bentuk dan luas mata jaring.docx

BENTUK DAN LUAS MATA JARING
Muh. Arkam Azis
I.
1.1

Pendahuluan

Latar Belakang
Jaring adalah suatu rangkaian dari benang/tali temali yang di rajut dan

disimpul menjadi satu sehingga menjadi rangkaian empat persegi panjang, bahan
dari jarring biasanya menggunakan monofilament atau multifilament, kebanyakan
jarring memiliki panjang atau jumlah mata yang banyak kearah horizontal di
bandingkan jumlah mata jaring ke vertikal, dan biasanya jaring digunakan dalam
alat tangkap menggabungkan beberpa piece sesuai alat tangkap yang di gunakan
dan tali tentunya sangat memepengaruhi bentuk dan luas jarring saat dioperasikan
hal tersebut juga dipengaruhi beberapa faktor internal dan external yang dapat
merubah bentuk jaring didalam air, dapat di ketahui bentuk dan luas jarring akan
beda saat didarat (kering) dan saat dalam air. Ini didasarkan atas pertimbangan
bahwa sebagian besar alat penangkap ikan menggunakan bahan jaring. Oleh
karenanya, tahanan alat tangkap terbesar terdapat pada bagian-bagian tersebut.

1.2

Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui bentuk dan
luas jaring dalam alat penangkapan ikan.
II.
2.1

Pembahasan

Bentuk Jaring
Jaring dibentuk dari gabungan banyak mata jaring, baik dibentuk secara

vertical maupun horizontal. Fungsi mata jaring pada alat penangkap ikan dapat
dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu digunakan untuk menghadang dan
menjerat ikan.

Beberapa jenis alat tangkap yang digunakan dengan cara

menghadang ikan antara lain perangkap (traps) dan pukat kantong, lalu jenis alat

tangkap yang digunakan dengan cara menjerat ikan yaitu jaring insang (Gillnet).

Menurut Puspito (2009) alat tangkap berupa perangkap atau pukat kantong
dan mata jaring yang sebaiknya digunakan berukuran kecil. Demikian juga
dengan diameter benangnya yang juga sebaiknya berukuran kecil. Ukuran mata
yang kecil akan mencegah ikan berbagai ukuran meloloskan diri dari perangkap.
Adapun ukuran benang yang kecil akan mengurangi tekanan arus. Pengaruhnya,
perangkap akan tetap stabil terpasang di atas permukaan dasar perairan,
sedangkan pukat kantong akan mudah ditarik atau diangkat keatas kapal.
Mata jaring insang memerlukan beberapa persyaratan agar dapat menjerat
ikan. Beberapa diantaranya adalah kuat, lentur dan elastis. Syarat ini diperlukan
agar ikan yang telah terjerat tidak dapat meloloskan diri. Satu syarat lain yang
paling utama adalah ukuran dan bentuk mata jarring harus disesuaikan dengan
ukuran ikan yang akan ditangkap. Ukuran mata jaring yang terlalu besar akan
meloloskan ikan. Adapun ukuran mata jaring yang terlalu kecil akan membuat
ikan hanya menabrak dan selanjutnya meloloskan diri.
Ukuran mata jaring yang ideal adalah jika mata jaring dapat menjerat
bagian keliling terbesar badan ikan. Posisi ini biasanya terdapat di depan sirip
punggung ikan. Untuk memudahkan perhitungan, maka keliling mata jarring sama
dengan keliling bagian terbesar penampang melintang badan ikan. Ini sebenarnya

bukan persyaratan mutlak, karena ukuran mata jaring yang kurang dari keliling
terbesar badan ikan juga dapat menjerat ikan. Penyebabnya, ikan memiliki insang
yang bergerak menutup dan membuka. Ketika ikan menerobos mata jaring, ikan
tidak dapat melepaskan diri dari jarring karena insangnya terjerat benang jaring.
Pada Gambar 1 diperlihatkan posisi ikan yang terjerat dan penampang melintang
badan ikan pada mata jaring

Bukaan keliling mata jarring disesuaikan dengan keliling
terbesar tubuh ikan

Mata jaring
Gambar 1. Ilustrasi posisi ikan yang terjerat dan penampang melintang
badan ikan pada mata jaring.

