Spionase dan Implikasi Hubungan Luar Neg
Makalah
Spionase Dalam Implikasi Hubungan
Luar Negeri Indonesia
Karya Tulis Disajikan Sebagai
Bentuk Tugas Mata Kuliah “Kewiraan”
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Syamsul Ma’arif Bontang
Disusun Oleh: Afif Asyhari
N.I.M.: 130.103.16
Daftar isi
Hal.
Cover dalam ....................................................................................................
1
Daftar isi ..........................................................................................................
2
BAB I
3
Muqaddimah (Abstract) ...................................................................................
3
BAB II
7
Rumusan Masalah Dan Batasan Masalah ......................................................
7
Dasar Adanya Kerjasama Bilateral-Multilateral ...............................................
8
Resiko Kegagalan Kerjasama Bilateral Maupun Multilateral ..........................
11
Menghindari Resiko sebab Kegagalan Kerjasama Dalam Kancah Bilateral
13
dan Multilateral ................................................................................................
Beberapa Barometer Sebagai Tinjauan Suatu Kerjasama .............................
14
Bentuk–Bentuk Kejenuhan Yang Mengarah Pada Kegagalan Kerjasama
15
Bilateral, Regional dan Multilateral ..................................................................
BAB III
17
Kesimpulan dan saran .....................................................................................
17
Lampiran .........................................................................................................
19
Referensi .........................................................................................................
20
BAB I
Muqaddimah (Abstract)
Dari awal dikenalnya pemakaian istilah bahasa spionase dan istilah implikasi,
hingga saat ini maka dari keduanya dapat di temukan suatu rangkaian causalitas
atau sebab-akibat sebagai bagian dari dampak suatu aktivitas atau perbuatan.
Terkait dengan hal itu, maka akan didefinisikan terlebih dulu makna spionase dan
implikasi.
Spionase:
Dari id.wikipedia.com dapat diperoleh referensi yang menyatakan:
“Spionase (pengintaian, memata-matai dari bahasa Perancis espionnage) adalah
suatu praktik untuk mengumpulkan informasi mengenai sebuah organisasi atau
lembaga yang dianggap rahasia tanpa mendapatkan izin dari pemilik yang sah dari
informasi tersebut. Yang membedakan spionase dengan bentuk pengumpulan
informasi intelijen lainnya adalah bahwa spionase bisa mengumpulkan informasi
dengan mengakses tempat di mana informasi tersebut disimpan atau orang yang
mengetahui mengenai informasi tersebut dan akan membocorkannya melalui
berbagai dalih.”
Spionase dalam bahasan ini adalah aktivitas yang di lakukan oleh badan intelijen
murni, bukan wartawan yang meliput berita untuk publik. Tetapi jika seorang
wartawan memiliki misi ganda, maka etika kewartawananya musnah. Yang ada
adalah intelijen bertopeng.
Lebih lanjut, uraian id.wikipedia.com tersebut memberi keterangan yang maknanya
adalah: Spionase biasanya dianggap sebagai bagian dari upaya institusional
(misal, pemerintahan atau badan intelijen). Istilah spionase pada mulanya dianggap
sebagai suatu keadaan memata-matai musuh potensial atau aktual, terutama untuk
tujuan militer, tetapi kini telah berkembang untuk memata-matai perusahaan, yang
dikenal secara spesifik sebagai spionase industrial. Banyak negara secara rutin
memata-matai baik musuh maupun aliansi mereka, walaupun mereka memiliki
kebijakan untuk tidak berkomentar akan hal ini. Selain mempekerjakan agen-agen
pemerintah sendiri, banyak yang juga menyewa perusahaan swasta untuk
mengumpulkan informasi misalnya, SCG International Risk, BIN, FBI, CIA, KGB dan
yang lainnya. Kamus Hukum Black (1990) mendefinisikan spionase sebagai:
"...mengumpulkan, mengirimkan, atau menghilangkan...informasi yang berhubungan
dengan pertahanan nasional."
Hingga disini penulis menemukan pergeseran makna awal spionase (espionnage)
dari memata-matai, mengintai, menjadi arti yang lebih spesifik karena aktivitas
tersebut di dasarkan pada satu motive, yaitu berdasarkan referensi Kamus Hukum
Black (1990) tersebut.
Pengertian spionase bila di definisikan dengan hukum islam akan menambah
kelengkapan terminologinya, seperti pada paragraf berikut ini..
Spionase atau Tajassus adalah mengorek-ngorek suatu berita. Secara bahasa
bila dikatakan, jassa al-akhbar wa tajassasa-ha, artinya adalah mengorek-mengorek
suatu berita. Jika seseorang mengorek-ngorek berita, baik berita umum maupun
rahasia, maka ia telah melakukan aktivitas tajassus (spionase). Orang semacam ini
disebut jaasus (mata-mata). Suatu aktivitas bisa terkategori tajassus (spionase), jika
di dalamnya ada unsur mengorek-ngorek (mencari-cari) berita. Sedangkan berita
yang dikorek-korek (dicari-cari itu) tidak harus berita rahasia. Akan tetapi semua
berita, baik umum maupun rahasia. Walhasil, tajassus adalah mencari-cari berita
baik yang tertutup, maupun yang jelas.
Jika suatu berita bisa didapatkan secara alami tanpa perlu mencari-cari
(tafahhashu), atau tanpa perlu melakukan aktivitas tajassus untuk mengetahui berita
tersebut; atau hanya sekedar mengumpulkan, menyebarkan, dan menganalisa suatu
berita, maka semua ini tidak termasuk dalam kategori spionae (tajassus), selama
tidak ada unsur mencari-cari (mengorek-ngorek) berita itu lebih lanjut. Jika
seseorang mencari berita dalam kondisi semacam ini, maka ini tidak disebut dengan
tajassus. Sebab, yang disebut mencari-cari berita atau hingga disebut tajassus
adalah, mencari-cari (mengorek-ngorek), mengusut-usut berita, dengan tujuan untuk
menelitinya lebih dalam.
