ASPEK HUKUM INDONESIA PELANGGARAN HAM

ASPEK HUKUM PELANGGARAN HAM
DALAM PENERAPANNYA TERHADAP GEMBONG NARKOBA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Kejahatan merupakan salah satu bentuk dari perilaku menyimpang (deviant

behavior) yang selalu ada dan melekat (inherent) dalam setiap bentuk masyarakat,
seperti mahari yang setiap bagi terbit dari ufuk timur, atau bak musim yang selalu
berganti seiring dengan irama dalam semesta (Schur, 1965; Goode, 1984). Karena
itu kejahatan merupakan fenomena sosial yang bersifat universal (a univerted social
phenomenon) dalam kehidupan manusia, dan bahkan dikatan telah menjadi the
oldest social problem of human kind (Sutherland & Cressey, 1960; Taft & England,
1964).
Selain memiliki demensi lokal, nasional dan regional kejahatan juga dapat
menjadi masalah internasional, karena seiring dengan kemajuan teknologi
transportasi, informasi dan komunikasi yang canggih, modus operandi kejahatan
masa kini dalam waktu yang singkat dan dengan mobilitas yang cepat dapat
melintasi batas-batas negara (borderless countries). Inilah yang dikenal sebagai

kejahatan yang berdimensi transnasional (transnational criminality).
Salah satu wujud dari kejahatan trasnasional yang krusial karena mengangkut
masa depan generasi suatu bangsa, terutama kalangan generasi muda negeri ini
adalah kejahatan dibidang penyalahgunaan narkotika (Atmasasmita, 1997). Modus
operandi sindikat peredaran narkotika dengan mudah dapat menembus batas-batas
negara di dunia melalui jaringan manajemen yang rapi dan teknologi yang canggih
dan masuk ke Indonesia sebagai negara transit (transit-state) atau bahkan sebagai
negara tujuan perdagangan narkotika secara ilegal (point of market-state).

2
Dalam kurun waktu dua dasa warsa terakhir ini Indonesia telah menjadi salah
satu negara yang dijadikan pasar utama dari jaringan sindikat peredaran narkotika
yang berdimensi internasional untuk tujuan-tujuan komersial. Untuk jaringan
peredaran narkotika di negara-negara Asia, Indonesia diperhitungkan sebagai pasar
(market-state) yang paling prospektif secara komersial bagi sindikat internasioanl
yang beroperasi di negara-negara sedang berkembang.
Efek narkoba tidak langsung seketika: bertahap tapi mematikan. Kalau
dikonsumsi berlebihan, berpotensi menimbulkan ketergantungan, baik fisik maupun
psikis atau keduanya, sehingga diistilahkan zat yang dapat menimbulkan
ketergantungan (dependence Producing drugs), seperti alkohol, morfin, heroin,

marijuana, magadon, mandrax, ectasy, dan lain-lain.
Kalau
menghentikan

sudah

kecanduan

keinginan

narkoba,

pecandu

tidak

mengonsumsi

satupun
narkoba.


kekuatan
Ia

dapat

mengalami

ketergantungan yang luar biasa, menghilangkan ingatan, gila, dan paranoid.
Bahkan, lebih parah lagi mengganggu keluarga dan meresahkan masyarakat. Demi
mendapat narkoba segala cara dihalalkan. Mencuri, merampas, menjambret,
merampok, bahkan menjual diri demi mendapat barang laknat tersebut.
Sebuah studi dari Universitas California, Amerika Serikat (AS), menemukan
50 persen pencurian di Inggris setiap tahun disebabkan narkoba. Di Amerika Serikat,
60 persen dari orang yang ditahan setiap tahun telah memakai narkoba ilegal. Enam
ratus lima puluh pecandu heroin di AS melakukan 70.000 kejahatan dalam periode 3
bulan. Penelitian itu juga memerkirakan, bisnis AS kehilangan US$100 miliar per
tahun karena penyalahgunaan narkoba dan alkohol pada pekerja.
Di Indonesia kejahatan narkoba sudah masuk dalam kategori sangat
berbahaya. Sindikat narkotika internasional menganggap negara ini sebagai big

market (pasar yang besar) yang mempunyai good price (harga bagus) yang terus
berkembang. Data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebut,saat ini terdapat
3,8 juta hingga 4,2 juta jiwa pengguna dengan angka kematian pecandu narkoba di
Indonesia mencapai 15.000 orang per tahun.

