudensi selama kurun waktu antara
1960- 1970, sangat sedikit delik korupsi dapat ditemukan.
Berlainan misalnya dengan kurun waktu 1971- 1981,
dimana dapat ditemukan perkara korupsi dari yang kecil
sampai

yang

besar.

Kita

dapat

menemukan

dalam

yurisprudensi perkara- perkara yang besar seperti Robby
Tjahjadi, Abu Kiswo, Ledjen. siswadji, Budiadji, liem keng
eng, dan endang widjaja, kemudian dua orang hakim
senior, masing- masing JZL, yang diadili pengadilan negeri
jakarta pusat.

16

Seperti diketahui sejak lahirnya orde baru pada tahun
1966, suaru- suara yang menghendaki pemberantasan
korupsi, lebih diperhebat semakin hari bertambah nyaring,
baik berupa berita maupun berupa karangan disurat
kabar, majalah, dalam pertemuan, diskusi dan sebagainya
yang bertemakan pemberantasan korupsi. Juga dikenal
adanya komite anti korupsi di awal orde baru.
Masih dibawah kuasa peraturan penguasa perang
pusat, pemerintah telah berusaha sekeras- kerasnya
mengefektifkan

pemberantasan

dengankeputusan

presiden

korupsi,

Nomor

228

yaitu

Tahun

1967,

Tanggal 2 Desember 1967, dibentuk tim pemberantasan
korupsi (TPK). dalam tim ini jaksa agung diberi wewenang
mengoordinasikan penyidikan bak terhapda pelaku militer
maupun sipil, bahkan perkara koneksitas antara orang
sipil dan militer pada prinsipnya pengadilan negara
mengadili, dengan hakim- haim sipil dan militer.
Namun demikian, tuntutan masyarakat agar korupsi
diberantas tidak mengendor sehingga pada akhirnya
prediden pada tanggal 31 Januari 1970 mengeluarkan dua
buah keputusan, yaitu Keputusan Presiden Nomor 12
Tahun1970 tentang pembentukan komisi 4 dan keputusan
presiden nomor 13 Tahun 1970 tentang pengangkatan Dr.
Mohammad Hatta sebagai penasehat presiden.
3. Undang-undang

Nomor

31

Tahun

1999

tentang

pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dengan
menjadi

terbentuknya
menteri

kabinet

kehakiman

17

Habibie
pada

yang

tahun

mulai
1998,

dicanangkan untuk mempercepat penciptaan undangundang dalam waktu singkat, kurang dari dua tahun,
pemerintahan ini menciptakan undang-undang sebanyakbanyaknya dengan sepuluh tahun pemerintahan soeharto.
Penciptaan undang-undang yang diutamakan antara lain
perubahan atau penggantian undang-undang No 3 tahun
1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Rupanya
sehingga

anggapan
banyak

bahwa
terdapat

yang

kurang

korupsi

sempurna

ialah

undang-

undangnya, padahal “orangnya” dan “sistemnya”.
Tim yang pertama dibentuk diketahui oleh Bada Nawawi
Arief dan mengambil tempat di Puncak, yang anggotanya
antara lain : Loebby Loqman dan penulis bersama dengan
orang-orang dari Departemen Kehakiman sendiri seperti
Haryono dan Wahid. Setelah di pandang sudah lengkap,
antara lain dengan menciptakan minimum khusus, yang
meliputi baik pidana penjara maupun pidana denda,
pembedaan ancaman bagi setiap delik sesuai dengan
bobot delik itu serta kualitifkasinya, penambahan peran
masyarakat yang diusulkan oleh Wahid, maka diadakan
Tim Inter Departemen yang diketahui oleh penulis dan
mengadakan

rapat

di

Departemen

Kehakiman

pada

kuartal pertama tahun 1999. Sekitar bulan juli 1999
dibahaslah Rancangan ini di DPR. Pemerintah diwakili oleh
Menteri Muladi sendiri disertai dengan Dirjen Perundangundangan Romli, penulis dan Loebby Loqman.
Dalam

pembahasan

ini

Pansus

DPR

itulah

yang

ditambahkan tentang pidana mati khusus tentang pidana

18

mati untuk delik yang tercantum dalam pasal 2 dalam
keadaan “tertentu” yang kemudian dijelaskan apa yang
dimaksud dengan “keadaan tertentu” itu seperti bencana
alam nasional, keadaan, keadaan bahasa dan krisis
moneter dan ekonomi. Selain itu, ditambahkan pula
tentang akan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi
dalam waktu dua tahun setelah undang-undang ini
diundangkan. Usul ini berasal dari Fraksi PPP (Zain Bat
Jeber). Sementara itu, rumusan tentang pembalikan beban
pembuktian

yang

disusun

oleh

penulis

tolak,

baik

sebagian anggota DPR maupun oleh menteri sendiri
karena

dipandang

legalitas.