Adapun orang yang mencari berita untuk dikumpulkan, dan menelitinya tidak untuk
tujuan mengusut berita itu lebih lanjut, namun mengumpulkannya untuk disebarkan
kepada masyarakat, maka hal ini tidak disebut tajassus. Orang yang mencari, dan
mengumpulkan berita, seperti redaktur koran, atau wakil-wakil kantor berita tidak
disebut dengan jaasus (mata-mata). Akan tetapi, bila profesinya sebagai redaktur
koran, wakil kantor berita itu digunakan sebagai media untuk melakukan aktivitas
tajassus; pada kondisi semacam ini, ia disebut jaasus (mata-mata). Orang tersebut
disebut mata-mata, bukan karena posisinya sebagai redaktur koran yang mencari
berita, akan tetapi karena aktivitas mata-mata yang ia lakukan dengan menyaru
sebagai wartawan. Kenyataan seperti ini banyak dilakukan oleh wartawan-wartawan
kafir harbiy yang masuk ke negeri-negeri Islam.
Pegawai dinas intelejen, biro mata-mata, dan lain-lainnya, yang bertugas mengorekngorek berita (memata-matai), maka, mereka adalah mata-mata (jaasus). Sebab,
aktivitasnya
sudah
terkategori
sebagai
aktivitas
spionase
tajassus.
(Taqiyyuddin al-Nabhani, al-Syakhshiyyah al-Islaamiyyah, juz II, ed.III, 1994, Daar alUmmah, Beirut, Libanon, hal. 211-212), (http://muhakbarilyas.blogspot.com/2013/01/definisidan-fakta-tajassus.html).
Hingga paragraf ini maka dapat ditemukan keywords penting:
Spionase (espionage), tajassus, jassa al-akhbar wa tajassasaha, musuh potensial,
musuh aktual, kamus hukum black, wartawan, redaktur, wartawan kafir harbiy,
tafahhas.
Implikasi:
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, implikasi dapat di artikan keterlibatan atau
keterkaitan. Dalam makalah ini penulis lebih conderung mangartikan “keterkaitan”,
karena implikasi di sandingkan dengan siponase, akan memiliki intensitas makna
yang lebih dalam yaitu “sebab-akibat”, (contoh kalimat: disebabkan perbuatan
sekelompok spionase yang menyaru sebagai wartwan, maka negara sahabat itu jadi
berseteru).
Jadi makalah dengan judul:
Spionase dalam Implikasi Hubungan Luar Negeri Indonesia, dapat di artikan
dengan: “aktifitas para intelijen asing dan keterlibatannya terhadap kelancaran
hubungan bilateral dan multi-lateral bagi Negara Indonesia”.
BAB II
Rumusan Masalah, Batasan Masalah dan Pembahasan
Rumusan Masalah
Makalah dengan judul Spionase Dalam Implikasi Hubungan Luar Negeri Indonesia
ini menitik beratkan rumusan masalah pada “implikasi hubungan luar negeri
indonesia” ketika kasus spionase menjangkiti proses hubungan kerjasama dan
metode atau teknis untuk menyelesaikan masalah itu.
Batasan Masalah
Makalah dengan judul Spionase Dalam Implikasi Hubungan Luar Negeri Indonesia
ini memiliki batasan masalah pada “kasus spionase pihak luar negeri kepada
pemerintah Indonesia”
Pembahasan masalah pada makalah ini meliputi:
1) Dasar Adanya Kerjasama Bilateral-Multilateral,
2) Resiko Kegagalan Kerjasama Bilateral Maupun Multilateral,
3) Menghindari Resiko sebab Kegagalan Kerjasama Dalam Kancah Bilateral dan
Multilateral,
4) Beberapa Barometer Sebagai Tinjauan Suatu Kerjasama,
5) Bentuk–Bentuk Kejenuhan Yang Mengarah Pada Kegagalan Kerjasama
Bilateral, Regional dan Multilateral
2.1. Dasar Adanya Kerjasama Bilateral-Multilateral
Dalam pemahaman dan interaksi sosial setiap orang ingin dirinya berteman,
berkawan dan bersahabat dengan orang lain, inilah fitrah atau anugerah alami untuk
setiap manusia. Siapapun manusia, tidak sanggup hidup tanpa adanya akses sosial.
Maka dengan demikian seseorang dengan orang lain akan membiasakan dengan
adanya kounikasi sosial dan begitu juga keadaan para penduduk di negara lain yang
memiliki hukum, budaya dan toritery.
Spionase akan terjadi jika telah-ada hubungan bilateral atau multilateral, karena
pada dasarnya kerjasama dua negara atau lebih akan terjadi bayak faktor, tujuan
dan resiko.
Faktor dan tujuan kerjasama bilateral dan multilateral diantaranya adalah:
1. Suatu negara tidak dapat memenuhi kebutuhan ekonominya hanya dengan
mengandalkan kemampuan negaranya sendiri secara terus menerus.
2. Secara geografis, antara satu wilayah dengan wilayah lain memiliki karakteristik
tertentu yang berbeda–beda. Perbedaan kondisi geografis menyebabkan
potensi yang dimiliki suatu negara berbeda–beda. Satu potensi yang dimiliki
suatu negara belum tentu dimiliki negara lainnya, demikian pula sebaliknya.
3. Adanya persamaan kepentingan, yang sering disebut asosiasi dalam lingkup
internasional.
4. Adanya
persamaan
dalam
suatu
kawasan
geografis
sehingga
lebih
memungkinkan adanya kerja sama, misalnya ASEAN, APEC, AFTA, NAFTA
GN, FPDA dan lain – lain.
5. Adanya permasalahan ekonomi yang selalu berkembang dari waktu ke waktu
yang menuntut suatu pemecahan perlu dilakukannya hubungan secara bilateral,
regional, maupun multilateral.
6. Era globalisasi menuntut adanya hubungan antar negara di dunia, sebab
keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara tidak hanya ditempuh melalui
kekuatan atau kemampuan sendiri dari dalam negeri saja, namun diperlukan
kerja sama antar negara.
Resiko dari kerjasama bilateral dan multilateral adalah:
7. Kegiatan kerjasama yang di susupi oleh suatu motive tertentu akan mendorong
adanya proses pencarian berita yang belebihan, kondisi inilah yang mendorong
terjadinya aksi spionase dalam arti yang lebih luas.
Secara umum titik berat dalam hubungan internasional antara lain dalam bidang
pertahanan dan keamanan, ekonomi, sosial budaya, dan ideologi.
Hubungan semacam ini biasanya diarahkan untuk memajukan kepentingan masing
masing negara atau untuk kepentingan bersama umat manusia yang bersifat
universal. Suatu negara dapat melakukan hubungan internasional manakala
kemerdekaan dan kedaulatannya, baik secara de facto maupun de jure telah diakui
oleh negara lain.