3
Jumlah kejahatan narkoba meningkat dari 26.000 kasus pada 2010 menjadi
29.000 kasus (36.000 tersangka) pada 2011 dan nilai transaksinya mencapai Rp48
triliun-50 triliun per tahun. Sementara itu dari sisi jenis narkotika, semua jenis
tersedia di pasaran, mulai dari heroin, kokain, sabu-sabu hingga ekstasi dan jenis
lain.
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada diri manusia yang
bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus
dihormati, dijaga dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat atau negara.
Dengan demikian hakikat penghormatan dan perlindungan terhadap HAM ialah
menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan
yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban, dan keseimbangan antara
kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Dalam Undang-Undang
Nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia pasal 1 bahwa “Hak Asasi
Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan

manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya
yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia”. Dengan demikian menghormati, melindungi dan menjunjung
tinggi HAM dalam rangka menjaga harkat dan martabat manausia menjadi
kewajiban dan tanggung jawab bersama antara individu, pemerintah (aparatur
pemerintahan baik sipil maupun militer) bahkan negara.
Pengertian pelanggaran HAM dari sudut pandang korban dapat dilihat pada
Declaration of Basic Principles of Justice for Victims of Crime and Abuse of Power
menyampaikan dua rumusan pelanggaran HAM. Pertama adalah “ a violation of
criminal law operative within Member States, including those laws proscribing
criminal abuse of power”. Dengan kata lain pelanggaran HAM dalam kategori
sebagai pelanggaran hukum pidana dengan fokus perhatian adalah kerugian (fisik
dan mental), penderitaan individual/kolektif yang timbul atau pelemahan substansial
hak-hak dasar karena tindakan atau kelalaian yang dapat dipersalahkan kepada
negara.

4
Kedua didefinisikan “ acts and omissions (imputable to the State) that do not
yet constitue violatios of national criminal laws but of internationally recognized

norms relating to human rigths.” Kriteria kedua bukanlah pelanggaran hukum pidana
tetapi secara internasional diakui kaitannya dengan HAM. Kata “recognized” artinya
mengacu kepada norma yang tercantum pada perjanjian internasional tentang HAM,
norma-norma yang merupakan bagian dari hukum kebiasaan internasional, atau
norma-norma yang merupakan bagian prinsip hukum yang telah diakui oleh bangsabangsa beradab.
Penyalahgunaan

Narkoba

telah

menjadi

suatu

bentuk

kejahatan

Transnasional sebab telah melewati batas-batas kenegaraan didunia. Menilai

dampak dari penyalahgunaan Narkoba yang begitu luas dan hebat khususnya
terhadap kehidupan kemanusiaan, maka pengedar Narkoba seharusnya dapat
dikategorikan sebagai Pelanggar HAM.
1.2.

Perumusan Masalah
Dari

urian

diatas,

penulis

ingin

membahas

lebih


lanjut,

mengenai

permasalahan penerapan unsur-unsur pelanggaran HAM terhadap Pengedar
Narkoba sebagai pihak yang melakukan pelanggaran HAM.
1.3.

Metode Penulisan
Penulis menggunakan metode studi pustaka yaitu dengan menggunakan data

sekunder dari buku-buku referensi dan sumber-sumber internet sebagai sumber
pengumpulan data.

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.

Pengertian Narkoba

Narkoba(narkotika

dan

obat/bahan

berbahaya)

atau

napza

adalah

obat/bahan/zat, yang bukan tergolong makanan .jika di minum, di suntik, di telan
atau di hirup akan berpengaruh terutama pada kerja otak dan sering menyebabkan
ketergantungan. Akibatnya fungsi kerja otak berubah demikian pula dengan fungsi
vital organ tubuh lain. Narkoba adalah istilah dalam penegak hukum dan
masyarakat, disebut berbahaya karna tidak aman di gunakan oleh manusia,barang
ini harus di gunakan sesuai dengan ketentuan hukum, sedangkan napza adalah

istilah dalam dunia kedokteran yang biasanya di gunakan sebagai obat yang
dosisnya di atur dalam UU.
Jenis-jenis Narkoba :
1.

NARKOTIKA
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman /bukan tanaman

baik

sintetis

maupunsemi

yang

dapat

menyebabkan


penurunan/perubahan

kesadaran,menghilangkan/mengurangi rasa nyeri. Narkotika terbagi 3:
a.

Narkotika golongan 1: berpotensi tinggi menyebabkan ketergantungan.

Ex: heroin,kokain dan ganja
b.