tidak

Sewaktu

Penghapusan

jelas

dan

pembahasan

ketetntuan

tentang

melanggar
Pidan

Mati

pembalikan

asas
dan
beban

pembuktian yang disusun oleh penulis ini, penulis tidak
hadir sehingga tidak sempat untuk mempertahankannya,
juga tentang ketentuan pidan mati dalam “keadaan
tertentu”.
Dengan demikian, undang-undang no 31 tahun 1999
adalah undang-undang paling keras dan bert di ASEAN.
Sayang,

ketentuan

tentang

pembalikan.

Beban

pembuktian tidak diterima, andai kata diterima, tidak
perlu diciptakan ancaman pidana demikian beratnya
selama semua pelanggar dapat diajukan ke pengadilan
dan semua kerugian negara dapat dikembalikan kekas
negara, sebagaiman berlaku di Hongkong dan Malaysia.
Pada tanggal 16 Agustus 1999 diundangkanlah undangundang no.3 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak

19

Pidan Korupsi menggantikan undang-undang no.3 tahun
1971.
4. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubaha
atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Setelah Baharudin Lopa menjabat Menteri Kehakiman
sekitar

bulan

maret

2001,

cita-citanya

menciptakan

ketentuan tentang pembalikan beban pembuktian didalam
undang-undang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
segera direalisasikan dengan membentuk tim yang terdiri
atas, antara lain Baharudin Lopa, Adnan Bayung Nasution,
Romli,

Abdulgani

Abdullah,

Netabaya,

Yusrida,

Sri

Hadningsih, Indrianto Seno Adji, Arifn, dan Oka Mahendra.
Jadi, maksud semula untuk mengubah undang-undang
no.31 tahun 1999 hanyalah untuk menambah ketentuan
tentang pembalikan beban pembuktian.
Ada dua jenis ketentuan tentang pembalikan beban
pembuktian, yang pertama menyangkut pemberian dalam
jumlah satu juta rupiah keatas, harus dilaporkan jika tidak
dianggap suap sampai dibuktikan sebaliknya. Berarti
penuntu umum hanya membuktikan satu bagian inti delik,
yaitu adanya pemberian kepada pegawai negri atau
penyelenggara

negara.

Bagian

yang

lain,

seperti

berhubungan dengan jabatanya dan berlawanan dengan
kewajibannya dibebankan kepada terdakwa.
Rumusan ini ditiru dari pasal 42 ACA Malaysia dengan
modifkasi

tertentu. Baharudin

20

Lopa

dan

Romli

mengusulkan agar jumlah uang atau harta yang diterima
bukan satu juta rupiah karena terlalu kecil, tapi sepuluh
juta rupiah. Rumusan yang pertama diubah oleh DPR
sehingga

hilang

artinya

sebagai

pembalikan

beban

pembuktian. Sementara itu, rumusan kedua diterima
penuh. Dengan demikian, pembalikan beban pembuktian
yang ada hanya satu macam saja yang terbatas ada
pembertasan harta saja.
Perubahan lain

yang

dicantumkan dalam undang-

undang no.20 tahun 2001 ialah tentang minimum khusus
yang hanya berlaku bagi delik korupsi yang nilainya lima
juta atau lebih. Penjelasan tentang apa yang dimaksud
dengan “ketentuan tertentu” untuk menjatuhkan Pidana
mati, juga diubah sesuai dengan rancangan bahwa bukan
waktu yang menentukan tetapi peruntukan uang untuk
keadaan tertentu itu yang dikorupsikan. Rumusan delik
berasal dari KUHP, langsung disalain seluruhnya dalam
rumusan delik korupsi dengan ancaman pidana sendiri
serta mencabut pasal-pasal tersebut dalam KUHP.
I. Dampak Korupsi
Dari beberapa sumber dampak dari korupsi sebagai berikut:
1. Berkurangnya Kepercayaan Terhadap Pemerintah Akibat
pejabat pemerintah melakukan korupsi mengakibatkan
berkurangnya kepercayaan terhadap pemerintah tersebut.
Disamping itu, negara lain juga lebih mempercayai negara
yang pejabatnya bersih dari korupsi, baik kerja sama di
bidang politik, ekonomi, ataupun dalam bidang lainya. Hal
ini akan mengakibatkan pembangunan ekonomi serta
21

