Beda Fisik dan Psikologis pasien

Beda Fisik dan Psikologis
12
Wednesday
Mar 2014
Posted by Maria Nofaola in Kesehatan Mental ≈ Leave a comment
Tagsbeda fisik dan mental, beda fisik dan psikis, fisik dan psikologis,
kesehatan mental
Rate This

Tidak perlu malu untuk menanyakan perbedaan fisik dan psikologis. Justru
dengan bertanya, kita akan memahaminya dengan tepat. Nah, untuk
memahaminya secara jelas, mari kita telaah satu demi satu.

Psikologis adalah persamaan kata dari psikis, mental, atau jiwa. Kita bisa
menggunakan salah satu kata itu kok. Ingat, baca dengan benar, ya!
Jangan lupa satu huruf pun! P-S-I-K-O-L-O-G-I-S. Coba ulangi sekali lagi, PS-I-K-O-L-O-G-I-S. Mengapa tidak boleh salah ucap dan kurang satu huruf?
Karena, kalau lupa satu huruf, artinya akan berbeda. Jika membacanya
kurang “S”, menjadi PSIKOLOGI. PSIKOLOGI itu adalah ilmunya, yaitu ilmu
yang mempelajari tentang jiwa atau perilaku manusia. Kalau lupa dua
huruf, kata itu berubah menjadi PSIKOLOG. Nah, PSIKOLOG itu adalah
orangnya alias nama profesi si pelakunya yang menjadi ahli kejiwaan.


Berikut ini adalah penjelasan PSIKOLOGIS atau psikis:
Manusia itu terdiri dari dua bagian, bukan? Yaitu: (1) FISIK dan (2) PSIKIS
atau PSIKOLOGIS.
Fisik merupakan kata lain dari raga, tubuh, atau badan. Jadi, segala hal
yang bisa kamu tangkap dengan panca indera kita. Termasuk organ dalam
tubuh, ya. Sedangkan, psikis atau psikologis itu merupakan hal-hal yang
tidak dapat dilihat secara langsung oleh panca indera. Psikis merupakan
kata lain dari jiwa, mental, atau psikologis. Contoh psikis ialah perilaku, isi
pikiran, alam perasaan, kebiasaan, dan pengetahuan.

Sakit fisik contohnya:
– Sakit kepala
– Sakit perut
– Sakit di bagian dada
– Sakit karena kulit terluka
– Sakit karena keseleo
– Sakit gigi
– Sakit patah tulang
– Sakit karena stroke

– Dan masih banyak sakit pada bagian tubuh lainya.

Kemudian, contoh masalah psikis atau psikologis tadi:
– Sulit tidur
– Selalu cemas dan was was
– Ada perasaan bersalah
– Berpikir ada yang membahayakan jiwanya
– Merasa sedang diintai atau diintip
– Tidak dapat merespon orang lain ketika ditanya
– Dan masih banyak masalah psikis/psikologis lainnya

Apakah fisik dan psikis itu berkaitan?
Ya, dua hal itu akan saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Contoh
fisik yang mempengaruhi psikis/psikologis, yaitu; saat kita sakit perut,
pasti pikiran kita tidak tenang dan tidak mampu konsentasi belajar,
bukan? Lalu, contoh kondisi psikis/psikologis yang mempengaruhi fisik,
yaitu; kalau kita ketakutan akan membuat kesalahan melakukan
presentasi di depan kelas, kita akan deg-degan, tangan keringat dingin,
dan sering kebelet buang air kecil.


Nah, sekarang kamu sudah tahu perbedaan fisik dan psikologis, bukan?
Melihat adalah salah satu cara yang vital bagi manusia untuk mengalami
hidup. Indra, secara kolektif menghubungkan manusia dengan dunia.
Ketika melihat wajah teman yang kita sayangi, merasakan tangan yang
merangkul dan menenangkan di pudak kita, atau mendengar nama kita
dipanggil. Kemampuan dalam memersepsikan dunialah yang
memungkinkan manusia untuk menjangkau dunia dengan berbagai cara
yang di lakukan setiap hari.
2. SENSASI dan PERSEPSI
Sensasi (sensation) adalah proses menerima energi rangsangan dari
lingkungan luar.
Rangsangan terdiri oleh sel reseptor khusus pada organ indra-mata,
telinga, kulit, hidung, dan lidah. Ketika sel-sel reseptor mencatat adanya
rangsangan, energi tersebut dikonversi menjadi impuls kimia listrik.
Proses perubahan energi fisik menjadi energi kimia listrik yang disebut
Transduksi (transduction).

Persepsi (perception) adalah proses mengatur dan mengartikan informasi
sensoris untuk memberikan makna.
Otak memberikan makna terhadap sensasi melalui persepsi. Menemukan

pola-pola bermakna dari informasi sensoris inilah yang disebut dengan
persepsi. Proses merasa dan memersepsi memberikan sudut pandang tiga
dimensi kepada kita tentang matahari terbenam, sebuah konser musik
rock, sentuhan kasih sayang, rasa manis, dan juga aroma bunga dan
mentol.