Narkotika golongan 2: berpotensi tinggi menyebabkan ketergantungan

dan di gunakan pada terapi sbg pilihan terakhir. Ex: morfin,petidin dan
metadon.
c.

Narkotika golongan 3:berpotensi ringan menyebabkan ketergantungan

dan banyak di gunakan dalam terapi. Ex:kodein

6
2.

Psikotropika
Yaitu zat/obat baik alamiah/sintetis yang menyebabkan perubahan khas pada

aktivitas mental dan perilaku. Yang terbagi:
a.

Psikotropika golongan 1: ketergantungannya amat kuat. Ex: ekstasi,dan LSD.

b.

Psikotropika golongan 2: ketergantungannya kuat. Ex:amfetamin dan sabu.

c.

Psikotropika golongan 3: ketergantungannya sedang. Ex: pentobarbital.

d.

Psikotropika golongan 4: ketergantungannya ringan . ex:diazepam

3.

Zat Psiko aktif lain
Yaitu zat/bahan lain bukan narkotika dan psikotropika yang berpengaruh pada

kerja otak. Jenisnya adalah :
a.

Alcohol, pada minuman keras

b.

Inhalansia, zat mudah menguap yang terdapat pada pabrik,dll

c.

Nikotin,yang terdapat pada tembakau

d.

Kafein,yang terdapat pada kopi

Penggolongan narkoba menurut WHO berdasarkan pengaruhnya terhadap tubuh
manusia:
a.

Opioida,menyebabkan

nyeri

dan

menyebabkan

mengantuk.

Ex:opium,morfin
b.

Ganja,menyebabkan perasaan riang dan meningkatkan daya khayal.

c.

Kokain,meningkatkan aktivitas otak/fungsi organ tubuh lainnya

d.

Golongan amfetamin,ex:amfetamin,ekstasi dan sabu

e.

Alcohol pada minuman keras

f.

Halusinogen,memberikan daya halusinasi. Ex: LSD

g.

Sedative dan hipnotika,obat penenang obat tidur

h.

PCP(fensiklidin)

i.

Solven dan inhalasi,gasuap yg dihirup. Ex: tiner dan lem

j.

Nikotin pada tembakau

k.

Kafein pada kopi,berbagai jenis obat penghilang rasa sakit/nyeri dan

minuman kola.

7
2.2.

Akibat Penyalahgunaan Narkoba
Penyalahgunaan Narkoba memiliki dampak yang luar biasa baik terhadap diri

sendiri maupun lingkungan. Berikut beberapa akibat yang ditimbulkan oleh
penyalahgunaan narkoba :
Terhadap Diri Sendiri
a.

Terganggunya fungsi otak dan perkembangan normal remaja.

b.

Intoksikasi(keracunan).

c.

Overdosis yang dapat menyebabkan kematian.

d.

Gangguan perilaku/mental-sosial.

e.

Gangguan kesehatan.

f.

Menurunnya nilai-nilai kehidupan agama,sosial dan budaya.

g.

Masalah ekonomi dan hukum.

Terhadap Keluarga
Suasana nyaman dan tentram di keluarga terganggu karena barang-barang
berharga di rumah sering hilang,anak sering berbohong,mencuri,menipu,tak
bertanggung jawab,hidup semaunya dan asocial. Orang tua pun akan menjadi malu
karna memiliki seorang anak yang pecandu,merasa bersalah dan menutupi semua
perbuatan anaknya.orangtua pun putus asa sebab pengeluaran uang meingkat
karna anak harus berulang kali di rawat bahkan mungkin mendekam di penjara
sehingga keluarga menanggung beban sosial dan ekonomi.
Terhadap Pendidikan Sekolah
Narkoba bisa merusak disiplin dan motivasi pada proses belajar siswa.
Prestasi belajar turun drastis.penyalahgunaan narkoba berkaitan dengan kenakalan
dan putus sekolah selain itu juga berhubungan dengan kejahatan dan perilaku
asocial lain yang mengganggu suasana tertib dan aman, mereka juga menciptakan
suasana acuh tak acuh dan tidak menghormati orang lain, banyak di antara mereka
yang menjadi pengedar/mencuri barang milik teman.