Dengan adanya kerjasama dalam bentuk diplomasi, maka sesama negara bisa
mengirimkan ahli diplomat berupa duta besar, konsulat jendral, kamar dagang dll.
Apabila proses kerjasam ini di manage dengan baik, maka tujuan kerjasama ini akan
tercapai, tapi
jika proses kerjasama ini bermakna ganda, maka indikasi
penyimpangan ini akan segera diketahui dan kerjasama dua negara bersahabat
akan segera berakhir dengan cara baik-baik ataupun berakhir dengan cyberwar,
perang dingin dan perang terbuka.
Jadi indikasi keberhasilan kerjasama dengan negara lain akan terukur jika struktur
kerjasama yang telah di sepakati di jalankan sesuai koridor hukum dalam
kesepakatan awal.
2.2. Resiko Kegagalan Kerjasama Bilateral Maupun Multilateral
Membaca, menela’ah dan mengkaji ulang peradaban dan kemampuan manusia
dalam menjalani proses kerjasama antar negara, maka akan di peroleh berbagai
bahan pembelajaran sebagai berikut:
1) Indikator diketahui dari perlakuan hukum yang diterima expatriat dari negara
masing masing yang terikat perjanjian kerjasama,
2) Adanya munculnya rasa nasionalisme yang di tunjukkan oleh rakyat dari negara
yang bersangkutan, sebagai metode pembelaan negara,
3) Kegagalan kerjasama bilateral akan diketahui indikasi buruknya jika para
diplomat masing-masing negara membonceng agen intelijen dari negara masing
masing untuk usaha yang lebih intens terkait penyadapan berita spionase,
sabotase dan perangan intelijen dengan segala upaya dan keahliannya baik fisik
maupun power-skill.
4) Adanya indikasi perang diplomatik oleh negara yang bersangkutan, diera
modern yang kita kenal ada istilah perang cyber / cyberwar yang di deklarasikan
oleh bagian rakyat dari negara yang bersangkutan sebagai aksi nasionalisme.
5) Sedang perang cyberwar dalam arti yang sesungguhnya adalah apabila kepala
negara memerintahkan atau mengisyaratkan spionase dengan methode
cyberwar dan segala aktifitas disediakan oleh negara.
6) Kekagagalan diplomasi dua negara bisa menyulut perang cyberwar dengan
mengendalikan segala kekuatan SDM dan alat pertahanan yang dikendalikan
oleh media digital dengan akses cyber. dengan peralatan pertahanan tanpa
awak atau tanpa prajurit bisa menerobos benteng pertahanan dari negara yang
bersangkutan, sehingga obyek-obyek yang telah di incar akan dengan mudah di
kuasai (di intai, disabotase, di hancurkan).
7) Kegagalan diplomasi bilateral dapat memicu ketegangan multilateral, karena
pada negara di kawasan tertentu memiliki perjanjian kerjasama dengan negara
lainnya.
8) Kegagalan diplomasi bilateral dapat memicu lahirnya kerjasama militer
multilateral, dengan demikian kegagalan kerjasama bilteral bisa menyeret dan
mengakibatkan adanya lingkaran peperangan global.
9) dengan
demikian
kegagalan
kerjasama
bilteral
bisa
menyeret
dan
mengakibatkan adanya lingkaran peperangan global, akan berpengaruh pada
kondisi global dan mengganggu kondisi ekonomi, pendidikan dan lingkungan
global.
10) Adanya kegagalan kerjasama diplomasi bilateral sedapat mungkin di tekan,
karena berkaca pada sejarah masa lalu, kegagalan komunikasi Roosvelt dan
Churchil menyeret negara blok timur dan barat beradu senjata, mempertaruhkan
kekuatan ekonomi dan memaksa rakyat berbaris dalam militer.
11) Paradigma pemikiran manusia setiap zaman terkait kerjasama antar negara
akan selalu berubah dan menyesuaikan dengan kondisi saat itu. Sebagai
contoh: zaman kejayaan cina dan mesir masa-lalu memiliki karakteristik yang di
dasarkan pada kondisi konvensional, dapat bertahan dalam kurun waktu yang
lama, meskipun kekuatan budaya mereka hilang dan hancur karena bencana
alam dan peperangan. Di era global saat ini, segala sesuatu di dasarkan pada
demand infomasi, yaitu informasi yang cepat di imbangi dengan tekhnologi yang
canggih dan memadahi. Diantara fakta itu adalah kehandalan teknologi dan
kecepatannya di jadikan acuan kinerja dan keberhasilan meski dampak dari
semua itu telah di prediksi dan di ketahui.
Semua kondisi kerjasama diplomasi tersebut diatas adalah suatu acuan, dan akan
lebih fair jika melihat, menganalisan kondisi dan kemampuan segenap masyarakat
Indonesia dalam kancah internasional pada halaman berikut..
2.3. Menghindari Resiko sebab Kegagalan Kerjasama Dalam
Kancah Bilateral dan Multilateral
Pada prinsipnya menghindari Kegagalan kerjasama akan lebih baik dari pada
memperbaiki kerjasama yang carut-marut. Dengan kemampuan menghindari
kegagalan kerjasama berarti kedua belah pihak telah memiliki:
1) Kontrol manajemen kerjasama yang bagus,
2) Standar kesepakatan kerjasama yang terencana, terstruktur dan terukur,
3) Memiliki tingkat ketelitian yang bagus, (dan)
4) Memahami suatu visi untuk di implementasikan bersama.
5) Point-point tersebut telah bisa dilakukan pemerintah Indonesia dalam kerjasama
bilateral, regional dan multilateral.
2.4. Beberapa Barometer Sebagai Tinjauan Suatu Kerjasama
Beberapa hal yang menjadi tinjauan untuk menyatakan suatu kerjasama di
kategorikan baik dan berhasil, yaitu jika bisa di tinjau dari segi:
1)
Politik untuk negara yang bersangkutan,
2)
Ekonomi negara yang bersangkutan
3)
Skill pemuda dan pertukaran informasi publik, seni, science dan iptek
4)
Innovasi pemuda negara yang bersangkutan dalam kerjasama bidang sosial,
isu-isu lingkungan, kesehatan, pemafaatan teknologi ramah lingkungan dll
5)
Innovasi teknologi dan penerapannya untu negara yang bersangkutan
6)
Prestasi pemuda dan dalam bidang humaniora dan sastra dari negara yang
bersangkutan,
7)
Prestasi militer dan kerjasama bidang tekhnologi militer, implementasi
tekhnologi kemiliteran,
8)
Prestasi ekonomi bagi kedua belah pihak dan metode perbaikan ekonomi,
peningkatan ekonomi untuk pemanfaatan skala global,
9)
Prestasi apresiasi oleh tingkat bilateral, regional dan global untuk kalangan
pelajar usia dini, sebagai barometer keberhasilan metode pendidikan.