Psikologi sangat tertarik mengenai bagaimana kita mengindra dunia.
Para peneliti sensasi dan persepsi memiliki kekhususan yang
sangat luas, seperti oftalmologi (opthalmology), ilmu tentang
struktur, fungsi dan penyakit mata. Audiologi (audiology), ilmu
yang berhubungan dengan pendengaran. Neurologi (neurology),
penelitian ilmiah mengenai sistem saraf, dan masih banyak yang
lainnya. Untuk memahami sensasi dan persepsi dibutuhkan
pemahaman aspek-aspek fisik mengenai objek persepsi kita.
Cahaya, suara, tekstur dan lainnya. Pendekatan psikologi mengenai
proses-proses ini melibatkan pemahaman mengenai struktur fisik dan

fungsi dari organ indra, dan juga pengolahan otak terhadap informasi ini
menjadi pengalaman.


Anda mungkin akan bertanya-tanya apa hubungannya mekanika
penglihatan, pendengaran, perasa, pencium, dan peraba dengan
psikologi. Apakah mahasiswa astronomi harus mengetahui bagaimana
cara pembuatan teleskop? apakah mahasiswa biologi mempelajari bagianbagian dan cara kerja mikroskop? hal yang penting diingat adalah, organ
indra manusia dan kemampuan persepsi kita tidak sama dengan teleskop
dan mikroskop, demikian juga dengan cara kerjanya. Teleskop
memberikan para ahli astronomi gambaran objektif dari benda-benda
langit. Mikroskop memberikan gambaran objektif sel dan benda-benda
mikro lainnya kepada para ahli biologi.

Akan tetapi, mata dan otak para ahli itulah yang memainkan peran aktif
terhadap apa yang para ilmuwan "lihat". Persepsi bukanlah cerminan
langsung dari dunia nyata, tetapi lebih kepada interpretasi yang
diperhitungkan, sebuah proses konstruktif dan integratif.
(http://pintarpsikologi.blogspot.com/2013/06/definisi-mengenai-sensasidan-persepsi.html)

KONSEP MANUSIA DALAM PERSPEKTIF PSIKOANALISIS

KONSEP MANUSIA DALAM PERSPEKTIF PSIKOANALISIS
Konsep psikoanalitik tentang perilaku manusia dikembangkan oleh

Sigmund freud di eropa pada waktu yang kira – kira bersamaan dengan
perkembangan behaviorisme di amerika serikat. Freud mengkombinasikan
kognisi kesadaran, persepsi, memori gagasan tentang instingk yang
didasarkan secara biologis yang menghasilkan teori baru tentang perilaku
manusia.
Asumsi dasar teori freud adalah bahwa sebagian besar prilaku manusia
berasal dari proses bawah sadar (unconcius). Dengan proses bawah
sadar freud memaksudkan keyakinan rasa takut, dan keinginan yang tidak
disadari dalam diri seseorang tetapi tetap mempengaruhi prilakunya. Ia
yakin bahwa banyak impuls yang dilarang atau dihukum oleh orang tua
dan masyarakat selama masa kanak-kanak berasal dari instink bawaan.
Karena setiap manusia lahir dengan implus tersebut, mereka
menimbulkan pengaruh yang pervasive(mendalam yang harus ditangani
dengan cara tertentu.
Freud percaya bahwa semua tindakan kita memiliki suatu penyebab tetapi
penyebab itu lebih sering merupakan motif bawah sadar ketimbang
penalaran rasional yang menggerakan prilaku kita. Freud berpendapat
bahwa sifat manusia pada dasarnya negative, ia yakin bahwa manusia
didorong oleh insting dasar seperti hewan (terutama seks dan agresi) dan
kita secara terus menerus berjuang melawan suatu masyarakat yang

menekankan pengendalian terhadap impuls tersebut.
Freud berpendapat bahwa kesadaran yang kita ketahui hanyaklah puncak
dari gunung es mental. Dibalik permukaaan yang terlihat, terdapat bagian
pikiran yang tidak disadari, yang mengandung berbagai harapan, gairah,
dan rahasia yang menimbulkan perasaan bersalah, teriakan yang tidak
terucapkan, dan komflik antara hasrat dan kewajiban yang tidak
terungkap. Banyak diantara dorongan dan fikiran ini yang bersifat seksual
atau agresif. Kita tidak menyadarinya seiring dengan tenggelamnya kita
dalam kehidupan sehari-hari, meskipun berbagai dorongan ini dapat
muncul dalam mimpi, kesalahan ucap, ketidak sengajaan yang tampak,
bahkan gurawan.
Dalam teori psikoanalisa manusia dianggap makhluk yang jahat
karena adanya insting bawaan, dalam teori ini kepribadian
dipandang sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga unsur
atau system, yakni id, ego, dan superego. Meskipun ketiga

system tersebut memiliki fungsi, kelengkapan, prinsip-prinsip
operasi, dinamisme, dan mekanismenya masing-masing , ketiga
system kepribadian ini satu sama lain berkaitan serta membentuk
suatu totalitas. Id adalah system kepribadian yang paling dasar,