8
Terhadap Kehidupan Masyarakat, Bangsa dan Negara.
Masyarakat

yang

rawan

narkoba

tidak

memiliki

daya

tahan

dan

kesinambungan pembangunan,Negara menderita kerugian karna masyarakatnya
tidak produtif dan kejahatan meningkat. Mafia perdagangan narkoba selalu
beerusaha memasok narkoba ke daerah–daerah yang masyarakatnya mudah/rentan
terhadap narkoba.
Terhadap Kesehatan
Banyak masalah kesehatan yang muncul akibat penggunaan narkoba.
Narkoba sendiri sebenarnya dalam dunia kesehatan diperlukan dalam rangka
aktivitas pengobatan. Namun yang menjadi masalah adalah apabila penggunaannya
dilakukan diluar medis dan disalahgunakan untuk kepentingan lain. Dalam
kehidupan sosial pengguna narkoba sering alat pendukung untuk menggunakan
narkoba digunakan secara bersama-sama sehingga tingkat sterilisasinya sangat
diragukan, hal ini tentunya akan meningkatkan kerawanan terhadap penyebaran
penyakit berbahaya. HIV/AIDS meningkat akibat penggunaan alat yang berkaitan
dengan narkoba (seperti alat suntik) digunakan secara bersama-sama, belum lagi
infeksi-infeksi yang dapat diakibatkan oleh penggunaan alat yang tidak steril.
2.3.

HAM dan Pelanggaran HAM

Teori dan Pengertian HAM
Prof. Louis Henkin menyampaikan bahwa hak-hak individu sebagai cita-cita
politik digambarkan pada hukum alam dan perkembangannya, yaitu sebagai hal
yang natural. Perwujudan secara modern sebagaimana disampaikan John Locke,
dikenal sebagai apa yang disuarakan dalam American Declaration of Independece,
French Declaration of Rigts of Man and Citizen, direalisasikan pada Konstitusi
Amerika dan Bill of Rights maupun pada konstitusi serta hukum negara-negara
modern.
Pemikiran John Locke terhadap HAM merupakan reaksi terhadap sistem
pemerintahan kerajaan yang cenderung absolutis, bahwa pada hakekatnya HAM
bersifat pra negara artinya HAM yang melekat pada manusia ada jauh sebelum

9
munculnya negara. HAM lahir sebagai kodrat sejak manusia lahir dan bersifat abadi
serta tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun termasuk negara. Dengan adanya
kontrak sosial dari individu-individu yang memunculkan negara sehingga negara
memiliki kewajiban untuk melindungi warga negara.

John Locke mengibaratkan

negara sebagai “penjaga malam” bagi rakyatnya, hal ini dimanifestasikan dalam
Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat 4 Juli 1776 :
“ ….. bahwa manusia dikaruniai oleh Tuhan dengan hak-hak absolut …..
Bahwa untuk menjamin hak-hak ini pemerintahan dibentuk dikalangan umat
manusia ….. .”
Ditegaskan kembali oleh John F Kennedy pada pelantikan Presiden AS
tanggal 3 Januari 1961 yang menyatakan “ … that the rights of men come not from
the generosity of state, but from the hand of God …. .” Konsistensi terhadap tersebut
menjadi suatu kebijakan internal AS yang diwujudkan dalam pemberian bantuan luar
negerinya selalu dikaitkan dengan kondisi HAM negara penerima bantuan.
Prof Henkin selanjutnya mengatakan bahwa konsep HAM saat ini telah
diterima secara umum dan universal diterima walaupun terdapat perbedaan dan
kekhususan.

Salah satu versi terkadang tidak melandasi atau membenarkan

konsep hukum alam dengan kontrak sosialnya, atau dimasukan sebagi teori politik
dilain pihak. Pada lembaga internasional perwakilan negara-negara menyatakan dan
mengakui HAM serta menerapkan kedalam sistem politik sosial negaranya. Konsep
HAM antara lain :
HAM adalah adalah hak individu dalam tatanan masyarakat, setiap manusia
memiliki dimana hak tersebut legitimate, valid dan dibenarkan oleh masyarakatnya.
HAM adalah universal dimiliki oleh semua umat manusia pada setiap tatanan
masyarakat, tidak dibedakan secara geografis, sejarah, budaya atau ideology, potik
atai system ekonomi maupun tingkat pertumbuhan masyarakatnya.
HAM adalah Hak, bukan semata-mata aspirasi atau pemberian dari Tuhan.
Konsep HAM merupakan implikasi pada sebuah moral dibawah hukum moral, yang

10
diterjemahkan dan dimasukan kedalam hukum mengikat pada tatanan politik
masyarakat. Ketika suatu tatanan masyarakat mengakui bahwa seseorang memiliki
hak, artinya legitimasi, dibenarkan, dilembagakan dan ditegakan pada system nilai
kemasyarakatan, memberikan bobot nilai diantara nilai-nilai kemasyarakatan yang
lain . Negara harus mengembangkan intitusi dan prosedur, merencanakan,
menggerakan sumber – sumber untuk kepentingan HAM.
Konsep lain tentang HAM adalah dari aliran positivisme yang dipelopori
George Jellinek memandang HAM sebagai hak yang diperoleh dan daya berlakunya
tergantung pada negara dan tata hukum positifnya.