10) Dll.
2.5. Bentuk–Bentuk Kejenuhan Yang Mengarah Pada Kegagalan
Kerjasama Bilateral, Regional dan Multilateral:
1)
Ada intrik tidak wajar pada aktifitas bidang ekonomi dan kerjasama yang
berkaitan,
2)
Ada gerakan yang sifatnya “latency” atau sangat samar oleh negara yang
bersangkutan, tetapi umumnya dilakukan oleh sekelompok personil yang
terlatih dari segi pendidikan, kecerdasan, dan kemampuan bidang informasi,
dan aktifitas ini di biayai oleh negara atau instansi yang di akui oleh negara.
3)
Di era digital saat ini gerakan latency bukan hanya di lakukan oleh lembaga
atau instansi negara, tetapi sangat umum jika sekelompok masyarakat mahir
bidang informatika menunjukkan rasa dan sikap nasionalisme dengan
mengadakan aktifitas peretasan (defacing) pada kantor virtual / situs / website
suatu instansi negara, atau lembaga tinggi negara atau bahkan milik seorang
kepala negara. Tetapi hal ini belum masuk pada kategory “cyberwar” yaitu
perang inteligensia.
4)
Suatu kondisi peperangan pada ranah cyber (perangkat dunia maya) menjadi
cyberwar resmi, apabila semua pelaku peperangan cyberwar ini di biayai oleh
negara atau instansi resmi negara atau lembaga resmi negara atau dengan
isyarat seorang kepala negara, resiko cyberwar ini sama parahnya dengan
perang terbuka, karena semua perangkat Alutista dapat di kendalikan dengan
kontrol jaraj-jauh, dan bahkan setiap satelit yang berada pada orbitnya bisa di
geser, di rubah, atau di balik arah rotasinya. Kabar baiknya, ternyata
kemampuan hacking cyber seperti ini mampu di lakukan oleh putra-putri
nusantara,
sehingga
dalam
kancah
kemampuan
cyberwar
dunia,
Indonesia sangat di perhitungkan oleh banyak kalangan. Karena satelit
milik negara manapun bisa di lumpuhkan dari ujung dunia manapun. Dan
senjata canggih jenis apapun “strength radio signalnya” akan di relay
oleh satelit. Inilah alasan penting putar-putri nusantara diperhitungkan
dalam dunia militer dan informatika meski mereka bukan ahli militer.
Mereka akrab di sapa Jim Geovedi dan Raditya iryandi, Bagi mereka dan team,
menghadiri undangan presentasi ke kanada, norwegia, Euro, Asia dan negaranegara maju adalah hal biasa dan sebagai aktifitas rutin. Info ini dapat di akses
melalui link berikut:
http://jim.geovedi.com/
http://www.dw.de/jim-geovedi-meretas-satelit-di-langit/a-16564273,
http://en.wikipedia.org/wiki/Jim_Geovedi,
http://id.wikipedia.org/wiki/Jim_Geovedi )
BAB III
Kesimpulan dan Saran
3.1. Kesimpulan
Pada dasarnya spionase bukan perkara baru jika di kaitkan dengan kepentingan
suatu negara dengan negara lainnya. Jadi dalam proses spionase yang menjadi inti
masalah adalah kecerdasan dan kejelian para intelijen dalam mengamankan berita
dan fakta-fakta yang di dapat. Sedang Spionase Dalam Implikasi Hubungan Luar
Negeri Indonesia adalah suatu pembahasan untuk menggali dan mendapatkansuatu
pencerahan, bahwa informasi di zaman manapun adalah “urgen”.
3.2. Saran
Pemerintah NKRI saat ini telah memiliki intelijen yang bagus, jadi sekiranya
pemerintah menemukan kandidat-kandidat intelijen yang masih dalam masa sekolah
misalnya “anak usia sekolah yang telah mahir praktik hacker informasi” selayaknya
mereka diberi ampunan, diberi pengarahan dan tidak sewajarnya di hukum, karena
mereka saat ini belum memiliki media untuk melampiaskan rasa ingin tahunya.
Justru harusnya pemerintah bangga jika ada anak-anak negeri yang bisa “menjebol”
situs-situs penting milik negara, artinya pemerintah memiliki alasan untuk
memperbaiki model security akses informasinya. Dan selayaknya anak-anak negeri
yang mampu menjebol situs penting pemerintah, mereka diberi hadiah dan di beri
beasiswa, karena mereka pada fitrahnya punya bakat dan seseaui UUD ’45 mereka
punya alasan di didik oleh negara.
Sebagai komparatif google.com akan selalu memberi hadiah miliaran rupiah bagi
siapa saja yang mampu membobol pertahanan security website miliknya. Karena
inilah realita pembelajaran untuk banyak pihak.
Lampiran
Pengalaman Penulis Melakukan Hacking Jaringan dan akses Internet
sebagai illustrasi beribu-ribu cara para inteligen dan para “cyberman” melakukan
aksi untuk akses informasi, maka ini adalah lampiran teknik hacking sederhana:
object korban adalah perangkat akses internet, milik siapapun yang terdeteksi oleh
suatu perangkat lunak / software. Disini hacker sdh masuk sebagai administrator
sebagai “root” atau penguasa system, tinggal tega atau tiadk-tega melakukan aksi
defacing. Jadi dengan menembus akses, bluetooth, wifi, LAN atau WAN seseorang
akan dengan mudah menilai seberapa kuat suatu sistem.
Perangkat yang di jadikan
target telah diketahui dan
di
identifikasi
dahulu.
terlebih
Daftar Pustaka (Referensi):
1)
http://id.wikipedia.org/wiki/Spionase
2)
http://id.wikipedia.org/wiki/Kementerian_Luar_Negeri_Indonesia
3)
http://jim.geovedi.com/
4)
http://www.dw.de/jim-geovedi-meretas-satelit-di-langit/a-16564273,
5)
http://en.wikipedia.org/wiki/Jim_Geovedi,
6)
http://id.wikipedia.org/wiki/Jim_Geovedi
7)
ZTE system dsl, ZTE Corporation
8)
Winstron infocomm (kunshan) Co. Ltd.