system yang di dalamnya terdapat naluri-naluri bawaan. Seperti
manusia membayangkan (mengkhayalkan) makanan saat lapar. Ego
adalah system kepribadian yang bertindak sebagai pengarah
individu kepada dunia objek dari kenyataan, dan menjalankan
fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan, menurut Freud ego
terbentuk pada struktur kepribadian individu sebagai hasil kontak dengan
dunia luar. Superego adalah system kepribadian yang berisikan
nilai-nilai dan aturan-aturan yang sifatnya evaluative. Menurut
Freud, superego terbentuk melalui internalisasi nilai-nilai atau aturanaturan oleh individu dari sejumlah figure yang berperan, berpengaruh,
atau berarti bagi individu tersebut seperti orang tua atau guru. Adapun
fungsi utama dari superego adalah: (a) sebagai pengendali dorongandorongan atau impuls-impuls naluri id agar impuls-impuls tersebut
disalurkan dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat;
(b) mengarahkan ego pada tujuan-tujuan yang sesuai dengan moral
ketimbang dengan kenyataan; dan (c) mendorong individu kepada
kesempurnaan.
Contoh:
Kasus IRJEN. Joko Susilo menggelapkan dana dari simulator SIM dan
mendapatkan keuntungan yang menakjubkan.
Dari contoh diatas bisa dianalisis dengan teori psikoanalisa yaitu:
Id: Dorongan nafsu dari Irjen Joko Susilo dengan menggelapkan uang dari

simulator untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya agar dia lebih
sejahtera menurut pandangannya.
Superego: Joko Susilo memikirkan norma yang akan dia terima ketika
keinginan dalam id itu diwujudkan nyata. Dan dia memikirkan hukuman
apa yang akan dia terima ketika menggelapkan uang tersebut. Missal,
Penjara. Dan dia berfikir mengenai status dia sebagai penegak hukum,
yang seharusnya melayani masyarakat dan menegakkan hukum.
Ego: melawan superego, dan mengimplementasi dari id. Irjen Joko Susilo
mewujudkan apa yang diinginkan oleh Id karena dorongan id terlalu kuat.
Maka dengan mewujudkan dorongan id tersebut Susilo mendapatkan
hukuman dari masyarakat sekitar.
KONSEP MANUSIA DALAM PERSPEKTIF PSIKOANALISIS

KONSEP MANUSIA DALAM PERSPEKTIF PSIKOANALISIS
Konsep psikoanalitik tentang perilaku manusia dikembangkan oleh
Sigmund freud di eropa pada waktu yang kira – kira bersamaan dengan
perkembangan behaviorisme di amerika serikat. Freud mengkombinasikan
kognisi kesadaran, persepsi, memori gagasan tentang instingk yang
didasarkan secara biologis yang menghasilkan teori baru tentang perilaku
manusia.

Asumsi dasar teori freud adalah bahwa sebagian besar prilaku manusia
berasal dari proses bawah sadar (unconcius). Dengan proses bawah
sadar freud memaksudkan keyakinan rasa takut, dan keinginan yang tidak
disadari dalam diri seseorang tetapi tetap mempengaruhi prilakunya. Ia
yakin bahwa banyak impuls yang dilarang atau dihukum oleh orang tua
dan masyarakat selama masa kanak-kanak berasal dari instink bawaan.
Karena setiap manusia lahir dengan implus tersebut, mereka
menimbulkan pengaruh yang pervasive(mendalam yang harus ditangani
dengan cara tertentu.
Freud percaya bahwa semua tindakan kita memiliki suatu penyebab tetapi
penyebab itu lebih sering merupakan motif bawah sadar ketimbang
penalaran rasional yang menggerakan prilaku kita. Freud berpendapat
bahwa sifat manusia pada dasarnya negative, ia yakin bahwa manusia
didorong oleh insting dasar seperti hewan (terutama seks dan agresi) dan
kita secara terus menerus berjuang melawan suatu masyarakat yang
menekankan pengendalian terhadap impuls tersebut.
Freud berpendapat bahwa kesadaran yang kita ketahui hanyaklah puncak
dari gunung es mental. Dibalik permukaaan yang terlihat, terdapat bagian
pikiran yang tidak disadari, yang mengandung berbagai harapan, gairah,
dan rahasia yang menimbulkan perasaan bersalah, teriakan yang tidak

terucapkan, dan komflik antara hasrat dan kewajiban yang tidak
terungkap. Banyak diantara dorongan dan fikiran ini yang bersifat seksual
atau agresif. Kita tidak menyadarinya seiring dengan tenggelamnya kita
dalam kehidupan sehari-hari, meskipun berbagai dorongan ini dapat
muncul dalam mimpi, kesalahan ucap, ketidak sengajaan yang tampak,
bahkan gurawan.
Dalam teori psikoanalisa manusia dianggap makhluk yang jahat karena
adanya insting bawaan, dalam teori ini kepribadian dipandang sebagai
suatu struktur yang terdiri dari tiga unsur atau system, yakni id, ego, dan
superego. Meskipun ketiga system tersebut memiliki fungsi, kelengkapan,
prinsip-prinsip operasi, dinamisme, dan mekanismenya masing-masing ,

