Sejarah dan Pengertian Sosiologi (1)

Sejarah dan Pengertian Sosiologi

A. Manfaat mempelajari Sosiologi :
1. Mempelajari, menjelaskan, menganalisis, dan meneliti fenomena sosial, gejala
sosial dan masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat.
2. Hasil-hasil penelitan sosiologi dapat digunakan sebagai acuan dalam perencanaan
pembangunan atau sebagai acuan untuk pengambilan untuk pengambilan
kebijakan pemerintah dalam pembangunan.
3. Hasil-hasil penelitan sosiologi dapat digunakan untuk menyelesaikan masalahmasalah sosial yang terjadi di masyarakat.
4. Metode-metode penelitan sosiologi mempunyai kemampuan
yang baik dalam memprediksi dan menginterpretasikan data
yang menyangkut hubungan sebab akibat.
B. Lahirnya Sosiologi
Lahirnya sosiologi ke dalam ilmu pengetahuan, tercatat pada saat Auguste Comte
(ahli teori dari Prancis) menerbitkan bukunya yang berjudul Positive-Philosophy
tahun 1842.
“sosiologi : ilmu yang muncul dari berbagai spekulasi tentang masyarakat, individu,
interaksi sosial, struktur sosial - “STUDI ILMIAH TENTANG MASYARAKAT”.
Sosiologi berasal dari kata: socius (kawan atau teman) dan logos yang berarti
berbicara (ilmu). Jadi, sosiologi adalah ilmu yang membahas pergaulan atau perilaku
manusia di masyarakat. Setiap masyarakat melewati 3 tahap pembangunan

berdasarkan bentuk pengetahuan sebagai pondasi: agama, metafisika, dan ilmu
pengetahuan.
Sosiologi sebagai “Cara untuk Melihat”
Sosiologi membantu kita menjawab pertanyaan tentang hidup:
- Dasar identitas kita.
- Hubungan individu dengan masyarakat dan orang lain.
1. Menurut Mills, imajinasi sosiologi melihat kehidupan kita sebagai bagian dalam
konteks sosial, seperti keluarga, pekerjaan kita atau perkumpulan dengan temanteman kita dan disinilah kita akan menemukan diri kita.
2. Perspektif sosiologi merupakan perspektif untuk melihat berbagai koneksi dan
konteks. Sosiologi menghubungkan individu dengan dunia dimana kita hidup. Dan
secara sederhananya, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia di
masyarakat (Michael Kimmel and Amy Aronson, 2009: 4-5).
C. Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan memiliki empat unsur yaitu,
1. Bersifat empiris.

Sosiologi itu didasarkan pada pengamatan dan penalaran terhadap
kenyataan dan hasilnya tidak bersifat spekulatif.
2. Bersifat teoritis.
Sosiologi selalu berusaha untuk menyusun abstraksi dari hasil-hasil
pengamatan. Abstraksi tersebut merupakan kerangka dari unsur-unsur


yang tersusun secara logis serta bertujuan untuk menjelaskan
hubungan-hubungan sebab akibat sehingga menjadi teori.
3. Bersifat kumulatif.
Teori-teori sosiologi memperbaiki, memperluas, serta memperhalus
teori-teori yang lama.
4. Bersifat non etis.
Yang dipersoalkan sosiologi bukanlah baik buruknya fakta tertentu,
akan tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta tersebut secara
analistis.
Menurut Soerjono Soekanto (1982:23) terdapat beberapa unsur Masyarakat sebagai
objek sosiologi, yaitu :
-

Adanya manusia yang hidup bersama
Bercampur dalam waktu yang lama
Mereka sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan

PERSPEKTIF SOSIOLOGI
Teori adalah analisis dan pernyataan mengenai bagaimana dan kenapa serangkaian fakta

berhubungan dengan sesuatu yang lain. Berbagai teori membantu sosiolog menjelaskan
mengapa dan bagaimana masyarakat bekerja. Dengan kita menggunakan teori yang ada maka
kita akan bisa menjawab berbagai pertanyaan, seperti: mengapa suatu hal bisa terjadi, kondisi
apa yang mempengaruhi dan merubah. Dan pada akhirnya, kita akan berada dalam posisi
untuk mengetahui “apa yang benar-benar kita bisa lakukan tentang bentuk masyarakat kita”.
 2 Perspektif Utama (berdasarkan pada level analisis) :
1. Perspektif Makro
perspektif "besar" yang melihat pada proses-proses sosial di seluruh masyarakat
(memeriksa keterkaitan struktur sosial berskala besar dan keterkaitan dengan
yang lain) sehingga akan terlihat setiap masalah yang saling berkaitan, hubungan
timbal baliknya, dan bagaimana terjadinya perubahan masyarakat.
2. Perspektif Mikro
fokus pada pola interaksi individu, mengapa dan bagaimana individu
berhubungan satu sama lain, bagaimana interaksi yang kita dapatkan akan
membentuk masyarakat yang lebih besar.
 Perspektif Interaksionisme Simbolik
Perspektif tingkat mikro
Interaksionisme simbolik berfokus pada pola interaksi individu. Manusia saling
menerjemahkan dan mendefinisikan tindakannya berdasarkan “MAKNA”
Masyarakat terbentuk oleh orang-orang berinteraksi bersama-sama setiap hari.

 Realitas sebagai proses bukan merupakan suatu yang statis
o Setiap manusia bukan “barang jadi” tetapi barang yang “akan jadi”; konsep diri
(berdasarkan pada “negosiasi” makna dengan orang lain)
o Masyarakat dan struktur sosial dipahami melalui interaksi sosial yang didasarkan
pada berbagi pemahaman, bahasa, dan simbol.

o Simbol adalah sesuatu yang berdiri untuk mewakili, atau menandakan sesuatu
yang lain dalam suatu budaya tertentu.
 Interaksionisme Simbolik
o Struktur sosial dilihat sebagai produk interaksi bersama para anggota masyarakat.
o Manusia tidak beraksi secara pasif dan mekanis terhadap faktor-faktor sosial
(seperti struktur sosial, sistem, peranan di masyarakat) dan secara psikologis
(keinginan, sikap, motivasi) namun merancang perilakunya secara aktif , yaitu :
- Mengarahkan atau menghadirkan diri pada hal-hal yang didengar, dilihat atau
diperintahkan
- Menafsirkan berbagai hal
- Memperhitungkan situasi konkret dan spesifik dimana kondisi sebelumnya terjadi.
o Mind (pikiran) manusia merupakan salah satu cara bertindak imanusia yang
berlangsung di dalam diri individu. Percakapan dalam batin adalah percakapan
antara “aku” dengan yang “lain” di dalam aku.

 Perspektif Struktural Fungsional
- Perspektif ini menyatakan bahwa kehidupan sosial terdiri dari beberapa tingkatan
yang berbeda dan terintegrasi; memungkinkan dunia dan individu yang di
dalamnya untuk menemukan stabilitas, ketertiban, dan makna.
- Parsons percaya bahwa masyarakat cenderung ke arah KESEIMBANGAN dalam
semua komponen bagian di masyarakat.
 Perspektif Konflik
Dibangun dalam rangka untuk menentang perspektif struktural fungsionalis.
- Perspektif konflik melihat adanya dinamika masyarakat dimana ketertiban dan
ketahanan sosial adalah hasil dari konflik antara kelompok-kelompok yang berbeda.
- Teori konflik percaya bahwa mereka yang memiliki “daya” berusaha
mempertahankannya; mereka yang tidak memiliki kekuatan berusaha untuk
mengubah sistem untuk mendapatkan kekuatan.
- Perjuangan antara si kaya dan si miskin secara terus menerus merupakan
pengorganisasian prinsip masyarakat, dan ketegangan dinamis antara kelompokkelompok ini memberikan gerak dan koherensi masyarakat.
- Perspektif ini termasuk orang-orang yang menekankan ketidaksetaraan gender (teori
feminis), ketidaksetaraan rasial (teori ras kritis), atau berbasis kelas ketidaksetaraan
(teori Marxis atau teori sosialis)