Spionase Dalam Implikasi Hubungan
Luar Negeri Indonesia
Karya Tulis Disajikan Sebagai
Bentuk Tugas Mata Kuliah “Kewiraan”
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Syamsul Ma’arif Bontang
Disusun Oleh: Afif Asyhari
N.I.M.: 130.103.16
Daftar isi
Hal.
Cover dalam ....................................................................................................
1
Daftar isi ..........................................................................................................
2
BAB I
3
Muqaddimah (Abstract) ...................................................................................
3
BAB II
7
Rumusan Masalah Dan Batasan Masalah ......................................................
7
Dasar Adanya Kerjasama Bilateral-Multilateral ...............................................
8
Resiko Kegagalan Kerjasama Bilateral Maupun Multilateral ..........................
11
Menghindari Resiko sebab Kegagalan Kerjasama Dalam Kancah Bilateral
13
dan Multilateral ................................................................................................
Beberapa Barometer Sebagai Tinjauan Suatu Kerjasama .............................
14
Bentuk–Bentuk Kejenuhan Yang Mengarah Pada Kegagalan Kerjasama
15
Bilateral, Regional dan Multilateral ..................................................................
BAB III
17
Kesimpulan dan saran .....................................................................................
17
Lampiran .........................................................................................................
19
Referensi .........................................................................................................
20
BAB I
Muqaddimah (Abstract)
Dari awal dikenalnya pemakaian istilah bahasa spionase dan istilah implikasi,
hingga saat ini maka dari keduanya dapat di temukan suatu rangkaian causalitas
atau sebab-akibat sebagai bagian dari dampak suatu aktivitas atau perbuatan.
Terkait dengan hal itu, maka akan didefinisikan terlebih dulu makna spionase dan
implikasi.
Spionase:
Dari id.wikipedia.com dapat diperoleh referensi yang menyatakan:
“Spionase (pengintaian, memata-matai dari bahasa Perancis espionnage) adalah
suatu praktik untuk mengumpulkan informasi mengenai sebuah organisasi atau
lembaga yang dianggap rahasia tanpa mendapatkan izin dari pemilik yang sah dari
informasi tersebut. Yang membedakan spionase dengan bentuk pengumpulan
informasi intelijen lainnya adalah bahwa spionase bisa mengumpulkan informasi
dengan mengakses tempat di mana informasi tersebut disimpan atau orang yang
mengetahui mengenai informasi tersebut dan akan membocorkannya melalui
berbagai dalih.”
Spionase dalam bahasan ini adalah aktivitas yang di lakukan oleh badan intelijen
murni, bukan wartawan yang meliput berita untuk publik. Tetapi jika seorang
wartawan memiliki misi ganda, maka etika kewartawananya musnah. Yang ada
adalah intelijen bertopeng.
Lebih lanjut, uraian id.wikipedia.com tersebut memberi keterangan yang maknanya
adalah: Spionase biasanya dianggap sebagai bagian dari upaya institusional
(misal, pemerintahan atau badan intelijen). Istilah spionase pada mulanya dianggap
sebagai suatu keadaan memata-matai musuh potensial atau aktual, terutama untuk
tujuan militer, tetapi kini telah berkembang untuk memata-matai perusahaan, yang
dikenal secara spesifik sebagai spionase industrial. Banyak negara secara rutin
memata-matai baik musuh maupun aliansi mereka, walaupun mereka memiliki
kebijakan untuk tidak berkomentar akan hal ini. Selain mempekerjakan agen-agen
pemerintah sendiri, banyak yang juga menyewa perusahaan swasta untuk
mengumpulkan informasi misalnya, SCG International Risk, BIN, FBI, CIA, KGB dan
yang lainnya. Kamus Hukum Black (1990) mendefinisikan spionase sebagai:
"...mengumpulkan, mengirimkan, atau menghilangkan...informasi yang berhubungan
dengan pertahanan nasional."
Hingga disini penulis menemukan pergeseran makna awal spionase (espionnage)
dari memata-matai, mengintai, menjadi arti yang lebih spesifik karena aktivitas
tersebut di dasarkan pada satu motive, yaitu berdasarkan referensi Kamus Hukum
Black (1990) tersebut.
Pengertian spionase bila di definisikan dengan hukum islam akan menambah
kelengkapan terminologinya, seperti pada paragraf berikut ini..
Spionase atau Tajassus adalah mengorek-ngorek suatu berita. Secara bahasa
bila dikatakan, jassa al-akhbar wa tajassasa-ha, artinya adalah mengorek-mengorek
suatu berita. Jika seseorang mengorek-ngorek berita, baik berita umum maupun
rahasia, maka ia telah melakukan aktivitas tajassus (spionase). Orang semacam ini
disebut jaasus (mata-mata). Suatu aktivitas bisa terkategori tajassus (spionase), jika
di dalamnya ada unsur mengorek-ngorek (mencari-cari) berita. Sedangkan berita
yang dikorek-korek (dicari-cari itu) tidak harus berita rahasia. Akan tetapi semua
berita, baik umum maupun rahasia. Walhasil, tajassus adalah mencari-cari berita
baik yang tertutup, maupun yang jelas.
Jika suatu berita bisa didapatkan secara alami tanpa perlu mencari-cari
(tafahhashu), atau tanpa perlu melakukan aktivitas tajassus untuk mengetahui berita
tersebut; atau hanya sekedar mengumpulkan, menyebarkan, dan menganalisa suatu
berita, maka semua ini tidak termasuk dalam kategori spionae (tajassus), selama
tidak ada unsur mencari-cari (mengorek-ngorek) berita itu lebih lanjut. Jika
seseorang mencari berita dalam kondisi semacam ini, maka ini tidak disebut dengan
tajassus. Sebab, yang disebut mencari-cari berita atau hingga disebut tajassus
adalah, mencari-cari (mengorek-ngorek), mengusut-usut berita, dengan tujuan untuk
menelitinya lebih dalam.