Dalam pengoperasian alat tangkap diperairan, bentuk jaring dapat berubah-ubah
strukturnya, terutama mata jaring, dimana setiap mata jarring memiliki bentuk
kombinasi yang bermacam-macam pada setiap bagian jaring. Kombinasi bentuk
mata jaring ini akan menghasilkan suatu bentuk alat tangkap yang diinginkan.
Bentuk mata jarring sangat dipengaruhi dari penggantungannya pada tali
kerangka atau disebut dengan rasio penggantungan dimana rasio penggantungan

(hanging ratio) terdiri dari penggantungan primer E1 dan sekunder E2, masingmasing dirumuskan sebagai berikut :
E1 = L/LO
Keterangan:
L = panjang jaring yang tergantung pada tali kerangka
Lo = panjang jarring jika direntang penuh
E2 = H/HO
Keterangan:
H = tinggi jaring yang tergantung pada tali kerangka
Ho = tinggi jarring jikaditarikpenuh
E1 = 0,00

E1 = 0,33

E1 = 1,00
E2 = 0,00

E1 = 0,71

E1 = 0,85
E2 = 1,00


E2 = 0,93
E2 = 0,53

Gambar 2. Bentuk mata jarring akibat rasio penggantungan
Berdasarkan Gambar 2, penentuan rasio penggantungan primer dan
sekunder didasarkan atas panjang atau tinggi total jaring. Adapun pada Gambar 23, penentuan kedua rasio penggantungan dilakukan atas satu mata jarring saja.
Nilai yang harus diketahui sebelumnya adalah ukuran mata jaring, lebar bukaan
mata tergantung dan tinggi bukaan mata tergantung.

E2 = 0,71

Hubungan antara rasio penggantungan primer E1 dan sekunder E2 dengan
sudut mata jarring  digambar dengan persamaan berikut.
E1 = L/LO = sin = Am0/AmBm = Am0/ms = mw/m1 dan
E2 = H/HO = cos = Bm0/AmBm = Bm0/ms = mh/m1
Panjang sisi matas diukur antara 2 simpul (jarak b) dapat dilihat pada gambar 3,
mw lebar mata tergantung atau lebar bukaan mata tergantung, mh tinggi mata
tergantung atau tinggi bukaan mata tergantung, dan ml panjang mata. Hubungan
kedua rasio penggantungan dapat disederhanakan menggunakan persamaan

berikut.
E12 + E22 = sin2 + cos2 = 1
Persamaan tersebut benar jika bentuk jarring datar dan rata, ukuran semua mata
sama dan susunan benangnya lurus.
Selain rasio penggantungan, rasio pengerutan S merupakan cara lain untuk
membentuk jarring pada tali kerangka. Rasio pengerutan dapat disederhakan
dengan persamaan.
S = (Lo - L) / Lo = 1 - E1
Nilai S sangat tergantung pada nilai E 1. Jika nilai E1besar, maka nilai S berkurang
dan begitu juga sebaliknya.

Mat
a Mat
jarina
gber
jarin
simp
gtan
ulpasi
mpu

l

Mat
a
jarin
g
hex
ago
nal

Gambar 3. Jenis-jenis bentuk mata jaring

B
m
m
s

m
l


2

0

C
m

A
m

m
h

D
m

m
w

Gambar 4. Konstruksi mata jaring.


Panjang jarring terentang Lo dapat dihitung berdasarkan 1 mata jaring yang
tergantung. Untuk menghitungnya, nilai M atau jumlah mata kearah horizontal
harus diketahui terlebih dahulu. Rumusnya adalah
Lo = 2 ms M = ml M
Penentuan tinggi jarring terentang Ho juga dapat dilakukan dengan cara yang
sama, tetapi jumlah mata kearah vertikal N harus diketahui lebih dahulu.
Perhitungannya memakai persamaan berikut.
Ho = 2 ms N = ml N
Untuk menghitung panjang tergantung L dan tinggi tergantung H, nilai rasio
penggantungan harus dimasukkan kedalam persamaan penentuan L o dan Ho. Cara
menghitungnya adalah:

L = 2 ms M E1 = ml M E1dan
H = 2 m s N E2 = m l N E 2

2.2

Luas Jaring
Menentukan luas satu lembar jaring, maka ada 2 luas jaring yang harus


diketahui, yaitu luas semu Af dan luas kerja sebenarnya An. Luas semu meliputi
seluruh area yang tertutup panjang jarring terentang L o dan tinggi jarring terentang
Ho. Rumusnya adalah:
Af = Lo Ho
Adapun luas kerja sebenarnya merupakan area yang tertutup oleh panjang jarring
tergantung L dan tinggi jarring tergantung H. Perhitungannya menggunakan
persamaan berikut.
An = L H
Berdasarkan seluruh persamaan di atas, koefisien penggunaan jarring Eu –
yang menjelaskan seberapa tepat penggunaan jarring pada pembuatan suatu alat
penangkap ikan – dapat dirancang. Persamaannya adalah:
Eu = An / Af = LH / Lo x Ho =E1 X E2
Koefisien pengunaan jarring sangat tergantung pada rasio penggantungan primer
E1. Datanya diberikan pada Tabel 2-1. Penggunaan jaring yang paling ekonomis
adalah jika rasio penggantungan primer E1 = 0,71. Nilai E1ini akan memberikan
nilai rasio penggantungan sekunder yang sama.
III.

Implementasi Pembahasan


Implementasi pembahasan pada makalah ini adalah jika seorang nelayan
akan membuat 1 lembar jaring insang sepanjang 45 m. Spesifikasi jaring yang
dimilikinya adalah ukuran mata 10 cm, jumlah mata ke arah horizontal 1.000 mata
dan jumlah mata ke arah vertikal 30 mata. Maka nelayan tersebut untuk
menentukan rasio penggantungan primer dan sekunder, nilai koefisien
penggunaan jaring, luas semu jaring, dan luas kerja jaring dapat diselesaikan
dengan cara sebagai berikut:
E1 = L/Lo = 45 / (0,10 x 1000) = 0,45 dan

E2 = √1 – E12 = √1 – 0,452 = 0,89
Eu = E1 x E2 = 0,45 x 0,89 = 0,4005
Af = Ho x Lo = (0,10 m x 1000) x (0,10 m x 30) = 300 m2
An = H x L = (0,45 x 0,10 m x 1000) x (0,98 x 0,10 m x 30) = 120,15 m2
Berdasarkan penyelesaian diatas didapatkan bahwa nilai ratio penggantungan
primer

0,45 . Ratio penggantungan sekunder

penggunaan jaring

0 , 4005

, luas semu jarring

0,89 . Nilai koefisien

300 m2 , dan luas kerja jaring

120,15 m2 .
IV.

Penutup dan Kesimpulan

Kesimpulan pada makalah ini adalah:


Bentuk jaring pada alat penangkapan ikan dapat dilihat secara vertical
maupun horizontal dengan memperhatikan ukuran dan bentuk mata jarring
yang disesuaikan dengan ukuran ikan yang menjadi target.



Bentuk jaring dapat berubah-ubah strukturnya dengan mengkombinasi bentuk
mata jaring yang menghasilkan bentuk alat tangkap sesuai keinginan. Bentuk
mata jaring berdasarkan kerutan (hanging ratio) terdiri dari penggantungan
primer E1 dan sekunder E2 yang memperhatikan panjang dan tinggi jarring
tergantung pada tali kerangka dan ketika direntang penuh.



Luas jarring terdiri dari dua yaitu luas semu A f dan luas kerja sebenarnya An.
Luas semu meliputi Lo dan Ho. Luas kerja sebenarnya meliputi L dan H.

V.

Daftar Pustaka

Klust.Gerhard. 1987.Bahan Jaring untuk Alat Tangkap Ikan. Semarang.
Najamuddin. 2008. Rancangbangun Alat Penangkapan Ikan. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan.Unhas.Makasar
Puspito, Gondo. 2009. Gaya-gaya Eksternal pada Alat Tangkap Ikan. Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan.IPB. Bogor