ketiga system kepribadian ini satu sama lain berkaitan serta membentuk
suatu totalitas. Id adalah system kepribadian yang paling dasar, system
yang di dalamnya terdapat naluri-naluri bawaan. Seperti manusia
membayangkan (mengkhayalkan) makanan saat lapar. Ego adalah system
kepribadian yang bertindak sebagai pengarah individu kepada dunia objek
dari kenyataan, dan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip
kenyataan, menurut Freud ego terbentuk pada struktur kepribadian
individu sebagai hasil kontak dengan dunia luar. Superego adalah system
kepribadian yang berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan yang sifatnya
evaluative. Menurut Freud, superego terbentuk melalui internalisasi nilainilai atau aturan-aturan oleh individu dari sejumlah figure yang berperan,
berpengaruh, atau berarti bagi individu tersebut seperti orang tua atau
guru. Adapun fungsi utama dari superego adalah: (a) sebagai pengendali
dorongan-dorongan atau impuls-impuls naluri id agar impuls-impuls
tersebut disalurkan dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh
masyarakat; (b) mengarahkan ego pada tujuan-tujuan yang sesuai
dengan moral ketimbang dengan kenyataan; dan (c) mendorong individu
kepada kesempurnaan.
Contoh:
Kasus IRJEN. Joko Susilo menggelapkan dana dari simulator SIM dan
mendapatkan keuntungan yang menakjubkan.
Dari contoh diatas bisa dianalisis dengan teori psikoanalisa yaitu:
Id: Dorongan nafsu dari Irjen Joko Susilo dengan menggelapkan uang dari
simulator untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya agar dia lebih
sejahtera menurut pandangannya.
Superego: Joko Susilo memikirkan norma yang akan dia terima ketika
keinginan dalam id itu diwujudkan nyata. Dan dia memikirkan hukuman
apa yang akan dia terima ketika menggelapkan uang tersebut. Missal,
Penjara. Dan dia berfikir mengenai status dia sebagai penegak hukum,
yang seharusnya melayani masyarakat dan menegakkan hukum.
Ego: melawan superego, dan mengimplementasi dari id. Irjen Joko Susilo
mewujudkan apa yang diinginkan oleh Id karena dorongan id terlalu kuat.
Maka dengan mewujudkan dorongan id tersebut Susilo mendapatkan
hukuman dari masyarakat sekitar.

(http://marianofaola.wordpress.com/2014/03/12/beda-fisik-dan-psikologis/)
Email (http://books.google.co.id/books?
id=UgRK0UM3d00C&pg=PA33&lpg=PA33&dq=perilaku+dalam+perspekti
f+dalam+psikoanalisa&source=bl&ots=tBWpOmVBhL&sig=Dnu9i0N7VK20WF53M3A151tSFU&hl=id&sa=X&ei=EKQyVJfqCcePuASt2ICIB
g#v=onepage&q=perilaku%20dalam%20perspektif%20dalam
%20psikoanalisa&f=false)

Teori Belajar Behavioristik dan Penerapannya dalam Pembelajaran

A. Pengertian Belajar Menurut Pandangan Teori Behavioristik
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat
adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input
yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah
apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa
reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru
tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting
untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur.
Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang
diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon)
harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran,
sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi
atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor
penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive
reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon
dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan
semakin kuat.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1)
Reinforcement and Punishment; (2) Primary and Secondary

Reinforcement;(3) Schedules of Reinforcement; (4) Contingency
Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The
Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike,Watson,
Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya
para tokoh aliran behavioristik.

a.1 Teori Belajar Menurut Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan
respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar
seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui
alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta
didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau
gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar
dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu
yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat
mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana
cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini
disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Ada tiga hukum belajar yang utama, yakni (1) hukum efek; (2) hukum
latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini
menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.
a.2 Teori Belajar Menurut Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus
dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat
diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui
adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses
belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak
perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang
behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan
ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada
pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.
a.3 Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan
respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat
terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya
teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk

menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull
mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis
(drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam
seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam
belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun
respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam.
Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan
dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).