Adapun orang yang mencari berita untuk dikumpulkan, dan menelitinya tidak untuk
tujuan mengusut berita itu lebih lanjut, namun mengumpulkannya untuk disebarkan
kepada masyarakat, maka hal ini tidak disebut tajassus. Orang yang mencari, dan
mengumpulkan berita, seperti redaktur koran, atau wakil-wakil kantor berita tidak
disebut dengan jaasus (mata-mata). Akan tetapi, bila profesinya sebagai redaktur
koran, wakil kantor berita itu digunakan sebagai media untuk melakukan aktivitas
tajassus; pada kondisi semacam ini, ia disebut jaasus (mata-mata). Orang tersebut
disebut mata-mata, bukan karena posisinya sebagai redaktur koran yang mencari
berita, akan tetapi karena aktivitas mata-mata yang ia lakukan dengan menyaru
sebagai wartawan. Kenyataan seperti ini banyak dilakukan oleh wartawan-wartawan
kafir harbiy yang masuk ke negeri-negeri Islam.
Pegawai dinas intelejen, biro mata-mata, dan lain-lainnya, yang bertugas mengorekngorek berita (memata-matai), maka, mereka adalah mata-mata (jaasus). Sebab,
aktivitasnya
sudah
terkategori
sebagai
aktivitas
spionase
tajassus.
(Taqiyyuddin al-Nabhani, al-Syakhshiyyah al-Islaamiyyah, juz II, ed.III, 1994, Daar alUmmah, Beirut, Libanon, hal. 211-212), (http://muhakbarilyas.blogspot.com/2013/01/definisidan-fakta-tajassus.html).
Hingga paragraf ini maka dapat ditemukan keywords penting:
Spionase (espionage), tajassus, jassa al-akhbar wa tajassasaha, musuh potensial,
musuh aktual, kamus hukum black, wartawan, redaktur, wartawan kafir harbiy,
tafahhas.
Implikasi:
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, implikasi dapat di artikan keterlibatan atau
keterkaitan. Dalam makalah ini penulis lebih conderung mangartikan “keterkaitan”,
karena implikasi di sandingkan dengan siponase, akan memiliki intensitas makna
yang lebih dalam yaitu “sebab-akibat”, (contoh kalimat: disebabkan perbuatan
sekelompok spionase yang menyaru sebagai wartwan, maka negara sahabat itu jadi
berseteru).
Jadi makalah dengan judul:
Spionase dalam Implikasi Hubungan Luar Negeri Indonesia, dapat di artikan
dengan: “aktifitas para intelijen asing dan keterlibatannya terhadap kelancaran
hubungan bilateral dan multi-lateral bagi Negara Indonesia”.
BAB II
Rumusan Masalah, Batasan Masalah dan Pembahasan
Rumusan Masalah
Makalah dengan judul Spionase Dalam Implikasi Hubungan Luar Negeri Indonesia
ini menitik beratkan rumusan masalah pada “implikasi hubungan luar negeri
indonesia” ketika kasus spionase menjangkiti proses hubungan kerjasama dan
metode atau teknis untuk menyelesaikan masalah itu.
Batasan Masalah
Makalah dengan judul Spionase Dalam Implikasi Hubungan Luar Negeri Indonesia
ini memiliki batasan masalah pada “kasus spionase pihak luar negeri kepada
pemerintah Indonesia”
Pembahasan masalah pada makalah ini meliputi:
1) Dasar Adanya Kerjasama Bilateral-Multilateral,
2) Resiko Kegagalan Kerjasama Bilateral Maupun Multilateral,
3) Menghindari Resiko sebab Kegagalan Kerjasama Dalam Kancah Bilateral dan
Multilateral,
4) Beberapa Barometer Sebagai Tinjauan Suatu Kerjasama,
5) Bentuk–Bentuk Kejenuhan Yang Mengarah Pada Kegagalan Kerjasama
Bilateral, Regional dan Multilateral
2.1. Dasar Adanya Kerjasama Bilateral-Multilateral
Dalam pemahaman dan interaksi sosial setiap orang ingin dirinya berteman,
berkawan dan bersahabat dengan orang lain, inilah fitrah atau anugerah alami untuk
setiap manusia. Siapapun manusia, tidak sanggup hidup tanpa adanya akses sosial.
Maka dengan demikian seseorang dengan orang lain akan membiasakan dengan
adanya kounikasi sosial dan begitu juga keadaan para penduduk di negara lain yang
memiliki hukum, budaya dan toritery.
Spionase akan terjadi jika telah-ada hubungan bilateral atau multilateral, karena
pada dasarnya kerjasama dua negara atau lebih akan terjadi bayak faktor, tujuan
dan resiko.
Faktor dan tujuan kerjasama bilateral dan multilateral diantaranya adalah:
1. Suatu negara tidak dapat memenuhi kebutuhan ekonominya hanya dengan
mengandalkan kemampuan negaranya sendiri secara terus menerus.
2. Secara geografis, antara satu wilayah dengan wilayah lain memiliki karakteristik
tertentu yang berbeda–beda. Perbedaan kondisi geografis menyebabkan
potensi yang dimiliki suatu negara berbeda–beda. Satu potensi yang dimiliki
suatu negara belum tentu dimiliki negara lainnya, demikian pula sebaliknya.
3. Adanya persamaan kepentingan, yang sering disebut asosiasi dalam lingkup
internasional.
4. Adanya
persamaan
dalam
suatu
kawasan
geografis
sehingga
lebih
memungkinkan adanya kerja sama, misalnya ASEAN, APEC, AFTA, NAFTA
GN, FPDA dan lain – lain.
5. Adanya permasalahan ekonomi yang selalu berkembang dari waktu ke waktu
yang menuntut suatu pemecahan perlu dilakukannya hubungan secara bilateral,
regional, maupun multilateral.
6. Era globalisasi menuntut adanya hubungan antar negara di dunia, sebab
keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara tidak hanya ditempuh melalui
kekuatan atau kemampuan sendiri dari dalam negeri saja, namun diperlukan
kerja sama antar negara.
Resiko dari kerjasama bilateral dan multilateral adalah:
7. Kegiatan kerjasama yang di susupi oleh suatu motive tertentu akan mendorong
adanya proses pencarian berita yang belebihan, kondisi inilah yang mendorong
terjadinya aksi spionase dalam arti yang lebih luas.
Secara umum titik berat dalam hubungan internasional antara lain dalam bidang
pertahanan dan keamanan, ekonomi, sosial budaya, dan ideologi.
Hubungan semacam ini biasanya diarahkan untuk memajukan kepentingan masing
masing negara atau untuk kepentingan bersama umat manusia yang bersifat
universal. Suatu negara dapat melakukan hubungan internasional manakala
kemerdekaan dan kedaulatannya, baik secara de facto maupun de jure telah diakui
oleh negara lain.