Sedangkan pandangan

sosiologis memandang HAM sebagai fungsi sosial yang diakibatkan adanya system
pembagian kerja dan kerjasama yang berkembang dalam masyarakat. Realisasi
HAM dikaitkan dengan pelaksanaan kewajiban sosial yang secara inheren
terkandung dalam hak-hak itu.
Pengertian HAM
a.

PBB memberikan pengertian dalam Deklarasi Universal HAM sebagai
berikut : “ Hak asasi manusia adalah hak yang melekat dengan kodrat
kita sebagai manusia apabila tidak ada mustahil kita akan hidup
sebagai manusia.”

b.

TAP MPR RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang HAM menyatakan : “
Hak Asasi Manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri
manusia secara kodrati, universal dan abadi sebagai anugerah Tuhan
Yang Mahaesa, meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak
mengembangkan

diri,

hak

keadilan,

hak

kemerdekaan,

hak

berkomunikasi, hak keamanan dan hak kesejahteraan yang oleh
karena itu tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun”.
c.

Dewan Hamkamnas memberikan pengertian HAM : “ Hak asasi
manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada jatidiri manusia
secara kodrati dan secara universal, berfungsi menjaga integritas
keberdaannya, berkaitan dengan hak atas hidup dan kehidupan,

11
keselamatan, keamanan, kemerdekaan, keadilan, kebersamaan dan
kesejahteraan social sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang
tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun.”
d.

UU No 39 Tahun 1999 (Pasal 1 butir 1) dan UU No 26 tahun 2000
(Pasal 1 butir 1)memberikan definisi HAM sebagai berikut :
“ Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Esa dan merupakan anugerah Nya yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap
orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia.”

Pelangaran HAM
Pelanggaran Hak Asasi Manusia dapat dikategorikan kedalam 2 (dua) bentuk
yakni pelanggaran HAM (biasa) dan pelanggaran berat HAM (gross violation).
Pengertian pelanggaran HAM sebagaimana dimuat dalam Pasal 1 butir 2 UU 39
Tahun 1999, sbb :
“ Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang
termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau
kelalaian

yang

secara

melawan

hukum

mengurangi,

menghalangi,

membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau
sekelompok orang yang dijamin oleh UU ini, dan tidak mendapatkan, atau
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan
benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku”
Mencermati pengertian tersebut diatas dapat diartikan bahwa pelanggaran
HAM dapat terjadi secara horizontal yaitu dimana subyek adalah anggota
masyarakat (non aparat) terhadap obyek juga anggota masyarakat (non aparat).
Kedua bahwa pelanggaran HAM dapat terjadi secara vertikal dimana subyek adalah
aparat negara terhadap obyek anggota masyarakat (non aparat).

12
Untuk mekanisme penyelesaian pelanggaran HAM (biasa) menggunakan
mekanisme

yang ada seperti KUHAP, KUHP (KUHP Militer), KUH Perdata

sedangkan instrumen yang digunakan adalah Pengadilan Negeri dan Pengadilan
Militer. Spesifikasi didalam proses penyelesaian pelanggaran HAM (biasa) hanya
apabila subyek (pelaku) adalah aparat maka akan dikenakan pemberatan dalam
penjatuhan hukuman.
Pelanggaran Berat HAM
Disamping pelanggaran HAM (biasa) terdapat jenis pelanggaran berat HAM,
yaitu merupakan pelanggaran khusus HAM sehingga proses penyelesaiannya
menggunakan mekanisme dan instrumen yang khusus.
Pengertian pelanggaran berat HAM dapat dilihat dalam UU No. 26 Tahun
2000 yang merupakan hasil adopsi Statuta Roma (Aticle 1 dan 7), sebagai berikut :
Pasal 7 menyebutkan:
“ Pelanggaran HAM yang berat meliputi :
a. kejahatan genosida;
b. kejahatan terhadap kemanusiaan. “
Pasal 8 menyebutkan :
“ Kejahatan genosida sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a adalah
setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis,
kelompok agama, dengan cara :
a. membunuh anggota kelompok;
b. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap
anggota-anggota kelompok;