a.4 Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan
stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali
cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991).
Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk
menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan
terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada
respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil
belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan
respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat
sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu
sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon
bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman
(punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman
yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku
seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus
respon secara tepat. Siswa harus dibimbing melakukan apa yang harus
dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas
yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
a.5 Tori Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih
mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan
konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut
Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui
interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan
tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh
sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak
sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling
berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon

yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensikonsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya
mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam
memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami
hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami
konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuaensi yang
mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengmukakan
bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat
untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya
masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi,
demikian seterusnya.
B. Analisis Tentang Teori Behavioristik
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses
perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi
stimulus untuk merangsang siswa dalam berperilaku. Pendidik yang masih
menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum
dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang
ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian
tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang
komplek (Paul, 1997)
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik.
Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar
pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik.
Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran
berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang
berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan
faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran
yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu
menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau
hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat
diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak
mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam
hubungan stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi
tingkat emosi siswa, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan
yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak
yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif
sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam
memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan

behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat
diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau
perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir
linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini
bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu
membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga
menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.
Padahal banyak faktor yang berpengaruh yang mempengaruhi proses
belajar. Jadi teori belajar tidak sesederhana yang dilukiskan teori
behavioristik.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak
menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran.
Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative
reinforcement) cenderung membatasi siswa untuk berpikir dan
berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses
belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat
dengan Guthrie, yaitu:
1) Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat
sementara.
2) Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi
bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
3) Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain
(meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata
lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang
kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif.
Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak
pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang
muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat
negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama
menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang siswa perlu dihukum karena
melakukan kesalahan. Jika siswa tersebut masih saja melakukan
kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak
mengenakkan siswa (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan
malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong siswa untuk
memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif.
Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif (positive

reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun
bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif
adalah mengurangi agar memperkuat respons.
D. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran
Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi arah
pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga
kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan
model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar
sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku
akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila
dikenai hukuman.
Istilah-istilah seperti hubungan stimulus respon, individu atau siswa pasif,
perilaku sebagai hasil yang tampak, pembentukan perilaku (shaping)
dengan penataan kondisi secara ketat, reinforcement dan hukuman, ini
semua merupakan unsur-unsur yang sangat penting dalam teori
behavioristik. Teori ini hingga sekarang masih merajai praktek
pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada
penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat yang paling dini, seperti
kelompok bermain, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah
Menengah, bahkan sampai Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku
dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau
hukuman masih sering dilakukan.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari
beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran,
karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.
Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behvioristik
memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak
berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar
adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah
memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge)ke orang yang belajar
atau siswa. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur
pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis
dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti
ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Siswa
diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan
yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah
yang harus dipahami oleh murid (Degeng, 2006).

Demikian halnya dalam proses belajar mengajar, siswa dianggap sebagai
objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari
pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang
terstruktur dengan menggunakan standart-standart tertentu dalam proses
pembelajaran yang harus dicapai oleh para siswa. Begitu juga dalam
proses evaluasi belajar siswa diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan
dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat unobservable kurang
dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan
kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi siswa untuk berkreasi,
bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena
sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam
menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja
mesin atau robot. Akibatnya siswa kurang mampu untuk berkembang
sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa sebagai pengetahuan telah
terstruktur rapi dan teratur, maka siswa atau orang yang belajar harus
dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu
secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam
belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan
disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan
pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan
keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk
perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan
dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa atau peserta didik
adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol
belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri siswa
(Degeng, 2006).
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada
penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”,
yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang
sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau
materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau
akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan.
Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas
belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan
penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku
wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan
biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar

menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila siswa menjawab secara
“benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa
telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi
bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan
setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi
pada kemampuan siswa secara individual.

Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap
arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan
pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini
menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai
hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus
responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu
yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode
drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila
diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran
tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat
materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas
pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan
berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah
obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur
dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan
mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke
orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk
menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir
yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari
proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur
pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman
yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang
dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek
pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik.
Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang
terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses
pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam
proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata
dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang
dijangkau dalam proses evaluasi.

Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan
kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk
berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya
sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis
dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti
kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk
berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah
terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus
dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu
secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam
belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan
disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan
pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan
keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk
perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan
dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta
didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga
kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri
pebelajar.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada
penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”,
yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan
yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi
atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau
akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan.
Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas
belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan
penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku
wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan
biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar
menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab
secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa
pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar
dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan
biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini
menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.

Pengembangan Perilaku Perspektif Teori belajar Behavioristik

Prosedur-prosedur pengembangan tingkah laku baru

Di samping penggunaan reinforcement untuk memperkuat tingkah laku,
ada dua metode lain yang penting untuk mengembangkan pola tingkah
laku baru yakni shaping dan modelling.

Shaping
Kebanyakan yang diajarkan di sekolah adalah urutan tingkah laku yang
kompleks, bukan hanya “simple response”. Tingkah laku yang kompleks
ini dapat diajarkan melalui proses “shaping” atau “suc¬cessive
approximations” (menguatkan komponen-komponen respon final dalam
usaha mengarahkan subyek kepada respon final tersebut), beberapa
tingkah laku yang mendekati respon tersekolahnal. Bila guru membimbing
siswa menuju pencapaian tujuan dengan memberikan reinforcement pada
langkah-langkah menuju keberhasilan, maka guru itu menggunakan
teknik yang disebut shaping. Reinforcement dan extinction merupakan
alat agar terbentuknya tingkah laku operant baru.