Dengan adanya kerjasama dalam bentuk diplomasi, maka sesama negara bisa
mengirimkan ahli diplomat berupa duta besar, konsulat jendral, kamar dagang dll.
Apabila proses kerjasam ini di manage dengan baik, maka tujuan kerjasama ini akan
tercapai, tapi
jika proses kerjasama ini bermakna ganda, maka indikasi
penyimpangan ini akan segera diketahui dan kerjasama dua negara bersahabat
akan segera berakhir dengan cara baik-baik ataupun berakhir dengan cyberwar,
perang dingin dan perang terbuka.
Jadi indikasi keberhasilan kerjasama dengan negara lain akan terukur jika struktur
kerjasama yang telah di sepakati di jalankan sesuai koridor hukum dalam
kesepakatan awal.
2.2. Resiko Kegagalan Kerjasama Bilateral Maupun Multilateral
Membaca, menela’ah dan mengkaji ulang peradaban dan kemampuan manusia
dalam menjalani proses kerjasama antar negara, maka akan di peroleh berbagai
bahan pembelajaran sebagai berikut:
1) Indikator diketahui dari perlakuan hukum yang diterima expatriat dari negara
masing masing yang terikat perjanjian kerjasama,
2) Adanya munculnya rasa nasionalisme yang di tunjukkan oleh rakyat dari negara
yang bersangkutan, sebagai metode pembelaan negara,
3) Kegagalan kerjasama bilateral akan diketahui indikasi buruknya jika para
diplomat masing-masing negara membonceng agen intelijen dari negara masing
masing untuk usaha yang lebih intens terkait penyadapan berita spionase,
sabotase dan perangan intelijen dengan segala upaya dan keahliannya baik fisik
maupun power-skill.
4) Adanya indikasi perang diplomatik oleh negara yang bersangkutan, diera
modern yang kita kenal ada istilah perang cyber / cyberwar yang di deklarasikan
oleh bagian rakyat dari negara yang bersangkutan sebagai aksi nasionalisme.
5) Sedang perang cyberwar dalam arti yang sesungguhnya adalah apabila kepala
negara memerintahkan atau mengisyaratkan spionase dengan methode
cyberwar dan segala aktifitas disediakan oleh negara.
6) Kekagagalan diplomasi dua negara bisa menyulut perang cyberwar dengan
mengendalikan segala kekuatan SDM dan alat pertahanan yang dikendalikan
oleh media digital dengan akses cyber. dengan peralatan pertahanan tanpa
awak atau tanpa prajurit bisa menerobos benteng pertahanan dari negara yang
bersangkutan, sehingga obyek-obyek yang telah di incar akan dengan mudah di
kuasai (di intai, disabotase, di hancurkan).
7) Kegagalan diplomasi bilateral dapat memicu ketegangan multilateral, karena
pada negara di kawasan tertentu memiliki perjanjian kerjasama dengan negara
lainnya.
8) Kegagalan diplomasi bilateral dapat memicu lahirnya kerjasama militer
multilateral, dengan demikian kegagalan kerjasama bilteral bisa menyeret dan
mengakibatkan adanya lingkaran peperangan global.
9) dengan
demikian
kegagalan
kerjasama
bilteral
bisa
menyeret
dan
mengakibatkan adanya lingkaran peperangan global, akan berpengaruh pada
kondisi global dan mengganggu kondisi ekonomi, pendidikan dan lingkungan
global.
10) Adanya kegagalan kerjasama diplomasi bilateral sedapat mungkin di tekan,
karena berkaca pada sejarah masa lalu, kegagalan komunikasi Roosvelt dan
Churchil menyeret negara blok timur dan barat beradu senjata, mempertaruhkan
kekuatan ekonomi dan memaksa rakyat berbaris dalam militer.
11) Paradigma pemikiran manusia setiap zaman terkait kerjasama antar negara
akan selalu berubah dan menyesuaikan dengan kondisi saat itu. Sebagai
contoh: zaman kejayaan cina dan mesir masa-lalu memiliki karakteristik yang di
dasarkan pada kondisi konvensional, dapat bertahan dalam kurun waktu yang
lama, meskipun kekuatan budaya mereka hilang dan hancur karena bencana
alam dan peperangan. Di era global saat ini, segala sesuatu di dasarkan pada
demand infomasi, yaitu informasi yang cepat di imbangi dengan tekhnologi yang
canggih dan memadahi. Diantara fakta itu adalah kehandalan teknologi dan
kecepatannya di jadikan acuan kinerja dan keberhasilan meski dampak dari
semua itu telah di prediksi dan di ketahui.
Semua kondisi kerjasama diplomasi tersebut diatas adalah suatu acuan, dan akan
lebih fair jika melihat, menganalisan kondisi dan kemampuan segenap masyarakat
Indonesia dalam kancah internasional pada halaman berikut..
2.3. Menghindari Resiko sebab Kegagalan Kerjasama Dalam
Kancah Bilateral dan Multilateral
Pada prinsipnya menghindari Kegagalan kerjasama akan lebih baik dari pada
memperbaiki kerjasama yang carut-marut. Dengan kemampuan menghindari
kegagalan kerjasama berarti kedua belah pihak telah memiliki:
1) Kontrol manajemen kerjasama yang bagus,
2) Standar kesepakatan kerjasama yang terencana, terstruktur dan terukur,
3) Memiliki tingkat ketelitian yang bagus, (dan)
4) Memahami suatu visi untuk di implementasikan bersama.
5) Point-point tersebut telah bisa dilakukan pemerintah Indonesia dalam kerjasama
bilateral, regional dan multilateral.
2.4. Beberapa Barometer Sebagai Tinjauan Suatu Kerjasama
Beberapa hal yang menjadi tinjauan untuk menyatakan suatu kerjasama di
kategorikan baik dan berhasil, yaitu jika bisa di tinjau dari segi:
1)
Politik untuk negara yang bersangkutan,
2)
Ekonomi negara yang bersangkutan
3)
Skill pemuda dan pertukaran informasi publik, seni, science dan iptek
4)
Innovasi pemuda negara yang bersangkutan dalam kerjasama bidang sosial,
isu-isu lingkungan, kesehatan, pemafaatan teknologi ramah lingkungan dll
5)
Innovasi teknologi dan penerapannya untu negara yang bersangkutan
6)
Prestasi pemuda dan dalam bidang humaniora dan sastra dari negara yang
bersangkutan,
7)
Prestasi militer dan kerjasama bidang tekhnologi militer, implementasi
tekhnologi kemiliteran,
8)
Prestasi ekonomi bagi kedua belah pihak dan metode perbaikan ekonomi,
peningkatan ekonomi untuk pemanfaatan skala global,
9)
Prestasi apresiasi oleh tingkat bilateral, regional dan global untuk kalangan
pelajar usia dini, sebagai barometer keberhasilan metode pendidikan.