13
c. menciptakan

kondisi

kehidupan

kelompok

yang

akan

mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau
sebagiannya;
d. memaksakan

tindakan-tindakan

yang

bertujuan

mencegah

kelahiran didalam kelompok, atau
e. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke
kelompok lain.”
Pasal

8 merupakan penjelasan dari pengertian kejahatan genosida

(genocide) yang dicantumkan dalam Pasal 7.
Pasal 9 merumuskan kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against
humanity) sebagai berikut :
“ Kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana diamksud dalam Pasal 7
huruf b adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari
serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan
tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa :
a.

pembunuhan;

b.

pemusnahan;

c.

perbudakan;

d.

pengusiaran atau pemindahan penduduk secara paksa;

e.

perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan secara

fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan
pokok hukum internasional;
f.

penyiksaan;

g.

perkosa, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan

kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa, atau bentuk-bentuk
kekrasan seksual lain yang setara;
h.

penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan

yang didasari persamaan pemahaman politik, ras, kebangsaan, etnis,
budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara
universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;

14
i.

penghilangan secara paksa;

j.

kejahatan aphartheid.”

Dari Pasal 8 dan Pasal 9 jelas nampak perbedaan antar subyek kejahatan
genosida dengan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Dalam kejahatan terhadap

kemanusiaan subyek adalah “aparat negara” sehingga dapat disimpulkan bahwa
konsep kejahatan terhadap kemanusian terjadi didalam suatu konflik yang bersifat
vertikal. Demikian pula dalam hal perencanaan tindakan terdapat sifat spesifik yaitu
“serangan yang meluas atau sistematik” diamana dijelaskan dalam penjelasan Pasal
9 sbb :
“ Yang dimaksud dengan “serangan yang ditujukan secara langsung terhadap
penduduk sipil” adalah suatu rangkaian perbuatan yang dilakukan terhadap
penduduk sipil sebagai kelanjutan kebijakan penguasa atau kebijakan yang
berhubungan dengan organisasi”
Namun demikian pelanggaran berat HAM bukanlah dominasi aparat negara
sebagai subyek tetapi tidak tertutup kemungkinan non aparat negara dapat menjadi
subyek karena kewenangan dan kedudukannya, sebagai contoh kasus Rwanda, Eks
Yugloslavia dan G 30 S/PKI di Indonesia.
Pelanggaran HAM dalam Hukum Internasional
Hukum

Internasional

memberikan

pemahaman

bahwa

suatu

negara

dikatakan melakukan pelanggaran HAM apabila sebuah kebijakan negara, tindakan
negara, mendorong atau membiarkan terjadinya :
a. genosida;
b. perbudakan atau perdagangan budak;
c. pembunuhan atau yang menyebabkan hilangnya individu-individu;
d. penyiksaan,

penghukuman

atau

kekejaman

lain

yang

berperikemanusiaan, pembedaan derajat;
e. penahanan dan penghukuman dengan kesewenang-wewnangan;

tidak

15
f. diskriminasi rasial sistematik;
g. sebuah pola konsisten dari gross violation HAM yang diakui secara
internasional.
Gross violation berdasarkan hukum kebiasaan internasional antara lain
adalah sebagai berikut :
a. systematic harassment (ancaman sistematik);
b. invasi;
c. kesewenangan putusan atau penghukuman;
d. penyangkalan dari peradilan terbuka dalam kasus-kasus kriminal;
e. penghukuman yang tidak sepadan;
f. pelarangan kebebasan meninggalkan negara;
g. pelarangan untuk kembali ke negrinya;
h. pengambilan masal penduduk;
i. pelarangan kebebasan bersuara dan beragama;
j. pembatasan dihadapan hukum;
k. pelarangan kepribadian dasar seperti menikah dsb;
l. diskriminasi individu, rasial dan agama.
Gross violation dalam hukum internasional dikatakan dalam Convenant on
Civil and Political Rights bahwa peserta convenant bertanggung jawab atas
penyimpangan dari hak-hak tersebut ( yang tersebut didalam convenant) dan setiap
negara bertanggung jawab berdasarkan hukum kebiasaan internasional atas sebuah
pola konsisten terhadap penyimpangan hak-hak tersebut sebagai kebijakan negara.
Sebuah pola konsisten dari gross violation HAM adalah :
a.

penyimpangan dari hukum kebiasaan internasional (tentang HAM);

b.

tindakan yang termasuk pelanggaran yang diakui sebagai pelanggaran
HAM.

