Teori Perang dan Strategi perang

TEORI PERANG DAN STRATEGI
Arry Yudistira

Pada hakikatnya manusia memiliki sifat mementingkan diri sendiri sehingga
cenderung untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap manusia lainnya. Menurut
Thomas Hobbes (1651), manusia dapat menjadi serigala bagi sesamanya atau yang
kita kenal Homo homini Lupus. Hal ini dilandasi tiga hal yaitu keuntungan, kemanan dan
reputasi. Konsekuensi logis dari naluri yang mendasar ini, manusia akan melakukan
tindakan bertahan untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Negara adalah lingkup
lebih besar yang merupakan wujud dari individu manusia. Setiap Negara memiliki
kepentingan nasional untuk menjamin kelangsungan berbangsa dan bernegara.
Supaya kepentingan nasionalnya terpenuhi, pada suatu titik kulminasi tertentu dimana
cara-cara normatif tidak mencapai hasil, suatu Negara akan menyerang Negara
lainnya.

Implikasi

yang

ditimbulkan


adalah

suatu

Negara

akan

berusaha

mempertahankan dirinya dari serangan Negara lain sehingga timbulah perang.

Perang hanya dapat dilakukan oleh dua kelompok yang berselisih. Dapat
dikatakan bahwa perkelahian antar kelompok dimulai sejak puluhan ribu tahun yang
lalu. Keegan dalam Gary D. Solis (2010) mengatakan bahwa bukti tersebut ditemukan
melalui suatu lukisan gua, tentang sekelompok pemanah dalam suatu konflik yang
berumur 10.000 tahun yang lalu 1. Perang adalah perkelahian dalam skala besar.
Clausewitz (1831) dalam On War mengatakan War is nothing but a duel on a larger
scale. Countless duels go to make up war, but a picture of it as a whole can be formed
by imagining a pair of wrestlers. Each tries through physical force to compel the other to

do his will; his immediate aim is to throw his opponent in order to make him incapable of
further resistance2. Dari Clausewitz dapat diartikan bahwa penyebab suatu perkelahian
adalah adanya keinginan untuk memaksakan kehendak kepada pihak lain. Secara
1 Gary D. Solis, The Law of Armed Conflict, (New York : Cambridge University Press, 2010) h.

4.
2 Carl Von Clausewitz, On War, Terj Michael Howard dan Peter Paret, (New York : Oxford

University Press, 2007) h. 13.

eksplisit juga dinyatakan bahwa, tujuan dari perkelahian adalah untuk membuat musuh
tidak dapat melawan kembali. Clausewitz (1831) pun menyatakan bahwa perang
merupakan kelanjutan dari kebijakan dalam bentuk lain. Sehingga perang memiliki
makna yang sangat luas baik perang dalam bentuk fisik (menggunakan kekuatan/hard
power/force) maupun non fisik (soft power).

Pemaksaan kehendak kepada pihak lain tidak selalu diartikan sebagai perang
apabila kedua pihak tersebut terdiri atas orang yang satu dengan orang lainnya. Tetapi
suatu kegiatan atau tindakan kekerasan yang dilakukan suatu negara ke negara lainnya
baru disebut dengan perang. Menurut Rousseau (1917) dalam The Social Contract

and Discourses menyatakan bahwa War is constituted by a relation between things,
and not between persons; and, as the state of war cannot arise out of simple personal
relations, but only out of real relations, private war, or war of man with man, can exist
neither in the state of nature, where there is no constant property, nor in the social state,
where everything is under the authority of the laws 3.

Telah disebutkan sebelumnya bahwa perang merupakan salah satu manifestasi
atas kebutuhan manusia. Pada skala yang lebih tinggi, maka perang disebabkan oleh
hal-hal yang lebih kompleks. Thomas Lindemann (2010) mengatakan bahwa ada
empat motivasi terjadinya perang, pertama yaitu prestige (kebanggaan), kedua yaitu
antipathy (antipati) yang merupakan perbedaan identitas yang sangat mencolok. Ketiga
adalah universal dignity (harga diri unversal/kehormatan) yaitu perang yang disebabkan
oleh pelanggaran terhadap standar universal kedaulatan negara. Penyebab keempat
adalah particular dignity (harga diri tertentu) seperti terjadinya trauma sejarah pada
Israel4.

3 Jean Jacques Rousseau, The Social Contract and Discourses (1761). Terj G.D.H. Cole,

(London and toronto : J.M. Dents and Sons, 1923). Di unduh dari The Online Library of Liberty
pada 11 Maret 2010. h. 40.

4 Thomas Lindemann, Causes of War : The Struggle for Recognition, (Colchester, UK : ECPR
Press, 2010) h. 43.

Tujuan dalam perang seperti yang telah disampaikan Clausewitz adalah
membuat musuh tidak dapat melawan kembali. Untuk mencapai tujuan tersebut, karena
perang dilakukan dalam hubungan kelompok atau Negara, maka diperlukan strategi
guna menyatukan setiap elemen yang dapat memberikan pengaruh terhadap
berlangsungnya peperangan. Menurut pengertian klasik strategi adalah suatu manuver
militer untuk mencapai pertempuran dan taktik digunakan saat kedua kekuatan saling
bertemu. Clausewitz (1812) dalam Principles of War menyatakan bahwa strategi
adalah the combination of individual engagements to attain the goal of the campaign or
war5. Menurut Clausewitz (1832) dalam On War menyatakan bahwa strategi adalah
the use of an engagement for the purpose of the war. Untuk mencapai tujuan perang,
maka diperlukan kekuatan/pasukan. Sehingga dapat disimpulkan dari pernyataan
Clausewitz bahwa strategi adalah pemanfaatan pertempuran untuk mencapai tujuan
perang dengan menggunakan kekuatan/pasukan yang ada.

Namun, sesuai perkembangan jaman strategi mengalami perluasan makna.
Perluasan makna pada strategi yaitu pengembangan menuju ranah non militer. Karena
masing-masing memiliki kekuatan dan kemampuan untuk menjadi penyebab perang.

J.C. Wylie (1967) Frans P.B. Osinga dalam Strategy is a plan of action designed in
order to achieve some end; a purpose together with a system of measures for its
accomplishment6. Penjelasan Wylie menunjukkan bahwa perencanaan dari suatu aksi
untuk mencapai suatu tujuan bersama dengan sistem yang terukur untuk pencapaian
keberhasilan disebut strategi.
Strategi biasa digunakan pada tingkatan yang tinggi atau biasa disebut tingkatan
startegis. Suatu tingkatan pada level eselon tinggi di pemerintahan, atau Jenderal di
Militer. Kebutuhan pada level tersebut karena setiap keputusan yang akan diambil
harus mempertimbangkan berbagai aspek yang lebih luas. Dalam mengambil

5 Carl Von Clausewitz, Principle of War, 1812, terj Hans W. Gatzke. Diunduh dari

www.abika.com. h. 19.
6 Frans P.B. Osinga, Science, Strategy and War : The Strategic Theory of John Boyd (New York
: Routledge, 2007) h. 9.

keputusan, aspek yang harus dipertimbangkan oleh seorang Danton berpangkat Letda
tentu lebih sedikit dibanding seorang Pangdam berpangkat Jenderal.
Liddell Hart menyatakan bahwa startegi adalah seni mendistribusikan dan
menggunakan metode atau cara-cara militer untuk memenuhi tujuan akhir kebijakan

yang diambil. Keberhasilan dari strategi tergantung terutama kepada kalkulasi yang
tepat serta koordinasi antara akhir dan metode yang digunakan (end dan means).