Frazier dalam (Sri Esti,2006: 139) menyampaikan penggunaan shaping
untuk memperbaiki tingkah laku belajar. Ia mengemukakan lima langkah
perbaikan tingkah laku belajar murid antara lain:
• Datang di kelas pada waktunya.
• Berpartisipasi dalam belajar dan merespon guru.
• Menunjukkan hasil-hasil tes dengan baik.
• Mengerjakan pokerjaan rumah.
• Penyempurnaan.

Hasil dari lima komponen untuk memperbaiki tingkah laku menunjukkan
bahwa kehadiran masuk sekolah bertambah setelah beberapa bulan. Yang
lebih penting lagi ialah para siswa menjadi lebih bisa bekerja sama di
kelas dan menggunakan waktu belajar mereka lebih efektif.

Modelling.
Modelling adalah suatu bentuk belajar yang dapat diterangkan secara
tepat oleh classical conditioning maupun oleh operant conditioning.
Dalam modelling, seorang individu belajar menyaksikan tingkah laku
orang lain sebagai model. Tingkah laku manusia lebih banyak dipelajari
melalui modeling atau isekolahtasi, sehingga kadang-kadang disebut
belajar dengan pengajaran langsung. Pola bahasa, gaya pakaian, dan
musik dipelajari dengan mengamati tingkah laku orang lain. Modelling
dapat terjadi, baik dengan “direct reinforcement” maupun dengan
“vicarious reinforcement”. Sekolahsalnya, seseorang yang menjadi idola
kita menawarkan produk tertentu di layar TV. Kita akan merasa senang
jika bisa memakai produk serupa.

Sangat mungkin kita belajar meniru karena di-reinforced untuk
melakukannya. Hampir sebagian besar anak mempunyai pengalaman
belajar pertama termasuk reinforcement langsung dengan meniru model
(orang tuanya). Hal yang biasa jika kita mendengar bahwa anak kita
dengan bangga mengatakan, bahwa dia telah mengerjakan sebagaimana
yang telah dikerjakan orang tuanya.
Modelling juga dapat dipakai untuk mengajarkan ketrampilan-ketrampilan
akadesekolahs dan motorik.

Clarizio (1981) memberi contoh bagus tentang bagaimana guru
menggunakan modelling untuk mengembangkan sekolahnat murid-murid
terhadap literatur bahasa Inggris. la memberi contoh membaca buku
bahasa Inggris kadang-kadang tertawa terbahak-bahak, tersenyum,
mengerutkan dahi dan sebagainya, untuk membangkitkan sekolahnat
anak terhadap buku itu.
Modelling bisa diterapkan di SEKOLAH dengan mengambil guru maupun
orang lain atau anak lain yang sebaya sebagai model dari suatu tingkah
laku, mungkin pelajaran akidah akhlak, Qur’an Hadits, Bahasa Arab,
Bahasa Inggris, dan lain-lain. Berkaitan dengan pengajaran keterampilan
motorik dan akadesekolahs. Suatu sekolahsal siswa diajak ke suatu
tempat di mana terdapat sesuatu yang bisa ditiru oleh anak atau
menghadirkan model tersebut ke dalam kelas/ sekolah.

Prosedur-prosedur Pengendalian atau Perbaikan Tingkah Laku.

Memperkuat Tingkah Laku Bersaing

Dalam usaha merubah tingkah laku yang tak diinginkan diadakan
penguatan tingkah laku yang diinginkan sekolahsalnya dengan kegiatan –
kegiatan kerjasama, membaca dan bekerja di satu meja untuk mengatasi
kelakuan-kelakuan menentang, melamun, dan hilir mudik.
Sekolahsalnya, sekelompok siswa SEKOLAH memperlihatkan tingkah laku
yang tidak diinginkan, yaitu menarik rambut, mengabaikan perintah guru,
berkelahi, berjalan sekeliling kelas. Sesudah menerapkan aturan-aturan
kelas kepada siswa, guru melupakan atau mengabaikan tingkah laku
siswa yang mengacau dan memuji tingkah laku siswa yang memberi
kesempatan guru untuk mengajar. Dalam beberapa waktu, social
reinforcement untuk tingkah laku yang tepat mengurangi tingkah laku
yang tidak diinginkan.

Ekstingsi
Ekstingsi ialah proses di mana suatu operant yang telah terbentuk tidak
mendapat reinforcement lagi. Ekstingsi dilakukan dengan
membuat/meniadakan peristiwa-peristiwa penguat tingkah laku. Ekstingsi
dapat dipakai bersama-sama dengan metode lain seperti “modelling dan
social reinforcement”. Sekolahsalnya, Ana salah seorang siswi kelas tiga
SEKOLAH selalu mengacungkan tangan ketika guru mesekolahnta para
siswa untuk menjawab pertanyaan. Tetapi guru tidak memberikan
perhatian pada Ana yang ingin menjawab pertanyaan gurunya tersebut.
Suatu ketika Ana tidak mau lagi mengacungkan tangan ketika guru
mesekolahnta para siswa untuk menjawab pertanyannya meskipun ia bisa
menjawabnya.