Dalam aspek perbuatan dari subyek atau pelaku pelanggaran HAM yang
dilakukan oleh aparat negara dapat dibagi dalam 3 (tiga) kategori yaitu :

16

a.

Abuse of power (kesewenangan), yaitu tindakan penguasa atau
aparatur negara terhadap masyarakat diluar atau melebihi batas-batas
kekuasaan

dan

kewenangannya

yang

telah

ditetapkan

dalam

peraturan perundang-undangan;
b.

Violence by omission (kelalaian melaksanakan tugas), yaitu penguasa
atau aparatur negara dalam menghadapi keadaan tertentu tidak
melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai batas-batas kekuasaan
dan wewenangnya yang telah ditetapkan dalam peraturan perundangundangan;

c.

Gross violation of Human Rights (pelanggaran berat HAM), yaitu
tindakan penguasa atau aparatur negara yang mengakibatkan
penderitaan fisik atau mental ataupun kerugian material atau
immaterial serta mengakibatkan perasaan tidak aman baik terhadap
perseorangan maupun masyarakat.

2.4.

Penerapan Aspek Hukum HAM terhadap Pengedar Narkoba
Dalam penjelasan diatas dapat kita lihat bahwa pelanggaran HAM terdiri atas

2 (dua), yaitu Pelanggaran HAM (biasa) dan Pelanggaran HAM Berat. Pelanggaran
HAM biasa dapat dikatakan bahwa pelanggaran HAM tidak hanya dilakukan oleh
aparat, tetapi dapat pula terjadi secara horisontal yaitu oleh seseorang / kelompok
(non aparat) terhadap orang / kelompok lain. Pengertian pelanggaran HAM
sebagaimana dimuat dalam Pasal 1 butir 2 UU 39 Tahun 1999, sbb :
“ Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang
termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau
kelalaian

yang

secara

melawan

hukum

mengurangi,

menghalangi,

membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau
sekelompok orang yang dijamin oleh UU ini, dan tidak mendapatkan, atau

17
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan
benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku”
Untuk mekanisme penyelesaian pelanggaran HAM (biasa) menggunakan
mekanisme

yang ada seperti KUHAP, KUHP (KUHP Militer), KUH Perdata

sedangkan instrumen yang digunakan adalah Pengadilan Negeri dan Pengadilan
Militer. Spesifikasi didalam proses penyelesaian pelanggaran HAM (biasa) hanya
apabila subyek (pelaku) adalah aparat maka akan dikenakan pemberatan dalam
penjatuhan hukuman.
Dalam ketentuan diatas terulis “.... disengaja maupun tidak disengaja atau
kelalaian....” dalam hal ini berarti unsur kesalahan dalam teori pidana, untuk
pelanggaran HAM segala bentuk “kesalahan” baik Dolus maupun Culpa adalah
disamakan sebagai pelanggaran HAM.
Dalam kaitannya dengan Pengedar Narkoba. Diatas telah dijelaskan pula
bahwa akibat yang ditimbulkan oleh Narkoba adalah sangat hebat bahkan
menimbulkan kematian. Hal ini jelas bahwa pengedar Narkoba telah melanggar Hak
Asasi Manusia yaitu Hak untuk Hidup yang diatur dalam pasal 9 UU No. 39 tahun
1999. Meskipun, efek kematian ini memang tidak terjadi sesaat setelah menenggak
Narkoba, tetapi dampaknya seperti layaknya “bom waktu” karena dampak dari
Narkoba tersebut mengendap terlebih dahulu. Penyalahgunaan Narkoba sendiri
dalam UU No. 35 Tahun 2009 diartikan sebagai penggunaan yang melebihi batas
toleransi secara bertahap yang pada akhirnya dapat mangakibatkan “overdosis”.
Dan angka kematian yang diakibatkan tidak dapat dikatakan kecil, 50 (lima puluh)
orang dalam satu hari dan kurang lebih 15.000 jiwa dalam setahun melayang bukan
angka yang wajar.
Dengan demikian, sudah selayaknya bagi pengedar / gembong Narkoba
digolongkan

dalam

orang

yang

melakukan

pelanggaran

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 2 UU 39 Tahun 1999.