mengganggu

stabiltas

perekonomian

negara

yang

stabilitas politik.
2. Berkurangnya Kewibawaan Pemerintah Dalam Masyarakat
Apabila banyak dari pejabat pemerintah yang melakukan
penyelewengan

keuangan

negara,

masyarakat

akan

bersifat apatis terhadap segala anjuran dan tindakan
pemerintah. Sifat apatis tersebut akan mengakibatkan
ketahanan nasional akan rapuh dan megganggu stabilitas
keamanan NegaraMenyusutnya Pendapatan 34 Negara
Penerimaan negara untuk pembangunan didapatkan dari
dua Sektor, yaitu dari pungutan bead an penerimaan
pajak pendapatan Negara dapat berkurang apabila tidak
diselamatkan dari penyelundupan dan penyelewengan
oleh

oknum-oknum

pemerintah

pada

sector

sekto

penerimaan tersebut.
3. c. Rapuhnya Keamanan dan Ketahanan Negara Keamanan
dan ketahanan negara akan rapuh apabila para pejabat
pemerintah mudah disuap karena kekuasaan asing yang
hendak memaksakan ideologi atau pengaruhnya terhadap
bangsa

Indonesia.

menggunakan

penyuapan

sebagai

suatu sarana untuk mewujudkan cita-citanya.
4. Hukum Tidak Lagi Dihormati . Negara kita adalah negara
hukum dimana segala sesuatu harus didasarkan pada
hukum. Cita-cita untuk menggapai tertib hukum tidak
akan terwujud apabila para penegak hukum melakukan
tindakan korupsi sehingga hokum tidak dapat ditegakkan,
ditaati, serta tidak diindahkan oleh masyarakat.

22

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri
yang secara langsung merugikan negara atau perekonomian
negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek.
Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya
dan aspek penggunaan uang Negara untuk kepentingannya.Adapun
penyebabnya

antara

pemimpin,kelemahan
penjajahan

rendahnya

lain,

ketiadaan

pengajaran
pendidikan,

dan

dan
etika,

kemiskinan,

kelemahan
kolonialisme,
tidak

adanya

hukuman yang keras, kelangkaan lingkungan yang subur untuk
perilaku korupsi, rendahnya sumber daya manusia, serta struktur
ekonomi.Korupsi dapat diklasifkasikan menjadi tiga jenis, yaitu
bentuk, sifat,dan tujuan.Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai
bidang diantaranya, bidang demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan
negara.
B. Saran
Pemiskinan koruptor memang mendapat sambutan positif dari
banyak kalangan. Namun perlu dipertimbangkan lagi mengenai
pelaksanaannya. Saran yang dapat penulis sumbangkan, yaitu:
1. Perlu adanya rekonseptualisasi mengenai konsep pemiskinan
koruptor. Rekonseptualisasi dengan memberikan arahan yang jelas
bagi penegak hukum mengenai konsep pemiskinan koruptor,

23

sehingga

pelaksanaan

pemiskinan

koruptor

dapat

dijalankan

sebagai suatu terobosan hukum yang memberikan efek jera dalam
tindak pidana korupsi.
2. Perlu adanya suatu gerakan yang mendorong pelaksanaan
pemiskinan koruptor. Contohnya seperti pendidikan, pemahaman,
penjelasan, integritas dari para penegak hukum agar para penegak
hukum di Indonesia melaksanakan sanksi pidana pemiskinan
koruptor dalam upaya pembera ntasan tindak pidana korupsi.
DAFTAR PUSTAKA
Lamintang, PAF dan Samosir, Djisman. 1985. Hukum Pidana
Indonesia .Bandung : Penerbit Sinar Baru.
Muzadi,
Pemberantasan

H.

2004.

MENUJU

INDONESIA

Tindak Pidana Korupsi.

Malang

BARU,
:

Strategi

Bayumedia

Publishing.
Pujiyono,

Kumpulan Tulisan Hukum

Pidana, (Bandung:

Mandar Maju, 2007)
Saleh, Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia .
Jakarta : GhaliaIndonesia
Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif, (Jakarta:
Kompas, 2006)

24