Guru-guru sering mengalasekolah kesulitan mengadakan ekstingsi karena
mereka harus belajar mengabaikan “sekolahsbehaviors” tertentu. Tentu
saja ada jenis-jenis tingkah laku yang tidak dapat diabaikan oleh guruguru terutama tingkah laku yang menyinggung perasaan murid-murid.

Ekstingsi berlangsung terutama jika reinforcement adalah per¬hatian.
Apabila murid memperhatikan ke sana ke mari, maka perubahan interaksi
guru murid akan menghentikan tingkah laku murid tersebut.

Satiasi
Satiasi adalah suatu prosedur menyuruh seseorang melakukan perbuatan
berulang-ulang sehingga ia menjadi lelah atau jera. Contoh: seorang ayah
yang memergoki anak kecilnya merokok menyuruh anak merokok sampai
habis satu pak sehingga anak itu bosan.
Krumboltz dan Krumboltz (1972) menyatakan jika tingkah laku yang
diulang berbeda dengan tingkah laku yang tidak diinginkan maka satiasi
tidak tepat. Yang tepat adalah menerapkan metode disiplin seperti
menulis 100 kali. Guru sebaiknya mencoba memperkuat tingkah laku
yang tepat untuk menggantikan tingkah laku yang tidak diinginkan.

Perubahan Lingkungan Stimuli
Beberapa tingkah laku dapat dikendalikan oleh perubahan kondisi stimuli
yang mempengaruhi tingkah laku itu. Jika murid terganggu oleh suara
gaduh di luar kelas, ketukan jendela dapat menghentikan gangguan itu.
Jika suatu tugas yang sulit mengecewakan murid, maka guru dapat
mengganti dengan tugas yang kurang begitu sulit. Jika di kelas ada dua
orang murid yang termenung saja, guru dapat menghampiri atau duduk di
dekat mereka.¬

Hukuman
Untuk memperbaiki tingkah laku, hukuman hendaknya dite¬rapkan di
kelas dengan bijaksana. Hukuman dapat mengatasi tingkah laku yang tak
diinginkan dalam waktu singkat, untuk itu perlu disertai dengan
reinforcement. Hukuman menunjukkan apa yang tak boleh dilakukan
murid, sedangkan reward menunjukkan apa yang mesti di¬lakukan oleh
murid.
Bukti menunjukkan, bahwa hukuman atas kelakuan murid yang tak pantas
lebih efektif daripada tidak menghukum.

Ada dua bentuk hukuman:

• Pemberian stimulus derita, sekolahsalnya: bentakan, cemoohan, atau
ancaman.
• Pembatalan perlakuan positif, sekolahsalnya: mengambil kembali suatu
mainan atau mencegah anak untuk bermain-main bersama temantemannya.

Harus kita ingat dalam memberikan hukuman, bahwa hukuman sering
tidak disetujui oleh kelompok teman sebaya. Sia-sialah guru menghukum
seorang anak jika teman–temannya kelihatan tidak setuju terhadap
hukuman itu. Hukuman hendaknya dilaksanakan Iangsung, secara kalem,
diser¬tai reinforcement dan konsisten.

Langkah-langkah Dasar Modifikasi Tingkah Laku

Berikut ini adalah langkah-langkah bagi guru SEKOLAH dalam
mengadakan analisa dan modifikasi tingkah laku pada peserta didik:

Mendefinisikan dan menyatakan secara operasional tingkah laku yang
dapat diubah. Contoh, guru mendefinisikan dan menyatakan secara
operasional tingkah laku yang akan diubah. Guru menulis tingkah laku
khusus pada papan yang ditempelkan di kelas: (a) ”Saya akan tetap di
tempat duduk, kecuali diberi izin untuk meninggalkannya” dan (b) ”Saya
tidak akan bicara dengan teman dan gaduh selama mengikuti pelajaran.

Melakukan pengamatan terhadap frekuensi tingkah laku yang perlu
diubah. Sekolahsalnya, berapa kali siswa meninggalkan tempat duduk
dalam waktu satu jam atau selama pelajaran berlangsung? Guru
kemudian membuat catatan rata-rata pelanggaran dari aturan yang dia
buat. Dia mengacak 12 observasi yang dia lakukan selama 5 menit tiap
hari dalam beberapa hari. Ditemukan bahwa rata-rata siswa
meninggalkan tempat duduk 12 kali. Bicara dengan teman selama
mengikuti pelajaran rata-rata 15 kali dalam satu hari. Dan sebagainya.

Menciptakan situasi belajar atau treatment sehingga terjadi tingkah laku
yang diinginkan. Sebelum memulai reinforcement untuk tingkah laku yang

tepat, cobalah periksa untuk menentukan apakah individu dapat
mengatasi hambatan sehingga sampai pada tingkah laku yang diinginkan
seperti dengan persekolahntaan verbal atau dengan mengembangkan
suatu situasi di mana tingkah laku yang kita inginkan itu barangkali
terjadi. Contoh, “marilah anak-anak kita bersihkan masjid agar bisa kita
pakai untuk sholat berjamaah.”