terhadap

HAM

18
BAB III
PENUTUP
Dari uraian diatas, dapat kita lihat bahwa ada keterkaitan yang mendasar
dalam penerapan aspek Hukum pelanggaran HAM kepada para pengedar Narkoba.
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan
kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu
hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM
orang lain. Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundangundangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh
seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili
dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan
melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang
pengadilan HAM.
Narkoba semakin menjerat banyak korban. Bahkan saat ini tercatat sekitar 50
orang meninggal dunia tiap hari karena narkoba. Angka kematian tersebut terjadi,
karena Indonesia sudah bergerak menjadi negara tujuan peredaran narkoba di
dunia, juga penghasil barang haram itu daalam jumlah yang tak sedikit.
Angka tersebut, muncul karena tingginya jumlah pengguna narkoba di
masyarakat. “Narkoba sudah menjadi ancaman keberlangsungan negara,” banyak
yang menilai, pemerintah belum bisa memberikan sebuah upaya nyata terkait
masalah ini. Aparat kepolisian contohnya, belum bisa bersungguh-sungguh dalam
memerangi narkoba. Tak hanya dengan banyaknya yang tewas, menurut Henry,
peningkatan angka kejahatan juga merupakan dampak lain dari meluasnya
penggunaan dan peredaran narkoba.
Dibandingkan usaha pemberantasan terorisme, keseriusan pemerintah
memberantas narkoba masih lebih minim. Pemerintah belum menyetarakan
gembong, pengedar, dan produsen narkoba setara dengan terorisme. Padahal
akibat yang disebabkan kejahatan narkoba jauh lebih dahsyat ketimbang perbuatan
teroris. Sejak peledakan bom beberapa tahun lalu di Legian Bali hingga terakhir di
Hotel Marriot terdapat 250 lebih korban manusia. Sedangkan kematian akibat

19
penyalahgunaan narkoba versi BNN jauh lebih dahsyat dan mengerikan. Setiap hari
rata-rata 50 anak bangsa meregang nyawa karena Narkoba.
Fakta itu seharusnya membuat pemerintah lebih serius memberantas
kejahatan narkoba ketimbang teroris. Namun, faktanya pemerintah malah tidak
menyetarakan kejahatan narkoba seperti halnya terorisme. Coba saja lihat, kalau
menghadapi teroris pemerintah luar biasa kejam. Tak ada kata maaf bagi teroris.
Belum lagi teroris bergerak melakukan aksinya, Detasmen 88 (Densus 88) yang
dibentuk pemerintah sebagai pemburu teroris langsung menyikat mereka. Konon,
dana yang dibutuhkan memberantas teroris sangat besar, tidak hanya berasal dari
anggaran negara, juga berasal dari hibah luar negeri yang jumlahnya jauh melebihi
anggaran pemberantasan narkoba.
Sementara itu, kepada kejahatan narkoba pemerintah justru bersikap lebih
lembut. Bukannya para gembong narkoba dipidana seberat-beratnya seperti pidana
kepada teroris, malah diberikan pengampunan. Paling tidak, Presiden SBY telah
empat kali memberikan grasi kepada terpidana narkoba. Sebelumnya presiden
sempat memberi grasi kepada dua warga negara asing, yaitu Schapelle Leigh Corby
dan Peter Achim Franz Groobman.
Padahal melihat daya rusak yang disebabkan oleh kejahatan narkoba sudah
pantas digolongkan kejahatan terorisme (terorisme narkoba). Karena tergolong
terorisme maka hukuman yang diberikan harus sama dengan hukuman kepada
teroris, baik dipidana seberat-beratnya hingga hukuman mati. Bagi gembong
narkoba tak pantas diberi kata maaf, apalagi ampunan, meskipun atas nama Hak
azasi Manusia.
Kita patut mencontoh Malaysia, China, dan Thailand dalam penerapan pidana
mati terhadap pelaku kejahatan narkoba. Negara-negara tersebut tak peduli dengan
nyawa gembong narkoba. Beberapa kali kita mendengar para gembong narkoba di
hukum mati di Malaysia. Sekarang, negara-negara tersebut berhasil meminimalisir
peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba.
Pidana mati terhadap pelaku kejahatan narkoba bukan upaya balas dendam,
tetapi sebagai salah satu upaya pendidikan bagi pelaku kejahatan. Pendidikan di sini

20
diartikan secara luas dan berlaku bukan saja terhadap si pelaku, tetapi kepada
setiap orang, supaya mereka berpikir seribu kali melakukan tindak kejahatan yang
mengerikan itu.
Dalam berbagai kasus narkoba, peringatan keras, atau ancaman pidana
masih dianggap cukup ringan, sehingga tidak membuat efek jera bagi pelaku.
Sekarang di tambah lagi dengan belas kasihan yang diberikan presiden terhadap
gembong narkoba yang diampuni itu.