10) Dll.
2.5. Bentuk–Bentuk Kejenuhan Yang Mengarah Pada Kegagalan
Kerjasama Bilateral, Regional dan Multilateral:
1)
Ada intrik tidak wajar pada aktifitas bidang ekonomi dan kerjasama yang
berkaitan,
2)
Ada gerakan yang sifatnya “latency” atau sangat samar oleh negara yang
bersangkutan, tetapi umumnya dilakukan oleh sekelompok personil yang
terlatih dari segi pendidikan, kecerdasan, dan kemampuan bidang informasi,
dan aktifitas ini di biayai oleh negara atau instansi yang di akui oleh negara.
3)
Di era digital saat ini gerakan latency bukan hanya di lakukan oleh lembaga
atau instansi negara, tetapi sangat umum jika sekelompok masyarakat mahir
bidang informatika menunjukkan rasa dan sikap nasionalisme dengan
mengadakan aktifitas peretasan (defacing) pada kantor virtual / situs / website
suatu instansi negara, atau lembaga tinggi negara atau bahkan milik seorang
kepala negara. Tetapi hal ini belum masuk pada kategory “cyberwar” yaitu
perang inteligensia.
4)
Suatu kondisi peperangan pada ranah cyber (perangkat dunia maya) menjadi
cyberwar resmi, apabila semua pelaku peperangan cyberwar ini di biayai oleh
negara atau instansi resmi negara atau lembaga resmi negara atau dengan
isyarat seorang kepala negara, resiko cyberwar ini sama parahnya dengan
perang terbuka, karena semua perangkat Alutista dapat di kendalikan dengan
kontrol jaraj-jauh, dan bahkan setiap satelit yang berada pada orbitnya bisa di
geser, di rubah, atau di balik arah rotasinya. Kabar baiknya, ternyata
kemampuan hacking cyber seperti ini mampu di lakukan oleh putra-putri
nusantara,
sehingga
dalam
kancah
kemampuan
cyberwar
dunia,
Indonesia sangat di perhitungkan oleh banyak kalangan. Karena satelit
milik negara manapun bisa di lumpuhkan dari ujung dunia manapun. Dan
senjata canggih jenis apapun “strength radio signalnya” akan di relay
oleh satelit. Inilah alasan penting putar-putri nusantara diperhitungkan
dalam dunia militer dan informatika meski mereka bukan ahli militer.
Mereka akrab di sapa Jim Geovedi dan Raditya iryandi, Bagi mereka dan team,
menghadiri undangan presentasi ke kanada, norwegia, Euro, Asia dan negaranegara maju adalah hal biasa dan sebagai aktifitas rutin. Info ini dapat di akses
melalui link berikut:
http://jim.geovedi.com/
http://www.dw.de/jim-geovedi-meretas-satelit-di-langit/a-16564273,
http://en.wikipedia.org/wiki/Jim_Geovedi,
http://id.wikipedia.org/wiki/Jim_Geovedi )
BAB III
Kesimpulan dan Saran
3.1. Kesimpulan
Pada dasarnya spionase bukan perkara baru jika di kaitkan dengan kepentingan
suatu negara dengan negara lainnya. Jadi dalam proses spionase yang menjadi inti
masalah adalah kecerdasan dan kejelian para intelijen dalam mengamankan berita
dan fakta-fakta yang di dapat. Sedang Spionase Dalam Implikasi Hubungan Luar
Negeri Indonesia adalah suatu pembahasan untuk menggali dan mendapatkansuatu
pencerahan, bahwa informasi di zaman manapun adalah “urgen”.
3.2. Saran
Pemerintah NKRI saat ini telah memiliki intelijen yang bagus, jadi sekiranya
pemerintah menemukan kandidat-kandidat intelijen yang masih dalam masa sekolah
misalnya “anak usia sekolah yang telah mahir praktik hacker informasi” selayaknya
mereka diberi ampunan, diberi pengarahan dan tidak sewajarnya di hukum, karena
mereka saat ini belum memiliki media untuk melampiaskan rasa ingin tahunya.
Justru harusnya pemerintah bangga jika ada anak-anak negeri yang bisa “menjebol”
situs-situs penting milik negara, artinya pemerintah memiliki alasan untuk
memperbaiki model security akses informasinya. Dan selayaknya anak-anak negeri
yang mampu menjebol situs penting pemerintah, mereka diberi hadiah dan di beri
beasiswa, karena mereka pada fitrahnya punya bakat dan seseaui UUD ’45 mereka
punya alasan di didik oleh negara.
Sebagai komparatif google.com akan selalu memberi hadiah miliaran rupiah bagi
siapa saja yang mampu membobol pertahanan security website miliknya. Karena
inilah realita pembelajaran untuk banyak pihak.
Lampiran
Pengalaman Penulis Melakukan Hacking Jaringan dan akses Internet
sebagai illustrasi beribu-ribu cara para inteligen dan para “cyberman” melakukan
aksi untuk akses informasi, maka ini adalah lampiran teknik hacking sederhana:
object korban adalah perangkat akses internet, milik siapapun yang terdeteksi oleh
suatu perangkat lunak / software. Disini hacker sdh masuk sebagai administrator
sebagai “root” atau penguasa system, tinggal tega atau tiadk-tega melakukan aksi
defacing. Jadi dengan menembus akses, bluetooth, wifi, LAN atau WAN seseorang
akan dengan mudah menilai seberapa kuat suatu sistem.
Perangkat yang di jadikan
target telah diketahui dan
di
identifikasi
dahulu.
terlebih
Daftar Pustaka (Referensi):
1)
http://id.wikipedia.org/wiki/Spionase
2)
http://id.wikipedia.org/wiki/Kementerian_Luar_Negeri_Indonesia
3)
http://jim.geovedi.com/
4)
http://www.dw.de/jim-geovedi-meretas-satelit-di-langit/a-16564273,
5)
http://en.wikipedia.org/wiki/Jim_Geovedi,
6)
http://id.wikipedia.org/wiki/Jim_Geovedi
7)
ZTE system dsl, ZTE Corporation
8)
Winstron infocomm (kunshan) Co. Ltd.