Mengidentifikasi “reinforcers” yang potensial. Suatu stimuli tidak
diperkuat secara tepat. Selain itu, apakah diperkuat pada suatu waktu
tidak akan diperkuat lagi. Contoh, guru menciptakan ‘menu’ dari
reinforcement dengan mesekolahnta siswa untuk mengisi suatu survey
reinforcement. Angket ini menanyakan tentang kegiatan yang mereka
lakukan di kelas, makanan cesekolahlan yang mereka sukai, barangbarang yang mereka sukai, dan lain-lain.

Memperkuat tingkah laku yang diinginkan, dan jika perlu menggunakan
prosedur-prosedur untuk memperlemah tingkah laku yang tidak pantas.
Sekolahsalnya, guru memberi system token kepada kelas. Ia menjelaskan
bagaimana setiap siswa akan mendapatkan angka setiap kali guru
‘menangkap’ siswa mengikuti aturan kelas. Angka ini dicatat oleh guru
pada kartu identitas dan kemudian akan dibagikan pada hari tertentu.

Menyusun rekaman/ catatan tingkah laku yang diperkuat untuk
menentukan kekuatan-kekuatan atau frekuensi respon telah bertambah.
Dengan membandingkan kemajuan pada waktu perlakuan (treatment)
atau pada waktu belajar pada awal atau pada pertengahan belajar, kita
akan tahu apakah kemungkinan reinforcement akan mempunyai dampak
pada modifikasi tingkah laku. Jika reinforcement tidak berpengaruh pada
tingkah laku, kita kemudian harus menentukan mengapa hal itu terjadi
kemudian membuat penyesuaian. Sekolahsalnya, guru berusaha
mesekolahnimalisir tingkah laku siswa yang tidak diinginkan agar pada
gilirannya tingkah laku tersebut tidak muncul sama sekali.

Pengajaran Terprogram

Pengajaran terprogram menerapkan prinsip-prinsip “operant conditioning”
bagi belajar siswa di sekolah. Pengajaran ini ber¬langsung seperti halnya
paket pengajaran diri sendiri yang menyajikan suatu topik yang disusun
secara cermat untuk dipelajari dan dikerjakan oleh murid. Tiap-tiap
pekerjaan murid langsung diberi “feedback”. Program dapat tertuang
dalam buku-buku, mesin-mesin meng¬ajar, atau komputer (Computer
Asisten Instruction).

Pengajaran terprogram berusaha memajukan belajar dengan:
• Memerinci bahan pelajaran menjadi unit-unit kecil.
• Memaksa murid mereaksi unit-unit kecil itu.
• Memberitahukan hasil belajar secara langsung, dan
• Memberi kesempatan untuk bekerja sendiri.

Ada bermacam-macarn pengajaran terprogram, antara lain:
• Program linear: program ini dikembangkan oleh Skinner. Penyusun
Program menentukan urut-urutan kegiatan murid untuk menyelesai¬kan
program. Tiap bagian program berisi perincian kecil pengetahuan.
• Program intrinsik atau “branching program”: Program ini
dikem¬bangkan oleh Croder. Dalam program ini respon-respon murid
menentukan rute atau arah kegiatan murid-murid menentukan rute atau
arah kegiatan murid itu. Rute-rute alternatif disebut “branches” yang
merupakan prediktor-prediktor permasalahan yang akan mem¬perbaiki
respon murid, Crowder menggunakan peryataan-per¬nyataan pilihan
ganda.

Dalam pengajaran terprogram ada tiga kelakuan pokok murid dalam
belajar, yaitu review, under-lining, dan note taking. Beberapa kriteria
terhadap metode peng¬ajaran terprogram, antara lain : kurang
mengembangkan kreatifitas, kurang memberi pengalaman humanisasi,
kurang memberi kesempatan untuk merespon dengan berbagai aktivitas.

Program Pengajaran Individual

Prinsip-prinsip pengajaran terprogram telah diterapkan dalam programprogram pengajaran individual. Program pengajaran individ¬ual telah
dikembangkan pada beberapa lembaga pendidikan seperti:
• Program for learning in Accordance With Needs (PLAN), pada
Westinghouse Corporation.
• Individually Guide Education (IGE), pada Pusat Penelitian dan
Pengembangan Belajar Kognitif Universitas Pittsburgh.

Program pengajaran individual disusun dalam bentuk unit-unit belajarmengajar dengan rumusan tujuan, bahan pelajaran, dan cara-cara untuk
mencapai tujuan pembelajaran.

Tiap-tiap unit belajar mengajar dimulai dengan tujuan belajar yang akan
dicapai oleh murid, baru kemudian aktivitas belajarnya. Aktivitas belajar
terdiri atas bahan-bahan pelajaran, pertanyaan tes, dan pertanyaanpertanyaan diskusi. Jika murid dapat menyelesaikan tes-tes dengan baik,
ia melanjutkan b